Studi pengaruh perubahan tegangan input kapasitas Angka motor hoisting” ( aplikasi pada workshop pt. Inalum )

=4,44 2Φm………..( Volt )

dimana

2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt)

2 = . = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam

keadaan berputar)

12. Bila s = r, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada

kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika

r< s.

2.7 Frekuensi Rotor

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar ' yaitu,

− =

'

120

, diketahui bahwa n = 120

Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan

= − =

'

Maka '= (Hz)………...……….(2.2)

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor '

= dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor,


(31)

akanmemberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar .

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.

2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan sebagai berikut :

1

1 1

1

0 2

1

Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen stator motor induksi dimana :

I0 = arus eksitasi (Amper)

V1 = tegangan terminal stator ( Volt )


(32)

21 R1 = tahanan efektif stator ( Ohm )

X1 = reaktansi bocor stator ( Ohm )

Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.12.

Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I0. Komponen arus penguat I0 merupakan arus stator tambahan yang

diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1.

Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang

sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1.

Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya (Erotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen ( E2S ) adalah :

2 = 2 1 =

atau

E2S = a Erotor ...…………... ( 2.3 )

dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor.

Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S

pada rotor ekivalen adalah :

I2S = ………...………. ( 2.4 )

sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen

dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah :


(33)

Z2S = =

2

2 =

2

!

2 ……...…( 2.5 )

Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang referensinya ke stator.

Selanjutnya persamaan ( 2.5 ) dapat dituliskan :

=

2 2 !

2 = 2+

"

2 …………...……...( 2.6 ) dimana :

Z2S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke

stator (Ohm).

R2 = tahanan efektif referensi (Ohm).

sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan

sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator (Ohm).

Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.6) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi 2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar 2 dan ggl lawan stator 1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor


(34)

23 adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:

2 = 1………...…………...…….(2.7) Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif

2 = 2...(2.8) Dengan membagi persamaan (2.7) dengan persamaan (2.8) didapatkan:

=

2 2

2

1………...………..(2.9)

Didapat hubungan antara persamaan (2.8) dengan persamaan (2.9), yaitu

=

2 2

2 1=

2+

"

2……...…...…....(2.10) Dengan membagi persamaan (2.10) dengan s, maka didapat

2 1 = 2

+

"

2……...……(2.11)

Dari persamaan (2.11) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.

Dari persamaan (2.6), (2.7) dan (2.11) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut :

2 1 2 2 2 2 2 ) 1 1 ( 2 − 2 2 2 2 1

Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi .


(35)

2 = 2 +

2 2

2 =

2+ 1)

1 (

2 − ...(2.12)

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.

1

1 1

1 Φ

2

1

2

2

2 2

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa

Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.14 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.

1

1 1

' 2

1 1

0 2 '

' 2


(36)

25 Atau seperti gambar berikut :

1

1 1 2' '2

) 1 1 ( ' 2 − 1 1 0 2 '

Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi dengan RL=

) 1 1 ( ' 2 − Dimana: 2 ' = 2 2 2 ' = 2 2

Dalam teori transformator statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen dapat dihilangkan (diabaikan).Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.17 berikut.


(37)

1

1 1 2' '2

) 1 1 (

' 2 − 1

1

0 2 '

Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi

2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa

Motor asinkron yang sering kita temukan sehari hari misalnya adalah kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas kelas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil

Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp.

2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah

Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%Ifl . Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini

umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya.


(38)

3. Kelas C : Torsi sta Kelas ini memiliki dibandingkan deng lebih tinggi pada a slip yang rendah di 4. Kelas D : Tosi star Kelas ini biasanya memili dihasilkan torsi start yang

Sebagai tambahan memperkenalkan disain ke , namun disain kelas i

Gambar 2.

orsi start tinggi dan arus start kecil

emiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang leb dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi s pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisi ndah dibandingkan kelas A dan B.

osi start tinggi, slip tinggi

emiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi t yang tinggi pada arus start yang rendah

bahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEM isain kelas E dan F, yang sering disebut motor induk

kelas ini sekarang sudah ditinggalkan.

bar 2.18 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi p berbagai disain

27 ng lebih besar torsi start yang a efisisensi dan

tinggi sehingga

, NEMA juga or induksi

uksi pada


(39)

2.10 Aliran Daya Motor Induksi

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator ( in)

dirumuskan dengan

θ

cos 3 1 1

in = ( Watt )...( 2.13 )

dimana :

1 = tegangan sumber (Volt) 1 = arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.

Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain :

1. Rugi – rugi tetap ( # ), terdiri dari : rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = $

2 1

. 3

( Watt ) …………...………..( 2.14 )

rugi – rugi gesek dan angin 2. Rugi – rugi variabel, terdiri dari :

rugi – rugi tembaga stator ( Pts )


(40)

29 rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I22. R2( Watt ) ………...( 2.16 )

Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan :

Pcu = Pin – Pts – Pi ( Watt ) …………...……( 2.17 )

Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh

karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan :

Pcu = 3. I22. 2 ( Watt ) ………...…..( 2.18 )

Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.

Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah :

Pmek = Pcu – Ptr( Watt ) ……...( 2.19 )

Pmek = 3. I22. 2 3. I22. R2

Pmek = 3. I22. R2. (

1

)

Pmek = Ptr x (

1

) ( Watt ) …………...( 2.20 ) Dari persamaan ( 2.16 ) dan ( 2.18 ) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara :

Ptr = s. Pcu( Watt ) ………...( 2.21 )


(41)

Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan :

Pmek = Pcu x ( 1 – s ) ( Watt ) ……...……( 2.22 )

Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya :

Pout = Pmek – Pa&g – Pb( Watt ) …………...( 2.23 )

Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu :

Pcu :Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s.

Gambar 2.19 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa :

Energi listrik konversi Energi mekanik


(42)

31 2.11 Efisiensi Motor Induksi Tiga Phasa

Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :

Loss out

out in

loss in in

out 100% 100%

(%) # #

+ = −

= =

η ×100%...………….( 2.24 )

Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ...……….( 2.25 ) Pin= 3. V1. I1. Cos φ1 …...………...………( 2.26 )

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.

dimana :

Pcu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt )

Ptr= rugi – rugi tembaga rotor ( Watt )

Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt )

Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh

Gambar 2.20 Efiesiensi pada motor induksi


(43)

rugi – rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.

2.12 Torsi Motor Induksi

Persamaan torsi (Te) motor induksi untuk berbagai kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini.

Te = . ...(2.27) dimana 9,55 adalah faktor pengali dengan nilai .

Diketahui

Pmek = Pcu x ( 1 – s ) ( Watt )

Nr = Ns (1 S)

Maka, Te =

. ( )

( ) ...(2.28) dimana, Pcu = Pin – Pts – Pi

maka, persamaan torsi diperoleh

Te =

.

=

. ( – ) ...(2.29) Pada umumnya torsi dapat dilihat dari 2 keadaan, yaitu :

1. Keadaan

Pada saat awal motor di start torsi yang dibangkitkan oleh motor induksi lebih besar daripada keadaan operasi normal, walaupun hanya sesaat.

Misalnya :


(44)

33 R2 = resistansi rotor per fasa pada keadaan diam.

X2 = reaktansi rotor per fasa pada keadaan diam (X2=s.X2,

karena s = 100%. Maka :

= ( ) + (! ) = impedansi rotor per fasa pada keadaan diam.

" =# = #

( ) + (! )

$%&' = =

( ) + (! ) Dari persamaan umum :

( = ) × # × " × $%&'(Nm)……….………. (2.30)

Maka :

Torsi mula (starting): ( = ) ∙ # ∙ " ∙ ,%&' ……….(2.31) Dimana : k1 = suatu konstanta.

Sehingga :

( = ) ∙ # ∙

-. (/.).0(1.).

/.

(/.).0(1.).

=

23∙(-.).∙/.

(/.).0(1.).

.

(2.32) Jika sumber tegangan V1 tetap, maka fluks dan ggl rotor juga tetap,

maka berlaku hubungan :

( = ) ∙

/.

(/.).0(1.).

= ) ∙

(4./.). ………(2.33) di mana adalah k2 suatu konstanta.

Selain besar torsi mula, torsi mula maksimum juga dapat ditentukan. Dari persamaan (2.33) diatas, dengan syarat kondisi maksimum : 567

5/.

= 0,

maka :


(45)

:(

: = ) ∙( ) + (! ) −1 ( ) + (! ) = 0∙ (2 )

( ) + (! ) = 2 ∙ ( )

∴ = !

Jadi torsi mula maksimum akan terpenuhi jika besarnya resistansi rotor sama dengan reaktansi rotor. Hal lain yang mempengaruhi besarnya torsi mula motor induksi adalah perubahan tegangan pasokan (V1). Karena V1∝ E2 dari persamaan (2.32) :

( =

23∙(-3).∙/.

(/.).0(1.).

=

2@∙(A3 ).∙/.

(/.).0(1.).

=

2@∙(A3 ).∙/.

(4.). ……….. (2.34) Karena Z2 dan R2 besarnya konstan, maka :

T

st∝ (V1)2

2. Keadaan

Pada keadaan motor induksi beroperasi, parameter yang terhubung dengan frekuensi akan dipengaruhi oleh nilai slip. Dengan meninjau rangkaian ekivalen percobaan beban nol dan hubung singkat dari motor induksi tiga fasa, didapat :

= + B! ……… Impedansi stator.

C = ( ′/&) + B! ′……… Impedansi rotor dengan

sisi primer/stator sebagai referensi.

F% = 1$ − B!1

G= HI − BJG

Maka arus motor : " ′ = -3

4K3(L&MN&O# = # )………….………(2.35)

"P = # × FP……….… (2.36)

" = "Q + "


(46)

35

" = # ∙ R(1/ CP ) + FPS………. (2.38)

T = # + " ∙ = # ∙ R1 + ( / C ) + ∙ FPS……. (2.39)

Dengan menganggap c = (1+Z1.Yo), maka :

T = # ∙ R$ + ( / C )S

# = T ∙R$ + ( /1

C )S = T ∙

C

+ $ ∙ C

# = T ∙

U/.V/ W0X1.Q

(/30X13)0YZ0U/.V/ W0X1.Q[………... (2.40

)

Dengan anaggapan :

E2 = ggl induksi/fasa dalam keadaan diam

X2 = reaktansi/fasa dalam keadaan diam

f2 =frekuensi/fasa dalam keadaan diam

maka dalam keadaan operasi : Er = s.E2 ; fr = s.f2 : Xr = s.X2

adapun persamaan torsinya :

( ∝ #C∙ "C∙ $%&' ……….…… (2.41)

Atau ( ∝ Φ ∙ "C ∙ $%&' (karena Er∝ Φ)……….... (2.42)

"

C

=

-4

=

(/ ∙-.

.).0( ∙1.).……… (2.43)

Dan

,%&' = /.

]( 2)2+(&∙!2)2………..….. (2.44) Sehingga

( ∝

⋅_∙-.∙/. (/.).0( ∙1.).

=

23∙ ⋅_∙-.∙/.

(/.).0( ∙1.).………...….… (2.45) Atau

( ∝

2.∙ -..∙/.

(/.).0( ∙1.).

(

∵Er∝ a)………(2.46)

Dimana E2 = $ a


(47)

2.13 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan (block rotor). Dengan penyelidikan pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan

rotor 2

'

. Halini bisa terjadi pada keadaan normal jika slip dalam nilai yang minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan mesin dikatakan dalam keadaan berbeban ringan.

Pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan menahan rotor tetap diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi untuk

kondisi motor, jadi nilai 2

'

bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk rangkaian ekivalen, pola fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi rugi yang diukur proporsional terhadap fluksi utama, dan kejenuhan diabaikan.

2.13.1 Percobaan DC

Untuk memperoleh harga 1 dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan DC ( DC) pada dua terminal input dan

arus DC nya ( DC) lalu diukur. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada


(48)

37 1. Kumparan hubungan Wye (Y)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 2.21 di bawah ini.

Gambar 2.21 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Y

Harga 1%$ dapat dihitung, untuk kumparan dengan hubungan Y, adalah sebagai berikut :

DC DC DC

1 2 1

= = =

= ( Ohm )...(2.47)

2. Kumparan Hubungan Delta (∆)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada Gambar2.22 di bawah ini.

Gambar 2.22 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta


(49)

Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing – masing phasa adalah sama, maka ' = & = $ = . Jadi gambar diatas dapat disederhanakan menjadi gambar berikut.

' %$

%$

'

Gambar 2.23 Rangakaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta

Dimana = & + $

Jadi '= ' %$ Dimana ' %$ ' + × = %$ ' 3 2

= , maka

'%$=

%$ %$

3

2 = %$

%$

×

2 3

Harga 1 ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1 1,5 untuk operasi arus bolak

balik, karena pada operasi arus bolak balik resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur.

%$

( 1

1 = × ( Ohm )...(2.48) Dimana (=faktor pengali, besarnya 1,1 – 1,5p

Karena besar tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan biasanya bila rugi rugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada motor, maka untuk


(50)

39 mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati, biasanya dilakukan dengan beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata rata dari semua pengukuran yang dilakukan.

2.14 Hoist Crane

Umumnya setiap industri banyak mengunakan peralatan ataupun material dalam ukuran dan bobot yang berat. Untuk memudahkan dalam proses )

digunakanlah Hoist/Crane untuk mengangkat atau mengangkut material ataupun peralataran digedung produksi, gudang dan lainnya. Gambar Hoist/crane dapat dilihat pada Gambar 2.24 dibawah ini :

Gambar 2.24 Hoisting/Crane

2.14.1 Motor Hoist/Crane

Motor Hoist/Crane yang digunakan oleh PT. INALUM adalah motor induksi dengan sepesifikasi seperti berikut:

Volt : 380 Volt Hz : 50 Hz Rpm : 1450 Rpm Arus : 15A Daya : 7,7 kW


(51)

Gambar 2.25 Nameplat motor Hoist/Crane

Motor ini berfungsi sebagai penggerak dari Hoist/Crane untuk mengangkat dan menurunkan peralatan pada gedung penyimpanan ( * + ) PT. INALUM dengan kapasitas 5 Ton. Gambar Motor Hoist/Crane dapat dilihat pada Gambar 2.26 dibawah ini :


(52)

41 2.15 Pengaruh Jatuh Tegangan Jala – jala Terhadap Torsi Motor Hoist

Crane

Dalam penyediaan tenaga listrik disyaratkan suatu level standard tertentu untuk menentukan kualitas tegangan pelayanan. Secara umum ada tiga hal yang perlu dijaga kualitasnya :

1. Frekuensi (50Hz)

2. Tegangan (220/380) Volt : ± 5 % 10%) 3. Keandalan.

Dalam penyediaan tenaga listrik dilakukan penggolongan beban untuk memenuhi keandalan dari sistem.Dengan bervariasinya karakteristik beban maka perlu digolongkan berdasarkan faktor faktor dominan, misalnya lingkungan /geografi, ketergantungan terhadap pelayanan tenaga listrik, pengaruh beban yang satu terhadap yang lain, dan sebagainya.Dari penggolongan beban tersebut kebijaksanaan pelayanan penyediaan tenaga listrik dapat diarahkan untuk memperoleh optimasi. Pada kenyataannya tegangan listrik hanya dihasilkan oleh produsen tenaga listrik bukanlah tegangan yang berkualitas sempurna. Tegangan listrik ini seringkali disalurkan kepada konsumen dengan berbagai kelemahan. Salah satu kelemahan tersebut ialah adanya rugi tegangan pada saluran sehingga tegangan yang diterima ditempat yang paling jauh dengan sumber tenaga akan lebih kecil dari tegangan nominal. Rugi tegangan pada saluran atau yang sering disebut jatuh tegangan (Vd) dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Voltage drop = Vs – Vr ...(2.33) Keterangan :

Vs : tegangan pengiriman dari sumber Vr : tegangan penerimaan disisi beban.

Dari tinjauan dan kondisi adanya tegangan pada sebuah tahanan menyebabkan arus mengalir melalui tahanan tersebut.Bila keadaan ini terjadi didalam kabel kabel utama atau saluran yang panjang, hal ini sering


(53)

dihubungkan sebagai penurunan tegangan, penurunan IR atau penurunan pada tahanan. Penurunan tegangan ini bisa juga dilihat sebagai akibat usaha yang harus dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan terhadap aliran arus dan harus dikeluarkan dari tegangan sumber agar mendapatkan tegangan yang sebenarnya pada beban. Dari persamaan dibawah ini :

Ib =

bcdAeP f...(2.24) Terlihat pengaruh jatuh tegangan akan menyebabkan arus beban meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan rugi – rugi tembaga stator (Pts)

akan semakin besar. Dengan memperhatikan persamaan 2.29 jatuh tegangan juga mempengaruhi besar torsi yang dihasilkan motor induksi.


(54)

43 BAB III

PENGUJIAN MOTOR HOIST

3.1 Umum

Untuk mendapatkan parameter yang dibutuhkan untuk mencari pengaruh jatuh tegangan terhadap kemampuan angkat dari sebuah motor hoist crane dibutuhkan beberapa data seperti tahanan stator (R1).Untuk mendapatkan

parameter tersebut dapat dilakukan dengan percobaan DC.

Untuk mendapatkan nilai dari kekuatan angkat dari sebuah motor hoist crane dalam keadaan normal dan dalam keadaan jatuh tegangan, dapat dilakukan dengan mengukur daya input, arus, dan tegangan kerja pada saat motor hoist crane bekerja.

3.2 Tujuan pengujian motor Hoist Crane

Adapun tujuan dari pengujian motor hoist crane dalam keadaan jatuh tegangan adalah :

1. Untuk memahami pengaruh besartegangan jala – jala terhadap kemampuan angkat Motor Hoist/crane PT. INALUM.

3.3 Peralatan dan instrumen yang digunakan

Dalam percobaan ini dipergunakan beberapa peralatan dan istrumen antara lain :

Motor induksi

Type : Rotor sangkar tupai Maker : Meidensha


(55)

Spesifikasi : 7.7 kW, 4 P, 380V, 50 Hz, 15 A Class F, 1450 rpm

Ampermeter Maker : Extech Wattmeter

Maker : Yokogawa Type : CW 140 Autotransformer

Maker : Toshiba Kabel perhubung Multimeter

Maker : Fluke 3.4 Diagram pengujian

Adapun percobaan yang akan dilakukan adalah : 1. Percobn DC

2. Percobaan motor hoist crane dalam keadaan tegangan normal dan dalam keadaan jatuh tegangan


(56)

45 3.4.1. Percobaan DC

Gambar 3.1 Percobaan DC 3.4.2. Percobaan motor Hoist Crane

Adapun diagram percobaan untuk pengukuran kemampuan angkat dari sebuah motor hoist adalah sebagai berikut :

Gambar 3.2 Diagram Percobaan motor Hoist Crane


(57)

3.5 Langkah – langkah percobaan motor Hoist Crane 1. Percobaan DC

1. Hubungan kedua terminal tegangan dc ke input tegangan motor hoist crane seperti pada Gambar 3.1 diatas.

2. Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC. 3. Tegangan DC suplai dinaikkan sampai pada nilai tertentu.

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran yang telah ditentukan, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat.

5. Jika telah selesai rangkaian dilepas. 2. Percobaan motor Hoist Crane

1. Rangkaikan alat – alat percobaan seperti pada Gambar 3.5 diatas.

2. Masukkan suplai tegangan input sesuai dengan spesifikasi motor hoist crane yaitu 380 V.

3. Angkat beban yang telah ditentukan.

4. Pada saat motor mengangkat beban, catat penunjukan daya input (Pin), arus stator (I1), dan tegangan intput (V1).

5. Lakukan langkah – langkah percobaan dari nomor 2 s/d 4 untuk nilai tegangan yang telah ditentukan.


(58)

47 3.6 Data hasil pengujian

1. Percobaan DC

Vdc Idc

5,991 0,496

Tabel 3.1 Data Percobaan DC

2. Percobaan motor Hoist Crane ) Tegangan normal

) Beban 1 ton

% drop voltage Teg. Input(V) Arus(A) Daya(W) Beban terangkat

2% 372,4 9,2 3310 ok

4% 364,8 8,6 2990 ok

6% 357,2 8,4 2780 ok

8% 349,6 8,2 2580 ok

10% 342 8,0 2380 ok

12% 334,4 7,6 2190 ok

14% 326,8 62 12000 tidak

Tabel 3.3 Data Percobaan Beban 1 Ton Beban Teg. Input(V) Arus(A) Daya(W)

1 Ton 379,6 6,8 3420

2 Ton 379,6 7,3 4680

3 Ton 379,6 9,3 5850

Tabel 3.2 Data percobaa tegangan normal


(59)

) Beban 2 ton

Beban 3 ton

% drop voltage Teg.Input(V) Current(A) Daya(W) Beban terangkat

2% 372,4 9,8 3180 ok

4% 364,8 9,6 2960 ok

6% 357,2 9,5 2700 ok

8% 349,6 9,3 2460 ok

10% 342 9,1 2390 ok

12% 334,4 9,1 2260 ok

14% 326,8 65,5 12700 tidak

Tabel 3.4 Data Percobaan Beban 2 Ton

% drop voltage Teg.Input(V) Current(A) Daya(W) Beban terangkat

2% 372,4 11,4 3240 ok

4% 364,8 11 2880 ok

6% 357,2 10,9 2680 ok

8% 349,6 10,9 2450 ok

10% 342 10,8 2360 ok

12% 334,4 10,7 2130 ok

14% 326,8 66,4 12600 tidak


(60)

49 Gambar 3.3 Pemasangan alat ukur

Gambar 3.4 Pengambilan data percobaan


(61)

BAB IV

ANALISA DATA PERUBAHAN TEGANGAN INPUT TERHADAP KAPASITAS ANGKAT MOTOR HOIST/CRANE

4.1 Umum

Setelah melakukan percobaan dan mendapatkan data – data yang diinginkan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini, data tersebut akan dianalisa untuk mendapatkan pengaruh perubahan tegangan input terhadap kapasitas angkat motor hoist/crane.

4.2 Analisa data hasil pengujian Dari percobaan dc diperoleh nilai R1

R1 = 1,2 x

A5Z dg5Z = 1,2 x ,

d ,h = 7,24 Ω

4.2.1 Pengaruh perubahan tegangan terhadap faktor daya Cos φ =

A dg

Keadaan normal Beban 1 ton Cos φ

,ic dA dg = = ch

,ic dci , d ,j = 0,764


(62)

51 Beban 2 ton

Cos φ =

,ic dA dg = h j

,ic dci , d i.c = 0,975

Beban 3 ton Cos φ =

,ic dA dg = j

,ic dci , d ,c = 0,956

Keadaan jatuh tegangan Beban 1 ton

Jatuh tegangan = 2 % Cos φ = 0,557

Jatuh tegangan = 4 %’ Cos φ = 0,55

Jatuh tegangan = 6 % Cos φ = 0,534

Jatuh tegangan = 8 % Cos φ = 0,519

Jatuh tegangan = 10 % Cos φ = 0,5

Jatuh tegangan = 12 % Cos φ = 0,49

Jatuh tegangan = 14 % Cos φ = 0,34

Beban 2 ton

Jatuh tegangan = 2 % Cos φ = 0,5

Jatuh tegangan = 4 % Cos φ = 0,487

Jatuh tegangan = 6 %


(63)

Cos φ = 0,459

Jatuh tegangan = 8 % Cos φ = 0,436

Jatuh tegangan = 10 % Cos φ = 0,443

Jatuh tegangan = 12 % Cos φ = 0,428

Jatuh tegangan = 14 % Cos φ = 0,342

Beban 3 ton

Jatuh tegangan = 2 % Cos φ = 0,44

Jatuh tegangan = 4 % Cos φ = 0,414

Jatuh tegangan = 6 % Cos φ = 0,397

Jatuh tegangan = 8 % Cos φ = 0,371

Jatuh tegangan = 10 % Cos φ = 0,368

Jatuh tegangan = 12 % Cos φ = 0,343

Jatuh tegangan = 14 % Cos φ = 0,335

4.2.2 Analisa pengaruh perubahan tegangan terhadap kapasitas angkat motor hoist/crane

Kapasitas angkat sebuah motor hoist crane dapat dilihat dari besar torsi yang dihasilkan pada saat mengankat beban.

Te =

.


(64)

53

=

. R( –Ug3.d/3WS

Dimana Ns = 1450 Rpm

Keadaan normal Beban 1 ton Te = 22,30 Nm Beban 2 ton Te = 30,56 Nm Beban 3 ton Te = 36,11 Nm

Keadaan jatuh tegangan Beban 1 ton

Jatuh tegangan = 2 % Te = 21,39 Nm

Jatuh tegangan = 4 % Te = 19,39 Nm

Jatuh tegangan = 6 % Te = 17,97 Nm

Jatuh tegangan = 8 % Te = 16,67 Nm


(65)

Jatuh tegangan = 10 % Te = 15,37 Nm

Jatuh tegangan = 12 % Te = 14,15 Nm

Jatuh tegangan = 14 % Te = 60,68 Nm

Beban 2 ton

Jatuh tegangan = 2 % Te = 20,48 Nm

Jatuh tegangan = 4 % Te = 19,05 Nm

Jatuh tegangan = 6 % Te = 17,35 Nm

Jatuh tegangan = 8 % Te = 15,79 Nm

Jatuh tegangan = 10 % Te = 15,34 Nm

Jatuh tegangan = 12 % Te = 14,48 Nm

Jatuh tegangan = 14 % Te = 63,17 Nm

Beban 3 ton

Jatuh tegangan = 2 % Te = 20,71 Nm

Jatuh tegangan = 4 %’ Te = 18,39 Nm

Jatuh tegangan = 6 % Te = 17,08 Nm

Jatuh tegangan = 8 % Te = 15,56 Nm

Jatuh tegangan = 10 % Te = 14,98 Nm

Jatuh tegangan = 12 % Te = 13,48 Nm

Jatuh tegangan = 14 % Te = 63,25 Nm


(66)

55 4.3 Tabel hasil analisa data

4.3.1 Tabel analisa data pengaruh perubahan tegangan input terhadap faktor daya motor hoist crane

Beban (Ton)

Faktor daya (cos φ) Teg.

Normal

Jatuh tegangan

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14%

1 0,764 0,557 0,55 0,534 0,519 0,5 0,497 0,34 2 0,975 0,5 0,487 0,459 0,436 0,443 0,428 0,34 3 0,956 0,44 0,414 0,397 0,371 0,368 0,343 0,33

Tabel 4.1 Tabel analisa data pengaruh jatuh tengangan terhadap faktor daya

4.3.2 Tabel analisa data pengaruh jatuh tegangan jala – jala terhadap torsi motor hoist/crane

Beban (Ton)

Torsi (Nm) Teg.

Normal

Jatuh tegangan

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14%

1 22,30 21,39 19,34 17,97 16,67 15,37 14,14 60,68 2 30,56 20,48 19,05 17,35 15,78 15,34 14.48 63,17 3 38,11 20,71 18,39 17,08 15,56 14,98 13,48 63.25

Status OK OK OK OK OK OK OK Tidak

Tabel 4.2 Tabel analisa data pengaruh perubahan tegangan input terhadap torsi motor hoist/crane

Keterangan :

OK : Hoist crane dapat mengangkat beban Tidak : Hoist crane tidak dapat mengangkat beban


(67)

Gambar 4.1 Kurva pengaruh jatuh tegangan terhadap faktor daya motor hoist/crane

Gambar 4.2 Kurva pengaruh perubahan tegangan terhadap torsi motor hoist/crane

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14%

Normal Jatuh tegangan

F a k tor D a ya

Jatuh tegangan Vs Faktor daya

Beban 3 Ton Beban 2 Ton Beban 1 Ton

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14%

Normal Jatuh tegangan

T

o

rs

i

Jatuh Tegangan Vs Torsi

Beban 3 Ton Beban 2 Ton Beban 1 Ton


(68)

57 BAB V

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

1. Dengan terjadinya perubahan tegangan pada input maka kapasitas angkat dari hoist crane berkurang namun masih bisa mengangkat beban yang dipasang sampai dengan nilai turunnya tegangan input sebesar 12%, dapat dilihat pada tabel hasil analisa data dan kurva hasil analisa data, hal ini terjadi karena daya input yang dihasilkan hoist crane juga menurun seiring turunnya tegangan input, namun pada keadaan tegangan turun sebesar 14% hoist crane mengalami overload akibat tegangan yang diberikan tidak cukup kuat untuk mengangkat beban yang dipasang.

2. Dengan terjadinya jatuh tegangan pada input, maka faktor daya dari hoist crane menurun, dapat dilihat pada tabel hasil analisa data dan kurva analisa data, hal ini disebabkan karena menurunnya daya input yang dihasilkan.

5.2 Saran

1. Di dalam sebuah pabrik, banyak terdapat peralatan yang menggunakan motor, terutama motor induksi, seperti pompa, pendingin, dan sebagainya yang penggunaannya sangat vital, untuk itu penulis menyarankan agar untuk selanjutnya membahas tentang pengaruh jatuh tegangan terhadap alat – alat listrik lainnya yang terdapat pada sebuah industri pabrik.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

1. Chapman, Stephen J. 1999. “ , + - . ”. New York: Third Edition Mc Graw Hill Companies.

2. Lister, E.C. 1984. “, ( / (01 Sixth Edition, McGraw Hill, Inc., .diterjemahkan oleh Ir.Drs. Gunawan, H., P.T. 1993. Gelora Aksara Pratama.

3. Theraja, B.L. & Theraja, A.K. 2001. “' 2 # & ( 2 + -”, New Delhi: S.Chand and Company Ltd.

4. Wijaya, Mochtar. 2001.”% % , / (”. Jakarta: Penerbit Djambatan.

5. Wildi, Theodore,. 1983. “ , + % ) ' - 0

Liverpool: Prentice Hall International.

6. Grundes. (2004). “& ( , ”. Denmark: Grundfos Management A/S 7. Anonim Crane dan

Elevator.(http://www.crayonpedia.org/mw/CRANE_DAN_ELEVATOR_(LIF T), diakses 25 Juli 2013)


(1)

=

. R( –Ug3.d/3WS

Dimana Ns = 1450 Rpm

Keadaan normal

Beban 1 ton

Te = 22,30 Nm

Beban 2 ton

Te = 30,56 Nm

Beban 3 ton

Te = 36,11 Nm

Keadaan jatuh tegangan

Beban 1 ton

Jatuh tegangan = 2 %

Te = 21,39 Nm

Jatuh tegangan = 4 %

Te = 19,39 Nm

Jatuh tegangan = 6 %

Te = 17,97 Nm

Jatuh tegangan = 8 %


(2)

Jatuh tegangan = 10 %

Te = 15,37 Nm

Jatuh tegangan = 12 %

Te = 14,15 Nm

Jatuh tegangan = 14 %

Te = 60,68 Nm

Beban 2 ton

Jatuh tegangan = 2 %

Te = 20,48 Nm

Jatuh tegangan = 4 %

Te = 19,05 Nm

Jatuh tegangan = 6 %

Te = 17,35 Nm

Jatuh tegangan = 8 %

Te = 15,79 Nm

Jatuh tegangan = 10 %

Te = 15,34 Nm

Jatuh tegangan = 12 %

Te = 14,48 Nm

Jatuh tegangan = 14 %

Beban 3 ton

Jatuh tegangan = 2 %

Te = 20,71 Nm

Jatuh tegangan = 4 %’

Te = 18,39 Nm

Jatuh tegangan = 6 %

Te = 17,08 Nm

Jatuh tegangan = 8 %

Te = 15,56 Nm

Jatuh tegangan = 10 %

Te = 14,98 Nm

Jatuh tegangan = 12 %

Te = 13,48 Nm

Jatuh tegangan = 14 %


(3)

4.3 Tabel hasil analisa data

4.3.1 Tabel analisa data pengaruh perubahan tegangan input terhadap

faktor daya motor hoist crane

Beban (Ton)

Faktor daya (cos φ) Teg.

Normal

Jatuh tegangan

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 1 0,764 0,557 0,55 0,534 0,519 0,5 0,497 0,34

2 0,975 0,5 0,487 0,459 0,436 0,443 0,428 0,34

3 0,956 0,44 0,414 0,397 0,371 0,368 0,343 0,33 Tabel 4.1 Tabel analisa data pengaruh jatuh tengangan terhadap faktor daya

4.3.2 Tabel analisa data pengaruh jatuh tegangan jala – jala terhadap torsi

motor hoist/crane

Beban (Ton)

Torsi (Nm) Teg.

Normal

Jatuh tegangan

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 1 22,30 21,39 19,34 17,97 16,67 15,37 14,14 60,68

2 30,56 20,48 19,05 17,35 15,78 15,34 14.48 63,17

3 38,11 20,71 18,39 17,08 15,56 14,98 13,48 63.25

Status OK OK OK OK OK OK OK Tidak Tabel 4.2 Tabel analisa data pengaruh perubahan tegangan input terhadap torsi

motor hoist/crane Keterangan :

OK : Hoist crane dapat mengangkat beban Tidak : Hoist crane tidak dapat mengangkat beban


(4)

Gambar 4.1 Kurva pengaruh jatuh tegangan terhadap faktor daya motor hoist/crane

Gambar 4.2 Kurva pengaruh perubahan tegangan terhadap torsi motor hoist/crane

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% Normal Jatuh tegangan

F a k tor D a ya

Jatuh tegangan Vs Faktor daya

Beban 3 Ton Beban 2 Ton Beban 1 Ton

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% Normal Jatuh tegangan

T

o

rs

i

Jatuh Tegangan Vs Torsi

Beban 3 Ton Beban 2 Ton Beban 1 Ton


(5)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dengan terjadinya perubahan tegangan pada input maka kapasitas angkat dari hoist crane berkurang namun masih bisa mengangkat beban yang dipasang sampai dengan nilai turunnya tegangan input sebesar 12%, dapat dilihat pada tabel hasil analisa data dan kurva hasil analisa data, hal ini terjadi karena daya input yang dihasilkan hoist crane juga menurun seiring turunnya tegangan input, namun pada keadaan tegangan turun sebesar 14% hoist crane mengalami overload akibat tegangan yang diberikan tidak cukup kuat untuk mengangkat beban yang dipasang.

2. Dengan terjadinya jatuh tegangan pada input, maka faktor daya dari hoist crane menurun, dapat dilihat pada tabel hasil analisa data dan kurva analisa data, hal ini disebabkan karena menurunnya daya input yang dihasilkan.

5.2 Saran

1. Di dalam sebuah pabrik, banyak terdapat peralatan yang menggunakan motor, terutama motor induksi, seperti pompa, pendingin, dan sebagainya yang penggunaannya sangat vital, untuk itu penulis menyarankan agar untuk selanjutnya membahas tentang pengaruh jatuh tegangan terhadap alat – alat listrik lainnya yang terdapat pada sebuah industri pabrik.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Chapman, Stephen J. 1999. “ , + - . ”. New York: Third Edition Mc Graw Hill Companies.

2. Lister, E.C. 1984. “, ( / (01 Sixth Edition, McGraw Hill, Inc., .diterjemahkan oleh Ir.Drs. Gunawan, H., P.T. 1993. Gelora Aksara Pratama.

3. Theraja, B.L. & Theraja, A.K. 2001. “' 2 # & ( 2 + -”, New Delhi: S.Chand and Company Ltd.

4. Wijaya, Mochtar. 2001.”% % , / (”. Jakarta: Penerbit Djambatan.

5. Wildi, Theodore,. 1983. “ , + % ) ' - 0

Liverpool: Prentice Hall International.

6. Grundes. (2004). “& ( , ”. Denmark: Grundfos Management A/S 7. Anonim Crane dan

Elevator.(http://www.crayonpedia.org/mw/CRANE_DAN_ELEVATOR_(LIF T), diakses 25 Juli 2013)