DAYA KENDALI HERBISIDA METIL METSULFURON TERHADAP GULMA DAUN LEBAR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN (TM)

(1)

ABSTRAK

DAYA KENDALI HERBISIDA METIL METSULFURON TERHADAP GULMA DAUN LEBAR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN (TM)

Oleh

Resti Kartini

Kelapa sawit merupakan salah satu hasil perkebunan yang dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Dalam upaya peningkatan produksi tanaman kelapa sawit salah satu yang harus diperhatikan adalah pemeliharaan tanaman, khususnya pengendalian gulma. Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang telah banyak dilakukan yaitu pengendalian secara kimiawi, salah satunya yaitu menggunakan herbisida berbahan aktif metil metsulfuron. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman kelapa sawit menghasilkan, mengetahui adanya perubahan komposisi jenis gulma daun lebar yang tumbuh setelah aplikasi herbisida metil metsulfuron, dan mengetahui tingkat fitotoksisitas herbisida metil metsulfuron terhadap tanaman kelapa sawit.


(2)

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit Desa Pancasila,

Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 8 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan herbisida terdiri dari herbisida metil metsulfuon dengan dosis 15, 20, 25, 30, 40, dan 50 g/ha, penyiangan mekanis, dan kontrol. Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlet, additivitas data diuji dengan Uji Tukey dan perbedaan nilai tengah diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa : (1) herbisida metil metsulfuron pada semua taraf dosis yang diuji (15 – 50 g/ha) efektif menekan pertumbuhan gulma daun lebar total hingga 12 MSA termasuk gulma Ageratum conyzoides, namun tidak dapat mengendalikan gulma Mikania micrantha, (2) seluruh perlakuan herbisida metil metsulfuron (15 – 50 g/ha) menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi gulma di perkebunan kelapa sawit dan mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah spesies gulma, (3) aplikasi herbisida metil metsulfuron pada gulma di piringan kelapa sawit tidak menyebabkan daun maupun akar tanaman kelapa sawit teracuni.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Banyuurip Kecamatan Wonosobo Kabupaten

Tanggamus pada 21 April 1993 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Supriyanto dan Ibu Fathonah. Penulis menyelesaikan

pendidikan di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal pada tahun 1997, kemudian lulus di Sekolah Dasar Negeri 1 Banyuurip, Wonosobo pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Muhamadiyah 1 Wonosobo dan pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan di SMA Perintis 2 Bandar Lampung.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademis. Penulis pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah yaitu Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma, Herbisida Lingkungan, serta Pengelolaan Gulma dan Herbisida. Pada bulan Juli 2013 penulis melakukan Praktik Umum di Kebun Percobaan Taman Bogo Balai Penelitian Tanah Lampung Timur, kemudian pada bulan Januari 2014 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata Universitas Lampung di Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(8)

Dengan rasa syukur dan kerendahan hati ,kerja keras karya

ini kupersembahkan kepada:

Kedua orangtuaku

Bapak Supriyanto dan Ibu Fathonah yang telah mendidik,

memotivasi, memberikan kasih sayang, dan mengorbankan

segalanya

Adikku

Berka Ridha Rahmainingtyas yang selalu mendukung dan

memberikan semangat

Seseorang yang selalu memberikan semangat, perhatian dan

pengertian

Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan

bantuan yang tak ternilai selama ini


(9)

Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan (Herodotus)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku pembimbing utama atas bantuan, bimbingan, nasehat, kritik, dan saran kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi;

2. Bapak Dr. Ir. Rusdi Evizal, M.S., selaku pembimbing kedua atas segala masukan saran, bantuan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi;

3. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku pembahas atas segala kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi;


(11)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan perkuliahan;

7. Kedua orang tua serta adik penulis atas segala kasih sayang, dukungan, doa, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama ini;

8. Deni Ardinata atas segala semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini;

9. Kak Darso Waluyo dan kak Fernando Iskandar Damanik, atas segala bantuan dan bimbingan kepada penulis selama melaksanakan penelitian;

10. Ervyanti Verica Sari, Ni Wayan Devhi Lestari, Novri Dwi Damayanti, Nurul Hidayati Khasanah, Retta Ramadhina Rias, Taufik Mahfut, dan Mutoharoh atas segala bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi;

11. Mas Yono dan Mas Khoiri selaku tenaga kebun yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 4

1.3Landasan Teori ... 4

1.4Kerangka Pemikiran ... 6

1.5Hipotesis ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Prospek Budidaya Kelapa Sawit ... 9

2.2Botani dan Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ... 10

2.3Gulma dan Kerugian yang Ditimbulkan ... 12

2.4Pengendalian Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit ... 13

2.5Herbisida Metil Metsulfuron ... 14

III BAHAN DAN METODE ... 17

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2Bahan dan Alat ... 17

3.3Metode Penelitian ... 17

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 18

3.4.1 Persiapan Awal ... 18

3.4.2 Aplikasi Herbisida ... 19


(13)

3.5 Pengambilan Sampel Gulma ... 21

3.5.1 Sebelum Aplikasi ... 21

3.5.2 Setelah Aplikasi ... 21

3.6 Variabel Pengamatan ... 22

3.6.1 Persentase Keracunan Gulma Daun Lebar Total ... 22

3.6.2 Persentase Penutupan Gulma Daun Lebar Total ... 22

3.6.3 Bobot Kering Daun Lebar Total dan Dominan ... 22

3.6.4 Summed Dominance Ratio (SDR) ... 23

3.6.5 Fitotoksisitas ... 24

3.6.5.1 Fitotoksisitas Herbisida terhadap Daun Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan ... 24

3.6.5.2 Fitotoksisitas Herbisida terhadap Akar Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan ... 25

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Persen Penutupan Gulma Daun Lebar Total ... 26

4.2 Persen Keracunan Gulma Daun Lebar Total Total ... 27

4.3 Bobot Kering Gulma Daun Lebar ... 29

4.4 Bobot Kering Gulma Dominan Daun Lebar ... 30

4.4.1 Bobot Kering Gulma Ageratum conyoides ... 30

4.4.2 Bobot Kering Gulma Mikania micrantha ... 32

4.5 Summed Dominance Ratio (SDR) Gulma Awal ... 34

4.6 Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma ... 35

4.7 Koefisien Komunitas ... 37

4.8 Fitotoksisitas Herbisida Metil Metsulfuron terhadap Tanaman Kelapa Sawit ... 39

4.8.1 Fitotoksisitas Herbisida pada Daun Kelapa sawit ... 39

4.8.2 Fitotoksisitas Herbisida pada Akar Kelapa Sawit ... 41

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

PUSTAKA ACUAN ... 45 LAMPIRAN Tabel 14 – 72 ... 48 - 67


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan herbisida metil metsulfuron pada lahan tanaman

kelapa sawit menghasilkan. ... 18

2. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap penutupan gulma daun lebar total. ... 26

3. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap keracunan gulma daun lebar total. ... 28

4. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering gulma daun lebar total. ... 30

5. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering gulma Ageratum conyoides. ... 31

6. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering gulma Mikania micrantha. ... 33

7. Summed Dominance Ratio (SDR) gulma awal. ... 34

8. Jenis dan tingkat dominansi gulma daun lebar pada 2 MSA. ... 36

9. Jenis dan tingkat dominansi gulma daun lebar pada 4 MSA. ... 36

10. Jenis dan tingkat dominansi gulma daun lebar pada 8 MSA. ... 36

11. Jenis dan tingkat dominansi gulma daun lebar pada 12 MSA. ... 37

12. Nilai koefisien komunitas gulma daun lebar. ... 37

13. Bobot akar tanaman kelapa sawit. ... 41

14. Penutupan gulma daun lebar total 2 MSA (%). ... 48

15. Transformasi √√√(x+0,5) penutupan gulma daun lebar total (%) pada 2 MSA. ... 48


(15)

16. Analisis ragam untuk penutupan gulma daun lebar total 2 MSA. ... 48 17. Penutupan gulma daun lebar total 4 MSA (%). ... 49 18. Transformasi √√√(x+0,5) penutupan gulma daun lebar

total (%) pada 4 MSA. ... 49 19. Analisis ragam untuk penutupan gulma daun lebar total 4 MSA. ... 49 20. Penutupan gulma daun lebar total 8 MSA (%). ... 50 21. Transformasi √√√(x+0,5) penutupan gulma daun lebar

total (%) pada 8 MSA. ... ... 50 22. Analisis ragam untuk penutupan gulma daun lebar

total 8 MSA. ... 50 23. Penutupan gulma daun lebar total 12 MSA (%). ... 51 24. Analisis ragam untuk penutupan gulma daun lebar

total 12 MSA. ... 51 25. Keracunan gulma daun lebar total 2 MSA (%). ... 51 26. Transformasi √√√(x+0,5) keracunan gulma daun lebar

total (%) pada 2 MSA. ... 52 27. Analisis ragam untuk keracunan gulma daun lebar

total 2 MSA. ... 52 28. Keracunan gulma daun lebar total 4 MSA (%). ... 52 29. Transformasi √√√(x+0,5) keracunan gulma total (%)

pada 4 MSA. ... 53 30. Analisis ragam untuk keracunan gulma daun lebar

total 4 MSA. ... 53 31. Keracunan gulma daun lebar total 8 MSA (%). ... 53 32. Transformasi √√√(x+0,5) keracunan gulma daun lebar

total (%) pada 8 MSA. ... 54 33. Analisis ragam untuk keracunan gulma daun lebar

total 8 MSA. ... 54 34. Keracunan gulma daun lebar total 12 MSA. ... 54


(16)

35. Transformasi √√√(x+0,5) keracunan gulma daun lebar

total (%) pada 12 MSA. ... 55 36. Analisis ragam untuk keracunan gulma daun lebar

total 12 MSA. ... 55 37. Bobot kering gulma daun lebar 2 MSA (g/0,5 m2). ... 55 38. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma daun lebar

(g/0,5 m2) pada 2 MSA. ... 56 39. Analisis ragam untuk bobot kering gulma daun lebar

2 MSA. ... 56 40. Bobot kering gulma daun lebar 4 MSA (g/0,5 m2). ... 56 41. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma daun lebar

(g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 57 42. Analisis ragam untuk bobot kering gulma daun lebar

4 MSA. ... 57 43. Bobot kering gulma daun lebar 8 MSA (g/0,50 m2). ... 57 44. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma daun lebar

(g/0,5 m2) pada 8 MSA. ... 58 45. Analisis ragam untuk bobot kering gulma daun lebar

8 MSA. ... 58 46. Bobot kering gulma daun lebar 12 MSA (g/0,5 m2). ... 58 47. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma daun lebar

(g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 59 48. Analisis ragam untuk bobot kering gulma daun lebar

12 MSA. ... 59 49. Bobot kering gulma Ageratum conyzoides (g/0,5 m2)

pada 2 MSA. ... 59 50. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Ageratum

conyzoides (g/0,5 m2) pada 2 MSA. ... 60 51. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Ageratum

conyzoides 2 MSA. ... 60 52. Bobot kering gulma Ageratum conyzoides (g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 60


(17)

53. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma

Ageratum conyzoides (g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 61 54. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Ageratum

conyzoides 4 MSA. ... 61 55. Bobot kering gulma Ageratum conyzoides (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 61 56. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma

Ageratum conyzoides (g/0,5 m2) pada 8 MSA. ... 62 57. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Ageratum

conyzoides 8 MSA. ... 62 58. Bobot kering gulma Ageratum conyzoides (g/0,5 m2)

pada 12 MSA. ... 62 59. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma

Ageratum conyzoides (g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 63 60. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Ageratum

conyzoides 12 MSA. ... 63 61. Bobot kering gulma Mikania micrantha (g/0,5 m2)

pada 2 MSA. ... 63 62. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Mikania

micrantha (g/0,5 m2) pada 2 MSA. ... 64 63. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Mikania

micrantha 2 MSA. ... 64 64. Bobot kering gulma Mikania micrantha (g/0,5 m2)

pada 4 MSA. ... 64 65. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Mikania

micrantha (g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 65 66. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Mikania

micrantha 4 MSA. ... 65 67. Bobot kering gulma Mikania micrantha (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 65 68. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Mikania


(18)

69. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Mikania

micrantha 8 MSA. ... 66 70. Bobot kering gulma Mikania micrantha (g/0,5 m2)

pada 12 MSA. ... 66 71. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Mikania

micrantha (g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 67 72. Analisis ragam untuk bobot kering gulma Mikania


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron ... 15

2. Tata letak percobaan ... 19

3. Area aplikasi herbisida ... 20

4. Titik pengambilan sampel gulma ... 21

5. Gulma Ageratum conyzoides ... 32

6. Gulma Mikania micrantha ... 34

7. Fitotoksisitas herbisida terhadap tanaman kelapa sawit pada 6 MSA ... 40


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang dan Masalah

Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap pembangunan perekonomian industri selain dari minyak dan gas bumi yang selama ini merupakan komoditi andalan

Indonesia. Salah satu komoditi perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Kelapa sawit adalah bahan dasar untuk menghasilkan CPO (Crude Palm Oil), yaitu bahan dasar pembuatan minyak goreng yang merupakan salah satu sumber minyak nabati yang sangat dibutuhkan oleh semua kalangan. Produk kelapa sawit berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan industri bahan makanan maupun bahan non pangan untuk keperluan industri. Produktifitas minyak nabati kelapa sawit berada jauh di atas tanaman lainnya. Dengan potensi produksi yang demikian tinggi, kelapa sawit dan produknya sudah sangat dikenal luas oleh sebagian besar penduduk dunia (Edward, 2007).

Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu seluas 9,1 juta ha yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dengan produksi 32,76 juta ton CPO pada tahun 2013. Dalam budidaya tanaman


(21)

2

kelapa sawit selalu ada hambatan yang mengganggu tercapainya hasil yang optimal. Salah satu penyebabnya adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman yang sering dijumpai dalam kegiatan budidaya tanaman adalah hama, penyakit, dan gulma. Salah satu OPT yang dianggap penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah gulma. Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki dan keberadaannya mengganggu kegiatan manusia terutama dalam kegiatan budidaya tanaman. Gulma dapat mengganggu dalam hal mendapatkan air, unsur hara, sinar matahari, dan ruang tumbuh. Pada tanaman kelapa sawit gulma dapat menurunkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sebesar 20%, misalnya adalah gulma Mikania micrantha karena pertumbuhannya sangat cepat dan mengeluarkan zat allelopatik yang bersifat racun bagi tanaman (Ditjenbun, 2013).

Salah satu usaha pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit adalah dengan menerapkan metode kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida. Menurut Sembodo (2010), penggunaan herbisida memiliki keuntungan di antaranya adalah mampu mengendalikan gulma tanpa mengganggu tanaman budidaya, efisiensi dalam waktu dan tenaga kerja yang digunakan, dan dapat mencegah erosi serta mendukung olah tanah konservasi.

Salah satu herbisida yang dapat digunakan pada pertanaman kelapa sawit adalah herbisida berbahan aktif metil metsulfuron. Herbisida ini bersifat sistemik dan selektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar. Selain untuk mengendalikan gulma pada tanaman kelapa sawit, herbisida ini juga dapat mengendalikan gulma


(22)

3

pada tanaman karet, padi sawah, lahan persiapan tanam padi sawah (TOT), dan lahan tanpa tanaman.

Adanya penggunaan herbisida secara terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya suksesi gulma. Komposisi gulma pada suatu area pertanaman dapat menentukan pemilihan jenis herbisida yang akan digunakan dalam mengendalikan gulma. Komposisi jenis gulma yang tidak berubah menyebabkan petani hanya menggunakan satu jenis herbisida saja. Apabila terjadi perubahan komposisi gulma maka penggunaan terhadap satu jenis herbisida akan berkurang dan

cenderung akan mengganti herbisidanya sesuai jenis gulma yang ada pada lahan.

Herbisida yang sering digunakan dalam mengendalikan gulma pada piringan kelapa sawit antara lain adalah diuron, ametrin, parakuat, dan glifosat. Herbisida metil metsulfuron merupakan herbisida baru yang digunakan dalam

mengendalikan gulma daun lebar di piringan kelapa sawit. Oleh karena itu diperlukan pengujian lapang untuk mengetahui daya kendali herbisida tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka diperlukan penelitian untuk menjawab permasalahan sebagai berikut:

1. Berapa dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman kelapa sawit menghasilkan?

2. Apakah terjadi perubahan komposisi gulma daun lebar pada pertanaman kelapa sawit menghasilkan setelah aplikasi herbisida metil metsulfuron? 3. Bagaimana tingkat fitotoksisitas herbisida metil metsulfuron terhadap


(23)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menentukan dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman kelapa sawit menghasilkan.

2. Mengetahui perubahan komposisi jenis gulma daun lebar yang setelah aplikasi herbisida metil metsulfuron.

3. Mengetahui tingkat fitotoksisitas herbisida metil metsulfuron terhadap tanaman kelapa sawit.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, maka digunakan landasan teori sebagai berikut:

Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya mengganggu kepentingan manusia sehingga manusia akan berusaha untuk mengendalikannya (Sembodo, 2010). Pengendalian gulma pada prinsipnya adalah usaha meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaannya di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang

ditimbulkannya (Sukman dan Yakup, 1995).

Pengendalian gulma di perkebunan dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya pengendalian secara mekanis, kultur teknis, fisis, biologis, kimia dan


(24)

5

terpadu (Syahputra dkk., 2011). Dalam pengendalian gulma di perkebunan yang paling banyak dilakukan adalah dengan menggunakan metode kimiawi termasuk pada perkebunan kelapa sawit. Herbisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan gulma. Herbisida dapat mempengaruhi proses-proses fisiologi tanaman seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, dan lainnya (Riadi dkk., 2011). Salah satu herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma di pertanaman kelapa sawit adalah herbisida berbahan aktif metil metsulfuron.

Metil metsulfuron bersifat selektif dan sistemik untuk pengendalian gulma pada fase pra tumbuh maupun purna tumbuh. Beberapa jenis guIma berdaun lebar yang potensial dapat dikendalikan adalah Ageratum conyzoides, Borreria latifolia,dan Synedrella nodiflora. Hasil penelitian Purba (2005) menyatakan bahwa kombinasi herbisida golongan bipiridilium (parakuat) dengan golongan sulfonilurea (triasulfuron dan metil metsulfuron) dalam mengendalikan gulma pada tanaman kelapa sawit tidak menimbulkan keracunan pada tanaman kelapa sawit. Hal tersebut dibuktikan karena tidak adanya perubahan warna dan bentuk daun tanaman.

Menurut Tomlin (2009), herbisida metil metsulfuron mempunyai spektrum luas, bersifat selektif terhadap gulma daun lebar dan diaplikasikan secara purna

tumbuh. Cara kerja herbisida yaitu menghambat sintesa acetolactate (ALS), yaitu enzim penting dalam biosintesis asam amino leusin, isoleusin, dan valin.

Herbisida metil metsulfuron diserap oleh tanaman melalui akar dan daun baik secara akropetal maupun basipetal dengan cara ditranslokasikan melalui xilem dan


(25)

6

floem. Dengan terhambatnya pembentukan asam amino leusin, isoleusin, dan valin pertumbuhan gulma akan terhambat dan kemudian akan mati. Herbisida metil metsulfuron mengakibatkan perkembangan sel dan pertumbuhan gulma menjadi terhambat sehingga gulma akan mati. Pemberian surfaktan dengan herbisida metil metsulfuron akan meningkatkan aktivitas atau daya bunuh herbisida. Herbisida metil metsulfuron di dalam tanah aktif hingga 52 hari.

Suksesi gulma atau perubahan vegetasi gulma terjadi hampir pada semua cara pengendalian gulma secara kimia, hal ini dikarenakan adanya pengulangan aplikasi herbisida. Pada penggunaan herbisida yang berulang-ulang terdapat dugaan bahwa pada akhirnya spesies gulma yang toleran akan mengganti spesies yang peka terhadap herbisida. Menurut Sastroutomo (1990), perubahan jenis gulma juga dapat diakibatkan karena adanya perbedaan tanggapan masing-masing jenis gulma terhadap perlakuan yang diberikan serta adanya pemencaran biji gulma dari daerah sekitar dan tumbuh kembalinya bagian vegetatif yang tersisa dalam tanah. Menurut Senseman (2007), efek yang ditimbulkan oleh herbisida metil metsulfuron yaitu pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan biasanya muncul 1-2 minggu setelah aplikasi. Hasil penelitian Supriyadi (2001)

menyatakan bahwa penggunaan herbisida metil metsulfuron dengan dosis 100 – 300 g/ha mampu mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman karet.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.


(26)

7

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dapat meningkatkan devisa negara Indonesia. Namun salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya kelapa sawit adalah gangguan gulma sehingga dapat menurunkan produksi kelapa sawit. Adanya gulma pada pertanaman kelapa sawit dapat

mengakibatkan kerugian karena gulma akan bersaing dengan tanaman kelapa sawit dalam hal mendapatkan unsur hara, air, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Selain itu gulma juga dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit, menurunkan efisiensi penggunaan lahan, mengeluarkan zat alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, menyulitkan para petani dalam melakukan pemanenan serta dapat meningkatkan biaya produksi. Oleh karena itu perlu adanya tindakan pengendalian gulma pada pertanaman kelapa sawit.

Pengendalian gulma adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menekan

pertumbuhan gulma di suatu area pertanaman. Dalam mengendalikan gulma pada pertanaman kelapa sawit metode yang sering digunakan adalah metode kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida. Salah satu herbisida yang digunakan adalah herbisida berbahan aktif metil metsulfuron. Herbisida ini bersifat sistemik yaitu herbisida ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga berpengaruh lebih luas. Selain itu herbisida ini juga bersifat selektif terhadap gulma berdaun lebar.

Herbisida metil metsulfuron memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat ALS (acetolactate sintase) yang merupakan enzim penting dalam biosintesis asam amino sehingga mengakibatkan perkembangan sel dan pertumbuhan gulma


(27)

8

tersebut. Penggunaan herbisida juga tidak meracuni tanaman. Hal ini

dikarenakan aplikasi herbisida tidak tertuju langsung pada tanaman kelapa sawit, melainkan pada gulma yang terdapat di sektitar piringan kelapa sawit. Perubahan jenis gulma setelah aplikasi dapat disebabkan karena adanya perbedaan tanggapan masing-masing jenis gulma terhadap perlakuan yang diberikan. Selain itu

penggunaan herbisida secara terus menerus juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan vegetasi gulma.

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka diperoleh hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman kelapa sawit menghasilkan.

2. Terjadi perubahan komposisi gulma daun lebar pada pertanaman kelapa sawit menghasilkan setelah dilakukan aplikasi herbisida.

3. Aplikasi herbisida metil metsulfuron pada gulma di piringan kelapa sawit tidak menyebabkan tanaman kelapa sawit teracuni.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prospek Budidaya Kelapa Sawit

Menurut Fauzi (2002), beberapa keunggulan tanaman kelapa sawit antara lain adalah 1) produktivitas minyak kelapa sawit yaitu 2 – 3 ton/ha sedangkan minyak kedelai hanya 0,34 ton/ha; 2) tingkat efisiensi minyak kelapa sawit tinggi

sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah; 3) sekitar 80% dari penduduk dunia khususnya di negara berkembang masih

berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak; dan 4) terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. Sedangkan manfaat kelapa sawit antara lain adalah 1) kelapa sawit digunakan untuk bahan industri pangan dengan cara memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng, margarin, butter, dan bahan untuk membuat kue; 2) kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yaitu dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai biodiesel yang mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel; dan 3) bagian lain dari kelapa sawit seperti tempurung buah dapat digunakan untuk arang aktif, batang dan tandan sawit untuk pulp kertas, dan pelepah kelapa sawit sabagi pakan ternak.


(29)

10

2.2 Botani dan Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Pahan (2007) menjelaskan bahwa tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae.

Klasifikasi kelapa sawit: Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Arecales Famili : Palmae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Akar tanaman kelapa sawit adalah sistem perakaran serabut. Akar yang pertama kali muncul saat pembibitan disebut akar radikula. Selanjutnya akar radikula akan mati dan digantikan oleh akar primer dari bagian bawah batang, yang kemudian berkembang menjadi akar sekunder, tertier dan kuartier dengan diameter akar primer antara 5-10 mm, sekunder 2-4 mm, tertier 1-2 mm dan kuarteir 0,1-0,3 mm. Akar yang paling aktif dalam menyerap air dan unsur hara adalah akar tertier dan kuartier yang berada pada kedalaman 60 cm dari permukaan tanah dan 2,5 m dari pangkal batang. Batang berbentuk tegak lurus dan tidak bercabang dengan diameter batang 45-60 cm dengan pangkal batang 60-100 cm. Pada batang menempel pelepah (tempat tumbuhnya daun) yang membalut batang. Pada umur 25 tahun tinggi batang dapat mencapai 13-18 m (Pahan, 2007).


(30)

11

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus dan pelepah menempel pada batang. Diameter batang pada tanaman kelapa sawit dewasa berkisar 45 – 60 cm. Bongkol bawah atau bowl yang merupakan bagian bawah batang yang lebih gemuk. Kecepatan tumbuh tanaman kelapa sawit berkisar antara 35 – 75 cm/tahun. Batang belum terlihat hingga umur tanaman 3 tahun karena masih terbungkus pelepah yang belum ditunas. Hal tersebut dikarenakan varietas dan tipe pertumbuhan tanaman kelapa sawit berbeda-beda. Dalam kondisi terlindungi tanaman kelapa sawit akan tumbuh lebih cepat tetapi diameter batang lebih kecil. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar terlihat berwarna hijau tua. Tanaman kelapa sawit yang tumbuh normal pelepah daunnya berjumlah 40 – 60 buah (Tim Penulis PS, 1999).

Lama penyinaran yang dibutuhkan oleh kelapa sawit yang baik adalah antara 5-7 jam/hari. Tanaman kelapa sawit memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm, temperatur optimal adalah 24-280C. Ketinggian ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah 1.500 mdpl (meter di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH tanah) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 150 (Kiswanto dkk., 2008).


(31)

12

2.3 Gulma dan Kerugian yang Ditimbulkan

Gulma merupakan komponen dalam pertanian yang dapat menimbulkan resiko yang harus dihilangkan secepatnya. Pengendalian gulma menjadi suatu perhatian yang sangat khusus agar tujuan tercapai. Gulma merupakan suatu masalah

penting dalam segi gangguan pada pertumbuhan tanaman secara ekonomis. Gulma sebagai tumbuhan seperti halnya tanaman budidaya, oleh karena itu kebutuhan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksinya akan

mempunyai kesamaan (Moenandir, 1993). Gulma pada pertanaman kelapa sawit yang sering dijumpai adalah Imperata cylindrica, Mikania micrantha, Panicum repens, Cyperus rotundus, Chromolaena odorata, Melastoma malabtrichum, Lantana camara, Borreria latifolia, Ageratum conyzoides, dan Paspalum conjugatum (Syakir, 2010).

Secara umum gulma dapat menyebabkan beberapa kerugian di antaranya adalah dapat menurunkan jumlah dan mutu hasil, meracuni tanaman, merusak dan menghambat penggunaan alat mekanik, menjadi inang hama dan penyakit, serta menambah biaya produksi (Sembodo, 2010). Dalam budidaya kelapa sawit kerugian–kerugian yang ditimbulkan oleh gulma antara lain adalah adanya persaingan dalam perebutan unsur hara sehingga mengurangi kandungan unsur hara bagi tanaman, adanya persaingan dalam pengambilan air, mengganggu tata drainase, menyulitkan pengawasan di lapangan, dapat membelit tanaman sehingga menurunkan estetika kebun, serta dapat mengurangi produksi panen kelapa


(32)

13

Tandan Buah Segar (TBS) sebesar 20% karena pertumbuhannya sangat cepat dan mengeluarkan zat allelopatik yang bersifat racun bagi tanaman (Ditjenbun, 2013).

2.4 Pengendalian Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit

Menurut Syakir (2010), pengendalian gulma dalam pertanaman kelapa sawit mencakup areal sekitar piringan dan gawangan. Cara dan frekuensi pengendalian gulma tergantung pada jenis gulma dan umur tanaman serta ada tidaknya tanaman penutup tanah. Pengendalian gulma di daerah piringan bertujuan untuk

mengurangi persaingan unsur hara, memudahkan pada saat pengawasan dan pemupukan, memudahkan pengumpulan brondolan yang jatuh ke tanah setelah panen, dan menekan populasi hama tertentu. Sedangkan pengendalian gulma di gawangan bertujuan agar memudahkan jalan untuk pengangkutan saprodi dan panen.

Pengendalian gulma yang sering dilaksanakan di kebun kelapa sawit adalah pengendalian secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan menggunakan kored, garpu, cangkul, parang, atau dengan alat modern seperti traktor. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan

menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma memberikan hasil yang positif karena herbisida yang telah ada mampu

mengendalikan gulma secara efektif, baik dari segi pengendalian populasi gulma maupun biaya (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).

Beberapa contoh herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma di perkebunan kelapa sawit antara lain adalah glifosat, parakuat, dan fluroksipir.


(33)

14

Menurut Hariyadi dan Lontoh (2012), herbisida glifosat mampu menekan

pertumbuhan gulma khususnya gulma berdaun sempit di perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian Setiyantoro (2010) menyatakan bahwa herbisida fluroksipir mampu mengendalikan gulma serta kombinasi herbisida oksifluorfen dan glifosat juga mampu mengendalikan gulma golongan daun lebar pada lahan tanaman kelapa sawit. Selaras dengan hasil penelitian Apriana (2007) bahwa herbisida parakuat mampu menekan pertumbuhan gulma pada areal tanaman kelapa sawit.

2.5 Herbisida Metil Metsulfuron

Herbisida adalah pestisida (senyawa kimia organik, inorganik, alami atau sintesis) yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma karena dapat

mematikan atau menghambat pertumbuhan gulma (Riadi dkk.,2011). Herbisida dipilih untuk mengendalikan gulma karena lebih efisien dalam waktu, tenaga kerja, dan biaya. Selain itu herbisida juga dapat mengendalikan gulma sejak dini, dapat mengendalikan gulma yang sulit dikendalikan dengan cara lain, dan

mencegah erosi serta mendukung konsep OTK (Sriyani dan Sembodo, 2012).

Herbisida dapat mempengaruhi satu atau lebih proses antara lain: pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya, yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian yang terkena herbisida (Riadi dkk.,2011).


(34)

15

Menurut Senseman (2007), herbisida metil metsulfuron tergolong dalam herbisida golongan sulfonilurea yang bekerja dengan cara menghambat sintesis asam amino yaitu dengan menempel pada enzim AHAS (acetohydroxy sintase) atau ALS (acetolactate sintase). Herbisida metil metsulfuron diabsorbsi dengan cepat oleh akar maupun tajuk. Herbisida ini ditranslokasikan melalui floem apabila

diaplikasikan melalui tajuk tumbuhan. Herbisida ini terakumulasi pada bagian jaringan meristem tanaman dan dapat digunakan untuk mengendalikan gulma dari jenis daun lebar. Gejala yang muncul pada tumbuhan yang teracuni antara lain adanya kematian pucuk muda, klorosis, serta perubahan warna pada lapisan daun.

Metil metsulfuron memiliki rumus molekul C14H15N5O6S. Herbisida ini tergolong dalam golongan sulfonilurea yang dapat digunakan sebagai herbisida pra tumbuh dan pasca tumbuh. Herbisida ini memiliki bobot molekul 381,4, nama kimia herbisida ini adalah

2-(4-methoxy-6-methyl-1,3,5-triazin-2-ylcarbonylaminosulfonil)benzoic acid. Rumus bangun herbisida ini dapat dilihat pada Gambar 1. Mekanisme kerja metil metsulfuron yaitu dengan menghentikan pembelahan sel dan pertumbuhan gulma dengan cepat.

Gambar 1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron (Tomlin, 2009).

SO

2

NHCONH

N

N

N

OCH

3

CH

3


(35)

16

Herbisida metil metsulfuron memiliki nilai LD50 yang tinggi yaitu lebih dari 5000 g/kg. Herbisida ini dapat aktif di dalam tanah selama 7 – 45 hari sebelum mengalami degradasi (Sembodo, 2010).


(36)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun kelapa sawit rakyat di Desa Pancasila, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juli sampai dengan Oktober 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yag digunakan dalam penelitian ini adalah areal tanaman kelapa sawit menghasilkan yang berumur 7 tahun dengan jarak tanam 9mx9mx9m, herbisida Ally 20 WG ( Metil metsulfuron 20%), dan air sebagai pelarut. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah knapsack sprayer, nosel kipas, ember plastik, kantong plastik, meteran, cangkul, oven, jerigen, gelas ukur, kuadran berukuran 0,5 m x 0,5 m, dan timbangan.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis, perlakuan diterapkan pada petak percobaan menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 8 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tertera pada Tabel 1.


(37)

18

Tabel 1. Perlakuan herbisida metil metsulfuron pada lahan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

Perlakuan Dosis

Formulasi (g/ha) Bahan Aktif (g/ha)

Metil metsulfuron 75 15

Metil metsulfuron 100 20

Metil metsulfuron 125 25

Metil metsulfuron 150 30

Metil metsulfuron 200 40

Metil metsulfuron 250 50

Penyiangan mekanis - -

Kontrol - -

Keterangan: penyiangan mekanis dilakukan satu kali bersamaan dengan aplikasi herbisida metil metsulfuron.

Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan additivitas data diuji dengan Uji Tukey. Setelah asumsi terpenuhi, maka data dianalisis dengan sidik ragam dan uji perbedaan nilai tengah perlakuan dilakukan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Awal

Lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah perkebunan kelapa sawit milik petani di Natar, Lampung Selatan. Kriteria lahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah lahan tanaman kelapa sawit menghasilkan yang berumur 7 tahun dengan jarak tanam 9mx9mx9m. Gulma yang terdapat pada lahan tersebut adalah gulma golongan daun lebar, rumput, dan teki dengan penutupan gulma tidak kurang dari 75%.


(38)

19

Petak perlakuan dibuat sebanyak 8 petak dengan 4 ulangan. Pembuatan petak percobaan dilakukan dengan memberi nomor perlakuan dan ulangan pada batang pohon dengan menggunakan cat. Setiap satuan petak terdiri dari 2 tanaman kelapa sawit. Tata letak percobaan disajikan pada Gambar 2.

Ulangan I

P7 P2 P3 P8 P4 P1 P5 P6

Ulangan II

P5 P3 P2 P6 P7 P8 P4 P1

Ulangan III

P1 P7 P8 P2 P6 P3 P4 P5

Ulangan IV

P8 P6 P4 P2 P5 P1 P7 P3

Gambar 2. Tata letak percobaan Keterangan:

P1 = Metil metsulfuon 15 g/ha; P2 = Metil metsulfuon 20 g/ha;

P3 = Metil metsulfuon 25 g/ha; P4 = Metil metsulfuon 30 g/ha;

P5 = Metil metsulfuon 40 g/ha; P6 = Metil metsulfuon 50 g/ha;

P7 = Penyiangan mekanis; P8= Kontrol (tanpa perlakuan).

3.4.2 Aplikasi herbisida

Aplikasi herbisida dilakukan satu kali dengam menggunakan knapsack sprayer punggung dengan nosel kipas berwarna merah. Aplikasi dilakukan pada piringan kelapa sawit dengan jari-jari 3,5 m dari pangkal batang. Jarak 1,5 m dari pangkal batang sudah dikendalikan sebelumnya dengan cara dikored sehingga luas areal yang diaplikasikan herbisida adalah 62,8 m2 per satuan percobaan. Areal aplikasi herbisida dapat dilihat pada Gambar 3.


(39)

20

Sebelum melakukan aplikasi terlebih dahulu dilakukan kalibrasi. Metode kalibrasi yang digunakan adalah metode luas. Berdasarkan hasil kalibrasi diperoleh volume semprot 478 l/ha. Herbisida yang telah ditentukan dosisnya untuk setiap perlakuan kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortar. Setelah itu dilarutkan dalam air sesuai dengan volume semprot hasil kalibrasi, kemudian dimasukkan ke dalam tangki. Penyemprotan dilakukan sehingga merata mengenai bagian gulma pada petak percobaan.

Gambar 3. Area aplikasi herbisida

3.4.3 Penyiangan Mekanis

Penyiangan mekanis dilakukan dengan cara membersihkan gulma pada petak percobaan yang telah ditentukan. Gulma yang ada di sekitar piringan dibersihkan dengan menggunakan cangkul. Penyiangan mekanis dilakukan hanya satu kali yaitu pada saat bersamaan dengan aplikasi herbisida.

r 2 = 2 m


(40)

21

3.5 Pengambilan Sampel Gulma

3.5.1 Sebelum Aplikasi

Sebelum dilakukan aplikasi herbisida terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel gulma. Hal ini bertujuan untuk mengetahui komposisi gulma, persentase penutupan, dan mengetahui jenis gulma dominan. Gulma diambil dari dua petak contoh dengan menggunakan metode kuadrat berukuran 0,5 m x 0,5 m pada setiap petak percobaan.

3.5.2 Setelah Aplikasi

Pengambilan sampel gulma dilakukan sebanyak 4 kali yaitu 2, 4, 8, dan 12 minggu setelah aplikasi (MSA), dengan titik pengambilan seperti Gambar 4.

Gambar 4. Titik pengambilan sampel gulma

Keterangan:

Gulma pada petak contoh diambil pada 2 MSA. Gulma pada petak contoh diambil pada 4 MSA. Gulma pada petak contoh diambil pada 8 MSA. Gulma pada petak contoh diambil pada 12 MSA.

1

3 2

4

1 3

4 2


(41)

22

3.6 Variabel Pengamatan

3.6.1 Persentase Keracunan Daun Lebar Total

Penilaian persentase keracunan gulma dilakukan dengan metode pengamatan visual pada setiap petak percobaan. Penilaian persentase keracunan gulma daun lebar total dilakukan pada 2, 4, 8, dan 12 MSA dengan cara mengamati perubahan gulma yang terjadi pada masing-masing petak percobaan (Komisi Pestisida, 2011).

3.6.2 Persentase Penutupan Gulma Daun Lebar Total

Penilaian persentase penutupan gulma umum dilakukan dengan metode pengamatan visual pada setiap unit percobaan. Penghitungan persentase

penutupan gulma umum dilakukan pada 2, 4, 8, dan 12 MSA (Komisi Pestisida, 2011).

3.6.3 Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total dan Dominan

Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara mengambil gulma menggunakan metode kuadrat berukuran 0,5 m x 0,5 m pada dua titik pengambilan yang berbeda untuk setiap petak percobaan dan setiap waktu pengambilan sampel, seperti pada Gambar 4. Gulma yang berada pada petak kuadran dipotong tepat setinggi permukaan tanah. Gulma yang masih hidup atau berwarna hijau lalu dipilah menurut spesiesnya kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama ± 48 jam. Pengeringan gulma dilakukan di


(42)

23

gulma kering kemudian ditimbang bobot kering setiap jenis gulma. Bobot kering gulma akan digunakan untuk menghitung nilai SDR (Summed Dominance Ratio).

3.6.4 Summed dominance ratio (SDR)

Setelah didapat nilai bobot kering gulma, maka dapat dihitung SDR (Summed Dominance Ratio) untuk masing-masing spesies pada petak percobaan dengan menggunakan rumus :

a. Dominansi Mutlak (DM)

Bobot kering jenis gulma tertentu dalam petak contoh. b. Dominansi Nisbi (DN)

Dominansi Nisbi = DM satu spesies x 100% DM semua spesies

c. Frekuensi Mutlak (FM)

Jumlah kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan. d. Frekuensi Nisbi (FN)

Frekuensi Nisbi (FN) = FM jenis gulma tertentu x 100% Total FM semua jenis gulma

e. Nilai Penting (NP)

Jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan (DN + FN) f. Summed dominance ratio (SDR)

Nilai Penting = NP Jumlah peubah nisbi 2

Nilai SDR yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung nilai koefisien komunitas (C) yang dihitung dengan rumus:


(43)

24

Ketrangan :

C = koefisien komunitas

W = jumlah komunitas dari dua nilai terendah yang dibandingkan untuk masing-masing komunitas

a = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas I

b = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas II (kontrol)

Nilai C digunakan untuk melihat perubahan komposisi jenis gulma. Jika nilai C lebih dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan dianggap memiliki tingkat kesamaan komposisi (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984). Perubahan komunitas yang terjadi pada lahan penelitian diketahui dengan membandingkan tiap petak percobaan yang diaplikasi herbisida dengan petak kontrol.

3.6.5 Fitotoksisitas

3.6.5.1 Fitotoksisitas Herbisida terhadap Daun Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan

Tingkat keracunan tanaman dinilai secara visual yang dilakukan pada 2,4, dan 6 MSA dan penilaian ditentukan sebagai berikut (Komisi Pestisida, 2011) : 0 = tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk atau warna daun tidak normal; 1 = keracunan ringan, >5% – 20% bentuk atau warna daun tidak normal; 2 = keracunan sedang, >20% – 50% bentuk atau warna daun tidak normal; 3 = keracunan berat, >50% – 70% bentuk atau warna daun tidak normal;

4 = keracunan sangat berat, > 75% bentuk atau warna daun tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati.

Skoring dilakukan dengan cara membandingkan kondisi tanaman pada petak yang diaplikasikan herbisida dengan tanaman sehat pada petak perlakuan mekanis.


(44)

25

3.6.5.2 Fitotoksisitas Herbisida terhadap Akar Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan

Pengamatan akar dilakukan secara visual yaitu mengambil sampel akar tanaman kelapa sawit yang diaplikasi herbisida kemudian mengamati akar tersebut dan dibandingkan dengan akar tanaman kelapa sawit pada perlakuan mekanis. Pengambilan sampel akar dilakukan pada 12 MSA, akar diambil dari dua petak percobaan yaitu pada satu titik pengambilan sampel dengan menggunakan cangkul berukuran panjang 15 cm, lebar 15 cm, dan kedalaman 15 cm dari setiap petak percobaan. Pengambilan sampel akar yaitu pada titik yang sama seperti pada pengambilan sampel gulma pada 8 MSA (Gambar 4). Akar yang telah diambil dipisahkan dari tanah kemudian diamati antara akar yang masih sehat dan akar yang mati. Selanjutnya akar yang sehat ditimbang untuk mengetahui


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Herbisida metil metsulfuron pada semua taraf dosis yang diuji (15 – 50 g/ha)

efektif menekan pertumbuhan gulma daun lebar total hingga 12 MSA termasuk gulma Ageratum conyzoides, namun tidak dapat mengendalikan gulma Mikania micrantha.

2. Seluruh perlakuan herbisida metil metsulfuron (15 – 50 g/ha) menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi gulma daun lebar di perkebunan kelapa sawit dan mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah spesies gulma.

3. Aplikasi herbisida metil metsulfuron pada gulma daun lebar di piringan kelapa sawit tidak menyebabkan daun maupun akar tanaman kelapa sawit teracuni.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan:

1. Petani menggunakan herbisida metil metsulfuron dengan dosis terendah yaitu 15 g/ha dalam menekan pertumbuhan gulma daun lebar pada areal tanaman kelapa sawit menghasilkan. Dengan dosis tersebut sudah mampu


(46)

44

mengendalikan gulma sehingga tidak perlu menggunakan dosis yang lebih tinggi. Hal ini dapat menghemat biaya pemelliharaan bagi petani.

2. Perlu dilakukan pengujian lanjut mengenai daya kendali herbisida metil metsulfuron terhadap gulma dominan pada perkebunan kelapa sawit yaitu Mikania micrantha dengan meningkatkan dosis yang direkomendasi.


(47)

PUSTAKA ACUAN

Alfredo, N., N. Sriyani, D.R.J. Sembodo. 2012. Efikasi Herbisida Pratumbuh Metil Metsulfuron Tunggal dan Kombinasinya dengan 2,4-D, Ametrin, atau Diuron terhadap Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum offcinarum L.) Lahan Kering. Jurnal Agrotropika 17 (1): 29 – 34.

Apriana, N. 2007. Efikasi Herbisida Parakuat pada Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Skripsi. Fakultas Pertanian – Universitas Lampung. Lampung. 113 hlm.

Bangun, P. 1992. Residu Herbisida Metsulfuron Metil pada Padi Sawah. Dalam M.Andinawir dan Nuraida S Djafar (eds). Prosiding Konferensi XI HIGI Ujung Pandang. Hlm 146 – 148.

Ditjenbun. 2013. Perkembangan Luas Areal Perkebunan 2008 – 2013.

http://ditjenbun.deptan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Luas_Areal_Estimas i_2013.pdf. Diakses pada 13 Agustus 2013.

Ditjenbun. 2013. Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit. http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/berita-196-pengelolaan-gulma-pada-perkebunan-kelapa-sawit.html. Diakses pada 13 Agustus 2013.

Edward, S. 2007. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Karyawan Pemanen Terhadap Produktifitas Kerja di PT. Indosawit Subur Pangkalan Kerinci. Jurnal Tepak Manajerial Magister Manajemen UNRI VII (7):180 – 188. Fauzi, Y. 2002. Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan

pemasaran Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Depok. 184 hlm.

Hariyadi dan A.P. Lontoh. 2012. Efektivitas IPA-Glyphosate dalam Pengendalian Gulma pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres MAKSI. Hlm 119 – 120.

Kiswanto, J. H. Purwanta, dan B. Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. BPTP Lampung. Bandar Lampung. 26 hlm.


(48)

46

Komisi Pestisida. 2011. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 879 hlm.

Mas’ud, H. 2009. Komposisi dan Efisiensi Pengendalian Gulma pada Pertanamn Kedelai dengan Penggunaan Bokashi. Jurnal Agroland 16 (2): 118-123. Moenandir, J. 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

179 hlm.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit:managemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.411 hlm.

Purba, E. 2005. Kombinasi Herbisida Golongan Bipiridilium dengan Golongan Sulfonilura untuk Mengendalikan Pakis Stenochlaena pallutris. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian III(2): 5 – 8.

Riadi, M., R. Sjahril, dan E. Syam’un. 2011. Pengertian dan Klasifikasi

Herbisida. Bahan Ajar Mata Kuliah Herbisida dan Aplikasinya. Fakultas Pertanian – Universitas Hasanudin. 11 hlm.

Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 236 hlm. Sembodo, D. R. J. 1999. Kinerja Herbisida Baru Imazapik. (Cadre 240 AS) untuk

Mengendalikan Gulma Tebu Lahan Kering. Prosiding II, Konferensi Nasional XIV HIGI, Medan 20 – 22 Juli. Hlm 331 – 333.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 163 hlm.

Senseman, S. A. 2007. Herbicide Handbook (Ninth edition). Weed Science Society of America. 546 hlm.

Setiyantoro, R. C. 2010. Efikasi Herbisida Fluroksipir dan Kombinasi Oksifluorfen dengan Glifosat pada Pengendalian Gulma Tanaman Kelapa Sawit ( Elaeis guineneensi Jacq.) Menghasilkan. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 110 hlm.

Sriyani, N. dan D.R.J. Sembodo. 2012. Herbisida dan Aplikasinya. Bahan Kuliah Ilmu & Teknik Pengendalian Gulma. Fakultas Pertanian – Universitas Lampung. 19 hlm.

Sukman dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 129 hlm.

Supriyadi, A. 2001. Uji Efikasi Herbisida Metsulfuron Metil untuk Pengendalian Gulma di Perkebunan Karet. Jurnal Jurusan Budidaya FP UMY IX (2): 64 – 68.


(49)

47

Syahputra, E., Sarbino, dan D. Siti. 2011. Weed Assessment di Perkebunan Kelapa Sawit Lahan Gambut. Jurnal .Tek. Perkebunan & PSDL (1): 37-42. Syakir, M. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media. Bogor. 79 hlm.

Tim Penulis PS. 1999. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan, Hasil, dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 218 hlm.

Tjitrosoedirjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 209 hlm.

Tomlin, C. D. S. 2009. The Pesticide Manual Version 5.0 (15 th edition). British Crop Protection Council. United State. 589 hlm.


(1)

25

3.6.5.2 Fitotoksisitas Herbisida terhadap Akar Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan

Pengamatan akar dilakukan secara visual yaitu mengambil sampel akar tanaman kelapa sawit yang diaplikasi herbisida kemudian mengamati akar tersebut dan dibandingkan dengan akar tanaman kelapa sawit pada perlakuan mekanis. Pengambilan sampel akar dilakukan pada 12 MSA, akar diambil dari dua petak percobaan yaitu pada satu titik pengambilan sampel dengan menggunakan cangkul berukuran panjang 15 cm, lebar 15 cm, dan kedalaman 15 cm dari setiap petak percobaan. Pengambilan sampel akar yaitu pada titik yang sama seperti pada pengambilan sampel gulma pada 8 MSA (Gambar 4). Akar yang telah diambil dipisahkan dari tanah kemudian diamati antara akar yang masih sehat dan akar yang mati. Selanjutnya akar yang sehat ditimbang untuk mengetahui


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Herbisida metil metsulfuron pada semua taraf dosis yang diuji (15 – 50 g/ha)

efektif menekan pertumbuhan gulma daun lebar total hingga 12 MSA termasuk gulma Ageratum conyzoides, namun tidak dapat mengendalikan gulma Mikania micrantha.

2. Seluruh perlakuan herbisida metil metsulfuron (15 – 50 g/ha) menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi gulma daun lebar di perkebunan kelapa sawit dan mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah spesies gulma.

3. Aplikasi herbisida metil metsulfuron pada gulma daun lebar di piringan kelapa sawit tidak menyebabkan daun maupun akar tanaman kelapa sawit teracuni.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan:

1. Petani menggunakan herbisida metil metsulfuron dengan dosis terendah yaitu 15 g/ha dalam menekan pertumbuhan gulma daun lebar pada areal tanaman kelapa sawit menghasilkan. Dengan dosis tersebut sudah mampu


(3)

44

mengendalikan gulma sehingga tidak perlu menggunakan dosis yang lebih tinggi. Hal ini dapat menghemat biaya pemelliharaan bagi petani.

2. Perlu dilakukan pengujian lanjut mengenai daya kendali herbisida metil metsulfuron terhadap gulma dominan pada perkebunan kelapa sawit yaitu Mikania micrantha dengan meningkatkan dosis yang direkomendasi.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Alfredo, N., N. Sriyani, D.R.J. Sembodo. 2012. Efikasi Herbisida Pratumbuh Metil Metsulfuron Tunggal dan Kombinasinya dengan 2,4-D, Ametrin, atau Diuron terhadap Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum offcinarum L.) Lahan Kering. Jurnal Agrotropika 17 (1): 29 – 34.

Apriana, N. 2007. Efikasi Herbisida Parakuat pada Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Skripsi. Fakultas Pertanian – Universitas Lampung. Lampung. 113 hlm.

Bangun, P. 1992. Residu Herbisida Metsulfuron Metil pada Padi Sawah. Dalam M.Andinawir dan Nuraida S Djafar (eds). Prosiding Konferensi XI HIGI Ujung Pandang. Hlm 146 – 148.

Ditjenbun. 2013. Perkembangan Luas Areal Perkebunan 2008 – 2013.

http://ditjenbun.deptan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Luas_Areal_Estimas i_2013.pdf. Diakses pada 13 Agustus 2013.

Ditjenbun. 2013. Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit. http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/berita-196-pengelolaan-gulma-pada-perkebunan-kelapa-sawit.html. Diakses pada 13 Agustus 2013.

Edward, S. 2007. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Karyawan Pemanen Terhadap Produktifitas Kerja di PT. Indosawit Subur Pangkalan Kerinci. Jurnal Tepak Manajerial Magister Manajemen UNRI VII (7):180 – 188. Fauzi, Y. 2002. Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan

pemasaran Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Depok. 184 hlm.

Hariyadi dan A.P. Lontoh. 2012. Efektivitas IPA-Glyphosate dalam Pengendalian Gulma pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres MAKSI. Hlm 119 – 120.

Kiswanto, J. H. Purwanta, dan B. Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. BPTP Lampung. Bandar Lampung. 26 hlm.


(5)

46

Komisi Pestisida. 2011. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 879 hlm.

Mas’ud, H. 2009. Komposisi dan Efisiensi Pengendalian Gulma pada Pertanamn

Kedelai dengan Penggunaan Bokashi. Jurnal Agroland 16 (2): 118-123. Moenandir, J. 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

179 hlm.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit:managemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.411 hlm.

Purba, E. 2005. Kombinasi Herbisida Golongan Bipiridilium dengan Golongan Sulfonilura untuk Mengendalikan Pakis Stenochlaena pallutris. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian III(2): 5 – 8.

Riadi, M., R. Sjahril, dan E. Syam’un. 2011. Pengertian dan Klasifikasi

Herbisida. Bahan Ajar Mata Kuliah Herbisida dan Aplikasinya. Fakultas Pertanian – Universitas Hasanudin. 11 hlm.

Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 236 hlm. Sembodo, D. R. J. 1999. Kinerja Herbisida Baru Imazapik. (Cadre 240 AS) untuk

Mengendalikan Gulma Tebu Lahan Kering. Prosiding II, Konferensi Nasional XIV HIGI, Medan 20 – 22 Juli. Hlm 331 – 333.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 163 hlm.

Senseman, S. A. 2007. Herbicide Handbook (Ninth edition). Weed Science Society of America. 546 hlm.

Setiyantoro, R. C. 2010. Efikasi Herbisida Fluroksipir dan Kombinasi Oksifluorfen dengan Glifosat pada Pengendalian Gulma Tanaman Kelapa Sawit ( Elaeis guineneensi Jacq.) Menghasilkan. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 110 hlm.

Sriyani, N. dan D.R.J. Sembodo. 2012. Herbisida dan Aplikasinya. Bahan Kuliah Ilmu & Teknik Pengendalian Gulma. Fakultas Pertanian – Universitas Lampung. 19 hlm.

Sukman dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 129 hlm.

Supriyadi, A. 2001. Uji Efikasi Herbisida Metsulfuron Metil untuk Pengendalian Gulma di Perkebunan Karet. Jurnal Jurusan Budidaya FP UMY IX (2): 64 – 68.


(6)

Syahputra, E., Sarbino, dan D. Siti. 2011. Weed Assessment di Perkebunan Kelapa Sawit Lahan Gambut. Jurnal .Tek. Perkebunan & PSDL (1): 37-42. Syakir, M. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media. Bogor. 79 hlm.

Tim Penulis PS. 1999. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan, Hasil, dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 218 hlm.

Tjitrosoedirjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 209 hlm.

Tomlin, C. D. S. 2009. The Pesticide Manual Version 5.0 (15 th edition). British Crop Protection Council. United State. 589 hlm.


Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75

EFIKASI HERBISIDA FLUROKSIPIR TERHADAP GULMA PADA GAWANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN

1 8 10

EFIKASI HERBISIDA FLUROKSIPIR TERHADAP GULMA PADA GAWANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN

0 16 10

PENGARUH HERBISIDA AMINOSIKLOPILAKLOR TERHADAP KETERJADIAN PARTENOKARPI PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) MENGHASILKAN DAN DAYA KENDALINYA TERHADAP GULMA

11 88 45

EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN

1 23 48

EFIKASI HERBISIDA AMONIUM GLUFOSINAT TERHADAP GULMA PADA BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN

12 78 50

Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron terhadap Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jacq.) Belum Menghasilkan (TBM)

4 45 57

Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron Terhadap Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaesis guinensis Jacq.) yang Belum Menghasilkan (TBM) Efficacy of Metsulfuron Methyl Herbicide to Weeds of Unproductive Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.)

1 2 7