EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

(1)

ABSTRACT

THE EFECTIVITY OF THE USE OF DIFFERENT SOURCE BACTERIA IN BIOFLOC SYSTEM TO TILAPIA PERFORMACE

(Oreochromis niloticus) By

BESTANIA PUTRI

Tilapia is a freshwater fish with high economic value. Tilapia could be cultivated in intensive system to increase the production value. Feed, such as Pellets are the nutrition source for tilapia to accelerate the growth rate of fish. Pellets that are not consumed by fish could be ammonia waste in the water and degrade the water quality. Biofloc technology can be applied to converted ammonia into microbial biomass that used as a natural feed that is available in the water. Heterotrophic bacteria are a group of bacteria that can produced PHB compounds (polyhydroxybutirate) as a bounder in the formation of biofloc. The aim of this study was to analyze the effectivity of the use of different sources of bacteria in the biofloc system for performance of tilapia such as growth rate, survival rate (SR) and feed conversion ratio (FCR). The research design is using RAL with 4 treatments (Non-BFT, BFT catfish waste, BFT Lactobacillus casei, BFT Bacillus sp) and three replications. The tilapia with length around 3-5 cm were cultured in the plastic container with size 0.5 x 0.5 x 0.5m for 40 days by feeding rate of 3%. The results showed the use of different sources of bacteria in biofloc system had significant effect on the performance of tilapia but had no significant effect on the FCR and SR. The use of Lactobacillus casei in the formation of biofloc is the treatment that showed the best result that obtained the highest growth in absolute weight (3.89±0.19gr), FCR (1.05±0.11) and SR (88±0.05%).


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus) Oleh

BESTANIA PUTRI

Ikan nila merupakan ikan air tawar dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga nila banyak dibudidayakan secara intensif untuk meningkatkan nilai produksi. Pakan buatan berupa pelet menjadi sumber nutrisi utama bagi ikan untuk mempercepat laju pertumbuhan. Pelet yang tidak dimanfaatkan oleh ikan menjadi limbah ammonia di perairan yang dapat menurunkan kualitas air. Teknologi bioflok diaplikasikan untuk mengubah limbah ammonia menjadi biomassa mikroba yang dapat dijadikan sebagai pakan alami yang selalu tersedia di perairan. Bakteri heterotrof sebagai penyusun utama bioflok yang dapat menghasilkan senyawa PHB (polyhidroksibutirat) sebagai ikatan dalam pembentukan flok mikroba. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penggunaan sumber bakteri berbeda dalam budidaya sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila seperti laju pertumbuhan, survival rate (SR) dan feed conversion ratio (FCR). Rancangan penelitian menggunakan RAL memiliki 4 perlakuan (Tanpa BFT, BFT limbah lele, BFT Lactobacillus casei, BFT Bacillus sp) dengan 3 ulangan. Ikan nila berukuran 3-5cm dipelihara pada kolam terpal berukuran 0,5x0,5x0,5m selama 40 hari dengan pemberian pakan FR 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok memberikan pengaruh yang nyata terhadap keragaan ikan nila namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap Feed Conversion Ratio dan Survival Rate. Penggunaan bakteri Lactobacillus casei dalam pembentukan bioflok merupakan perlakuan yang memberikan hasil yang terbaik yaitu diperoleh pertumbuhan berat mutlak tertinggi sebesar (3,89±0,19gr) nilai FCR (1,05±0,11) dan nilai SR (88±0,05%).


(3)

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ...5

2. Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) ...7

3. Grafik Pertumbuhan Mutlak Ikan Nila ...28

4. Grafik Pertumbuhan Harian Ikan Nila ...30

5. Grafik Sampling Pertumbuhan Harian Ikan Nila ...32

6. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila ...35


(5)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Kerangka Pemikiran ... 3

1.5. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologis Ikan Nila ... 7

2.1.1. Morfologi Ikan Nila ... 8

2.1.2. Habitat Ikan Nila ... 8

2.1.3. Kebiasaan Makan Ikan Nila ... 9

2.2. Bioflok Technology (BFT) ... 10

2.3. Bakteri Heterotrof ... 13

2.3.1. Bioflok dari air limbah lele ... 14

2.3.2. Bioflok dari bakteri Lactobacillus casei ... 15


(6)

ii

2.4. Sumber Nitrogen ... 16

2.5. Sumber Karbon ... 17

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 19

3.3. Rancangan Penelitian... 20

3.4. Prosedur Penelitian ... 21

3.4.1. Pembuatan Bioflok... 21

3.4.2. Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 22

3.4.3. Pemeliharaan Ikan Uji... 22

3.5. Parameter Penelitian... 23

3.5.1 Pertumbuhan Biomassa Mutlak ... 23

3.5.2. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) ... 23

3.5.3. Survival Rate ... 24

3.5.4. Feed Coversion Rasio ... 24

3.5.5.Kualitas air ... 24

3.6. Analisis Data ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kepadatan Bioflok ... 26

4.2. Pertumbuhan Mutlak ... 27

4.3. Pertumbuhan Harian ... 30

4.4. Tingkat Kelangsungan Hidup ... 34

4.5. Feed Coversion Rasio ... 36

4.6. Kualitas Air ... 39

4.6.1. Suhu ... 40

4.6.2. Oksigen Terlarut (DO) ... 40

4.6.3. Ph ... 41


(7)

iii

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 43 5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan CN Rasio ...50

2. Nilai Kepadatan Bioflok ...51

3. Sampling Pertumbuhan Ikan Nila ...52

4. Pertumbuhan Biomasa Mutlak Ikan Nila ...53

5. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Nila ...54

6. Nilai FCR Ikan Nila ...55

7. Nilai SR Ikan Nila ...56

8. Pengukuran Kualitas Air ...57

9. Dokumetasi Penelitian ...59


(9)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kepadatan Bioflok ...26 2. Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Ikan Nila ...39


(10)

(11)

(12)

MOTO

“Bukanlah orang-orang yang paling baik dari pada kamu

siapa yang meninggalkan dunianya karena akhirat, dan

tidak pula meninggalkan akhiratnya karena dunianya,

sehingga ia dapat kedua-duanya semua. Karena di dunia

itu penyampaikan akhirat. Dan jangankah kamu jadi

memberatkan atas sesama manusia“(H.R Muslim)

“Barang siapa menginginkan kebahagiaan didunia maka

haruslah dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan

kebahagiaan di akhirat haruslah denagn ilmu, dan barang

siapa yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya

maka haruslah dengan ilmu” (HR. Ibn Asakir)


(13)

KARYA TULIS INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK:

Agamaku..

Bestania Putri, S.Pi

Barakallah atas gelar yang telah kuraih semoga ilmu

bermanfaat bagi hidupku dan hidup umat Allah

Keluarga tercinta atas kesucian cinta dan doa tulus yang

menjadi pengiring dalam setiap hembusan nafas dan jejak

langkahku dalam meraih kesuksesan studiku

Para sahabat terkasih yang menjadi penyemangatku dalam

kegundahan diperjalananku meraih gelar sarjana

Untuk almamater kebanggaanku.. Universitas Lampung

Serta

Pemimpin hidupku kelak.. Seorang imam yang sholeh dengan

ilmu yang barokah.. Meraih sukses dunia dan akhirat bersama


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 18 Juni 1993 sebagai anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak M.Tami dan Ibu Yuliati. Penulis menempuh pendidikan di TK Dharma Wanita pada tahun 1999, SD Negeri 1 Gapura pada tahun 2005, SMP Negeri 7 Kotabumi pada tahun 2008, dan SMA Negeri 3 Kotabumi pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam organisasi kampus yaitu menjadi Sekertaris Umum HIDRILA periode 2013/2014 dan Staf Ahli Kominfo BEM U periode 2013/2014.

Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Benih

Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dengan judul “Pembenihan

Ikan Gurame (Osphronemus gouramy). Pada tahun 2015 penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rejosari, Kecamatan Penawar Tama, Kabupaten Tulang Bawang.


(15)

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Ikhtiologi selama dua periode yaitu pada TA 2012-2013 dan TA 2013-2014, Biologi Perikanan pada TA 2013-2013-2014, Ekologi Perikanan pada TA 2014-2015, Parasit dan Penyakit Organisme Akuatik selama dua periode yaitu TA 2013-2014 dan TA 2014-2015, Manajemen Kualitas Air pada TA 2014-2015, Bioteknologi Akuakultur pada TA 2014-2015 dan Manajemen Kesehatan Ikan pada TA 2014-2015.

Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) dalam bentuk Skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)”.


(16)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Beberapa Sumber Bakteri Dalam Sistem Bioflok Terhadap Keragaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”.

Terselesainya penulisan laporan ini adalah berkat dukungan dari semua pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas segala karunia yang dianugerahkan kepadaku.

2. Keluarga tercinta (Ibu, Bapak, Uni, Abang Boy, Uwo, Adek Zane) sebagai motivator utama dengan selalu memberikan cinta, kasih sayang, kebahagiaan serta do’a yang tulus kepada putri. Terimakasih juga kepada mama, papa, ibu novi, umeh, dan semua sepupuku atas segala suport dan doa.

3. Bapak Wardiyanto, S.Pi.,M.P selaku dosen pembimbing I sekaligus Pembimbing Akademik yang selalu membantu, memperlancar dan memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Dr.Supono, S.Pi.,M.Si selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Tarsim, S.Pi.,M.Si selaku dosen pembahas.

6. Sahabat terbaik Annisa, Lirih dan Novi yang selalu berbagi suka duka, memberikan doa dukungan dan suport yang tiada henti.


(17)

7. Sahabat-sahabat aku selama kuliah Anggun Savitri, Ahadiftita Hafsha K, Ristiani dan Glycine Astika semoga persahabatan kita tidak pernah terhenti. 8. Tina Purnamasari yang selalu menemani selama penelitian, selalu setia

menemaniku, terimakasih ndut atas kebaikanmu selama ini.

9. Teman-teman KKN Kecamatan Penawar Tama, khususnya desa Rejosari (Jeca Haresta, Cherli Medica dan Dharma Agiesta) bahagianya bisa bertemu dengan kalian, kompak selalu ya.

10. Teman-teman Praktik Umum BBPBAT Sukabumi hatchery Ikan Gurame: Lik Anatus Unbraw, Gagas Wandana Unpad, Tama, Sutris, Arif Palembang dan Arif Polinela.

11. Teman-teman Budidaya Perairan angakatan 2011: Sulvina, Restu Annisa, Putri Endang, Cindy Ria, Melinda, Acib Saputra, Septi Malidda, Putri Priyan, Widi Indra, Ahmad Mustawa, Ponco Margo, Luqman Hakim, dll.

12. Adik-adik 2012 yang membantu selama penelitian: Ardian Thomas, Renaldo dan Ayu novi, Kakak tingkat 2004-2010 serta adik-adik 2012-2014 semuanya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan. Semoga tulisan ini dapat memberikan banyak manfaat.

Bandar Lampung, 16 September 2015


(18)

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, serta kemampuan tumbuh yang baik dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang potensial sebagai sumber protein hewani untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Ikan nila memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan secara intensif. Sistem budidaya secara intensif memiliki keunggulan yaitu padat tebar tinggi sehingga tingkat produksi tinggi. Namun juga memiliki kekurangan yaitu menghasilkan limbah budidaya yang tinggi. Limbah tersebut merupakan akumulasi dari residu organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan, ekskresi amoniak, dan feses. Limbah ini berdampak buruk bagi kualitas air budidaya sehingga kehidupan ikan menjadi terganggu seperti pencemaran air media pemeliharaan.


(20)

2

Pakan merupakan input produksi budidaya yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan ikan, namun sebagian pakan yang diberikan hanya 25% yang dikonversi sebagai hasil produksi dan yang lainnya terbuang sebagai limbah (62% berupa bahan terlarut dan 13% berupa partikel terendap). Hal ini berdampak secara signifikan terhadap degradasi kualitas air pada sistem budidaya. Salah satu teknologi budidaya ikan yang mampu memanfaatkan limbah budidaya terutama dalam bentuk ammonia adalah teknologi bioflok. Teknologi bioflok merupakan sistem pemanfaatan limbah nitrogen pada budidaya ikan oleh bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof merupakan golongan bakteri yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai bahan makanannya (Riberu, 2002). Teknologi ini didasarkan pada konversi nitrogen anorganik terutama ammonia oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa mikroba yang kemudian dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya (Ekasari, 2009).

Bakteri heterotrof merupakan penyusun utama bioflok. Di alam, bakteri heterotrof mendominasi ketersediaan mikroorganisme dengan jenis yang bervariasi. Namun demikian, bakteri heterotrof sebagai pembentuk bioflok dapat pula diperoleh dari biakan murni atau dalam bentuk produk komersil (probiotik). Efektivitas kemampuan sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas penggunaan beberapa sumber bakteri dalam sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila (Oreochromis niloticus).


(21)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penggunaan beberapa sumber bakteri dalam budidaya sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila seperti laju pertumbuhan, survival rate (SR) dan feed conversion ratio (FCR).

1.3 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang efektivitas penggunaan sumber bakteri yang tepat dalam sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila (Oreochromis niloticus) sehingga mampu menekan biaya produksi budidaya.

1.4 Kerangka Pemikiran

Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006; de Schryver et al., 2008). Prinsip utama yang diterapkan dalam teknologi ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Pada kondisi C dan N yang seimbang dalam air, bakteri heterotrof akan memanfaatkan N, baik dalam bentuk organik maupun anorganik, yang terdapat dalam air untuk pembentukan biomasa sehingga konsentrasi N dalam air menjadi berkurang (Schneider et al., 2005).

Budidaya ikan dengan sistem bioflok merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi ikan. Sistem bioflok memiliki


(22)

4

potensi yang cukup besar karena dapat memanfaatkan limbah budidaya sebagai pakan. Penerapan sistem bioflok memiliki kendala seperti bioflok yang dihasilkan kurang baik. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan sumber bakteri heterotrof sebagai organisme pembentuk bioflok yang tepat sehingga aktivitas bioflokulasi di perairan terjadi secara kontinyu.

Di alam bakteri heterotrof sangat banyak dan bervariasi, masing-masing bakteri mempunyai kemampuan yang berbeda dalam membentuk flok serta memproduksi senyawa yang dapat meningkatkan kualitas bioflok sebagai pakan seperti PHB (polyhidroksibutirat). Beberapa cara dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas bioflok antara lain dengan memilih bakteri heterotrof yang tepat. Beberapa sumber bakteri yang akan digunakan untuk membentuk bioflok dalam penelitian yaitu:

a. Air limbah budidaya ikan lele; b. Bakteri Lactobacillus casei; c. Bakteri Bacillus sp.

Bakteria heterotrof dapat mengubah nutrien-nutrien tersebut menjadi biomassa bakteri yang potensial sebagai bahan pakan ikan. Apabila hal ini dapat berlangsung dengan baik, maka buangan limbah budidaya ikan akan dapat berkurang secara drastis. Kendala utama agar proses ini berlangsung adalah rendahnya perbandingan karbon dengan nitrogen (C/N ratio) di dalam air limbah. Melalui pemberian suplementasi karbon maka produksi bakteria dapat dipicu pada sistem akuakultur (Schneider et al., 2005).


(23)

5

Ikan nila dapat memakan komunitas bakteri dalam sistem BFT dan tumbuh baik dengan pakan berprotein rendah sehingga terjadi penghematan biaya pakan (Azim et al., 2007). BFT juga mampu meningkatkan sistem imun pada ikan nila dengan menekan tingkat kematian nila hingga 30% (Avnimelech, 2009). Struktur bioflok mampu menyumbangkan nilai protein sebesar 50-53% (Azim et al., 2007). Hal ini merupakan poin penting yang sangat baik karena kebutuhan protein pada ikan nila dapat terpenuhi dengan baik sehingga pertumbuhan ikan nila lebih optimal dengan tingkat kelulushidupan yang tinggi.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Pembentukan bioflok

Sumber Karbon - Pakan

- Sumber Karbohifrat

Sumber Bakteri

Limbah lele Lactobacillus

casei Bacillus sp

Pembuatan bioflok dari sumber bakteri berbeda-beda

Pemeliharaan ikan nila

Keragaan ikan nila Sumber

Nitrogen -Pakan -Pupuk


(24)

6

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 ; µ0 = 0 : Tidak ada pengaruh penggunaan sumber bakteri yang

berbeda dalam sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila seperti pertumbuhan, SR dan FCR pada selang kepercayaan 95%.

H1 ; µ0≠ 0 : Ada pengaruh penggunaan sumber bakteri yang berbeda

dalam sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila seperti pertumbuhan, SR dan FCR pada selang kepercayaan 95%.


(25)

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologis Ikan Nila

Secara umum klasifikasi ikan nila menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Kelas : Osteichthyes

Ordo : Percomorphy Sub Ordo : Percoidea

Famili : Cichilidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sumber : Penelitian, 2015.


(26)

8

2.1.1. Morfologi Ikan Nila

Ikan nila memiliki bagian tubuh yang memanjang ramping dan relative pipih. Sisiknya besar dan kasar, bentuknya ctenoid, gurat sisi terputus-putus di bagian tengah badan ikan. Warna sisik abu-abu kecoklatan (nila hitam) dan putih atau merah (nila merah). Posisi mulut terletak di ujung mulut dan terminal. Pada sirip punggung terdapat jari-jari sirip punggung yang keras dan garis-garis vertical yang bulat dan berwarna kemerahan (Khairuman dan Amri, 2007). Ikan nila memiliki ciri pada tubuh secara fisik perbandingannya adalah 2:1 antara panjang dan tinggi. Sirip punggung dengan 16-17 duri tajam dan 11-15 duri lunak dan pada bagian anal terdapat 3 duri dan 8-11 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita hitam belang yang semakin memudar atau samar-samar kelihatan pada saat ikan dewasa (Suyanto, 2003).

Jika dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik yang lebih besar daripada ikan nila betina. Alat kelamin nila jantan berupa tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma terletak di depan anus. Sementara nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin. Sirip punggung dan sirip ekor nila jantan berupa garis terputus-putus, sedangkan nila betina garisnya tidak terputus dan melingkar (Khairuman dan Amri, 2007).

2.1.2. Habitat Ikan Nila

Ikan nila berasal dari daerah Afrika bagian timur seperti di bawah sungai Nil, Danau Tangayika, Nigeria yang pada awal perkembangan ikan nila masih digolongkan dalam kelompok Tilapia. Dalam perkembangannya para taksonom


(27)

9

menggolongkan ikan ini ke jenis Sarathrodon Niloticus atau kelompok Tilapia yang mengerami telur dalam ikan betina yang disebut Mouth Breeder. Nama ikan nila diambil dari tempat asalnya yaitu sungai Nil. Ikan nila jenis Tilapia Aurea dan Tilapia Nilotica akan berkembang biak dan tumbuh baik pada salinitas perairan berkisar 10-20 ppt (Suyanto, 2003).

Menurut Djarijah (1995), ikan nila hidup ditempat-tempat yang airnya tidak begitu dalam atau dangkal dengan arus air yang tidak begitu deras, seperti danau dan sungai. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2007) menyatakan meskipun tergolong ikan bersisik, ikan nila kurang suka menentang arus namun nila dapat hidup diperairan yang mengalir.

2.1.3. Kebiasaan Makan Ikan Nila

Secara alami makanan ikan nila berupa plankton, perifiton dan tumbuh-tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh karena itu ikan nila digolongkan ke dalam omnivora (pemakan segala). Benih ikan nila lebih suka memakan zooplankton, seperi rototaria, copepoda dan cladocera. Kebiasaan lain ikan nila dewasa memiliki kemampuan mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan mucus (lendir) dalam mulut, makanan tersebut membentuk gumpalan partikel sehingga tidak mudah keluar (Kordi, 1997).

Ikan nila juga memakan hancuran sampah di dalam air (detrivor) yang berupa sampah lunak atau lembek. Namun pada proses pembudidayaannya tidak jarang jika nila juga memakan makanan baik nabati maupun hewani. Berbeda dengan ikan lele yang aktif mencari makan pada malam hari, ikan nila aktif mencari


(28)

10

makan pada siang hari. Ikan nila tahan terhadap perubahan lingkungan, mampu mencerna makanan secara efisien, pertumbuhan cepat dan tahan terhadap hama penyakit (Suyanto, 2003).

2.2 Bioflok Technology (BFT)

Pengubahan nitrogen di perairan terdiri dari 3 proses yaitu proses fotoautotrofik oleh alga, proses bakterial autotrofik yang mengubah ammonia menjadi nitrat, dan proses bakterial heterotrofik yang mengubah ammonia menjadi biomassa bakteri (Suryaningrum, 2012). Proses bakterial heterotrofik inilah yang disebut teknologi bioflok. Teknologi bioflok menjadi salah satu alternatif pemecah masalah limbah budidaya karena selain dapat menurukan limbah N-anorganik dari sisa pakan dan kotoran, juga dapat dijadikan sebagai pakan tambahan bagi ikan. Kemampuan bioflok dalam mengontrol konsentrasi ammonia dalam sistem akuakultur secara teoritis maupun aplikasi telah terbukti. Secara teoritis, Ebeling et al. (2006) menyatakan bahwa immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat dibandingkan bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi de Schryver et al. (2009) menemukan bahwa bioflok yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat mengkonversi nitrogen dengan konsentrasi 110 mg NH4+/l hingga 98% dalam

sehari.

Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006; de Schryver et al., 2008). Bioflok merupakan atau activated sludge (lumpur aktif) yang diadopsi dari proses pengolahan biologis air limbah (biological wastewater treatment), yaitu


(29)

11

pemanfaatan bakteri pembentuk flok (flocs forming bacteria) untuk pengolahan limbah dengan meningkatkan C/N. Teknologi bioflok dilakukan dengan menambahkan karbohidrat organik kedalam media pemeliharaan untuk meningkatkan rasio C/N dan merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof yang dapat mengasimilasi nitrogen anorganik menjadi biomass bakteri (Crab et al., 2007). Pada kondisi C/N yang seimbang dalam air, bakteri heterotrof akan memanfaatkan nitrogen baik dalam bentuk organik maupun anorganik untuk pembentukan biomassa sehingga konsetrasi nitrogen dalam air menjadi berkurang (de Schryver et al., 2008). Avnimelech (1999) menyatakan bahwa untuk aplikasi teknologi bioflok, rasio C/N diupayakan mencapai 10 atau lebih.

Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri heterotrof secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien, menghindari stress lingkungan dan predasi (Bossier dan Verstraete, 1996; de Schryver et al., 2008). Bakteri heterotrof menghasilkan enzim ekstraseluler yang diekskresikan keluar selnya sehingga dapat mendegradasi nutrisi atau senyawa organik di perairan (Hamoda, 1995). Bakteri sebagai penyusun utama bioflok mampu menghasilkan senyawa PHB (polyhydroxybutyrate). PHB merupakan produk polimer intraselular yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme sebagai bentuk simpanan energi dan karbon (Defoirdt et al., 2007). PHB berfungsi sebagai ikatan dalam pembentukan bioflok. Penelitian oleh de Schryver et al. (2009) menunjukkan bahwa bioflok mengandung PHB berkisar antara 0,9 hingga 16% yang cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan ikan akan PHB. Polimer ini diduga mempunyai efek pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi Vibrio sp (Defoirdt et al., 2007; de Schryver et al., 2008).


(30)

12

Bioflok tersusun atas campuran berbagai jenis mikroorganisme (bakteri filamen, bakteri pembentuk flok dan fungi), partikel tersuspensi, berbagai koloid dan polimer organik, berbagai kation dan sel-sel mati (Jorand et al., 1995; Verstraete, et al., 2007; de Schryver et al., 2008) dengan ukuran bervariasi dengan kisaran 100 -1000 μm (Azim et al., 2007; de Schryver et al., 2008). Selain flok bakteri, berbagai jenis organisme lain juga ditemukan dalam bioflok seperti protozoa, rotifer dan oligochaeta (Azim et al., 2007; Ekasari, 2008). Komposisi organisme dalam flok akan mempengaruhi struktur bioflok dan kandungan nutrisi bioflok (Izquierdo et al., 2006; Ju et al., 2008). Ju et al. (2008) menyatakan bahwa bioflok yang didominasi oleh bakteri dan mikroalga hijau mengandung protein yang lebih tinggi sebesar 38 dan 42% protein, sedangkan bioflok yang didominasi oleh diatom hanya sebesar 26%.

Faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan bioflok dalam sistem budidaya diantaranya adalah pergantian air seminimal mungkin hingga mendekati nol, aerasi kuat serta peningkatan rasio C/N. Menurut Van Wyk dan Avnimelech (2007) karakteristik sistem bioflok adalah kebutuhan oksigen yang tinggi dan laju produksi biomas bakteri yang tinggi. Oleh karena itu dalam sistem ini diperlukan aerasi dan pengadukan yang kuat untuk menjamin kebutuhan oksigen baik dari organisme budidaya maupun biomas bakteri serta untuk memastikan bahwa bioflok tetap tersuspensi dalam air dan tidak mengendap. Intensitas pengadukan dan kandungan oksigen mempengaruhi struktur dan komposisi bioflok (de Schryver et al., 2008).


(31)

13

Bioflok diperairan berperan sebagai pakan alami yang selalu tersedia dengan kandungan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan ikan. Azim dan Little (2008) membuktikan bahwa bioflok mengandung 38% protein yang sangat bermanfaat sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan ikan budidaya dan teknologi bioflok ini dapat meningkatkan produksi nila sebesar 44-46% dibandingkan tanpa menggunakan teknologi bioflok. Menurut Crab et al., (2009) budidaya dengan sistem bioflok dapat meningkatkan survival rate pada ikan nila menjadi 80%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi teknologi bioflok berperan dalam perbaikan kualitas air, peningkatan biosekuriti, peningkatan produktivitas, peningkatan efisiensi pakan serta penurunan biaya produksi melalui penurunan biaya pakan (Avnimelech, 2007; Crab et al., 2008; Ekasari, 2008; Hari et al., 2006, Kuhn et al., 2009; Taw, 2005).

2.3 Bakteri Heterotrof

Bakteri heterotrof merupakan golongan bakteri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks yang mengandung unsur C, H, dan N. Bakteri heterorof mengubah senyawa organik kompleks menjadi lebih sederhana melalui reaksi enzimatis. Senyawa tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan sel-sel baru dan untuk reproduksi pertambahan populasi. Menurut de Schryver et al. (2008) bahwa mekanisme pembentukan flok oleh komunitas bakteri merupakan proses yang kompleks yang merupakan kombinasi berbagai fenomena fisika, kimia dan biologis. Pemecahan senyawa organik berlangsung lebih cepat apabila tersedia oksigen yang mencukupi (Parwanayoni, 2008). Bakteri heterotrof memanfaatkan pakan yang tidak termakan, feses, dan


(32)

14

bahan organik lain sebagai sumber protein untuk diubah menjadi ammonia anorganik (Wyk dan Avnimelech, 2007).

Bakteri yang mampu membentuk bioflok diantaranya adalah Zooglea ramigera, Escherichia intermedia, Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium, Pseudomoas alcaligenes, Sphaerotillus natans, Tetrad dan Tricoda (Aiyushirota, 2009). Bakteri heterotrof mempunyai efisiensi produksi sel yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri autotrof yaitu 25-100 kali dari bakteri Nitrosomonas sp dan 10-33 kali dari bakteri Nitrobacter sp. (Montoya dan Velasco, 2000). Proses biosintesis bakteri heterotrof berlangsung lebih cepat dengan waktu regenerasi 1 jam berbanding dengan 24-48 jam (Brune et al., 2003). Selain cepat tumbuh, bakteri heterotrof merupakan sumber pakan yang baik bagi ikan (McGraw, 2002).

2.3.1 Bioflok dari air limbah lele

Sistem bioflok merupakan sistem budidaya yang menerapkan pemanfaatan limbah menjadi pakan alami bagi ikan. Pada air limbah lele terdapat banyak mikroorganisme yang hidup, salah satuya yaitu bakteri. Selain itu, pada air limbah juga terdapat bahan-bahan organik seperti C organik dan N organik dari sisa pakan. Menurut Schneider et al. (2005) bahwa pemanfaatan limbah budidaya ikan ditujukan pada senyawa-senyawa yang terlarut. Keberadaan bakteri khususnya golongan bakteri heterotrof dan juga ketersediaan CN rasio yang sesuai akan membentuk sistem BFT yang diharapkan. Penggunaan bakteri dari air limbah untuk sistem bioflok memiliki keunggulan yaitu spesies bakteri bervariasi dengan jumlah yang melimpah dan mudah diperoleh. Namun disisi lain ada


(33)

15

kekurangannya yaitu jenis bakteri tidak diketahui dan dikhawatirkan terdapat bakteri patogen yang dapat menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit.

2.3.2 Bioflok dari bakteri Lactobacillus casei

Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif yang memiliki peranan yang baik bagi budidaya ikan. Bakteri ini biasa dikomersilkan dalam bentuk probiotik dipasaran. Probiotik merupakan mikroorganisme hidup non-patogen yang diberikan pada ikan untuk perbaikan laju pertumbuhan, efisiensi pakan, dan kesehatan. Keunggulan penggunaan probiotik, yaitu 100% murni probiotik (bukan bakteri patogen). Selain itu, probiotik mampu menurunkan kadar ammonia, fosfat, sulfida, dapat menghilangkan bau dan memperbaiki warna air limbah kemudian menguraikan bahan, meningkatkan populasi bakteri baik di dalam air, serta menjaga kestabilan pH air.

2.3.3 Bioflok dari bakteri Bacillus sp

Bacillus sp merupakan genera bakteri yang dapat menggunakan komponen karbon dan juga memiliki kemampuan untuk mengoksidasi substrat yang mengandung rantai C (Stolp, 1988). Bakteri Bacillus sp dapat menghasilkan PHB (polyhydroxybutyrat) dan mampu merombak protein (Moriarty, 1996). Berbagai manfaat yang dihasilkan dari PHB antara lain sebagai cadangan energi bagi ikan, dapat terurai dalam pencernaan, meningkatkan asam lemak, serta mampu meningkatkan pertumbuhan ikan (de Schryver, 2008).

Penggunaan bakteri jenis Bacillus sp dapat memperbaiki kualitas air karena dapat mendekomposisi materi organik, menekan pertumbuhan pathogen serta


(34)

16

menyeimbangkan komunitas mikroba sehingga dapat menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi ikan (Irianto, 2003). Bioflok yang didominasi oleh bakteri mengandung protein sebesar 38-42% sedangkan bioflok yang didominasi oleh diatom mengandung protein sebesar 26% (de Schryver, 2008).

2.4 Sumber Nitrogen

Nitrogen dalam sistem akuakultur terutama berasal dari pakan buatan yang biasanya mengandung protein dengan kisaran 13-60% (2-10% N) tergantung pada kebutuhan dan stadia organisme yang dikultur (Avnimeleeh dan Ritvo, 2003; Gross dan Boyd 2000; Stickney, 2005). Dari total protein yang masuk ke dalam sistem budidaya, sebagian akan dikonsumsi oleh organisme budidaya dan sisanya terbuang kedalam air. Protein dalam pakan akan dicerna namun hanya 20-30% dari total nitrogen dalam pakan dimanfaatkan menjadi biomasa ikan (Brune et al., 2003). Katabolisme protein dalam tubuh organisme akuatik menghasilkan ammonia sebagai hasil akhir dan diekskresikan dalam bentuk ammonia (NH3)

tidak terionisasi melalui insang (Ebeling et al., 2006; Hargreaves, 1998). Pada saat yang sama, bakteri memineralisasi nitrogen organik dalam pakan yang tidak termakan dan feses menjadi ammonia.

Aplikasi pakan berprotein tinggi dalam sistem budidaya akan menghasilkan akumulasi ammonia baik sebagai hasil ekskresi dari organisme yang dikultur maupun hasil mineralisasi bakteri. Dalam air, ammonia berada dalam dua bentuk yaitu ammonia tidak terionisasi (NH3) dan ammonia terionisasi (NH4+). Jumlah

total kedua bentuk ammonia ini disebut juga dengan total ammonia nitrogen atau TAN (Ebeling et al., 2006). Konsentrasi relatif dari kedua bentuk ammonia


(35)

17

terutama tergantung pada pH, temperatur dan salinitas. Keberadaan ammonia tidak terionisasi didalam media budidaya sangat dihindari karena bersifat toksik bagi organisme akuatik bahkan pada konsentrasi yang rendah. Oleh karenanya dilakukan penerapan teknologi bioflok untuk mengatasi permasalahan limbah amoniak tersebut. Secara teoritis Ebeling et al. (2006) menyatakan bahwa immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat daripada oleh bakteri nitrifikasi.

2.5 Sumber Karbon

Molase merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, trace elemnet, dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan tota karbon sekitar 37% (Susiastuti, 1998). Molase adalah salah satu sumber karbon yang dapat digunakan untuk mempercepat penurunan konsentrasi N-anorganik didalam air. Oleh karena itu, penambahan molase kedalam media budidaya dapat menurunkan ammonia dan peningkatan pertumbuhan ikan sehingga dapat meningkatkan produksi ikan.

Pakan buatan yang digunakan dalam kegiatan akuakultur umumnya mengandung protein yang cukup tinggi dengan kisaran 18-50% (Craig dan Helfrich, 2002) dengan rasio C/N kurang dari 10 (Azim et al., 2007). Peningkatan rasio C/N dalam air untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri heterotrof dapat dilakukan dengan mengurangi kandungan protein dan meningkatkan kandungan karbohidrat dalam pakan (Azim et al., 2007; Tacon et al., 2004) atau dengan menambahkan sumber karbohidrat secara langsung kedalam air (Avnimelech, 2007: Samocha et al., 2007). Sumber karbohidrat dapat berupa gula sederhana seperti gula pasir atau


(36)

18

molase (Ekasari, 2008; Kuhn et al., 2008, 2009; Samocha et al., 2007), atau bahan-bahan pati seperti tepung tapioka, tepung jagung, tepung terigu dan sorgum (Avnimelech, 1999; Hari et al., 2004; Van Wyk & Avnimelech, 2007).

Teknologi bioflok terbukti sangat bermanfaat pada budidaya ikan, baik secara ekonomis maupun ekologis (Avnimelech, 1999; De Schryver et al., 2008; dan Crab et al., 2007). Purnomo (2012) menyatakan bahwa penambahan sumber karbohidrat mampu meningkatkan kelimpahan bakteri pada media budidaya dan berpengaruh terhadap hasil produksi.


(37)

1

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu pada bulan April-Mei 2015, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain wadah pemeliharaan berupa kolam terpal berukuran 0,5x0,5x0,5 m sebanyak 12 buah, blower, timbangan digital, kolam beton 2 buah, tandon air, DO meter, termometer, pH meter, scope net, ember plastik, alat tulis, penggaris, dan kertas label.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain bakteri Bacillus sp., bakteri Lactobacillus casei, air limbah budidaya lele, benih ikan nila ukuran 3-5 cm sebanyak 600 ekor, air tawar, molase, dan pakan.


(38)

20

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan desain rancangan acak lengkap (RAL) yang dibagi kedalam empat perlakuan dan masing-masing terdiri dari tiga kali ulangan. Adapun perlakuan yang digunakan sebagai berikut:

1. Perlakuan A : Pemeliharaan ikan nila tanpa bioflok (kontrol);

2. Perlakuan B : Pemeliharaan ikan nila pada media bioflok dengan sumber bakteri berasal dari air limbah budidaya ikan lele;

3. Perlakuan C : Pemeliharaan ikan nila pada media bioflok dengan bakteri Lactobacillus casei;

4. Perlakuan D : Pemeliharaan ikan nila pada media bioflok dengan bakteri Bacillus sp.

Denah lokasi kolam:

D2 A1 C1

C2 C3 D1

D1 A2 B1


(39)

21

Model linear yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji Annova yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

i : Perlakuan A, B, C j : Ulangan 1, 2, 3 dan 4

Yij : Nilai pengamatan dari penggunaan sumber bioflok dengan dosis yang sama ke-i terhadap pertumbuhan ikan nila pada ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum

τi : Pengaruh penggunaan sumber bioflok dengan dosis yang sama ke-i terhadap pertumbuhan ikan nila

∑ij : Pengaruh galat percobaan pada penggunaan sumber bioflok dengan dosis yang sama ke-i terhadap pertumbuhan ikan nila pada ulangan ke-j

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Bioflok

Pembuatan bioflok dilakukan dengan inokulan bakteri yang berbeda sesuai dengan perlakuan, yaitu:

1. Perlakuan A : media air tanpa bioflok (kontrol)

2. Perlakuan B : 300 L air tawar + 150 gr pakan + 150 gr molase + 300 mL air limbah budidaya

3. Perlakuan C : 300 L air tawar + 150 gr pakan + 150 gr molase + 30 mL probiotik (Lactobacillus casei)

4. Perlakuan D : 300 L air tawar + 150 gr pakan + 150 gr molase + 30 mL bakteri Bacillus sp

Pembuatan bioflok dilakukan pada kolam beton yang diaerasi selama 24 jam menggunakan blower. Proses pembentukan bioflok berlangsung sekitar 15 hari.


(40)

22

Indikasi terbentuk bioflok ditandai dengan adanya lendir di perairan pada hari kedua sampai ketiga. Lendir ini merupakan senyawa PHB yang menjadi ikatan pembentuk flok, hingga hari berikutnya adanya flok-flok yang mengambang. Setelah bioflok terbentuk, air bioflok tersebut dijadikan sebagai media air pemeliharaan ikan nila.

3.4.2 Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah pemeliharaan berupa kolam terpal berukuran 0,5x0,5x0,5 m sebanyak 12 unit. Sebanyak 60 liter air suspensi bioflok dimasukan kedalam masing-masing kolam. Aerasi dilakukan selama 24 jam agar bioflok tidak mengendap dan menjaga agar kandungan DO lebih dari 2 mg/L. Benih ikan nila yang digunakan berukuran 3-5 cm/ekor masing-masing sebanyak 50 ekor, sehingga total benih yang digunakan yaitu sebanyak 600 ekor. Kondisi benih ikan harus dalam keadaan sehat yaitu tidak terdapat luka atau cacat pada tubuhnya serta dapat berenang aktif. Sebelum dimasukan kedalam wadah pemeliharaan benih ikan terlebih dahulu diaklimatisasi.

3.4.3 Pemeliharaan Ikan Uji

Pemeliharaan ikan uji dilakukan selama 40 hari. Pemberian pakan ikan nila sebesar 3% dari bobot biomassa ikan atau FR 3%. Pakan yang diberikan adalah pakan komersil yang bersifat mengapung. Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Total pemberian pakan mengikuti pertumbuhan ikan melalui sampling pertumbuhan ikan. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 8 hari sekali. Sampling dilakukan dengan


(41)

23

mengambil 10 ekor sampel ikan pada masing-masing unit percobaan. Sampling dilakukan dengan menggunakan wadah, timbangan digital dan scoop net. Data sampling yaitu pengukuran panjang tubuh ikan dan bobot ikan.

Penambahan molase dilakukan selama pemeliharaan ikan uji yang diberikan sebanyak 50% dari jumlah pakan yag diberikan per hari. Penambahan molase dilakukan setiap hari untuk menjaga CN rasio sehingga ketersediaan flok-flok bakteri selalu berkontinyu.

3.5 Parameter Penelitian

3.5.1 Pertumbuhan Biomassa Mutlak

Pertumbuhan biomassa mutlak ditetapkan berdasarkan pertambahan biomassa mutlak ikan uji pada setiap unit percobaan. Pengukuran dilakukan setiap 8 hari sekali. Pertumbuhan biomassa mutlak dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi, 2003)

Keterangan:

W = pertumbuhan biomassa mutlak

Wt = biomassa ikan uji pada akhir pemeliharaan Wo = biomassa ikan uji pada awal pemeliharaan

3.5.2 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Pengukuran laju pertumbuhan harian dilakukan setiap 8 hari sekali. Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendi, 2003) :

W = Wt - Wo

t Wo Wt


(42)

24

Keterangan :

GR : Laju pertumbuhan harian (g/hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (g) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (g) t : Waktu pemeliharaan (hari)

3.5.3 Survival Rate

Nilai kelulushidupan (Survival rate/SR) adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup dari awal hingga akhir penelitian. Nilai SR dihitung diakhir penelitian. Nilai kelulushidupan dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 2003) :

Keterangan

SR : kelulushidupan (%)

No : jumlah ikan awal penelitian (ekor) Nt : jumlah ikan akhir penelitian (ekor)

3.5.4 Feed Coversion Ratio

Nilai FCR dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi, 2003) :

Keterangan

FCR : Feed Coversion Ratio

F : Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan Wt : Biomassa akhir

W0 : Biomassa awal

3.5.5 Kualitas Air

Pengukuran parameter kualitas air seperti oksigen terlarut (DO), pH, suhu, dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengukuran dilakukan 3 kali yaitu pagi hari (08.00 WIB), siang hari (12.30 WIB) dan sore hari (17.00 WIB). Pengukuran kadar

SR = ��

�� � 100 %

FCR

=


(43)

25

ammonia dilakukan pada awal penelitian (hari 1), tengah penelitian (hari ke-20) dan akhir penelitian (hari ke-40). Uji amoniak dilakukan di Laboratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung.

3.6 Analisis Data

Data pertumbuhan, survival rate (SR) dan feed conversion ratio (FCR) dianalisis mengunakan analisis ragam (Anova) dengan selang kepercayaan 95%. Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut BNT. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif.


(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Penggunaan sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok memberikan pengaruh yang nyata terhadap keragaan ikan nila namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap Feed Conversion Ratio dan Survival Rate. Penggunaan bakteri Lactobacillus casei merupakan perlakuan yang memberikan hasil terbaik yaitu diperoleh pertumbuhan berat mutlak sebesar 3,89 ± 0.19gr, nilai FCR 1,05 ± 0,11 dan nilai SR 88 ± 0,05%.

4.2 Saran

Saran dari penulis yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi asam amino bioflok yang terbentuk sehingga dapat diketahui secara pasti penyebab adanya perbedaan laju pertumbuhan pada ikan nila.


(45)

44

DAFTAR PUSTAKA

Alanara, A., Kadri, S. dan Paspatis M. 2001. Di dalam: Houlihan D, Boujard T, Jobling ME. Food intake in fish. Blackwell Publishing. Oxford. 418 hal. Aiyushirota, I. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrop Dengan

Bioflocs. Aiyushirotabiota. Indonesia.

Ardjosoediro, I. dan Ramnarine, I.W. 2002. The influence of turbidity on growth, feed conversion and survivorship of the Jamaica red tilapia strain. Aquaculture 212, 159–165

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture system. Aquaculture 176, 227-235.

Avnimelech, Y. dan G. Ritvo. 2003. Shrimp and fish pond soils: processes and management. Aquaculture,220 : 549–567.

Avnimelech, Y. 2006. Bio-filters: The Need for An New Comprehensive Approach. Aquacultural Engineering. 34, 172-178.

Avnimcleeh,Y., 2007, Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bioflocs technology ponds. Aquaculture 264,140-147.

Avnimelech, Y. 2009. Biofloc Technology. A Practical Guide Book.World Aquaculture Society. Technion Israel institute of Technology.

Azim, M.E., Little, D. dan North, B. 2007. Growth and Welfare of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) Cultured Indoor Tank using BioFloc Tehnology (BFT). Presentation in Aquaculture 2007, 26 February - 3 March 2007. Sna Antonio, Texas, USA.

Azim, M.E. dan Little, D.C. 2008. The biofloc technology (BFT) in indoor tanks: water quality, biofloc composition, and growth and welfare of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture 283, 29-35.

Brune, D. E., G. Schwartz, A. G. Eversole, J. A. Collier dan T. E. Schwedler. 2003. Intensification Of Pond Aquaculture And High Rate Photosynthetic Systems. Aquaculture Engineering, 8 : 65-86.


(46)

45

BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2009. Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kelas Pembesaran di Kolam Air Tenang. BSN (Badan Standardisasi Nasional). SNI 7550 :2009. 12 hlm.

Bossier, P. dan Verstraete, W. 1996. Triggers for microbial aggregation in activated sludge. Appl Microbiol Biotechnol 45, 1-6.

Boyd, C.E. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publ. Co. Amsterdam. 319 hal.

Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P. Dan Verstraete, W. 2007. Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture 270, 1-14.

Crab, R., Kochva, M., Verstraete, W. dan Avnimelech, Y. 2009. Bio-flocs Technology Application in Over-wintering of Tilapia. Aquaculture Engineering 40 : 105 – 112.

Crab, R., Defoirdt, T., Bossier, P. dan Verstraete, W. 2012. Biofloc technology in aquaculture: Beneficial effects and future challenges. Aquaculture 356-357.

Craig, S. dan Helfrich, L.A. 2002. Understanding fish nutrition, feeds, and feeding. Virginia Cooperative Extension, Virginia Polytechnic Institute and State University, Publication 420-256.

Defoirdt, T., Halet, D., Vervaeren, H., Boon, N.,Van de Wiele, T., Sorgeloos, P., Bossier, P. dan Verstraete, W., 2007. The bacterial storage compound of poly-b-hydrobutyrate protects Artemia fransiseana from pathogenic Vibrio campbellii. Environ. Microbiol. 9 (2), 445-452.

Djarijah, A.S. 1995. Nila Merah Pembenihan Dan Pembesaran Secara Intensif. Yogyakarta : Kanisius.

De Schryver P., Crab, R. Detroit, T. Boon, N., Verstrate, W. 2008. The Basic of Bioflock Technology: The Added Value For Aquaculture. Aquaculture. 227:125-137.

De Schryver, P. and Verstraete, W. 2009. Nitrogen removal from aquaculture pond water by heterotrophic nitrogen assimilation in lab-scale sequencing batch reaktors. Bioresource Technology 100, 1162-1167.

Ebeling, J.M., Timmons, M.B., and Bisogni, J.J. 2006. Engineering Analysis Of The Stoichiometry Of Photoautotrophic, Autotrophic, And Heterotrophic Removal Of Ammonia-Nitrogen In Aquaculture Systems. Aquaculture 257 (2006) 346-358

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air: bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Gramedia. Jakarta. 257 hal.


(47)

46

Effendie, I. 1997. Biologi perikanan.Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok : Teori dan Aplikasi dalam Perikanan

Budidaya Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 9-19 (2009). Ekasari. J. 2008. Bio-Flocs Technology: The Effect Of Different Carbon Source,

Salinity And The Addition of Probiotics on The Primary Nutritional Value Of The Bio-Flocs. Faculty of Bioscience Engineering. Ghent University. Gross, A., C.E. Boyd, and C. W. Wood. 2000. Nitrogen Transformations And

Balance In Channel Catfish Ponds. Aquacultural Engineering, 24 : 1-14. Ghufran. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar Di Kolam Terpal.

Ed. 1. Lily Publisher. Yogyakarta. Hal 8-15.

Hamoda, M.F. 1995. Biotreatment of Waste Using Aerated Submarged Fixed-Film reactor. Journal Environmental Biotechnology. Kluwer : Academic Publisher.

Hargreaves, J.A., 1998. Nitrogen biogeochemistry of aquaculture ponds. Aquaculture, 166, 181-212.

Hari, B., Kurup, B.M.,Varghese, J.T., Schrama, J.W. dan Verdegem,M.C.J., 2006. The effect of carbohydrate addition on water quality and the nitrogen budget in extensive shrimp culture sistems. Aquaculture 252, 248-263. Hepher, B. dan Pruginin, Y. 1981. Commercial fish farming: with special

reference to fish culture in Israel. John Wiley and Son. New York. 261 hal. Huet, M. 1971. Textbook of fish culture: breeding and cultivation of fish. Fishing

News. Surrey. 436 hal.

Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Cetakan I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Izquierdo, M., Forster, L., Divakaran, S., Conquest, L., Decamp, O. dan Tacon, A. 2006. Effect of green and clear water and lipid source on survival, growth and biochemical composition of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture Nutrition 12,192-202.

Ju, Z.Y., Forster, I., Conquest, L., Dominy, W., Kuo, W.C. dan Horgen, F.D. 2008. Determination of microbial community structures of shrimp floe cultures by biomarkers and analysis of floe amino acid profiles. Aquaculture Research 39, 118-133.

Khairuman dan Amri, K. 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Krishna, C. Dan Van Loosdrecht, MCM. 1999. Effect of temperature on storage polymers and settleability of activated sludge. Water Res. 33(10), 2374-2382.


(48)

47

Kuhn, D.D., Boardman, G.D., Lawrence, A.L., Marsh, L. dan Flick Jr. 2009. Microbial floc meal as a replacement ingredient for fish meal and soybean protein in shrimp feed. Aquaculture 296, 51-57.

Kordi. 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Semarang.Hal 180-182.

Luo, G.Z., Avnimelech, Y., Pan, Y.F., Tan, H.X., 2012. Inorganik nitrogen dynamics in sequencing batch reactor using bioflocs technology to treat aquaculture sludge. Aquaculture Engineering 52: 73-79.

McGraw, W. J. 2002. Utilization Of Heterotrophic And Autotrophic Bacteria In Aquaculture. Global Aquaculture Advocate, December 2002. p: 82-83. Michaud, L, Blancheton J.P., Bruni. V., dan Piedrahita R. 2006. Effect of

particulate organik carbon on heterotrophic bacterial populations and nitrification efficiency in biological filters. Aquacultural Engineering. 34, 224–233.

Montoya, R. dan M. Velasco. 2000. Role Of Bacteria On Nitrional And Management Strategis In Aquaculture System. The Advocate, April 2000. p. 35-36

Moriarty, D.J.W. 1996. Microbial Biotechnology for Suitable Aquaculture. INFOFISH International 4 (96): 23-28.

Novitasari, D. 2008. Optimasi pH dan Salinitas terhadap Pembentukan Bioflok untuk Uji Kualitas Air pada Sistem Akuakultur. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Padjajaran.

Parwanayoni, S. M. N. 2008. Pergantian Populasi Bakteri heterotrof, Algae, dan Protozoa di Logoon BTDC Unit Penanganan Limbah Nusa Dua Bali. Universitas Udayana. Jurnal Bumi Lestari, Vol.8, No.2, Agustus 2008, hal 180-105

Popma, T.J. dan Lovshin L.L. 1996. World prospect for commercial production of tilapia. Research and Development Series No. 41. International Center for Aquaculture and Aquatic Environmens. Departement of Fisheries and Allied Aquacultures Auburn University. Alabama. 23 hal.

Popma, T. dan Masser, M. 1999. Tilapia Life History and Biology. Southern Regional Aquaculture Center Publication No. 283

Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur – No.01/Th.I/Maret 2002.

Samocha, T.M., Patnaik, S., Speed, M., Ali, A.M., Burger, J.M., Almeida, R.V., Ayub, Z., Harisanto, M., Horowitz, A. dan Brock, D.L. 2007. Use of


(49)

48

molasses as carbon source in limited discharge nursery and grow out sistems for Litopenaeus vannamei. Aquaculture Engineering. 36, 184-191. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bina Cipta,

Bandung.

Schneider, O., V. Sereti, E.H. Eding. Dan Verreth, J.A.J. 2005. Protein Production by Heterotrophic Bacteria Using Carbon Supplemented Fish Waste. Paper presented in World Aquaculture 2005, Bali. Indonesia.

Stickney, R.R., 2005. Aquaculture: An introductory text. CABI Publishing. USA.256p.

Stolp, H.1988. Microbial Ecology: Organism, habitats, Activities. Cambridge: Univ. Press, Cambridge, New York, New Rochelle, Melbrone, Sydney, 308 pp.

Suryaningrum, F.M. 2012. Aplikasi teknologi bioflok pada pemeliharaan benih ikan nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Terbuka. Jakarta.

Susiastuti, M. 1998. Pemnfaatan Hasil Samping Industri Pertanian Molases Dan Limbah Cair Tahu sebagai Sumber Karbon Dan Nitrogen Untuk Produksi Biosurfactan Oleh Bacillus sp. Galur Komersial dan Lokal. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Suyanto, S.R., 2003. Ikan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 halaman.

Tacon, A.G.J., Cody, J.J., Conquest, L.D., Divakaran, S., Forster, LP. dan Decamp, O.E., 2002. Effect of culture sistem on the nutrition and growth performance of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei (Boone) fed different diets. Aquaculture Nutrition 8,121 -137.

Taw, N., Fuat, J., Tarigan, N. dan Sidabutar, K. 2008. Partial harvest/biofloc sistempromising for Pacific white shrimp.Global Aquaculture Advocate Magazine. September/October 2008, 84-86.

Trainer, M.A., Charles, T.C. 2006. The Role of PHB Metabolism in The Symbiosis of Rhizobia with Legumes. Appl. Microbiol. Biotechnol. 71 (4), 377-386.

Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat Pada Media Pemeliharaan Terhadap Produksi Budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.


(50)

49

Verstraete, W., De Schryver, P., Deroirdt, T. dan Crab, R. 2007. Added value of microbial life in flocs. Presented in World Aquaculture Society Meeting, San Antonio, Texas, USA. February 26 to March 2. 2007.

Wyk, P.V. dan Y. Avnimelech. 2007. Management Of Nitrogen Cycling And Microbial Populations In Biofloc-Based Aquaculture Systems. Presentation in World Aquaculture 2007, AES Special Sessoin: BIO FLOC Technology, February 28, 2007. San Antonio, Texas, USA.

Zonneveld N, Huisman EA dan Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Jakarta . PT Gramedia Pustaka Utama. 318 hal.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alanara, A., Kadri, S. dan Paspatis M. 2001. Di dalam: Houlihan D, Boujard T, Jobling ME. Food intake in fish. Blackwell Publishing. Oxford. 418 hal. Aiyushirota, I. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrop Dengan

Bioflocs. Aiyushirotabiota. Indonesia.

Ardjosoediro, I. dan Ramnarine, I.W. 2002. The influence of turbidity on growth, feed conversion and survivorship of the Jamaica red tilapia strain. Aquaculture 212, 159–165

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture system. Aquaculture 176, 227-235.

Avnimelech, Y. dan G. Ritvo. 2003. Shrimp and fish pond soils: processes and management. Aquaculture,220 : 549–567.

Avnimelech, Y. 2006. Bio-filters: The Need for An New Comprehensive Approach. Aquacultural Engineering. 34, 172-178.

Avnimcleeh,Y., 2007, Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bioflocs technology ponds. Aquaculture 264,140-147.

Avnimelech, Y. 2009. Biofloc Technology. A Practical Guide Book.World Aquaculture Society. Technion Israel institute of Technology.

Azim, M.E., Little, D. dan North, B. 2007. Growth and Welfare of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) Cultured Indoor Tank using BioFloc Tehnology (BFT). Presentation in Aquaculture 2007, 26 February - 3 March 2007. Sna Antonio, Texas, USA.

Azim, M.E. dan Little, D.C. 2008. The biofloc technology (BFT) in indoor tanks: water quality, biofloc composition, and growth and welfare of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture 283, 29-35.

Brune, D. E., G. Schwartz, A. G. Eversole, J. A. Collier dan T. E. Schwedler. 2003. Intensification Of Pond Aquaculture And High Rate Photosynthetic Systems. Aquaculture Engineering, 8 : 65-86.


(2)

BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2009. Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kelas Pembesaran di Kolam Air Tenang. BSN (Badan Standardisasi Nasional). SNI 7550 :2009. 12 hlm.

Bossier, P. dan Verstraete, W. 1996. Triggers for microbial aggregation in activated sludge. Appl Microbiol Biotechnol 45, 1-6.

Boyd, C.E. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publ. Co. Amsterdam. 319 hal.

Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P. Dan Verstraete, W. 2007. Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture 270, 1-14.

Crab, R., Kochva, M., Verstraete, W. dan Avnimelech, Y. 2009. Bio-flocs Technology Application in Over-wintering of Tilapia. Aquaculture Engineering 40 : 105 – 112.

Crab, R., Defoirdt, T., Bossier, P. dan Verstraete, W. 2012. Biofloc technology in aquaculture: Beneficial effects and future challenges. Aquaculture 356-357.

Craig, S. dan Helfrich, L.A. 2002. Understanding fish nutrition, feeds, and feeding. Virginia Cooperative Extension, Virginia Polytechnic Institute and State University, Publication 420-256.

Defoirdt, T., Halet, D., Vervaeren, H., Boon, N.,Van de Wiele, T., Sorgeloos, P., Bossier, P. dan Verstraete, W., 2007. The bacterial storage compound of poly-b-hydrobutyrate protects Artemia fransiseana from pathogenic Vibrio campbellii. Environ. Microbiol. 9 (2), 445-452.

Djarijah, A.S. 1995. Nila Merah Pembenihan Dan Pembesaran Secara Intensif. Yogyakarta : Kanisius.

De Schryver P., Crab, R. Detroit, T. Boon, N., Verstrate, W. 2008. The Basic of Bioflock Technology: The Added Value For Aquaculture. Aquaculture. 227:125-137.

De Schryver, P. and Verstraete, W. 2009. Nitrogen removal from aquaculture pond water by heterotrophic nitrogen assimilation in lab-scale sequencing batch reaktors. Bioresource Technology 100, 1162-1167.

Ebeling, J.M., Timmons, M.B., and Bisogni, J.J. 2006. Engineering Analysis Of The Stoichiometry Of Photoautotrophic, Autotrophic, And Heterotrophic Removal Of Ammonia-Nitrogen In Aquaculture Systems. Aquaculture 257 (2006) 346-358

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air: bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Gramedia. Jakarta. 257 hal.


(3)

Effendie, I. 1997. Biologi perikanan.Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok : Teori dan Aplikasi dalam Perikanan

Budidaya Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 9-19 (2009). Ekasari. J. 2008. Bio-Flocs Technology: The Effect Of Different Carbon Source,

Salinity And The Addition of Probiotics on The Primary Nutritional Value Of The Bio-Flocs. Faculty of Bioscience Engineering. Ghent University. Gross, A., C.E. Boyd, and C. W. Wood. 2000. Nitrogen Transformations And

Balance In Channel Catfish Ponds. Aquacultural Engineering, 24 : 1-14. Ghufran. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar Di Kolam Terpal.

Ed. 1. Lily Publisher. Yogyakarta. Hal 8-15.

Hamoda, M.F. 1995. Biotreatment of Waste Using Aerated Submarged Fixed-Film reactor. Journal Environmental Biotechnology. Kluwer : Academic Publisher.

Hargreaves, J.A., 1998. Nitrogen biogeochemistry of aquaculture ponds. Aquaculture, 166, 181-212.

Hari, B., Kurup, B.M.,Varghese, J.T., Schrama, J.W. dan Verdegem,M.C.J., 2006. The effect of carbohydrate addition on water quality and the nitrogen budget in extensive shrimp culture sistems. Aquaculture 252, 248-263. Hepher, B. dan Pruginin, Y. 1981. Commercial fish farming: with special

reference to fish culture in Israel. John Wiley and Son. New York. 261 hal. Huet, M. 1971. Textbook of fish culture: breeding and cultivation of fish. Fishing

News. Surrey. 436 hal.

Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Cetakan I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Izquierdo, M., Forster, L., Divakaran, S., Conquest, L., Decamp, O. dan Tacon, A. 2006. Effect of green and clear water and lipid source on survival, growth and biochemical composition of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture Nutrition 12,192-202.

Ju, Z.Y., Forster, I., Conquest, L., Dominy, W., Kuo, W.C. dan Horgen, F.D. 2008. Determination of microbial community structures of shrimp floe cultures by biomarkers and analysis of floe amino acid profiles. Aquaculture Research 39, 118-133.

Khairuman dan Amri, K. 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Krishna, C. Dan Van Loosdrecht, MCM. 1999. Effect of temperature on storage polymers and settleability of activated sludge. Water Res. 33(10), 2374-2382.


(4)

Kuhn, D.D., Boardman, G.D., Lawrence, A.L., Marsh, L. dan Flick Jr. 2009. Microbial floc meal as a replacement ingredient for fish meal and soybean protein in shrimp feed. Aquaculture 296, 51-57.

Kordi. 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Semarang.Hal 180-182.

Luo, G.Z., Avnimelech, Y., Pan, Y.F., Tan, H.X., 2012. Inorganik nitrogen dynamics in sequencing batch reactor using bioflocs technology to treat aquaculture sludge. Aquaculture Engineering 52: 73-79.

McGraw, W. J. 2002. Utilization Of Heterotrophic And Autotrophic Bacteria In Aquaculture. Global Aquaculture Advocate, December 2002. p: 82-83. Michaud, L, Blancheton J.P., Bruni. V., dan Piedrahita R. 2006. Effect of

particulate organik carbon on heterotrophic bacterial populations and nitrification efficiency in biological filters. Aquacultural Engineering. 34, 224–233.

Montoya, R. dan M. Velasco. 2000. Role Of Bacteria On Nitrional And Management Strategis In Aquaculture System. The Advocate, April 2000. p. 35-36

Moriarty, D.J.W. 1996. Microbial Biotechnology for Suitable Aquaculture. INFOFISH International 4 (96): 23-28.

Novitasari, D. 2008. Optimasi pH dan Salinitas terhadap Pembentukan Bioflok untuk Uji Kualitas Air pada Sistem Akuakultur. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Padjajaran.

Parwanayoni, S. M. N. 2008. Pergantian Populasi Bakteri heterotrof, Algae, dan Protozoa di Logoon BTDC Unit Penanganan Limbah Nusa Dua Bali. Universitas Udayana. Jurnal Bumi Lestari, Vol.8, No.2, Agustus 2008, hal 180-105

Popma, T.J. dan Lovshin L.L. 1996. World prospect for commercial production of tilapia. Research and Development Series No. 41. International Center for Aquaculture and Aquatic Environmens. Departement of Fisheries and Allied Aquacultures Auburn University. Alabama. 23 hal.

Popma, T. dan Masser, M. 1999. Tilapia Life History and Biology. Southern Regional Aquaculture Center Publication No. 283

Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur – No.01/Th.I/Maret 2002.

Samocha, T.M., Patnaik, S., Speed, M., Ali, A.M., Burger, J.M., Almeida, R.V., Ayub, Z., Harisanto, M., Horowitz, A. dan Brock, D.L. 2007. Use of


(5)

molasses as carbon source in limited discharge nursery and grow out sistems for Litopenaeus vannamei. Aquaculture Engineering. 36, 184-191. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bina Cipta,

Bandung.

Schneider, O., V. Sereti, E.H. Eding. Dan Verreth, J.A.J. 2005. Protein Production by Heterotrophic Bacteria Using Carbon Supplemented Fish Waste. Paper presented in World Aquaculture 2005, Bali. Indonesia.

Stickney, R.R., 2005. Aquaculture: An introductory text. CABI Publishing. USA.256p.

Stolp, H.1988. Microbial Ecology: Organism, habitats, Activities. Cambridge: Univ. Press, Cambridge, New York, New Rochelle, Melbrone, Sydney, 308 pp.

Suryaningrum, F.M. 2012. Aplikasi teknologi bioflok pada pemeliharaan benih ikan nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Terbuka. Jakarta.

Susiastuti, M. 1998. Pemnfaatan Hasil Samping Industri Pertanian Molases Dan Limbah Cair Tahu sebagai Sumber Karbon Dan Nitrogen Untuk Produksi Biosurfactan Oleh Bacillus sp. Galur Komersial dan Lokal. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Suyanto, S.R., 2003. Ikan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 halaman.

Tacon, A.G.J., Cody, J.J., Conquest, L.D., Divakaran, S., Forster, LP. dan Decamp, O.E., 2002. Effect of culture sistem on the nutrition and growth performance of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei (Boone) fed different diets. Aquaculture Nutrition 8,121 -137.

Taw, N., Fuat, J., Tarigan, N. dan Sidabutar, K. 2008. Partial harvest/biofloc sistempromising for Pacific white shrimp.Global Aquaculture Advocate Magazine. September/October 2008, 84-86.

Trainer, M.A., Charles, T.C. 2006. The Role of PHB Metabolism in The Symbiosis of Rhizobia with Legumes. Appl. Microbiol. Biotechnol. 71 (4), 377-386.

Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat Pada Media Pemeliharaan Terhadap Produksi Budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.


(6)

Verstraete, W., De Schryver, P., Deroirdt, T. dan Crab, R. 2007. Added value of microbial life in flocs. Presented in World Aquaculture Society Meeting, San Antonio, Texas, USA. February 26 to March 2. 2007.

Wyk, P.V. dan Y. Avnimelech. 2007. Management Of Nitrogen Cycling And Microbial Populations In Biofloc-Based Aquaculture Systems. Presentation in World Aquaculture 2007, AES Special Sessoin: BIO FLOC Technology, February 28, 2007. San Antonio, Texas, USA.

Zonneveld N, Huisman EA dan Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Jakarta . PT Gramedia Pustaka Utama. 318 hal.