Lapisan epidermis Anatomi dan Fisiologi Kulit

viii BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit

Integumentum atau kulit merupakan organ tebesar dalam tubuh yang memenuhi sekitar 1,8 m 2 dari seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat sekitar 16 dari total berat badan Marino, 2006. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur jenis kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh Tortora dan Derrickson, 2009. Karena kulit berhubungan langsung dengan lingkungan luar, maka kulit memiliki 4 fungsi yang penting bagi tubuh, antara lain : 1 Menahan atau mempertahankan kelembaban dan mencegah hilangnya molekul-molekul yang penting bagi tubuh, 2 Mengatur suhu tubuh dan tekanan darah, 3 Melindungi tubuh dari mikroba-mikroba maupun pengaruh yang berbahaya dari luar seperti sinar ultraviolet ataupun agen toksik dan 4 Sebagai organ sensoris atau reseptor sensoris dari rasa sakit nyeri, sentuhan, tekanan dan suhu Gordon, 2010. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak Tortora dan Derrickson, 2009.

2.1.1 Lapisan epidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang paling tipis, tersusun atas beberapa lapis epithel squamous dan berasal dari ektoderm Bucks, 2008. Epidermis berperan sebagai penyangga atau barier fisik yang mencegah hilangnya cairan tubuh dan mencegah masuknya berbagai substansi maupun organisme ke dalam tubuh Yung, 2007. Regenerasi sel-sel kulit akan terus terjadi akibat pengikisan sel-sel luar dan akan diganti sel-sel lain yang matang dan bergerak ke atas untuk menggantikan sel-sel yang rusak tersebut Muller et al., 2001. Lapisan epidermis terdiri dari 4 macam sel utama yaitu, Keratinosit yang merupakan sel ix kulit itu sendiri, Melanosit yang merupakan sel penghasil pigmen, sel langerhans yang merupakan sel imun dan sel merkel yang biasa banyak ditemukan pada ujung jari ataupun bibir. Keratinosit akan terdiferensiasi dan mengakumulasi keratin saat bergerak menuju ke arah luar, dan gugur atau rontok membentuk 4 lapisan Yung, 2007. Lapisan epidermis terdiri dari 4 lapisan yaitu stratum korneum yang merupakan lapisan pemisah barier, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basalis Bucks, 2008. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri dari atas beberapa sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin zat tanduk Djuanda, 2003. Keratin yang terkandung dalam sel-sel tersebut juga berfungsi dalam menyerap air sehingga kulit akan menjadi lembab Timmons, 2006. Pada stratum granulosum, sel akan semakin pipih, inti sel akan menghilang dan akan tampak adanya granulasi pada sitoplasma Marino, 2006. Sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin Djuanda, 2003. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jermih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak di tengah-tengah. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans Djuanda, 2003. Sel tersebut berperan dalam reaksi imun kulit yaitu sebagai antigen-presenting cell Gawkrodger, 2002. Sel Langerhans memecah alergen menjadi bentuk yang lebih kecil dan bermigrasi dari epidermis ke dalam dermis, hingga mencapai pembuluh darah dan mengekspresikan alergen terhadap sel imun limfosit yang kemudian akan menginisiasi reaksi imun untuk menghancurkan materi-materi asing dan menstimulasi proliferasi limfosit untuk mengenali atau mememori alergen Yung, 2007. Stratum basalis merupakan lapisan terdalam dari epidermis yang berdekatan dengan dermis dan terdiri dari keratinosit yang belum maupun yang sudah membelah serta menempel pada membrana basalis melalui hemidesmosom Marino, 2006. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu x dengan lain oleh jembatan antar sel dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen melanosom Djuanda, 2003.

2.1.2 Lapisan dermis

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

2 16 60

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DENGAN PEMBERIAN MADU DAN PEMBERIAN GENTAMISIN TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)

1 17 71

PERBEDAAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI ANTARA OLESAN EKSTRAK ETANOLIK TEMULAWAK DAN POVIDONE IODINE PADA TIKUS PUTIH

0 3 83

PERBEDAAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI ANTARA OLESAN GEL DAUN LAMTORO (Leucaena Leucocephala) DAN POVIDONE IODINE PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)

0 3 78

PERBEDAAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI ANTARA OLESAN GEL LIDAH BUAYA (aloe vera) DAN OLESAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT (curcuma longa linn) PADA TIKUS PUTIH (rattus norvegicus)

0 4 80

EFEK PEMBERIAN GERUSAN DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica (L) Urban ) TERHADAP KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 14

KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI YANG DIBERI AMOKSISILIN DAN DEKSAMETASON PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

1 24 28

PERBANDINGAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI YANG DIBERI AMOKSISILIN KOMBINASI DEKSAMETASON DAN AMOKSISILIN KOMBINASI ASAM MEFENAMAT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 31

EFEKTIVITAS GEL PUTIH TELUR PADA LUKA INSISI TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) MELALUI PENGAMATAN PANJANG AREA LUKA DAN KEPADATAN DEPOSIT KOLAGEN

0 0 16

Efek Serbuk Daun Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L) Terhadap Kesembuhan Luka Insisi Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) - UWKS - Library

0 0 14