ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI GARAM DI KECAMATAN BATANGAN KABUPATEN PATI

(1)

IN KECAMATAN KABUPATEN PATI

Oleh :

BESTIANZ RONALDY 20120430227

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

xi

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Produksi... 10

2. Faktor Produksi ... 10

3. Fungsi Produksi ... 11

4. Konsep Efisiensi... 17

5. Return to Scale ... 25

B. Peneltian Terdahulu... 26

C. Hipotesis ... 30

D. Kerangka Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. Variabel dan Definisi Operasional ... 31

B. Jenis Data ... 31


(3)

xii

1. Model Fungsi Produksi Frontier ... 35

2. Uji Efisiensi ... 36

a. Efisiensi Teknis ... 36

b. Efisiensi Harga ... 37

c. Efisiensi Ekonomi ... 38

3. Return to Scale ... 38

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 39

A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan ... 39

1. Kecamatan Batangan ... 39

2. Penduduk dan Tingkat Pendidikan... 40

3. Transportasi ... 41

4. Curah Hujan ... 41

5. Kehidupan Sosial dan Ekonomi ... 41

B. Gambaran Umum Pertanian Garam ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Koefisien Elastisitas ... 47

2. Efisiensi Teknis ... 48

3. Efisiensi Harga ... 49

4. Efisiensi Ekonomi ... 54

5. Return to Scale ... 55

B. Pembahasan ... 55

1. Efisiensi Teknis ... 55

2. Efisiensi Harga ... 57

a. NPM Modal ... 57

b. NPM Luas Lahan ... 58

c. NPM Tenaga Kerja ... 59

3. Efiseinsi Ekonomi ... 61

4. Return to Scale ... 61

BAB VI PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA


(4)

xiii

1.2 Luas Lahan Produksi Wilayah Pesisir Jawa Tengah... 4 1.3 Jumlah Produksi Garam di Jawa Tengah ... 5 1.4 Produksi Garam Per-Kecamatan di Kabupaten Pati ... 6 5.1 Hasil Distribusi Produksi Garam, Modal, Luas lahan, dan Tenaga Kerja di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati ... 45 5.2 Hasil Estimasi Fungsi Produksi Frontier Stokastik ... 46 5.3 Hasil Perhitungan Biaya dan Pendapatan Pada Produksi Garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati ... 50


(5)

xiv

2.3 Isoquan ... 19 4.1 Peta Kecamatan Batangan ... 38


(6)

(7)

miliki angka produksi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pengaruh dari faktor produksi tersebut terhadap produksi garam, serta memperoleh estimasi nilai efisiensi teknis, harga, dan ekonomi dari faktor produksi garam tersebut.

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis efisiensi produksi dengan model fungsi Cobb-Douglas dengan bantuan program Frontier 4.1c., dan uji Return to Scale. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan metode interview, observasi dan kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai Return to Scale (RTS) sebesar 1.01 (Increasing Return to Scale) bahwa kenaikan output memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan input. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa efisiensi teknik produksi garam rata-rata mencapai 0,93, efisiensi harga produksi garam rata-rata mencapai 0,5, dan efisiensi ekonomi produksi garam rata-rata mencapai 0,46. Efisiensi ekonomi ini nilainya kurang dari 1, oleh karena itu disimpulkan bahwa pertanian garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien, sehingga untuk mencapai efisien secara keselurahn perlu adanya pengurangan input.

Kata Kunci : Faktor Produksi, Pertanian Garam, Stochastic Frontier Analysis, Efisiensi Teknis, Efisiensi Harga, Efisiensi Ekonomi.


(8)

research aims to identify the factors that affect the production of salt, identifying the influence of production factors on the production of salt, as well as obtain technical efficiency value estimation, pricing, and economical factors of production of the salt.

This reseach was conducted using the method of production efficiency analysis by Cobb-Douglas production function model with Frontier 4.1c program and Return to Scale. While the method of data collection was conducted by interview, observation and questionnaire.

The result indicate the value of return to Sacle (RTS) is 1,01 (Increasing Return to Scale) that the increase output having proportion larger compared with the addition of input. Based on the result of the analysis that the efficiency of salt technical achieve an average of 0,93, allocative efficiency of salt production reached an average of 0,5, and the economic efficiency of salt production reached an average of 0,46. Its economic efficiency has a value less than 1, therefore it is concluded that the salt farm in Batangan Pati not efficient, so as to achieve efficient overall need to the reduction input.

Keywords : Production Factor, Salt Farming, Stochastic Frontier Analysis, Technical Efficiency, Allocative Efficiency, Economic Efficiency.


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya petani agar kesejahteraan petani semakin meningkat. Petani dapat meningkatan produksi pertanian dengan menyediakan sarana produksi pertanian (Sajad, 1993). Dalam Dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan petani perlu memanfaatkan faktor produksi secara efektif dan efisien untuk produksi usahataninya. Efisiensi produksi hendaknya penting diperhatikan oleh petani. Upaya-upaya peningkatan produksi tanaman pangan melalui jalur ekstensifikasi tampaknya semakin sulit, terbatasnya lahan pertanian produktif dan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian yang sulit dibendung karena berbagai alasan. Upaya peningkatan produksi melalui efisiensi produksi menjadi salah satu pilihan yang tepat. Dengan efisiensi, petani dapat menggunakan input produksi sesuai dengan ketentuan untuk mendapat produksi yang optimal.

Di Indonesia garam merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, karena tingginya kebutuhan akan garam. Indonesia adalah Negara kepulauan, luas wilayah laut lebih besar daripada daratan, sehingga masa depan akan lebih banyak ditentukan pada kemampuan memanfaatkan sumber daya laut seperti garam.


(10)

Neraca garam nasional merupakan perbandingan antara kebutuhan, produksi, ekspor dan impor komoditas garam nasional dalam suatu periode tertentu. Kebutuhan garam semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana kebutuhan garam dibagi menjadi 2 yaitu (1) garam konsumsi adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku produksi bagi industri garam konsumsi beryodium (garam meja), untuk aneka pangan (memiliki NaCl minimal 94,7 persen), dan pengasinan ikan. (2) garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri dengan kadar NaCl minimal 97 persen. Garam industri belum dapat diproduksi didalam negeri sehingga semuanya berasal dari impor.

Neraca garam nasional disusun secara rutin setiap tahun dengan 4 instansi yang mengelola komoditas garam baik dari segi kebutuhan, produksi, perdagangan (ekspor dan impor) maupun pendataannya. Neraca garam nasional tahun 2011-2014 dapat dilihat pada tabel 1.1.


(11)

Tabel 1.1

Neraca Garam Nasional Tahun 2011-2014

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (2015)

Dari table 1.1 kebutuhan garam nasional tahun 2014 mencapai 3,61 juta ton, terdiri dari garam konsumsi sebesar 1,48 juta ton dan garam industri sebesar 2,13 juta ton. Dari tahun 2011 pertumbuhan kebutuhan garam industri rata-rata mencapai 5,82 persen per tahun sedangakan kebutuhan garam konsumsi rata-rata mencapai 1,40 persen per tahun. Kebutuhan garam konsumsi terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 511 ribu ton, kebutuhan industri aneka pangan sebanyak 447 ribu ton, industri pengasinan ikan sebanyak 525 ribu ton. Sedangkan

No. Uraian

Tahun (Ton) kenaikan

rata-rata (persen)

2011 2012 2013 2014

2011-2014

2013-2014 1. Kebutuhan 3.228.750 3.270.086 3.573.954 3.611.990 3,88 1,06 Garam Konsumsi 1.426.000 1.466.336 1.546.454 1.483.115 1,4 -4,1 a. Rumah Tangga 747.000 732.645 746.454 511.390 -10,51 -31,49

b. Industri Aneka

Pangan 269.000 282.000 300.000 446.752 20,04 48,91

c. Industri

Pengasinan Ikan 410.000 451.691 500.000 525.000 8,62 5 Garam Industri 1.802.750 1.803.750 2.027.500 2.128.875 5,82 5

a. Industri CAP

dan Farmasi 1.600.000 1.601.000 1.822.500 1.913.625 6,3 5

b. Industri Non

CAP 202.750 202.750 205.000 215.250 2,04 5

2. Produksi 1.113.118 2.071.601 1.087.715 2.192.168 46,72 101,54

a. PT. Garam

(Persero) 156.713 307.348 156.829 315.000 49,33 100,86 b. Garam Rakyat 956.405 1.764.253 930.886 1.877.168 46,29 101,65

3. Ekspor 1.197 2.624 2.849 2.166 7,16 -23,97

4. Impor 2.615.202 2.314.844 2.020.933 2.251.577 -4,26 11,41

a. Garam

Konsumsi 923.756 495.073 277.475 473.133 -6,62 70,51

b. Garam Industri CAP dan Non


(12)

kebutuhan garam industri terdiri dari industri CAP dan farmasi sebesar 1,91 juta ton dan industri non CAP sebesar 215 ribu ton.

Kebutuhan garam industri sebagian besar dipenuhi oleh Pasokan impor untuk industri CAP dan non CAP sebesar 1,78 juta ton atau mencapai 83,54 persen. Artinya produksi garam industri di dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam industri nasional.

Produksi garam konsumsi nasional tahun 2014 mencapai 2,19 juta ton, berasal dari PT. Garam (Persero) 315 ribu ton dan garam rakyat sebesar 1,88 juta ton.

Di Jawa Tengah luas lahan produksi garam tersebar di 5 Kabupaten wilayah pesisir dengan luas lahannya 6.608,78 Ha. Berikut rincian luas lahan di kawasan pesisir Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Luas Lahan Produksi Garam Wilayah Pesisir Jawa Tengah 2015

No. Kabupaten / Kota Luas Lahan

1. Pati 2.838,11

2. Rembang 1.568,65

3. Demak 1.271

4. Jepara 501,02

5. Brebes 430

Jumlah 6.608,78

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan (2015)

Dari Tabel 1.2 luas lahan produksi garam di Jawa tengah totalnya sebesar 6.608,78 Ha, dimana 2.838,11 Ha terdapat di Kabupaten Pati, 1.568,65 Ha di Kabupaten Rembang, 1.271 Ha di Kabupaten Demak,


(13)

501,02 Ha di Kabupaten Jepara dan 430 Ha di Kabupaten Brebes. (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2015). Berdasarkan luas lahan tersebut tampak bahwa Kabupaten Pati memiliki luas lahan terbesar dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Begitu pula dengan jumlah produksi garam yang terdapat di Kabupaten Pati. Berikut jumlah produksi garam di Jawa Tengah tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.3.

Tabel 1.3

Jumlah Produksi Garam Di Jawa Tengah 2015 No. Kabupaten / Kota Produksi (Ton)

1. Pati 381.704

2. Rembang 218.491

3. Demak 130.118

4. Jepara 56.614,30

5. Brebes 53.629,50

Jumlah 840.556,80

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah,2015 Berdasarkan tabel 1.2 jumlah produksi di Jawa Tengah sebesar 840.556,8 ton. Kabupaten Pati memiliki jumlah produksi garam tertinggi di Jawa Tengah sebesar 381.704 ton. Sedangkan jumlah produksi garam terendah ada di Kabupaten Brebes sebesar 53.629,50 ton.

Kabupaten Pati memliki 4 kecamatan memproduksi garam yaitu kecamatan Juwana, Wedarijaksa, Trangkil, dan Batangan. Produksi garam Per-Kecamatan di Kabupaten Pati tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.4:


(14)

Tabel 1.4

Produksi Garam Per-Kecamatan di Kabupaten Pati tahun 2015 NO Kecamatan Jumlah Produksi

(Ton)

Luas Lahan (Ha)

1 Batangan 207.817 1.266,66

2 Juwana 75.649 717,21

3 Wedarijaksa 56.771 497,06

4 Trangkil 41.467 357,18

Total 381.704 2.838,11

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pati (2015) Pada tabel 1.4 Kecamatan paling banyak mengusahakan produksi garam adalah Kecamatan Batangan memiliki produksi garam tetinggi sebesar 207.817 ton dengan luas lahan 1.266,66 Ha. Jumlah produksi garam di kecamatan Batangan mencapai 49,40 persen dari total produksi garam di Kabupaten Pati. Sementara paling sedikit berada di Kecamatan Trangkil sebesar 41.467 ton dengan luas lahan 357,18 Ha. Jumlah produksi garam di Kecamatan Trangkil mencapai 11,26 persen dari total produksi garam di Kabupaten Pati. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Batangan memiliki produktivitas yang paling baik dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari banyak penelitian sebelumnya dengan mengkombinasikan variabel bebas hasil tidak konsisten maupun yang masih perlu untuk diketahui hasil lebih lanjut mengenai pengaruh variabel bebas tersebut. Sampel dilakukan di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati yaitu Petani garam yang memproduksi garam yang memenuhi kriteria.


(15)

Sehingga peneliti ingin mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dan mengambil judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Garam Di Kecamatan Batangan, Kabupaten

Pati”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini mengenai “Analisis

Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Garam Di Kecamatan Batangan,

Kabupaten Pati” adalah kebutuhan garam yang semakin meningkat

setiap tahun, namun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi nasional, sehingga nilai impor garam masih tinggi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai efisiensi penggunaan faktor produksi garam, guna meningkatkan produksi garam dalam negeri. Pertanyaan dari masalah yang saya angkat diatas, antara lain:

1. Bagaimana nilai efisiensi teknis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan?

2. Bagaimana nilai efisiensi harga dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan?

3. Bagaimana nilai efisiensi ekonomis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan?


(16)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penulisan penelitian mengenai “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Garam di Kecamatan Batangan, Kabupaten

Pati” adalah:

1. Untuk mengetahui efisiensi teknis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan.

2. Untuk mengetahui efisiensi harga dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan.

3. Untuk mengetahui efisiensi ekonomis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain: 1. Akademisi

Penilitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pelajar.

2. Pemerintah

Hasil penelitian diharapkan agar pemerintah dapat lebih memberi perhatian dan bantuan kepada petani garam rakyat di kecamatan Batangan, kabupaten Pati sehingga para petani dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam.


(17)

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai faktor-faktor produksi apa saja yang efisien dalam produksi garam.


(18)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Produksi

Produksi diartikan sebagai atau penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda baik dalam pengertian apa, dimana atau kapan komoditi-komoditi di alokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono 2004:14 menyatakan bahwa teori produksi sebagaimana teori konsumen merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif yang tersedia. Dalam hal ini adalah keputusan yang diambil seorang produsen untuk menentukan pemilihan atas alternatif tersebut. Produsen mencoba memaksimalkan produksi yang bisa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar dapat dihasilkan keuntungan yang maksimum.

2. Faktor Produksi

Faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi dalam perekonomian akan menentukan sampai mana suatu negara dapat menghasilkan barang dan jasa.

Sukirno mengatakan bahwa faktor produksi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu modal, faktor produksi ini merupakan benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi


(19)

barang dan jasa yang dibutuhkan. Tenaga kerja, faktor produksi ini meliputi keahlian dan ketrampilan yang dimiliki, yang dibedakan menjadi tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja terdidik. Tanah dan sumber alam, faktor tersebut disediakan oleh alam meliputi tanah, beberapa jenis tambang, hasil hutan dan sumber alam yang dijadikan modal, seperti air yang dibendung untuk irigasi dan pembangkit listrik. Keahlian keusahawanan, faktor produksi ini berbentuk keahlian dan kemampuan pengusaha untuk mendirikan dan mengembangkan berbagai kegiatan usaha (Sukirno,2005:6).

3. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menunjukan sifat hubungan diantara faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan, faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Hubungan antara masukan dan keluaran diformulasikan dengan fungsi produksi berikut (Sukirno,2005:195):

Q = f (K,L,R, …..)

K adalah jumlah stok modal (Kapital), L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan alam, sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya (Sukirno,2005:195).


(20)

Dalam ilmu ekonomi yang disebut dengan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor produksi (input), Daniel M (2002). Secara matematika sederhana, fungsi produksi itu dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = f (x1,x2,x3,...xn)

Dimana :

Y = Hasil fisik (output)

x1...xn = Faktor-faktor Produksi (input)

Dalam proses tersebut terdapat tiga tipe produksi atas input atau faktor produksi Soekartawi (2003) yaitu :

a. Increasing return to scale, apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih banyak daripada unit input sebelumnya.

b. Constant return to scale, apabila unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang sama dari unit sebelumnya.

c. Decreasing return to scale, apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit daripada unit sebelumnya.

Ketiga reaksi produksi tersebut tidak dapat lepas dari konsep produksi marginal (marginal product). Marginal product (MP) merupakan tambahan satu satuan input X yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu satuan output Y. Marginal product (MP) secara umum dapat di tulis ⁄ (Mubyarto, 1986: 80). Dalam


(21)

proses produksi tersebut setiap tipe reaksi produksi mempunyai nilai produk marginal yang berbeda.

Ep =

/

atau

Dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap I : nilai Ep > 1 : produk total, produk rata-rata menaik dan produk marginal juga nilainya menaik kemudian menurun sampai nilainya sama dengan produk rata-rata (increasing rate).

b. Tahap II : nilai 1 < Ep < 0 : produk total menaik, tapi produk rata-rata menurun dan produk marginal juga nilainya menurun sampai nol (decreasing rate).

c. Tahap III : Ep < 0 : produk total dan produk rata-rata menurun sedangkan produk marginal nilainya negatif (negative decreasing rate).

Dalam ilmu ekonomi fungsi yang paling banyak digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas. Secara sistematis persamaan Cobb Douglas dituliskan sebagai berikut (soekartawi,1994) :

Y = aX1 X2

Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan dalam hubungan X dan Y bentuk matematika sederhana fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = f(X1,X2,....Xn)

Untuk memudahkan pendugaan persamaan diatas maka persamaan diubah ke dalam bentuk linier :


(22)

LnY = � + � LnX1 + � LnX2 + � LnX3 + � LnX4 + ui

Dimana :

Y = jumlah produksi (output)

X1 , X2,X3 ,X4 = faktor produksi (input)

� , � , � , � = parameter. ui = disturbance term (kesalahan)

Di dalam produksi, faktor produksi memang menentukan besar kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi (output) yang maksimal maka penggunaan faktor produksi dapat digabungkan.

Dalam fungsi produksi terdapat hukum Law of Diminishing Return yaitu apabila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input yang ditambahkan, mula-mula menaik tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus ditambah. Secara grafik penambahan faktor produksi yang digunakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:


(23)

Sumber: Miller dan Meiners, 2000

Gambar 2.1

Hubungan Antara Total Produk, Marginal Produk, dan Average Produk

Pada gambar di atas permulaan penggunaan faktor produksi, TP akan bertambah perlahan seiring ditambahnya input produksi. Pertambahan input perlahan membuat TP meningkat pada titik A, selanjutnya penambahan input produksi secara cepat masih menaikkan TP dimana tercapai pada titik B. Penambahan masih terus dilakukan sampai akhirnya mencapai titik C dimana titik maksimum TP. Penambahan selanjutnya tidak lagi meningkatkn TP, penambahan input akan berakibat turunnya Total Produksi yang mana melewati titik C maksimum TP. Jadi, marginal produk pada daerah ini sama dengan 0. Hal ini Nampak dalam gambar dimana antar C dan titik F terjadi pada tingkat penggunaan faktor produksi yang sama. Lewat dari titik C, kurva


(24)

total produksi menurun, dan berarti marginal produk jadi negatif. Dalam juga terlihat bahwa marginal produk pada tingkat permulaan menaik, mencapai tingkat maksimum pada titik D ( titik dimana mulai berlaku hukum Low of Diminishing Return), kemudian menurun kembali. Marginal produk negatif setelah melewati titk F, yaitu pada waktu total produksi mencapai titik maksimum di C. Rata-rata produksi pada titik permulaan juga Nampak menaik dan akhirnya mencapai tingkat maksimum di titik E, yaitu pada titik dimana marginal produk dan rata-rata produksi sama besar. Satu hungan lagi yang perlu diperhatikan ialah marginal produk lebih besar dibanding dengan rata-rata produksi menaik, dan lebih kecil bila mana rata-rata produksi menurun.

Dengan menggunakan gambar 2.1 di atas kita dapat membagi suatu rangkaian produksi menjadi tiga tahap, yaitu tahap I, II, III. Tahap I melipti daerah penngunaan faktor produksi di sebelah kiri titk E, di mana rata-rata produksi mencapai titik maksimum. Tahap II meliputi daerah penggunaan faktor produksi di antara titik E dan F, di mana marginal produk di antara titik E dan F, di mana produk dari faktor produksi variable adalah 0. Akhirnya, tahap III meliputi daerah penggunaan faktor produksi di sebelah kanan titik F, di mana marginal produk dari faktor produksi adalah negatif. Sesuai dengan pentahapan tersebut di atas, maka jelas produsen tidak akan berproduksi pada tahap III, karena dalam tahap ini ia akan memperoleh hasil produksi yang lebih sedikit dari penggunaan faktor produksi yang lebih banyak. Ini


(25)

berarti produsen tersebut bertindak tidak efisien dalam pemanfaatan faktor produksi. Pada tahap I, rata-rata produksi dari faktor meningkat dengan semakin ditambahnya faktor produksi tersebut. Jadi, efisiensi produksi yang maksimal akan terjadi pada tahap produksi yang ke II (Khazanani, 2011).

4. Konsep Efisiensi

Efisiensi adalah ukuran keluaran (output) per satuan waktu, tenaga, dan biaya dengan memperhatikan faktor input yang digunakan dalam melakukan produksi, seseorang mungkin bekerja lebih lama daripada orang lain tetapi belum dapat menghasilkan output yang lebih banyak daripada yang bekerja dengan waktu yang lebih pendek, makin banyak barang yang dapat dihasilkan per sartuan waktu, tenaga dan biaya semakin efisien dalam melakukan pekerjaan.

Pengertian efisiensi tidak cukup hanya dikaitkan dengan jumlah barang tanpa memperhatikan mutu atau nilai barang yang dihasilkan. Dalam kaitannya industri rumah tangga, dalam melakukan produksi dapat saja menghasilkan barang dengan jumlah banyak namum mutu atau nilai barang yang dihasilkan relatif rendah dengan faktor input tertentu yang telah digunakan (Wijandi, 2004: 72), untk melakukan produksi yang efisien perlu adanya pengalaman kerja untuk mengolah faktor input produksi agar lebih efisien.

Menurut Nicholson (2002), efisiensi adalah kemampuan untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan output dengan mengorbankan


(26)

input yang minimal. Suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan kegiatan telah mencapai sasaran output dengan pengorbanan input terendah, sehingga efisiensi dapat diartikan sehingga tidak adanya pemborosan.

Efisiensi diterjemahkan dengan daya guna, yaitu tidak hanya mempertimbangkan hasil output, namun juga ditentukan pada daya, usaha, atau pengorbanan untuk mencapai hasil agar tidak terjadi pemborosan, selanjutnya uraian yang menyangkut efisiensi memerlukan penyusunan system dan prosedur yang berlandaskan pemikiran efisiensi, agar pelaksanaan dari proses produksi tidak terjadi pemborosan dari sisi input, waktu, maupun proses produksi hingga pada output (Syamsi,2004:2).

Menurut Nicholson (1995) batas kemungkinan produksi atau productionpossibility frontier merupakan suatu grafik yang menunjukan semua kemungkinan kombinasi barang-barang yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya tertentu seperti ditunjukan pada gambar 2.2.


(27)

Sumber: Nicholson, 2002

Gambar 2.2

Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis

Pada gambar 2.2 garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang (barang X dan Y) yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya yang tersedia dalam suatu perekonomian.

Kombinasi keduanya pada PP’ dan di dalam kurva cembung adalah output yang mungkin diproduksi. Alokasi sumber daya yang dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien secara teknis karena produksi masih dapat ditingkatkan. Titik B contohnya berisi lebih banyak Y dan tidak mengurangi X dibandingkan dengan alokasi A. Faktor produksi juga dapat dicerminkan dengan menggunakan kurva isoquan apabila hanya terdapat dua macam input. Kurva isoquant meunjukan kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja (L) dan barang modal (K), yang memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Isoquan yang lebih tinggi mencerminkan jumlah output yang lebih besar dan isoquan yang lebih rendah mencerminkan jumlah output yang lebih kecil (Salvatore, 1994). Garis isoquan juga merupakan tempat kedudukan titik-titik yang menunjukan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi, 1993).


(28)

Sumber: Miller dan Meiners, 2000

Gambar 2.3 Isoquan

Gambar 2.3 menunjukan bahwa sumbu vertikal mengukur jumlah fisik modal yang dinyatakan sebagai arus jasanya per unit periode, dan sumbu horizontal mengukur jumlah tenaga kerja secara fisik yang dinyatakan arus jasanya per unit periode. Isoquan yang ditarik khusus untuk tingkat output Q1. Setiap titik pada kurva isoquan menunjukan kombinasi modal dan tenaga kerja dalam berbagai variasi yang sering menghasilkan output yang sama sebanyak Q1.

Efisiensi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari kesatuan faktor produksi atau input. Situasi seperti ini akan terjadi apabila pengusaha mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input atau masukan sama dengan harga input (P) atau dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 2001:49) :

NPMx = Px ; atau


(29)

Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px, dan

sering terjadi adalah keadaan sebagai berikut:

a. NPMx / Px > 1 artinya bahwa penggunaan input x belum efisien.

Untuk mencapai tingkat efisiensi maka input harus ditambah.

b. NPMx / Px < 1 artinya penggunaan input x tidak efisien. Untuk

mencapai atau menjadi efisien maka input harus dikurangi.

Dalam termatologi ilmu ekonomi, pengertian efisiensi digolongkan menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga (alokatif), dan efisiensi ekonomi.

1) Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis yaitu efisiensi yang menghubungkan antara produksi yang sebenarnya dan produksi maksimum. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi teknis akan tercapai apabila pengusaha mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai (Daniel, 2002: 123).

Menurut (Herrick dan Charles 2009: 22) efisiensi teknis didefinisikan sebagai menghasilkan lebih banyak, dengan masukan yang sama atau menghasilkan jumlah keluaran yang sama dengan masukan yang lebih sedikit.

Efisensi teknis ini mencakup mengenai hubungan antara input dan output. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara


(30)

teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. (Miller dan Meiners 2010 : 25) menyatakan efisiensi teknis (technical efficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

Petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, efisiensi teknis dipengaruhi oleh kuantitas penggunaan faktor produksi. Kombinasi dari bensin, luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan pengalaman petani dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknis. Proporsi penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut berbeda-beda pada setiap petani, sehingga masing-masing petani garam memiliki tingkat efisiensi teknis yang berbeda-beda. Petani garam dapat dikatakan lebih efisien dari petani lain jika petani tersebut mampu menggunkan faktor produksi lebih sedikit atau sama dengan petani lain, namun dapat meningkatkan tingkat produksi yang sama atau bahkan lebih tinggi dari petani lainnya.

2) Efisiensi Harga (alokatif)

Efisiensi Harga (alokatif) berhubungan dengan keberhasilan petani mencapai keuntungan maksimum pada jangka pendek, yaitu efisiensi yang dicapai dengan mengkondisikan nilai produk marginal dengan harga input (NPMx = Px).

(Nicholson, 1995:175) mengatakan bahwa efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing


(31)

input (NPMxi) dengan harga inputnya (Pxi) sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X atau dapat

ditulis sebagai berikut :

�. .�

= Px atau �. .�

.�

= 1

Dimana : .

b = elastisitas produksi Y = output rata-rata X = input rata-rata

Py = harga output rata-rata

Px = harga input rata-rata

Banyak kenyataan persamaan diatas tidak selalu sama dengan satu, yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. (bY.Py / X.Px) = 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X

efisien.

b. (bY.Py / X.Px) > 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X

belum efisien untuk mencapai efisiensi maka input X perlu ditambah.

c. (bY.Py / X.Px) < 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X

tidak efisien untuk menjadi efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi. (Soekartawi, 2001: 50-51)

3) Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi tecapai apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga (alokatif) tercapai dan memenuhi dua kondisi, yaitu :


(32)

a. Syarat ketentuan (necessary condition) menunjukkan hubungan fisik antara input dan output, bahwa proses produksi pada waktu elastisitas produksi antara 0 dan 1. Hasil ini merupakan efisiensi produksi secara teknis.

b. Syarat kecukupan (sufficient condition) yang berhubungan dengan tujuannya yaitu kondisi keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai produk marginal sama dengan biaya marginal.

Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya, artinya suatu produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

(Soekartawi,2001:49) menyatakan efisiensi ekonomi tercapai jika efisiensi teknis dan efisiensi harga (alokatif) tercapai. Efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga (alokatif) dan seluruh faktor input, sehingga efisiensi ekonomi dapat dinyatakan sebagai berikut :

EE = ET x EH Dimana :

EE = Efisiensi Ekonomi ET = Efisiensi Teknis


(33)

5. Return to Scale

Menurut (Soekartawi, 2001:170) keadaan skala usaha perlu

diketahui untuk mengetahui apakah usaha yang diteliti mengikuti kaidah increasing,constant, atau decreasing return to scale. Keadaan skala usaha (RTS) dariindustri yang diteliti dapat diketahui dari penjumlahan koefisien regresi semua faktor produksi. Dalam proses produksi terdapat tiga tipe produksi atas input yaitu:

a. Increasing return to scale (� � � > 1, yaitu apabila tiap unittambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih banyak daripada unit input sebelumnya.

b. Constans return to scale (� � � = 1, apabila unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang sama dari unit input sebelumnya.

c. Decreasing return to scale (� � � < 1, apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit daripada unit input sebelumnya.


(34)

B. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul

Penelitian Variabel Kesimpulan

1. Agus Setiawan (2006) Analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada Industri Kecil Genteng di Desa tegowaanuh Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung 1. Tenaga kerja 2.Peralatan produksi 3. Bahan

baku tanah 4.Biaya

bahan bakar

- Dari penelitian yang dilakukan oleh Agus Setiawan diperoleh nilai

return to scale sebesar 0,353. Hal ini berarti bahwa usaha genteng berada pada skala menurun.

- Berdasarkan perhitungan pendapatan dan biaya usaha industri genteng didapat nilai R/C ratio

sebesar 1,199. Hal ini berarti bahwa usaha industri genteng menguntungkan untuk dikelola.

-Efisiensi teknis sebesar 0,872. Angka efisiensi teknis sudah mendekati 1, hal ini menunjukkan bahwa sudah hampir efisien. Namun apabila

input dari lima variabel tersebut ditambah maka akan berdampak sebaliknya.

-Hasil penghitungan efisiensi harga diperoleh sebesar 0,953. Artinya bahwa usaha genteng tidak efisien secara alokatif. Dimana perlu dilakukan pengurangan

input.

-Dari hasil penghitungan efisiensi ekonomi sebesar 0,830. Hal ini berarti usaha industri genteng tidak efisien sehingga perlu dilakukan pengurangan faktor-faktor produksi agar efisien.

2. Dewi Ulfah Ichwani Kruniasih dan

Sulistya

Efisiensi produksi pada Industri rumah tangga tahu

-Produksi (Y) -Biaya

Kedelai (X1)

-Produksi Tahu dipengaruhi oleh faktor produksi yaitu jumlah kedelai, jumlah jo’o,


(35)

(Studi Kasus di Kelurahan Margo Agung Kecamatan Syagen Kabupaten Sleman)

-Biaya Jo’o (X2)

- Biaya Kunyit (X3)

-Biaya Kayu Bakar (X4)

- Upah Tenaga Kerja (X5)

-Umur (X6)

- Pendidikan (X7)

jumlah kunyit, dan jumlah kayu bakar. - Pendapatan produksi

dipengaruhi oleh besar biaya kedelai, biaya atau pengeluaran bahan baku jo’o, dan biaya kunyit. -Faktor produksi kedelai

belum dialokasikan secara efisien dan faktor produksi jo’o, kunyit, dan kayu bakar dialokasikan tidak efisien.

3. Yushmar Ardhi Hidayat

Efisiensi Produksi Kain Batik Cap

-Produksi kain batik cap (Y) -Modal (X1)

-Tenaga kerja (X2)

-Bahan baku kain (X3)

-Bahan penolong (X4)

-Alat cap produksi (X5)

-Bahan bakar (X6)

-Faktor input modal, tenaga kerja, bahan baku kain, bahan penolong, dan alat cap produksi berpengaruh nyata positif terhadap produksi kain batik cap adalah pada tingkat kepercayaan nyata 90 persen. Hal tersebut semakin memperkuat faktor modal, tenaga kerja, kain, bahan penolong dan alat cap menentukan tingkat produksi kain catik cap, sedangkan faktor bahan bakar tidak signifikan berpengaruh negative terhadap kain batik cap.

-Disturbance term dan

technical inefficiency

berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi kain batik cap. Selain kombinasi faktor produksi yang menentukan efisiensi produksi, variabel lama usaha dan perbedaan tipe produksi secara silmutan berpengaruh signifikan terhadap efisiensi produksi kain batik. - Lama usaha signifikan

berpengaruh negatif terhadap tingkat inefisiensi dan variabel

Dummy tipe produksi

mampu membedakan tingkat inefisiensi produksi.


(36)

4. Ristia Nur Hanifah (2013)

Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri menengah, kecil, dan rumah tangga mebel di Kabupaten Blora

-Modal -Bahan baku - Tenaga

kerja -Bahan

penolong

-Rata efisiensi teknis sebesar 0,98. Hal ini berarti bahwa tidak efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1. Efisiensi teknis tercapai apabila input

berupa faktor-faktor produksi yang digunakan mampu menghasilkan

output yang maksimum.

-Efisiensi harga (alokatif) nilainya lebih besar dari 1, yaitu sebesar 4,43 berarti penggunaan input

produksi belum efisien secara harga, sehingga perlu dilakukan penambahan terhadap penggunaan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih besar dari 1 yaitu input tenaga kerja dan bahan penolong, kemudian perlu mengurangi penggunaan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih kecil dari 1 yaitu input modal dan bahan baku agar efisien harga dapat tercapai dan memberikan keuntungan yang diharapkan.

- Efisiensi ekonomi diperoleh hasil sebesar 4,34, sehingga belum efisien secara ekonomi. Untuk mencapai efisien secara keseluruhan perlu adanya penambahan

input tertentu yang masih dimungkinkan untuk dikurangi sehingga diharapkan penggunaan

input yang efisien ini akan menghasilkan jumlah produksi yang optimal.

6. Dolly Alfonso Berutu (2014) Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi garam di

-Luas lahan -Solar - Tenaga

Kerja -Pengalaman

petani

-Return to Sacle sebesar 0,83601 hal ini berarti proporsi penambahan faktor produksi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai


(37)

Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang

produksi yang diperoleh. -Pertanian garam di

Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang relatif menguntungkan seperti ditunjukkan nilai oleh R/C ratio sebesar 2,3642.

-Efisiensi teknis diperoleh sebesar 0,9421. Sedangkan efisiensi harga sebesar 7,8112 dan efisiensi ekonomi sebesar 7,3535.

7. M. Haider Z. (2011)

Technical efficiency of agricultural

farms in

Kulna, Bangladesh : Stochastic Frontier Approach

-Luas Lahan - Jumlah jam

kerja -Kredit

-Pertanian agricultural di Kulna, Bangladesh tidak sepenuhnya efisien secara teknis.

-Hasil ketiga subsektor masing-masing 76% pada budidaya tanaman, 81% pada budidaya ikan, 73% pada budidaya peternakan. Ketiga subsektor berpeluang untuk mengalami peningkatan produksi dengan teknologi. -Pengalaman petani dan

ketersediaan kredit mempengaruhi tingkat efisiensi petani secara signifikan dan positif.

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kaliamt pertanyaan. Dikatan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta yang emperis yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono, 2008). Berdasarkan landasan teori yang ada, maka dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis kerja sebagai berikut :


(38)

1. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati masih tidak efisien secara teknis.

2. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati masih belum efisien secara harga.

3. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomis.

D. Kerangka Penelitian

Gambar 2.4

Kerangka Penelitian Modal (X1)

Tenaga Kerja (X3)


(39)

31 A. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah petani garam yang memproduksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Penilitian ini menggunakan sampel sebanyak 75 petani garam yang memenuhi kriteria penelitian.

B.Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode survey dengan teknik kuisioner yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai usaha tani garam di kecamatan Batangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupaka suatu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku-buku literatur, diktat-diktat kuliah, majalah-majalah, jurnal-jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan pokok penelitian, surat kabar dan membaca dan mempelajari arsip-arsip


(40)

atau dokumen-dokumen yang terdapat di instansi-instansi yang terkait. Untik melengkapi paparan hasil penelitian juga digunakan rujukan dan referensi dari bank data lain yang relevan, misalnya jurnal, laporan hasil penelitian terdahulu, serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sudjana (2002) populasi adalah totalitas smua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun mengukur kualitatif maupun kuantitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, missal keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2008).

Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, menurut (Sugiyono, 2001:61) Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Menurut Nashihun Ulwan,2014 purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kata lain unit


(41)

sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun kriteria yang dipilih dalam penentuan sampel adalah :

1. Petani Garam yang tinggal di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati

2. Lahan yang digunakaan adalah lahan yang ada di kecamatan Batangan Kabupaten Pati

3. Luas lahan lahan minimum yang masuk dalam penelitian adalah sebesar 400 m2

4. Hasil produksi garam minimum sebesar 50 ton.

D.Teknik Pengumpulan Data

(Soegiyono, 2008: 137) menyebutkan bahwa di dalam kegiatan penelitian, cara memperoleh data dikenal sebagai metode pengumpulan data. Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimasukkan bahan atau data yang relevan, akurat, dan reliable yang hendak kita teliti. Oleh karena itu perlu digunakan metode pengumpulan data yang baik dan cocok. Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data melalui observasi, interview (wawancara) dan kuesioner terhadap petani tambak garam.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008:142). Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terbuka yaitu


(42)

pertanyaan yang diharapkan responden untuk mneuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan variabel produksi, modal, luas lahan, dan tenaga kerja.

E.Variabel dan Definisi Operasional

Sesuai dengan variabel yang diamati maka definisi operasionalnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jumlah produksi (Y) adalah jumlah garam yang dihasilkan oleh petani dalam satuan ton dalam satu masa produksi.

2. Modal (X1) adalah sejumlah uang yang dimiliki petani yang

digunakan untuk membeli peralatan, ongkos tenaga kerja, dan perbaikan atau perawatan alat dengan satuan rupiah (Rp).

3. Luas lahan (X2) adalah luas lahan yang digunakan untuk

memproduksi garam dalam satuan meter persegi (m2) dalam satu masa produksi

4. tenaga kerja (X3) adalah jumlah tenaga kerja, yang dibutuhkan

perkegiatan dalam satu kali musim produksi yang didasarkan satuan hari orang bekerja (HOK) dalam satu masa produksi.

5. Efisiensi Teknis adalah suatu penggunaan faktor produksi dikatakan mencapai efisien secara teknis apabila faktor produksi yang digunakan dapat menghasilkan produksi yang maksimum.

6. Efisiensi Harga dikatakan tercapai apabila nilai produksi marginal sama dengan harga produksi bersangkutan.


(43)

7. Efisiensi Ekonomi dikatakan tercapai apabila usahatani tersebut dapat mencapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.

F. Analisis Data

Untuk mencapai tujuan penelitian serta menguji hipotesis, maka penulis menggunakan metode pendekatan Stochastic Production Frontier (SPF) sebagai berikut:

1. Model Fungsi Produksi Frontier

Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan, (X). (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis bentuknya sebagai berikut:

Y = α X1β1X2β2

Untuk memudahkan pendugaan jika dinyatakan dalam hubungan Y dan X maka persamaan tersebut diubah menajdi bentuk linier, yaitu: LnY = � + � LnX1 + � LnX2 + � LnX3 + ui

Dimana :

Y = jumlah produksi garam yang dihasilkan dalam satu masa produksi (ton)

X1 = sejumlah uang yang dimiliki petani yang digunakan untuk membeli


(44)

dengan satuan rupiah (Rp).

X2 = luas lahan yang digunakan untuk memproduksi garam dalam satu

masa produksi ( m2 )

X3 = jumlah tenaga kerja yang di butuhkan untuk memproduksi garam

dalam satu kali musim produksi (orang). � , � , � = parameter.

ui = disturbance term (kesalahan) 2. Uji Efisiensi

a. Efiensi Teknis

Efisiensi teknis adalah perbandingan antara produksi actual dengan tingkat produksi yang potensial dapat dicapai (Soekartawi,2003:49).

Guna menjawab tutjuan penelitian, yakni untuk melihat tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati digunakan pengukuran tingkat efisiensi teknis yang dapat diketahui dari hasil pengolahan data dengan bantuan software frontier4.1c.

Nilai efisiensi teknis dapat diketahui dari pengolahan data dengan bantuan Stochastic Frontier 4.1c. jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu maka penggunaan input atau faktor produksinya sudah efisien dan jika nilai efisiensi teknis kurang dari satu maka penggunaan input atau faktor produksinya belum efisien.


(45)

b. Efisiensi Harga

Menurut (Nicholson, 1995;175), efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input (NPMxi) dengan harga inputnya (vi) sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X.

Menururt Soekartawi (2003) efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input (NPMxi) dengan harga inputnya (vi) sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NPM, sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat ditulis sebagai berikut :

NPM = Px �. .�

= Px atau �. .�

.�

= 1

Dimana : .

b = elastisitas produksi Y = output rata-rata X = input rata-rata

Py = harga output rata-rata

Px = harga input rata-rata

Yang sering kali terjadi adalah (NPM / Px) > 1, hal ini berarti bahwa

penggunaan faktor produksi X belum efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu ditambah, (NPM / Px) < 1, hal ini berarti

bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien, untuk menjadi efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.


(46)

c. Efisiensi Ekonomis

Menurut Suryo Wardani (1997), efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga/alokatif dari seluruh faktor input. Efisiensi ekonomi pada pertanian garam dapat dinyatakan sebagai berikut:

EE = TER . AER Dimana :

EE = Efisiensi Ekonomi TER = Technical Efficiency Rate AER = Allocative Efficiency Rate 3. Return to Scale

RTS (Return to Scale) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor produksi. Terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu (Soekartawi, 1990):

a. Decreasing return to scale (DRS), bila (β1 + β2+ ….βn) < 1, dapat

diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi penambahan jumlah produksi.

b. Constant return to scale (CRS), bila (β1 + β2 + ….βn) = 1, dapat

diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan jumlah produksi yang diperoleh.


(47)

c. Increasing Return to Scale (IRS), bila (β1 + β2 + ….βn) > 1, dapat

diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan jumlah produksi yang proporsinya lebih besar.


(48)

39

1. Kecamatan Batangan

Batangan adalah salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari Kabupaten Pati yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Rembang. Kecamatan ini terletak dari ibu kota kabupaten Pati± 21km ke arah timur.

Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Batangan 2014

Gambar 4.1


(49)

Dengan luas wilayahkecamatan Batangan sebesar 5.066,0 ha, desa terluas adalah desa Raci sebesar 852,8 ha dan yang terkecil adalah desa Pecangaan sebesar 56.64 ha.Wilayah kecamatan Batangan sebagian besar merupakan tanah aluvial dengan ketinggian permukaan air laut di wilayah Kecamatan Batangan dengan ketinggian antara 2 meter sampai dengan 18 meter dpl. Ketinggian yang terendah 2 meter yaitu desa Pecangaan, tertinggi 18meter yaitu desa Tompomulyo dan rata-rata ketinggian 11 meter.

2. Penduduk dan Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk Kecamatan Batangan tahun 2013 sebanyak 41.910 jiwa. Dari jumlah tersebut jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, dengan komposisi 21.308 perempuan dan 20.602 laki-laki. Dengan sex ratio sebesar 96,69.

Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2011 ke 2012 adalah 0,54 persen. Sedangkan tahun 2012 ke 2013 adalah sebesar 1,56 persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk kecamatan Batangan mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar pada tahun 2013 yaitu dari 41.265 jiwa menjadi 41.910 jiwa.

Dalam tiga tahun terakhir ini, rata-rata seorang guru SD/MI di Kecamatan Batangan mengajar 11 sampai 12 siswa, sedangkan seorang guru SMP/MTs mengajar 13 sampai 14 siswa sedangkan untuk guru SMA/MA mengajar 12 sampai 13 siswa.


(50)

Dengan melihat jumlah sekolah yang tersedia pada tahun ajaran 2013/2014 ini dapat dilihat bahwa rata-rata siswa yang diterima SD/MI adalah 126 siswa, SMP/MTs 262 siswa, dan SMA/MA 388 siswa.

3. Tranportasi

Panjang jalan dari tahun ke tahun tidak mengalami kenaikan yang berarti, sebaliknya jumlah kendaraan bermotor di Kecamatan Batangan mengalami kenaikkan dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah Truk pada tahun 2013 sebanyak 128 unit, jumlah bus mini dan colt mengalami kenaikan yaitu 64 unit dan 69 unit.

4. Curah Hujan

Pada tahun 2013, Kecamatan Batangan tercatat memiliki curah hujan lebih banyak dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 1.702 mm dan 960 mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari yaitu 16 mm dan curah hujan terendah 0 mm pada bulan Agustus dan September. Sedangkan jumlah hari hujan terbesar pada bulan Januari yaitu sebesar 318 hari dan jumlah hari hujan terkecil pada bulan Agustus dan September yaitu 0 hari. Suhu tertinggi di Kecamatan Batangan pada tahun 2013 yaitu 26º C dan suhu terendahnya adalah 24º C

.

5. Kehidupan Sosial Dan Ekonomi

Keadaan sosial penduduk menurut mata pencaharian merupakan penggolongan penduduk dalam suatu wilayah berdasarkan dari mata pencahariannya. Keadaan sosial penduduk menurut mata pencaharian dapat menggambarkan kesejahteraan suatu penduduk. Keadaan sosial penduduk


(51)

menurut mata pencaharian di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sumber daya alam yang tersedia, serta keadaan sosial ekonomi dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, tingkat pendidikan dan modal yang tersedia.

Keadaan perekonomian di Kecamatan Batangan Keadaan dapat dilihat dari keadaan sarana perekonomian yang memadai di daerah tersebut yaitu sarana perdagangan dan sarana perhubungan. Keadaan sarana perdagangan yang memadai dapat memperlancar arus perdagangan atau arus pemasaran produk perdagangan di daerah tersebut sehingga memudahkan kebutuhan perekonomian masyarakat.

Serta sarana perhubungan di Kecamatan Batangan dapat mempengaruhi

kelancaran kegiatan perekonomian. Kecamatan Batangan yang terletak di jalur lintas utara dan berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati sehingga banyak dilalui oleh kendaraan yang melintas dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur. Hal tersebut menjadi salah satu keuntungan bagi produsen garam karena produsen garam dapat dengan mudah memasarkan produksinya.

B. Pertanian Garam

Garam merupakan benda padatan berwarna putih berbentuk Kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (lebih dari 8%) serta senyawa lainnya Magnesium Chlorida, Magnusium Sulfat, Calcium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai


(52)

(tingkat kepadatan) sebesar 0,8 sampai 0,9 dan titik lebur pada titik lebur pada tingkat suhu 801°C (Zaelana, 2008). Garam dibedakan menjadi dua macam berdasarkan fungsinya, yakni garam konsumsi dan garam industry. Garam konsumsi digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan industry makanan. Garam industry digunakan untuk industry perminyakan, pembuatan soda dan chlor, penyamakan kulit, dan obat-obatan (Kumala,

2012). Di kabupaen Pati industri menggunakan garam krosok atau garam yang baru di panen dimana umumnya digunakan untuk pengasinan ikan. Banyaknya masyarakat Pati yang menjadi nelayan membuat usaha garam rakyat dan usaha pengasinan ikan menjadi dua usaha komplementer. Pembuatan garam di lahan tambak dimulai dengan membagi lahan menjadi beberapa petakan yaitu petak penyimpanan air muda, petak peminihan dan petak kristalisasi. Tahapan pembuatan garam dilakukan dengan pengeringan lahan peminihan dan lahan kristalisasi, pemasukan air laut ke petak penyimpanan air muda, pemasukan air ke petak peminihan (waduk), pemasukan air laut ke lahan kristalisasi, dan pengambilan Kristal garam yang telah berumur antara 3-10 hari. Alat yang digunakan untuk membuat

garam ini terdiri dari silinder pemadat tanah yang terbuat dari kayu, penggaruk, dan keranjang untuk memungut garam.

Hasil yang telah dipanen disimpan digudang penyimpanan yang ada di lokasi tambak atau disimpan di gudang yang ada di rumah serta ada juga yang langsung dijual kepada pengepul. Para pengepul kemudian menjualnya ke pabrik garam atau industry yang membutuhkan. Ada pula petambak


(53)

garam yang lamgsung menjual ke pabrik garam rakyat yang kemudian diolah menjadi garam briket beryodium. Pembuatan briket dilakukan dengan cara pencucian garam, pencetakan garam menjadi briket,pengovenan garam briket dan pengepakan garam briket. Proses produksi garam yang disarankan adalah dengan metode kritalisasi bertingkat, yakni model pembaruan dari metode konvensional. Proses ini sudah dilakukan oleh PT. GARAM (Persero) yaitu:

a. Persiapan lahan meliputi perbaikan saluran dan tanggal-tanggal

kolam, serta penghalusan dasar kolam.

b. Pengaliran air laut kedalam kolam pengumpul/tandon untik

pengendapan pertama kurang lebih 14-15 hari sampai konsentrasi air

garam mencapai 10 oBe

c. Mengalirkan lautan air garam (brine) dialirkan ke kolam-kolam yang

setelah beberapa hari diendapkan dan mengalami peningkatan konsentrasi. Dengan demikian dibuat empat seri kolam penguapan dengan target konsentrasi berbeda-beda. Ketika konsentrasi air

garam mencapai 24,5 oBe larutan garam dipindahkan ke kolam pemekatan sehingga mencapai konsentrasi 29,5 oBe namun tidak boleh lebih dari 30,5 oBe sebab kualitas garam menurun pada konsentrasi tersebut. Pemindahan brine dari satu kolam ke kolam lain melewati pintu-pintu air. Pengukuran konsentrasi brine harus


(54)

penguapan air garam di lahan peminihan umumnya berlangsung selama 70 hari.

d. Kolam kritalisasi telah dipersiapkan sebelum garam pekat dari

kolam pemekatan dipindahkan ke kolam kristalisasi.

e. Proses Pungutan

Umur Kristal garam 10 hari secara rutin, pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3-5 cm.

f. Proses Pencucian

Pencucian bertujuan untuk meningkatan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotorann lainnya. Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih. Pada proses ini biasanya berat garam akan susut sekitar 50%.

g. Setelah proses pencucian lalu dikeringkan dan ditimbun di gudang untuk nantinya proses produksi garam konsumsi atau industri.


(55)

46 A. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dengan jumlah 75 responden. Untuk mengetahui hasil distribusi produksi garam, modal, bensin, luas lahan, dan tenaga kerja bisa dilihat di tabel bawah berikut :

Tabel 5.1

Hasil Distribusi Produksi Garam, Modal, Luas Lahan dan Tenaga Kerja di Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati

Total Rata-rata

Produksi 9.421 ton 125,61

Modal Rp. 617.000.000 8.226.667

Luas Lahan 77.900 1.039

Tenaga Kerja 169 orang 2,25 Sumber : Data primer diolah, 2016 (Lampiran 1)

Berdasarkan tabel diatas untuk hasil produksi garam keseluruhan responden berjumlah 9.421 ton dengan rata-rata 125,61. Kemudian untuk jumlah modal berjumlah Rp. 617.000.000 dengan rata-rata 8.226.667. Sementara luas lahan yang digunakan seluas 77.900 dengan rata-rata 1.039. Sedangkan untuk tenaga kerja berjumlah 169 orang dengan rata-rata 2,25.

Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi frontier stokastik produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, maka koefissien regresi merupakan keofisien elastisitas mengingat modelnya dalam


(56)

bentuk logaritma natural (Ln). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi dengan pendekatan produksi frontier stkastik 3 variabel. Model matematis fungsi produksi garam dengan pendekatan produksi frontier stokastik dalam penelitian ini adalah :

LnY = + LnX1 + LnX2 + LnX3 + ui

Pembahasan akan diuraikan untuk masing-masing variabel penelitian. Berikut tabel hasil estimasi fungsi produksi frontier stokastik :

Tabel 5.2

Hasil Estimasi Fungsi Produksi Frontier Stokastik No. Variabel Koefisien t-ratio

1 Konstanta -0,26 -0,45

2 Lx 0,31 0,24

3 Lx 0,90 0,80

4 Lx -0,20 -0,21

6 Mean efisiensi teknis

0,93 7 Mean inefisiensi 0,07 8 Return to scale 1.01

9 N 75

Sumber : Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 4)

1. Koefisien Elastisitas

Koefisien elastisitas dari semua variabel yang teliti menunjukkan angka kurang dari 1, hal ini menunjukan bahwa semua variabel tersebut inelastis yang berarti penambahan 1 pesen input maka akan menyebabkan penambahan output kurang dari 1 persen.

Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dengan pendekatan produksi frontier stokastik


(57)

input awal yang digunakan telah di transformasikan kedalam log natural (Ln), maka satuan yang dituliskan menjadi persen.

Pada tabel 5.2 diketahui koefisien masing-masing input dalam industri mebel adalah sebagai berikut :

a. Variabel modal (X ), memiliki koefisien elastisitas sebesar 0,31. Hal ini berarti bila penggunaan input modal ada penambahan sebesar 1 persen maka akan diperoleh penambahan output sebesar 0,31 persen.

b. Variabel luas lahan (X ) memiliki koefisien elastisitas sebesar 0,90. Hal ini berarti bilaa penggunaan input luas lahan ada penambahan sebesar 1 persen maka akan diperoleh penambahan output sebesar 0,90 persen.

c. Variabel tenaga kerja (X ) memiliki koefisien elastisitas sebesar -0,20. Hal ini berarti bila penggunaan input tenaga kerja ada penambahan sebesar 1 persen makan akan diperoleh penambahan output sebesar -0,20 persen.

2. Efisiensi Teknis

Berdasarkan dari hasil perhitungan efisiensi teknis melalui perhitungan regresi frontier stokastik frontier dengan Frontier Version 4.1c. diporeleh hasil efisiensi sebesar 0,93. Hal ini mengandung arti bahwa produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1. Efisiensi teknis


(58)

tercapai apabila input berupa faktor-faktor produksi yang digunakan mampu menghasilkan output yang maksimum.

Hasil perhitungan efisiensi teknis dari penggunaan faktor produksi garam menunjukkan inefisiensi. Hal ini berarti bahwa harus ada pengurangan input untuk semua faktor produksi yang dipergunakan agar tercapai efisiensi teknis. Inefisiensi ini dapat terjadi karena adanya pemborosan pada pemakaian salah satu atau beberapa faktor produksi. (Dolly, 2014) dengan judul penelitian “analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi garam di Kecamatan Kaliori Kabupaten

Rembang” menyatakan bahwa hasil dari efisiensi teknis nilainya lebih kecil dari 1 maka tidak efisien secara harga sehingga perlu ada pengurangan faktor-faktor produksi agar efisien.

3. Efisiensi Harga

Efisiensi harga (alokatif) adalah suatu keadaan efisiensi apabila nilai produk marginal (NPM) sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutann, atau suatu cara bagaimana petani mampu memaksimumkan keuntungannya. Dalam pembahasan efisiensi harga (alokatif) ini akan menghasilkan tiga hasil kemungkinan yaitu :

a. Jika nilai efisiensi lebih besar dari 1, hal ini berarti bahwa efisiensi yang dimaksud belum tercapai, sehingga penggunaan faktor produksi perlu ditambah agar mencapai kondisi yang efisien.


(59)

b. Jika nailai efisiensi lebih kecil dari 1, hal ini berarti bahwa kegiatan produksi garam yang dijalankan tidak efisien, sehingga untuk mencapai tingkat efisien maka faktor produksi yang digunakan perlu dikurangi.

c. Jika nilai efisiensi sama dengan 1, hal ini berarti bahwa kegiatan produksi garam yang dijalankan sudah mencapai efisien dan mencapai keuntungan yang maksimum.

Nilai produk marginal (NPM) disini diperoleh dari nilai koefisien masing-masing variabel dikalikan rata-rata pendapatan total dibagi dengan rata-rata biaya dari masing-masing variabel tersebut. Oleh karena itu dalam analisis perhitungan efisiensi harga (alokatif) yang menjadi perhitungan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Termasuk juga dengan pendapatan yang diperoleh, sehingga akan diketahui jumlah efisiensi harga pada produksi garam. Berikut tabel jumlah biaya dan pendapatan pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati berdasarkan lampiran.


(60)

Tabel 5.3

Hasil Perhitungan Biaya Dan Pendapatan Pada Produksi Garam Di Kecamatan Batangan Kabupaten

Pati

Keterangan jumlah total rata-rata

Produksi (Y) 2.826.300.000 37.684.000 Modal (X1) 617.000.000 8.226.667 Luas Lahan (X2) 1.227.000.000 16.360.000 Tenaga kerja (X3) 283.680.000 3.782.400

Sumber : Data Primer diolah, 2016 (Lampiran 2)

NPM =

Adapun perhitungan efisiensi harga aadalah sebagi berikut :  NPM modal ( ) X

NPM =

= 1,42

Pada perhitungan efisiensi harga untuk penggunaan faktor produksi modal diperoleh hasil 1,42. Dari hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi modal belum efisien secara harga sebab hasil perhitungan efisiensi harga lebih besar dari 1, sehingga perlu dilakukan penambahan input modal agar mencapai kondisi yang efisien.


(61)

 NPM luas lahan ( ) X NPM =

= 2,07

Dari perhitungan efisiensi harga untuk faktor produksi luas lahan diperoleh sebesar 2,07. Dari hasil perhitungan ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi luas lahan belum efisien secara harga sebab hasil perhitungan efisiensi harga menunjukkan angka lebih dari 1. Sehingga perlu dilakukan penambahan input agar dapat mencapai tingkat efisien.

 NPM tenaga kerja ( ) X NPM =

= -1,99

Dari hasil perhitungan efisiensi harga untuk faktor produksi tenaga kerja diperoleh hasil -1,99. Dari hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja ternyata masih belum efisien secara harga sebab hasil perhitungan efisiensi harga menunjukkan angka kurang dari 1, sehingga perlu dilakukan pengurangan input tenaga kerja agar dapat mencapai tingkat efisien.

Setelah melakukan perhitungan NPM untuk masing-masing produksi, dimana efisiensi harga dihitung dari penambahan NPM dari


(62)

masing-masing produksi yang digunakan. Maka nilai dari efisensi harga adalah :

EH =

EH =

EH = 0,5

Jadi besarnya efisiensi harga (alokatif) pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati adalah 0,5. Dari hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara harga sebab nilai efisiensi harganya kurang dari 1. Perlu dilakukan pengurangan terhadap penggunaan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih kecil dari 1 yaitu faktor produksi tenaga kerja, serta menambah penggunaan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih besar dari 1 yaitu faktor produksi modal dan luas lahan agar efisiensi harga dapat tercapai. (Setiawan,2006) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri kecil genteng di Desa Tegowanuh Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung” menyatakan bahwa hasil efisiensi harga nilainya kurang dari 1 maka tidak efisien secara harga sehingga perlu dilakukan pengurangan input.


(1)

Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi teknis diatas, diperoleh hasil bahwa penggunaan faktor produksi dalam kegiatan produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati harus dikurangi. Hal ini dikeranakan ternyata para petani garam terlalu berlebihan dalam memberikan input faktor produksi yang ternyata berdampak pada penurunan produksi. Umumnya petani garam banyak beranggapan bahwa apabila penambahan pekerja/tenaga kerja dapat mengurangi pengangguran di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dan dapat mempercepat dalam pekerjaan khususnya saat garam sudaah siap dipanen. Namun bukan demikian hasilnya, dengan penambahan tenaga kerja juga akan berdampak pada penambahan modal pada produksi karena petani garam harus mengeluarkan modal lebih banyak untuk membayar/menggaji tenaga kerja.

Para petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati harus mampu mengkombinasikan penggunaan faktor produksi yang digunakan yakni modal, luas lahan, dan tenaga kerja agar tercapai efisiensi. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam dinilai terlalu berlebihan, hal ini menyebabkan inefisiensi teknis dalam produksi garam.

(Hanifah,2013) dengan penelitiannya yang berjudul “efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri menengah, kecil, dan rumah tangga mebel di Kabupaten Blora” menyatakan bahwa rata efisiensi teknis kurang dari 1, hal ini bahwa tidak efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1.

2. Efisiensi Harga a. NPM modal (NPM1)

Dari hasil perhitungan NPM1 untuk penggunaan faktor produksi modal diperoleh hasil sebesar 1,42. Angka ini menunjukkan arti bahwa penggunaan faktor produksi modal dalam produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati belum efisien secara harga sehingga perlu dilakukan penambahan Input modal.

Penambahan ini dilakukan mengingat lahan produksi yang luas sehingga akan berpengaruh terhadap input modal. Semakin luas lahan produksi yang digunakan maka modal yang digunakan juga bertambah untuk menjalakan produksi garam. Serta juga perlu adanya penambahan modal saat terjadi kerusakan alat yang digunakan untuk menjalankan proses produksi seperti silinder pemadat tanah, penggaruk, keranjang, disel dan alat-alat lain. Dengan penambahan penggunaan input modal akan menjadikan produksi garam efisien secara efisien.

Tapi jika masa produksi garam ini terjadi pada saat musim penghujan, maka produksi garam mengalami kegagalan sehingga petani garam membutuhkan modal lebih banyak lagi khususnya bensin untuk mengulang proses produksi garam karena proses produksi garam di


(2)

Kecamatan Batangan Kabupaten Pati menggunakan metode kristalisasi maka cuaca sangat berpengaruh dalam proses produksi.

b. NPM luas lahan (NPM2)

Dari hasil perhitungan NPM2 untuk penggunaan produksi luas lahan diperoleh hasil sebesar 2,07. Angaka ini menunjukan arti bahwa penggunaan luas lahan dalam produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara harga sehingga perlu dilakukan penambahan input luas lahan.

Petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati kebanyakan tidak menggunakan semua lahan yang mereka punya dalam menjalankan proses produksi garam. Hal yang menyebabkan tidak efisiennya penggunaan luas lahan karena lahan yang sangat luas tidak bisa dimanfaatkan secara optimal dalam produksi garam sementara tenaga kerja yang digunakan lebih banyak. Maka dari itu, untuk mencapai efisieinsi pada luas lahan harus mampu digunakan dan dimanfaatkan faktor produksi tersebut menurut proporsinya.

c. NPM Tenaga Kerja (NPM3)

Dari hasil perhitungan NPM3 untuk penggunaan tenaga kerja diperoleh hasil sebesar -1,99. Angka ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati masih belum efisien secara Harga sehingga perlu dilakukan pengurangan input tenaga kerja.

Petani garam banyak beranggapan bahwa penambahan pekerja/tenaga kerja dapat mengurangi pengangguran di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dan dapat mempercepat pekerjaan dalam produksi garam khususnya saat panen garam mulai. Jika saat panen dengan 1 petani sehari dapat memanen garam 1 ton sehari tapi jika dilakukan dengan 2 petani sehari bisa mencapai 2 ton dan hasil yang diperoleh lebih banyak. Namun bukan demikian hasilnya, dengan bertambahnya tenaga kerja juga akan bedampak pada pembahan modal pada produksi garam karena harus membayar atau menggaji tenaga kerja. Sedangkan lahan yang digunakan tidak dipakai secara semestinya jadi produksi yang dihasilkan tidak maksimal. Sehingga perlu dilakukan pengurangan tenaga kerja agar tercapai efisiensi secara harga dan mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan hasil perhitungan NPM masing-masing faktor produksi diatas diketahui efisiensi harga adalah sebesar 0,5. Hal ini berarti produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara harga, sebab nilai efisiensi harganya lebih kecil dari 1. Sehingga perlu dilakukan penambahan terhadap penggunaan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih besar dari 1 yaitu input modal dan luas lahan, kemudian mengurangi penggunaan faktor produksi yang nila NPMnya kuran dari 1 yaitu input tenaga kerja agar efisien secara harga dapat tercapai dan memberikan keuntungan yang maksimal. Dari hasil ini dapat diketahui para petani


(3)

garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati masih belum mampu memaksimalkan keuntungan yang potensial dapat diperoleh dari produksi garam yang dilakukannya. (Setiawan,2006) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi kecil genteng di Desa Tegowanug Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung” menyatakan bahwa hasil perhitungan efisiensi harganya kurang dari 1 maka tidak efisien secara harga sehingga perlu dilakukan pengurangan input.

3. Efisiensi Ekonomi

Dari hasil perhitungan efisiensi ekonomi yang diperoleh hasil sebesar 0,46 maka dapat dikatakan bahwa produksi garam secara ekonomi belum efisien. Agar tercapai keuntungan yang maksimal maka di dalam kegiatan produksi garam ini harus menggunakan seluruh faktor-faktor produksi yang dimiliki secara efisien. Baik itu dalam menghasilkan output secara efisien agar optimal dan juga memaksimumkan keuntungan yang diperolehnya, maka perlu dilakukan penambahan input modal dan luas lahan, serta pengurangan input tenaga kerja agar tercapai efisiensi ekonomi pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. (Setiawan,2006) dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Industri Kecil Genteng Di Temanggung” menyatakan bahwa hasil Perhitungan efisiensi ekonomi kurang dari 1, hal ini usaha industri kecil genteng di Temanggung tidak efisien secara ekonomi.

4. Return to Scale (RTS)

Berdasarkan hasil perhitungan return to scale (RTS) pada produksi garam di Kecataman Batangan Kabupaten Pati diperoleh hasil sebesar 1,01. Berdasarkan hasil ini angka return to scale lebih dari 1 yang berarti berada pada kondisi increasing return to scale. Dengan skala lebih dari 1 maka masih ada peluang untuk meningkatan produksi. Nilai increasing return to scale sebesar 1,01 berarti apabila terjadi penambahan faktor produksi sebesar 1 persen maka akan menaikkan output produksi sebesar 1,01 persen, dengan hasil yang lebih besar dari 1 maka kondisi produksi garam di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan. Hal ini dikarenakan dalam kenaikan output memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan input.

Hasil return to scale ini sejalan dengan hasil rata-rata efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa belum tercapai kondisi efisien pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Jika produksi garam belum efisien artinya bahwa produksi garam tersebut belum mampu menggunakan input faktor-faktor produksi secara proposional, sehingga output yang dihasilkan juga belum maksimal dan hal ini membuat produksi garam di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan.


(4)

SIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat diambil suatu simpulan sebagai berikut :

1. Rata-rata efisiensi teknis produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati adalah sebesar 0,93. Hal ini mengandung arti bahwa produksi garam di Kecamatan BatanganKabupaten Pati tidak efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1. Efisiensi teknis tercapai apabila input berupa faktor-faktor produksi yang digunakan mampu menghasilkan output yang masikmum.

2. Efisiensi harga (alokatif) pada daerah penelitian nilainya kurang dari 1, yaitu sebesar 0,5 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien secara harga, sehingga perlu dilakukan pengurangan terhadap penggunaan faktor produksi. Untuk nilai NPMnya yang kurang dari 1 yang perlu dilakukan pengurangan input dan untuk nilai yang lebih dari 1 perlu dilakukan penambahan agar efisiensi secara harga dapat tercapai dan memberikan keuntungan yang diharapkan.

3. Efisiensi ekonomi dari produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati adalah sebesar 0,46, sehingga dapat dikatakan produksi garam di Kecataman Batangan Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomi. Untuk mencapai efisien secara menyeluruh diperlukan adanya pengurangan input tertentu yang masih memungkinkan untuk dikurangi sehingga diharapkan penggunaan input yang efisien ini akan menghasilkan jumlah produksi yang optimal.

B. SARAN

1. Untuk petani garam diharapkan lebih mampu menggunakan dan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang dimilikinya secara proposional, seperti mempertimbangkan proposi modal yang dikeluarkan agar tidak terjadi pemborosan pada penggunaan biaya selain faktor produksi. Penggunaan luas lahan harus bisa dimanfaatkan secara baik agar bisa medapatkan hasil garam yang maksimal. hal ini akan mendorong perkembangan produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati yang diharapkan lebih berkontribusi bagi kemajuan ekonomi lokal. Serta petani agar membentuk kembali organisasi atau asosiasi petani garam sehingga dapat memberikan solusi terhadap produksi garam (Sarhing). Dan pembentukan koperasi petani garam dalam pembiayaan produksi garam agar produksinya lebih efisien dan menguntungkan.

2. Untuk penelitian selanjutnya tentang efisiensi pada produksi garam hendaknya menggunakan atau menambah variabel lain yang belum diteliti guna melengkapi kekurangan dari penelitian ini. Untuk pemerintah harus lebih memperhatikan petani garam dalam bentuk


(5)

pemberian penyuluhan dan pemerataan bantuan, karena untuk di tempat yang diteliti dalam bentuk bantuan pemerintah masih belum merata bantuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Dolly A., 2014, “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor

Produksi garam di Kecamatan Kaliori Kabupaten

Rembang”, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang.

BPS, 2014, Statistik Daerah Kecamatan Batangan. Recivied 2016

http://www.patikab.bps.go.id/

Coelli, T.J., 1996. A Guide to Frontier 4.1. A Computer Program for Stochastic Frontier Production and Cost Fungsion Estimation. Centre for Efficiency and Productivity Analisis. New South Wales : University of New England. Armidale. Daniel, Moehar, 2002,“Pengantar Ekonomi Pertanian”. Jakarta :

Bumi Aksara.

Dinas Kelautan dan Perikanan,2015. Produksi Garam Nasional Indonesia. http://www.statistik.kkp.go.id

Dinas Kelautan dan Perikanan, 2015. Produksi Garam Provinsi Jawa Tengah. http://www.dkp.jatengprov.go.id/

Dinas Kelautan dan Perikanan, 2015. Produksi Garam Kabupaten Pati. http://www.dislautkan.patikab.go.id

Hanifah, Ristia N., 2013, “Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Industri Menengah, Kecil, dan Rumah Tangga Mebel di Kabupaten Blora”, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Herrick, Bruce & Kindleberger, Charles P., (1983), “Economic Development, 4-th Edition”. McGraw-Hill. Singapore.

Iswandono, 2004, “Ekonomi Mikro”. UPP AMP YKPN : Yogyakarta.

Khazanani, A., 2011, “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor

Produksi Usahatani Cabe Kabupaten Temanggung”, Skripsi,

Universitas Diponegoro Srmarang.

Miller, Rogeer LR, Meiners, 2000, Teori Ekonomi Intermediate, Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Perseda, Jakarta.

Mubyarto, 1986, Politik dan Pembangunan Pedesaan. Sinar Harapan. Jakarta.

Nicholson, W, 1995, Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Terjemahan dari Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta.


(6)

Nicholson, W, 2002, Mikro Ekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi Kedelapan, Penerjemah Mahendra Bayu, Erlangga, Jakarta.

Sadjad, S. 1993, “Dari Benih Kepada Benih”. Jakarta : Gramedia.

Salvatore, Dominick, 1994, Teori Ekonomi Mikro Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Setiawan, Agus, 2006, “Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Industri Kecil Genteng di Desa

Tegowanuh Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung”,

Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Soekartawi, 2003, “Teori Ekonomi Produksi”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soekartawi, 2001. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Garfindo Persada. Jakarta.

Soekartawi, 1994, Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas Edisi 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana, Anas, 2002, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Raja Garvindo Persada.

Sugiyono, 2008, Statistik Untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta. Sugiyono, 2012. Penjelasan Mengenai Purposive Sampling,

Bandung.

Sukirno, Sadono, 2005, “Mikroekonomi”. Jakarta : Erlangga. Syamsi, Ibnu, 2004, Efisiensi, Sistem, dan Prosedur kerja Edisi

Revisi, Jakarta : Sinar Grafika.

Ulwan, M.N., 2014. Teknik Pengambilan Sampel Dengan Metode Purposive Sampling. http://www.portal-statistik.com/