Asam mefenamat merupakan obat antiinflamasi golongan non steroid yang mempunyai khasiat sebagai analgetik dan antiinflamasi. Asam mefenamat
merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan juga kerja perifer Goodman, 2007. Sampai saat ini, asam mefenamat digunakan sebagai
analgesik dan anti radang pasca operasi di Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali RSH FKH dan belum ada
penelitian mengenai kecepatan kesembuhan luka pada tikus pasca pemberian amoksisilin yang dikombinasikan dengan asam mefenamat.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kecepatan kesembuhan luka pada tikus pasca
pemberian amoksisilin yang dikombinasikan dengan asam mefenamat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah, bagaimana kecepatan kesembuhan luka insisi pada tikus putih Rattus norvegicus
yang diberikan obat asam mefenamat.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui waktu kesembuhan luka insisi pada tikus putih Rattus norvegicus yang diberikan obat asam mefenamat ditinjau dari gambaran
makroskopik dan mikroskopik.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi kalangan praktisi bedah dalam praktek sehari-hari, dimana praktisi dapat
mengetahui kecepatan kesembuhan luka insisi yang diberi obat asam mefenamat pascaoperasi.
viii
viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Integumentum atau kulit merupakan organ tebesar dalam tubuh yang memenuhi sekitar 1,8 m
2
dari seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat sekitar 16 dari total berat badan Marino, 2006. Kulit merupakan organ yang
esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur jenis
kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh Tortora dan Derrickson, 2009. Karena kulit berhubungan langsung dengan lingkungan luar, maka kulit
memiliki 4 fungsi yang penting bagi tubuh, antara lain : 1 Menahan atau mempertahankan kelembaban dan mencegah hilangnya molekul-molekul yang
penting bagi tubuh, 2 Mengatur suhu tubuh dan tekanan darah, 3 Melindungi tubuh dari mikroba-mikroba maupun pengaruh yang berbahaya dari luar seperti
sinar ultraviolet ataupun agen toksik dan 4 Sebagai organ sensoris atau reseptor sensoris dari rasa sakit nyeri, sentuhan, tekanan dan suhu Gordon, 2010.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan subkutis. Subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak Tortora dan Derrickson, 2009.
2.1.1 Lapisan epidermis
Epidermis merupakan bagian terluar yang paling tipis, tersusun atas beberapa lapis epithel squamous dan berasal dari ektoderm Bucks, 2008.
Epidermis berperan sebagai penyangga atau barier fisik yang mencegah hilangnya cairan tubuh dan mencegah masuknya berbagai substansi maupun organisme ke
dalam tubuh Yung, 2007. Regenerasi sel-sel kulit akan terus terjadi akibat pengikisan sel-sel luar dan akan diganti sel-sel lain yang matang dan bergerak ke
atas untuk menggantikan sel-sel yang rusak tersebut Muller et al., 2001. Lapisan epidermis terdiri dari 4 macam sel utama yaitu, Keratinosit yang merupakan sel
ix kulit itu sendiri, Melanosit yang merupakan sel penghasil pigmen, sel langerhans
yang merupakan sel imun dan sel merkel yang biasa banyak ditemukan pada ujung jari ataupun bibir. Keratinosit akan terdiferensiasi dan mengakumulasi
keratin saat bergerak menuju ke arah luar, dan gugur atau rontok membentuk 4 lapisan Yung, 2007.
Lapisan epidermis terdiri dari 4 lapisan yaitu stratum korneum yang merupakan lapisan pemisah barier, stratum granulosum, stratum spinosum dan
stratum basalis Bucks, 2008. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri dari atas beberapa sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin zat tanduk Djuanda, 2003. Keratin yang terkandung dalam sel-sel tersebut juga berfungsi dalam menyerap air
sehingga kulit akan menjadi lembab Timmons, 2006. Pada stratum granulosum, sel akan semakin pipih, inti sel akan
menghilang dan akan tampak adanya granulasi pada sitoplasma Marino, 2006. Sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin Djuanda, 2003. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses
mitosis. Protoplasmanya jermih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak di tengah-tengah. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans
Djuanda, 2003. Sel tersebut berperan dalam reaksi imun kulit yaitu sebagai antigen-presenting cell Gawkrodger, 2002. Sel Langerhans memecah alergen
menjadi bentuk yang lebih kecil dan bermigrasi dari epidermis ke dalam dermis, hingga mencapai pembuluh darah dan mengekspresikan alergen terhadap sel imun
limfosit yang kemudian akan menginisiasi reaksi imun untuk menghancurkan materi-materi asing dan menstimulasi proliferasi limfosit untuk mengenali atau
mememori alergen Yung, 2007. Stratum basalis merupakan lapisan terdalam dari epidermis yang
berdekatan dengan dermis dan terdiri dari keratinosit yang belum maupun yang sudah membelah serta menempel pada membrana basalis melalui hemidesmosom
Marino, 2006. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu
x dengan lain oleh jembatan antar sel dan sel pembentuk melanin atau clear cell
yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen melanosom Djuanda, 2003.
2.1.2 Lapisan dermis
Lapisan dermis terletak di profundal epidermis, mengambil posisi terbesar dari integument dan menjadi pembentuk struktur kulit serta menjadi penyokong
lapisan kulit diatasnya Muller et al., 2001. Selain menyokong epidermis secara
struktural, dermis juga menyediakan nutrisi untuk lapisan epidermis Timmons, 2006. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-
elemen selular dan folikel rambut Djuanda, 2003. Secara garis besar lapisan dermis terdiri dari 2 lapisan utama yaitu 1 Lapisan papilar yang tipis yang
berbatasan dengan epidermis serta membentuk dermal papillae Muller et al., 2001 yang berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah Djuanda, 2003 dan
2 Lapisan retikuler yang lebih tebal Muller et al., 2001 yang terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin dan retikulin Djuanda,
2003. Serat-serat yang terkandung dalam lapisan dermis berfungsi dalam menjaga elastisitas kulit dan kekuatan tensil dermis itu sendiri untuk mencegah
dari kerusakan akibat faktor mekanik Timmons, 2006.
2.1.3 Lapisan subkutis hipodermis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah Djuanda, 2003. Lapisan ini dapat digunakan untuk mengestimasi total lemak tubuh dengan
cara mengukur ketebalan lipatan kulit, selain itu lapisan ini merupakan area dimana injeksi subkutan biasanya dilakukan. Tipe sel-sel utama pada lapisan
hipodermis ini antara lain fibroblast, sel adiposa dan makrofag serta ikut mensuplai pembuluh darah maupun syaraf Seeley, 2004.
Trauma jaringan atau kulit akibat perlakuan mekanik seperti jahitan operasi ataupun karena agen kimia dapat menyebabkan terjadinya luka,
xi memperburuk kejadian luka, memperbesar ukuran luka, memperlambat
kesembuhan luka bahkan membahayakan hidup dari penderitanya sehingga sangat penting untuk diperhatikan dari segi penanganannya Cutting, 2008. Kulit yang
terdiri dari beberapa lapisan dan perbedaan ketebalan tersebut, menyebabkan proses kesembuhan yang berbeda-beda bila terjadi luka pada tiap lapisannya,
misalnya pada daerah kulit yang tebal dan hanya pada bagian epidermis yang mengalami luka, maka hanya permukaan epidermisnya saja yang perlu diperbaiki
dan sel-sel epithel progenitor sel yang lama akan tetap utuh ada dibawah luka sehingga deposisi dan sintesis kolagen tidak diperlukan Stroncek et al., 2008.
Lain halnya bila membrana basalis mengalami kerusakan pada daerah kulit yang tebal dan sebagian besar lapisan dermis hilang atau rusak, maka kesembuhan luka
tidak dapat hanya dicapai melalui reepithelialisasi saja, tetapi diperlukan produksi matriks ekstraseluler dari fibroblast yang bermigrasi ke daerah luka Martin,
2007.
2.2 Luka
Luka didefinisikan suatu kerusakan integritas epithel dari kulit Brown, 2004 atau definisi yang lain terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari
suatu jaringan akibat suatu trauma atau rusaknya sebagian jaringan tubuh Enoch dan Price, 2007.
Menurut Pemayun et al. 2009, secara umum luka dibedakan menjadi dua, yaitu luka terbuka vulnus apertum dimana pada luka ini kulit yang
rusak melampaui tebalnya kulit dan luka tertutup vulnus occlusum dimana luka yang terjadi tidak melampaui tebalnya kulit epidermis dan dermis. Luka terbuka
dibagi atas beberapa macam, meliputi : a luka tajam yaitu luka oleh benda tajam dengan ciri-ciri tepi luka licin, tidak terdapat jembatan-jembatan jaringan, tidak
ada jaringan nekrosis, seperti luka iris vulnus scissum dimana panjang luka lebih besar dari dalamnya luka; b luka tusuk tajam vulnus ictum yaitu luka yang
dalamnya lebih besar dari pada lebar lukanya; c luka tumpul yaitu luka karena benda tumpul, contohnya luka tembak karena peluru vulnus sclopetum; d luka
laserasi vulnus laceratum luka karena benturan yang luas sehingga mengakibatkan terjadinya memar; e luka penetrasi yaitu luka yang dapat
xii menembus rongga tubuh; f luka avulsi vulnus avulsum yaitu luka yang terjadi
disertai lepasnya sebagian atau seluruh jaringan, contohnya : telinga lepas, pengangkatan tumor dimana sebagian organ yang sehat juga ikut terbuang; dan g
luka gigit vulnus mortum. Sedangkan luka tertutup dibagi atas beberapa macam, yaitu: a luka lecet vulnus abrasi yaitu luka yang hanya bagian superficial kulit
yang mengalami kerusakan; b luka memar vulnus contusion; c bulla lepuh hanya terjadi dibawah kulit epidermis sehingga timbul ruangan berisi cairan; d
hematoma yaitu darah yang mengelompok disuatu tempat sehingga harus dikeluarkan supaya tidak terjadi infeksi yang dapat menghambat kesembuhan
luka; dan e laserasi organ dalam.
2.2.1 Kesembuhan luka
Menurut Dunn 2005, tujuan dari manajemen luka adalah campur tangan untuk proses kesembuhan yang efisien melalui rangkaian perbaikan biologi
ataupun regenerasi. Status kesehatan pasien juga akan mempengaruhi proses kecepatan kesembuhan. Berikut adalah beberapa faktor yang harus diperhatikan
sebelum dan selama melakukan prosedur operasi diantaranya umur, berat badan, status gizi, status dehidrasi, suplai darah ke luka, respon imun, penyakit kronis
dan terapi radiasi. Kesembuhan luka baik luka karena kecelakaan maupun tindakan operasi,
melibatkan aktivitas jaringan sel darah yang rumit, jaringan sitokin dan faktor pertumbuhan MacKay dan Miller, 2003. Menurut sifatnya, kesembuhan luka
terdapat beberapa kategori, yaitu kesembuhan luka primer, sekunder dan tersier. Pada kesembuhan luka primer akan terjadi penutupan luka dalam waktu beberapa
jam setelah terjadinya luka, pada kesembuhan luka sekunder, penutupan luka terjadi akibat adanya kontraksi dan reepithelialisasi secara spontan, sedangkan
pada kesembuhan luka tersier yang disebut juga dengan delayed primary closure atau tertundanya penutupan luka terjadi perpanjangan waktu kesembuhan karena
adanya debris-debris dari luka sehingga membutuhkan penanganan lanjut misalnya : jahitan pada daerah luka agar luka dapat menutup kembali Gabriel
dan Mussman, 2009. Proses kesembuhan luka meliputi 3 fase yaitu diawali
xiii dengan pembentukan jendalan darah hemostasis serta inflamasi keradangan,
proliferasi dan remodeling Singer dan Clark, 1999. Inflamasi merupakan respon protektif jaringan saat terjadi luka dan
merupakan fase awal dari kesembuhan luka. Karakteristik dari fase ini ditandai dengan adanya rasa nyeri, panas, kemerahan dan bengkak serta hilangnya fungsi
daerah sekitar luka Cockbill, 2002. Proses kesembuhan sebenarnya sudah dimulai pada saat respon radang itu terjadi. Diawali dengan mengalirnya darah di
daerah luka tersebut dan segera mengaktifkan proses pembekuan darah dimana terjadi degranulasi dari platelettrombosit dan diikuti aktivasi faktor Hageman.
Kemudian akan diikuti oleh aktifnya komponen biologi seperti kinin dan siklus cascade serta plasmin. Semua komponen yang terlibat ini tidak hanya
membekukan darah dan menyatukan ujung luka, tetapi juga dapat mengakumulasi sejumlah mitogen dan kemoatraktan lainnya untuk aktif menuju daerah luka yang
mengalami proses kesembuhan. Kemoatraktan yang dilepaskan oleh trombosit akan menstimulasi masuknya neutrofil dan monosit dari sirkulasi ke daerah luka
Cockbill, 2002. Infiltrasi neutrofil yang paling tinggi terjadi dalam waktu 24 jam setelah terjadinya luka, dan akan menurun jumlahnya saat monosit mulai masuk
ke daerah luka Kaewloet, 2008. Neutrofil dan monosit yang masuk ke daerah luka akan mengingesti bakteri dan debris-debris sel melalui proses fagositosis,
dan pada saat melakukan fungsinya dalam menfagositosis tersebut, monosit disebut sebagai makrofag Cockbill, 2002. Adanya infiltrasi neutrofil, dapat
dipergunakan sebagai petanda bahwa inflamasi terjadi pada fase awal, sedangkan bertambahnya jumlah makrofag untuk menggantikan neutrofil dalam melakukan
fagositosis, merupakan penentu bahwa proses tersebut memasuki fase akhir dari inflamasi Kaewloet, 2008.
Fase kedua dari kesembuhan luka yaitu fase proliferasi yang memiliki karakter berupa formasi granulasi pada jaringan lukacedera. Fase proliferasi
dimulai kira-kira pada hari ke-3 dan hampir bersamaan dengan fase akhir dari inflamasi Gabriel dan Mussman, 2009. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi
elemen seluler termasuk matrik kolagen dan sel radang bersamaan dengan terbentuknya kapiler-kapiler baru. Fibroblast pertama muncul pada hari ketiga
xiv pasca cedera dan mencapai puncaknya pada hari ketujuh Berata et al., 2011.
Fibroblast akan bermigrasi ke daerah luka yang kemudian akan mulai mensintesis matriks ekstraseluler yang secara bertahap akan digantikan oleh matriks kolagen
dan berlangsung hingga dua minggu setelah terjadinya luka Singer dan Clark, 1999. Tetapi produksi fibroblast tertinggi terjadi pada hari ke-7 setelah terjadinya
luka Gabriel dan Mussman, 2009. Setelah matriks kolagen terdeposisi dalam jumlah yang cukup pada daerah luka, fibroblast akan berhenti memproduksi
kolagen Singer dan Clark, 1999. Selain menghasilkan kolagen, fibroblast juga berperan dalam proses angiogenesis dengan cara menstimuli makrofag untuk
menghasilkan berbagai macam growth factor Gabriel dan Mussman, 2009. Proses angiogenesis ini berperan dalam pembentukan pembuluh darah baru yang
penting dalam meneruskan pembentukan jaringan granulasi. Setelah daerah luka terisi oleh jaringan granulasi baru, maka proses angiogenesis akan berhenti
melalui apoptosis programmed cell death Singer dan Clark, 1999. Fase ini dapat berlangsung selama 2-4 minggu setelah terjadinya luka Kaewloet, 2008.
Fase ketiga yaitu remodeling atau maturasi merupakan fase terpanjang dalam kesembuhan luka dan dapat berlangsung dalam waktu 3 minggu hingga 2
tahun Cockbill, 2002. Awalnya akan terbentuk matriks ekstraseluler yang kaya akan fibronektin. Jaringan ini penting dalam hal proses migrasi dan pertumbuhan
dari sel-sel epitel, serta sekaligus merupakan tempat dari deposisi kolagen oleh fibroblast. Lambat laun kolagen mendominasi dari isi matriks yang kemudian
membentuk ikatan-ikatan fibril dan secara perlahan-lahan membentuk jaringan baru yang semakin tebal dan kuat. Umumnya hari kelima setelah cederaluka
dimana terbentuk jaringan granulasi dan matriks yang tersusun oleh fibronektin dan asam hyaluronat, kekuatan dari jaringan yang baru semakin meningkat akibat
dari proses fibrinogenesis. Perubahan dari kekuatan jaringan baru tidak hanya
dipengaruhi oleh deposisi dari kolagen secara kontinu, tetapi juga dipengaruhi oleh remodeling dari kolagen itu sendiri. Remodeling dari kolagen itu sendiri
sangat tergantung dari sintesis dan katabolisme dari kolagen, dimana proses degradasi dari kolagen dikontrol oleh berbagai enzim yang terdapat pada kolagen
itu sendiri. Proses sintesis dari kolagen dapat berlangsung antara 6-12 bulan
xv sedangkan bersama dengan proses remodeling, dapat mencapai waktu 1 tahun
untuk membentuk jaringan yang baru Berata et al., 2011.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka
Menurut Perdanakusuma 2007, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesembuhan luka adalah sebagai berikut :1 Koagulasi ; adanya kelainan
pembekuan darah koagulasi akan menghambat penyembuhan luka sebab homeostasis merupakan tolak ukur dan dasar dari fase imflamasi; 2 Gangguan
sistem imun infeksi, virus ; gangguan system imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi. Bila
sistem daya tahan tubuh, baik seluler maupun humoral terganggu, maka pembersihan kontaminasi dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan
baik; 3 Gizi kelaparan, malabsorbsi ; gizi kurang juga mempengaruhi system imun; 4 Penyakit kronis, penyakit kronis seperti TBC dan diabetes juga dapat
mempengaruhi system imun; 5 Keganasan agen infeksi, keganasan tahap lanjut pada agen infeksi dapat menyebabkan gangguan sistem imun yang akan
mengganggu penyembuhan luka; 6 Obat-obatan, pemberian obat penekan reaksi imun, kortikosteroid dan sitotoksik mempengaruhi penyembuhan luka dengan
menekan pembelahan fibroblast dan sintesis kolagen; 7 Teknik penjahitan, teknik penjahitan luka yang dilakukan secara berlapis akan mengganggu penyembuhan
luka; 8 Kebersihan personal hygiene, kebersihan akan mempengaruhi proses kesembuhan luka, karena kuman setiap saat dapat masuk melalui luka bila
kebersihan tubuh berkurang, 9 Vaskularisasi, akan berlangsung baik bila proses penyembuhan berlangsung cepat. Sementara daerah yang memiliki vaskularisasi
yang kurang baik proses penyembuhannya memerlukan waktu lama, 10 Pergerakan ; daerah yang relatif sering bergerak penyembuhannya akan terjadi
lebih lama, 11 Ketegangan tepi luka ; pada daerah yang tegang tight penyembuhan lebih lama dibandingkan dengan daerah yang longgar.
2.3 Inflamasi peradangan
xvi Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh
pada jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta protein plasma yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan sel
Abbas et al., 2010. Inflamasi diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan tetapi juga dapat memperbaiki
kerusakan struktur serta gangguan fungsi jaringan Baratawidjaja, 2004. Terjadinya proses inflamasi diinisiasi oleh perubahan di dalam pembuluh darah
yang meningkatkan rekrutmen leukosit dan perpindahan cairan serta protein plasma di dalam jaringan. Proses tersebut merupakan langkah pertama untuk
menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta membersihkan jaringan yang rusak Judarwanto, 2012.
Kerusakan sel terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim lisosomal yaitu arachidonic
acid kemudian dilepas dari persenyawaan fosfolipid, dan berbagai eicosanoid akan disintesis Katzung, 2002. Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel
dan jaringan akibat noksi akan membebaskan berbagai mediator atau substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin dan
leukotrien Mansjoer, 1999.
2.3.1 Mediator Peradangan
Banyak substansi endogen yang dikeluarkan yang telah dikenal sebagai mediator peradangan, diantaranya adalah histamin, bradikinin, kalidin, serotonin,
prostaglandin dan leukotrien. Histamin merupakan produk dekarboksilasi asam amino histidin yang terdapat dalam semua jaringan tubuh. Konsentrasi tertinggi
terdapat dalam paru-paru, kulit dan saluran cerna terutama pada sel mast, sedangkan leuokosit basofil adalah dalam bentuk tak aktif secara biologik dan
disimpan terikat pada heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan dari sel tersebut pada reaksi hipersensitivitas, kerusakan sel misalnya pada luka serta
akibat senyawa kimia pembebas histamin Mutschler, 1999. Bradikinin dan kalidin merupakan mediator radang yang secara lokal menimbulkan rasa nyeri,
vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan
xvii potensi prostaglandin Mansjoer, 1999. Serotonin berasal dari asam amino
esensial triptamin melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi, terdapat dalam platelet darah, mukosa usus dan dibeberapa bagian otak dengan konsentrasi tinggi.
Serotonin disimpan dalam granula, terikat dengan ATP serta protein dan dibebaskan jika sel dirangsang melalui eksositosis dan mengaktifkan reseptor
spesifik. Pada trombosit, serotonin berfungsi meningkatkan agregasi dan mempercepat penggumpalan darah sehingga mempercepat hemostasis Mutschler,
1999.
2.3.2 Tanda peradangan
Proses terjadinya peradangan dapat diamati dari tanda-tanda utama peradangan yang mencakup kemerahan rubor, peningkatan panas kalor,
pembengkakan tumor, rasa sakit dolor dan gangguan fungsi jaringan fungsio laesa. Kemerahan atau rubor merupakan keadaan awal yang menandakan
dimulainya peradangan. Hal ini disebabkan oleh melebarnya suplai darah ke daerah radang oleh arteriol, sehingga banyak darah yang mengalir ke
mikrosirkulasi lokal. Timbulnya kemerahan pada permulaan peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia. Peningkatan panas atau
kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan akut. Panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh,
yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 ˚C yaitu suhu di dalam tubuh.
Peningkatan panas pada daerah peradangan disebabkan oleh darah dengan suhu 37
˚C yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang mengalami radang lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal Price dan Wilson, 1995.
Pembengkakan atau tumor disebabkan oleh leukotrein yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler di daerah peradangan sehingga terjadi peningkatan jumlah
cairan dan terlihat bengkak atau odema serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil dan makrofag. Selain itu, akibat adanya tekanan dari akumulasi
cairan plasma pada saraf tepi di sekitar peradangan akan menimbulkan rasa sakit dolor Beltrani, 2006. Fungsio laesa atau gangguan fungsi jaringan adalah
reaksi peradangan di mana saja terjadi pembengkakan yang lazimnya disertai
xviii nyeri dan sirkulasi yang abnormal. Tetapi belum diketahui secara pasti bagaimana
fungsi jaringan tersebut terganggu Kee dan Evelyn, 1996. Mekanisme terjadinya gejala peradangan ditunjukkan pada Gambar 1.
.
Gambar 1. Tanda Peradangan Mutschler, 1999
2.4 Asam Mefenamat
Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dengan khasiat analgesik, antipiretik, dan antiradang yang cukup baik dan termasuk kedalam
golongan obat anti inflamasi nonsteroid OAINS. Dalam pengobatan, asam mefenamat digunakan untuk meredakan nyeri dan rematik. Obat ini cukup toksik
terutama untuk anak-anak dan janin, karena sifat toksiknya, asam mefenamat tidak boleh dipakai selama lebih dari 1 minggu dan sebaiknya jangan digunakan
untuk anak-anak yang usianya di bawah 14 tahun Munaf, 1994. Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgetik dan anti inflamasi.
Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan juga kerja perifer. Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan
menghambat kerja
enzim siklooksigenase
Goodman, 2007.
Enzim Noksi
Kerusakan
Pembebasan Bahan Mediator
Eksudasi Gangguan
Sirkulasi Lokal Perangsangan
reseptor nyeri
Rubor Kalor
Tumor Fungsio
Dolor Emigrasi
Proliferasi
xix siklooksigenase COX mengubah asam arakidonat AA menjadi Prostaglandin
G2 PGG2 dan Prostaglandin H2 PGH2, yang akan diubah menjadi tromboksan A2 TXA2 dan bentuk prostaglandin lainnya. Dosis terapeutik OAINS
menurunkan biosintesis prostaglandin dengan menghambat COX, dan terdapat korelasi antara potensi sebagai penghambat COX dan aktivitas antiinflamasi
Brunton et al., 2008. Pada tikus, pemberian asam mefenamat dapat diberikan secara oral dengan
dosis 45 mgkg BB Romadhoni, 2012. Diberikan melalui mulut dan diabsorbsi pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya obat akan diserap darah dan
dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. Konsentrasi puncak asam mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam. Pada manusia, sekitar
50 dosis asam mefenamat diekskresikan dalam urin sebagai metabolit 3- hidroksimetil terkonjugasi. dan 20 obat ini ditemukan dalam feses sebagai
metabolit 3-karboksil yang tidak terkonjugasi Goodman, 2007. Asam mefenamat merupakan bahan yang dapat menembus barrier mukosa
lambung sehingga sering dilaporkan asam mefenamat memberi efek iritasi terhadap mukosa lambung. Asam mefenamat dapat menyebabkan pengelupasan
pada sel epitel permukaan dan mengurangi sekresi mukus yang merupakan barrier protektif terhadap asam Loho, 2002.
Asam mefenamat bekerja dengan cara menekan produksi prostaglandin Setiawan, 2010. Oleh karena itu
pemberian obat ini harus dipertimbangkan sejak awal terapi, terutama menyangkut cara pemberian, dosis, dan lama pemberian.
2.5 Antibiotik Amoksisilin