PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DENGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

i
Muhammad Faisal Sf

ABSTRAK

PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING
DENGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Oleh
MUHAMMAD FAISAL SF

Penggabungan perseroan merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan
perseroan dalam mempertahankan dan mengembangkan kegiatan usahanya.
Penggabungan perseroan dapat dilakukan oleh perusahaan penanaman modal
asing dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri. Penelitian ini mengkaji
mengenai penggabungan perusahaan penanaman modal asing dengan perusahaan
penanaman modal dalam negeri berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 beserta
peraturan yang ditetapkan BKPM dan Bapepam-LK. Adapun yang menjadi pokok
bahasan adalah mengenai syarat, prosedur dan akibat hukum dalam melakukan
penggabungan perusahaan penanaman modal asing dengan perusahaan
penanaman modal dalam negeri baik yang berbentuk perseroan tertutup maupun
perseroan terbuka.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif analitis
substansi hukum. Data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan
data melalui studi pustaka. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan
data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Selanjutnya,
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penggabungan perusahaan
penanaman modal asing dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri dapat
dilakukan dengan memenuhi syarat umum, yaitu penggabungan tidak boleh
merugikan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor dan
penggabungan dilarang menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Penggabungan juga diwajibkan memenuhi syarat khusus.
Penggabungan perseroan tertutup wajib memenuhi syarat khusus yang ditetapkan
BKPM, yaitu untuk memiliki izin prinsip penggabungan dan izin usaha

ii
Muhammad Faisal Sf
penggabungan. Syarat khusus yang wajib dipenuhi perseroan terbuka diatur oleh
Bapepam-LK, yaitu membuat pernyataan yang berisi rancangan penggabungan

kepada Bapepam-LK dan RUPS yang didukung pendapat pihak independen.
Penggabungan perseroan harus dijalankan sesuai dengan prosedur yang
ditentukan. Penggabungan perseroan tertutup harus menjalankan prosedur yang
diatur UU No. 40 Tahun 2007 dan prosedur untuk mendapatkan izin prinsip
penggabungan dan izin usaha penggabungan. Prosedur penggabungan perseroan
terbuka ialah direksi melakukan penjajagan, menyusun rancangan penggabungan
yang akan disetujui RUPS, mengumumkan rancangan penggabungan dan
memperoleh persetujuan Bapepam-LK. Penggabungan perseroan menimbulkan
akibat hukum, yaitu perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum
sejak tanggal penggabungan mulai berlaku. Akibat hukum selanjutnya ialah
aktiva, pasiva dan pemegang saham perseroan yang menggabungkan diri beralih
kepada perseroan penerima penggabungan.
Kata Kunci: Penggabungan Perseroan, Penanaman Modal, Hukum
Perusahaan

PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING
DENGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Oleh
MUHAMMAD FAISAL SF


Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

vi

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap peneliti adalah Muhammad Faisal Sf. Peneliti
dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17 September 1991,
dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak

Drs. Syaiful Fauzi dan Ibu Rusdiana. Peneliti mengawali
pendidikan di Taman Kanak-kanak Setia Kawan Panjang Utara
pada tahun 1996, Peneliti melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri
1 Panjang Selatan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2003.
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 23 Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2006, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Bandar Lampung pada tahun 2009. Peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
pada tahun 2009.
Selama menjadi mahasiswa, Peneliti aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa.
Peneliti menjadi anggota Kelompok Diskusi Mahasiswa periode 2009-2010,
Anggota Pusat Studi Bantuan Hukum 2009, Wakil Ketua Bidang Hukum dan
Advokasi Dewan Pimpinan Mahasiswa Fakultas periode 2010-2011, Kepala
Bidang PPA Forum Silahturahmi dan Studi Islam periode 2011-2012, Staf
Kementerian Hukum dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas
periode 2011-2012.

viii

PERSEMBAHAN


Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:

Orangtuaku Rusdiana dan Drs. Syaiful Fauzi.
Kakakku Lisa Handayani, Amd. Keb. dan Ena Herawati, S. Pd..
Keponakanku Raisya Putri Kalisa, Riana Putri Kalisa, Silky Amalia Antoni, dan
Muhammad Sultan Al Parizal
Terimakasih untuk semua kebahagiaan, doa dan dukungannya dalam setiap
langkah yang kupilih.

Almamater tercinta Universitas Lampung.
Tempatku menimba ilmu dan menjadi sebagian jejak langkahku meraih
kesuksesan.

ix

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat

Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh
isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya dengan
kehendak-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul
“Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal Asing Dengan Perusahaan
Penanaman Modal Dalam Negeri” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Peneliti menyadari masih terdapat kekurangan dalam penelitian skripsi ini, saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini. Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak
membantu peneliti dalam proses menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Hukum Universitas Lampung;

x


3. Bapak Prof. Dr. I Gede AB. Wiranata, S.H., M.H., selaku Pembimbing I atas
kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya,
mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan
kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah bersedia
untuk

meluangkan

waktunya,

mencurahkan

segenap

pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;

5. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., selaku Pembahas I yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Ibu Yennie Agustin MR, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang
telah membantu peneliti dalam proses menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Hukum Universitas Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti, serta
segala bantuan yang diberikan kepada peneliti selama menyelesaikan studi;
9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku Mamak dan Bapak yang telah menjadi
pahlawan terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya melelahkan diri
memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tak pernah putus untuk
kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya, semoga senantiasa
dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian
tersenyum dalam kebahagiaan;

xi

10. Kakakku Lisa Handayani, Amd. Keb. Dan Ena Herawati, S.Pd. atas semua

bantuan, motivasi, keceriaan, canda, dan semangatnya. Semoga tetap dapat
mengharumkan nama baik keluarga;
11. Abang iparku, Eka Budi Setiawan dan Parizal Antoni, untuk semua motivasi,
masukan dan semangatnya;
12. Pahlawan kecilku Raisya Putri Kalisa, Riana Putri Kalisa, Silky Amalia
Antoni, dan Muhammad Sultan Al Parizal, terimakasih untuk keceriaan, tawa
dan tangis kecilnya. Semoga menjadi insan yang senantiasa merindukan kasih
sayang Allah dan Rosul-Nya, serta menjadi anak yang bermanfaat dalam
melanjutkan estafet sejarah keluarga yang membanggakan;
13. Teman seperjuangan Hukum Keperdataan 2009 Ais, Jasmine, Lia, Tyas, Rini,
Nuy, Pimal, Dafson, Cicha, Adenty, Indah, Vita, Clara, Vina, Sujana, dan
seluruh teman-teman Hukum Keperdataan 2009 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses;
14. Keluarga besar UKMF PSBH & FOSSI FH UNILA serta alumni pengurus
BEM UNILA periode 2011-2012 yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampug;
15. Teman-teman KKN Tematik UNILA 2012 di Kampung Gunung Sangkaran,
Kecamatan Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan. Altry Novia, S.IP.,
Andreas DRS, A. Dimasqy Siregar, Andrika Feryyawan, Deki EDS, S.H.,
Virda AP, Yuliana Setiarini, Mawarni LP, dan Elsie Viana, S.H. yang telah

bersedia untuk diakui sebagai keluarga (angkon), salam sukses mas bro ‘n
mbak sist;

xii

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan sumbangsih pemikiran
yang telah diberikan kepada peneliti. Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi
ini belumlah dapat dikatakan sempurna, namun banyak harapan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya, khususnya bagi peneliti dalam
mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan, aamin.

Bandar Lampung, 6 November 2013
Peneliti,

Muhammad Faisal Sf


xiii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................v
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi
MOTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii
SANWACANA .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian.....................................8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................9

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Perseroan Terbatas ............................................................................11
1. Pengertian Perseroan Terbatas ...................................................11
2. Organ Perseroan .........................................................................14
3. Klasifikasi Perseroan .................................................................20
B. Penanaman Modal .............................................................................24
1. Pengertian Penanaman Modal ...................................................24
2. Jenis-jenis Penanaman Modal ....................................................29
3. Badan Koordinasi Penanaman Modal........................................31
C. Pasar Modal ......................................................................................33
1. Pengertian Pasar Modal .............................................................33
2. Pihak-pihak dalam Pasar Modal ................................................35

xiv

3. Penawaran Umum ......................................................................42
4. Efek Di Pasar Modal ..................................................................46
5. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ...........50
D. Penggabungan Perseroan ..................................................................53
1. Pengertian Penggabungan Perseroan .........................................53
2. Syarat Penggabungan.................................................................56
3. Akibat Hukum Penggabungan ...................................................58
E. Kerangka Pikir ..................................................................................59
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Tipe Penelitian ..................................................................61
B. Pendekatan Masalah..........................................................................62
C. Sumber Data......................................................................................63
D. Pengumpulan Data ............................................................................65
E. Pengolahan dan Analisis Data ..........................................................65
IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Syarat Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal Asing
Dengan Penanaman Modal Dalam Negeri
1. Syarat Umum
a. Penggabungan Tidak Boleh Merugikan Perseroan
b. Penggabungan Tidak Boleh Merugikan Pemegang Saham
Minoritas
c. Penggabungan Tidak Boleh Merugikan Karyawan
d. Penggabungan Tidak Boleh Merugikan Kreditor
e. Penggabungan Tidak Boleh Menimbulkan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
2. Syarat Khusus

67
68
68
69
70
72
73
77

a. Syarat Khusus Penggabungan Perseroan Tertutup
b. Syarat Khusus Penggabungan Perseroan Terbuka

77
80

B. Prosedur Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal Asing
Dengan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri

84

1. Prosedur Penggabungan Perseroan Tertutup
2. Prosedur Penggabungan Perseroan Terbuka

84
102

xv

C. Akibat Hukum Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal
Asing Dengan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri ........111
1. Akibat Hukum Terhadap Aktiva dan Pasiva ..............................112
2. Akibat Hukum Terhadap Pemegang Saham ..............................113
3. Akibat Hukum Terhadap Perseroan yang Menggabungkan
Diri .............................................................................................113
V.

Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................................116
B. Saran ..............................................................................................118

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................120

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi nasional adalah bagian penting dalam pembangunan suatu
negara. Pertumbuhan ekonomi yang baik merupakan penunjang pembangunan
infrastruktur bagi suatu negara. Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan
diharapkan mampu menyejahterakan kehidupan masyarakat. Kesejahteraan
masyarakat secara menyeluruh merupakan tanggung jawab pemerintah selaku
pengemban amanat konstitusi. Pemerintah senantiasa melakukan berbagai upaya
sebagai bentuk pengejawantahan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang sekaligus mendasari pembentukan seluruh
peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Salah satu langkah yang
dilakukan pemerintah ialah dengan melibatkan pihak swasta dalam negeri maupun
asing untuk turut serta meningkatkan pembangunan nasional dalam bentuk
penanaman modal.

Pengaturan penanaman modal ditetapkan pemerintah dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disingkat UU No.
25 Tahun 2007). Ditetapkannya UU No. 25 Tahun 2007 merupakan pengganti
dari Undang-Undang Penanaman Modal yang lama, yaitu Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang

2

Nomor 6 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang sebelumnya
juga kedua undang-undang tesebut merupakan pengganti Undang-Undang Nomor
78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman modal adalah
segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia. Pemerintah memberikan peluang bagi penanam modal dalam
negeri untuk melakukan kegiatan penanaman modal dalam bentuk badan usaha
yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.
Sedangkan khusus bagi penanaman modal asing diwajibkan harus berbentuk
perseroan terbatas. Pasal 5 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa
penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Pertumbuhan ekonomi yang signifikan senantiasa diupayakan pemerintah melalui
kebijakan yang dapat menarik minat para penanam modal khususnya penanam
modal asing agar bersedia menanamkan modalnya di Indonesia. Penanaman
modal asing di Indonesia menjadi sesuatu yang sifatnya tidak dapat dihindarkan
(inevitable). Bahkan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan pembangunan
nasional Indonesia memerlukan pendanaan yang sangat besar untuk dapat
menunjang tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Kebutuhan pendanaan
tersebut tidak hanya dapat diperoleh dari sumber-sumber pendanaan dalam negeri,
tetapi juga dari luar negeri. Hal itu yang menyebabkan penanaman modal asing

3

menjadi salah satu sumber pendanaan luar negeri yang strategis dalam menunjang
pembangunan nasional.1

Perusahaan penanaman modal sebagai penunjang pembangunan nasional yang
sekaligus berperan sebagai subjek ekonomi, senantiasa berupaya untuk
memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya (maximizing
profit). Memaksimalkan keuntungan dapat diupayakan dengan berbagai upaya,
salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunkan metode
penggabungan perseroan (merger).2 Pemerintah memperbolehkan adanya suatu
penggabungan yang dapat dilakukan antar perusahaan penanaman modal.
Penggabungan perseroan dapat dilakukan baik antar perusahaan penanaman
modal asing atau antar perusahaan penanaman modal dalam negeri, maupun
antara perusahaan penanaman modal asing dengan perusahaan penanaman modal
dalam negeri. Pemerintah secara khusus mewajibkan bahwa penggabungan
perusahaan penanaman modal harus berbadan hukum berbentuk perseroan
terbatas. Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan penggabungan
wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
perseroan terbatas, larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 65 Ayat (5) Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 (selanjutnya disingkat Perka
BKPM No. 5 Tahun 2013).

Pada dasarnya selain untuk menarik minat pihak penanam modal, penggabungan
perseroan memiliki banyak keuntungan yang dapat dirasakan langsung bagi pihak
1

David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2013, hlm. 2-3.
2
Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, Permata Aksara, Jakarta, 2012, hlm. 147.

4

penanam modal yang melakukannya. Penggabungan perseroan merupakan salah
satu bentuk penyelamatan bagi perseroan yang sedang mengalami kesulitan
finansial, sehingga dengan dilakukannya penggabungan tersebut diharapkan akan
mendapatkan suntikan dana baru yang dapat digunakan sebagai modal untuk tetap
bertahan dalam menjalankan kegiatan usaha. Penggabungan perseroan dilakukan
dengan maksud memperluas pangsa pasar, baik untuk menghasilkan mata rantai
produksi yang lengkap, maupun untuk memperluas distribusi produk dalam satu
area atau memperluas area distribusi.3 Keuntungan lain dari penggabungan juga
sebagai bentuk upaya melakukan restrukturisasi peralatan produksi. Jika
penggabungan terjadi, perseroan yang satu dapat menimba pengalaman dan
teknologi dari perseroan yang lain. Dengan demikian penggabungan perseroan
dapat dikatakan sebagai sarana pengalihan teknologi.4

Pengaturan penggabungan perseroan secara umum diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UU No.
40 Tahun 2007). Ditetapkannya UU No. 40 Tahun 2007 merupakan pengganti
dari Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama yaitu Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995. Selain itu pengaturan mengenai penggabungan juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PP No. 27 Tahun
1998). Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan

3

Munir Fuady, Hukum Tentang Merger (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007),
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm. 50.
4
Ibid. hlm. 54.

5

diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum. Berakhir atau bubarnya perseroan yang menggabungkan diri,
terjadi tanpa dilakukan likudasi terlebih dahulu. Yang tinggal dan eksis berdiri
adalah perseroan yang menerima penggabungan.5

Penggabungan perseroan dapat dilakukan oleh perseroan tertutup dan perseroan
terbuka. Pengertian perseroan tertutup secara eksplisit tidak termuat dalam UU
No. 40 Tahun 2007. Perseroan tertutup, pada dasarnya adalah badan hukum yang
memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan
tertutup memiliki beberapa ciri khusus yang membedakan dengan perseroan lain.
Perseroan tertutup biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup”
(besloten close). Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal mengenal
atau pemegang sahamnya hanya terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan
keluarga dan tertutup bagi orang luar. Saham perseroan yang ditetapkan dalam
anggaran dasar, hanya sedikit jumlahnya, dan dalam anggaran dasar sudah
ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham. Sahamnya
juga hanya atas nama (aandel op nam, registered share) atas orang-orang tertentu
secara terbatas.6

Pengertian perseroan terbuka secara jelas termuat dalam Pasal 1 angka 7 UU No.
40 Tahun 2007. Perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang
melakukan penawaran umum saham (public offtering) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal atau yang biasa disebut
5
6

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 483.
Ibid. hlm. 38-39.

6

emiten. Berbeda dengan perseroan tertutup, perseroan terbuka melakukan
penawaran sahamnya kepada masyarakat luas tidak terbatas pada orang-orang
tertentu. Jadi yang dimaksud dengan perseroan terbuka menurut Pasal 1 angka 7
UU No. 40 Tahun 2007 adalah perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan
Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(selanjutnya disingkat UU No. 8 Tahun 1995), yakni memiliki pemegang saham
sekurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kuranganya Rp.
3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).7 Hanya emiten yang boleh melakukan
penawaran umum. Menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 8 Tahun 1995, emiten adalah
pihak yang melakukan penawaran umum, dan penawaran umum baru dapat
dilakukan emiten setelah lebih dulu mendaftar ke Badan Pengawas Pasar Modal
(selanjutnya disingkat Bapepam). Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 8
Tahun 1995, Bapepam berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan
pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal.8

Perseroan tertutup yang ingin melakukan penggabungan harus memenuhi
ketentuan umum yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 dan peraturan
pelaksananya yang termuat dalam PP No. 27 Tahun 1998 beserta peraturan terkait
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Selain memenuhi
ketentuan umum, penggabungan perseroan tertutup diwajibkan harus memenuhi
ketentuan khusus yang diatur oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
(selanjutnya disingkat BKPM). BKPM melalui Perka BKPM No. 5 Tahun 2013
mewajibkan bahwa untuk melakukan penggabungan perseroan, perseroan tersebut
wajib memiliki izin prinsip penggabungan perusahaan yang ditetapkan BKPM.
7
8

Ibid. hlm. 41.
Ibid. hlm. 41-42.

7

Selanjutnya, apabila penggabungan perseroan tersebut dilakukan dengan
melibatkan perseroan terbuka, maka selain mengacu pada ketentuan umum
layaknya seperti perseroan tertutup, perseroan terbuka juga memiliki ketentuan
khusus yang harus dipenuhi. Ketentuan khusus yang melekat pada perseroan
terbuka ialah ketentuan pada peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal
beserta peraturan pelaksananya yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (selanjutnya disingkat Bapepam-LK) selaku
otoritas pasar modal. Penggabungan perseroan terbuka secara khusus diatur dalam
Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha atau
Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten, Lampiran Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-52/PM/1997 (selanjutnya disingkat
Peraturan Bapepam-LK No.IX.G.1).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji dan membahas
keduanya, yaitu penggabungan perusahaan penanaman modal berbentuk
perseroan tertutup melalui BKPM dan penggabungan perusahaan penanaman
modal yang melibatkan perseroan terbuka melalui Bapepam-LK. Untuk itu,
penelitian ini dikhususkan pada judul “Penggabungan Perusahaan Penanaman
Modal Asing dengan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri”.

8

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1.

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian skripsi ini adalah bagaimana penggabungan perusahaan penanaman
modal asing dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan.

Untuk itu, pokok bahasan dalam penelitian ini adalah:
a.

Apakah syarat penggabungan perusahaan penanaman modal asing dengan
perusahaan penanaman modal dalam negeri?

b.

Bagaimanakah prosedur penggabungan perusahaan penanaman modal asing
dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri?

c.

Apakah akibat hukum dari penggabungan perusahaan penanaman modal
asing dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri?

2.

Ruang Lingkup

Adapun lingkup permasalahannya adalah:
a.

Ruang lingkup keilmuan
Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah ketentuan hukum mengenai
penggabungan perusahaan penanaman modal. Bidang ilmu penelitian ini
adalah hukum keperdataan, khususnya hukum penanaman modal.

b.

Ruang lingkup objek kajian
Ruang lingkup objek kajian penelitian ini mengkaji tentang penggabungan
perusahaan penanaman modal asing dengan perusahaan penanaman modal

9

dalam negeri berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 25 Tahun 2007,
UU No. 8 Tahun 1995, Perka BKPM No. 5 Tahun 2013, dan Peraturan
Bapepam-LK No. IX.G.1.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi lengkap, rinci, jelas, dan
sistematis mengenai:
a.

Syarat penggabungan perusahaan penanaman modal asing dengan perusahaan
penanaman modal dalam negeri;

b.

Prosedur penggabungan perusahaan penanaman modal asing dengan
perusahaan penanaman modal dalam negeri;

c.

Akibat hukum dari penggabungan perusahaan penanaman modal asing
dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri.

2.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan praktis, sebagai berikut:

a.

Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya
pengembangan keilmuan dengan disiplin ilmu khususnya ilmu di bidang hukum
ekonomi yang berkenaan dengan hukum penanaman modal, juga sekaligus
memperluas pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

10

b.

Kegunaan Praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini adalah:
(1) Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi
peneliti khususnya mengenai penggabungan perusahaan penanaman modal
asing dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri;
(2) Sebagai bahan informasi maupun literatur bagi pihak yang memerlukan,
khususnya mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
(3) Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perseroan Terbatas

1.

Pengertian Perseroan Terbatas

Konsep perseroan terbatas dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun
2007 yang memberikan pengertian bahwa perseroan terbatas, yang selanjutnya
disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Istilah “perseroan”
menunjuk pada cara menentukan modal, yaitu terbagai dalam saham, sedangkan
istilah “terbatas” menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu
hanya sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki.1

Sebagai badan hukum, perseroan harus memiliki maksud dan tujuan serta
kegiatan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar. Perseroan harus
mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau
kesusilaan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007.
Perseroan yang tidak mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan
1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cetakan Keempat Revisi, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 109.

12

tujuan serta kegiatan usahanya, dianggap “cacat hukum” (legal defect), sehingga
keberadaannya “tidak valid” (invalidate).2 Perseroan sebagai badan hukum,
bermakna bahwa perseroan merupakanlah suatu subjek hukum, dimana perseroan
sebagai sebuah badan yang dapat dibebani hak dan kewajiban seperti halnya
manusia. Subjek hukum adalah sesuatu yang dapat atau cakap melakukan
perbuatan hukum atau melakukan tindakan perdata atau membuat suatu perikatan.
Subjek hukum yang dikenal oleh para ahli hukum ada dua macam, yaitu:3
a.

Orang pribadi (Belanda: naturlijk person atau Inggris: natural person);

b.

Badan hukum (Belanda: rechtpersoon atau Inggris: legal entity).

Unsur utama dari badan hukum adalah apa yang disebut “separate patrimony”,
yaitu memiliki harta sendiri yang terpisah dari pemegang saham sebagai pemilik.
Karakteristik kedua dari badan hukum adalah tanggung jawab terbatas dari
pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dan pengurus perusahaan.4 Dari
uraian pengertian perseroan di atas, sangat jelas sekali perseroan sebagai
kumpulan (akumulasi) modal yang mengandung karakteristik sebagai berikut:5
a.

Badan hukum, dapat dilihat dari ciri-ciri antara lain:
(1) Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, apabila
perseroan belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan
hukum dan segala tanggung jawab dan kewajibannya sama halnya
dengan perserkutuan firma;

2

M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 61.
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1997, hlm. 17.
4
Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 191.
5
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Kencana, Jakarta,
2010, hlm. 105-106.

3

13

(2) Perseroan merupakan bentuk organisasi yang teratur, ada rapat umum
pemegang saham, direksi, dan komisaris;
(3) Memiliki harta kekayaan sendiri, berarti mengenal adanya pemisahan
harta kekayaan pribadi dengan harta kekayaan perusahaan;
(4) Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, atas nama perseroan; dan
(5) Mempunyai tujuan sendiri, yaitu mencari keuntungan.
b.

Tanggung jawab pemegang saham terbatas, maksudnya terbatas pada nilai
saham yang diambilnya, kecuali dalam hal:
(a) Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum terpenuhi;
(b) Pemegang saham memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
(c) Terlibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan perseroan dan
menggunakan kekayaan perseroan; dan
(d) Pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan
Perseroan sehingga Perseroan tidak dapat melunasi utang-utangnya.

c.

Berdasarkan perjanjian:
(1) Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih;
(2) Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan Perseroan; dan
(3) Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian.

d.

Melakukan kegiatan usaha;

e.

Modal terbagi atas saham-saham (akumulasi modal); dan

f.

Jangka waktu dapat tidak terbatas.

14

2.

Organ Perseroan

Perseroan memiliki struktur organisasi yang memiliki kewenangan masingmasing, sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 2 UU No. 40 Tahun 2007 bahwa
organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disingkat
RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.

a.

Rapat Umum Pemegang Saham

Pasal 1 angka 4 UU No. 40 Tahun 2007 memberikan pengertian bahwa RUPS
adalah organ perusahaan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undangundang ini dan atau anggaran dasar.

Pada dasarnya RUPS merupakan suatu forum yang dimiliki pemegang saham
untuk membahas segala hal yang berkaitan dengan kegiatan perseroan, karena
dalam RUPS, pemegang saham sebagai pemilik perseroan memiliki fungsi
pengawasan atas jalannya kepengurusan perseroan yang dilakukan direksi.
Melalui RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan perseroan dari direksi dan atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan
dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan,
RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali
semua pemegang saham hadir dan atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui
penambahan mata acara rapat, keputusan mata acara rapat yang ditambahkan
harus disetujui dengan suara bulat dalam RUPS sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 75 UU No. 40 Tahun 2007.

15

RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan direksi atau dewan komisaris,
namun bukan berarti RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan.
Kedudukan RUPS sebagai salah satu organ perseroan adalah sama dengan organ
perusahaan yang lain seperti direksi dan dewan komisaris. RUPS, direksi dan
dewan komisaris adalah sederajat.6 Dengan demikian, tidak dapat dikatakan
RUPS lebih tinggi dari direksi dan dewan komisaris. Masing-masing mempunyai
posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang mereka
miliki.7

b.

Direksi

Pengertian direksi dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 adalah organ
perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Menjalankan kepengurusan perseroan
merupakanlah tugas utama direksi, dimana direksi berwenang menjalankan
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam
batas yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2007 dan anggaran dasar
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 92 Ayat 1 dan 2 UU No. 40 Tahun
2007.

6
7

Binoto Nadapdap, Op. Cit. hlm. 111.
M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 307.

16

Kewenangan menjalankan pengurusan harus dilakukan semata-mata untuk
“kepentingan” perseroan. Tidak boleh untuk kepentingan pribadi. Kewenangan
pengurusan yang dijalankan, tidak mengandung benturan kepentingan (conflict of
interest). Tidak mempergunakan kekayaan, milik atau uang perseroan untuk
kepentingan pribadi. Tidak boleh mempergunakan posisi jabatan direksi yang
dipangkunya untuk memperoleh keuntungan pribadi. Tidak menahan atau
mengambil sebagian keuntungan perseroan untuk kepentingan pribadi. Tindakan
yang bertentangan dengan kepentingan perseroan, dapat dikategorikan melanggar
batas kewenangan atau kapasitas pengurusan perseroan. Perbuatan itu dapat
dikualifikasi

menyalahgunakan

kewenangan

(abose

of

authority),

atau

mengandung ultra vires.8 Dengan demikian, direksi mempunyai batas-batas
kewenangan dalam menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan
yang dipandang tepat. Penjelasan Pasal 92 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat”
adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang
tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha sejenis.

Direksi diberikan hak dalam mengambil kebijakan yang dianggap tepat, menurut
penjelasan Pasal 92 Ayat (2), yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang
tepat antara lain:
(1) Harus berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan
kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman;
(2) Harus berdasar peluang yang tersedia (available opportunity):

8

Ibid. hlm. 347.

17

(a) Kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benar
mendatangkan keuntungan (favorable advantage); dan
(b) Kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok
(suitable condition) bagi perseroan dan bisnis.
(3) Kebijakan yang diambil, harus benar berdasarkan kelaziman dunia usaha
(common business practice).9

Pada prinsipnya ada dua fungsi utama dari direksi dalam suatu perseroan, yaitu
sebagai berikut:10
(1) Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin
perusahaan;
(2) Fungsi representasi, dalam direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar
pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan
perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrakkontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

Pasal 98 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan, direksi berwenang
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Kemudian Pasal 99
Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa direksi yang tidak
berwenang mewakili perseroan apabila:
(1) Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang
bersangkutan; atau
(2) Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
perseroan.
9

M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 372- 373.
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum
Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 32.

10

18

Jika hal tersebut di atas terjadi, maka berdasarkan Pasal 99 Ayat (2) UU No. 40
Tahun 2007 yang berhak mewakili perseroan adalah:
(1) Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
perseroan;
(2) Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan perseroan;
(3) Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota direksi atau
dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

c.

Dewan Komisaris

Pengertian dewan komisaris dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007 adalah
organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Tugas
dewan komisaris berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2007
adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan
pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi
nasihat kepada direksi.

Pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dilakukan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Selanjutnya penjelasan
Pasal 108 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan”
adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan
komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk
kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan

19

perseroan. Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan dewan komisaris
terhadap sasaran atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut:11
(1) Melakukan audit keuangan;
(2) Pengawasan atas organisasi perseroan;
(3) Pengawasan terhadap personalia.

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris
yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap
anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, tetapi bertindak
berdasar pada keputusan dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam
Pasal 108 Ayat (3) dan (4) UU No. 40 Tahun 2007. Berbeda dari direksi yang
memungkinkan

setiap

anggota

direksi

bertindak

sendiri-sendiri

dalam

menjalankan tugas direksi. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
menghimpun dan atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan
surat pengakuan utang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib
mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan komisaris.12

Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugas pengawasan perseroan. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota
dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam
Pasal 114 Ayat (3) dan (4) UU No. 40 Tahun 2007.

11
12

M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 439.
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hlm. 134.

20

Pasal 114 Ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa anggota dewan
komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tugas pengawasan
dan pemberian nasihat kepada direksi apabila dapat membuktikan:
(1) Telah membuktikan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
(2) Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
(3) Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.

3.

Klasifikasi Perseroan

Mengenai klasifikasi perseroan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007,
tercantum pada Pasal 1 angka 7 dan Pasal 1 angka 8. Berdasarkan ketentuan
tersebut, klasifikasi perseroan dapat diuraikan di bawah ini.

a.

Perseroan Tertutup

Penggabungan perseroan dapat dilakukan oleh perseroan tertutup dan perseroan
terbuka. Pengertian perseroan tertutup secara eksplisit tidak termuat dalam UU
No. 40 Tahun 2007. Perseroan tertutup, pada dasarnya adalah badan hukum yang
memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan
tertutup memiliki beberapa ciri khusus yang membedakan dengan perseroan lain.
Perseroan tertutup memiliki ciri khusus jika dibandingkan dengan perseroan lain,
antara lain sebagai berikut:13

13

M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 38-39.

21

(1) Biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup” (besloten, close).
Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal-mengenal atau pemegang
sahamnya hanya terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan keluarga,
dan tertutup bagi orang luar;
(2) Saham perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, hanya sedikit
jumlahnya, dan dalam anggaran dasar, sudah ditentukan dengan tegas siapa
yang boleh menjadi pemegang saham;
(3) Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atau
orang-orang tertentu secara terbatas.

Berdasar karakter demikian, perseroan semacam ini disebut dan diklasifikasi
perseroan yang bersifat “tertutup” (besloten vennotschap, close corporation).
Atau disebut juga perseroan terbatas keluarga (famalie vennootschap, corporate
family).14 Perseroan yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga
diklasifikasikan lagi, yang terdiri atas:

1) Murni Tertutup

Perseroan tertutup seperti ini disebut murni tertutup atau absolut tertutup, karena
tidak memberi ruang gerak kepada orang luar untuk menjadi pemegang saham.
Ciri perseroan yang murni tertutup dapat dijelaskan sebagai berikut:15
(a) Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup
secara mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota
keluarga tertentu saja;
(b) Sahamnya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu dimaksud;
14
15

Ibid.
Ibid.

22

(c) Dalam anggaran dasar ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya
boleh dan terbatas diantara sesama pemegang saham saja.

2) Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka

Tipe lainperseroan bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang
tidak murni atau tidak absolut tertutup. Cirinya, sebagian tetap tertutup, dan
sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut:16
(a) Seluruh saham perseroan, dibagi menjadi dua kelompok;
(b) Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok
tertentu saja. Saham yang demikian, misalnya dikelompokkan atau
digolongkan “saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan
terbatas;
(c) Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh
siapapun.

b.

Perseroan Publik

Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perseroan publik
adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan
modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan. Rujukan peraturan perundangundangan yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 adalah UU No.
8 Tahun 1995 dalam hal ini Pasal 1 angka 22. Menurut pasal ini, agar perseroan
menjadi perseroan publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:17

16
17

Ibid. hlm. 40.
Ibid.

23

(1) Saham perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-kurangnya 300
(tiga ratus) pemegang saham;
(2) Memiliki modal disetor (gestor capital, paid up capital) sekurang-kurangnya
Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah);
(3) Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang
ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

Jika perseroan telah memenuhi kriteria yang disebut di atas, perseroan itu harus
mematuhi ketentuan Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007, menurut pasal tersebut:18
(1) Perseroan yang telah memenuhi sebagai perseroan publik, wajib mengubah
anggaran dasar menjadi perseroan terbuka (Perseroan Tbk);
(2) Perubahan anggaran dasar dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut;
(3) Selanjutnya, direksi perseroan wajib mengajukan pernyataan pendaftaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal.

c.

Perseroan Terbuka

Pasal 1 angka 7 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa, perseroan terbuka
adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Dengan demikian, maksud dari perseroan terbuka menurut Pasal 1 angka 7 UU
No. 40 Tahun 2007 adalah:19
(1) Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8
Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurang-kurangnya 300 (tiga
18
19

Ibid. hlm. 41.
Ibid.

24

ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga
miliar rupiah);
(2) Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di bursa
efeknya kepada masyarakat luas.

Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Pasal 1 angka 6
UU No. 8 Tahun 1995, emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum,
dan penawaran umum baru dapat dilakukan emiten, setelah lebih dulu mendaftar
ke Bapepam-LK. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1995,
Bapepam-LK berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan Pasar Modal. Bapepam-LK berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Keuangan.20

B. Penanaman Modal

a.

Pengertian Penanaman Modal

Istilah investasi dan penanaman modal sudah sangat umum dikenal berbagai
pihak, baik dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundangundangan. Istilah investasi dipadankan dengan istilah penanaman modal, terutama
bila merujuk kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing maupun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri. Istilah penanaman modal merupakan
terjemahan dari kata investment, yang berasal dari bahasa Inggris. Diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia sebagai “penanaman modal” atau investasi. Istilah

20

Ibid. hlm. 42.

25

investasi sering digunakan berkaitan dengan hubungan internasional, sedangkan
istilah penanaman modal lebih sering ditemukan dalam berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan.21

Investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik
investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portofolio
investment), sedangkan penanaman modal lebih memiliki konotasi kepada
investasi langsung. Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person)
maupun badan hukum (juridicial person) dalam upaya untuk meningkatkan dan
atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash
money), peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual,
maupun keahlian.22

Penanaman modal diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007, dimana dengan
diberlakukannya undang-undang ini sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Pengertian penanaman
modal termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2007 yang m