Dasar Teori Perencanaan dan Gambar Pembuatan dan Pembahasan Penutup PERENCANAAN DAN GAMBAR

commit to user 5 metode pengumpulan masalah serta data sistematika penulisan laporan.

BAB II Dasar Teori

Bab ini menjabarkan pernyataan dan rumus yang digunakan dalam penyelesaian masalah dalam Proyek Akhir.

BAB III Perencanaan dan Gambar

Bab ini menejelaskan dan menjabarkan tentang perencanaan gambar dan perhitungangan kekuatan bahan yang akan digunakan untuk pembuatan mesin.

BAB IV Pembuatan dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang penjelasan langkah – langkah didalam pelaksanaan pembuatan mesin yang sesuai dengan perencanaan.

BAB V Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, dimana saran merupakan pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil Proyek Akhir serta merupakan jawaban dari rumusan masalah Proyek Akhir. Sedangkan saran berisi hal – hal yang dapat dilakukan untuk penyempurnaan atau pengembangan Proyek Akhir. commit to user

BAB II DASAR TEORI

II.1 Tinjauan Umum

II.1.1 Definisi Batako

Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan1 semen : 7 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan nonstruktural. Bentuk dari batakobatu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang hollow block dan batu cetak yang tidak berlubang solid block serta mempunyai ukuran yang bervariasi. Gambar 2.1 Jenis Batako Batako adalah semacam batu cetak yang terbuat dari campuran trass, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen lekat dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu. Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1982 pasal 6, Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab. Menurut SNI 03-0349-1989, Conblock concrete block atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya additive, dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Supribadi, 1986 a. Batako tidak berlubang b. Batako berlubang commit to user 7 Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan jerami sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya additive. Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.

II.1.2 Batako Styrofoam

Dewasa ini pemakaian plastik di Indonesia telah meningkat. Hal ini dikarenakan pemakaiannya yang lebih ekonomis, fleksibel dan sebagainya. Apalagi dalam pemakaian plastik berjenis polystyrene, yaitu styrofoam, telah banyak digunakan di Indonesia khususnya dalam hal packaging barang elektronik. Namun dibalik dari keunggulan dalam menggunakan styrofoam, ternyata menyimpan banyak bahaya, khususnya bagi kesehatan manusia. Para ahli lingkungan menyebutkan bahwa styrofoam sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Namun hal tersebut bukan berarti mengurangi pemakaian styrofoam di Indonesia. Sebaliknya pemakaian styrofoam di Indonesia menjadi semakin meningkat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya limbah styrofoam bekas packaging dari bahan elektronik Masalah lain yang akan muncul dalam penggunaan styrofoam adalah pada limbah styrofoamnya. Seperti yang telah diketahui, styrofoam merupakan jenis plastik polystyrene yang memiliki sifat sangat sukar untuk didaur ulang. Adapun melalui proses pembakaran, tentunya akan mengeluarkan gas-gas toksik yang tentunya akan berbahaya bagi kesehatan manusia dan juga lingkungan. Sampai saat ini pun masalah daur ulang dari styrofoam merupakan masalah serius yang belum terpecahkan solusinya. Sehingga sampai saat ini sudah banyak negara-negara yang telah melarang penggunaanstyrofoam untuk beberapa keperluan. Adapun di ITB, pemakaian styrofoam dalam berbagai kegiatan commit to user 8 kemahasiswaan, unit, ataupun kegiatan himpunan telah dilarang oleh pihak rektorat, alasannya tidak lain karena masalah pendaur-ulangan dari material styrofoam tersebut yang sangat sukar. Namun, baru-baru ini limbah styrofoam bisa menjadi batako ataupun batu bata. Dengan proses sederhana, styrofoam dapat diubah menjadi produk yang lebih bermanfaat dengan harga bersaing dengan batako biasa. Dalam pengolahannyajuga akan dapat lebih menghemat bahan baku untuk membuat batako yang biasa. Pada pengolahannyastyrofoamdigiling seperti jagung, kemudian dicampur pasir dan ditambah semen, lalu dicetak. Dengan komposisi 50 styrofoam, 40 pasir, dan 10 semen. Sehingga dalam hal ini, penggunaan styrofoam akan dapat menghemat pasir dan semen sekitar 50. Dalam hal kekuatannya, batako yang terbuat dari styrofoam ini cukup kuat, dan dari sifatstyrofoam sendiri yang memiliki sifat hidrofob menolak air, sehingga membuat tanah tidak lembab. Pengolahan styrofoam menjadi batako ini merupakan suatu terobosan dari masalah atas kesulitan daur ulang dari styrofoam di banyak negara,yang tentunya akan menimbulkan banyak keuntungan dari segi ekonomi serta dari segi lingkungan hidup, serta dapat menjadi solusi alternatif atas masalah dari daur ulang limbah styrofoam. Gambar 2.2 Batako Styrofoam Adapun keuntungan menggunakan Batako yang di campur dengan limbah styrofoam : a. Lebih tahan guncang b. Mampu meredam suara c. Menghemat 50 kebutuhan pasir d. Bobotnya lebih ringan e. Mampu menolak air commit to user 9

II.1.3 Limbah Botol Plastik

Plastik merupakan suatu bahan polimer yang tidak mudah terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai. Sehingga penumpukan plastik bekas akan menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup. Penumpukan plastik bekas terus bertambah disebabkan oleh sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, dan tidak dapat berkarat, sehingga pada akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan hidup. Upaya untuk menekan penumpukan plastik bekas seminimal mungkin dapat dilakukan dengan pemanfaatan kembali limbah plastik tersebut atau dengan daur ulang untuk dijadikan suatu produk mempunyai nilai bagi masyarakat. Ditinjau dari segi ekonomis dan aplikasinya plastik dibagi dalam dua golongan utama yaitu plastik komoditi dan plastik teknik. Plastik komoditi dicirikan dengan volumenya yang tinggi dan harganya yang murah, plastik ini biasanya dipakai sebagai lapisan pengemas, isolasi kawat dan kabel, barang mainan, film tipis dan lain sebagainya. Plastik teknik harganya lebih mahal dan memiliki sifat mekanik yang unggul serta daya tahan yang lebih baik, mereka bersaing dengan logam, keramik, dan gelas dalam berbagai aplikasi. Polyester merupakan plastik teknik yang utama yang mencapai 99 dari plastik teknik lainnya yang beredar dipasaran yang dipakai dalam bidang transportasi, konstruksi, bahan listrik dan elektronik, mesin-mesin industri dan barang-barang konsumsi rumah tangga Stevens, 2001. Botol plastik kemasan air minum yang terbuat dari polyethylene terephthalate atau PET merupakan golongan dari polyester. Botol plastik ini didesain hanya untuk sekali pakai dan aman apabila dipakai 1-2 kali saja. Jika ingin memakainya lebih lama, tidak boleh lebih dari seminggu dan harus diletakkan di tempat yang jauh dari sinar matahari. Kebiasaan mencuci ulang dapat membuat lapisan plastik rusak dan zat karsinogen masuk ke air yang diminum. Sementara itu, di masyarakat masih banyak orang yang mempergunakan botol plastik bekas untuk dipakai berulang-ulang. Botol plastik bekas minuman mineral atauminuman ringanberukuran satu litermisalnya, sering digunakan sebagaitempat air minum. Bahkan botol plastik berukuran lebih kecil dan sudah diisi berulang-ulang sering disimpan di dalam mobil yang rawan commit to user 10 terkena panas. Perilaku diatas sangat membahayakan bagi kesehatan pemakainya sendiri. Masalah lain yang timbulkan oleh botol plastik ini adalah, dewasa ini limbah botol plastik yang jumlahnya semakin meningkat dari tahun ketahun. Sementara pengolahan dan penanganan limbah botol plastik itu sendiri sampai saat ini masih terdapat banyak kendala, salah satunya adalah dalam hal pengangkutan. Karena jumlahnya yang sangat banyak, maka diperlukan penanganan pengangkutan limbah botol plastik yang lebih efisien. Dalam hal ini salah satu caranya adalah dengan penggepengan atau pemipihanbotol plastik. Dengan demikian, maka pengangkutan limbah botol plastik dapat lebih efisien karena dapat mengangkut limbah botol plastik dalam jumlah yang lebih banyak dengan kondisi botol plastik yang sudah remuk atau memipih. Manfaat lain yang diperoleh dari peremukkan atau pemipihan limbah botol plastik ini adalah tidak adanya perilaku kecurangan yang mempergunakan limbah botol plastik untuk keperluan lain yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Gambar 2.3 Limbah Botol Plastik

II.2 Sistem Pengungkit

Pengungkit merupakan salah satu alat sederhana yang dapat digunakan untuk mengungkit, mencabut atau mengangkat benda. Sistem pengungkit terdiri dari tiga bagian utama yaitu : • Titik Tumpu disebut juga dengan titik fulkrum, yaitu titik tempat batang ditumpu atau diputar. R F • Titik Beban yaitu bekerjanya beban. P • Titik Kuasa atau titik usaha yaitu bekerjanya gaya. W commit to user 11 Berdasarkan posisi atau kedudukan beban, titik tumpu, dan titik kuasa, pengungkit digolongkan menjadi tiga, yaitu pengungkit golongan pertama, pengungkit golongan kedua, dan pengungkit golongan ketiga. a. Pengungkit golongan pertama Pada pengungkit golongan pertama, kedudukan titik tumpu terletak di antara beban dan kuasa. Dalam hal ini, lengan usaha lebih panjang dari pada lengan beban, oleh karena itu keuntungan mekanis yang diperoleh lebih banyak. Beban dan usaha pada pengungkit golongan pertama ini mempunyai arah yang sama yaitu mengarah kebawah. Berikut ini adalah gambar ilustrasi untuk pengungkit golongan pertama bersama dengan diagram benda bebasnya : Gambar 2.4 Pengungkit Golongan Pertama R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 b. Pengungkit golongan kedua Pada pengungkit golongan kedua, letak titik bebannya terletak di antara titik tumpu dan kuasa.Sama seperti pengungkit golongan pertama, pengungkit golongan kedua lengan usaha lebih panjang dari pada lengan beban, oleh karena itu keuntungan mekanis yang diperoleh lebih banyak. Beban dan usaha pada pengungkit golongan kedua ini mempunyai arah yang berlawanan yaitu beban mengarah kebawah dan usaha mengarah keatas. Berikut ini adalah gambar ilustrasi untuk pengungkit golongan kedua bersama dengan diagram benda bebasnya : Gambar 2.5 Pengungkit Golongan Kedua R.S Khurmi dan J.K Gupta,2005 P W W P commit to user 12 c. Pengungkit golongan ketiga Pengungkit golongan ketiga ini letak titik kuasa terletak di antara titik tumpu dan titik beban. Pada pengungkit golongan ketiga lengan usaha lebih pendek dari pada lengan beban. Sama seperti pengungkit golongan kedua, beban dan usaha pada pengungkit golongan ketiga ini mempunyai arah yang berlawanan yaitu beban mengarah kebawah dan usaha mengarah keatas. Berikut ini adalah gambar ilustrasi untuk pengungkit golongan ketiga bersama dengan diagram benda bebasnya : Gambar 2.6 Pengungkit Golongan Ketiga R.S Khurmi dan J.K Gupta,2005 Sistem pengungkit pada mesin press batako styrofoam dan botol plastik ini termasuk pada pengngkit golongan pertama, karena titik tumpu berada diantara titik kuasa dan titik beban.

II.2.1 Beban dan Usaha Pada Sistem Pengungkit

Dalam sistem pengungkit untuk mengetahui besarnya usaha yang diperlukan dari suatu beban dapat ditentukan dengan persamaan berikut R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 : Gambar 2.7 FBD Pengungkit Golongan Pertama R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 � x � 1 = � x � 2 2.1 atau 1 2 l l P W = 2.2 P W P W l 1 l 2 commit to user 13 Ket : W : Usaha P : Beban

II.2.2 Perencanaan Poros Transmisi Pengungkit

Dalam sistem pengungkit ini untuk menghubungkan antara lengan pengungkit bagian kanan dan lengan pnegungkit bagian kiri diperlukan suatu poros transmisi. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk merencanakan berapa diameter poros tersebut agar aman terhadap beban yang diberikan R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005: Gambar 2.8 FBD Poros Pengungkit R.S Khurmi dan J.K Gupta,2005 a. Momen pada A R B x l = P 2 x l 1 +l 3 + P 1 x l 1 2.3 R A = P 1 + P 2 - R B 2.4 b. Bending Moment C dan D C = R A x l 1 2.5 D = R B x l 2 2.6 c. Section Modulus 3 32 M d Z = 2.7 d. Bending Stress z M = b σ 2.8

II.3 Elemen Mesin

II.3.1 Sambungan Las

Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara memanaskan sampai suhu lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa bahan commit to user 14 pengisi. Dalam sambungan las ini, yang akan dibahas hanya bagaimana cara menghitung kekuatan hasil pengelasan saja, sedangkan bagaimana teknik pengelasan serta teorinya, akan diterangkan secara lebih terinci pada bagian proses permesinan. Sistem sambungan las ini termasuk jenis sambungan tetap dimana pada konstruksi dan alat permesinan, sambungan las ini sangat banyak digunakan. Perhitungan kekuatan sambungan las ini, disesuaikan dengan cara pengelasannya serta jenis pembebanan yang bekerja pada penampang yang dilas tersebut.

II.3.1 .1 Tipe Sambungan Las

Ada dua tipe utama dalam sambungan las yaitu lap joint dan butt joint. a. Lap Joint Ada tiga tipe sambungan las lap jointseperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini: Gambar 2.9 Tipe Sambungan Lap Joint R.S Khurmi dan J.K Gupta,2005 b. Butt Joint Sambungan las butt joint mempunyai lima tipe yang dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini : Gambar 2.10 Tipe Sambungan Butt Joint R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005

II.3.1.2 Perencanaan dan Perhitungan Sambungan Las

Dalam perhitungan sambungan las terdapat dua beban utama yaitu beban aksial dan beban eksentrik. Beban aksial adalah dimana letak beban tersebut tidak menimbulkan momen pada sambungan las tersebut, sedangkan beban eksentrik commit to user 15 adalah beban yang mempunyai jarak dengan sambungan las, sehingga akan menimbulkan momen pada sambungan las tersebut. Dalam pembahasan ini, akan lebih difokuskan pada jenis pembebanan eksentrik, karena lebih banyak digunakan dalam aplikasi proyek akhir ini. Ada dua jenis kasus sambungan las dengan pembebanan eksentrik. Berikut ini adalah rumus – rumus yang digunakan untuk perhitungan sambungan las dengan beban eksentrik pada kedua kasus tersebut R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 : 1. Kasus Pertama : Sambungan mendapat pembebanan tegangan geser langsung dan tegangan lengkung. Gambar 2.11 Beban Eksentrik Sambungan Las Pada Kasus Pertama R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 a. Luas throat leher las : � = � x � x 2 = 2 t x l = 2 x 0.707 � x � = 1.414 � x � 2.9 b. Tegangan geser langsung pada samungan las : � = � � 2.10 c. Section Modulus las melalui throat : 2 x 6 t x 2 l Z = 2.11 Untuk section modulus rumus disesuaikan dengan bentuk dari sambungan las, dan bisa diambil dari tabel 2.1 Polar Momen Inersia dan Section Modulus Sambungan Las d. Tegangan lengkung bending momen : � = � x � 2.12 e. Bending Stress : Ket : t = tebal plat = ukuran las l = panjang las e = lengan eksentrisitas commit to user 16 � � = � � 2.13 f. Tegangan normal maksimum : � � ��� = 1 2 � � + 1 2 �� � 2 + 4 � 2 2.14 g. Tegangan geser maksimum : � ��� = 1 2 �� � 2 + 4 � 2 2.15 2. Kasus Kedua : Pada kasus kedua Sambungan mendapat pembebanan tegangan geser langsung dan tegangan geser karena momen. Gambar 2.12 Beban Eksentrik Sambungan Las Pada Kasus Kedua R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 a. Tegangan geser langsung : � 1 = � � = � 2 � x � = � 2 x 0.707 � x � 2.16 b. Tegangan geser karena momen : Besar tegangan berbanding lurus dengan jarak dari titi G � 2 � 2 = � � = konstan � = � 2 � 2 x 2 2.17 dimana τ 2 adalah tegangan geser maksimm pada jarak terjauh dan τ adalah tegangan geser pada jarak r. Luas dA pada jarak r dari G, gaya geser pada bagian ini adalah : = � x �� 2.18 c. Momen gaya geser terhadap G : �� = � x �� x � = � 2 � 2 x �� x r 2 2.19 Ket : P = beban eksentrik l = panjang las tunggal e = lengan eksentrisitas s = lebar las t = tebal plat = ukuran las commit to user 17 d. Momen reaksi total seluruh luasan las : � = � x � = � � 2 � 2 x �� x r 2 = � 2 � 2 � x �� x r 2 x 2 2 J r τ = 2.20 J = momen inersia polar dari luasan throat terhadap G didapat dari tabel 2.1 e. Tegangan geser karena momen : � 2 = � x r 2 � = � x � x � 2 � 2.21 f. Untuk mencari resultan tegangan pada A : � � = �� 1 2 + � 2 2 + 2 � 1 x τ 2 x cos θ 2.22 � = sudut antara τ 1 dan τ 2 , dan cos � = r 1 r 2 Tabel 2.1 Polar Momen Inersia dan Section Modulus Sambungan Las R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 commit to user 18

II.3.1.3 Ukuran Sambungan Las

Dalam standar ukuran sambungan las ada beberapa jenis ukuran sambungan las menurut tebal platnya. Berikut ini adalah tabel rekomendasi ukuran sambungan las berdasarkan tebal plat yang dilas. Tabel 2.2Rekomendasi Ukuran Minimum Sambungan Las R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005

II.3.2 Sambungan Baut

Baut dan Mur merupakan komponen teknik yang paling banyak digunakan dalam bidang konstruksi logam, baik untuk sipil, otomotif maupun permesinan. Komponen ini memiliki fleksibilitas dan kekuatan yang dapat diandalkan dan mudah dalam pemasanganpenggunaan, selain itu harganya juga cukup murah dan commit to user 19 sangat mudah didapatkan. Baut dan Mur yang banyak digunakan adalah dalam satuan Metrik 60° dalam pembuatan dratnya.

II.3.2.1 Perencanaan dan Perhitungan Sambungan Baut

Tipe beban pada perhitungan kekuatan sambungan baut terdiri dari beban langsung dan beban eksentrik. Namun dalam pembahasan ini, akan lebih difokuskan pada jenis pembebanan eksentrik yang lebih banyak digunakan dalam aplikasi proyek akhir ini. Beban eksentrik dalam sambungan baut terdiri dari dua tipe. Berikut ini adalah tipe pembebanan eksentrik pada sambungan baut : a b Gambar 2.13 Beban Eksentrik Sambungan Baut R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 Didalam pembahasan ini akan menggunakan pembebanan tipe “a”. Alur perhitungan kekuatan sambungan baut untuk pembebanan tipe “a” menggunakan alur perhitungan kekuatan sambungan keling. Berikut ini adalah persamaan – persamaan untuk menentukan kekuatan sambungan baut dengan pembebanan tipe “a” R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 . Gambar 2.14 FBD Beban Eksentrik Sambungan Baut Tipe “ a” R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 P P commit to user 20 a. Beban geser pada setiap baut : n P s P = 2.23 n = jumlah baut b. Moment : M = Px � 2.24 c. Mencari nilai F : P x � = F 1 �1 [ � 1 2 + � 2 2 + ⋯ ] 2.25 d. Mencari resultan F dan P S : � 1 = ��� 2 + � 1 2 + 2 �� � � 1 � cos � 2 2.26 e. Mencari diameter core baut : � 1 = π 4 x � � 2 x � � 2.27 Tabel 2.3Desain Ukuran Baut R.S Khurmi dan J.K Gupta, 2005 commit to user 21

II.4 Proses Permesinan

Komponenmesin yang terbuatdarilogammempunyaibentuk yang beranekaragam.Umumnyadibuatdengan proses permesinandaribahan yang berasaldari proses sebelumnyayaitu proses penuangan casting atau proses pembentukan metal forming. Bentukkomponen yang commit to user 22 beranekaragamtersebutmembuatproses permesinan yang dilakukanjugabermacam- macamsesuaidenganbidang yang dihasilkan. Dalamlaporanini proses permesinan yang dilakukanadalahmengebor, mengelasdanmenggerinda. Padaumumnyamesin- mesinperkakasinimempunyaibagianutamasebagaiberikut : a. Motor penggerak sumbertenaga b. Kotaktransmisi roda-rodagigipengaturputaran c. Pemegangbendakerja d. Pemegangpahat e. Rangka yang kokoh

II.4.1 Proses Permesinan Mesin Bor

Mesin bor adalah suatu jenis mesin gerakanya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor hanya pada sumbu mesin tersebut pengerjaan pelubangan. Sedangkan Pengeboran adalah operasi menghasilkan lubang berbentuk bulat dalam lembaran-kerja dengan menggunakan pemotong berputar yang disebut bor dan memiliki fungsi untuk membuat lubang, membuat lubang bertingkat, membesarkan lubang, danchamfer.

II.4.1.1 Jenis – Jenis Mesin Bor

1. Mesin Bor Meja Mesin bor meja adalah mesin bor yang diletakkan diatas meja. Mesin ini digunakan untuk membuat lubang benda kerja dengan diameter kecil terbatas sampai dengan diameter 16 mm. Prinsip kerja mesin bor meja adalah putaran motor listrik diteruskan ke poros mesin sehingga poros berputar. Selanjutnya poros berputar yang sekaligus sebagai pemegang mata bor dapat digerakkan naik turun dengan bantuan roda gigi lurus dan gigi rack yang dapat mengatur tekanan pemakanan saat pengeboran. 2. Mesin Bor Lantai Mesin bor lantai adalah mesin bor yang dipasang pada lantai. Mesin bor lantai disebut juga mesin bor kolom. Jenis lain mesin bor lantai ini adalah mesin bor yang mejanya disangga dengan batang pendukung. Mesin bor jenis ini biasanya dirancang untuk pengeboran benda-benda kerja yang besar dan berat. 3. Mesin Bor Radial commit to user 23 Mesin bor radial khusus dirancang untuk pengeboran benda-benda kerja yang besar dan berat. Mesin ini langsung dipasang pada lantai, sedangkan meja mesin telah terpasang secara permanen pada landasan atau alas mesin. 4. Mesin Bor Koordinat Mesin bor koordinat pada dasarnya sama prinsipnya dengan mesin bor sebelumnya. Perbedaannya terdapat pada sistem pengaturan posisi pengeboran. Mesin bor koordinat digunakan untuk membuatmembesarkan lubang dengan jarak titik pusat dan diameter lubang antara masing-masingnya memiliki ukuran dan ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ukuran ketelitian yang tinggi tersebut digunakan meja kombinasi yang dapat diatur dalam arah memanjang dan arah melintang dengan bantuan sistem optik. Ketelitian dan ketepatan ukuran dengan sisitem optik dapat diatur sampai mencapai toleransi 0,001 mm.

II.4.1.2 Bagian – Bagian Mesin Bor

a. Motor penggerak b. Transmisipenggerak c. Pencekambendakerja d. Sarungpengurungcollet

II.4.1.3 Mata Pemotong

Mata potong terdiri dari dua bagian, yaitu bibir pemotong dan sisipemotong. Bibir pemotong mata bor terdapat dua buah yang terletak antara duasisi pemotong yang saling berhadapan. Kedua sisi pemotongan ini diasah hinggamembentuk sudut yang bervariasi sesuai dengan bahan yang di bor.

II.4.1.4 Kecepatan Potong Pengeboran

Kecepatan potong ditentukan dalam satuan panjang yang dihitungberdasarkan putaran mesin per menit,atau secara defenitif dapat dikatakan bahwakecepatan potong adalah panjangnya bram yang terpotong per satuan waktu.Berikut ini adalah tabel kecepatan potong dan kecepatan pemakanan untuk bahan mata bor yang digunakan HSS dan material yang dikerjakan adalah baja lunak. commit to user 24 Tabel2.4KecepatanPotong Mesin Bor Asyari Daryus, Diameter Mata Bor mm Hantaran mmput Dibawah 3,3 3,2 – 6,4 6,4 – 12,7 12,7 – 25,4 Diatas 25,4 0,03 – 0,05 0,05 – 0,10 0,10 – 0,18 0,18 – 0,38 0,38 – 0,64 Dari tabel di atas maka dapat untuk menghitung waktu yang di perlukan dalam proses pengeboran dengan rumus berikut : n d l . S 3 . T r m + = 2.28 Total waktu perngerjaan = T m x 32 + T S + T U 2.29 Ket : I total = panjang pengeboran atau tebal bahan mm S r = kecepatan pemakanan mmrev d = diameter mata bor mm n = kecepatan putaran rpm T m = waktu permesinan T S = waktu setting T U = waktu pengukuran

II.4.2 Proses Permesinan Mesin Las

II.4.2.1 Pengertian Pengelasan

Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang disambung. Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat menahan kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis. Namun kelemahan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari bahan yang dilas. commit to user 25 Perkembangan teknologi pengelasan logam memberikan kemudahan umat manusia dalam menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu pengetahuan di bidang elektronik melalui penelitian yang melihat karakteristik atom, mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap penemuan material baru dan sekaligus bagaimanakah menyambungnya. Jauh sebelumnya, penyambungan logam dilakukan dengan memanasi dua buah logam dan menyatukannya secara bersama. Logam yang menyatu tersebut dikenal dengan istilah fusion. Las listrik merupakan salah satu yang menggunakan prinsip tersebut. Pada zaman sekarang pemanasan logam yang akan disambung berasal dari pembakaran gas atau arus listrik. Beberapa gas dapat digunakan, tetapi yang sangat popular adalah gas Acetylene yang lebih dikenal dengan gas Karbit. Selama pengelasan, gas Acetylene dicampur dengan gas Oksigen murni. Kombinasi campuran gas tersebut memproduksi panas yang paling tinggi diantara campuran gas lain. Cara lain yang paling utama digunakan untuk memanasi logam yang dilas adalah arus listrik. Arus listrik dibangkitkan oleh generator dan dialirkan melalui kabel ke sebuah alat yang menjepit elektroda diujungnya, yaitu suatu logam batangan yang dapat menghantarkan listrik dengan baik. Ketika arus listrik dialirkan, elektroda disentuhkan ke benda kerja dan kemudian ditarik ke belakang sedikit, arus listrik tetap mengalir melalui celah sempit antara ujung elektroda dengan benda kerja. Arus yang mengalir ini dinamakan busur arc yang dapat mencairkan logam. Terkadang dua logam yang disambung dapat menyatu secara langsung, namun terkadang masih diperlukan bahan tambahan lain agar deposit logam lasan terbentuk dengan baik, bahan tersebut disebut bahan tambah filler metal. Filler metal biasanya berbentuk batangan, sehingga biasa dinamakan welding rod elektroda las. Pada proses las, welding rod dibenamkan ke dalam cairan logam yang tertampung dalam suatu cekungan yang disebut welding pool dan secara bersama-sama membentuk deposit logam lasan, cara seperti ini dinamakan Las Listrik atau SMAW Shielded metal Arch welding. commit to user 26 Gambar 2.15 Prinsip Kerja Las Listrik F.J.M. Smith, 1992

II.4.2.1 Klasifikasi Proses Pengelasan

Sambungan las adalah ikatan dua buah logam atau lebih yang terjadi karena adanya proses difusi dari logam tersebut. Proses difusi dalam sambungan las dapat dilakukan dengan kondisi padat maupun cair. Dalam terminologi las, kondisi padat disebut Solid state welding SSW atau Presure welding dan kondisi cair disebut Liquid state welding LSW atau Fusion welding. Proses SSW biasanya dilakukan dengan tekanan sehingga proses ini disebut juga Presure welding. Proses SSW memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat menyambung dua buah material atau lebih yang tidak sama, proses cepat, presisi, dan hampir tidak memiliki daerah terpengaruh panas heat affected zone HAZ. Namun demikian SSW juga mempunyai kelemahan yaitu persiapan sambungan dan prosesnya rumit, sehingga dibutuhkan ketelitihan sangat tinggi. LSW merupakan proses las yang sangat populer di kalangan masyarakat, sambungan las terjadi karena adanya pencairan ujung kedua material yang disambung. Energi panas yang digunakan untuk mencairkan material berasal dari busur listrik, tahanan listrik, pembakaran gas, dan juga beberapa cara lain diantaranya adalah sinar laser, sinar elektron, dan busur plasma. Penyambungan material dengan cara ini mempunyai persyaratan material harus sama, karena untuk mendapatkan sambungan yang sempurna suhu material harus sama, jika tidak proses penyambungan tidak akan terjadi. Kelebihan metode pengelasan ini adalah proses dan persiapan sambungan tidak rumit, biaya murah, pelaksanaannya mudah. Kelemahannya adalah memerlukan juru las yang terampil, terjadinya commit to user 27 HAZ yang menyebabkan perubahan sifat bahan, dan ada potensi kecelakaan dan terganggunya kesehatan juru las.

II.4.3 Proses Permesinan Mesin Gerinda Tangan

Mesin gerinda merupakan proses menghaluskan permukaan yang digunakan pada tahap finishing dengan daerah toleransi yang sangat kecil sehingga mesin ini harus memiliki konstruksi yang sangat kokoh. Mesin gerinda tangan merupakan mesin yang berfungsi untuk menggerinda benda kerja. Awalnya mesin gerinda hanya ditujukan untuk benda kerja berupa logam yang keras seperti besi dan stainless steel. Menggerinda dapat bertujuan untuk mengasah benda kerja seperti pisau dan pahat, atau dapat juga bertujuan untuk membentuk benda kerja seperti merapikan hasil pemotongan, merapikan hasil las, membentuk lengkungan pada benda kerja yang bersudut, menyiapkan permukaan benda kerja untuk dilas, dan lain-lain. Gambar 2.16 Mesin Gerinda Tangan Mesin Gerinda didesain untuk dapat menghasilkan kecepatan sekitar 11000 - 15000 rpm. Dengan kecepatan tersebut, batu grinda yang merupakan komposisi aluminium oksida dengan kekasaran serta kekerasan yang sesuai, dapat menggerus permukaan logam sehingga menghasilkan bentuk yang diinginkan. Dengan kecepatan tersebut, mesin gerinda juga dapat digunakan untuk memotong benda logam dengan menggunakan batu grinda yang dikhususkan untuk memotong. Komposisi kandungan batu gerinda yang sesuai untuk benda kerjanya dapat dilihat pada artikel spesifikasi batu gerinda. Pada umumnya mesin gerinda tangan digunakan untuk menggerinda atau memotong logam, tetapi dengan menggunakan batu atau mata yang sesuai, mesin commit to user 28 gerinda juga dapat digunakan pada benda kerja lain seperti kayu, beton, keramik, genteng, bata, batu alam, kaca, dan lain-lain. Tetapi sebelum menggunakan mesin gerinda tangan untuk benda kerja yang bukan logam, perlu juga dipastikan agar penggunaanya benar, karena penggunaan mesin gerinda tangan untuk benda kerja bukan logam umumnya memiliki resiko yang lebih besar. Oleh karena itu diperlukan peralatan keselamatan kerja seperti pelindung mata, pelindung hidung masker, sarung tangan, dan juga perlu menggunakan handle tangan yang biasanya disediakan oleh mesin gerinda. Tidak semua mesin gerinda tangan menyediakan handle tangan, karena mesin yang tidak menyediakan handle tangan biasanya tidak disarankan untuk digunakan pada benda kerja non-logam. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan batu gerinda yang akan digunakan, antara lain sebagai berikut: a Sifat fisik benda kerja, menentukan pemilihan jenis butiran abrasive. Untuk tegangan tarik tinggi menggunakan Al 2 O 3 , sedangkan untuk tegangan tarik rendah menggunakan SiC, Boron nitrid dan intan. b Banyaknya material yang harus dipotong dan hasil akhir yang diinginkan, menentukan pemilihan ukuran butiran abrasive. c Busur singgung penggerindaan. Batu gerinda lunak : Busur singgung besar Batu gerinda keras : Busur singgung kecil Faktor yang mempengaruhi tingkat kekerasan batu gerinda : a Kecepatan putar batu gerinda. b Kecepatan potong benda kerja. c Konstruksi mesin. Kecepatan potong adalah faktor yang berubah-ubah dan mempengaruhi dalam pemilihan tingkat kekerasan batu gerinda. commit to user

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

III.1 Proses Perencanaan Proses perencanaan ini dilakukan untuk menentukan cara kerja dari sistem pengungkit agar sistem tersebut dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yaitu dapat mengangkat moulding. sampai batas maksimum sehingga dapat memudahkan dalam pengambilan hasil pengepresan serta untuk membantu mendorong punch agar dapat kembali ke posisi semula. Dalam proses perencanaan ini juga menentukan komponen elemen mesin seperti sambungan las, sambungan baut dan poros, sehingga rancangan dari sistem pengungkit ini dipastikan aman untuk dioperasikan. Gambar 3.1 Mesin Press Batako Styrofoam dan Botol Plastik c a b d e f g h i j k l m Ket : a. Rangka samping b. Rangka atas c. Kaki rangka d. Hand pump hidrolik e. Silinder hidrolik f. Pressure gauge g. Selang hidrolik h. Punch i. Moulding j. Dies k. Lengan pengungkit atas l. Lengan pengungkit bawah m. Tuas pengungkit commit to user 30 III.2 Prinsip Kerja Sistem Pengungkit Moulding Sistem pengungkit mouldingpada mesin press batako styrofoam dan botol plastik ini dirancang untuk memudahkan dalam pengambilan hasil proses pengepresan serta untuk membantu mendorong punch kembali ke posisi semula. Sistem pengungkit ini mempunyai 2 pasang lengan arm yang terletak di sisi kanan dan kiri. Setiap satu pasang lengan mempuyai 2 buah lengan yang kokoh yaitu lengan bagian atas dan lengan bagian bawah. Kedua lengan sisi kiri dan kanan tersebut dihubungkan oleh sebuah poros pejal sebagai transmisi yang ditopang oleh dua buah bantalan yang disambung permanen pada rangka. Setiap lengan kanan dan kiri juga terdapat Bush sliding dengan plat pengait guna untuk mengaitkan mouldingdengan sistem pengungkit tersebut. Pengoperasian sistem pengungkit ini dilakukan dengan menekan tuas pengungkit, sehingga moulding akan naik keatas secara perlahan dan melepaskan kembali tuas pengungkit secara perlahan untuk mengembalikan mouldingkeposisi semula. Gambar 3.2 Sistem Pengungkit III.3 Perencanaan Poros Pengungkit Poros pengungkit merupakan komponen yang menghubungkan antara lengan pengungkit kanan dan lengan pengungkit kiri. Poros mendapatkan beban total sebesar 350N dari jumlah berat molding, punch dan piston silinder hidrolik yang terbagi menjadi dua pada setiap sisi kanan dan kirinya. Jarak antara beban dengan tumpuan pada sisi kanan dan sisi kiri sama yaitu sebesar 55 mm. Poros terbuat dari bahan St 42 dengan tegangan ijin sebesar 420 MPa. Pada rancangan ini diberikan safety factor F.S sebesar 4 diambil dari tabel nilaisafety factorpada lampiran 1. commit to user 31 Gambar 3.3 FBD Poros Pengungkit Perhitunngan ini dilakukan untuk menentukan diameter poros pengungkit agar aman terhadap beban yang diberikan. Berikut ini adalah alur perhitungan diameter poros pengungkit. a. Momen A : RB x 548 = 175 x 493 + 175 x 55 RB x548 = 86275 + 9625 RB = 175 N RA= RB = 175 N b. Bending Momen pada C : C =RA x 55 = 175 N x 55 mm = 9625N.mm D = C = 9625 N.mm c. Section Modulus: � = π 32 � 3 = 3,14 32 � 3 = 0,0982 � 3 d. Menentukan Diameter Poros : Tegangan ijin = 420 MPa = 420 Nmm 2 commit to user 32 420 �. � = � � 420 4 = 9625 0,0982. � 3 105 = 98014,26 � 3 � 3 = 98014,26 105 � 3 = 993,47 � = 9, 77mm ≈ 10 mm Pada rancangan sistem pengungkit ini diameter poros transmisi pengungkit minimal sebesar 10 mm agar dapat menahan beban yang diberikan. III.4 Perencanan Sambungan Las Pada Bantalan Poros Pengungkit Bantalan poros pengungkit dipasang permanen pada rangka dengan sambungan las. Beban yang dikenakan pada sambungan ini adalah beban eksentrik daridari jumlah berat moulding, punch dan piston silinder hidroliksebesar 350 N yang terletak ditengah – tengah poros. Pada rancangan sambungan las ini diberikan safety factor F.S sebesar 4 diambil dari tabel nilai safety factor pada lampiran 1. Gambar 3.4 FBD Sambungan Las Perhitungan ini untuk menentukan ukuran sambungan las s supaya aman dengan besar beban P = 350N. Bahan plat dari baja St 37 dengan τ s : 185 MPa. Berikut ini adalah alur perhitungan kekuatan sambungan las pada bantalan. τ 1 τ 2 commit to user 33 a. Menentukan Throat Area sambungan las : A = 2 x t x l = 2 x 0,707 s x l = 1,414 s x 37,5 = 53,025 s mm 2 b. Menentukan Tegangan Geser Utama : � 1 = P � = 350 N 53,025 � mm = 6,60066 � N mm 2 � c. Menentukan Moment Inersia Throat Area : � = t. � 3� 2 + � 2 6 = 0,707s x 37,5 [ 345 2 + 37,5 2 ] 6 = 26,5 s 6075 + 1406,25 6 = 198253125 s mm 4 6 = 33042,2 � mm 4 d. Menentukan Radius Maksimum Las : � 2 = ��� 2 + �� 2 = �22,5 2 + 18,75 2 = �506,25 + 351,6 = 29,3 mm e. Menentukan Tegangan Geser Sekunder : � 2 = P x �x� 2 � commit to user 34 = 350 x 55 x 29,3 33042, 25 = 17,069 � N mm 2 � cos � = r 1 � 2 = 18,75 29,3 = 0, 639 f. Menentukan Resultan Tegangan Geser : τ s = 185 MPa = 185 Nmm 2 Pada sambungan ini diberikan safety factor F.S sebesar 4 untuk beban statis saat pengoperasian sistem pengungkit. � �. � = �� 1 2 + � 2 2 + 2 � 1 x τ 2 cos � 185 4 = � � 6,6006 � � 2 + � 17,069 � � 2 + 2 6,6006 � x 17,069 � � 0,639 185 4 = �� 43,569 � � + � 291,379 � � + 143,995 � 46,25 = � 478,943 � � = 21,885 46,25 = 0,47 mm Jadi, agar rancangan sambungan las pada bantalan poros pengungkit aman dari beban yang diberikan, untuk ukuran lebar las s minimum adalah sebesar 0,47 mm.Namunmenurut tabel 2.2 Rekomendasi Ukuran Minimum Sambungan Las, plat dengan tebal 6 mmmaka ukuran lebar las s yang direkomendasikan adalah sebesar 5 mm. III.5 Perencanaan Sambungan Baut Sambungan baut dibutuhkan pada rancangan sistem pengungkit ini guna untuk menyambung komponen pengungkit bush sliding dengan moulding. Total beban yang diberikan pada sambungan baut ini sama dengan beban total yang commit to user 35 diberikan pada sambungan las pengungkit yaitu sebesar 350 N. Total jumlah baut yang digunakan dalam sistem pengungkit ini berjumlah 4 buah yang terbagi dalam dua sisi, dimana dalam satu sisi sambungan terdapat 2 buah baut.Pada rancangan sambungan las ini diberikan safety factor F.S sebesar 4 diambil dari tabel nilai safety factor pada lampiran 1. Gambar 3.5 FBD Sambungan Baut Pembebanan yang diterima sambungan baut sisi kiri dan sisi kanan sama besarnya, sehingga yang dilakukan perhitungan hanya pada bagian kiri saja. Baut yang direncanakan terbuat dari maerial baja St 42 dengan tegangan geser 205 MPa. Berikut ini adalah alur perhitungan kekuatan sambungan baut. a. Menentukan Tegangan Geser Setiap Baut : �� = P � = 350 N 2 = 175 N b. Menentukan Moment : P x � = 350 x 195 = 68250 N. mm c. Mencari Nilai F: P x � = F 1 � 1 [ � 1 2 + � 2 2 ] commit to user 36 68250 N. mm = F 1 22,5 [ 22,5 2 + 22,5 2 ] 68250 N. mm = F 1 22,5 [ 1012,5] 68250 N. mm = � 1 . 55 F 1 = 1516,667 N F 2 = F 1 = 1516,667 N d. Mencari Resultan Fdan P S : � 1 = ��� 2 + � 1 2 + 2 �� � � 1 � cos 90° 2 � 1 = �175 2 + 1516,667 2 + 0 � 1 = �30625 + 2300277,778 � 1 = 1526,73 N e. Mencari Diameter Core Baut : � 1 = π 4 x d c 2 x � � �. � 1526,73 N = π 4 x d c 2 x 205 4 1526,73 N = 40,231 dc 2 dc 2 = 37,948 dc = 6,160 Dilihat dalam Tabel 2.3 Desain Ukuran Baut dari dc 6,160 didapat ukuran baut M8. Jadi agar sambungan baut ini aman dari beban yang diberikan, ukuran baut yang dipakai minimal adalah M8. III.6 Menentukan Gaya Yang Diperlukan Untuk Pengungkit Pengungkit dioperasikan dengan tangan operator untuk mengangkat beban total sebesar 350 N hasil dari jumlah berat moulding, punch, dan silinder piston hidrolik. Untuk mengangkat beban tersebut gaya minimal yang diperlukan pada tangan operator dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut. commit to user 37 Diketahui : P 1 = 350 N Beban Keseluruhan P 2 = 150 N Beban Berat Moulding � 1 = 357 mm � 2 = 850 mm Gambar 3.6 FBD Gaya dan Beban Sistem PengungkitMoulding a. Menentukan gaya atau usaha yang diperlukan untuk pengungkit pada beban keseluruhan sebesar 350 N dari jumlah berat moulding, punch dan silinder hidrolik. P x � 1 = � x � 2 350 N x 357 mm = � x 850 mm 124950 N. mm = � x 850 mm � = 124950 N. �� 850 mm � = 147 N b. Menentukan gaya atau usahayang diperlukan untuk pengungkit pada beban berat mouldingsebesar 150 N. P x � 1 = � x � 2 150 N x 357 mm = � x 850 mm W P l 1 l 2 commit to user 38 53550 N. mm = � x 850 mm � = 53550 N. mm 850 mm � = 63 N commit to user

BAB IV PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN