Analisis Yuridis Pengalihan Status Perusahaan Terbuka Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Untung Hendrik, Hukum Investasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Rakhmawati Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam

Menghadapi Era Globalisasi, Malang: Bayumedia Publishing, 2003.

Sembiring Sentosa, Hukum Investasi, Bandung: Nuansa Aulia, 2010. Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986. Marzuki Peter, Penelitian Hukum, rev.ed. Jakarta: Prenadamedia Group, 2014. Margono Sujud, Hukum Investasi Asing Indonesia, Jakarta: Novindo Pustaka

Mandiri, 2008.

Panjaitan Hulman, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta: Ind-Hill Co, 2003. Kairupan David, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2013.

Rokhmatussa’dyah Ana, dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Rajagukguk Erman, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: UI-Press, 2005. Harjono, Dhaniswara K, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2007.

H.S., Salim, dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo persada, 2008.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


(2)

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara izin prinsip Penanaman Modal.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor IX.H.1

tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal.

C. Kamus/Ensiklopedia

John Downes, Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan & Investasi, terj. Soesanto Budhidarmo, (Jakarta : Penerbit Elex Media Komputendo, 1994). A. Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi keuangan Perdagangan, (Jakarta :

Penerbit Radnya Paramita, 1991).

Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), (Bandung : Penerbit Alumni, 1982).

A.F.Elly Erawaty, J.S.Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris, (Jakarta : Penerbit ELIPS, 1996).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta : Penerbit Balai Pustaka, 1995).


(3)

D. Website

Bram Pratama, Direct Investment & Indirect Investment, diakses dari http://resumehukum.blogspot.co.id/2014/03/direct-investment-indirect-investment_25.html, (diakses pada tanggal 19 April 2016).

Rachmadsyah Shanti, Perbedaan Perusahaan Terbuka dan Tertutup, diakses dari

Pokok-Pokok Hukum Investasi Indonesia, diakses dari

https://budhivaja.dosen.narotama.ac.id/files/2012/02/HKINVEST-2012-Capter-IV.pdf, (diakses pada tanggal 19 Juni 2016).

Penerapan Liberalisasi Dalam RUU PM Tidak Tepat, daikses dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15450/penerapan-liberalisasi-dalam-ruu-pm-tidak-tepat, (diakses pada tanggal 29 April 2016).

Sadli, Iklim Investasi Dan Undang-Undang Baru, diakses dari

http://kolom.pacific.net.id/ind/prof_m._sadli/artikel_prof_m._sadli/iklim_i nvestasi_dan_undang-undang_baru.html, (diakses pada 29 April 2016). Sebastian Edwin, Artikel Penanaman Modal Asing, diakses dari

2016).

Arto Sugi, Unsur-Unsur Perseroan Terbatas (Naamloze

Vennootschap/“corporation”), diakses dari

Anonim, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50759704ac972/mengapa-penanaman-modal-asing-harus-dalam-bentuk-pt, (diakses pada tanggal 9 Mei 2016).

Rachmadsyah Shanti, Modal PT, diakses dari


(4)

Pendirian Perseroan Terbatas (PT

pada tanggal 20 Juni 2016).

Rachmadsyah Shanti, Hukum Perusahaan, diakses dari

Arianta Atmadja, Doktrin piercing The Coorporate Veil, diakses dari

Isma Dhanie, Hukum Penanaman Modal, diakses dari

http://ismadhanielegal.blogspot.co.id/2013/11/hukum-penanaman-modal.html, (diakses pada tanggal 9 Mei 2016).

Damanik Ericson, Pengertian Dan Tujuan Penanaman Modal Asing Menurut

Ahli, diakses dari

http://pengertian-pengertian- info.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-dan-tujuan-penanaman-modal.html, (diakses pada tanggal 11 Mei 2016).

Sri Retno Wahyuningsih, Firdaus Abdullah,

4-fasilitas-fiskal-penanaman-modal.pdf, diakses dari

https://kumpulanperaturanp2t.files.wordpress.com/2012/08/4-fasilitas-fiskal-penanaman-modal.pdf, (diunduh pada tanggal 13 mei 2016).

Sudaryanto, Tiny Moezahar, 5-fasilitas-non-fiskal-penanaman-modal.pdf, diakses dari https://kumpulanperaturanp2t.files.wordpress.com/2012/08/5-fasilitas-non-fiskal-penanaman-modal.pdf, (diunduh pada tanggal 13 Mei 2016). http://bkpmd.bengkuluprov.go.id, (diakses pada tanggal 14 Mei 2016).

Suerani, Ade, Otonomi Daerah Menuntut Komitmen dan Konsistensi Pemerintah, diakses dari tanggal 26 Juni 2016).

Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, diakses dari

http://forum- penanaman-modal.blogspot.co.id/2010/02/pengendalian-pelaksanaan-penanaman.html, (Diakses pada tanggal 14 Mei 2016).

Gultom Obbie, Peraturan Terbaru Mengenai Perizinan Di BKPM, diakses dari


(5)

Cara Mengalihkan Kepemilikan Saham Asing, diakses dari

http://forum- penanaman-modal.blogspot.co.id/2010/02/cara-mengalihkan-kepemilikan-saham.html (Diakses pada tanggal 25 Mei 2016).

Rachmadsyah Shanti, Pendirian PT PMA, diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c106ba70922c/pendirian-pt-pma, (diakses pada tanggal 26 Juni 2016).

Renintha Karina, Pengalihan Kepemilikan Saham Asing, diakses dari http://hukumpenanamanmodal.com/kepemilikan-saham-asing/pengalihan-kepemilikan-saham-asing/ (Diakses pada tanggal 25 Mei 2016).

Qomariyah Nurul, Dirut BEI Bingung Perka BKPM 'Bentrok' dengan UU Pasar

Modal, diakses dari

http://rimanews.com/ekonomi/investasi/read/20151105/243247/dirut, (diakses pada tanggal 8 Juli 2016).

BEI Tentang Kebijakan Sepihak BKPM Soal Emiten, diakses dari

http://www.jurnalasia.com/2015/11/05/bei-tentang-kebijakan-sepihak-bkpm-soal-emiten/ (Diakses pada tanggal 27 Mei 2016).


(6)

BAB III

PEROLEHAN STATUS SEBAGAI PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL

A. Perizinan Penanaman Modal

Dalam mewujudkan suatu kegiatan penanaman modal perlu dilalui beberapa proses yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Salah satu proses tersebut adalah perizinan. Dimana perizinan itu sendiri adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus, yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.108

Pada awalnya persetujuan dan perizinan penanaman modal dilimpahkan kepada daerah-daerah dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Sedangkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999 tentang Perubahan KeduaAtas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal, telah diserahkan kepada daerah, dimana untuk melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut, Gubernur Kepala Daerah Propinsi dapat

108Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 14 Tahun 2015 tentang


(7)

menugaskan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD). Namun sejak tanggal 12 April 2004 persetujuan dan perizinan penanaman modal disentralisasikan kepada pemerintah pusat dengan ditetapkannya keputusan presiden No. 29 Tahun 2004tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.

Seiring berjalannya waktu sistem Pelayanan Satu Atap dianggap kurang efektif, dan diganti menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 (Permendagri 24/2006) pasal 1 ayat (11) mendefinisikan “Penyelenggaraan Terpadu Satu Pintu” sebagai kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat..109 Pasal 1 ayat (7) Perka BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal juga mendefinisikan “Pelayanan Terpadu Satu Pintu” adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.110


(8)

Dari definisi Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan utama dari PTSP tersebut adalah untuk mempermudah proses perizinan penanaman modal agar dapat dilaksanakan di satu tempat saja. Sebab Implikasi ekonomis dari prosedur yang panjang dan berbelit-belit adalah semakin panjang jalur birokrasi atau prosedur yang harus dilalui, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan.111

Berdasarkan Permendagri 24/2006 pasal 4 Bupati/Wali Kota “wajib” melakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, yang mencakup:112

1. Pelayanan atas permohonan perizinanan dan non-perizinan dilakukan oleh perangkat daerah penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu;

2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;

3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non-perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya;

5. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan;

111 Andrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta :

SinarGrafika,2010), hlm 49.

112Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman


(9)

6. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku;

7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan.

Adapun ruang lingkup Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah sebagai berikut:

1. Layanan Perizinan Penanaman Modal, terdiri atas:113

a. Izin Prinsip Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip, merupakan izin untuk memulaikegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.114

b. Izin Usaha, merupakan izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas pendaftaran/izin prinsip/persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.115

c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip perluasan, merupakan izin untuk memulai rencana perluasan, merupakan izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di bidang usaha

113


(10)

yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.116

d. Izin Usaha Perluasan, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial atas penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan, sebagai pelaksanaan atas izin prinsip perluasan/persetujuan perluasan yang dimiliki oleh perusahaan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.117

e. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip perubahan, merupakan izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin prinsip/izin prinsip perluasan sebelumnya.118

f. Izin Usaha Perubahan, adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan perubahan ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin usaha/izin usaha perluasan sebelumnya sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modal.119

g. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip penggabungan perusahaan, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan hasil penggabungan, untuk melaksanakan bidang usaha perusahaan hasil penggabungan.120

116Ibid. 117

Ibid.,hlm 59.

118Ibid.,hlm 58. 119Ibid.,hlm 59.

120 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 14 Tahun 2015, Op.cit.,


(11)

h. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha (surviving company) setelah terjadinya merger, untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial perusahaan merger.121

i. Izin Pembukaan Kantor Cabang, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang ingin membuka kantor perusahaan baru sebagai cabang dari kantor perusahaan inti yang sudah melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial.

j. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang ingin mendaftarkan suatu perusahaan asing sebagai perwakilan dari perusahaan inti yang sudah melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial.

k. Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A), merupakan izin yang wajib dimiliki bagi perusahaan yang sudah memiliki kantor perwakilan perusahaan asing yang menginginkan kantor perwakilan perusahaan perdagangan asing tersebut untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial di bidang yang sama dengan perusahaan inti. l. Izin lokasi, merupakan izin yang diberikan kepada perusahaanuntuk

memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.122


(12)

2. Layanan Non-Perizinan Penanaman Modal, terdiri atas:123 a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin;

b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;

c. Usulan fasilitas Pajak Penghasilan (Pph) Badan untuk Penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;

d. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh importir mengenai produsen barang yang diimpornya dalam melakukan kegiatan importasi barang, yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen penataan tertib impor dalam rangka pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor;

e. Angka Pengenal Importir Umum (API-U), merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh importir dalam melakukan kegiatan importasi barang, yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen penataan tertib impor dalam rangka pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor124

f. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), adalah pengesahan rencana jumlah, jabatan dan lama penggungaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing dan penerbitan izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)

;

125

123 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 15 Tahun 2015,

Op.cit.,Pasal 11 ayat (2).

124Sudaryanto, Moezahar, Loc.Cit.

125Ibid.


(13)

g. Rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01), merupakan rekomendasi yang diperlukan guna memperoleh visa untuk maksud kerja bagi tenaga kerja warga negara asing126

h. Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), merupakan pemberian izin bagi perusahaan penanaman modal untuk mempekerjakan tenaga kerja asing dalam jumlah jabatan dan periode tertentu

; dan

127

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat (PTSP BKPM), Pemerintah Provinsi (PTSP PDPPM) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (PTSP PDKPM), PTSP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), PTSP Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

.

128

1. Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat diselenggarakan pada PTSP Pusat di BKPM dan terdiri atas:

Kewenangannya adalah:

129

a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi;

b. urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi:

126

Ibid.


(14)

1) Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

2) penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3) Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;

4) penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5) penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah negara lain.

2. Penyelenggaraan PTSP yang menjadi kewenangan Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM) yang diselenggarakan oleh BPMPTSP Provinsi terdiri atas:130

a. Urusan pemerintah provinsi yang diatur dalam perundang-undangan;

b. Urusan pemerintahan provinsi yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota; dan


(15)

c. Urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan wewenang kepada Gubernur.

3. Penyelenggaraan PTSP yang menjadi kewenangan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM) diselenggarakan oleh BPMPTSP kabupaten/kota terdiri atas:

a. Urusan pemerintah kabupaten/kota di bidangpenanaman modal yang ruang lingkupnya dalam satu kabupaten/kota; dan

b. Urusan pemerintah pusat yang diberi pelimpahan wewenang kepada bupati/walikota.

4. Menurut pasal 8 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015, penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang berlokasi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas(KPBPB) dilakukan berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari Menteri/Kepala Lembaga Non-Kementrian (LPNK), Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota kepada Badan Pengusahaan KPBPB.

5. Menurut pasal 9 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015, penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dilakukan berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari Menteri/Kepala LPNK, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota kepada Administrator KEK.


(16)

Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga oleh mekanisme koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadinya kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar belakang kepentingan politis maupun ekonomi.131

Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik masuknya investasi ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahan koordinasi antara instansi terkait tersebut perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan singkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di samping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh (reformasi) terhadap aparatur negara (civil service reform) serta reformasi pelayanan publik (public

service reform).132

Koordinasi yang harmonis di antara berbagai institusi yang berkaitan dengan efektifitas sistem hukum, akan dapat berjalan dengan baik apabila ada kejelasan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari masing-masing institusi, sehingga tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi koordinasi adalah menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi

131Ana Rokhmatussa’dyah, Suratman, Op.cit.,hlm 92

132Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 248.


(17)

instansi terkait, misalnya menyangkut masalah promosi investasi, perizinan, fasilitas investasi, dan lain-lain.133

Dari sisi kepentingan investor, tertibnya koordinasi di antara instansi-instansi terkait akan memberikan kejelasan dan kepastian dalam pemenuhan kewajiban mereka dan menciptakan efisiensi berusaha, di mana hal ini tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi iklim investasi. Penertiban koordinasi kelembagaan mencakup aspek-aspek sinkronisasi wewenang dan meningkatkan kerja sama antarlembaga. Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 mengatur Koordinasi dan Kebijakan Penanaman Modal yang termuat dalam Bab XII, Pasal 27 yang menyatakan sebagai berikut:134

1. Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi pemerintah, antarinstansi pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah daerah.

2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

3. Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.


(18)

4. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Dari ketentuan ayat (2) tersebut, dalam rangka Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sesuai dengan ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dibentuk pertama kali oleh pemerintah pada tahun 1973 sebagai pengganti Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk pada tahun 1968, yang terlebih dahulu menggantikan Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing yang dibentuk pada Tahun 1967.

Sebelum tahun 1967, pemerintah Indonesia tak menaruh perhatian mendalam pada koordinasi antarlembaga pemerintah terkait penanaman modal asing. Akhirnya, pada tahun tersebut diberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang salah satu isinya ialah membentuk forum bernama Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing (BPPMA). Badan ini bertugas menghubungkan berbagai departemen nan terkait dengan kegiatan penanaman modal asing dan memberi nasihat pada presiden tentang penerapan penanaman modal tersebut.

Setahun kemudian, sebuah undang-undang mengenai penanaman modal dalam negeri diterbitkan. Karena satu dan lain hal, BPPMA dibubarkan. Sebagai gantinya, di akhir tahun 1968, dibentuk forum baru bernama Panitia Teknis Penanaman Modal. Tugasnya ialah mempelajari dan menilai setiap permohonan penanaman modal yang masuk, baik dari dalam maupun luar negeri. Setiap


(19)

permohonan penanaman kapital harus memenuhi syarat dan ketentuan nan berlaku.

Akan tetapi, pada teknis aplikasi kerjanya, forum ini tak mempunyai wewenang menerbitkan izin penanaman modal. Ia harus mengacu pada departemen teknis dalam menilai permohonan penanaman kapital di tanah air. Guna menyempurnakan fungsi forum penanaman modal, pemerintah pun membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 1973.

Adapun visi dan misi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebagai berikut:135

1. Melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga;

2. membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya;

3. memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4. melakukan reformasi sistem dan penegakan hokum;

5. meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;

6. meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; 7. mewujudkan kemandirian ekonomi;

8. melakukan revolusi karakter bangsa;


(20)

Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal juga mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:136

1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;

2. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;

3. menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;

4. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha;

5. membuat peta penanaman modal Indonesia; 6. mempromosikan penanaman modal;

7. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;

8. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;

9. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; dan


(21)

10.mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.

Selain tugas koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan Bank Indonesia, antara instansi pemerintah dengan daerah, maupun antarpemerintah daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal juga melaksanakan tugas pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

C. Peran Pemerintah Daerah

Bila dilihat dari sisi ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat terdiri atas aspek: tersedianya lapangan pekerjaan yang mencukupi sebagai sumber nafkah bagi anak bangsa, serta tersedianya pilihan barang dan jasa yang cukup berupa barang atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan (konsumsi) dengan harga yang wajar dan terjangkau. Pemerintah sebagai penyelenggara negara, perlu dan harus berperan aktif mengembangkan kegiatan penanaman modal. Peran itu tidak boleh hilang, dibatasi atau dihalangi globalisasi, perdagangan bebas,ataupun alasan lainnya.

Pada dasarnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah dan/atau pemerintah daerah untuk menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.137Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan Pemerintah.138Penyelenggaraan urusan pemerintahan


(22)

di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria:139

1. Eksternalitas, yaitu pembagian urusan pemerintahan yang ditentukan berdasarkan dampak akibat yang ditimbulkan. Dalam arti jika urusan pemerintahan tersebut dalam penyelenggaraannya berdampak nasional maka itu menjadi urusan pemerintah, berdampak regional menjadi urusan provinsi dan lokal menjadi urusan kabupaten/kota.

2. Akuntabilitas, yaitu penanggung jawab suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya atau yang menerima langsung dampak/akibat yang ditimbulkan. Hal ini untuk menghindari klaim atas dampak/akibat tersebut, dan ini sejalan dengan semangat demokrasi yaitu pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyatnya.

3. Efisiensi, yaitu daya guna dan hasil guna yang diperoleh dalam arti jika urusan pemerintahan tersebut akan berhasil guna jika ditangani/diurus pemerintah maka itu menjadi urusan pemerintah, demikian pula sebaliknya.

Mengenai penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada di lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah daerah provinsi.140

139Ade Suerani, Otonomi Daerah Menuntut Komitmen dan Konsistensi Pemerintah,

Sedangkan penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada di dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah


(23)

daerah kabupaten/kota.141

Pemerintah daerah memiliki peran yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal, mengingat daerah kabupaten/kota mempunyai potensi yang besar dalam rangka penanaman modal. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom dalam bidang penanaman modal adalah:

Penyelenggaraan kegiataan penanaman modal di daerah Provinsi yang pada hakikatnya adalah kewenangan dari pemerintah pusat dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

142

1. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas Kabupaten/Kota; dan

2. melakukan kerja sama dengan Kabupaten/Kota.

Dalam hal penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada di dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah daerah kabupaten/kota, dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota di Bidang Penanaman Modal telah ditentukan lima macam kebijakan. Yakni:143

1. Kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal, meliputi: a. Identifikasi potensi sumber daya daerah kabupaten/kota yang

hasilnya disajikan dalam bentuk peta investasi tentang daerah kabupaten/kota dan petunjuk (direktori) tentang potensi Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), serta kelembagaan;


(24)

b. identifikasi dan penyusunan daftar pengusaha kecil, menengah dan besar;

c. penyusunan program pengembangan penanaman modal daerah Kabupaten/Kota dalam bentuk Rencana Strategis Daerah (Renstrada) sesuai dengan Program Pembangunan Daerah (Propeda) kabupaten/kota;

d. penetapan bidang usaha unggulan/prioritas

e. penyiapan usulan bidang-bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal, tertutup untuk PMA dan bidang-bidang usaha unggulan/prioritas;

f. penyusunan profil-profil proyek penanaman modal bidang-bidang usaha unggulan/prioritas

g. penyusunan profil-profil investasi proyek kemitraan;

h. penetapan kebijakan pemberian insentif khusus sesuai dengan kewenangan daerah kabupaten/kota;

i. pelaksanaan pelatihan dan penyuluhan teknis dan bisnis bagi usaha kecil dan menengah;

j. penyelenggaraan kewenangan lain di bidang kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi.


(25)

a. Penyelenggaraan promosi penanaman modal daerah baik di dalam maupun di luar negeri, seperti seminar, pameran, temu usaha, dan lokakarya;

b. pembuatan bahan promosi penanaman modal daerah dalam bentuk media cetak;

c. kerja sama dengan provinsi dan pemerintah pusat (BKPM) dalam penyelenggaraan promosi penanaman modal daerah;

d. pelaksanaan forum temu usaha dan penjodohan bagi usaha kecil dan menengah dengan usaha besar dalam rangka kemitraan;

e. kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka penyelenggaraan promosi penanaman modal daerah baik di dalam maupun di luar negeri;

f. pengiriman misi penanaman modal ke daerah lain dan ke luar negeri;

g. penerimaan misi penanaman modal ke daerah lain dan ke luar negeri;

h. pelaksanaan kerja sama luar negeri sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat;

i. penyiapan materi perjanjian dalam rangka kerja sama sub regional di bidang penanaman modal;

j. pelaksanaan sosialisasi atas perjanjian kerja sama luar negeri di bidang penanaman modal kepada aparatur dunia usaha;


(26)

k. penyelenggaraan kewenangan lain di bidang promosi dan kerja sama internasional penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi.

3. Pelayanan perizinan penanaman modal;

a. Pemberian persetujuan seluruh proyek baru dan perluasan PMDN atas bidang usaha/proyek selain yang menjadi kewenangan provinsi dan pusat;

b. Pemberian persetujuan perubahan rencana proyek PMDN atas persetujuan proyek;

c. Pemberian perizinan pelaksanaan persetujuan penanaman modal dalam rangka PMDN;

d. Pemberian insentif khusus penanaman modal yang menjadi kewenangannya;

e. Penyelenggaraan kewenangan lain di bidang pelayanan perizinan penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi. 4. Pengendalian penanaman modal;

a. Pemantauan perkembangan pelaksanaan seluruh penanaman modal yang berada di wilayahnya;

b. pembinaan terhadap pelaksanaan seluruh penanaman modal dalam rangka peningkatan realisasi penanaman modal yang berada di wilayahnya;


(27)

c. pengawasan terhadap pelaksanaan seluruh penanaman modal yang berada di wilayahnya;

d. pemberian sanksi terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran atas ketentuan penanaman modal yang surat persetujuannya dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota;

e. penyelesaian permasalahan yang dialami oleh perusahaan penanaman modal yang berada di wilayahnya;

f. penyusunan laporan perkembangan seluruh persetujuan dan realisasi penanaman modal di daerahnya secara berkala;

g. penyelenggaraan kewenangan lain di bidang pengendalian penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.

5. Sistem informasi penanaman modal.

a. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi penanaman modal yang terintegrasi dengan sistem informasi penanaman modal provinsi dan pemerintah pusat (BKPM);

b. pengumpulan dan pengolahan data persetujuan dan realisasi proyek PMDN dan PMA;

c. pemutakhiran data dan informasi promosi penanaman modal daerah.


(28)

Apabila dibandingkan antara kewenangan pemerintah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, dapat diketahui bahwa kewenangan yang lebih besar diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini disebabkan:144

1. Titik berat desentralisasi itu berada di tingkat kabupaten/kota; dan

2. daerah kabupaten/kota mempunyai potensi yang besar dalam rangka penanaman modal.

Kebijakan-kebijakan tersebut bertujuan agar kegiatan penanaman modal di daerah dapat memberikan kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat demi kepentingan nasional.

D. Akibat Hukum Perolehan Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal

1. Tata Cara Memperoleh Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal

Untuk mendirikan suatu perusahaan penanaman modal di Indonesia baik Asing maupun dalam negeri, tentunya harus melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:145

a. Pengajuan Izin Sementara untuk pendirian Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA) melalui BPKM dengan terlebih dahulu memperhatikan Perpres No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi untuk mengetahui apakah bidang usaha PT PMA

144Ibid., hlm 96.

145Shanti Rachmadsyah, Pendirian PT PMA,

tanggal 26 Juni 2016)


(29)

tersebut terbuka untuk investasi asing, dan jika terbuka (Tbk), berapa besar komposisi penanaman modal asing yang diperbolehkan.

b. Untuk pendirian perusahaan PMA, maka harus mengajukan aplikasi kepada BKPM Pusat, tetapi untuk pendirianperusahaan PMDN, dapat mengajukan aplikasi kepada BKPM yang memiliki kewenangan berdasarkan bidang usaha dan Lokasi Perusahaan PMDN tersebut. Pengajuan pendirian dilakukan dengan mengisi formulir aplikasi yang telah ditentukan dalam Lampiran I Perka BKPM No. 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1) Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah pemerintah negara lain;

2) rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing;

3) rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk perusahaan penanaman modal asing, atau dalam Bahasa Indonesia untuk perusahaan penanaman modal dalam negeri;


(30)

4) rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia;

5) rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia;

6) permohonan pendaftaran ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum);

7) surat kuasa asli bermeterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan;

c. Setelah izin pendaftaran penanaman modal dari BKPM dikeluarkan, selanjutnyamengajukan permohonan izin prinsip penanaman modal dari BKPM, yaitu izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal (Pasal 1 angka 16 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015). Izin prinsip diajukan dengan mengisi formulir aplikasi sesuai dengan lampiran Perka BKPM 14/2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal yang ke III (untuk perusahaan PMDN) dan yang ke IV (untuk perusahaan PMA), dan melampirkan:


(31)

a) Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran;

b) rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya;

c) rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Menteri Hukum dan HAM;

d) rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 2) Keterangan rencana kegiatan, berupa:

a) Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan-bahan dan dilengkapi dengan diagram alir (flowchart); b) uraian kegiatan usaha sektor jasa;

c) rekomendasi dari instansi pemerintah terkait.

d. Setelah izin prinsip keluar dan perusahaan telah siap melakukan kegiatan/berproduksi komersial, maka perusahaan tersebut wajib memperoleh izin usaha dari BKPM. Izin usaha didapat dengan mengajukan permohonan pada BKPM, dengan mengisi formulir aplikasi sesuai dengan lampiran III Perka BKPM 15/2015 dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1) Laporan Hasil Pemeriksaan proyek (LHP), untuk permohonan Izin Usaha atau Izin Usaha Perluasan yang kegiatan usahanya memerlukan fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan; 2) rekaman akta pendirian dan pengesahan serta akta perubahan dan


(32)

3) rekaman Pendaftaran/Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan/Surat persetujuan Penanaman Modal/Izin Usaha dan/atau Surat Persetujuan Perluasan Penanaman Modal/Izin Usaha Perluasan yang dimiliki;

4) rekaman NPWP;

5) bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama:

(1) Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah atau akta jual beli tanah oleh PPAT, atau

(2) rekaman perjanjian sewa-menyewa tanah. 6) bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan:

(1) Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau

(2) rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/bangunan.

7) Rekaman Izin Gangguan (UUG/HO) atau rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri;

8) rekaman Laporan Kegiatan Penanaman modal (LKPM) periode terakhir;

9) rekaman persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau rekaman persetujuan/pengesahan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);


(33)

Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut diatas, maka perusahaan yang bersangkutan sudah memperoleh status sebagai perusahaan penanaman modal, baik PMDN maupun PMA, dan perusahaan penanaman modal tersebut sudah dapat melakukan kegiatan produksi, serta berhak memperoleh segala pelayanan dan fasilitas yang menjadi hak perusahaan penanaman modal.

2. Akibat Hukum Perolehan Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal

Perolehan status sebagai perusahaan penanamn modal di Indonesia tentunya menimbulkan akibat hukum tertentu. Akibat hukum tersebutadalah: a. Hak Perusahaan Penanaman Modal

Suatu perusahaan penanaman modal yang sudah memiliki status yang sah di Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki hak-hak sebagai berikut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing:

a) Hak untuk mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga kerja ahli warga negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga warga negara Indonesia.146

b) Hak untuk dapat diberikan tanah dengan hak gunabangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku, demi keperluan perusahaan.147


(34)

c) Hak transfer dalam valuasi asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:148

(1) Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak dan kewajiban pembayaran lain di Indonesia.

(2) Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja yang dipekerjakan di Indonesia.

(3) Biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut. (4) Penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap. (5) Kompensansi dalam hal nasionalisasi.

2) Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal:

a) Hak untuk dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya;149

b) hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, tanpa ada penundaan yang didasarkan pada perlakuan diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatriasi ini meliputi:150

(1) Modal;

(2) keuntungan, bunga bank, dividen, dan pendapatan lain; (3) dana-dana yang diperlukan untuk:

(a) pembelian bahan baku dan penolong barang setengah jadi atau barang jadi; atau

148Ibid., Pasal 19.

149Undang-Undang Penanaman Modal,Op.cit., Pasal 8 ayat (1). 150Ibid., Pasal 8 ayat (3).


(35)

(b)penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal.

(4) tambahan dana yang diperlukan bagi pembayaran penanaman modal;

(5) dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman; (6) royalty atau biaya yang harus dibayar;

(7) pendapatan dari perseorangan warga Negara asing yang bekerja dalam perusahan penanaman modal;

(8) hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; (9) kompensasi atas kerugian;

(10) kompensasi atas pengambilalihan;

(11) pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual.

c) hak untuk menggunakan tenaga ahli warga Negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu;151

d) hak untuk mendapatkan kepastian hak, hukum, dan perlindungan; e) hak mendapatkan informasi yang terbuka mengenai bidang usaha

yang dijalankannya; f) hak pelayanan; dan


(36)

g) hak mendapatkan berbagai bentuk fasilitas, kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.152

b. Kewajiban Perusahaan Penanaman Modal

Selain memperoleh berbagai hak, fasilitas, serta kemudahan yang telah dipaparkan diatas, perusahaan penanaman modal juga harus melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, perusahaan penanaman modal memiliki kewajiban untuk:

a) Memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 11;153

b) menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia, agar dikemudian hari tenaga kerja warga negara asing dapat diganti oleh tenaga kerja warga negara Indonesia;154

c) mengurus dan mengendalikan perusahaanya sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan Negara;155 d) memberikan kesempatan partisipasi bagi modal Nasional secara

efektif setelah jangka waktu tertentu menurut imbangan yang ditetapkan pemerintah;156

152

Ibid., Pasal 14.

153Undang-Undang Penanaman Modal Asing, Op.cit., Pasal 10. 154Ibid., Pasal 12.

155Ibid., Pasal 26. 156Ibid., Pasal 27.


(37)

2) Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perusahaan penanaman modal memiliki kewajiban untuk:157

a) Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b) melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c) membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

d) menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e) mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan. c. Tanggung jawab perusahaan penanaman modal

Perolehan status perusahaan penanaman modal juga mengharuskan perusahaan penanaman modal bertanggung jawab untuk:158

1) Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3) menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;


(38)

5) menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan


(39)

BAB IV

PENGALIHAN STATUS PERUSAHAAN TERBUKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI MENJADI PERUSAHAAN PENANAMAN

MODAL ASING

A. Tata Cara Pengalihan Status Perusahaan Penanaman Modal Dalam

Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing

Terjadinya pengalihan status perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) diakibatkan karena masuknya kepemilikan modal asing baik seluruhnya maupun sebagian ke dalam suatu perusahaan PMDN yang pada awalnya kepemilikan modal perusahaan tersebut sepenuhnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri.

Hal tersebut dapat dilihat dari pengertian PMDN dan PMA itu sendiri, yakni:

1. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.159

2.

Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.160


(40)

Berdasarkan definisi dari PMDN dan PMA itu sendiri dapat dimengerti bahwa suatu perusahaan hanya dapat disebut sebagai perusahaan PMDN apabila kepemilikan modalnya secara seluruhnya merupakan milik penanam modal dalam negeri. Dan sekecil apapun modal asing yang masuk kedalam perusahaan PMDN akan mengubah status penanaman modal dari Penanaman Modal Dalam Negeri menjadi Penanaman Modal Asing.

Perubahan status perusahaan dari PMDN menjadi PMA juga mengakibatkan perubahan status anak perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan yang mengalami perubahan status tersebut. Setelah diperolehnya izin prinsip sebagai PMA, maka anak-anak perusahaanya juga diwajibkan untuk mengajukan izin prinsip serupa sebagai PMA sehingga seluruh anak perusahaan dari perusahaan yang mengalami perubahan status dari PMDN menjadi PMA juga wajib mengubah statusnya menjadi perusahaan PMA.161

Mengenai hal tersebut maka sebelum perusahaan PMDN menjual sahamnya kepada pemilik modal asing, perusahaan PMDN yang bersangkutan juga harus memperhatikan ketentuan bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan di dalam penanaman modal. Karena menurut pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal menyatakan bahwa pada umumnya semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang memang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Persyaratan inilah yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 44


(41)

Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Perpres ini lazim dikenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI).

Undang-Undang Penanaman Modal mengatur secara singkat mengenai Daftar Negatif Investasi sebagai berikut:162

1. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan 2. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan

undang-undang.

Oleh karena itu, jika bidang usaha perusahaan induk dan/atau anak perusahaan PMDN yang ingin memasukan kepemilikan modal asing termasuk dalam Daftar Negatif Investasi, maka kepemilikan modal perusahaan PMDN tersebut tidak dapat dijual ataupun dialihkan ke pemodal asing.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan status perusahaan PMDN menjadi PMA sebagai berikut:163

1. Jika ketika masih menjadi PMDN tidak memiliki izin prinsip dan belum memiliki izin usaha atau belum memiliki izin prinsip, perusahaan yang baru berubah wajib melakukan pendaftaran penanaman modal. Hal ini karena, setelah berubah menjadi PMA, kewenangan pemrosesan perizinan tidak lagi menjadi kewenangan


(42)

PTSP BKPMD (Permerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) melainkan menjadi kewenangan PTSP BKPM (Pemerintah Pusat); 2. Jika ketika masih menjadi PMDN telah memiliki izin prinsip atau izin

usaha, perusahaan yang baru berubah wajib mengajukan permohonan izin prinsip atau izin usaha penanaman modal. Hal ini karena setelah berubah menjadi PMA, kewenangan pemrosesan perizinan tidak lagi menjadi kewenangan PTSP BKPMD (Permerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) melainkan menjadi kewenangan PTSP BKPM (Pemerintah Pusat);

3. Jika saat sebagai PMDN telah memiliki izin prinsip atau izin usaha pada bidang usaha yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Selanjutnya ketika berubah menjadi PMA harus mengajukan permohonan izin prinsip atau izin usaha ke PTSP BKPM (Pemerintah Pusat). Permohonan disertai surat pengantar dari PTSP provinsi atau PTSP kabupaten/kota yang berisi rencana masuknya modal asing. Jika permohonan tersebut tidak kunjung ditanggapi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja, investor cukup melampirkan tanda terima pengajuan permohonan surat tersebut.

4. Apabila bidang usaha perusahaan merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota, perusahaan tersebut wajib melampirkan surat pengantar dari PTSP Perangkat Daerah Provinsi Penanaman Modal (PDPPM) atau PTSP Perangkat Daerah


(43)

Kabupaten/Kota (PDKPM) tentang rencana masuknya modal asing sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Perka BKPM 15/2015 sebelum mengajukan permohonan. Selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja PTSP PDPPM atau PTSP PDKPM belum menerbitkan surat pengantar, perusahaan dapat melampirkan tanda terima pengajuan permohonan tersebut.164

B. Pengambilalihan Perusahaan Terbuka

Pengambilalihan perusahaan terbuka artinya adalah tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan perubahan pengendali.165 Sedangkan pengendali perusahaan terbuka yang selanjutnya disebut sebagai pengendali adalah pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau pihak yang mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan perusahaan terbuka.166

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, setiap pihak yang melakukan penawaran tender untuk membeli efek emiten atau perusahaan publik wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam167

. Dan emiten atau perusahaan publik yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan


(44)

perusahaan lain wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.168

Mengenai ketentuan pengambilalihan perusahaan terbuka dapat dilihat pada Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor IX.H.1 tentang pengambilalihan perusahaan terbuka Angka 3 mengenai pengambilalihan perusahaan terbuka sebagai berikut:169

a. Pihak yang melakukan pengambilalihan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Mengumumkan dalam paling sedikit satu surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional, serta menyampaikan kepada Bapepam dan LK perihal terjadinya pengambilalihan paling lambat satu hari kerja setelah terjadinya pengambilalihan, informasi yang meliputi:

a) Jumlah seluruh saham yang diambil alih dan total kepemilikan sahamnya;

b) identitas diri yang meliputi nama pihak, alamat, telepon, faksimili, jenis usaha (jika ada), serta tujuan pengendalian; dan c) pernyataan bahwa pengendali baru adalah kelompok yang

terorganisasi, dalam hal pengendali baru adalah kelompok yang terorganisasi; dan

2) Melakukan penawaran tender wajib, kecuali terhadap:

168Ibid., Pasal 84.


(45)

a) Saham yang dimiliki pemegang saham yang telah melakukan transaksi pengambilalihan dengan pengendali baru;

b) saham yang dimiliki pihak lain yang telah mendapatkan penawaran dengan syarat dan kondisi yang sama dari pengendali baru;

c) saham yang dimiliki pihak lain yang pada saat bersamaan juga melakukan penawaran tender wajib atau penawaran tender sukarela atas saham perusahaan terbuka yang sama;

d) saham yang dimiliki pemegang saham utama; dan

e) saham yang dimiliki oleh pengendali lain perusahaan terbuka tersebut.

b. Perusahaan Terbuka yang diambil alih tidak wajib memperoleh persetujuan dari pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kecuali apabila persetujuan tersebut dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur bidang usaha perusahaan terbuka yang diambil alih.

c. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh perusahaan terbuka, maka perusahaan terbuka tersebut tidak wajib memperoleh persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS mengenai pengambilalihan, kecuali apabila persetujuan tersebut dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur bidang usaha perusahaan terbuka yang melakukan pengambilalihan.


(46)

d. Dalam setiap pengambilalihan, apabila antara pemegang saham utama atau pengendali dengan calon pengendali baru membuat suatu kontrak atau aktivitas yang mengakibatkan adanya:

1) Penggunaan sumber daya Perusahaan Terbuka yang akan diambil alih dalam jumlah yang material;

2) perubahan perjanjian atau kesepakatan yang sudah dibuat oleh perusahaan terbuka yang akan diambil alih; atau

3) perubahan terhadap standar prosedur operasional Perusahaan Terbuka yang akan diambil alih;

C. Akibat Hukum Pengalihan Status Perusahaan Terbuka Penanaman

Modal Dalam Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing Seperti yang telah dibahas pada Bab-Bab sebelumnya, bahwa Perusahaan penanaman modal langsung (Tertutup) dan perusahaan penanaman modal tidak langsung (Portofolio/Terbuka/Tbk.) tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berbeda. Dimana Perusahaan Penanaman Modal Tertutup secara umum tunduk kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sedangkan perusahaan penanaman modal terbuka atau yang sudah mencatatkan sahamnya ke bursa efek/pasar modal tunduk kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Pengalihan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri menjadi perusahaan penanaman modal asing mengharuskan perusahaan terbuka untuk melalui proses-proses sebagaimana yang sudah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya. Proses tersebut tentunya memerlukan waktu yang tidak singkat.


(47)

Keluarnya Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal ditujukan untuk mempermudah proses tata cara izin prinsip penanaman modal di Indonesia. Namun, di dalam perka BKPM tersebut, tepatnya pada pasal 25 ayat (3) mengharuskan perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri berubah status menjadi perusahaan penanaman modal asing jika terdapat penanam modal asing yang masuk ke dalam perusahaan terbuka tersebut.170

Klausul tersebut dianggap Tito Sulistio selaku Direktur Utama Bursa Efek Indonesia tidak masuk akal, mengingat perputaran saham (modal) yang terjadi di pasar modal (Bursa Efek) sangat cepat dan berasal dari berbagai macam negara. Dengan adanya Pasal 25 ayat (3) Perka BKPM nomor 14 tahun 2015 tersebut maka akan menimbulkan perubahan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri berubah status menjadi perusahaan penanaman modal asing setiap harinya.171

Tito Sulistio mengatakan bahwa pihaknya menganggap tidak ada perubahan apa-apa di pasar modal, karena bursa dan umumnya pasar modal itu sifatnya "lex specialis" (bersifat khusus) dengan adanya Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Tito sulistio juga menambahkan “Di dalam pasal 154 ayat (1) Undang-Undangnomor 40 tahun 2007 tentang PT (Perseroan Terbatas) juga disebutkan, bahwa ketentuan di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang nomor 5


(48)

tahun 1995 tentang Pasar Modal. Jadi buat saya, saya menganggap tidak ada perubahan apa-apa.”172

Tito Sulistio juga menambahkan bahwa seharusnya klausul tersebut hanya diberlakukan untuk perusahaan penanaman modal tertutup (langsung) saja, karena perputaran saham/kegiatan jual-beli saham pada perusahaan penanaman modal tertutup lebih stabil dan tidak terjadi setiap harinya. Sesuai dengan pengertian perusahaan penanaman modal asing itu sendiri, yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.173

Begitu pula dengan penjelasan pasal 2 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

tanggal 8 Juli 2016)


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan mengenai analisis yuridis perubahan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri menjadi perusahaan penanaman modal asing, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perusahaan penanaman modal memiliki kedudukan yang kuat di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Hal ini terwujud karena terdapat berbagai macam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanaman modal itu sendiri seperti Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang berlaku secara umum, dan untuk yang lebih khusus lagi (Lex Specialis) terdapat Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Penanaman Modal Tidak Langsung), Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Penanaman Modal berbentuk PT), dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan penanaman modal, sehingga penanam modal bisa mendapatkan kepastian hukum dalam menanamkan modalnya di Indonesia.

2. Perolehan status sebagai perusahaan penanaman modal sangatlah penting. Karena dengan memperoleh status tersebut, perusahaan penanaman modal itu sendiri bisa mendapatkan berbagai fasilitas, kemudahan, keringanan, dan yang paling penting adalah untuk mendapatkan kepastian hukum agar dapat mempermudah proses penyelesaian sengketa yang mungkin timbul


(50)

3. Pengalihan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri menjadi perusahaan penanaman modal asing apabila terdapat pemodal asing di dalam perusahaan tersebut dianggap kurang efisien, karena proses pengalihan status perusahaan tersebut memerlukan proses yang terlalu lama dibandingkan dengan perputaran saham (modal) yang terjadi di bursa efek (pasar modal) yang begitu cepat dan tidak berhenti dari hari ke hari. Oleh karena itu, ada kemungkinan pemilik saham asing yang mengakibatkan pengalihan status perusahaan terbuka itu telah menjual sahamnya kembali sebelum proses pengalihan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri menjadi perusahaan penanaman modal asing tersebut selesai.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan dari pembahasan mengenai analisis yuridis perubahan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri menjadi perusahaan penanaman modal asing diatas, maka saran yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan peraturan perundang-undangan yang menyangkut tentang penanaman modal dapat secara terus menerus diperbaharui dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman, sehingga dapat terus menciptakan kepastian hukum terhadap penanam modal di Indonesia.

2. Dengan adanya pembaharuan peraturan perundang-undangan mengenai penanaman modal, sebaiknya proses yang harus dilalui untuk memperoleh status sebagai perusahaan penanaman modal juga dapat dipermudah dari


(51)

waktu ke waktu, begitu pula dengan pelayanan, kemudahan, fasilitas, sarana dan prasarana yang diberikan kepada perusahaan penanaman modal dapat terus dikembangkan sehingga dapat menarik minat dari penanam modal untuk menanamkan modalnya di Indonesia dikemudian hari.

3. Diharapkan pemerintah Indonesia memperhatikan kembali atau segera memperbaharui ketentuan mengenai pengalihan status perusahaan terbuka penanaman modal dalam negeri menjadi perusahaan penanaman modal asing agar tercipta penafsiran yang tidak membingungkan bagi penanam modal dan juga terhadap lembaga-lembaga negara yang bersangkutan mengenai penanaman modal di Indonesia.


(52)

BAB II

KEDUDUKAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perusahaan Penanaman Modal di

Indonesia

1. Pengertian Perusahaan Penanaman Modal

Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi dan atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (Foreign

Direct Investment, FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak

langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment, FII). Untuk yang terakhir ini dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio yakni pembelian efek lewat lembaga pasar modal (Capital Market).

Untuk mengetahui arti dari kata penanaman modal, berikut pengertian penanaman modal yang dikutip dari beberapa sumber:

a. Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah

investment (investasi/penanaman modal) yang mempunyai arti:

“Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Penanaman modal dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (di mana investor menempatkan uang kedalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya.”26

b. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, dijelaskan istilah penanaman modal digunakan untuk:

26John Downes, Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan & Investasi, terj.


(53)

“Penggunaan atau pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk produksi barang-barang produsen atau barang-barang konsumen. Dalam arti yang semata-mata bercorak keuangan, penanaman modal mungkin berarti penempatan dana-dana kapital dalam suatu perusahaan selama jangka waktu yang relatif panjang, supaya memperoleh suatu hasil yang teraturdengan maksimum keamanan.”27

c. Dalam Kamus Ekonomi dikemukakan, penenaman modal memiliki 2 makna yakni:

“Pertama, penanaman modal berarti pembelian saham, obligasi dan benda-benda tidak bergerak, setelah dilakukan analisa akan menjamin modal yang dilekatkan dan memberikan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan penanaman modal dengan spekulasi. Kedua, dalam teori ekonomi, investasi atau penanaman modal berarti pembelian alat produksi (termasuk di dalamnya benda-benda untuk dijual) dengan modal berupa uang.”28

d. Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminologi, Investment, Penanaman Modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.29

e. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, investasi atau penanaman modal berarti Pertama, Penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; Dan kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam.30

27

A. Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi keuangan Perdagangan, (Jakarta : Penerbit Radnya Paramita, 1991), hlm 340.

28Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), (Bandung : Penerbit Alumni, 1982),

hlm190


(54)

f. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan pengertian Penanaman Modal sebagai berikut:

“Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.” Dilihat dari beberapa pengertian penanaman modal diatas maka dapat diketahui bahwa secara umum pengertian penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil (keuntungan).31

Sedangkan Penanaman Modal Asing merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya disuatu negara

Di dalam pasal 1 angka (2)Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)meneyebutkan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal dalam negeri adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia, Negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1 angka 5 UUPM).


(55)

dengan tujuan untuk mendapatkan laba melalui penciptaan suatu produksi atau jasa.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan bahwa: “pengertian penanaman modal dalam undang – undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan – ketentuan undang – undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam artian bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut”.

2. Dasar Hukum Penanaman Modal

Sampai pada tahun 1949, pada saat kemerdekaan/kedaulatan Indonesia mendapat pengakuan dari Belanda, keadaan Penanaman Modal Asing (PMA) masih stagnan. Yang ada hanyalah sisa-sisa peraturan PMA warisan kolonial Belanda. Namun pada tahun itu telah digagas suatu upaya untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional antara lain dengan pembutan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). RUP dimaksudkan sebagai salah satu perwujudan dari kebijakan umum dibidang ekonomi, serta dimaksudkan pula untuk memberikan arahan kegiatan pemerintah dalam sektor industri, pertanian, serta memungkinkan untuk perusahaan perusahaan baru, yang berarti adanya pengaturan penanaman modal.32


(56)

Pada tahun 1966, berdasarkan pendapat dari Prof. Muhammad Sadli yang kemudian menjadi penasehat ekonomi pemerintah, mengemukakan bahwa:33

a. Keberadaan perusahaan perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia akan mempunyai efek katalisator atas pertumbuhan selanjutnya ekonomi Indonesia.

b. Tuduhan yang seringkali didengar dengan perkonomian bekas kolonial bahwa perusahaan perusahaan modal asing menghambat pertumbuhan perusahaan perusahaan pribumi akan dapat dihindarkan.

c. Proses pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menuju ke industrialisasi, yang merupakan hasil pembangunan.

Pendapat tersebut dapat diterima oleh pemerintah, dan pemerintah mengalihkan perhatiannya kepada sumber sumber modal asing berupa hutang luar negeri, yang akan dimanfaatkan untuk memperbaiki kerusakan serta melengkapi infrastuktur, serta mengimport komoditi secara besar besaran untuk menanggulangi inflasi, serta membuka peluang yang luas bagi penanaman modal asing yang dilandasi undang undang penanaman modal asing yang akomodatif.

Maka disusun dan dipersiapkan Undang Undang Penanaman modal, yang kemudian diundangkan pada tanggal 10 Januari 1967, ialah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Sebagai catatan dalam waktu yang hampir bersamaan juga disusun Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang karena UUPMA dianggap lebih penting dan mendesak, maka


(57)

UUPMDN baru diundangkan pada tahun 1968, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.34

Setelah menanti cukup lama akhirnya ketentuan investasi yang selama empat puluh tahun diatur dalam dua Undang yakni Pertama, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Kedua, Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Undang-Undang penanaman modal dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007.35

Jika diurut ke belakang tampak, bahwa pembahasan terhadap pembaharuan ketentuan penanaman modal memakan waktu relatif cukup lama. Hal ini dapat dimaklumi, sebab ruh yang terkandung dalam undang-undang penanaman modal menganut paham liberal tempaknya belum sepenuhnya dapat diterima oleh berbagai pihak. Namun dalam perjalanan waktu, akhirnya berbagai masukan yang disampaikan oleh para pihak mempunyai perhatian terhadap pengaturan hukum penanaman modal dirangkum dalam semangat yang ada dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang ada saat ini. Adanya paham liberal dalam undang-undang penanaman modal dapat disimpulkan, dari perlakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal. Dalam undang-undang ini tidak dibedakan perlakuan terhadap penanam modal asing dengan penanam modal


(58)

dalam negeri36

Dari pasal diatas terlihat letak perbedaan sudut pandang dalam melihat arti pentingnya penanaman modal. Adapun alasan dikemukakan oleh pihak yang kurang setuju diterapkannya paham liberal yakni dalam kondisi masa kini, masih diperlukan perlindungan terhadap industri dalam negeri, maka belum saatnya untuk memberlakukan paham liberal dalam undang-undang penanaman modal.

, sesuai dengan yang tertulis dalam pasal 6 ayat (1) UUPM, yakni: “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

37

Ketika Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUUPM) digulirkan Denni Purbasari, salah seorang yang menentang faham liberalisasi, mengemukakan liberalisasi dalam RUU PM, tidak tepat untuk meningkatkan investasi. Hal ini karena penurunan investasi yang disebabkan oleh tingginya biaya berbisnis (pungli, perizinan pusat dan perda) dan menurunnya pasar Indonesia karena menurunnya daya beli.38

Sedangkan dari pihak pemerintah sebagai penggagas RUU PM mempunyai alasan tersendiri mengapa dirasakan perlu ada liberalisasi dalam penanaman modal. Hal ini dikemukakan oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dengan disahkannya RUU PM menjadi UU tentang penanaman modal, pemerintah optimis bahwa kegiatan penanaman modal (investasi) usaha di

36Ibid. 37Ibid.


(59)

berbagai bidang akan semakin meningkat. Investasi adalah instrumen yang penting dalam pembangunan nasional. Diperlukan undang-undang yang benar-benar berbeda dan menarik bagi investor. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Fahmi Idris, Menteri Perindustrian kala itu, adanya kesan bahwa RUU Penanaman Modal lebih menguntungkan investor asing, hal itu merupakan yang tak terhindarkan. Saat ini tidak lagi dikenal modal asing atau dalam negeri. Yang dipersoalkan justru kalau terjadi sengketa, bagaimana penyelesaiannya (dispute

settlement) hal ini pun sudah ada skema penyelesaiannya di dalam UU tersebut.

Jadi kebijakan ini sah saja diterapkan asal ditujukan untuk mendorong investasi sebab dunia sekarang ini sudah tanpa batas (borderless).39

Oleh karena itu untuk memahami secara utuh apa yang dikandung dalam UUPM agaknya perlu didalami lebih jauh latar belakang kehadirannya. Jika dicermati secara saksama lahirnya undang-undang penanaman modal memang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan masyarakat khususnya komunitas pebisnis yang demikian dinamis, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional, terlebih lagi era masa kini yang lebih dikenal sebagai era globalisasi, arus perputaran modal pun demikian cepat dari satu tempat ke tempat lain. Dengan kata lain, di mana ada peluang di situlah modal berhenti. Hal ini juga tercermin, dari pertimbangan diterbitkannya undang-undang penanaman modal dalam konsideran atau pertimbangan disebutkan: bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi


(60)

ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal; baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotid, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan keperntingan ekonomi nasional.40

Dari paparan diatas, terlihat bahwa terbitnya UUPM tahun 2007 melahirkan secerah harapan dalam iklim investasi di Indonesia. Disebut demikian, karena selama ini undang-undang investasi yang ada dianggap sudah tidak memadai lagi sebagai landasan hukum untuk menarik investor. Untuk itu, tidaklah berlebihan jika berbagai pihak menyebutkan undang-undang penanaman modal cukup kempetitif.41

Yang menarik dalam UUPM tahun 2007 adalah dilihat dari judulnya cukup sederhana yakni undang-undang “Penanaman Modal”. Seperti telah dikemukakan diatas, sebelum lahirnya UUPM menjelang pertengahan tahun 2007 dikenal terminologi UUPMA dan UUPMDN. Dari kedua undang-undang ini secara kasat mata dapat dilihat, ada pebedaan perlakuan antara PMA dan PMDN. Sebagaimana dikemukakan oleh M.Sadeli, di UUPMA dan UUPMDN masih cukup banyak perbedaan. Misalnya dalam UUPMDN jauh lebih bebas dibandingkan dengan PMA. Di UUPMA mendapat jaminan hukum tidak dinasionalisasi; berhak mentransfer keuntungan dan modal. PMA dilakukan

40Undang-Undang Penanaman Modal, Op.cit., bagian Menimbang (Konsideran) butir c

dan d.


(61)

dalam bentuk devisa, sedangkan PMDN dalam rupiah. Namun yang lebih penting, yakni masalah sentimen nasional, apakah pro (modal dan perusahaan) asing, anti atau ambivalen? Di Indonesia sentimen nasional terhadap sesuatu “asing” sering ambivalen, tidak menolak akan tetapi menerima dengan perasaan was-was. Asing disamakan dengan “besar” atau “sangat berkuasa” sehingga mudah menyaingi dan mematikan perngusaha kecil yang pribumi.42

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Sekretais Jendral Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Djimanto, salah satu masalah yang muncul di era reformasi yakni sulitnya mengatasi sikap ambivalensi di tengah masyarakat yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Di satu sisi berbagai pihak berharap, investasi masuk ke Indonesia, akan tetapi di sisi lain, malah sering mempersoalkan jika ada investasi asing mau masuk. Dari berbagai pemikiran yang dilontarkan oleh pakar maupun praktisi bisnis di atas, terlihat bahwa ruang untuk mendiskusikan eksistensi UUPM dalam menarik investor masuk ke Indonesia masih sangat terbuka luas, terlebih lagi dalam undang-undang ini cukup banyak hal yang memerlukan penjabaran lebih rinci.43

Dari apa yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi dan birokrat di bidang investasi di atas, satu hal yang rasanya cukup signifikan untuk disatubahasakan oleh berbagai pihak yakni kehadiran investor sangat dibutuhkan dalam mengelola potensi ekonomi yang ada. Kehadiran investor tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif selain membuka lapangan kerja, juga


(62)

menggerakkan roda perekonomian baik skala lokal maupun nasional. Investor akan datang dengan sendirinya, bila berbagai hal yang ibutuhkan telah tersedia untuk menjalankan investasi. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum UUPM, tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan adanya perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan penanam modal akan tertarik untuk menanamkan modalnya. Dengan kata lain, hal terpenting dalam pembaharuan hukum investasi bagaimana meletakkan peraturan teknis undang-undang penanaman modal atau setidak-tidaknya bisa memberikan guidance, berupa hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.44

44Sujud Margono, Hukum Investasi Asing Indonesia, (Jakarta : Novindo Pustaka Mandiri,

2008), hlm 15.

Oleh karena itu, layanan prima bagi investor harus terus ditingkatkan. Seperti yang dikemukankan oleh Imam Sugema, yang perlu dilakukan adalah standardisasi pelayanan di masing-masing instansi. Beberapa jenis izin mungkin perlu dihilangkan untuk menghindari tumpang-tindih kewenangan. Ide one-stop-service pernah


(63)

berkembang, tapi di daerah-daerah ada yang mampu memotong birokrasi, dan ada yang tak menunjukkan hasil positif.45

a. Sektor Pertanian :

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 hadir sebagai undang-undang yang mengatur kegiatan penanaman modal di Indonesia untuk semua sektor (secara umum). Adapun peraturan-peraturan sektoral penanaman modal modal di Indonesia, antara lain:

1) Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2015 tentang Syarat, Tata Cara Dan Standar Operasional Prosedur Pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha Di Bidang Pertanian Dalam Rangka Penanaman Modal

2) Sektor Perkebunan : Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

b. Sektor Kelautan dan Perikanan :

1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

c. Sektor Kehutanan : Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

d. Sektor Pertambangan : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara


(64)

2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri

f. Sektor Perbankan : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

g. Sektor Perdagangan : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

h. Sektor Pariwisata : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

i. Sektor Perhubungan : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

j. Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat :

1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan 2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman

k. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi :

1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian l. Sektor Pendidikan : Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

B. Bentuk-bentuk Perusahaan Penanaman Modal


(65)

Pengaturan mengenai Penanaman Modal Asing (PMA) pertama kali diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.46

Pengertian dari penanaman modal asing itu sendiri juga sudah ditentukan oleh UUPM, yang mengartikan sebagai kegiatan menanam untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.47

Beberapa orang juga menjelaskan mengenai pengertian penanaman modal asing yaitu : " Suatu kegiatan penanaman modal yang didalamnya terdapat unsur asing (foreign element)."48

Kegiatan menanam merupakan kegiatan untuk memasukkan modal atau investasi, dengan tujuan untuk melakukan kegiatan usaha. Kegiatan penanaman modal ini dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal

.

46

Undang Undang Penanaman Modal,Loc.Cit., Psl.1, ayat (8).


(1)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai satu syarat guna memperoleh gelar Serjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul : “Analisis Yuridis Pengalihan Status Perusahaan Terbuka Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya peyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan.


(2)

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum sebagai wakil dekan II FH. USU Medan.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum sebagai wakil dekan III FH.USU Medan.

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkankepada Prof atas segala bantuan, kemudahan, kelancaran, saran,bimbingan sekaligus arahan yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penulis sampai pada akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.HumselakuDosenPembimbingIIdan Dosen

Hukum Ekonomi, yangtelahpedulidanmemberikanbimbingandalampenulisanskripsiini.

8. Seluruh staf pengajar dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik danmembantu penulisdalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua orang tua tersayang dan paling dikasihi penulis Mangatur Hutagaol dan Sorta N. Marpaung yang sudah dalam membesarkan, mendidik, memotivasi dan membiyaai pendidikan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(3)

10. Saudara penulis, Kak Ici, Kak Ika, Bang Uel, dan Kevin yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan penulis selama masa perkuliahan yang selalu menemani Ibam, Jhonta, Opin, Inri, Enim, Rio, Edu, Edo, Koresy,Ecam, Bang Gok, Mardo, Jessie, Tepen, Natali, Tama, Monang, Bang Pom, Lae Jurgen, Lek Fano, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12. Teman-teman Grup C FH USU 2012, IMAHMI 2012 dan segenap teman-teman stambuk 2012 yang dekat dan pernah dekat.

13. Kepada seluruh keluarga penulis yang berada di Medan dan luar kota yang selalu mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Dan kepada semua rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis.

Semoga ilmu yang penulis peroleh ini dapat bermakna dan menjadi berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, 18 Juli 2016 Penulis

Vandi Wahyudi Hutagaol NIM : 120200133


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KEDUDUKAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMANMODAL DI INDONESIA ... 20

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perusahaan Penanaman Modal di Indonesia ... 20

1. Pengertian Perusahaan Penanaman Modal ... 20


(5)

B. Bentuk-bentuk Perusahaan Penanaman Modal ... 32

1. Penanaman Modal Asing (PMA) ... 32

2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 47

C. Manfaat Kegiatan Perusahaan Penanaman Modal bagi Pembangunan Ekonomi Nasional ... 49

D. Fasilitas bagi Perusahaan Penanaman Modal ... 54

1. Fasilitas Fiskal Perusahaan Penanaman Modal ... 56

2. Fasilitas Non- Fiskal Perusahaan Penanaman Modal ... 57

E. Pengawasan Kegiatan Perusahaan Penanaman Modal ... 62

BAB III PEROLEHAN STATUS SEBAGAI PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL... 67

A. Perizinan Penanaman Modal ... 67

B. Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal ... 76

C. Peran Pemerintah Daerah ... 82

D. Akibat Hukum dari Status Sebagai Perusahaan Penanaman Modal ... 89

1. Tata Cara Memperoleh Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal ... 89

2. Akibat Hukum Perolehan Status sebagai PerusahaanPenanaman Modal ... 93


(6)

BAB IV PENGALIHAN STATUS PERUSAHAAN TERBUKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI MENJADI PERUSAHAAN

PENANAMAN MODAL ASING ... 99

A. Tata Cara Pengalihan Status Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing ... 99

B. Pengambilalihan Perusahaaan Terbuka ... 103

C. Akibat Hukum Pengalihan Status Perusahaan Terbuka Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110