Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi Di Kabupaten Dairi

(1)

SKRIPSI

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR

PRODUKSI PADA TANAMAN KOPI DI KABUPATEN DAIRI

OLEH:

ROMEDINA BANJARNAHOR 090501084

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI EKSTENSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawahini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “AnalisisEfisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Tanaman Kopi di Kabupaten Dairi” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2013

090501084


(3)

ABSTRACT

This research is titled “Eficiency Analysis of Factors Production on Coffee Farming in Dairi Regency.” The goal of this research is to analize the level of influence of factors of production to total production of coffee, as well as to analize the level of efficiency by using the factors of production in coffee’s farming in Regency of Dairi.

Data used in this study are primary and secondary data.This research used 100 respondents which determined by using accidental sampling. Data analysis methods used in this study is multiple regression analysis and test efficiency for analyzing research data.

The result of this research shows that the factors of production such as land, labor, and the kind of coffee have a positive impact and significant effect on the quantity of production of coffee in = 1% significance level. Coffee tree’s age have a negative impact and significant effect, while fertilizer have a positive impact but insignificant impacton the quantity of production of coffee. The average value of technical efficiency is 0,694, it shows that coffee farming in Dairi regency is not technically efficient so it’s need to decrease efficient use of production factors. The economic efficiency is 25,975, it shows that coffee farming in Dairi regency is not economic efficient so it is need to increase efficient use of production factors. In addition, the kind of arabica productionisbigger 2743,417 kg than robusta.


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor

Produksi pada Tanaman Kopi di Kabupaten Dairi”. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi kopi, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kopi di Kabupaten Dairi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan 100 responden sebagai sampel penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dan uji efisensi untuk menganalisis data penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwaluas lahan, tenaga kerja dan jenis kopi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi pada taraf signifikansi � = 1%. Umur pohon berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan pupuk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi kopi. Nilai efisensi teknis adalah sebesar 0,694 maka dapat dikatakan bahwa usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara teknis sehingga perlu pengurangan penggunaan faktor produksi. Nilai efisiensi ekonomi adalah sebesar 25,975 yang berarti usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara ekonomi sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu, terdapat perbedaan produksi kopi arabika yang lebih tinggi sebesar 2743,417 dibandingkan produksi kopi robusta.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan penyertaan- Nya dalam penyelesaian skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa pengerjaan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Teristimewa untuk kedua orang tua terkasih, ayahanda S. Banjarnahor dan ibunda S. Br. Sagala beserta seluruh keluargaku yang senantiasa memberikan doa,dukungan dan kasih yang begitu berharga kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, Mec.Ac selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Uneversitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si., selaku sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunandan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si., selaku sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(6)

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, Ms., selaku Dosen Pembimbing yang konsisten dalam mengarahkan penulis melalui pemikiran dan waktu yang telah diberikan sampai pada penyelesaian skripsi ini.

5. Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb, M.Si selaku Dosen Pembaca dan Penilai yang telah memberikan petunjuk dan saran bagi penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Masyarakat Kabupaten Dairi yang telah bersedia memberi waktu dan tenaga dalam menyediakan informasi penelitian yang penulis butuhkan

8. Keluargaku Rukia, Rusmida, Marulam, Repandu, Henni Maria, dan Resna yang telah memberiku doa dan semangat.

9. Guruku Mrs. Doriani Lingga yang telah banyak mengajariku dan membimbingku di rumah dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Seluruh teman penulis di EP’09, GMKI, KMK, IMADA, dan PNB HKI yang telah memotivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, April 2013 Penulis

090501084


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

ABSTRACT ... ii

Kata pengantar ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 8

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Uraian Teoretis ... 10

2.1.1 Fungsi Produksi ... 10

2.1.2 Fungsi Produksi Cobb Douglas ... 14

2.1.3 Return to Scale ... 16

2.1.4 Efisiensi ... 17

2.1.4.1 Efisiensi Teknis ... 18

2.1.4.2 Efisiensi Ekonomi ... 18

2.2 Penelitian Terdahulu ... 21

2.3 Kerangka Konseptual ... 24

2.4 Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Batasan Operasional ... 29

3.4 Definisi Operasional... 29

3.5Skala Pengukuran Variabel ... 30

3.6 Populasi dan Sampel ... 30

3.7 Jenis Data ... 31

3.8Metode Pengumpulan Data ... 31

3.9.Teknik Analisis ... 32

3.9.1 Uji Asumsi Klasik ... 32

3.9.1.1 Uji Normalitas ... 32


(8)

3.9.1.3 Uji Heterokedastitsitas ... 33

3.9.2 Uji Hipotesis ... 34

3.9.2.1 Uji t-statistik (Partial Test) ... 34

3.9.2.2 Uji Secara Serentak (Uji F) ... 35

3.9.2.3 Koefisien Determinasi (R) ... 36

3.9.3 Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas ... 36

3.9.4 Uji Efisiensi ... 38

3.9.4.1 Efisiensi Teknis ... 38

3.9.4.2 Efisiensi Ekonomis ... 39

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 41

4.1.1 Letak dan Luas Daerah Geografis ... 30

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 32

4.1.3 Keadaan Pertanian ... 34

4.1.4 Karakteristik Petani Responden ... 44

4.1.4.1 Umur responden ... 44

4.1.4.2 Tingkat Pendidikan Responden ... 46

4.1.4.3 Mata Pencaharian Responden ... 47

4.1.4.4 Jumlah Tanggungan Responden ... 47

4.1.4.5 Karakteristik Pendapatan Responden ... 48

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 49

4.3 Hasil Analisis Data Statistik ... 53

4.3.1 Uji Asumsi Klasik ... 53

4.3.1.1 Uji Normalitas ... 54

4.3.1.2 Uji Heterokedastitsitas ... 55

4.3.1.3 Uji Multikolinearitas ... 56

4.3.2 Uji Hipotesis ... 57

4.3.2.1 Uji t (Parsial) ... 57

4.3.2.2 Uji F (Serempak/Simultan) ... 62

4.3.3 Hasil estimasi Regresi ... 60

3.3.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda ... 60

3.3.4.2 Analisis Regresi Jenis Kopi Terhadap Jumlah Produksi ... 64

4.3.4 Analisis Efisiensi ... 65

4.3.4.1 Analisis Efisiensi Teknis ... 66

4.3.4.Analisis Efisiensi Ekonomi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1 perkembngan volume dan nilai espor kopi indonesia ... 2

1.2 Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Kopi Robusta Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten ... 5

3.1Daerah Sampel Penelitian ... 31

4.1Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio dan Pertumbuhan Penduduk ... 42

4.3 Luas Lahan Produktivitas Tanaman Pangan. Penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Dairi ... 43

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur ... 45

4.5Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian ... 47

4.7 Jumlah Tanggungan Responden ... 48

4.8 Karakteristik Pendapatan Respoden ... 48

4.9 Rangkuman Statistik Deskriptif ... 49

4.10 Uji Glesjer Variabel Luas Lahan, Tenaga kerja, Umur Pohon dan Pupuk ... 55

4.11 Uji Glesjer dalam Bentuk Transformasi Logaritma Natural Variabel Luas lahan, Tenaga kerja, Umur pohon dan Pupuk ... 56

4.12 Koefisien Tolerance dan VIF Variabel Luas Lahan, Tenaga kerja, Umur pohon dan Pupuk ... 57

4.13Hasil Regresi Variabel Jumlah Produksi terhadap Luas lahan, Tenaga kerja, Umur pohon, dan Pupuk ... 58

4.14 Koefisien F-Hitung ... 59

4.15 Hasil Regresi Variabel Jumlah Produksi terhadap Luas lahan, Tenaga kerja, Umur pohon, dan Pupuk ... 61

4.16 Hasil Model Estimasi Regresi Jenis Kopi terhadap Produksi Kopi .... 64

4.17 Jumlah Produksi dan Produksi Rata-rata Kopi Arabika dan Kopi Robusta ... 65


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kurva Hubungan TPP, MPP, dan APP ... 12

2.2Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis ... 16

2.3Kerangka Konseptual ... 26

4.1Distribusi Produksi Kopi ... 50

4.2 Distribusi Luas Lahan ... 50

4.3 Distribusi Jumlah Tenaga Kerja ... 51

4.4 Distribusi Umur Pohon ... 52

4.5 Distribusi Jumlah Pupuk ... 53


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Kuesioner Penelitian ... 72 2 Hasil Pengolahan Data ... 76 3 Sebaran Jawaban Responden ... 89


(12)

ABSTRACT

This research is titled “Eficiency Analysis of Factors Production on Coffee Farming in Dairi Regency.” The goal of this research is to analize the level of influence of factors of production to total production of coffee, as well as to analize the level of efficiency by using the factors of production in coffee’s farming in Regency of Dairi.

Data used in this study are primary and secondary data.This research used 100 respondents which determined by using accidental sampling. Data analysis methods used in this study is multiple regression analysis and test efficiency for analyzing research data.

The result of this research shows that the factors of production such as land, labor, and the kind of coffee have a positive impact and significant effect on the quantity of production of coffee in = 1% significance level. Coffee tree’s age have a negative impact and significant effect, while fertilizer have a positive impact but insignificant impacton the quantity of production of coffee. The average value of technical efficiency is 0,694, it shows that coffee farming in Dairi regency is not technically efficient so it’s need to decrease efficient use of production factors. The economic efficiency is 25,975, it shows that coffee farming in Dairi regency is not economic efficient so it is need to increase efficient use of production factors. In addition, the kind of arabica productionisbigger 2743,417 kg than robusta.


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor

Produksi pada Tanaman Kopi di Kabupaten Dairi”. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi kopi, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kopi di Kabupaten Dairi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan 100 responden sebagai sampel penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dan uji efisensi untuk menganalisis data penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwaluas lahan, tenaga kerja dan jenis kopi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi pada taraf signifikansi � = 1%. Umur pohon berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan pupuk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi kopi. Nilai efisensi teknis adalah sebesar 0,694 maka dapat dikatakan bahwa usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara teknis sehingga perlu pengurangan penggunaan faktor produksi. Nilai efisiensi ekonomi adalah sebesar 25,975 yang berarti usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara ekonomi sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu, terdapat perbedaan produksi kopi arabika yang lebih tinggi sebesar 2743,417 dibandingkan produksi kopi robusta.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah. Sebagai negara agraris, sektor pertanian memegang peranan yang cukup besar dalam perekonomian nasional. Dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian memberikan sumbangsih terbesar kedua setelah industri yaitu sebesar Rp.857.196,8 Milyar atau 15,29% dari total PDB (BPS, 2009).

Indonesia merupakan negara produsen produk pertanian kesepuluh terbesar di dunia: sektor pertanian menyumbang 15% terhadap PDB dan 38% terhadap lapangan kerja. (Senior Agricultural Policy Analyst, Development Division, 2012). Besarnya sumbangsih yang dihasilkan oleh sektor pertanian menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan titikberat dari sumber pembangunan nasional saat ini. Untuk itu, peningkatan produksi pertanian merupakan sasaran yang harus dicapai dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar merupakan mata pencaharian dari bertani.

Dalam pembagiannya, subsektor perkebunan sebagai salah satu bagian dari sektor pertanian merupakan penopang perekonomian nasional yang masih dapat diandalkan sebagai sumber penerimaan devisa negara melalui perdagangan ekspor hasil-hasil perkebunan Indonesia ke sejumlah negara di dunia. Subsektor perkebunan memiliki nilai ekspor komoditas paling tinggi sehingga menghasilkan devisa paling besar dalam menutupi biaya impor komoditas


(15)

pertanian lainnya, baik tanaman pangan, holtikultura, maupun peternakan (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005).

Kopi sebagai salah satu jenis tanaman subsektor perkebunan merupakan tanaman yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia bahkan sejak zaman Belanda. Kopi menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan perkebunan sejak dahulu ke berbagai negara bahkan juga dalam masa kini di samping beberapa komoditi ekspor lainnya seperti karet, kakao, dan kelapa sawit. Tercatat bahwa dari tahun ke tahun nilai ekspor kopi Indonesia terus mengalami pertambahan nilai ekspor walaupun secara fluktuatif yang menjadi bukti bahwa memang produksi kopi masih tetap ditingkatkan menjadi sektor unggulan untuk komoditas ekspor Indonesia.

Tabel 1.1Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia

TAHUN VOLUME NILAI

2001 314,604 215,805

2002 251,490 281,157

2003 237,635 223,869

2004 341,452 340,384

2005 424,276 579,754

2006 307,883 497,615

2007 312,084 622,606

2008 421,784 923,542

2009 505,381 803,564

2010 447,493 846,543

2011 352,007 1.064,369

(Sumber: Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2011)

Dari tabel di atas kita dapat melihat bahwa meskipun secara fluktuatif, nilai ekspor kopi Indonesia mengalami peningkatan dalam waktu kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2001 sampai tahun 2002 nilai ekspor mengalami peningkatan kemudian menurun pada tahun 2003 meskipun tidak terlalu jauh.


(16)

Kemudian pada tahun 2004 hingga tahun 2008, nilai ekspor kopi Indonesia terus mengalami peningkatan secara signifikan dan pada tahun 2011 nilai ekspor kopi mencapai 1.064.369.

Hal ini membuktikan bahwa dalam realiasi ekspor ke negara-negara tujuan di dunia, Indonesia masih merupakan negara sumber impor bagi negara lain yang memegang peranan penting dalam perdagangan kopi dunia. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar 350 ribu ton pertahun meliputi kopi robusta (85%) dan arabika (15%). Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan USA, Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris sebagai tujuan utama. (Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia, 2011).

Kopi merupakan komoditas unggulan nomor dua setelah kelapa sawit bagi Provinsi Sumatera Utara. Komoditas kopi di Sumatera Utara terdiri dari 2 jenis kopi yakni Arabika (A) dan Robusta (R) dengan Luas Areal + 19.649,16 Ha (Arabika) dan + 57.433,17 Ha (Robusta). Kopi Arabika baru dikelola oleh rakyat dan belum ada perusahaan baik negara, swasta maupun asing yang mengusahakan jenis kopi ini, sedangkan untuk Kopi Robusta terdiri Perkebunan Rakyat : 56.782,17 Ha dan Perkebunan swasta negara : 651 Ha.Total produksi kopi arabika sebesar + 19.137,31 ton yang dikelola oleh rakyat sedangkan untuk kopi robusta, total produksi sebesar: + 30.219,28 tonyang dikelola oleh perkebunan rakyat


(17)

sebesar 29.638,78 ton dan perkebunan swata negara sebesar 580,50 ton. (Dinas Perkebunan Sumut, 2011)

Di Sumatera Utara, Kabupaten Dairi merupakan salah satu daerah penghasil kopi yang sudah lama dikenal di berbagai daerah dengan sebutan “ Kopi Sidikalang” karena kopi yang dihasilkan bermutu tinggi.

Perkebunan kopi di kabupaten ini diusahakan dengan pola perkebunan rakyat dan juga pola perkebunan swasta. Pola perkebunan rakyat merupakan pola pengusahaan terbesar sedangkan pola pengusahaan swasta masih merupakan sebagian kecil. Kabupaten Dairi patut diandalkan dan dibanggakan sebagai salah satu kabupaten yang memberi sumbangsih terbesar nomor satu dalam produksi kopi Sumatera Utara dari 24 Kabupaten di Sumatera Utara, untuk kopi robusta perkebunan rakyat.

Potensi produksi kopi dan pengolahan kopi di Kabupaten Dairi cukup layak untuk dikembangkan mengingat luas tanaman dan produksi kopi tersedia dalam jumlah yang banyak dan kopi merupakan komoditasunggulan sekaligus komoditas spesifik lokal daerah Dairi. Penyebaran tanaman kopi di Kabupaten Dairi hampir di seluruh Kecamatan.


(18)

Tabel 1.2. Luas Tanaman dan ProduksiTanaman Kopi Robusta Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten

Kabupaten

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Luas Lahan Pro- Duksi Luas Lahan Pro- duksi Luas Lahan Pro- Duksi Luas Lahan Pro- Duksi 1.Nias 820,00 42,80 820,00 42,80 735,50 76,50 585,50 48,30 2.Mandailing Natal

2 627,50 973,11

2629,00 973,11 2 737,50 964,13 1 573,90 650,01 3.Tapanuli Selatan 5 296,00 929,30 2 854,50 782,43 2 818,00 581,05 2 913,75 545,95 4.Tapanuli Tengah 190,00 88,01 150,50 82,21 150,00 66,60 146,00 65,90 5.Tapanuli Utara 1 600,50 698,18 1 580,00 679,09 1 582,00 674,76 1 489,75 663,55

6.Toba Samosir - - - -

7.Labuhan Batu 30,00 10,71 15,00 3,07 3,00 - - - 8.Asahan 44,00 41,80 23,50 9,40 19,50 9,40 19,50 9,40 9.Simalungun

3 036,48 2 359,33 2 877,98 2 308,57 2 891,10 2

359,33 2 891,10 2 359,33

10.Dairi 10

047,00 2 847,60 9 429,00 2 652,40 8 709,00 265,60 8 677,00 2 604,60

11.Karo - - - -

12.Deli Serdang - - - -

13.Langkat 176,00 118,80 118,00 82,00 107,00 74,65 107,00 74,65 14.Nias Selatan 532,00 112,50 5,00 0,65 52,00 2,45 - - 15.Humbang

Hasundutan - - - -

16.Pakpak Bharat 687,50 447,35 741,76 392,51 644,00 360,50 645,00 358,00

17.Samosir - - - -

18.Serdang Bedagai - - - -

19.Batu Bara X X - - - -

20.Padang Lawas

Utara X X 544,00 416,88 639,00 307,20 639,00 307,20 21.Padang Lawas X X 1 291,50 155,13 1 309,50 155,50 1 301,00 160,05 22.Labuhan Batu

Selatan X X 6,00 0,94

23.Labu. Batu Utara X X - - - -

24.Nias Utara - - - -

25.Nias Barat - - - -

(Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2012)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari segi produksi terdapat 3 kabupaten sentra penghasil kopi terbesar yaitu Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun, meskipun Kabupaten Dairi mengalami penurunan luas lahan dan jumlah produksi kopi robusta dari tahun 2007 hingga tahun 2010, kabupaten ini tetap merupakan kabupaten terbesar penghasil kopi di Sumatera Utara jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Pada tahun 2010, luas lahan kopi robusta di Kabupaten Dairi adalah sebesar 8.677,0 Ha atau 41,34% dari luas total perkebunan kopi Sumatera Utara. Luas ini mencapai hampir setengah dari luas keseluruhan area perkebunan kopi Sumatera


(19)

Utara, dengan jumlah produksi kopi yang dihasilkan pada tahun yang sama yaitu ssebesar 2604,60 ton atau 33,20% dari total produksi kopi robusta perkebunan rakyat Provinsi Sumatera Utara (BPS Sumatera Utara, 2011).

Sementara untuk kopi jenis arabika yang saat ini dominan diusahakan petani di Kabupaten Dairi, pada tahun 2007 dengan luas lahan 9.997 Ha mampu menghasilkan 8.945,2 ton kopi arabika dan jumlah ini merupakan penyumbang produksi kopi arabika terbesar yaitu sebesar 21,6% dari total produksi kopi dari Sumatera Utara. Dan untuk jenis kopi ini, cenderung mengalami peningkatan jumlah luas lahan maupun produksi dari tahun ke tahun akibat adanya pengalihan lahan dari kopi robusta ke kopi arabika sejak tahun 2000. Hal ini disebabkan kopi jenis arabika yang lebih menguntungkan untuk diusahakan (Angkat, 2010)

Melihat hal itu, dapat dikatakan bahwa produksi kopi di Kabupaten Dairi merupakan yang terbesar di Sumatera Utara, namun potensi yang dimiliki Kabupaten Dairi belum dapat dimanfatkan dengan optimal. Hal ini terlihat dari jumlah produksi kopi yang perkembangannya bersifat fluktuatif dan tidak meningkat secara konsisten. Selain itu, terdapat luas lahan yang semakin berkurang untuk tanaman kopi dengan adanya pengalihan terhadap pertanian komoditas lain. Saat ini, petani Dairi beralih dan menanam lahan perkebunan milik mereka dengan tanaman buah coklat, yang mempunyai nilai jual cukup tinggi.Tanaman kopi jenis robusta dan arabika di beberapa kecamatan di Kabupaten Dairi, dewasa ini banyak yang diganti dengan tanaman baru berupa kakao atau coklatkarena dinilai memiliki prospek pasar menjanjikan.(Waspada Online, 2 Juli 2012).


(20)

Produksi kopi arabika di Dairi saat ini rata-rata hanya 600 kilogram per hektar. Padahal seharusnya bisa mencapai 1,6 ton per hektar. Saat ini masih banyak ditemukan tanaman kopi yang tidak dirawat dengan baik, misalnya ranting yang tidak dipangkas dan batang yang berlumut akibat kurangnya sinar matahari, yang akhirnya menyebabkan turunnya hasil panen. (Harian Sinar Indonesia Baru, 30 April 2012).

Hal tersebut di atasmenunjukkan kurangnya efisiensi produktivitas yang sebenarnya cukup potensial di Kabupaten Dairi. Rendahnya tingkat produktivitas di Kabupaten Dairi menunjukkan bahwa petani belum mengalokasikan faktor- faktor produksi secara efisien dan efektif. Faktor produksi yang dimaksud adalah luas lahan, tenaga kerja, umur pohon dan jenis kopi yang digunakan dalam usaha perkebunan kopi.

Kegiatan pengelolaan usaha tani kopi bertujuan untuk meningkatkan jumlah produksi sehingga keuntungan yang diperoleh para petani juga meningkat yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan para petani. Pada umumnya, di Kabupaten Dairi faktor- faktor produksi yang dimiliki oleh petani cenderung masih terbatas sementara produktivitas harus ditingkatkan supaya memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, para petani harus mengerti dan paham pengalokasian faktor- faktor produksi yang dimiliki yang digunakan dalam usaha tani kopi secara efisien dengan menghitung efisiensi ekonomi. Efisiensi menunjukkan hubungan antara biaya dan output, dimana efisiensi tercapai apabila petani mampu memaksimalkan keuntungan dengan menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Dengan mengetahui


(21)

penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal maka dapat tercapai keuntungan maksimal dengan penggunaan biaya sekecil-kecilnya.

Berdasarkan uraian tersebut serta melihat bahwa keberadaaan Kabupaten Dairi yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi kopi, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Kopi di Kabupaten Dairi”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang penelitian ini, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi terhadap jumlah produksi kopi di Kabupaten Dairi.

2. Bagaimanakah efisiensi penggunaan faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi dalam produksi kopi di Kabupaten Dairi. 1.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi terhadap jumlah produksi kopi di Kabupaten Dairi.

2. Untuk mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi dalam produksi kopi di Kabupaten Dairi.


(22)

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis setelah melakukan penelitian antara lain:

1. Sebagai informasi bagi penyelenggara usaha tani kopi di Kabupaten Dairi untuk meningkatkan produksi kopi secara efisien.

2. Sebagai tambahan informasi bagi dinas dan pihak terkait untuk menentukan kebijakan di masa mendatang.

3. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

4. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Uraian Teoritis

2.1.1. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan untuk menciptakan keuntungan maksimal dengan sejumlah faktor produksi dalam jumlah tertentu. Nicholson (2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan matematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu. Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

q = f ( K, L, M,.... )………...………( 2.1 ) Dimana q mewakili output barang-barang tertentu selama satu periode, K mewakili input modal yang digunakan selama periode tersebut, L mewakili input tenaga kerja dalam satuan jam, M adalah input bahan mentah yang digunakan.

Faktor produksi umumnya digolongkan menjadi tanah, tenaga kerja dan modal. Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok : (1) faktor biologi, yaitu lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, pupuk, obat-obatan, dan gulma, dan (2) faktor sosial ekonomi yaitu biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan dan tersedianya kredit (Fatma, 2011).

Persamaan (2.1) menunjukkan bahwa output adalah fungsi dari sejumlah modal, tenaga kerja dan jumlah bahan mentah yang digunakan. Semakin tepat


(24)

kombinasi input,semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara maksimal. Keberadaan fungsi produksi juga dijelaskan oleh Mankiw (2000) yang menjelaskan bahwa fungsi produksi mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Fungsi produksi memiliki perangkat yang disebut dengan pengembalian skala konstan (constant return to scale). Fungsi produksi memiliki pengembalian skala konstan jika peningkatan dalam persentase yang sama dalam seluruh faktor-faktor produksi menyebabkan peningkatan output dalam persentase yang sama.

Fungsi produksi ini menjadi penting dalam teori produksi karena hal ini dapat menerangkan secara matematis bagaimana sejumlah input menentukan tingkat output. Dengan melihat hal ini, maka dapat dilihat hubungan antara variabel- variabel penentu (independent variabel) X dengan variabel yang dijelaskan (dependent variabel) Y.

Menurut Simbolon, dalam teori ekonomi bahwa asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara output dengan input yang digunakan dinyatakan dalam hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang atau disebut The Law of Diminishing Returns atau The Law Of Diminishing Marginal Physical Product yaitu hukum yang menyatakan pertambahan terhadap total produk semakin lama semakin menurun sebagai akibat pertambahan satu unit variabel dimana input lain dianggap konstan. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 2.1.


(25)

Gambar 2.1

Kurva Hubungan TPP,MPP, dan APP

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada tingkat permulaan penggunaan faktor produksi, TPP akan bertambah secara perlahan-lahan dengan ditambahnya penggunaan faktor produksi. Penambahan ini lama kelamaan menjadi semakin cepat dan mencapai maksimum di titik A, nilai kemiringan dari kurva total produksi adalah marginal produk. Jadi, dengan demikian pada titik tersebut berarti marginal produk mencapai nilai maksimum. Sesudah kurva total produksi mencapai nilai kemiringan maksimum di titik A, kurva total produksi masih terus menaik. Kenaikan produksinya dengan tingkat yang semakin menurun, dan ini terlihat pada nilai kemiringan garis singgung terhadap kurva total produksi yang semakin kecil. Pergerakan ke kanan sepanjang kurva total produksi dari titik A nampak bahwa garis lurus yang ditarik dari titik nol ke kurva tersebut mempunyai nilai kemiringan yang semakin besar. Nilai kemiringan dari garis ini mencapai


(26)

maksimum di titik B, yaitu pada waktu garis tersebut tepat menyinggung kurva total produksi. Karena nilai kemiringan garis lurus yang ditarik dari titik nol ke suatu titik pada kurva total produksi menunjukkan produksi rata-rata di titik tersebut, ini berarti di titik B produksi rata-rata mencapai maksimum. Mulai titik B, bila jumlah faktor produksi variabel yang digunakan ditambah, maka produksi naik dengan tingkat kenaikan yang semakin meurun, dan ini terjadi terus sampai di titik C. Pada titik C ini, total produksi mencapai maksimum dan lewat titik ini, total produksi terus semakin berkurang sehingga akhirnya mencapai titik nol kembali. Di sekitar titik C, tambahan faktor produksi (dalam jumlah yang sangat kecil) tidak mengubah jumlah produksi yang dihasilkan. Dalam daerah ini nilai kemiringan kurva total sama dengan 0. Jadi, marginal produk pada daerah ini sama dengan 0. Hal ini nampak dalam gambar dimana antara titik C dan titik 5 (paling bawah) terjadi pada tingkat penggunaan faktor produksi yang sama. Lewat dari titik C, kurva total produksi menurun, dan berarti marginal produk menjadi negatif. Dalam gambar juga terlihat bahwa marginal produk pada tingkat permulaan menaik, mencapai tingkat maksimum pada titik 3 (titik di mana mulai berlaku hukum the law of diminishing return), akhirnya menurun. Marginal produk menjadi negatif setelah melewati titik 5, yaitu pada waktu total produksi mencapai titik maksimum.

Rata-rata produksi pada titik permulaan juga nampak menaik dan akhirnya mencapai tingkat maksimum di titik 4, yaitu pada titik di mana antara marginal produk dan rata-rata produksi sama besar.


(27)

Yakni, tahapan I, tahapan II, dan tahapan III. Pada tahapan produksi yang pertama, produk fisik rata-rata dari input variabel terus meningkat. Pada tahapan II, produk fisik rata-rata itu menurun, seiring dengan produk fisik marginal, tapi produk fisik marginal masih bernilai positif. Sedangkan pada tahapan III, produk fidsik rata-rata terus menurun, bersamaan dengan penurunan produk fisik total dan marginal, tapi produk fisik marjinal sudah bernilai negatif.

2.1.2. Fungsi Produksi Cobb Douglas.

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis bentuknya adalah sebagai berikut:

Y= �X1b1 X2b2X3b3....Xnea

Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini :

D + u ...(2.2)

Ln Y = Ln b0

Dimana :

+ b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + … + bn Ln Xn + aD + U... (2.3)

Y = output X1

ln b

= input

0

b

= intercept


(28)

D = dummy variabel

U = kesalahan karena faktor acak

Fungsi produksi Cobb-Douglas harus dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi bentuk fungsi linear dalam penggunaannya dalam penyelesaian analisis produksi, dengan syarat sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

1. Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang bersifat nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

2. Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Dalam artian bahwa kalau fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition

4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah mencakup pada faktor kesalahan

5. Hanya terdapat satu variable yang dijelaskan (Y)

Menurut Nicholson (2002) batas kemungkinan produksi atau production possibility frontier merupakan suatu gambaran efisiensi teknik secara grafik yang memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam perekonomian.


(29)

Kuantitas Y Per minggu P

Yb B

C A

Yc

D YA

Kuantitas X Per minggu XC

Sumber: Nicholson, 2002.

Gambar 2.2

Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis

Pada gambar 2.3 garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang (barang X dan Y) yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kombinasi keduanya pada PP’ dan di dalam batas kurva cembung adalah output yang mungkin diproduksi. Alokasi sumber daya yang dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien secara teknis karena produksi masih dapat ditingkatkan. Titik B contohnya berisi lebih banyak Y dan tidak mengurangi X dibandingkan dengan alokasi A.

2.1.3. Return to Scale

P

X0 XA


(30)

Return to Scale (RTS)atau skala pengembalian merupakan hal yang paling sering diteliti dalam hubungan produksi. Skala pengembalian menunjukkan hubungan perubahan input secara bersama- sama (dalam persentase) terhadap perubahan output (Sugiarto, 2000).

Fungsi produksi jangka panjang yang paling umum dipakai adalah fungsi produksi dengan persamaan Q = aL (b + c) K (b + c). Menurut Sugiarto (2000), jumlah pangkat (b + c) ini mempunyai signifikansi ekonomi yaitu skala pengembalian dengan tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu:

a. Jika nilai (b+c) sama dengan satu, skala pengembalian fungsi produksi tersebut konstan (constant return to scale)

b. Jika nilai (b+c) lebih besar dari satu, dikatakan skala pengembalian menaik (increasing return to scale) artinya kenaikan input (misalkan m persen) akan diikuti kenaikan output sebesar lebih dari m persen.

c. Jika nilai (b+c) kurang dari satu dikatakan skala pengembalian menurun (decreasing return to scale), yang menunjukkan persentase kenaikan output lebih kecil dari persentase penambahan inputnya.

2.1.4. Efisiensi

Efisiensi tertumpu pada hubungan antara output dan input-input. Efisiensi mencerminkan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai (Widyananto, 2010). Efisiensi merujuk pada output maksimum yang diperoleh atas penggunaan sejumlah sumber daya tertentu.


(31)

Apabila pencapaian output semakin tinggi daripada input yang digunakan maka hal itu menunjukkan efisiensi yang semakin besar.

Miller dan Meiners (2000) memperjelas konsep efisiensi dengan membaginya ke dalam dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. 2.1.4.1.Efisiensi Teknis

Alokasi sumber daya yang efisien secara teknis adalah suatu pengalokasian sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya (Nicholson, 2002).

Efisiensi teknis (technical eficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

Dalam hal ini, proses produksi selalu diusahakan untuk meminimalkan biaya dan tidak menghendaki pemakaian input lebih banyak untuk menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Sebaliknya, dengan lebih sedikit input diusahakan pemaksimalan untuk mencapai jumlah output yang sama, atau bahkan lebih banyak.

2.1.4.2.Efisiensi Ekonomis

Secara implisit, dalam konsep efisiensi ekonomis (economy eficiency), terkandung gagasan bahwa yang terbaik adalah yang paling hemat biaya (least-cost). Pada setiap tingkatan output, suatu perusahaan akan memiliki proses produksi secara ekonomis efisien jika perusahaan itu memanfaatkan sumber daya dan biaya untuk setiap unit outputnya (berapa pun total outputnya) paling murah/


(32)

rendah. Konsep efisiensi ekonomis juga diperjelas oleh Nicholson (2002), dengan mendefenisikan bahwa alokasi sumber daya yang efisien secara ekonomis adalah sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat.

Menurut Soekartawi (2003), efisiensi merupakan sebuah optimalisasi produksi. Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Menurut Soekartawi, penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomis kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Untuk menghitung efisiensi harga maka fungsi produksi yang digunakan adalah :

Y = AXb ………(2.4) atau

Log Y = Log A + b Log X

maka kondisi produksi marjinal adalah :


(33)

b adalah koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian , maka nilai produksi marjinal (NPM) faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut :

NPM = bYPy / X ………...(2.5) dimana :

b = elastisitas produksi Y = produksi

Py = harga produksi

X = jumlah faktor produksi X

Kondisi efisien harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai:

bYPy/ X = Px ………...(2.6) atau

bYPy / XPx = 1 dimana :

Px = harga faktor produksi X

Dalam praktek, nilai dari Y, Py, X dan Px adalah diperoleh dari nilai rata-ratanya, sehingga persamaan (2.7) dapat ditulis :

b Y Py / X Px = 1 ……….(2.7) Menurut Soekartawi (2003), yang sering terjadi di lapangan adalah kondisi pertanian pada persamaan 2.8 tidak dapat dicapai atau sulit dicapai karena berbagai hal, antara lain :


(34)

b. Kesulitan petani dalam memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu;

c. Adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak berusaha secara efisien. Karena hal – hal tersebut, maka kemungkinan kondisi persamaan 2.7 dapat ditemuai sebagai berikut:

1. b.Y.Py / XPx > 1, hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu di tambah.

2. (NPM / Px) < 1, hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien, sehingga perlu dilakukan pengurangan faktor produksi X agar dapat tercapai efisiensi.

Nicholson (2002), mengatakan bahwa alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi.

Khazanani (2011), dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- faktor Produksi Usahatani Cabai Kabupaten Temanggung” melakukan penelitian terhadap produksi usahatani cabai Kabupaten Temanggung yang mengalami penurunan jumlah produksi dan luas lahan yang terus menurun dengan rata-rata produksi yang cenderung berfluktuatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi dengan pendekatan frontier stokastik


(35)

dengan Metode Maximum Likelihood. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja dan pupuk mempengaruhi produksi cabai secara signifikan, sedangkan vaiabel pestisida tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi cabai. Penggunaan faktor produksi bibit dan tenaga kerja belum efisien sehingga perlu ditambah sedangkan faktor produksi pupuk dan pestisida penggunaannya telah melampaui batas efisiensi sehingga perlu dikurangi untuk efisiensi yang lebih tinggi.

Fatma (2011), dengan judul penelitian “Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usahatani Kopi Rakyat di Aceh Tengah”, menganalisis fungsi produksi, skala usaha dan efisiensi faktor produksi pada tanaman kopi tersebut. Dengan menggunakan alat analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap produksi kopi pada tingkat kesalahan 10% adalah tenaga kerja, luas lahan dan umur pohon. Penambahan jumlah tenaga kerja dan penambahan luas lahan serta semakin tingginya umur kopi akan menambah produktivitas kopi. Usahatani kopi berada pada skala produksi kopi yang semakin menaik. Analisis efisiensi menunjukkan bahwa secara teknis, penggunaan keseluruhan faktor- faktor produksi sudah efisien, tetapi jumlah tenaga kerja masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi kopi.

Panjaitan (2008), dalam penelitiaannya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopi di Kabupaten Dairi”, menganalisis faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kopi di Kabupaten Dairi. Data yang digunakan adalah data primer melalui wawancara dan data sekunder.


(36)

Dari hasil analisis dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS), diketahui bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi produksi kopi di Kabupaten Dairi pada tingkat kesalahan 5% adalah luas lahan, pengalaman bertani, waktu kerja, pestisida sedangkan pupuk berpengaruh signifikan terhadap produksi kopi pada � 10%. Dari nilai Average Productivity of Labor (APL) diketahui bahwa penambahan waktu kerja akan meningkatkan produksi rata-rata kopi.

Notarianto (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Bawang Putih”, menganalisis penurunan jumlah produksi bawang putih. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snow ball sampling dan metode analisis data menggunakan regresi linear berganda dan uji efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi produksi bawang putih yaitu luas lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja. Nilai efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis tidak sama dengan satu, artinya tidak efisien sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu dengan adanya kondisi usahatani yang menunjukkan skala hasil yang meningkat maka dapat dikatakan bahwa kondisi usahatani bawang putih di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan.

Widyananto (2011) dengan judul: “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Padi Organik dan padi Anorganik (Studi Kasus: Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen), menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi padi organik dan padi anorganik. Metode penelitian menggunakan analisis regresi berganda dan analisis frontier


(37)

dengan menggunakan data cross section yang bersumber dari data primer. Dari hasil penelitian variabel luas lahan, bibit,dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi padi organik, sedangkan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan.Untuk usahatani padi anorganik, variabel luas lahan dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi padi anorganik, variabel pestisida berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan bibit dan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan. Nilai efisiensi teknis dalam penelitian padi organik ini sebesar 0,963 yang berarti bahwa usahatani padi organik di daerah penelitian tidak efisien secara teknis. Untuk usahatani padi anorganik, nilai efisiensi teknis sebesar 0,814 yang berarti usahatani padi anorganik di daerah penelitian juga tidak efisien secara teknis. 2.3. Kerangka Konseptual

Usahatani adalah kegiatan untuk mengelola sumber daya alam di bidang yang pada akhirnya dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Kegiatan usahatani kopi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, dalam hal ini faktor produksi yang dimaksud adalah luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman dan jenis kopi.

Pertama, lahan merupakan tempat tumbuh bagi tanaman yang merupakan salah satu faktor produksi dalam menentukan besar kecilnya jumlah output yang dihasilkan oleh pertanian yang didasarkan pada luas sempitnya lahan yang digunakan sebagai input. Kedua, tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan input sumber daya manusia yang digunakan dalam proses produksi. Semakin serius manusia menangani sumber daya alam semakin besar manfaat yang akan


(38)

diperoleh petani melalui waktu yang dicurahkan dan kualitas yang dimiliki dalam mengelola pertanian. Ketiga, umur pohon. Fatma (2011) menyatakan bahwa umur pohon turut menentukan jumlah produksi kopi. Kopi berproduksi maksimal pada kisaran umur 9 sampai dengan 10 tahun, diikuti dengan produksi yang berfluktuasi sampai kemudian mengalami hasil yang semakin menurun.Keempat, pupuk. Moenandir (2004) menyatakan bahwa pupuk merupakan energi dalam bentuk kimiawi yang diberikan pada tanaman lewat tanah atau daun. Pupuk dipergunakan untuk menambah nutrisi dalam tanah yang akan mendasari nutrisi pada lahan pertanian untuk kelangsungan pertumbuhan tanaman selanjutnya. Tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil sehingga pemberian pupuk pada saat yang tepat akan menghasilkan keuntungan yang maksimal.Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk anorganik, pupuk organik dan pupuk hijau. Kelima, jenis kopi. Pada umumnya, setiap tanaman memiliki tingkat kecocokan dan kesesuaian tertentu pada suatu tempat sesuai dengan iklim, cuaca, curah hujan dan kondisi lahan yang bersangkutan.

Masalah utama yang terdapat di Kabupaten Dairi sehubungan dengan adanya usahatani kopi adalah adanya penurunan jumlah produksi kopi yang dihasilkan.Oleh karena itu, penggunaan faktor- faktor produksi dimaksud secara efisien menjadi hal yang penting dalam rangka meningkatkan produksi kopi.

Efisiensi merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan proses produksi usahatani. Efisiensi produksi dalam usahatani kopi dapat dilihat dari hasil perhitungan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis merupakan pengukuran tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan


(39)

faktor produksi tertentu. Petani secara teknis dikatakan efisien apabila dalam pemakaian faktor produksi menghasilkan output maksimum. Dalam penelitian ini, faktor produksi yang dihitung secara teknis adalah luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi. Sementara efisiensi ekonomi merupakan pengukuran tingkat keberhasilan petani dalam rangka mencapai keuntungan maksimum yang dapat dihitung melalui pendekatan moneter atau memiliki satuan harga. Keuntungan maksimum tercapai apabila nilai produksi marjinal sama dengan harga faktor produksi. Dalam penelitian ini, faktor produksi yang dihitung efisiensi ekonominya adalah luas lahan dan tenaga kerja dengan alasan bahwa luas lahan dan tenaga kerja bisa dihitung dengan menggunakan pendekatan harga. Berdasarkan pemikiran sesuai landasan teori yang telah dibahas, maka dapat disusun kerangka konseptual yang menunjukkan hubungan faktor input variabel dengan jumlah produksi yang dihasilkan serta efisiensi pada usahatani kopi yang ditunjukkan dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

2.4.Hipotesis

Produksi Kopi Tenaga Kerja

Umur Pohon Luas Lahan

Pupuk

Jenis Kopi

Efisiensi Usahatani


(40)

Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi berpengaruh positif terhadap produksi kopi.

2. Penggunaan faktor produksi pada usaha tani kopi di Kabupaten Dairi belum efisien.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian. Data dan informasi yang tepat dan relevan dengan masalah yang dibahas diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam bab ini dikemukakan mengenai proses data tersebut serta rencana pengolahannya.

3.1.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya menggunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik (Ginting & Situmorang, 2008 : 77).

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dairi. Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang diambil dari tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan adalah sebanyak


(42)

tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sumbul, Kecamatan Parbuluan dan Kecamatan Sidikalang dengan pertimbangan bahwa ketiga kecamatan ini memiliki lahan tanaman kopi terluas di Kabupaten Dairi. Penelitian dilakukan pada Februari 2013.

3.3.Batasan Operasional

Dalam pembahasan dan analisis masalah diperlukan adanya batasan-batasan pembahasan yang diteliti supaya sasaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang dimaksud atas objek yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kopi di Kabupaten Dairi. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel Bebas ( Independent Variabel) (X) yaitu Faktor- faktor produksi kopi yang terdiri dari : X1 : Luas lahan ; X2 : Tenaga Kerja ; X3 : Umur

pohon; X4

b. Variabel Terikat (Dependent Variabel) (Y) yaitu Produksi Kopi di Kabupaten Dairi.

: Pupuk ; D : Jenis kopi

3.4.Defenisi Operasional

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jumlah Produksi (Y), yaitu total produksi kopi yang diproduksi oleh petani dalam satu tahun terakhir. Satuan yang dipakai adalah kilogram (kg).

2. Luas Lahan (X1

3. Tenaga Kerja (X

), yaitu luas areal kebun kopi yang produktif yang dimiliki petani. Satuan yang dipakai untuk mengukur luas lahan adalah hektar (ha).

2) yang diukur dari banyaknya waktu kerja yang digunakan


(43)

4. Umur Pohon Kopi (X3

5. Pupuk (X

) dalam satu areal, yaitu umur rata-rata tanaman kopi yang dihitung mulai saat tanam dan diukur dalam tahun.

4

6. Dummy Jenis Kopi (D), yaitu peubah yang membedakan antara jenis varietas kopi arabika dan kopi robusta. Bila jenis kopi yang ditanam adalah arabika diberi nilai satu, dan bila jenis kopi adalah robusta diberi nilai nol.

) yang diukur dari banyaknya pupuk yang digunakan dalam satu tahun terakhir yang dinyatakan dalam satuan kg.

3.5.Skala Pengukuran Variabel

1. Jumlah produksi dinyatakan dalam kilogram (Kg) 2. Luas lahan dinyatakan dalam hektar (ha)

3. Tenaga kerja dinyatakan dalam jam kerja per tahun 4. Umur kopi dinyatakan dalam tahun

5. Dummy jenis kopi, untuk jenis kopi arabika diberi nilai satu, dan untuk jenis kopi robusta diberi nilai nol.

6. Pupuk dinyatakan dalam kilogram (kg) 3.6.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang menanam kopi baik di lahannya sendiri ataupun lahan hasil menyewa dari pemilik lahan. Kabupaten Dairi terdiri dari 15 kecamatan. Dari 15 kecamatan dipilih 3 kecamatan sebagai daerah pemilihan sampel. Ketiga kecamatan tersebut merupakan sentra produksi kopi yang terdapat di Kabupaten Dairi, yaitu Kecamatan Sumbul, Kecamatan Parbuluan dan Kecamatan Silima Pungga-pungga. Dari tiga kecamatan ini diambil masing-masing tiga desa, dengan populasi sebanyak 6059 KK. Penarikan sampel


(44)

dilakukan secara Proporsionate Random Sampling yaitu sampel yang diambil secara acak dan proporsional dari ketiga kecamatan penghasil kopi di Kabupaten Dairi. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik accidental yaitu pemilihan responden yang dijumpai yang kebetulan cocok dan sesuai dengan informasi penelitian yang hendak diperoleh. Adapun daerah yang menjadi sampel penelitian diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Daerah Sampel Penelitian

No Kecamatan Desa Populasi Sampel

1. Sumbul Pegagan Julu I 1302 21 Pegagan Julu VII 704 12 Tanjung Beringin 662 11 2. Parbuluan Parbuluan IV 839 14 Parbuluan VI 818 13 Parbuluan I 645 11 3. Silima Pungga-pungga Parongil 461 8

Longkotan 381 6

Lae Ambat 247 4

Jumlah 6059 100

3.7. Jenis Data

1. Data Primer, yaitu data yang didapat sendiri dengan melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian, serta dari hasil wawancara terhadap sejumlah responden (dengan panduan kuesioner).

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain. 3.8.Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua macam metode pengambilan data yaitu data primer dan data sekunder.


(45)

panduan kuesioner). Data sekunder diperoleh dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka berupa literatur, jurnal, skripsi, dan buku-buku referensi untuk mendapatkan gambaran masalah yang diteliti serta mengumpulkan data sekunder yang diperlukan yaitu dari dinas perkebunan, publikasi Asosiasi Eksportir kopi Indonesia (AEKI), badan pusat statistik dan dari dinas- dinas terkait berkaitan dengan produktivitas dan jumlah populasi petani kopi.

3.9.Teknis Analisis

3.9.1. Uji Asumsi Klasik

Persamaan yang didapat dari sebuah estimasi dapat dioperasikan secara statistik jika persamaan tersebut telah memenuhi asumsi klasik, yaitu bebas dari multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

3.9.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng. Dengan adanya tes normalitas maka hasil penelitian akan bisa digeneralisasikan pada populasi. Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan pendekatan histogram.

3.9.1.2.Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti ada hubungan linear yang “ sempurna” atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Syafrizal Situmorang, 2008). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.


(46)

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

1. Korelasi antarvariabel, semakin tinggi nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa korelasi antarvariabel sangat erat, dan dapat diduga bahwa terdapat multikolinearitas antarvariabel dalam model.

2. Korelasi parsial, yaitu dengan estimasi regresi terhadap model awal dan kemudian dibandingkan dengan estimasi regresi untuk variabel lain dengan mengubah variabel dependennya dan kemudian membandingkan nilai R2

3.9.1.3.Uji Heterokedastisitas nya.

Uji heterokedastisitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah grup mempunyai varians yang sama di antara anggota grup tersebut.Jika varians sama, dan ini yang seharusnya terjadi maka dikatakan ada homoskedastisitas. Sedangkan jika variansnya tidak sama, dikatakan terjadi heterokedastisitas. Cara untuk menguji heterokedastisitas bisa dibagi dua, yakni dengan alat analisis grafik atau dengan analisis residual yang berupa statistik.

Menurut Ghozali dalam Widyananto (2010), cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas yaitu dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dimana sumbu Y adalah Y yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi- Y residual) yang telah di studentized.


(47)

3.9.2. Uji Hipotesis

3.9.2.1.Uji t-statistik (Partial Test)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara partial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen, dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : b1

Ha : b = b

1

Dimana b

= b

1 adalah koefisien independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b

dianggap 0, artinya tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Bila thitung ≥ t tabel

Rumus mencari t

pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata atau signifian terhadap variabel dependen.

hitung

t hitung = (����1−�)

:

Keterangan : b1

b : nilai hipotesis nol

: koefisien variabel independen ke – i

Sbi : simpangan baku dari variabel independen ke- i Kriteria pengmbilan keputusan :


(48)

1. Ho :β = 0 : Ho diterima jika t hitung < t tabel,

2. Ha : β ≠ 0 : Ha diterima jika t

artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

hitung > t tabel,

3.9.2.2. Pengujian Secara Serentak (Uji F)

artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel independen.

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama- sama terhadap variabel dependen. Rumus untuk menghitung F hitung

F hitung = �2 ? (�−1) (1−�2)/(�−�) adalah:

Keterangan : R2

k : jumlah variabel independen : koefisien determinasi

N : jumlah sampel

Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut: Ho : b1 = b2 = bk ...bk

Ha : b

= 0 (tidak ada pengaruh)

2 ≠

Kriteria pengambilan keputusan:

0 ...i = 1 (ada pengaruh)

1. H0 : β1 = β2 = β3

H

= 0

0

2. H

diterima jika F hitung < F tabel, artinya variabel independen secara bersama- sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

a : β1 ≠ β2 ≠ β3

Ha diterima jika F hitung > F tabel, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(49)

3.9.2.3.Koefisien Determinasi (R2

Dalam suatu penelitian atau observasi, perlu dilihat seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Dalam analisis regresi dikenal suatu ukuran yang dapat dipergunakan untuk keperluan tersebut, yang dikenal dengan koefisien determinasi. Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan variasi turunnya Y yang diterangkan oleh pengaruh linier X. Bila nilai koefisien determinasi yang diberi simbol R2 mendekati angka1,

maka variabel independen makin mendekati hubungan dengan variabel dependen sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan model tersebut dapat dibenarkan (Gujarati, 1995).

)

Adapun kegunaan koefisien determinasi adalah :

1. Sebagai ukuran ketepatan / kecocokan garis regresi yang dibuat dari hasil estimasi terhadap sekelompok data hasil observasi. Semakin besar nilai R2,

maka semakin bagus garis regresi yang terbentuk; dan semakin kecil nilai R2 ,

maka semakin tidak tepat garis regresi tersebut mewakili data hasil observasi. 2. Untuk mengukur proporsi (Presentase) dari jumlah variasi Y yang diterangkan

oleh model regresi atau untuk mengukur besar sumbangan dari variabel X terhadap variabel Y.


(50)

Model fungsi produksi yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan rumus sebagai berikut:

Y= �X1b1 X2b2X3b3 X4b4

Dimana :

+ D+ u... (3.1)

Y = produksi kopi (kg/ tahun) X1

X

= luas lahan (ha)

2

X

= tenaga kerja (jam kerja/tahun)

3

X

= umur pohon (tahun)

4

e = bilangan natural = pupuk

D= variabel dummy kemiringan 1 = kopi arabika

2= kopi robusta

atau dalam bentuk transformasi logaritma :

LnY = Ln�+ β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3+β4LnX4

Dimana :

+ D + u...(3.2)

Y = produksi kopi (kg/thn) X1

X

= luas lahan (ha)

2

X

= jumlah tenaga kerja (orang/ha)

3

X

= umur pohon

4

D = variabel dummy jenis kopi = pupuk


(51)

1 = kopi arabika 0 = kopi robusta

� = koefisien intersept

Βi

u = unsur kekeliruan model

= koefisien regresi faktor produksi ke- i

Adanya perbedaan dalam satuan dan besaran variabel bebas maka persamaan regresi harus dibuat dengan model logaritma natural. Alasan pemilihan model logaritma natural adalah sebagai berikut :

1. Menghindari adanya heterokedatisitas

2. Mengetahui koefisien yang menunjukkan elastisitas 3. Mendekatkan skala data.

3.9.4. Uji Efisiensi

Uji efisiensi digunakan untuk melihat apakah input atau faktor produksi yang digunakan pada usahatani kopi di Kabupaten Dairi sudah efisien atau belum. Uji efisiensi meliputi efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.

3.9.4.1. Efisiensi Teknis

Untuk melihat tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor produksi pada usahatani kopi di Kabupaten Dairi, digunakan dua alat analisis, yaitu konsep elastisitas produksi dan regresi linear berganda.

Analisis dengan regresi linear berganda menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan fungsi produksi pada persamaan (3.1) maka:

Y= �X1b1 X2b2X3b3....XnD +


(52)

Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini :

Ln Y = Ln b0

Dimana :

+ b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + … + bn Ln Xn + D + u... (3.4)

Y = output X1

ln b

= input

0

b

= intercept

1

D = dummy variabel

= parameter fungsi, juga merupakan elastisitas produksi u = kesalahan karena faktor acak

Untuk analisis dengan konsep elastisitas produksi, menggunakan persamaan:

��= ΔY

ΔXi ...(3.5) Nilai elastisitas sekaligus menunjukkan koefisien regresi masing-masing variabel independen, yaitu angka yang menunjukkan besarnya persentase perubahan tingkat output akibat perubahan satu unit faktor produksi X.

Secara teknis, penggunaan faktor produksi dinyatakan efisien jika elastisitas produksi sama dengan 1. Apabila Ep lebih dari 1, artinya penggunaan faktor produksi belum efisien dan masih dapat ditambah. Apabila Ep kurang dari 1, berarti penggunaan faktor produksi belum efisien dalam arti jumlah faktor produksi tersebut sebaiknya dikurangi.

3.9.4.2. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal (NPMx) sama dengan harga


(53)

input (Px) tersebut (Nicholson, 2002). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

NPM x = Px

����

�� = 1... (3.7)

atau...(3.6)

�.�.��

� = Px

Dimana:

atau �.�.��

�.�x = 1...(3.8)

b = elastisitas Y = produksi

Py = harga produksi Y

X = jumah faktor produksi X Px = harga faktor produksi X

Dalam praktek nilai Y, Py, X dan Px adalah diambil nilai rata-ratanya . Jika ����

�� > 1 maka penggunaan input x belum efisien. Untuk mencapai efisien,

input x harus ditambah. Jika ����

�� < 1 maka penggunaan input x tidak efisien

sehingga untuk efisien, input x perlu dikurangi. Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input (NPMxi)

dengan harga inputnya (Vi) atau “ki” sama dengan satu. (Nicholson, 2002) Kondisi ini menghendaki NPM sama dengan harga faktor produksi.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak dan Luas Daerah Geografis

Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten yang Dairi terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Sidikalang. Kabupaten ini mempunyai luas 192.780 ha atau sekitar 2,69 % dari luas Provinsi Sumatera Utara (7.160.000 ha).

Sebagian besar Kabupaten Dairi terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit. Kabupaten Dairi terletak antara 98°00ꞌ - 98°30ꞌBT dan 2°15ꞌ00ꞌꞌ - 3°00ꞌ00ꞌꞌ LU. Sebagian besar tanahnya berupa gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan subtropis.

Kabupaten Dairi terdiri dari 15 kecamatan, dimana pada umumnya kabupaten ini berada pada ketinggian antara 400 s/d 1.700 m di atas permukaan laut. Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-Pungga terletak pada ketinggian antara 400 s/d 1.360 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Sumbul, Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Tanah Pinem berada pada ketinggian antara 700 s/d 1700 meter di atas permukaan laut.


(55)

Untuk kondisi iklim, musim hujan di Dairi paling berpengaruh biasanya berlangsung pada bulan Januari, April, Mei, September, Nopember, dan Desember setiap tahunnya dengan curah hujan maksimum paling tinggi adalah 58 mm dan hari hujan paling lama adalah sebanyak 22 hari (BPS Dairi, 2011).

Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut: Sebelah Timur : Kabupaten Samosir

Sebelah Utara :Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Tanah Karo

Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat Sebelah Barat : Nanggroe Aceh Darussalam 4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah Penduduk Kabupaten Dairi akhir tahun 2011 adalah 272.578 jiwa dengan 65.820 rumah tangga. Penyebaran penduduk tersebut tidak merata di 15 Kecamatan defenitif. Penduduk Kabupaten Dairi terdiri dari beberapa suku antara lain Pak-pak, Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Jawa, Aceh, Nias dan sebagainya. Adapun rincian data jumlah penduduk di Kabupaten Dairi dapat dijabarkan sebagai berikut.

Berdasarkan jenis kelamin, maka penduduk di Kabupaten Dairi pada tahun 2011 adalah sebanyak 272.578 jiwa yang terdiri dari 136.234 jiwa laki-laki dan 136.344 jiwa perempuan. Data mengenai keberadaan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Dairi dapat dilihat pada table 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1. Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio dan Pertumbuhan Penduduk


(56)

No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Seks Ratio Laju Pertum- Buhan Penduduk Laki-laki Perempuan

1 1990 136.679 140.301 276.680 97,42

0,86 2 2000 152.874 154.892 307.766 98,70

3 2010 135.004 135.049 270.053 98,70 4 2011 136.234 136.344 272.578 99,92

Sumber : BPS Kabupaten Dairi,2012

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 , jumlah penduduk laki-laki sebesar 49,98% hampir sebanding dengan jumlah penduduk perempuan sebesar 50,02%. Selisih jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 110 jiwa atau sebesar 0,04%. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Dairi tergolong rendah yaitu 0,86% dan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

4.1.3. Keadaan Pertanian

Tata penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Dairi sebagian besar difungsikan untuk lahan pertanian yang luasnya mencapai 95.838 ha (49,71%) atau hampir meliputi setengah dari luas wilayah Kabupaten Dairi. Adapun besar luasan masing-masing lahan dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2. Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Dairi Menurut Luas Lahan

No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 10.225 10,66

2 Padang rumput 4408 4,59

3 Tegal + kebun 28.839 30,09

4 Ladang 19500 20,34

5 Perkebunan rakyat 32779 34,20

6 Hutan rakyat 949 0,99

7 Tambak 20 0,02

8 Kolam / empang 67 0,07

Total 95838 100


(57)

Luasnya lahan yang digunakan untuk lahan pertanian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Dairi memiliki mata pencaharian dari bertani. Dari total lahan yang digunakan untuk pertanian sebagian besar merupakan didominasi oleh tanaman perkebunan rakyat sebesar 34,20 %..

Besarnya lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan didukung oleh potensi iklim dan kondisi geografis Kabupaten Dairi yang cocok untuk tanaman perkebunan terutama untuk tanaman kopi.sebesar 73,83% dari total perkebunan rakyat (diolah dari BPS Dairi,2011). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten dengan luas perkebunan rakyat terbesar dari total penggunaan lahan.

Tabel 4.3. Luas Lahan Produktivitas Tanaman Pangan. Penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Dairi .

No

Jenis Tanaman

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Rata-rata produksi (kw/ha) 1 Padi Sawah 15665 78582,24 45,70

2 Padi Ladang 7946 17937 22,60

3 Ubi Kayu 254 3365,5 132,50

4 Ubi Jalar 1852 29676 160,20

5 Jagung 32979 153335 46,49

6 Kacang Tanah 2351 2966,72 12,70

Sumber : BPS Kabupaten Dairi,2011

4.1.4. Karakteristik Petani Responden

Kegiatan usahatani dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya adalah factor sosial ekonomi. Dalam penelitian ini, factor sosial ekonomi yang dimaksud terdiri dari umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, dan pekerjaan.


(58)

Faktor umur merupakan salah satu yang sangat berpengaruh dalam mempengaruhi tingkat produktivitas oleh seseorang karena tingkat produktivitas sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan fisik. Kecenderungan bahwa tingkat produktivitas dicapai pada usia yang masih produktif juga yaitu saat usia berada di kisaran antara 15 – 64 tahun. Hal ini terkait pada kemampuan penerimaan dan penggunaan terhadap berbagai inovasi yang muncul termasuk dalam bidang pertanian. Berdasarkan golongan umur maka distribusi responden dapat dilihat pada table 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur

No. Umur Responden Jumlah (orang) Persentase (%)

1 20 – 30 7 7%

2 31 – 40 24 24%

3 41 – 50 33 33%

4 51 – 60 23 23%

5 61 – 70 13 13%

Jumlah 100 100%

Sumber : lampiran 2

Berdasarkan data pada table 4.4, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat petani memiliki usia berkisar pada usia 41-50 tahun yaitu sebesar 33%. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut adalah usia yang sedang aktif sebagai kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selanjutnya, usia yang cukup mendominasi juga ada pada kisaran umur 31 – 40 sebesar 24 % dan pada kisaran umur 51 – 60 tahun sebesar 23 %. Dari ketiga golongan umur yang cukup mendominasi tersebut, semuanya adalah usia produktif. Hal ini membuktikan bahwa usahatani kopi di Kabupaten Dairi sebagian besar diusahakan oleh petani dengan umur yang masih produktif.


(59)

Responden dengan kategori umur paling sedikit didominasi oleh umur 20 – 30 tahun sebanyak 7%.. Hal ini disebabkan, karena pada kisaran umur tersebut tergolong usia muda dan cenderung belum menikah sehingga belum bertanggung jawab secara penuh terhadap pekerjaan utama keluarga.

4.1.4.2. Tingkat Pendidikan Responden

Keterampilan dan pengetahuandalam bercocoktanam adalah salah satu factor yang berperan penting dalam menjalankan kegiatan usahatani. Pengetahuan dan keterampilan tersebut sebagian besar diperoleh melalui pendidikan baik pendidikan informal, terkhusus pendidikan formal di samping karena belajar dari pengalaman Jadi, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan tingkat produktivitas yang dapat dihasilkan oleh petani. Adapun distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada table 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 Tidak Pernah Sekolah 4 4%

2 Tamat SD 20 20%

3 Tamat SMP 22 22%

4 Tamat SMA 43 43%

5 Sarjana 11 11%

Jumlah 100 100%

Sumber : Lampiran 2

Berdasarkan data pada tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan petani responden di Kabupaten Dairi sudah tergolong menengah. Hal ini terlihat pada tingkat pendidikan petani responden yang paling banyak adalah tamat SMA


(1)

my Lhn Prod Kopi pohon 1 Mely Girsang 47 Sumbul PNS D 5 14500000 5425000 1 1248 0,64 4500 300 15000 10 2 Miduk Siahaan 29 Sumbul Bertani D 2 2250000 418000 1 600 0,6 4800 400 15000 10 3 Anni Purba 49 Sumbul PNS D 3 9000000 3318000 1 1176 0,48 2880 300 15000 11 4 Rudianto Purba 29 Sumbul Bertani D 2 1500000 162000 1 1152 1 7200 800 15000 8 5 Akjun Simarmata 57 Sumbul Bertani C 4 2000000 1740000 1 612 0,6 576 600 15000 12 6 L.Manullang 54 Sumbul PNS F 4 10500000 5054000 1 1260 0,64 3600 1200 15000 7 7 M.Sinaga 53 Sumbul Bertani C 4 780000 403000 1 336 0,16 346 336 15000 3 8 T.Smanjorang 57 Sumbul Bertani B 2 900000 690000 1 432 0,12 480 60 15000 8 9 M.Br. Purba 50 Sumbul Bertani A 2 500000 187500 1 312 0,16 480 0 12000 8

10 R.Silalahi 31 Sumbul PNS F 1 4500000 157000 1 216 0,08 624 0 15000 5

11 E.Boang Manalu 57 Sumbul Bertani C 1 700000 429000 1 312 0,5 720 200 15000 10

12 S.Manik 24 Sumbul Bertani D 2 900000 152000 1 1152 0,2 240 0 15000 3

13 Pak Dana 34 Sumbul Bertani C 4 1500000 255000 1 1384 0,64 1488 0 14500 7 14 L. Br. Sinaga 32 Sumbul Bertani D 3 1000000 643000 1 600 0,4 1728 400 14000 10 15 H.Br.Nainggolan 60 Sumbul Bertani B 1 2500000 135000 0 304 0,5 864 190 15000 4 16 A.Simorangkir 63 Sumbul Bertani B 4 4000000 132000 1 672 0,32 1200 400 16000 10 17 S.Sitohang 47 Sumbul Bertani D 5 4500000 1482000 1 672 0,4 1200 400 16000 8 18 Afrina Matanari 48 Sumbul PNS D 4 8000000 5167000 1 1560 0,56 4032 300 15000 10 19 B.Sinaga 35 Sumbul Bertani C 4 1200000 479000 1 420 0,08 1728 50 14000 7

20 J.Manik 38 Sumbul Bertani C 3 3000000 630000 1 384 0,5 480 300 15000 8

21 Esbon 42 Sumbul Bertani D 4 2500000 488000 1 624 0,25 2880 400 13000 6 22 L.Marbun 35 Sumbul Bertani F 2 10000000 1010000 1 2256 1 8400 1200 15000 8


(2)

my Lhn Prod Kopi pohon 23 S.Bagariang 39 Sumbul Bertani F 3 4000000 586000 1 1536 0,5 4560 300 13000 11 24 Jansen Malau 70 Sumbul Bertani F 2 2000000 861000 1 480 1 7200 600 12000 6 25 J. Pasaribu 50 Sumbul Bertani D 5 9000000 830000 1 576 1 6000 700 12000 6 26 N.Nainggolan 58 Sumbul Bertani B 1 600000 218000 1 528 0,32 1008 100 13000 12 27 S.banjarnahor 58 Sumbul Bertani B 3 5000000 2384000 1 756 0,32 2304 200 14000 11 28 M.Simbolon 60 Sumbul Bertani D 0 1500000 166000 1 504 0,5 2400 100 13500 10 29 N.Sitanggang 45 Sumbul Bertani D 5 4000000 1670000 1 784 0,5 3840 200 13500 7 30 D.Gurning 50 Sumbul Bertani D 1 1200000 220000 1 672 0,28 1920 0 13500 8 31 M.Simbolon 55 Sumbul Bertani C 0 500000 215000 1 784 0,5 3840 300 16000 7 32 P.Pasaribu 45 Sumbul Bertani D 5 3100000 347000 1 672 0,28 2400 120 15000 8 33 S.Sinaga 59 Sumbul Bertani D 3 6500000 1700000 1 1536 1,5 12000 1000 15000 8 34 G.Mandalahi 40 Sumbul Bertani D 4 8000000 695000 1 1152 1,5 12000 700 12000 7 35 J.Situmorang 48 Sumbul Bertani D 4 8000000 765000 1 768 1 8400 400 12000 5 36 J.Silalahi 50 Sumbul Bertani F 6 9000000 2366000 1 1248 1,5 7200 1000 12000 8 37 K.Banjarnahor 53 Sumbul Bertani D 5 2500000 2100000 1 1152 0,5 4800 400 12000 12 38 S.Dabukke 50 Sumbul Bertani D 3 4500000 1299000 1 960 1 9600 600 12000 10 39 R.Sagala 30 Sumbul Bertani F 3 5200000 600000 1 1512 1,5 7200 300 12000 10 40 A.Silalahi 45 Sumbul Bertani C 4 6000000 520000 0 2640 1 12000 500 18000 6

41 L.Pakpahan 41 Sumbul Bertani C 2 600000 125000 1 288 0,2 576 0 14000 3

42 J.Siburian 35 Sumbul Bertani D 4 2500000 541000 1 480 0,5 4800 300 12000 13 43 B.Sitanggang 55 Sumbul Bertani D 6 6000000 1735000 1 1248 2 8400 2000 12000 9 44 B.Siboro 40 Sumbul Bertani F 5 3000000 561000 1 1824 1 6000 500 12000 8


(3)

my Lhn Prod Kopi pohon

45 D.Manik 55 Sumbul Bertani C 0 1300000 400000 1 696 0,4 2400 0 13000 13

46 L.Sagala 45 Sumbul Bertani D 4 5000000 830000 1 744 0,4 3600 0 13000 10 47 H.Tarigan 40 Sumbul Bertani F 4 9000000 775000 0 154 0,12 20 50 17000 45 48 A.Panjaitan 38 Silima

Pungga-pungga

Bertani D 1 500000 174000 1 1248 1 8400 200 12000 10

49 T.Siboro 45 Sumbul Bertani D 1 1250000 250000 1 480 0,25 2400 200 12000 6 50 D.Sihombing 63 Parbuluan Bertani B 1 600000 136000 1 504 0,5 2400 200 14000 10 51 A.Nainggolan 39 Parbuluan Bertani C 6 3500000 666000 1 1008 1 5280 300 12000 6 52 J.Sijabat 20 Parbuluan Bertani B 0 1000000 186000 1 924 1 5760 100 15000 6 53 N.habeahan 56 Parbuluan Bertani D 5 1700000 581000 1 546 1 2880 900 15000 7 54 W.Simamora 57 Parbuluan Bertani B 2 2000000 1055000 1 700 1 1152 200 16000 10 55 J.Situmorang 53 Parbuluan Bertani B 3 500000 150000 1 2232 1 4320 750 15000 4 56 J.banjarnahor 45 Parbuluan Bertani C 5 2600000 367000 1 336 0,8 1248 0 16000 12 57 R.Sinaga 41 Parbuluan Bertani C 6 4300000 1115000 1 768 0,25 2400 200 16000 4 58 S.Naibaho 58 Parbuluan Wiraswasta D 5 1500000 600000 1 420 0,4 1728 200 16000 4 59 L.Lbn Raja 30 Parbuluan Bertani D 0 2000000 280000 1 384 0,24 1152 0 16000 4 60 T.Sitohang 36 Parbuluan Bertani B 2 800000 180000 1 100 0,3 288 160 15000 3 61 P.Silaban 43 Parbuluan Bertani B 4 1500000 410000 1 900 0,8 5760 800 16000 12 62 R.Capah 32 Parbuluan Bertani C 6 3000000 972000 1 864 0,32 432 200 16000 7 63 M.Sagala 70 Parbuluan Bertani B 1 430000 105000 1 364 0,48 1152 400 15000 10 64 J.Sagala 59 Parbuluan Bertani B 3 3000000 658000 1 1080 0,6 4320 500 15000 15 65 M.Naibaho 42 Parbuluan Bertani C 2 1000000 68000 1 400 0,2 1728 100 15000 7


(4)

my Lhn Prod Kopi pohon 66 J.Silalahi 46 Parbuluan Bertani D 3 3000000 2470000 1 736 1 11520 200 15000 7

67 SS 48 Parbuluan Bertani D 4 1500000 527000 1 480 0,5 4800 400 16000 8

No Nama Umur Kec Pkerjaan Pddkn JT Pendptn Pngeluarn Dum my

Tenaker Luas Lhn

Jlh Prod

Pupuk Hrga Kopi

Umur pohon 68 E.Sitanggang 50 Parbuluan Bertani B 2 800000 410000 1 216 0,5 4600 0 16000 8 69 S.Sitanggang 39 Parbuluan Bertani D 6 2000000 414000 1 1584 1 9600 750 16000 10 70 M.Sitanggang 45 Parbuluan Bertani D 7 2000000 1430000 1 576 0,25 3840 400 16000 8 71 B.Sitanggang 38 Parbuluan Bertani D 5 2000000 1050000 1 576 0,75 2160 500 16000 5 72 S.Pasaribu 38 Parbuluan Bertani B 5 900000 266000 1 756 0,5 1920 100 14000 4 73 M.sianturi 40 Parbuluan Bertani D 3 1200000 396000 1 864 0,5 2400 200 14000 8 74 R.Boangmanalu 49 Parbuluan Bertani D 4 3000000 990000 1 1008 0,5 2640 200 14000 8 75 O.Nainggolan 41 Parbuluan Bertani C 5 1250000 301000 1 504 1 5280 200 14000 7 76 F.nainggolan 61 Parbuluan Bertani C 3 1000000 746000 1 756 1 4200 200 14000 9 77 P.Manalu 63 Parbuluan Bertani F 2 850000 686000 1 756 0,5 2640 200 14000 9 78 A.Sihite 62 Parbuluan Bertani D 5 1100000 350000 1 1512 1 9600 500 12000 10 79 S.Siregar 61 Parbuluan Bertani C 2 800000 270000 1 864 0,5 1920 200 14000 10 80 M.Tinambunan 45 Parbuluan Bertani D 5 4500000 765000 1 756 0,5 2640 220 14000 7 81 P.Munthe 35 Parbuluan Bertani D 3 2000000 380000 1 504 0,5 2400 200 14000 5 82 D.Sinaga 55 Parbuluan Bertani C 6 1000000 790000 1 2240 1,5 13200 600 16000 19 83 M.Situmorang 51 Parbuluan Bertani F 5 4300000 1040000 1 624 0,4 1440 400 14000 15 84 M.Sihombing 43 Parbuluan Bertani B 6 1000000 650000 1 216 1 2400 0 14000 5 85 K.Lbn Gaol 31 Parbuluan Bertani C 4 1500000 500000 1 336 0,52 2400 200 14000 7 86 M.Nababan 31 Parbuluan Bertani D 4 1000000 500000 1 416 0,2 864 400 14000 8


(5)

my Lhn Prod Kopi pohon 87 D.Nainggolan 40 Parbuluan Bertani B 3 1000000 485000 1 224 0,2 1080 300 17000 4 88 R.Manurung 42 Parbuluan Bertani D 6 1500000 620000 0 182 0,36 144 0 15000 80 89 M.Marbun 50 Parbuluan Bertani D 1 1300000 345000 0 504 0,48 204 50 17000 40 90 R.Berampu 46 Silima

Pungga-pungga

Bertani D 3 2000000 1402000 0 400 0,52 240 0 17000 90

91 S.Panjaitan 62 Silima Pungga-pungga

Bertani B 7 600000 475000 0 532 0,72 936 0 17000 42

92 B.Pasaribu 45 Silima Pungga-pungga

Wiraswasta D 4 4000000 2669000 0 448 0,4 624 200 17000 25

93 S.Simanjuntak 57 Silima Pungga-pungga

Bertani B 4 900000 492000 0 128 0,5 78 0 17000 50

94 Br Hasibuan 36 Silima Pungga-pungga

Bertani C 2 500000 205000 0 312 0,36 108 0 17000 40

95 S. Ambarita 63 Silima Pungga-pungga

Bertani A 0 500000 205000 0 336 0,36 60 0 17000 50

96 T.hasibuan 60 Silima Pungga-pungga

Bertani A 0 1000000 170000 0 609 0,4 360 0 17000 20

97 P.Br.marpaung 70 Silima Pungga-pungga

Bertani A 0 600000 180000 0 504 0,48 120 0 17000 55


(6)

my Lhn Prod Kopi pohon 98 P.Siagian 65 Silima

Pungga-pungga

Bertani C 0 500000 183000 0 462 1 600 60 17000 50

99 T.Bakkara 27 Silima Pungga-pungga

Bertani D 4 1000000 694000 0 189 0,28 90 0 17000 7

100 Sitorus 67 Silima Pungga-pungga