PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN DEMOKRASI PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN

DEMOKRASI PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh SUPADMA

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam meningkatkan pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilaksanakan dengan proses pembelajaran yang menerapkan langkah-langkah sesuai dengan model pembelajaran examples non examples pada setiap siklusnya, metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan responden siswa SMP Negeri 2 Ketapang kelas VIII.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan model pembelajaran examples non examples pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan dengan selalu memotivasi siswa dan pada saat proses pembelajaran berlangsung, membimbing siswa secara menyeluruh, melibatkan siswa dalam membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik sehingga pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi siswa meningkat dan disimpulkan bahwa dengan meningkatnya pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi siswa siswa begitupun juga berdampak pada hasil belajar yang mengalami peningkatan sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Dengan perolehan data pada siklus I sebesar 53,18% meningkat 6%, pada siklus kedua sebesar 67,12% dan siklus ketiga sebesar 86,26% naik 9% pada siklus III.

Kata kunci : Model pembelajaran examples non examples, Pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi.


(2)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN

DEMOKRASI PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(Skripsi)

Oleh SUPADMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(3)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN

DEMOKRASI PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh

SUPADMA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi PPKn

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(4)

DAFTAR GAMBAR


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Penelitian ... 11

1. Kegunaan Teoritis ... 11

2. Kegunaan Praktis ... 11

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 12

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 12

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 12

4. Ruang Lingkup Wilayah ... 13

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 13

II. TINJUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis ... 14

1. Pengertian Belajar ... 14

2. Pengertian Pembelajaran ... 18

3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 20

4. Pendidikan Kewarganegaraan ... 29

5. Pengertian Demokrasi ... 41


(6)

A. Pendekatan Penelitian ... 57

B. Faktor Yang Diteliti ... 58

C. Definisi Oprasional ... 58

D. Prosedur Penelitian ... 59

E. Data Penelitian ... 64

F. Teknik Pengumpulan Data ... 66

G. Teknik Analisis Data ... 67

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69

1. Siklus I ... 71

1.1 Perencanaan siklus I ... 71

1.2 Pelaksanaan Siklus I ... 72

1.3 Observasi Siklus I ... 73

1.4 Refleksi Siklus I ... 75

1.5 Rekomendasi Siklus I ... 80

2. Siklus II ... 81

2.1 Perencanaan siklus II ... 81

2.2 Pelaksanaan Siklus II ... 81

2.3 Observasi Siklus II ... 83

2.4 Refleksi Siklus II ... 85

2.5 Rekomendasi Siklus II ... 89

3. Siklus III ... 90

3.1 Perencanaan siklus III ... 90

3.2 Pelaksanaan Siklus III ... 91

3.3 Observasi Siklus III ... 92

3.4 Refleksi Siklus III ... 94

3.5 Rekomendasi Siklus III ... 98

B. Pembahasan ... 98

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA


(7)

Judul Skripsi : Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Demokrasi Pada Mata Pelajaran PKn di Kelas VIII SMP Negeri 2 Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012-2013

Nama : Supadma

NPM : 1013074005

Jurusan : Ilmu Pendidikan Sosial Program Studi : PPKn

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Irawan Suntoro, M.S. Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd. NIP 19560323 198403 1 003 NIP 19820727 2006 04 1002

2. Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan IPS Ketua Program Studi PPKn

Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. Drs. Holilulloh, M.Si.


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Irawan Suntoro, M.S. ………

Sekretaris : Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd. ………

Penguji : Drs. Holiululloh, M.Si. ………

Bukan Pembimbing

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(9)

Motto

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik

untuk hari tua


(10)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Keluarga tercinta yang telah mendukung dan memberikan semangat

untuk selalu maju dan tidak putus asa

Bapak/ Ibu dosen program studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan yang telah memberikan bantuan untuk terselesainya

skripsi ini

Kepala Sekolah dan Dewan guru SMP Negeri 2 Ketapang yang selalu

memberikan motivasi

Almamater tercinta

Unversitas Lampung


(11)

RIWAYAT HIDUP

Supadma dilahirkan di Desa Gaden Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten pada tanggal 05 Juli 1961 anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Samidi dan Ibu Giyem.

Riwayat pendidikan :

1. Pendidikan sekolah Dasar Negeri 1 Gaden Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten selesai tahun 1974.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Trucuk Kabupaten Klaten selesai tahun 1977.

3. Sekolah Menegah Atas Negeri 1 Penampungan Klaten Kabupaten Klaten. 4. Sarjana Muda ASKI Surakarta selesai tahun 1986.

5. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa penyetaraan S 1 Dalam Jabatan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung.


(12)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi tindakan kelas yang berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Demokrasi Pada Mata Pelajaran PKn di Kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012-2013. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan sebagai Sarjana Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, diantaranya Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., sebagai pembimbing I dan Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd., sebagai pembimbing II terimakasih atas bimbingan dan arahanya sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Dan tidak lupa pula Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(13)

4. Drs. Hi. Iskandarsyah, M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Drs. Holilulloh, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sekaligus sebagai pembahas I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak Muhammad Mona Adha, S.Pd., M.Pd. selaku pembahas II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

10.Kepala SMP Negeri 2 Ketapang yang telah memberikan izin penelitian dan atas segala bantuan yang diberikan kepada Penulis.

11.Bapak dan Ibu guru dan serta staf tata usaha Kepala SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan

12.Teristimewa untuk keluarga tercinta, terimakasih atas motivasi dan doa yang telah diberikan.

13.Rekan-rekan seperjuangan S 1 guru dalam jabatan semuanya tanpa terkecuali.


(14)

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/I serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis,


(15)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, adalah :

Nama : Supadma

NPM : 1013074005

Program Studi : PPKn

Jurusan/Fakultas : Pendidikan IPS/FKIP Unila

Alamat : Ketapang Kabupaten Lampung Selatan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, April 2013

Supadma


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Negara Indonesia bukan hanya dari aspek perekonomian maupun sosial budayanya saja melainkan dari aspek politik dan pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan. Salah satunya mengenai demokrasi yang menjadi idaman dari masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, kekuasaan negara berada ditangan rakyat dan dilakukan dengan sistem perwakilan, dan adanya peran aktif masyarakat yang dapat memberikan manfaat bagi perkembangan bangsa, negara dan masyarakat.

Demokrasi bertujuan memperlakukan semua orang adalah sama dan sederajat. Prinsip kesetaraan tidak hanya menuntut bahwa kepentingan setiap orang harus diperlakukan sama dan sederajat dalam kebijakan pemerintah, akan tetapi juga menuntut perlakuan yang sama terhadap pandangan-pandangan atau pendapat dan pilihan setiap warga negara. Demokrasi meghormati adanya perbedaan oleh karena itu demokrasi mengisyaratkan kebinekaan dan kemajemukan dalam masyarakat maupun kesamaan kedudukan diantara para warga negara. Ketika kebinekaan itu terungkap, maka sistem demokrasi untuk mengatasi perbedaan-perbedaan adalah melalui jalan diskusi, persuasif,


(17)

kompromi dan bukan pemaksaan kehendak ataupun dengan pameran kekuasaan.

Kehidupan demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya dan dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup (way of live) di dalam kehidupan bernegara. Sejak reformasi bergulir di negeri ini, atmosfer demokrasi berhembus kencang di segenap lapisan dan kehidupan masyarakat. Masyarakat pun menyambut “peradaban” baru itu dengan antusias. Kebebasan yang terpasung bertahun-tahun lamanya kembali berkibar di atas panggung kehidupan sosial. Meskipun demikian, atmosfer demokrasi itu tampaknya belum diimbangi dengan kematangan, kedewasaan, dan

kearifan, sehingga kebebasan berubah menjadi “hukum rimba”. Mereka yang

tidak sepaham dianggap sebagai “kerikil” demokrasi yang mesti disingkirkan. Sebagi salah satu contoh paling nyata adalah maraknya berbagai aksi kekerasan yang menyertai perhelatan pemilihan kepala daeraha (Pilkada) di berbagai daerah beberapa waktu yang lalu. Pihak yang kalah bertarung tidak mau menerima kekalahan dengan sikap lapang dada. Jika perlu, mereka memaksakan diri untuk melakukan tindakan anarkhi yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin benih-benih demokrasi di negeri ini akan layu sebelum berkembang. Bagaimana mungkin nilai-nilai demokrasi bisa tumbuh dan berkembang secara kondusif kalau demokrasi dimaknai sebagai sikap


(18)

besar kepala dan ingin menang sendiri. Bagaimana mungkin atmosfer demokrasi mampu menumbuhkan kedamaian, keadilan, dan ketenteraman kalau perbedaan pendapat ditabukan.

Adanya sikap yang tidak mau menerima kekalahan, mengekang pendapat orang lain, menyuarakan pendapat dengan unjuk rasa yang pada akhirnya berakhir dengan kerusuhan yang sampai berakibat korban jiwa dan materi, dan yang lebih ironis yang dilakukan para elit politik yang tidak memberikan contoh yang baik dalam berdemokrasi, yang tidak mau menerima suatu aspirasi yang berbeda yang berujung pada perkelahian. Hal-hal itu merupakan sebagian dari kejadian dinamika kehidupan bangsa ini.

Peristiwa dan fenomena tersebut adalah akibat dari kurangnya serta minimnya pengetahuan masyarakat terhadap urgensi nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya. Diantara urgensi nilai-nilai demokrasi tersebut adalah (1) kebebasan untuk berpendapat, (2) kebebasan untutk membuat kelompok, (3) kebebasan untuk berpartisipasi, (4) kesetaraan antar warga, (5) saling percaya, (6) kerjasama. Akan tetapi mengingat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rasio heteregonitas yang tinggi segala bentuk kebebasan tersebut haruslah dibarengi dengan batasan-batasan untuk saling menghormati. Hal yang paling urgensi seperti inilah yang seharusnya menjadi agenda utama pemerintah saat ini guna meminimalisir kesalahfahaman dalam memahami nilai-nilai demokrasi yang seringkali mengakibatkan hal-hal destruktif terhadap masyarakat.


(19)

Dilihat dari perkembangan demokrasi yang ada di Indonesia pada saat sekarang ini, masih terdapat kekurangan untuk mencapai demokrasi yang didasarkan pada kreteria ideal dari demokrasi yang sesungguhnya. Hal itu dapat terlihat dari kejadian-kejadian tentang sikap dari sebagian kelompok yang mengedepankan pemaksaan kehendak demi menyuarakan aspirasinya, dengan anarkisme, mengganggu orang lain dan tidak mau menerima kekalahan kesemuanya itu dikarenakan kurangnya pemahaman tentang hakekat dari demokrasi yang sesungguhnya.

Sejalan dengan hal yang telah diuraikan tersebut di atas, merupakan salah satu hal yang kurang baik apabila terus dilakukan bahkan apabila sampai dicontoh para generasi penerus bangsa ini. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut salah satu jalan adalah melalui jalur pendidikan. Pendidikan mencakup ruang lingkup yang luas, dengan tujuan membangun kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian, jelas memerlukan waktu yang relatif panjang, bahkan berlangsung seumur hidup. Oleh sebab itu, masalah pendidikan bukan semata- mata tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab masing-masing individu, keluarga, dan masyarakat.

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menyiapkan manusia agar mampu mandiri, mengembangkan potensi diri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan dapat hidup dalam pembangunan bangsa. Salah satu tuntutan mendasar yang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini adalah peningkatan mutu pendidikan. Hal ini timbul karena semakin tingginya


(20)

kesadaran masyarakat dalam pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dalam memenuhi harapan serta tujuan tersebut. Pendidikan memiliki peran penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas dan handal dalam pelaksanaan pembangunan kehidupan berbangsa. Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 menyatakan bahwa :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Memperhatikan isi dari UU No. 20 tahun 2003 tersebut, bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari bangsa itu sendiri. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maka setiap pelaku pendidikan harus memahami tujuan pendidikan nasional, yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan hubungan dengan-Nya, sebagai warga Negara yang ber Pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dengan lingkungan, serta sehat jasmani dan rohani.


(21)

Pendidikan Kewarganegaraan berusaha membina perkembangan moral anak didik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agar dapat mencapai perkembangan secara optimal dan dapat mewujudkan dalam kehidupannya sehari-hari. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan konsekuensi dari pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, sehingga bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha sadar untuk mentransformasikan nilai-nilai Pancasila. Usaha sadar ini dilaksanakan secara terarah dan terencana, yang dimanifestasikan dalam kurikulum sekolah-sekolah, dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, melalui pendidikan formal. Kajian atau titik sentrum Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) selalu berkenaan dengan nilai-nilai Pancasila. Maka sebagaimana dapat digambarkan, kajian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sebagai berikut :

Gambar 1 : Dimensi Materi Pendidikan Kewarganegaraan.

Sumber : Depdiknas, 2003: 2 Civic

skill

Civic knowledge

Civic values


(22)

Diagram di atas menggambarkan bahwa mata pelajaran PKn terdiri dari 3 dimensi, antara lain: Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum, dan moral. Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civic skill) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan bangsa dan negara. Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civic values) mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, kebebasan individual, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul dan perlindungan terhadap minoritas. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada satuan pendidikan dasar dan menengah merupakan kelompok mata pelajaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan kedewasaan dan wawasan anak didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Pengembangan demokrasi, merupakan salah satu dari kesembilan aspek kesadaran dan wawasan anak didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang terdapat dalam kajian dan materi Pendidikan Kewarganegaraan. Maka oleh karena itu pemahaman konsep Pelaksanaan demokrasi pada anak didik perlu diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari, agar anak didik sebagai generasi penerus bangsa mampu melaksanakan pembangunan masyarakat Pancasila.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan,


(23)

diperoleh keterangan dan data bahwa diantara materi yang dipelajari di kelas VIII semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013, materi demokrasi adalah materi yang penerapannya sulit dilaksanakan oleh anak didik. Hal ini terbukti dari pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Contohnya dalam pelaksanaan proses pembelajaran, banyak siswa yang menampakkan gejala sikap dan prilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, seperti kasus yang terjadi diantaranya masih banyak siswa yang mendominasi pendapatnya saat diskusi, dan kurang memberikan kesempatan pada teman-temannya yang lain, pada proses pembelajaran di kelas yang menggunakan metode diskusi masih banyak siswa yang tidak berpartisipasi atau bersikap apatis, Selain itu pada saat diskusi kelompok di depan kelas siswa cenderung tidak mau menerima saran dan kritik dari rekannya.

Hal tersebut terjadi pada saat presentasi di depan kelas apabila dalam diskusi tersebut ada yang menyanggah jawaban yang diberikan, maka diantara siswa yang memberikan jawaban bersikukuh bahwa jawaban yang diberikan kelompok mereka adalah yang paling benar, Pada saat diskusi kelas berlangsung dan terjadi silang pendapat biasanya sampai berujung pada rasa ketidaksukaan antar teman yang pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya kelompok-kelompok diantara mereka (geng), dan lebih ironisnya lagi sampai melakukan intimidasi terhadap siswa lain dengan maksud supaya tujuannya tercapai hal tersebut terjadi biasanya ketika pada saat pemilihan ketua kelas atau ketua OSIS semua itu dilakukan demi memperolah kemenangan dalam pemilihan. Untuk lebih jelasnya peneliti menyajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:


(24)

Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan, masih kurang memahami konsep pelaksanaan demokrasi. Oleh karena itu perlu adanya usaha yang nyata yang dapat secara efektif dan parktis dapat dilaksanakan sehingga pemahaman konsep demokrasi kepada siswa dapat terlaksana sesuai dengan harapan sehingga hal-hal seperti yang di uraikan tersebut di atas dapat minimal diminimalisir bahkan dirubah lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menganggap perlu adanya penelitian tentang permasalahan ini. Oleh karena itu penulis akan meneliti tentang” Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Pelaksanaan Demokrasi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Pemahaman siswa terhadap konsep pelaksanaan demokrasi masih rendah 2. Siswa masih banyak yang tidak berpartisipasi atau bersikap apatis d alam

proses pembelajaran.

3. Materi demokrasi dianggap sulit diterapkan dalam kehidupan seharai-hari. 4. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung terdapat siswa yang


(25)

mengungkapkan pendapat. C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini agar tidak terjadi penyimpangan, dan dapat fokus mengingat banyak model pembelajaran, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Pelaksanaan Demokrasi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran

examples non examples dalam meningkatkan pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dipilih dan dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam meningkatkan pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples.


(26)

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan masukan yang dapat bermanfaat dan sumbangan pemikiran terhadap berbagai pihak khususnya yang berprofesi dalam bidang pendidikan, antara lain:

1. Kegunaan Teoritis

Mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan yang mengkaji tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.

2. Kegunaan Praktis

1) Bagi peneliti, dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan memperluas serta memperdalam wawasan dalam dinamika pengetahuan khususnya yang berkenaan dengan masalah proses pendidikan kewarganegaraan dalam meningkatkan pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi kepada siswa.

2) Bagi sekolah, memberikan sumbangan yang baik untuk sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk dapat merubah sikap siswa dalam hubungan sosial.

3) Bagi guru pada umumnya, sebagai salah satu referensi untuk memahami dan melaksanakan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi kepada siswa SMP dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.


(27)

4) Bagi siswa meningkatkan kemampuan memahami dan menjelaskan konsep demokrasi dan nilai dalam materi Kewarganegaraan (ranah kognitif), meningkatkan kecerdasan emosional siswa (ranah afektif), meningkatkan keterampilan berwarganegara (ranah psikomotorik).

G. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang membahas tentang meningkatkan pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah model pembelajaran examples non examples.

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013.


(28)

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan..

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak dikeluarkan surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan FKIP Unila sampai dengan penelitian ini selesai.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses dimana peserta didik yang harus aktif, guru hanya berperan sebagai fasilitator. “Guru hanyalah merangsang keaktifan dengan jalan menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah peserta didik itu sendiri sesuai kemauan, kemampuan, bakat, dan latar belakang masing-masing” (Asri Budinangsih: 2004: 10).

Sebagaimana dikatakan Arikunto (1993 :19) bahwa: “belajar diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mangadakan perubahan dalam diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap”. Perubahan tingkah laku tidak akan terjadi tanpa adanya usaha yang dilakukan oleh siswa. Usaha tersebut merupakan aktivitas belajar siswa. Aktivitas merupakan asas yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, sebagaimana dikatakan Sardiman (2004 : 95) bahwa: “aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mangajar”.


(30)

Menurut Thursan Hakim (2000: 01) mengatakan bahwa “ belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut di tempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, pemahaman. daya pikir dan pengetahuan “.

Menurut Hamalik (1983:24-25) bahwa segala kegiatan belajar yang di lakukan seseorang yang berupa kegiatan mendengarkan, merenungkan. menganalisa, berpikir, membandingkan, dan menghubungkan dengan masa lampau.

Menurut Gagne (1984: ) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toed Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelurnnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri ciri sebagai berikut:

1. belajar adalah perubahan tingkah laku;

2. perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan;

3. perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap


(31)

berbagai starategi pembelajaran yang ada. yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol. Sedangkan belajar itu sendiri adalah :

Belajar adalah proses perubahan di dalam kepribadiaan manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain kemampuan (Thursan Hakim, 2005: 1).

Berdasarkan defenisi di atas, yang sangat perlu digaris bawahi adalah bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan orang itu dalam berbagai bidang. Dalam hal aktivitas belajar dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Mendengarkan b. Memandang

c. Meraba, membau, dan mencicipi! mencecap d. Menulis atau mencatat

e. Membaca

f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi g. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan h. Menyusun paper atau kertas kerja

i. Mengingat j. Berpikir


(32)

Meskipun orang mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk merealisir tujuan itu, namun tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu sangat dipengaruhi oleh situasi. Setiap situasi dimanapun dan kapan saja memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam belajar adalah prinsip-prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut sebagai berikut

a. Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas.

b. Proses belajar akan terjadi apabila seseorang dihadapkan pada situasi problematis.

c. Belajar dengan pengertian akan lebih bermakna dari pada belajar dengan hafalan.

d. Belajar merupakan proses kontinu.

e. Belajar memerlukan kemampuan yang kuat. f. Keberhasilan ditentukan oleh banyak faktor. g. Belajar memerlukan metode yang tepat.

h. Belajar memerlukan adanya kesesuian antara guru dan murid.

i. Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri.

(Thursan Hakim, 2005: 2)

Lebih lanjut dikatakan bahwa“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.” (Witherington, dalam buku Dalyon,1997: 211).

Perwujudan prilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan perubahan sebagai berikut:

1. Kecakapan. 2. Keterampilan. 3. Pengamatan.

4. Berpikir asosiatifdengan daya ingat. 5. Berfikir rasional.

6. Sikap. 7. Inhibisi.


(33)

8. Apresiasi.

9. Tingkah laku efektif. (Dalyon, 1997:2 13)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seesorang yang diperlihatkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2. Pengertian Pembelajaran

“Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran “. (Oemar Hamalik,1995: 57)

Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran semestinya dirancang agar dapat memperlancar proses belajar mengajar. Guru atau perancang pengajaran harus terlebih dahulu menyusun rencana pengajaran sebelum melakukan proses belajar mengajar.

Jenis pembelajaran ada yang bersifat insidental dan ada yang bersifat terprogram. Pembelajaran insidental bukan merupakan kebiasaan utama sebagai guru. Pembelajaran yang terprogram dengan baik merupakan kebiasaan yang professional. Dalam pembelajaran yang terprogram, guru merancang dan menyusun materi, metode serta media pembelajaran. Jadi, pembelajaran direncanakan dengan tidak asal-asalan dan bukan sekedar mengejar atau mentransfer ilmu pengetahuan saja sebab hasil pembelajaran bisa berpengaruh secara langsung pada orang yang diajarkan.


(34)

Pembelajaran merupakan proses belajar yang dialami siswa. Pengalaman belajar siswa juga bisa didapatkan dari berbagai informasi seperti tulisan-tulisan, didapatkan dari gambar-gambar yang berkaitan dengan materi belajar, dan juga bisa didapatkan dari siaran televisi atau gambaran atas gabungan beberapa objek secara fisik dimana guru akan memberikan arahan atau aturan untuk memandu siswa tersebut.

Sugiartini dalam Ristina (2009: 15) mengemukakan mengenai pembelajaran sebagai berikut:

Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistemik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.

Disimpulkan bahwa pembelajaran itu merupakan proses interaksi belajar mengajar antara kedua belah pihak, yaitu antara siswa dan guru guna terjadinya perubahan, pembentukan, dan diharapkan nantinya memiliki pola perilaku yang lebih baik ke depan. Pembelajaran juga merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan yang merupakan keberhasilan guru dan siswa. Dan menurut Depdiknas (2002: 1-3) prinsip kegiatan pembelajaran itu antara lain:

a. Mengalami, yaitu melalui pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari, akan lebih mengaktifkan indera dari pada hanya mendengarkan secara lisan.

b. Interaksi, yaitu antara siswa dengan lingkungan sosialnya (guru dan teman) melalui diskusi, saling bertanya dan menjelaskan.

c. Komunikasi, yaitu pengungkapan isi pikiran sendiri maupun mengomentari gagasan orang lain akan mendorong siswa untuk


(35)

membenahi gagasannya dan menetapkan pemahaman tentang apa yang sedang sipelajari.

d. Refleksi, yaitu memikirkan ulang apa saja yang sedang dikerjkan atau dipikirkan akan lebih baik memantapkan pemahaman. Guru harus siap memberikan tanggapan terhadap gagasan atau pendapat yang dikomunikasikan oleh siswa.

e. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan, yaitu rasa ingin tahu dan berimajinasi menghasilkan sikap peka, kritis, mandiri dan kreatif. Sedangkan fitrah bertuhan menghasilkan sikap taqwa.

f. Membangkitkan motivasi siswa, yaitu motivasi (daya dorong untuk belajar) dipengaruhi oleh keingintahuan dan keyakinan akan kemampuan diri melalui antara lain: pemberian tugas dan sekaligus meyakinkan kepada siswa bahwa mereka pasti bisa.

g. Memantapkan pengalaman awal siswa, yaitu siswa membangun pengalaman terhadap apa yang dipelajari, diwarnai oleh pengetahuan awal yang dimilikinya. Guru harus berupaya untuk menggali pengalaman awal siswa sebelum melalui pembelajaran.

h. Menyenangkan siswa, yaitu suasana belajar sangat mempengaruhi efektifitas proses belajar mengajar. Siswa akan sulit membangun pemahaman dalam keadaan tertekan, guru harus dapat menciptakan suasana yang menyenangkan atau mengasyikkan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dengan pendidikan belajar sambil bermain dan bereksperimen.

i. Tugas yang menantang, yaitu semakin banyak waktu konsentrasi anak maka semakin baik hasil belajarnya. Konsentrasi akan terjadi bila siswa mendapat tugas yang menantang (sedikit melebihi kemampuannya).

j. Pemberian kesempatan belajar,yaitu belajar merupakan suatu proses membangun pemahaman. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir pada saat memecahkan masalah dan membangun gagasannya sendiri.

k. Memperhatikan keragaman individu, yaitu proses pembelajaran dan penilaian harus memperhatikan karakteristik siswa yang beragam. Keberagaman mencakup cara belajar, minat, kesenangan, kemampuan dan pengalaman awal.

l. Belajar untuk kebersamaan yaitu tugas-tugas memungkinkan siswa untuk bekerja baik secara mandiri maupun kelompok. Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi menuntut pendekatan kolaboratif antara siswa, sekolah, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha dan masyarakat dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pendidikan. 3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Proses pembelajaran adalah suatu proses belajar dan mengajar yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai suatu proses


(36)

pembelajaran, belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Belajar merupakan suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan pengetahuan, pemahaman, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan dan lain-lain.

Sebagaimana dikatakan Arikunto (1993: 19) bahwa: ”belajar diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mangadakan perubahan dalam diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap”. Perubahan tingkah laku tidak akan terjadi tanpa adanya usaha yang dilakukan oleh siswa. Usaha tersebut merupakan aktivitas belajar siswa. Aktivitas merupakan asas yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, sebagaimana dikatakan Sardiman (2004: 95) bahwa: ”aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mangajar”.

Budimansyah (2007: 34) menjelaskan bahwa Civic Education dikembangkan sebagai central goal dari sistem pendidikan, dipersyaratkan untuk seluruh tingkatan sekolah yang menerapkan pembelajaran yang “of high quality and sufficient quantity,” menggunakan pendekatan yang bersifat “interdisciplinary” dan metode pembelajaran yang bersifat “interactive”. Desain kurikulum yang menitikberatkan pada “how to think rather than what to think” merefleksikan “community realities” yang mencakup materi


(37)

“historical” dan contemporary, memperlakukan kelas sebagai “democratic laboratory.” Kontribusi masyarakat dalam “civic education” dan perlibatan siswa dalam masyarakat untuk mendapatkan “civic experiences in the community. Paradigma ini tampaknya merupakan pengembangan secara sinergistik dari tradisi “citizenship transmission, social science dan reflective inquiry dalam social studies.

Citizenship transmission yang dikembangkan adalah pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam proses demokrasi konstitusional negaranya, sedangkan dimensi social science yang dikembangkan adalah cara berpikir “interdisciplinary dan inquiry” yang bertolak dari ilmu politik, dan dimensi “reflective inquiry” yang dikembangkan adalah kemampuan dalam “decision making process” mengenai dan dalam praksis demokrasi konstitusional negaranya.

Diharapkan melalui konsep-konsep di atas agar nantinya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di masa mendatang akan lebih baik sehingga dapat menghasilkan warga negara yang baik dan cerdas untuk membangun bangsa ini dan memiliki daya saing atau kompetisi secara global. Somantri (2001: 299) mengemukakan mengenai perumusan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dengan Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.


(38)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa atas dasar batasan itulah maka pendidikan kewarganegaraan harus mengenai sasaran kebutuhan para siswa. Mereka jangan terlalu banyak diberi hal-hal yang terlalu abstrak, tetapi hal-hal yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi tujuan idiilnya.

Budimansyah (2008: 14) mengemukakan bahwa pada saat Kurikulum 2004 disosialisasikan di sekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan floating, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) diterbitkan, PP tersebut mengamatkan bahwa yang berwenang menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Sementara dalam kurikulum 2004, kurikulum masih disusun oleh pemerintah. Jika hal ini dibiarkan berarti kita melanggar aturan. Maka dilakukanlah perubahan berkelanjutan (kontinu) yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan menggunakan bahan dasar Kurikulum 2004 BSNP mengembangkan Standar Isi (Permen Nomor 22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006).

Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan itu merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam menyusun KTSP. Dalam Standar Isi maupun Standar Kompetensi Lulusan, PPKn diubah lagi namanya menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan


(39)

Undang-Undang Dasar 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Harus diakui bahwa dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai guru civics tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan, melainkan guru civics dihadapkan pada sejumlah tantangan yang harus diketahui dan dipahami oleh para guru. Sebagaimana dikemukakan Somantri dalam Wuryan (2008: 46) bahwa guru civics dituntut harus memahami: (a) berbagai macam teknik mengajar, (b) hubungan bahan pelajaran civics dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, (c) lingkungan masyarakat, agama, sains dan teknologi, dan (d) menganalisis karakter kata-kata ilmu sosial yang dapat ditafsirkan dari berbagai arti sudut pandang, terlebih latar belakang siswa yang berbeda-beda. Hal inilah yang oleh Samuelson disebut dengan tirani kata-kata (tyranny of words).


(40)

Mark dalam Wuryan (2008: 46) mengemukakan bahwa berkenaan dengan kesulitan mengajar civics adalah “to steer between dull memorization of facts on one hand, and broad unsupported generalization on the other.” Artinya, guru harus memadukan hapalan-hapalan dengan kehidupan yang sebenarnya

dalam masyarakat. Dengan memadukan “dull memorization” dengan

kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, maka para siswa dapat dilatih untuk berpikir, bersikap, dan bertindak demokratis di dalam kelas. Dengan kata lain, guru-guru harus melatih para siswa untuk berlatih menemukan konsensus dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.

Tantangan lain yang dihadapi oleh guru civics menurut Somantri adalah kenyataan bahwa dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial, seperti pembelajaran civics, sejarah, geografi, ekonomi dan sebagainya seringkali mengundang rasa bosan dan menjenuhkan di kalangan siswa. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah (a) sifat ilmu sosial yang berbeda dengan ilmu alam atau eksakta, (b) bahasa dalam ilmu sosial dapat ditafsirkan dari berbagai sudut pandang (point of view) atau bersifat multi interpretation, lebih-lebih latar belakang siswa yang berbeda, (c) buku teks ilmu sosial kurang menghubungkan teori dan kegiatan dasar manusia, dan (d) banyaknya isu-isu kontroversial dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial.

Senada dengan hal tersebut di atas Mulyasana dalam Djahiri (2006: 166) mengemukakan bahwa

Pada kenyataannya, proses pembelajaran di Indonesia dititikberatkan pada pencapaian target kurikulum dengan menggunakan angka dan


(41)

ijasah sebagai alat ukur keberhasilan. Kondisi ini telah memaksa terbentuknya iklim kelas yang hanya menetapkan nilai dan ijasah sebagai ukuran prestasi belajar. Dengan demikian tidaklah keliru apabila orientasi belajar para peserta didik akan melakukan “penghalalan” segala cara untuk memperoleh nilai dan ijasah. Merekayasa tugas pun akan dinyatakan sah demi nilai dan ijasah. Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam praktiknya saat ini hendaknya lebih ditekankan pada pembentukan pada proses pemberdayaan warga negara, sehingga mereka mampu berperan sebagai partner pemerintah dalam menjalankan tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Karena itu, pendidikan kewarganegaraan, diarahkan pada upaya pemberdayaan peserta didik menjadi manusia yang bermartabat, mampu bersaing dan unggul dijamannya, serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan di lingkungannya. Dalam posisi inilah pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diarahkan pada proses pembebasan peserta didik dari ketidakbenaran, ketidakadilan, ketidakjujuran.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan upaya-upaya yang terencana dan terarah dalam suatu terutama dalam pembelajaran PKn yang mampu menggali seluruh potensi individu/warga negara secara cerdas dan efektif demi terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Untuk itu, diperlukan pembaharuan/reformasi konsep dan paradigma pembelajaran PKn dari yang hanya menekankan pada aspek kognitif menjadi penekanan pada pengembangan proses institusi-institusi negara dan kelengkapannya (Wahab, 1999).


(42)

Budimansyah (2008: 182) mengungkapkan bahwa perlu dilakukan revitalisasi PKn agar menjadi “subjek pembelajaran yang kuat (powerful learning area) yang secara kurikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri bermakna (meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (value based), menantang (challenging) dan mengaktifkan (activating).

Suryadi (1999: 31) mengemukakan bahwa Civic Education menekankan pada empat hal: Pertama, Civic Education bukan sebagai indoktrinasi politik, Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langung dengan proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembangunan bangsa yang bertanggung jawab. Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.


(43)

Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi di lingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial dalam masyarakat.

Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dalam hal ini pembelajaran yang cocok dengan hal-hal tersebut adalah pembelajaran PKn dengan konsep dan paradigma baru yaitu pembelajaran berbasis portofolio yaitu melalui praktik belajar kewarganegaraan (Project Citizen) sebagai salah satu model adaptif dalam revitalisasi PKn (Winataputra;Budimansyah, 2008: 182) yang dapat menggantikan pembelajaran sebelumnya yang sering dikenal dengan pembelajaran konvensional.


(44)

4. Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan atau disingkat PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam suatu jenjang pendidikan, baik dijenjang sekolah dasar (SD), SMP, SMA dan perguruan tinggi, karena dalam mata pelajaran PKn perkembangan moral dan budi pekerti siswa sebagai warga negara yang baik sangat ditekankan dan dibentuk.

Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan sebelumnya dikenal dengan nama ”Civics” dalam kurikulum SMA tahun 1962. mata pelajaran ini berisikan materi tentang pemerintahan indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P & K :1962). Selanjutnya dalam kurikilum 1975 istilah tersebut diganti dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan sekolah kejuruan.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama yaitu :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa.yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU RI No20/2003)


(45)

Memperhatikan isi dari UU tersebut di atas tentang sistem pendidikan nasional, bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari bangsa itu sendiri. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maka setiap pelaku pendidikan harus memahami tujuan pendidikan nasional, yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan hubungan dengan-Nya, sebagai warga Negara yang ber Pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dengan lingkungan, serta sehat jasmani dan rohani.

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pada hakikatnya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk menyiapkan para siswa kelak sebagai warga masyarakat sekaligus warga negara yang baik. Sehubungan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam jenjang pendidikan dasar dan negara secara konseptual mengandung komitmen utama dalam pencapaian dimensi tujuan pengembangan kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan orientasi pada komitmen tersebut, maka peran dan fungsi serta tanggung jawab guru Pendidikan Kewarganegaraan pada setiap jenjang pendidikan diharapkan untuk mampu menjadikan para siswa


(46)

sebagai para calon warga negara yang baik.adapun ciri-cirinya antara lain relijius, jujur, disiplin, tanggung jawab, toleran, sadar akan hak dan kewajiban, mencintai kebenaran dan keadilan, peka terhadap lingkungan, mandiri dan percaya diri, sederhana, terbuka penuh pengertian terhadap kritik dan saran, patuh dan taat terhadap peraturan, serta kreatif dan inovatif.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat pancasila dan UUD 1945. Winataputra (2001: 131) memperhatikan perkembangan pemikiran tentang civic dan civic education, atas dasar kajiannya secara teoritik, Winataputra merumuskan pengertian “civics,” citizenship/civic education” sebagai berikut:

a. Ci i s is the stud of go er e t taught i the s hools. It is an area

of learning dealing with how democratic government has been and should be carried out, and how the citizen should carry out his duties

a d rights purposefull ith full respo si ilit .

b. Civic/Citizenship education can be defined in two ways:

1. In the first sense, Civic Education is an area of learning, primarily intended to develop knowledge attitudes, and skills so the

stude ts e o e good itize s, ith lear i g e perie es

carefully selected and organized around the basic concepts of political science,

2. In another sense, Civic Education is a by-product of variety of areas of learning undertaken in and out-of formal school sttings as well as a by-product of a complex network of human interactions in daily activities concerned with the development


(47)

Disimpulkan berdasarkan pendapat Winataputra di atas, bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang berisikan tentang pemerintahan yang diajarkan di sekolah, dimana dalam keadaan pemerintahan yang demokratis tersebut, warga negara hendaknya melaksanakan hak dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Definisi pendidikan kewarganegaraan berikutnya menurut Winataputra, bahwa pendidikan kewarganegaraan juga berisikan tentang bagaimana mengembangkan sikap, keterampilan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, dimana siswa bisa mendapatkannya melalui pengalaman belajar dan memiliki konsep-konsep dasar ilmu politik. Juga dalam pendidikan kewarganegaraan, siswa dapat berinteraksi melalui kehidupan sehari-hari untuk berkembang menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Berdasarkan Modul Kapita Selekta PKn (Standar Isi BSNP 2006: 7) pengertian PKn adalah :

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat ketahui bahwa PKn merupakan suatu mata pelajaran yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela


(48)

Negara yang bertujuan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia agar menjadi warga negara yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Menurut M Daryono (1997:1) Pendidikan Kewarganegaraan adalah “nama dari suatu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah”.

SK Mendikbud (No.060/U/1993:69), ”Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan sebagai usaha untuk membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara sesama warga negara maupun antar warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara”.

Menurut kurikulum 2004 Paradigma Baru pasca KBK (2003:2) “Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu mata pelajaran yang terdapat dalam sekolah yang berusaha membina perkembangan moral anak didik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agar dapat mencapai perkembangan secara optimal dan dapat diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari.


(49)

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan produk Lembaga Tertinggi Negara Tahun 1973. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan konsekuensi dari pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila, secara yuridis formal telah diterima sebagai dasar negara. Konsekuensi dari pernyataan tersebut ialah bahwa dalam penyelenggaraan negara segala gerak langkahnya harus sejalan dan didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

Ki Hadjar Dewantara (1950:1 dan 4) mengatakan bahwa “di dalam Pancasila dapat dikemukakan sifat-sifat pokok dari kehalusan dan keluhuran budi manusia”.

Jalur sekolah adalah salah satu wahana strategis untuk mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang menyatukan pengembangan ranah pengetahuan, keterampilan, serta sikap, dan nilai untuk mengembangkan kepribadian dan perwujudan dari anak didik. Hal ini disebabkan karena sekolah, memiliki program terarah dan terencana, serta memiliki komponen-komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Demikian juga saling berperannya berbagai mata pelajaran yang secara integratif membina tercapainya sifat-sifat yang diharapkan dimiliki oleh seorang warga negara Indonesia yang terdidik.

Sebagai mata pelajaran, PKn membawa misi khusus dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan yang pencapaiannya dibebankan kepada mata pelajaran, dalam hal ini mata pelajaran PKn,


(50)

adalah membimbing generasi muda untuk memahami dan menghayati Pancasila secara keseluruhan dan setiap sila darinya ( Kerangka Program PKn).

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah suatu usaha sadar, yang terencana dan terarah, melalui pendidikan formal, untuk mentransformasikan dan mengembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada anak didik. Pengembangan nilai dimaksudkan anak didik dapat mencerna melalui akalnya, dan menumbuhkan rasionalitas sesuai dengan kemampuannya mengembangkan rasionalitas tentang nilai Pancasila, sehingga anak akan mencapai perkembangan penalaran moral seoptimal mungkin.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berusaha membentuk manusia indonesia seutuhnya sebagai perwujudan kepribadian Pancasila, yang mampu melaksanakan pembangunan masyarakat Pancasila. Maka Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menduduki tempat yang sangat sentral dan strategis dalam konstelasi pendidikan nasional.

b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berusaha membentuk manusia seutuhnya sebagai perwujudan kepribadian bangsa, yang melaksanakan pembangunan masyarakat Pancasila, tanpa PKn, segala kepintaran atau akal, ketinggian ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan dan kecekatan, tidak memberikan jaminan pada terwujudnya masyarakat Pancasila”. Menurut M. Daryono dkk (1997:29)“


(51)

Sriyono (1992: 123), menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan lebih ditekankan pada aspek moral dengan tujuan mengembangkan manusia indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa PKn mempunyai kedudukan yang sangat penting, khususnya dalam pembentukan kepribadian manusia Indonesia yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaran (PKn) tidak bisa lepas dari pendidikan nasional, dalam arti merupakan satu kesatuan dalam sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan pendidikan nasional.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter, dalam kehidupan yang demokratis. Dalam demokrasi konstitusional, civic education yang efektif adalah suatu keharusan karena kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berpikir kritis, dan bertindak secara sadar dalam dunia plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan mengakomodasi pihak lain. Partisipasi warganegara dalam masyarakat demokratis, tentunya didasarkan pada pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab warganegara.


(52)

Menurut kurikulum 2004 Paradigma Baru PKn berdasarkan standar isi BSNP (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 2) Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut :

1) Berpikir secara kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara

cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3) Berkembang secara positif dan demokratis berkembang diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dan dengan bangsa-bangsa lainnya.

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut Ace Suryadi, (2009: 15) bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya partisipasi penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warganegara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ialah mendidik peserta didik untuk dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara republik Indonesia, terdidik dan bertanggung jawab.

Pendidikan kewarganegaraan yang dimanifestasikan di dalam kurikulum sekolah ialah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara


(53)

Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

c. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Pada bagian yang lain dalam Paradigma Baru PKn (Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah 2006: 11) disebutkan juga fungsi Pendidikan Kewarganegaraan.

Fungsi dari Pendidikan Kewarganegaraan ialah :

1. Mengembangkan dan melestarikan nilai luhur Pancasila secara dinamis dan terbuka dalam arti bahwa nilai moral yang dikembangkan mampu menjawab tantangan perkembangan dalam masyarakat, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia, yang merdeka, bersatu, dan berdaulat

2. Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar politik dan konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan Undang-undang 1945. 3. Membina pengalaman dan kesadaran terhadap hubungan antara

warga negara dengan negara, antara warga negara dengan sesama warga Negara dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui dan mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan suatu wahana yang berfungsi melestarikan nilai luhur Pancasila, mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya serta membina pengalaman dan kesadaran warga negara untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang dapat bertanggung jawab dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Seperti halnya mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn di sekolah memiliki rambu-rambu dalam proses pembelajarannya. Rambu-rambu ini


(54)

berfungsi untuk menjadi acuan guru mata pelajaran PKn dalam melaksanakan proses pembelajaran yang dapat menciptakan suatu pembelajaran yang aktif, efektif dan efisien.

Berdasarkan Standar Isi BSNP 2006:14 disebutkan bahwa : Rambu-rambu pembelajaran PKn yaitu :

1) Membina tatanan nilai moral Pancasila secara utuh, bulat dan berkesinambungan sebagai dasar negara, ideologi negara, pandangan hidup bangsa dan perjanjian luhur bangsa Indonesia.

2) Wujud pembinaan dalam garis-garis besar proses pembelajaran PKn melalui pembinaan konsep nilai moral Pancasila.

3) Membudayakan Pancasila secara dini, terprogram dan terus menerus.

4) Garis-garis besar proses pembelajaran PKn adalah salah satu perangkat kurikulum dan pedoman bagi guru.

5) Garis-garis besar proses pembelajaran PKn merupakan program minimal yang diorganisasikan ke dalam sistem semester, jatah waktunya 16 kali pertemuan.

6) Nilai-nilai yang dikembangkan dalam garis-garis besar proses pembelajaran PKn adalah nilai-nilai dasar Pancasila yang dijabarkan ke dalam nilai instrumental.

7) Rumusan tujuan PKn setiap kelas mengandung nilai moral Pancasila yang harus dikembangkan pada tingkat atau kelas dalam bentuk tujuan instruksional khusus.

8) Prinsip penyajian nilai dimuali dari mudah ke sukar, sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, lingkungan kehidupan siswa. 9) Penentuan kegiatan belajar mengajar didasarkan pada

kebermanfaatan, kedekatan, dan harapan masyarakat, bangsa dan negara.

10)Uraian setiap pokok bahasan mencakup dua proses, yaitu pengenalan nilai, dan pembahasan atau pengamalannya.

11)Melakukan hubungan, bebas memilih strategi, metode dan media serta evaluasi, yang melibatkan orang tua dan masyarakat.

Berdasarkan pernyataan yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, mata pelajaran PKn merupakan suatu mata pelajaran yang mementingkan perubahan pada tingkah laku siswa, sehingga dalam proses pelaksanaan pembelajarannya harus terfokus pada siswa. Dalam


(55)

pelaksanaan pembelajaran tersebut seorang guru harus dapat mengembangkan segala kemampuan yang ia miliki, dengan tetap berpatokan pada rambu-rambu pembelajaran yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan demi tercapainya tujuan pembelajaran.

d. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

Paradigma baru Pendidikan Kewarganegaran pasca KBK memiliki karakteristik pendidikan pengajarannya, sehingga ia mengemban misi (Standar isi BSNP) :

1. Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan yang rasional untuk menyusun PKn baru, sebagai pendidikan intelektul kearah pembentukan warga negara yang demokratis. Misi tersebut dilakukan melalui penetapan kemampuan dasar PKn, sebagai landasan penyusunan standar kemampuan serta standar minimum yang ditetapkan secara rasional.

2. Menyusun substansi PKn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam sila-sila demokrasi Indonesia. Misi tersebut dilakukan melalui penyusunan uraian materi pada masing-masing standar materi PKn yang dapat memfasilitasi berkembangnya pendidikan demokrasi. Visi Pendidikan Kewarganegaraan menurut standar isi BSNP ialah (Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006) :


(56)

“Mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, partisipasif dan bertanggung jawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis”. Misi dan visi tersebut, sangat jelas bahwa untuk membentuk warga negara yang baik sangat dibutuhkan kosep pendidikan yang demokratis yang diartikan sebagai tatanan konseptual yang menggambarkan keseluruhan upaya sistematis untuk mengembangkan cita-cita, nilai-nilai, prinsip, dan pola prilaku demokrasi dalam diri individu warga negara dalam tatanan iklim yang demokratis.

4. Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari kata Yunani, demos dan kratos. Demos mempunyai arti rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Secara keseluruhan demokrasi berarti pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan. Demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih melalui pemilihan umum. Pemerintah di negara demokrasi juga mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat setiap warga negara, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak minoritas, dan masyarakat yang warga negaranya saling memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak .


(57)

Pengertian tersebut di atas tampak bahwa demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara dimana setiap warga negara dewasa dapat turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih, melalui pemilihan umum dan adanya jaminan suaatu kemerdekaan untuk berbicara, beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan moyoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas, dan masyarakat yang warga negaranya saling memberi peluang yang sama.

Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, mengintegrasikan demokrasi sebagai sistem yang memiliki sebelas pilar, yakni :

1. Kedaulatan rakyat

2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah 3. Kekuasaan mayoritas

4. Hak-hak minoritas

5. Jaminan Hak Asasi Manusia 6. Pemilihan yang bebas dan jujur 7. Persamaan di depan hukum 8. Proses hukum yang wajar

9. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional 10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik

11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.

Menurut Amin Rais dalam C.B. Macpherson, (1986: 35) merumuskan menjadi 10 kriteria idealnya demokrasi, yakni (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapatan secara adil, (4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) demokrasi memiliki empat macam kebebasan, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatsoen, (8) kebebasan individu, (9) semangat kerjasama, (10) hak untuk protes.


(58)

Hal tersebut menumbuhkan keyakinan akan baiknya sistem demokrasi, serta terwujudnya kreteria ideal dari demokrasi, maka harus ada pola perilaku yang menjadi tuntunan atau norma/ nilai-nilai demokrasi yang diyakini masyarakat. Nilai-nilai dari demokrasi membutuhkan suatu demokrasi yang dilakukan dengan lima nilai yaitu menghargai keberagaman, dilakukan dengan jujur dan menggunakan akal sehat, dilaksanakan dengan kerja sama antarwarga negara, didasari sikap dewasa dan mempertimbangkan moral, maka setiap keputusan dan tingkah laku akan efisien dan efektif serta pencapaian tujuan masyarakat adil dan makmur akan lebih mudah tercapai.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai: “gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara”.

Hasbullah (2006: 49-51) mengemukakan demokrasi dalam pengertian lebih luas, patut dianalisa sehingga memberikan manfaat dalam praktik kehidupan dan pendidikan yang paling tidak mengandung hal-hal sebagai berikut : a. Rasa Hormat terhadap Harkat Sesama Manusia

Demokrasi dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agama dan bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya, baik hubungan antara sesama peserta didik atau hubungan antara peserta didik dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.


(59)

b. Setiap Manusia Memiliki Perubahan ke Arah Pikiran yang Sehat Acuan inilah yang melahirkan adanya pandangan bahwa manusia itu haruslah dididik. Dengan pendidikanlah manusia akan berubah dan berkembang kearah yang lebih sehat dan baik serta sempurna. Oleh karena itu, sebagai lembaga pendidikan sekolah diharapkan dapat mengembangkan anak didik untuk berfikir dan memecahkan persoalan-persoalan sendiri secara teratur, sistematis dan komperhensif serta kritis sehingga anak memiliki wawasan, kemampuan, dan kesempatan yang luas. Tentunya dalam proses seperti ini diperlukan sikap yang demokratis dan tidak terjadi pemaksaan pandangan terhadap orang lain.

c. Rela Berbakti untuk Kepentingan dan Kesejahteraan Bersama

Dalam konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh kepentingan individu-individu lain. Dengan kata lain, seseorang menjadi bebas karena orang lain menghormati kepentingannya. Norma-norma atau aturan serta tata nilai ang terdapat di masyarakat itulah yang membatasi dan mengendalikan kebebasan setiap orang. Untuk itu, warga negara yang demokratis akan dapat menerima pembatasan kebebasan itu dengan rela hati. Artinya tiap-tiap warga negara hendaklah memahami kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara dari suatu negara demokratis yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya.

Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga negara diperlukan hal-hal berikut ini :


(60)

a. Pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan, kemasyarakatan, dan soal-soal pemerintahan yang penting.

b. Suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya, dengan mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat daripada kepetingan sendiri atau kepentingan sekelompok kecil manusia.

c. Suatu keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kenajuan dan kemakmuran masyarakat dan pemerintah.

Yang paling utama dalam berlakunya demokrasi di suatu negara ialah ada atau tidaknya asas-asas demokrasi, yaitu :

1. Pengakuan hak-hak asasi manusia sebagai penghargaan terhadap martabat manusia dengan tidak melupakan kepentingan umum.

2. Adanya partisipasi dan dukungan rakyat kepada pemerintah, jika dukungan rakyat tidak ada, sulitlah bahwa pemerintah itu adalah suatu pemerintahan demokrasi.

Menurut Pidie (1986) menuraikan makna demokrasi yang didekati dari arti formal adalah sebagai suatu sistem politik atau sistem pemerintahan dimana kedaulatan rakyat itu tidak dilaksanakan sendiri oleh rakyat, melainkan melalui wakil-wakil yang dipilihnya dilembaga perwakilan. Sedangkan dalam arti materiel disebut demokrasi sebagai asas, yang dipengaruhi oleh kultur, historis suatu bangsa sehingga dikenal demokrasi konstutusional, demokrasi rakyat, dan demokrasi pancasila.


(1)

66

F. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu cara untuk melengkapi penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap yang nantinya dapat mendukung keberhasilan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan berdasarkan skenario model pembelajaran yang telah dipersiapkan.

2. Tes

Tes disajikan dalam bentuk diskusi antar kelompok, untuk mengetahui hasil belajar siswa. Untuk mengetahui hasil belajar siswa tersebut dapat dilihat dari jumlah poin-poin yang diperoleh setiap anggota kelompok.

3. Dokumentasi

Teknik dekomentasi digunakan untuk mendapatkan data-data primer yang berupa data jumlah siswa, foto aktifitas pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar penilaian.


(2)

G. Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis data yang diperoleh maka peneliti akan menggunakan data kualitatif yang diperoleh dari data aktivitas siswa, dimana siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Dalam hal ini, data kualitatif menggunakan metode focus group discussion, dimana setiap kelompok diberi pertanyaan yang telah dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang diberikan.

Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klaksikal dalam setiap pertemuan dangan memberi skor pada lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator siswa dikatakan aktif jika lebih dari atau sama dengan 75% frekuensi yang ditetapkan per-indikator dilakukan siswa. Setelah selesai diobservasi dihitung jumlah aktivitas yang dilakukan siswa, lalu dipresentasikan.

Menentukan persentase aktivitas yang dilakukan siswa dengan menggunakan rumus :

F

P = --- X 100% N


(3)

68

Keterangan: P : Angka persentase F Frekuensi aktivitas siswa

N : Jumlah individu (Sudijono: 1996)

1. 81 - 100% adalah aktivitas siswa sangat baik 2. 61 - 80% adalah aktivitas siswa baik

3. 41 - 60% adalah aktivitas siswa cukup 4. 21 - 40% adalah aktivitas siswa kurang 5. 0 - 20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

H. Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan pemahaman konsep demokrasi dimana > 75% dari seluruh siswa mencapai indikator yang telah ditetapkan.


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan model pembelajaran examples non examples pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan dengan guru selalu memberikan motivasi kepada siswa dan pada proses pembelajaran guru yang bertindak sebagai fasilitator, motivator, membimbing siswa secara menyeluruh, melibatkan siswa dalam proses pembelajaran serta dalam membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik sehingga pemahaman konsep pelaksanaan demokrasi siswa meningkat dan disimpulkan dengan meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep pelaksanaan demokrasi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mengalami peningkatan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan perolehan data pada siklus I sebesar 53,18%, meningkat pada siklus kedua sebesar 67,12% dan sebesar 86,26% pada siklus III.

B. Saran

1) Kepada guru SMP Negeri 2 Ketapang Kabupaten Lampung Selatan hendaknya menggunakan berbagai model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman


(5)

109 siswa dalam pembelajaran dan salah satunya adalah dengan model pembelajaran

examples non examples.

2) Kepdaa pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

3) Kepada siswa hendaknya dapat mengikuti proses pembeajaran yang dilaksanakan oleh guru di kelas dengan sebaik-baiknya sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta

Cipto, Bambang dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Kehidupan Yang Demokratis dan Berkeadaban. Diktilitbang PP. Muhammadiyah, LP3 Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta

Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Fokusmedia. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta.

Ghony, Djunaidi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: UIN-Malang Press. Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Rineka Cipta. Jakarta. Hamzah B. Uno, 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar

Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. Bumi Aksara. Jakarta. Hendra Nurtjahjo. 2005. Filsafat Demokrasi. Bumi Aksara. Jakarta M.D. Dahlan, 1984. Model-model Mengajar. CV. Diponegoro. Bandung.

Moh. Mahfud MD. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SMP NEGERI 2 KUTA BARO

0 7 1

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VB SD XAVERIUS METRO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 39

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VII SMP NEGERI 1 PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 9 67

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN DEMOKRASI PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 23 86

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VIII.D SMP NEGERI 1 KEDONDONG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 14 84

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VIII.D SMP NEGERI 1 KEDONDONG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 32 82

PENGGUNAAN METODE SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP PGRI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 63

PENGGUNAAN METODE SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP PGRI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 57

STUDI PERBANDINGAN PENANAMAN NILAI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PICTURE AND PICTURE DAN EXAMPLES NON EXAMPLES DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP MUHAMMADIY

0 14 105

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VII SMP XAVERIUS PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 43