oleh Dinas Kesehatan. Jika sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan semisal keracunan dan kerugian lainnya maka pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas hal
tersebut. Selain itu larangan-larangan bagi para pelaku usaha dalam hal ini terkait dengan
produksi makanan juga sudah di perjelas dalam Undang-undang , dimana larangan tersebut dijelaskan pada pasal 8 Undang-undang nomo 8 tahun 1999, yaitu pelaku usaha
dilarang memproduksiatau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di isyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan, hal ini sering terjadi berkaitan dengan cara produksi makanan yang tidak sesuai dengan CPPB IRT. Tentu hal tersebut memicu kemungkinan terjadinya kerugian
bagi konsumen.
3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Makanan olahan industri rumah tangga banyak diminati oleh konsumen, dalam mengkonsumsi tentu saja konsumen berharap makanan tersebut tidak menimbulkan
kerugian baginya. Oleh karena itu guna melindungi kepentingan konsumen akan keselamatannya pelaku usaha diwajibkan bertanggung jawab atas produk yang
dihasilkannya. Melihat dinamika yang terjadi di lingkungan industri yang bersaing masih ada produk yang diproduksi melalui cara yang tidak benar yang tentunya berhubungan
dengan keamanan produk tersebut jika dikonsumsi. Terkait dengan produk makanan hasil industri rumah tangga, pelaku usaha
dituntut bertanggung jawab memberikan ganti rugi jika konsumen mengalami kerugian akibat dari mengkonsumsi makanan hasil produksinya misal terjadi keracunan atau hal-
hal yang berkaitan dengan keselamatan konsumen. Dalam UUPK terdapat tanggung jawab produk atau product lability. Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab
produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Dalam UUPK,
Pasal 19 ayat 1 merumusakan tanggung jawab produk dengan menyatakan: ” Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkann atau diperdagangkan. Dan pasal 19 ayat 2 menjelaskan bahwa ganti rugi tersebut dapat
berupa perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Pengertian konsumen
Konsumen memiliki arti yaitu orang atau perusahaan yang memakai barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau seseorang yang menggunakan
suatu persediaan atau sejumlah barang. Konsumen berasal dari bahasa Inggris-Amerika yaitu consumers, atau dalam bahasa Belanda disebut consument atau konsumen. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumen diartikan sebagai pemakai barang-barang hasil industri.
Menurut pakar konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan , konsumen terbagi menjadi tiga pengertian yaitu pertama, konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan
barang danatau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu. Kedua, konsumen antara yaitu setiap orang yang mendapatkan barang danatau jasa untuk digunakan dengan
tujuan membuat barangjasa lain atau untuk diperdagangkan. Selanjutnya konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakann barang danatau jasa
untuk tujuan memenuh kebutuhan hidupnya pribad, keluarga dan atau rumah tangganya dan tdak untuk diperdagangkan kembali non-komersial.
6
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap
orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang
bersatus sebagai pemakai barang dan jasa. Berkaitan dengan judul yang membahas tentang makanan ringan tentunya konsumen yang berhubungan langsung dengan
makanan yang dikonsumsinya.
6
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen,Kencana, Jakarta, 2011,Hlm 61
5. Hak-hak Konsumen