T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Pengguna Jasa Karaoke Keluarga Kota Salatiga T1 BAB II

BAB II PEMBAHASAN

1.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Hukum Perlindungan Konsumen

  Salah satu tujuan pembangunan nasional Negara Indonesia adalah untuk menngkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, baik materiil ataupun spiritual, yaitu dengan tersediannya kebutuhan pokok, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kesejahteraan serta kecerdasan bangsa merupakan wujud dari pembangunan yang diwujudkan oleh Pancasila. Dalam perwujudan tersebut maka perlu penyediaan terhadap barang dan jasa dengan kualitas yang baik. Hal tersbut akan memperjelas bahwa tiap-tiap warga negara mendapatkan hidup yang layak bagi kemanusiaan tanpa deskriminasi. Pertumbuhan serta perkembangan industri dan teknologi barang dan jasa menimbulkan dampak positif, antara lain, dapat disebutkan tersediannya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutu yang lebih baik, dan adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya, namun di lain sisi hal tersebut pula menimbulkan dampak negatif, yaitu dampak penggunaan yang salah serta di pengaruhi oleh prilaku bisnis yang timbul karena semakin ketatnya persaingan yang mempengaruhi masyarakat selaku konsumen. Berkaitan mengenai hal-hal di atas maka konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya karena praktik bisnis curang antar pelaku usaha. Maka dari itu sangat pentinglah suatu peraturan perlindungan konsumen, dimana dalam pemahaman bahwa semua masyarakat adalah konsumen, maka melindungi konsumen berarti pula melindungi seluruh lapisan masyarakat.

  Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan adanya hukum yang memberikan perlindungan kepada konsumen dari kerugian atas penggunaan produk barang dan jasa. Menurut peraturan perundang-undangan, Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan adanya hukum yang memberikan perlindungan kepada konsumen dari kerugian atas penggunaan produk barang dan jasa. Menurut peraturan perundang-undangan, Perlindungan Konsumen

  kepada konsumen. 1 Rumusan dalam pengertian Perlindungan konsumen pada Undang-

  undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen diatas tersebut cukup memadai, yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, Diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan para Konsumen atau pengguna jasa hanya demi kepentingan pelaku usaha.

  Pemakaian barang dan atau jasa mempunyai implikasi yang sangat luas bagi kehidupan, karenanya bentuk perlindungan yang diberikan harus meliputi segala sesuatu yang memungkinkan konsumen tidak ada mengalami kerugian sedikitpun. Dalam pengertian kerugian tersebut bukan hanya dilihat dari aspek jasmaniah semata, melainkan juga meliputi aspek ruhaniyah, diantaranya, yaitu :

  i. Perlindungan konsumen terhadap kemungkinan diserahkan barang dan atau jasa yang

  bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah sehingga haram hukumnya, kenyataan bahwa tidak semua barang atau jasa dapat dikategorikan sebagai produk yang halal. Karena itu, untuk mengarahkan konsumen kepada produk yang halal dan mencegah pemakaian suatu produk yang haram, di perlukan adanya perlindungan hukum.

  ii. Perlindungan konsumen terhadap kemungkinan di serahkan barang dan atau jasa

  melalui proses yang tidak sesuai dengan perjanjian. Kenyataan bahwa untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat, produsen sering menetapkan syarat-syarat perjanjian secara sepihak hingga tanpa memberikan kesempatan bagi konsumen untuk menentukan pilihan. Dalam hal ini, konsumen hanya diberikan kesempatan untuk

  menyepakati kontrak atau tidak sama sekali. 2

  Pada poin pertama mengartikan tujuan perlindungan cenderung pada persoalan halal dan haram yang melekat pada barang dan atau jasa yang merupakan tanggung jawab

  1 Pasal 1 angka (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 2 Burhanuddin S., SH., M.Hum, Pemikiran hukum perlindungan konsumen dan sertifikasi halal,

  (Malang: UIN-Maliki Press,2011) h.3 (Malang: UIN-Maliki Press,2011) h.3

  Kualifikasi peristiwa yang menimbulkan kerugian pada konsumen yang timbul karena memakai atau mengonsumsi suatu produk, yang awal mula harus diketahui ialah apakah kualifikasi hukum dari peristiwa yang menimbulkan kerugian itu, adakah hubungan kontraktual atau tidak ada hubungan hukum di antara pihak. Dalam kualifikasi ini dapat di saring, mana perbuatan yang merugikan akibat dari perbuatan wanprestasi, atau perbuatan melawan hukum. Unsur mana yang terpenuhi dalam peristiwa yang menimbulkan kerugian. Dalam hal terjadinya perbuatan Wanprestasi, harus menelaah adakah hubungan kontraktual antara kedua pihak, apakah memenuhi syarat-syarat dalam unsur wanprestasi. namun dalam kenyataan terkadang tidak mudah dilakukan, kalau ternyata ada hubungan kontraktual baik dalam bentuk sederhana sekalipun antara pelaku usaha dan konsumen, maka langkah berikutnya mencari atau mengumpulkan fakta-fakta sekitar terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian lalu mengkontruksikannya menjadi hubungan perjanjiankontrak. seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1320. Unsur kedua yaitu Perbuatan Melawan Hukum, Dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, khususnya menentukan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang menderita kerugian dari produk barangjasa, maka fakta-fakta sekitar peristiwa yang menimbulkan kerugian itu terlebih dahulu di kualifisir menjadi suatu perbuatan melawan hukum. Artinya, harus dapat di tunjukan bahwa perbuatan pelaku usaha adalah perbuatan melanggar hukum, baik itu berupa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, atau pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, melanggar kesusilaan, Kualifikasi peristiwa yang menimbulkan kerugian pada konsumen yang timbul karena memakai atau mengonsumsi suatu produk, yang awal mula harus diketahui ialah apakah kualifikasi hukum dari peristiwa yang menimbulkan kerugian itu, adakah hubungan kontraktual atau tidak ada hubungan hukum di antara pihak. Dalam kualifikasi ini dapat di saring, mana perbuatan yang merugikan akibat dari perbuatan wanprestasi, atau perbuatan melawan hukum. Unsur mana yang terpenuhi dalam peristiwa yang menimbulkan kerugian. Dalam hal terjadinya perbuatan Wanprestasi, harus menelaah adakah hubungan kontraktual antara kedua pihak, apakah memenuhi syarat-syarat dalam unsur wanprestasi. namun dalam kenyataan terkadang tidak mudah dilakukan, kalau ternyata ada hubungan kontraktual baik dalam bentuk sederhana sekalipun antara pelaku usaha dan konsumen, maka langkah berikutnya mencari atau mengumpulkan fakta-fakta sekitar terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian lalu mengkontruksikannya menjadi hubungan perjanjiankontrak. seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1320. Unsur kedua yaitu Perbuatan Melawan Hukum, Dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, khususnya menentukan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang menderita kerugian dari produk barangjasa, maka fakta-fakta sekitar peristiwa yang menimbulkan kerugian itu terlebih dahulu di kualifisir menjadi suatu perbuatan melawan hukum. Artinya, harus dapat di tunjukan bahwa perbuatan pelaku usaha adalah perbuatan melanggar hukum, baik itu berupa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, atau pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, melanggar kesusilaan,

   Apakah dalam peristiwa itu ada pelanggaran terhadap hak konsumen ?  Apakah dalam peristiwa itu pelaku usaha telah bertindak bertentangan dengan

  kewajibannya menurut undang-undang ?  Apakah pelaku usaha telah melakukan pelanggaran terhadap norma-norma kesusilaan ?  Apakah pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang lalai mengambil langkah-langkah

  dalam menjaga keselamatan konsumen.

2.1.2. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

  Berkaitan dengan pelanggaran yang menyababkan kerugian di atas, ada sejumlah asas yang terkandung dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Seperti definisi perlindungan konsumen sebelumnya telah dijelaskan, perlindungan tersebut dimaksud diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak terkait, masyarakat, pelaku usaha, serta peran pemerintah berdasarkan lima asas, dimana tertuang di dalam Undang- undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut

  UUPK yaitu : 3

  i.Asas manfaat ii.Asas keadilan iii.Asas keseimbangan

  iv.Asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta

  v.Asas kepastian hukum.

  3 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 2

  Dalam pengertian dan atau tujuan dari asas tersebut Janos Sidabalok mengatakan: Asas Manfaat mengamanatkan segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada gilirannya dapat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa. Asas Keadilan, asas ini menghendaki pengaturan dan penegakan perlindungan konsumen, konsumen dan pelaku usaha dapat berlaku adil dalam perolehan hak dan penunaian secara seimbang. Asas Kesimbangan dimaksud untuk memberi keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan

  pemerintah dalam arti materiil dan pula spiritual. 4 Asas keamana dan keselamatan konsumen

  dimaksud untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaiaan dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau di gunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan mendapatkan manfaat dari produk itu dan tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Asas Kepastian Hukum Dimaksudkan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, dan negara menjamin kepastian hukum, artinya asas ini mengaharapkan aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung didalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing

  pihak memperoleh keadilan. 5

  Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui asas yang tertuang di dalam peraturan ini ialah, Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang danatau jasa, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha

  4 Asas keseimbangan ini juga dianut oleh undang-undang no.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana terdapat pada pasal 2.

  5 Janos Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2014, h. 26-27 5 Janos Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2014, h. 26-27

  Berangkat dari pemahaman tersebut, penulis menjadikandikan sebagai pemahaman dasar untuk menggagas lebih dalam apa tujuan dari suatu aturan perlindungan konsumen itu, dan bagaimana polemik yang terjadi di kehidupan bermasyarakat, Dalam penulisan sekripsi ini, penulis mengangkat mengenai perlindungan konsumen terhadap tanggung jawab pelaku usaha, dan peran serta pemerintah daerah Salatiga dalam praktek penyelenggaraan jasa hiburan Karaoke Keluarga yang berasaskan keamanan dan keselamatan konsumen. Penting sekali bila kita perhatikan dalam lingkungan daerah kota Salatiga ini dimana banyak nya berdiri tempat hiburan karaoke keluarga. Namun kesadaran pemerintah serta lalai nya perhatian dari pelaku usaha mengenai tempat hiburan yang mereka dirikan sangat tidak sesuai dengan asas keamanan dan keselamatan tersebut. Terciptanya produk jasa hiburan ini apakah sengaja menjadi obyek yang berbeda dengan tempat hiburan malam lainnya yang ada di Salatiga, namun kegiatan usaha ini justru berjalan sama dengan tempat hiburan malam yang tidak sesuai dengan norma serta etika masyarakat sekitar, dimana telah di uaraikan diatas hukum perlindungan konsumen tercipta untuk melindungi seluruh lapisan masyarakat dimana masyarakat tersebut tidak lain adalah konsumen yang dilindungi oleh hukum tersebut.

2.1.3. Perlindungan Konsumen Jasa Hiburan Karaoke Keluarga

  Dalam penjelasan Hukum perlindungan konsumen sebelumnya, disebutkan bahwa Konsumen di lindungi dalam Pembelian, penggunaan, Pemakaian, dan atau pemanfaatan suatu produk barang dan atau jasa. Dalam Pasal angka 4 dan angka 5 UUPK di jelaskan Dalam penjelasan Hukum perlindungan konsumen sebelumnya, disebutkan bahwa Konsumen di lindungi dalam Pembelian, penggunaan, Pemakaian, dan atau pemanfaatan suatu produk barang dan atau jasa. Dalam Pasal angka 4 dan angka 5 UUPK di jelaskan

  disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 6 Jelas bahwa obyek yang di

  lindungi oleh hukum perlindungan konsumen disini berupa barang dan jasa sesuai dengan definisi yang telah dijelaskan dalam UUPK tersebut.

  Definisi dari Jasa hiburan karaoke keluarga memiliki pengertian yang sangat luas, namun secara umum Jasa Hiburan karaoke keluarga sama saja seperti tempat hiburan karaoke yang berkembang sekarang ini. Menurut Nugrahani dalam bukunya, Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi penghibur

  atau pelipur hati yang susah atau sedih 7 . Pada umumnya hiburan dapat berupa musik, film, opera, drama, ataupun berupa permainan bahkan olahraga. Berwisata juga dapat dikatakan

  sebagai upaya hiburan dengan menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya, Selain itu terdapat tempat-tempat hiburan atau klab malam sebagai tempat-tempat untuk melepas lelah, umumnya berupa hotel serta sarana hiburan seperti musik, karaoke, opera. Karaoke sendiri merupakan suatu wadah pelayanan jasa hiburan yang menyediakan tempat dan fasilitas menyanyi dengan atau tanpa pemandu lagu, Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 507) Karaoke adalah salah satu jenis hiburan dengan menyanyikan lagu- lagu populer dengan iringan musik yang telah direkam terlebih dahulu. Jadi Karaoke merupakan suatu tempat hiburan, yang terdapat disuatu wilayah dengan fungsi sebagai media hiburan bernyanyi, di iringi dengan musik yang sebelumnya telah direkam terlebih dahulu.

  Hiburan Karaoke Keluarga masuk dalam kategori suatu jasa karena menyediakan suatu tempat hiburan bagi keluarga dan pelayanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi

  6 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 4 dan angka 5. 7 Nugrahani, 2003. Budaya Lokal. Jakarta. Bina Aksara. Hlm.12 6 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 4 dan angka 5. 7 Nugrahani, 2003. Budaya Lokal. Jakarta. Bina Aksara. Hlm.12

  Perlindungan Konsumen jasa karaoke keluarga yang dimakasud ialah, perlindungan terhadap Hak-hak para konsumen tempat hiburan karaoke keluarga, perlindungan mengenai pemakaian, pemanfaatan, atau penggunaan jasa. Perlindungan dalam artian pelaku usaha yang menyediakan tempat atau sarana hiburan karaoke keluarga harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menyangkut keamanan, keselamatan, kenyamanan, serta kesehatan dalam beroperasi tempat hiburan tersebut. Dalam menggunakan atau memakai suatu jasa, seorang konsumen pasti memeriksa adanya suatu kekurangan dan atau kelebihan dari jasa tersebut. Konsumen tidak menginginkan jasa yang tidak memenuhi standar mutu. Apa yang menentukan konsumen akan puas, atau tidak puas terhadap suatu pemakaian jasa. Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas suatu jasa dengan mutu, kenyamanan, dan keamanan yang dirasakan oleh para konsumen itu sendiri. Untuk melindungi Hak-hak Para konsumen dalam menggunakan jasa yang disediakan oleh para pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya berdasar pada peraturan perundang- undangan. Pemberlakuan suatu peraturan perundang-undanganan, pada dasarnya dimaksud untuk mengubah atau mengarahkan perilaku dan atau situasi tertentu, dari semula yang Perlindungan Konsumen jasa karaoke keluarga yang dimakasud ialah, perlindungan terhadap Hak-hak para konsumen tempat hiburan karaoke keluarga, perlindungan mengenai pemakaian, pemanfaatan, atau penggunaan jasa. Perlindungan dalam artian pelaku usaha yang menyediakan tempat atau sarana hiburan karaoke keluarga harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menyangkut keamanan, keselamatan, kenyamanan, serta kesehatan dalam beroperasi tempat hiburan tersebut. Dalam menggunakan atau memakai suatu jasa, seorang konsumen pasti memeriksa adanya suatu kekurangan dan atau kelebihan dari jasa tersebut. Konsumen tidak menginginkan jasa yang tidak memenuhi standar mutu. Apa yang menentukan konsumen akan puas, atau tidak puas terhadap suatu pemakaian jasa. Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas suatu jasa dengan mutu, kenyamanan, dan keamanan yang dirasakan oleh para konsumen itu sendiri. Untuk melindungi Hak-hak Para konsumen dalam menggunakan jasa yang disediakan oleh para pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya berdasar pada peraturan perundang- undangan. Pemberlakuan suatu peraturan perundang-undanganan, pada dasarnya dimaksud untuk mengubah atau mengarahkan perilaku dan atau situasi tertentu, dari semula yang

  Perlindungan yang berusaha penulis terangkan dan teliti ialah mengenai perlindungan konsumen dalam konteks terhadap keamanan, keselamatan, serta mutu yang sesuai dengan aturan perundang-undangan dan aturan-aturan yang terkait, apakah pelaku usaha telah menjamin terpenuhinya asas keselamatan, dan keamanan yang telah tertuang dalam undang- undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 4 point a mengenai Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang danatau jasa. Hak tersebut mencakup seperti yang dirumuskan oleh mantan Presiden Amerika Serikat JohnF. Kennedy dalam pidatonya dihadapan kongres Amerika Serikat pada tahun 1962 yang menggagas tentang perlunya perlindungan konsumen, dan menyebutkan salah satu dari empat hak konsumen yang perlu mendapatkan perlindungan secara hukum, yaitu Hak Memperoleh

  Keamanan (The Right To safety). 8

2.1.4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Hiburan Karaoke Keluarga.

  Rumusan UUPK tentang pelaku usaha pada pasal 1 angka 3 disebutkan, Pelaku usaha ialah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang di dirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan di wilayah Hukum Republik Indonesia, Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Definisi diatas cukup jelas penjelasan mengenai pelaku usaha tersebut agar mudah menjaring kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha yang dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen yang menggunakan, memanfaatkan atau memakai barang danatau jasa, dan sesuai

  8 Darus, M.1980. Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar). Symposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen. BPHN.16 Oktober 1980.Binacipta. Jakarta.

  tujuan yang dituju oleh UUPK dimana untuk meningkatkan mutu, dan daya saing pelaku usaha secara lebih kompotitif dapat diwujudkan.

  Dalam UUPK tidak semata-mata perlindungan hanya di khususkan pada konsumen saja, namun peraturan menyangkut perlindungan terhadap pelaku usaha pula. Peraturan ini memberi suatu kepastian hukum kepada konsumen serta pelaku usaha. Dimana telah di jelaskan sebelum terhadap konsumen, begitupun Pelaku usaha yang memiliki Hak dan Kewajiban, yang diatur dalam UUPK yakni terdiri dari :

   Hak Pelaku Usaha

  o

  Hak Untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan.

  o

  Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

  o

  Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

  o

  Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan.

  Dan Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan lainnya.  Kewajiban Pelaku usaha :

  o

  o

  Beritikad baik melakukan kegiatan usahanya.

  o

  Menberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.

  o

  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

  o

  Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang daatau jasa yang berlaku.

  o

  Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian barangjasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

  Dari ketentuan yang di atur mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha ini berketentuan yang saling berkaitan dimana kewajiban yang harus di lakukan oleh pelaku usaha di imbangi dengan hak-hak yang harus di lindungi pula. Dengan itu jika terjadi kesalahan, kelalaian yang merugikan pihak konsumen dapat dengan mudah untuk mendiagnosa apakah ada kelalaian atau kesalahan dari pelaku usaha yang melanggar peraturan.

  Mendasar dari itu penulis berusaha melakukan penelitian terhadap tempat hiburan karaoke keluarga yang memiliki tingkat perlindungan yang kurang memadai, atau tidak mendasar pada peraturan perundang-undangan. Hal tersebut menyangkut keamanan, keselamatan serta mutu yang di tawarkan oleh pelaku usaha yang menimbulkan kerugian dari pihak konsumen. Dimana ada kelalaian dari pelaku usaha terhadap beroprasinya tempat hiburan jasa karaoke keluarga di Salatiga, menyangkut pelanggaran hak dan kewajiban dalam UUPK. Pelanggaran yang dimaksud yaitu pelaku usaha yang menentang asas keamanan, dan keselamatan terhadap konsumen. Pelanggaran tersebut harus dipertanggung jawabkan oleh pelaku usaha, baik secara perdata, pidana dan atau administratif. Dimana adanya indikasi kerugian konsumen dalam memanfaatkan produk tersebut dan menimbulkan kerusakan, pencemaran, danatau kerugian. 9

  Dalam bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap terjadinya kerusakan, pencemaran, danatau kerugian dapat secara perdata, pidana dan atau administratif. Persoalan

  9 Pasal 19 Undang-undang no 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

  pertanggung jawaban merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Sangat diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Perlu diketahui pada lapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan- pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh pelanggar hak konsumen, seperti penjelasan Kelik Wardiono S.H, M.H. dalam bukunya tentang Hukum perlindungan konsumen, secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :

  a) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault), Prinsip tanggung

  jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPdt, Pasal 1365, 1366, 1367 prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya, Pasal 1365 KUHPdt yang dikenal sebagai pasal tentang Perbuatan Melawan Hukum mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu :

  o adanya perbuatan. o adanya unsur kesalahan. o adanya kerugian yang diderita. o adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

  b) Pertanggung jawaban berdasarkan praduga selalu bertanggung jawab (presumption of

  liability), Prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslas) diterima dalam prinsip tersebut. UUPerlindungan Konsumen mengadopsi pembuktian terbalik ini ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23 UUPK. Dasar pemikiran dari teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini liability), Prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslas) diterima dalam prinsip tersebut. UUPerlindungan Konsumen mengadopsi pembuktian terbalik ini ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23 UUPK. Dasar pemikiran dari teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini

  c) Pertanggung jawaban berdasarkan Praduga Selalu Tidak Bertanggung Jawab

  (Presumption of non-liability), Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab ini kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, namun, hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian dapat di benarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabinbagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

  d) Pertanggung jawaban berdasarkan Tanggung Jawab Mutlak (strict liability), tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure atau keadaan memaksa.

  e) Pertanggung jawaban berdasarkan Pembatasan Tanggung Jawab (limitation of liability), Tanggung jawab dengan pembatasan ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Namun, Dalam UUPK yang baru seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas. 10

  10 Kelik Wardiono S.H, M.H., Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta : Ombak Dua, 2014, hl. 77

  Penjelasan mengenai prinsip Tanggung Jawab tersebut menjadi bahan dalam menganalisa pertanggung jawaban pihak mana yang harus bertanggung jawab dalam kerugian yang diderita oleh Konsumen. Hal ini seharusnya di perhatikan oleh para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha nya, kewajiban pelaku usaha sangatlah berpangaruh bagi perlindungan konsumen itu sendiri.

2.1.5. Kebijakan Publik

  Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang perorangan atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang di kehendaki. Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan kemudian menghasilkan suatu keselarasan dengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan dapat dan seringkali diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak di capai, padahal ia hanyalah sekedar alat, namun sebagai alat yang sangat penting.

  Tidak jarang bagi sebagian orang atau kelompok tertentu, kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Memang perlakuan yang demikian dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik yang tepat, maka tujuan yang Tidak jarang bagi sebagian orang atau kelompok tertentu, kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Memang perlakuan yang demikian dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik yang tepat, maka tujuan yang

  Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau bobot yang sama jika dilihat dari sudut tingkat pentingnya. Ada kebijakan yang sangat penting dan mendesak, namun tidak sedikit yang tergolong bukan skala prioritas, meskipun semua kebijakan publik memiliki nilai strategis atau sama sama penting. Semua itu tergantung dari isi dan tujuan yang hendak dicapai. Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan yang sama memiliki makna strategis yang berbeda di daerah atau tempat lain. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah negara dimana sebuah kebijakan tertentu dianggap sangat penting dan mendesak, sementara bagi negara lain tidak diperlakukan demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki peranan yang menentukan arti strategis sebuah kebijakan, disamping faktor substansi atau isi

  kebijakan. 11

  Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye yang menyatakan “Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.” 12 Pendapat lebih eksplisit

  dikemukakakn oleh Pater Cane dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan policy

  11 http:pustaka.unpad.ac.idwp-contentuploads201310pustaka_unpad_kebijakan_publik.pdf ,

  dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2016 pukul 14.17

  12 Ibid h. 14 12 Ibid h. 14

  

  pemerintah yang seyogianya berdasarkan statutory. 13

  Kebijakan tidak selalu direalisasikan dalam bentuk peraturan, tetapi juga dengan tindakan (danatau tidak melakukan tindakan). Khususnya dalam konteks peraturan kebijakan, maksud dari adanya tindakan ini adalah supaya kebijakan pemerintah tersebut dapat diketahui oleh publik, naar buiten gebracht schriftelijk beleid (harfiahnya berarti

  menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis). 14

  Di Kota Salatiga sendiri, kebutuhan masyarakat mengenai tempat hiburan sangatlah tinggi, mengingat bahwa perlunya melepas penat atau kesibukan sehari-hari. Maka sangatlah penting dan lumrah jika tempat hiburan berdiri dengan pesatnya di kota Salatiga, terkhusus kebutuhan terhadap tempat hiburan seperti Karaoke keluarga. Namun kondisi seperti ini harus terkontrol oleh pemerintah, karena tingkat kebutuhan harus berimbang pula dengan pengoperasian tempat hiburan karaoke keluarga tersebut, serta melihat kondisi yang setidaknya dapat terpercaya dan layak jika di gunakan oleh masyarakat Salatiga. intinya adalah semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan terhadap tempat hiburan pun akan semakin meningkat begitupun tempat hiiburan karaoke keluarga yang banyak peminatnya. Tetapi dalam prakteknya bertumbuhnya dan berkembangnya tempat hiburan jasa karaoke keluarga ini semakin simpang siur dalam sistem pengoperasiannya. Baik terhadap keamanan terhadap pengguna, keaamanan terhadap lingkungan sekitar, yang menimbulkan efek negative pada konsumen terkhusus masyarakat Salatiga. Seperti beberapa waktu lalu mnyimak penelitian singkat yang dilakukan oleh penulis terhadap beberapa tempat penyedia layanan jasa tempat hiburan karaoke keluarga di kota Salatiga, beroprasinya tempat hiburan tersebut tidak memiliki sistem keamanan yang mampu untuk menjamin keamanan konsumen

  13 Pater Cane, Administrative Tribunals and Adjudocation, Oxford-Portland: Hart Publishing,2009, h. 147

  14 Philipus M. Hadjon, et al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,2002, hlm. 152.

  dalam memanfaatkan jasa tersebut, hal tersebut jelas membuat tingkat keselamatan para konsumen bergantung pada nasib yang akan di deritanya, di tambah beredarnya minuman keras yang di pergangkan di tempat tersebut, jika di kaitkan atau di telaah bahwa layanan jasa hiburan karaoke tersebut di peruntukan untuk Keluarga (Karaoke Keluarga) sangat tidak sejalur, dan menyimpangi terhadap keinginan oleh masyarakat Salatiga, begitupun terhadap pemerintah kota Salatiga sendiri terkait perizinan berdirinya lokasi hiburan tersebut. Pengoperasian tempat hiburan yang diperuntukan kepada keluarga semestinya melihat dan memperhatikan arti dari keluarga, jika pelaku usaha lalai dalam keamanannya, dan tidak menjamin keselamatan, juga mutu yang di berikan maka samalah arti tempat hiburan tersebut dengan hiburan malam yang memberi pengaruh negatif pada masyarakat Salatiga. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Salatiga berperan penting dalam upaya melindungi hak para konsumen serta menjamin kewajiban para pelaku usaha terhadap pengoperasian tempat hiburan tersebut. Keselamatan, keamanan dan mutu tempat hiburan karaoke keluarga tersebut harus lebih di perhatikan pemerintah kota Salatiga agar tidak memberi akses negatif bagi masyarakatnya. Memberi perhatian terhadap media hiburan tersebut agar tidak membahayakan atau pada kategori aman, dengan hal ini akan memperkecil resiko yang akan ditimbulkan kepada masyarakat. Hal tersebut melibatkan dinas yang terkait untuk terjun langsung mengawasi kondisi tempat hiburan karaoke keluarga yang berkembang di masyarakat kota Salatiga.

2.1.6 Kewenangan Pemerintah Daerah

  Indonesia adalah sebuah Negara yang wilayahnya terbagi-bagi atas Daerah-Daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah Provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Umum di wilayah Daerah Provinsi. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang. Pemerintah Daerah Indonesia adalah sebuah Negara yang wilayahnya terbagi-bagi atas Daerah-Daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah Provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Umum di wilayah Daerah Provinsi. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang. Pemerintah Daerah

  Pemerinth Daerah diselenggarakan berdasarkan Kriteria Eksternalitas, Akuntabilitas, dan Efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan susunan Pemerintah.

  Kriteria Eksternalitas adalah Kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul bersifat lokal atau lintas KabupatenKota dan atau regional sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperlihatkan pertanggungjawaban pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenKota dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintah dengan memperlihatkan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan Pemerintahan antara ditangani pemerintah daerah kabupatenkota, pemerintah daerah provinsi danatau pemerintah.

  Dalam menyelenggarakan Pemerintah, Pemerintah Pusat menggunakan Asas

  16 17 Desentralisasi 18 , Tugas Pembantu , dan Dekonsentrasi , sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah

  menggunakan Asas Otonomi dan Tugas Pembantu.

  15 Wikipedia, ”Pemerintah Daerah di Indonesia”, 12 Oktober 2015, pukul 02.38, http:id.wikipedia.orgwikiPemerintahan Daerah di Indonesia,dikunjungi pada tanggal 31 Agustus 2016 pukul

  20.39 WIB.

  16 Asas Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem NKRI.

  17 Asas Tugas Pembantu adalah Asas yang menghendaki adana tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom tinggi dengan

  kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

  18 Asas Dekonsentrasi adalah asas yang menghendaki adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah atau kepala instansivivertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.

  Berbicara menenai Otonomi Daerah, istilah Otonomi Daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu Autos yang artinya sendiri dan Nomos yang artinya aturan. Otonomi daerah adalah Hak, Wewenang dan Kewajiban yang diberikan kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah dan kepentingan Masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat

  untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Dalam menyelenggarakan Otonomi, Daerah mempunyai Hak untuk : 19

  a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

  b. Memilih pimpinan daerah;

  c. Mengelola aparatur daerah;

  d. Mengelola kekayaan daerah;

  e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

  f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.

  g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

  h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  Dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka Daerah mempunyai kewajiban sebagai

  berikut: 20

  a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

  b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

  19 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 20 Ibid.

  c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

  d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

  e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

  f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

  g. Menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak;

  h. Mengembangkan sistem jaminan social;

  i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. Melestarikan lingkungan hidup; l. Mengelola administrasi kependudukan; m. Melestarikan nilai sosial budaya; n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang–undangan sesuai dengan

  kewenangannya; dan o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  Adanya Hak dan Kewajiban tersebut, Otonomi Daerah memiliki peran penting dalam menyelenggarakan dan mewujudkan kesejahteraan sosial pada masyarakat disuatu Daerah karena pelaksanaan Otonomi Daerah berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan untuk mengetahui kriteria urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah juga telah di Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan untuk mengetahui kriteria urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah juga telah di

  Daerah pada Pasal 13 Ayat (4), yang meliputi: 21

  a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupatenkota;

  b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupatenkota;

  c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupatenkota;danatau

  d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan

  oleh Daerah kabupatenkota.

  Maka berlandaskan dari peraturan diatas, jelas bahwa Pemerintah Kota Salatiga sebagai bagian dari Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peranan yang penting dalam memberikan Kebijakan dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat di Kota Salatiga yang dilakukan berdasarkan Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Pemerintah Kota Salatiga wajib menciptakan Ketentraman, Keharmonisan dan Keadilan Sosial bagi seluruh lapisan Masyarakat di Kota Salatiga.

  Dalam menjalankan semua kebijakan dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat Salatiga, Pemerintah kota Salatiga memiliki kewenangan dalam membentuk suatu aturan, memberi keputusan dalam menjalakan suatu kebijakan, serta dan menindak lanjuti suatu aturan yang dilanggar oleh pihak-pihak yang menentang aturan tersebut. Dalam menjalankan pemerintahan yang kita ketahui dikenal mengenai istilah Diskresi, diskresi (discretion) adalah kebijaksanaan, keleluasaan, penilaian, kebebasan untuk menentukan. Discretionnary berarti kebebasan untuk menentukan atau memilih. Istilah diskresi ini sering disebut dengan Ermessen yakni mempertimbangkan, menilai, menduga atau menilai, pertimbangan, dan atau keputusan. Dari kata diskresi ini Berdasarkan pengertian dari segi bahasa tersebut, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan diskresi yang relevan

  21 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  pada tulisan ini adalah pertimbangan sendiri, wewenang untuk melakukan tindakan berdasarkan kebijakan sendiri, pertimbangan seorang pejabat publik dalam melakukan tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk mengambil pilihan melakukan atau tidak melakukan tindakan. Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Florence Heffron dan Neil

  McFeeley, bahwa diskresi pemerintah itu mengandung makna sebagai berikut 22 :

  “Memperkenankan pemerintah untuk mengambil keputusan ketika, kapan, bagaimana, dan terhadap siapa pengaturan dan ketentuan itu akan diterapkan. Diskresi pemerintah itu

  diperluas ketika pembuat undang-undang tidak merumuskan standar atau standar yang samar atau tidak memiliki arti tegas yang membolehkan dan mengharuskan pemerintah menentukan sendiri substansi dan penerapan peraturan”.

  Maka dari itu pemerintah kota Salatiga tidak boleh atau tidak bisa menolak untuk memberikan pelayanan bagi warga masyarakatnya dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Ketika tidak ada peraturan perundang-undangan atau ada peraturan perundang-undangan, namun normanya samar atau multiinterpretasi, pemerintah dapat menggunakan diskresi. Jelas kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Salatiga, memiliki peranan yang sangat kuat dalam setiap kebijakan nya. Hal tersebut memberi peran dalam menindak dan atau menegakan suatu pelanggaran yang dilanggar oleh setiap pelaku usaha yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk melindungi seluruh lapisan masyarakat kota Salatiga.

2.1.7 Ketentuan PERDA di Kota Salatiga yang Berkaitan dengan

  Penyelenggaraan layanan Jasa Hiburan Karaoke Keluarga.

  I. Dasar Hukum yang digunakan adalah :

  22 Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative Regulatory Process, Longman, New York, 1983, hlm.44 .

  o Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan

  Pariwisata. o Isi ketentuan umum. 23

  II. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

   Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

  dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan Daya Tarik Wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

   Wisatawan adalah orang yang melakukan Wisata.  Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan Wisata dan didukung berbagai fasilitas serta

  layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan Pemerintah Daerah.  Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang danatau jasa bagi pemenuhan

  kebutuhan Wisatawan dan Penyelenggaraan Pariwisata.  Penyelenggara Pariwisata adalah orang perseorangan atau atau Badan usaha Indonesia

  yang melakukan kegiatan Usaha Pariwisata.  Tanda Daftar Usaha Pariwisata, yang selanjutnya disingkat TDUP, adalah dokumen

  resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwasata yang dilakukan oleh Penyelenggara Pariwisata telah tercantum didalam Daftar Usaha Pariwisata.

  Dalam peraturan daerah kota Salatiga tersebut, mengatur mengenai tempat hiburan jasa karaoke, kebijakan pemerintah daerah kota Salatiga mengatur layanan jasa karaoke sebagai salah satu penyelenggaraan pariwisata. Penyelenggaraan tersebut di bawah naungan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang Selanjutnya disebut SKPD, sesuai dengan asas otonomi dan

  23 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pariwisata 23 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pariwisata

  Dalam kebijakan penyelenggaraan Usaha layanan jasa karaoke sebagai salah satu tujuan wisata oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga, penulis mengurai aturan penting dan mendasar dalam menyelenggarakan tempat wisata yang dimaksud ialah layanan jasa karaoke termasuk dalam artian karaoke keluarga, seperti yang telah dirumuskan pada Pasal 2, Pasal Pasal 5 ayat 1 huruf f, Pasal 11 huruf h, Pasal 14 huruf f, Pasal 17, Pasal 26 ayat 2, Pasal 29, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata, yang menyatakan bahwa pelaksanaan Penyelenggaraan harus memenuhi kriteria dan mendasar pada aturan sebagai berikut :  Pasal 2

  Penyelenggaraan Usaha Pariwisata didasarkan pada prinsip : (a). Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep

  hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan.

  (c). M emberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas. (h). Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Pasal 5 (1) Huruf f. Usaha pariwisata termasuk didalamnya, usaha Penyelenggaraan kegiatan

  hiburan dan rekreasi.  Pasal 11 huruf h.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Pengaruh model learning cycle 5e terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem ekskresi

11 137 269