Analisis Kriminologi Dan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Mobil Rental (Analisis 4 Putusan Hakim Pengadilan Negeri)

(1)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

FICKRY ABRAR PRATAMA

NIM : 100200324

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ANALISIS KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TERHADAP

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL

(Analisis 4 Putusan Hakim Pengadilan Negeri)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

FICKRY ABRAR PRATAMA

NIM : 100200324

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Dr. M. Hamdan, SH, MH NIP: 195703261986011001

Dosen Pembimbing I

Nurmalawaty, SH, M.Hum

Dosen Pembimbing II

Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

ABSTRAK

* FickryAbrarPratama

**

Nurmalawaty, SH.M.Hum

***

Rafiqoh Lubis, SH.M.Hum

Indonesia merupakan negara yang berkembang. Dalam Negara yang berkembang pemenuhan kebutuhan ekonomi dan fasilitas kendaraan bermotor khususnya mobil merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakatnya. Dengan semakin tingginya kebutuhan itu maka semakin tinggi pula resiko terjadinya kejahatan.Tindak pidana penggelapan mobil rental sudah banyak terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Penggelapan ini dilakukan para pelaku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Oleh karena banyaknya tindak pidana penggelapan mobil rental maka akan diangkatlah judul yang akan diteliti dengan judul“ANALISIS KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL”. Jadi dengan banyaknya tindak pidana penggelapan mobil rental saat ini perlu dianalisis secara kriminologi mengenai latar belakang dan modus terjadinya tindak pidana penggelapan mobil rental dan bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan mobil rental yang menimbulkan terjadinya tindak pidana penggelapan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu suatu metode yang berdasarkan studi kepustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan yang sesuai dengan materi yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis 4 putusan hakim.

Menurut penulis kesimpulannya adalah tindak pidana penggelapan disebabkan akibat adanya faktor ekonomi yang memaksa seseorang untuk melakukan kejahatan. Untuk mendapatkan uang terdakwa bermodus merental sebuah mobil yang mana mobil tersebut terdakwa gadaikan untuk mendapatkan sejumlah uang yang digunakan terdakwa untuk membayar hutang dan untuk keperluan sehari-hari terdakwa. Dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku kejahatan juga haruslah memenuhi adanya unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur itu mencakup harus ada kelakuannya, kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang, kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak, kelakuan itu dapat diberatkan kepada sipelaku dan kelakuan itu diancam dengan hukuman. Setelah unsur terpenuhi maka wajib sipelaku kejahatan itu untuk dipidana.Tindak pidana penggelapan diatur di dalam pasal 372 KUHP yang hukuman penjaranya maksimal 4 tahun penjara. Namun di dalam analisis 4 putusan hakim ini kita dapat melihat hukuman yang dijatuhi oleh para hakim kepada si tersangka juga berbeda-beda sehingga kita juga dapat melihat pertimbangan hakim dalam memutuskan sebuah perkara. Hal-hal pertimbangan hakim tersebut mencakup hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Dalam pertimbangan hakim itulah yang menjadi dasar munculnya perbedaan-perbedaan hukuman yang dijatuhi oleh hakim dan itu yang disebut dengan disparitas pidana.

*

Mahasiswa

**

Dosen Pembimbing I

***


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan karunianya berupa kemampuan dan kesehatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul : “ANALISIS KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL ( Analisis 4 putusan Hakim)”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara departemen Hukum Pidana.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua saya Zainul Fadli SE dan Yanti Z, sebagaimana papa dan mama ini bagi saya adalah orang yang terkasih dan tersayang yang tiada henti-hentinya memberikan semangat, doa, serta dukungan moril maupun materil kepada penulis. Penulis berharap dengan selesainya skripsi ini menjadi sebuah langkah awal dalam membahagiakan papa dan mama.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H, DFM, selakuPembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak M. Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. M. Hamdan, SH. MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Liza Erwina, SH. M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Nurmalawaty, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran di dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Rafiqoh Lubis, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah sangat banyak dan penuh kesabaran untuk mengarahkan dan membimbing penulis di dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Bapak/Ibu para Dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Terima kasih penulis ucapkan kepada Alm. Drs. Fauzie Wizdie, selaku om bagi penulis, yang juga sebelum kepergiannya menghadap Sang Pencipta telah memberikan perhatiannya dan pengarahan kepada penulis didalam penyelesaian skripsi ini. Namun sayang, beliau tidak sempat melihat skripsi ini terselesaikan dengan baik karena telah dipanggil kehadapan Illahi. Semoga amal ibadah beliau diterima disisi ALLAH SWT.


(6)

12.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar atas doa dan perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Terima kasih juga penulis ucapkan secara khusus kepada Armita atas perhatian, doa, menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini selama hampir 1 bulan. Semoga kita berdua dapat berhasil dalam meraih cita-cita. 14.Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman sepermainan saya Dikki

Abdullah (Jin), Rahman Swadana (Idong), Muchril Ardiansyah (Jambol), Juara Monang (Bang Ju), M. Fatih Alsilmi (Syekh) serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah setia menemani saya selama berada di masa perkuliahan dan menghibur saya dalam keadaan suka maupun duka.Semoga kita semua dapat berhasil dalam meraih cita-cita kita, amin.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah motivasi untuk meraih cita-cita kita semua.

Medan, Maret 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Tinjauan Kepustakaan ... 5

1. Pengertian Kriminologi ... 6

2. Pengertian Tindak Pidana ... 11

3. Pengertian Penggelapan dalam Pasal 372 KUHP ... 15

4. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 19

E. MetodePenelitian ... 24

F. KeaslianPenulisan ... 25

G. SistematikaPenulisan ... 26

BAB II : LATAR BELAKANG DAN MODUS TERJADINYA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL ... 27

A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 27

B. Faktor-faktor Penyebab dan Modus Terjadinya Tindak Pidana Penggelapan ... 50


(8)

\BAB III : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU

PENGGELAPAN MOBIL RENTAL ... 60

A. Aspek Hukum Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Mobil... 60

B. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Mobil Rental Dalam 4 (Empat) Putusan Hakim dan Analisis Putusannya ... 63

1. Tindak Pidana Penggelapan Dikaitkan dengan Surat Dakwaan dan Tuntutan Pidana Jaksa Penuntut Umum ... 63

2. Disparitas Pidana dalam Putusan Hakim ... 75

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 1

Tempramen individu yang dilihat dari tipe-tipe fisiknya... 31 2. Tabel 2

Putusan pengadilan dalam tindak pidana penggelapan mobil rental

berdasarkan kronologis dan fakta hukum... 50 3. Tabel 3

Penerapan hukum pidana penggelapan mobil rental dilihat dari surat

dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum... 63 4. Tabel 4

Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan mobil rental dilihat dari tuntutan jaksa penuntut umum dan pertimbangan


(10)

ABSTRAK

* FickryAbrarPratama

**

Nurmalawaty, SH.M.Hum

***

Rafiqoh Lubis, SH.M.Hum

Indonesia merupakan negara yang berkembang. Dalam Negara yang berkembang pemenuhan kebutuhan ekonomi dan fasilitas kendaraan bermotor khususnya mobil merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakatnya. Dengan semakin tingginya kebutuhan itu maka semakin tinggi pula resiko terjadinya kejahatan.Tindak pidana penggelapan mobil rental sudah banyak terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Penggelapan ini dilakukan para pelaku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Oleh karena banyaknya tindak pidana penggelapan mobil rental maka akan diangkatlah judul yang akan diteliti dengan judul“ANALISIS KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL”. Jadi dengan banyaknya tindak pidana penggelapan mobil rental saat ini perlu dianalisis secara kriminologi mengenai latar belakang dan modus terjadinya tindak pidana penggelapan mobil rental dan bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan mobil rental yang menimbulkan terjadinya tindak pidana penggelapan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu suatu metode yang berdasarkan studi kepustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan yang sesuai dengan materi yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis 4 putusan hakim.

Menurut penulis kesimpulannya adalah tindak pidana penggelapan disebabkan akibat adanya faktor ekonomi yang memaksa seseorang untuk melakukan kejahatan. Untuk mendapatkan uang terdakwa bermodus merental sebuah mobil yang mana mobil tersebut terdakwa gadaikan untuk mendapatkan sejumlah uang yang digunakan terdakwa untuk membayar hutang dan untuk keperluan sehari-hari terdakwa. Dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku kejahatan juga haruslah memenuhi adanya unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur itu mencakup harus ada kelakuannya, kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang, kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak, kelakuan itu dapat diberatkan kepada sipelaku dan kelakuan itu diancam dengan hukuman. Setelah unsur terpenuhi maka wajib sipelaku kejahatan itu untuk dipidana.Tindak pidana penggelapan diatur di dalam pasal 372 KUHP yang hukuman penjaranya maksimal 4 tahun penjara. Namun di dalam analisis 4 putusan hakim ini kita dapat melihat hukuman yang dijatuhi oleh para hakim kepada si tersangka juga berbeda-beda sehingga kita juga dapat melihat pertimbangan hakim dalam memutuskan sebuah perkara. Hal-hal pertimbangan hakim tersebut mencakup hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Dalam pertimbangan hakim itulah yang menjadi dasar munculnya perbedaan-perbedaan hukuman yang dijatuhi oleh hakim dan itu yang disebut dengan disparitas pidana.

*

Mahasiswa

**

Dosen Pembimbing I

***


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan kejahatan yang sangat penting kiranya untuk dibahas yang menjadiperhatian terhadap nilai keamanan bagi masyarakat Indonesia.Banyak fenomena kejahatan yang muncul diberbagai daerah yang ada di Indonesia yang menjadi polemik bagi semua kalangan masyarakat.Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan merupakan fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap hari di media massa selalu kita temui bermacam-macam tindak pidana yang terjadi di negara ini.

Faktor masalah ekonomi yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan efek yang negatif dengan banyaknya sebagian kalangan masyarakat yang melakukan perbuatan yang salah dengan semata-mata bertujuan ingin memenuhi kebutuhan hidupnya. Sekarang ini demi memenuhi kebutuhan hidup, seseorang tidak memikirkan sebab dari perbuatannya itu. Hal ini telah bertentangan dengan nilai-nilai moral dalam pancasila. Bahkan bagi sebagian pelaku tindak pidana tidak takut kepada aparat hukum yang mengatur keamanan dan ketertiban umum.

Hukum pidana pun yang bersifat “mengatur dan memaksa” seakan-akan sudah dikesampingkan dan tidak mampu untuk menanggulangi kejahatan yang semakin berkembang pada zaman ini. Dari aspek hukum dengan berkembangnya segala tindak kejahatan yang terjadi pada masa ini sepertinya sangat perlu dikaji


(12)

sebuah penerapan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan dan menganalisis dari segi kriminologi tentang sebab- sebab terjadinya kejahatan tersebut.

Selain itu juga ada sebab dari zaman yang semakin maju mengakibatkan melemahnya jaringan kekerabatan keluarga besar dan masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk-bentuk fenomena baru seperti timbulnya kelompok-kelompok rawan. Hal ini terjadi karena zaman yang semakin maju maka makin bertambah pula kebutuhan- kebutuhan untuk melengkapi hidup seseorang.

Kejahatan adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan barang siapa yang melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar undang- undang maka ia akan dihukum. Selain itu kejahatan juga merupakan suatu bentuk dari pelanggaran kaidah sosial. Pelanggaran ditentukan dalam batas nilai-nilai yang dijunjung tinggi pada suatu masyarakat. Pada hampir segenap masyarakat dimana hidup dan harta benda dinilai tinggi.1

Perkembangan atau peningkatan kejahatan maupun penurunan kualitas atau kuantitas kejahatan, baik yang berada di kota-kota besar maupun di kampung-kampung adalah relatif dan intraktif sifatnya. Dapat dipahami bahwa kejahatan merupakan the shadow civilization, merupakan bayang-bayang dari Masalah kejahatan adalah masalah manusia yang merupakan kenyataan sosial yang masalah penyebabnya kurang dipahami karena studinya belum pada proporsi yang tepat secara dimensial.

1

Soedjono Dirdjosiswoyo, Ruang Lingkup Kriminologi, Remaja Karya, Bandung, 1984,


(13)

peradapan dan bahkan ada teori yang mengatakan justru kejahatan itu adalah produk masyarakat. Lokasi kejahatan ada pada masyarakat, tidak pada individu.2

Indonesia merupakan negara yang berkembang. Dalam negara yang berkembang, kendaraan bermotor khususnya mobil merupakan sarana yang sangat penting bagi masyarakatnya. Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap mobil sebagai alat transportasi, maka semakin tinggi pula resiko pelanggaran hukum oleh sekelompok pelaku kejahatan terhadap penyalahgunaan mobil. Salah satu tindak pidana mengenai penyalahgunaan kendaraan mobil adalah “Tindak Pidana Penggelapan Mobil Rental”. Begitu maraknya kejahatan ini di Indonesia.

Tindak pidana penggelapan mobil rental ini diakibatkan dengan mudahnya seseorang untuk me-rentalkan mobilnya kepada pihak lain dengan hanya bermodalkan rasa percaya kepada orang tersebut, misalnya seseorang meminjam mobil milik temannya atau menyewanya dengan alasan tertentu sehingga sang pemilik tanpa ada rasa curiga meminjamkan mobil yang dimilikinya kepada temannya tersebut. Namun ternyata teman yang dipinjami tersebut tidak mengembalikan mobil itu, tetapi malah digadaikan. Adapun dua kasus lain seperti yang terjadi di Semarang dan di Solo, dimana di Semarang terdapat kasus penggelapan 22 mobil sewaan. Dua tersangka yang dibekuk yakni Sibeth (44), seorang karyawan jasa ekspedisi sebagai pelaku utama dan Zuhar (26) yang bertugas mengantarkan mobil. Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Elan Subilan mengatakan bahwa tersangka diketahui menyewa mobil di sejumlah

2

H.Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik,


(14)

rental mobil di Semarang dengan alasan untuk operasional perusahaan ekspedisi tempatnya bekerja. Namun ternyata mobil tersebut justru digadaikan dengan harga sekitar Rp. 15 juta hingga Rp. 20 juta per unit, ujarnya dalam gelar perkara di Mapolsek Semarang Tengah, Selasa (11/6/2013).3

Kasus yang terdapat di Solo, bahwa Danang Triyanto Putra (29), warga Cengklik RT 001/RW 020, Nusukan, Banjarsari, Solo, yang mengaku memiliki banyak hutang, nekat menjual mobil rental yang ia pinjam, Selasa (10/12/2013) lalu. Kasus penggelapan tersebut membuat karyawan perusahaan ekspedisi itu berurusan dengan polisi. Saat gelar tersangka di Mapolsek Banjarsari, akhir pekan lalu, Danang mengakui perbuatannya kepada wartawan. Ia berdalih terpaksa menjual Toyota Avanza bernomor polisi AD 8767 NU milik Sriyono (57), yang dititipkan di rental mobil Otoren di Bibis Luhur, Banjarsari, Solo. Mobil tersebut telah dijual seharga Rp. 20 juta kepada temannya.

4

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan diatas menjadi sebuah judul “Analisis Kriminologi dan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Mobil Rental (Analisis 4 Putusan Hakim).”

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang menjadi latar belakang dan modus terjadinya tindak pidana penggelapan mobil rental?

3

Puj

4

Rudi Hartono,


(15)

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan mobil rental?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini ialah :

1. Untuk mengetahui latar belakang dan modus terjadinya tindak pidana penggelapan mobil rental

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan mobil rental.

Manfaat penelitian terdiri dari 2, yakni : 1. Manfaat teoritis :

Dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengembangan ilmu pidana mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental.

2. Manfaat praktis :

Agar masyarakat dapat mempelajari gejala-gejala terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental, selain itu pemerintah dan aparat penegak hukum harus melakukan metode-metode pendekatan kepada para pelaku kejahatan dan masyarakat agar terjadinya tindak pidana penggelapan mobil rental ini dapat di cegah.

D. Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan mengandung beberapa pengertian yang akan dipaparkan.


(16)

1. Pengertian Kriminologi

Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.5

Dari sudut pengertian tata bahasa, kriminologi juga terdiri dari dua kata, yaitu : Crimen yang berarti penjahat dan logos yang berarti pengetahuan. Dengan demikian kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan atau penjahat.6

Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah perangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. 7 Menurut Hurwitz, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat (social

phenomenon- Sutherlan), sekarang ini dimasukkan kedalamnya, usaha-usaha

untuk mengatasinya (menanggulangi), memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan.8

Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The Sociology of Crime and

delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu

pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan

5

Topo Santoso dan Eva Achjani Julfa, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2001, Hal 9

6

Purnianti, Moh.Kemal Darmawan, Mashab dan Penggolongan Teori Dalam

Kriminologi, PT Citra aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal 1.

7

I.S. Susanto, Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, Hal 1.

8


(17)

dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya. Jadi obyek studi kriminologi melingkupi : 9

a. Perbuatan yang disebut kejahatan b. Pelaku kejahatan dan

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun pelakunya.

W.A. Bonger memandang kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Bonger juga membagi kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup : 10

1. Antropologi Kriminil

Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya yang mempunyai tanda-tanda.

2. Sosiologi Kriminil

Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan didalam masyarakat.

3. Psikologi Kriminil

Ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.

9

Topo Santoso dan Eva Achjani Julfa,Op.Cit, Hal 12.

10


(18)

4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil

Ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. 5. Penology

Ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Di dalam kaitan itu, Sutherland dan Cressey membagi kriminologi dalam tiga bagian utama yaitu : 11

a) Sosiologi hukum sebagai analisis sistematik atas kondisi-kondisi berkembangnya hukum pidana serta penjelasan mengenai kebijaksanaan dan prosedur administrasi peradilan pidana;

b) Etiologi kejahatan sebagai usaha untuk melakukan analisis ilmiah atas musabab kejahatan; dan

c) Penologi yang menaruh perhatian pada pengendalian kejahatan.

Menurut Martin L.Haskell dan Lewis Yablonsky, kriminologi sebagai studi ilmiah tentang kejahatan dan penjahat mencakup analisa tentang :

1) Sifat dan luas kejahatan 2) Sebab-sebab kejahatan

3) Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan peradilan pidana 4) Ciri-ciri penjahat

5) Pembinaan penjahat 6) Pola-pola kriminalitas

7) Akibat kejahatan atas perubahan sosial.

11

Soerjono Soekamto, Henkie Liklikuwata, Muliana W. Kusuma, Kriminologi Suatu


(19)

Adapun pendapat para sarjana antara lain yang memberikan pengertian kriminologi ialah : 12

a) Wood :

Kriminologi ialah ilmu yang meliputi segala pengetahuan yang diperoleh baik oleh pengalaman, maupun teori-teori tentang kejahatan dan penjahat serta pengetahuan yang meliputi reaksi-reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan itu.

b) Michael dan Adler :

Kriminologi adalah keseluruhan dari bahan-bahan keterangan mengenai perbuatan-perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diberlakukan oleh badan-badan masyarakat dan oleh anggota masyarakat. c) Van Bemelen :

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan, yaitu perbuatan yang merugikan dan kelakuan yang tidak sopan yang menyebabkan adanya teguran dan tantangan.

d) Frij :

Kriminologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan, bentuk, sebab dan akibatnya.

Dari definisi ahli-ahli tersebut kita melihat adanya persamaan pendapat dan pandangan dan sedikit banyaknya dapat mengambil kesimpulan bahwa kriminologi ialah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari serta menyelidik maupun membahas masalah kejahatan, baik mengenai pengertiannya, bentuknya,

12

H.M Ridwan dan Ediwarman, Azas-Azas kriminologi, Universitas Sumatera Utara


(20)

sebab-sebabnya, akibat-akibatnya, dan penyelidikan terhadap sesuatu kejahatan maupun hal-hal lain yang ada hubungannya dengan kejahatan itu.

Dalam rangka mempelajari masalah kejahatan Hermann Mannheim mengemukakan tiga pendekatan yang dapat dilakukan : 13

A. Pendekatan Deskriptif

Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti :

a. Bentuk tingkah laku kriminal, b. Bagaimana kejahatan dilakukan,

c. Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d. Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya, e. Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.

B. Pendekatan Sebab-Akibat

Disamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat dilakukan melalui pendekatan sebab-akibat.Hal ini ditafsirkan untuk mengetahui sebab-musabab kejahatan, baik dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiology of crime)

13


(21)

C. Pendekatan Secara Normatif

Kriminologi dikatakan sebagai idiographic-discipline dan

nomothetic-discipline. Dikatakan sebagai idiographic discipline, karena kriminologi

mempelajari fakta-fakta, sebab-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang bersifat individual. Sedangkan yang dimaksud dengan nomothetic

discipline, adalah bertujuan untuk menemukan dan mengungkapkan

hukum-hukum yang bersifat ilmiah, yang diakui keseragaman dan kecenderungan-kecenderungannya.

2. Pengertian Tindak Pidana.

Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dinamakan perbuatan pidana yang disebut juga dengan delik.14 Ada dua istilah yang dipakai dalam bahasa Belanda, yaitu strafbaar feit dan istilah

delict yang mempunyai makna yang sama. Delict diterjemahkan dengan delik

saja, sedangkan strafbaar feit dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti dan belum diperoleh kata sepakat diantara para sarjana Indonesia mengenai alih bahasa. Ada yang menggunakan terjemahan : perbuatan pidana (Moeljatno dan Roeslan Saleh), peritiwa pidana (konstitusi RIS, UUDS 1950 Tresna serta Utrecht), tindak pidana (Wirjono Projodikoro), delik (Satochid Kartanegara, A.Z Abidin dan Andi Hamzah). Namun dari berbagai salinan ke bahasa Indonesia tersebut yang dimaksud dengan berbagai istilah tersebut ialah strafbaar feit.15

14

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara baru,

Jakarta, 1983, Hal 13.

15

Martiman Prodjo Hamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana, P.T Pradnya


(22)

Menurut Simon (Hazewinkel-Suringa), bahwa strafbaar feit (terjemahan harafiah: peristiwa pidana) ialah perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kesalahan yang dimaksud oleh Simon ialah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus

(sengaja) dan culpa late (alpa dan lalai).16Sedangkan Vos berpendapat bahwa

strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan

undang-undang.17

Tindak pidana atau delik ialah tindak pidana yang mengandung 5 unsur, unsur-unsuryakni :18

a. Harus ada suatu kelakuan (gedraging);

b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wettelijke

omschrijving);

c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak; d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku; e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.

Beberapa pakar hukum pidana memberikan defenisi mengenai strafbaar feit antara lain :19

Pompe menyatakan, strafbaar feititu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan

16

H.A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hal 224.

17

Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit, Hal 16

18

C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT.Pradnya

Paramita, Jakarta, 2004, Hal 36.

19

PAF Lamintang, Dasar - Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,


(23)

hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya kepentingan umum.

Menurut Pompe pengertian strafbaar feit dibedakan :20

a. Menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggaran dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatka kesejahteraan umum.

b. Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit

adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Sejalan dengan defenisi yang membedakan antara pengertian menurut teori dan menurut hukum positif itu, juga dapat dikemukakan pandangan dari J.E. Jonkers yang telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertian :21

a. Defenisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.

b. Definisi panjang atau lebih mendalam yang memberikan pengertian

strafbaar feit aadalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung

dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang pada

20

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2002, Hal 72.

21


(24)

dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. 22

Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah :

a. Kesengajaan atau tidak kesengajaan (dolus atau culpa)

b. Maksud atau voornomenpada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam pasal 53 ayat 1 KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerkseperti yang terdapat misalnya dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP.

Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah :23

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “ keadaan sebagai seorang pegawai negeri” keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas didalam kejahatan menurut pasal 398 KUHP

22

P.A.F. Lamintang, Op.Cit.,Hal 193

23


(25)

c. Kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

3. Pengertian Penggelapan dalam Pasal 372 KUHP

Istilah penggelapan sebagaimana yang sering dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang terdapat di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu merupakan salah satu kejahatan yang diatur didalam KUHP. Penggelapan dalam bahasa Belanda desebut “verduistering”. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 372-377 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pengertian dalam pasal-pasal ini dirumuskan sebagai berikut :24

“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada didalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,- (sembilan ratus rupiah).”

Ini dinamakan “penggelapan biasa”. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah bahwa pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus “diambilnya”, sedang pada penggelapan waktu dimilikanya barang itu sudah ada di tangan sipembuat tidak dengan jalan kejahatan.

Suatu penggelapan, misalnya A meminjam sepeda B, kemudian dengan tidak seizin B dijualnya atau A (bendaharawan) menyimpan uang negara lalu uang itu dipakai untuk keperluan sendiri. Kadang-kadang sukar sekali untuk membedakan antara pencurian dan penggelapan, misalnya A menemui uang di jalanan lalu diambilnya. Jika pada waktu mengambil itu sudah ada maksud (niat)

24

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1988, Hal


(26)

untuk memiliki uang tersebut, maka peristiwa ini adalah pencurian. Apabila pada waktu mengambil itu pikiran A adalah : “Uang itu akan saya serahkan ke kantor polisi” dan benar diserahkannya, maka A tidak berbuat suatu peristiwa pidana, akan tetapi jika sebelum sampai di kantor polisi kemudian timbul maksud untuk memiliki uang itu dan dibelanjakan, maka A telah menggelapkan.

Pasal-pasal lain yang mengatur tindak pidana penggelapan antara lain : Pasal 373 KUHP

Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 372, jika yang digelapkan itu bukan hewan dan harganya tidak lebih dari Rp.250,-, dihukum karena penggelapan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-

Ini adalah penggelapan ringan, Unsur-unsur yang “meringankan” dalam pasal ini yaitu : 25

a. Bukan ternak

b. Harga tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Pasal 374 KUHP

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang,dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Ini dinamakan, “penggelapan dengan pemberatan”. Pemberatan-pemberatan itu adalah : 26

a. Terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya(persoonlijke dienstbetrekking), misalnya hubungan antara majikan dan pembantu rumah tangga atau majikan dan buruh ;

25

H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni,

Bandung, 1980, Hal 40

26


(27)

b. Terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya (beroep), misalnya tukang binatu menggelapkan pakaian yang dicucikan kepadanya, tukang jam, sepatu, sepeda dan sebagainya. Menggelapkan sepatu, jam dan sepeda yang diserahkan kepadanya untuk diperbaiki ;

c. Karena mendapat upah uang (bukan upah yang berupa barang), misalnya pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, barang itu digelapkannya.

Pasal 375 KUHP

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, curator, pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau pengurus balai derma, tentang sesuatu barang yang ada di tangannya karena jabatannya yang tersebut ,dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.

Pasal 374 dan 375 KUHP merupakan “penggelapan dengan pemberatan”. Dalam pasal 375 KUHP Unsur-unsur yang memberatkannya, yaitu :27

a. Oleh orang yang kepadanya terpaksa barang itu diberikan atau disimpan. b. Terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatan mereka sebagai

wali, pengampu, pengurus yang menjalankan wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan.

Pasal 376 KUHP

Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan yang diterangkan dalam bab ini. (Menurut pasal ini seperti halnya dengan pencurian, maka penggelapan pun apabila dilakukan dalam kalangan kekeluargaan, berlaku pula peraturan dalam pasal 367).

Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal ini. Dalam kejahatan terhadap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi : 28

27


(28)

a. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya (pasal 376 ayat 1 KUHP)

b. Tindak pidana aduan, tanpa adanya pengaduan baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya maka tidak dapat dilakukan penuntutan (pasal 376 ayat 2 KUHP)

Pasal 377 KUHP

I. Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 372, 374, dan 375, maka hakim dapat memerintahkan supaya keputusannya diumumkan dan pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No. 1-4.

II. Jika si tersalah melakukan kejahatannya itu dalam jabatannya, ia dapat dipecat dari jabatanya itu.

Penjelasannya terdapat pada pasal 35 KUHP pidana, karena hakim akan mencabut hak-hak sitersalah.

Pasal 35 :

Hak si tersalah, yang boleh dicabut dengan keputusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang umum yang lain adalah :29

a. Hak menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan b. Hak masuk pada kekuasaan bersenjata (balatentara)

c. Hak memilih dan hak boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut undang-undang umum.

d. Hak menjadi penasehat atau penguasa alamat (wali yang diakui sah oleh Negara), dan menjadi wali, menjadi wali pengawas, menjadi kurator atau menjadi kurator pengawas, atas orang lain pada anaknya sendiri.

28

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang, 2003, Hal 40

29


(29)

4. Pengertian PertanggungJawaban Pidana.

Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai

toereken-baarheid,” “criminal reponsibilty,” “criminal liability,”

pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukanya itu.30 Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan (verwijtbaarheid) yang objektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, dan secara subjektif kepada pembuat tindak pidana yang memenuhi persyaratan untuk dapat di kenakan tindak pidana karena perbuatannya. Dasar dari adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat tindak pidana adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan merupakan hal yang menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan ia dapat dicela oleh karena perbuatannya.31

Menurut Van Hamel kemampuan untuk bertanggungjawab (secara hukum) adalah suatu kondisi kematangan dan kenormalan psikis yang mencakup tiga kemampuan lainnya yakni : 32

30

E.Y. Kanter, S.R Sianturi .Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet

IV, Jakarta, Alumni Ahaem-Peteheam, 1996, Hal 245.

31

Penjelasan Pasal 36 RUU KUHP 2013, Hal 224.

32

Jan Remmelink, Hukum Pidana-Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari KUHP

Belanda dan Pedomannya dalam KUHP Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, Hal 213.


(30)

a. Memahami arah tujuan faktual dari tindakan sendiri ; b. Kesadaran bahwa tindakan tersebut dilarang secara sosial ; c. Adanya kehendak bebas berkenaan dengan tindakan itu.

Kesalahan dalam pengertian seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi apabila dikatakan orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatannya. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldvorm) dapat juga dikatakan kesalahan dalam arti yuridis, yang berupa :

1) Kesengajaan 2) Kealpaan

Unsur – unsur kesalahan (dalam arti yang seluas-luasnya), ialah :

1) Adanya kemampuan bertanggungjawab si pembuat; keadaan jiwa si pembuat harus normal

2) Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); ini disebut bentuk-bentuk kesalahan

3) Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.33

Moeljatno mengatakan, “orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana”. Dengan demikian,

33


(31)

pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya, eksistensi suatu tindak pidana tidak tergantung pada apakah ada orang-orang yang pada kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut.Terdapat sejumlah perbuatan yang tetap menjadi tindak pidana sekalipun tidak ada orang yang dipertanggungjawabkan karena telah melakukannya.Dengan demikian, tidak mungkin seseorang dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, jika yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana.Hanya dengan melakukan tindak pidana, seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban.34

Kesalahan adalah keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan, yakni sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela melakukan perbuatan tersebut.35

34

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, Hal 19.

Dicelanya subjek hukum manusia karena melakukan tindak pidana, hanya dapat dilakukan terhadap mereka yang keadaan batinnya normal. Dengan kata lain, untuk adanya kesalahan pada diri pembuat diperlukan syarat keadaan batin yang normal. Keadaan batin yang normal sebagai syarat kesalahan, terletak pada kenormalan “fungsi”.Jadi bukan terletak pada kehendaknya.Akan tetapi kenormalan “keadaan” batin itu sendiri, sehingga lebih merupakan keadaan akalnya. Fungsi batin akan dengan sendirinya normal jika keadaan akalnya adalah normal. Fungsi batin dapat saja tidak normal jika keadaan akalnya adalah normal.Fungsi batin dapat saja tidak normal jika ada

35

Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1987, Hal 76-77.


(32)

unsur eksternal yang menekannya.Dengan demikian keadaan batinnya normal, tetapi tidak dapat befungsi secara normal.36

Tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggungjawab selalu dianggap dilakukan dengan kesengajaan atau kealpaan.Kesengajaan dan kealpaan adalah bentuk-bentuk kesalahan.37Di luar bentuk ini, KUHP kita (dan kira-kira juga lain-lain Negara) tidak mengenal kesalahan lain.38

Dalam keadaan tertentu, pembuat tidak dapat berbuat lain yang berujung pada terjadinya tindak pidana, sekalipun sebenarnya tidak diinginkannya. Dalam kejadian tersebut, tidak pada tempatnya apabila masyarakat masih mengharapkan kepada yang bersangkutan untuk tetap pada jalur yang telah ditetapkan hukum. Dengan kata lainnya, terjadinya tindak pidana ada kalanya tidak dapat dihindari oleh pembuat, karena sesuatu yang berasal dari luar dirinya.

Faktor eksternal yang menyebabkan pembuat tidak dapat berbuat lain mengakibatkan kesalahannya menjadi terhapus. Artinya, pada diri pembuat

terdapat alasan-alasan penghapus kesalahan. Dengan demikian,

pertanggungjawaban pidana masih ditunggukan sampai dapat dipastikan tidak ada alasan yang menghapus kesalahan pembuat.Sekalipun pembuatnya dapat dicela, tetapi dalam hal tertentu celaan tersebut menjadi hilang atau celaan tersebut tidak dapat diteruskan terhadapnya, karena pembuat tidak dapat berbuat lain, selain melakukan perbuatan tersebut.39

36

Chairul Huda, Op.Cit., Hal 88.

37

Djoko Prakoso, Op.Cit, Hal 79.

38

Moeljatno, Azas - Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, Hal 161.

39


(33)

Jadi jelas dari unsur-unsur dan teori-teori yang ada bahwa penjatuhan hukuman berdasarkan atas keinginan untuk memberikan sebuah sanksi kepada pelaku kejahatan haruslah mempunyai kriteria-kriteria atau ukuran-ukuran agar si pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka kriteria-kriteria tersebut tidak berlaku baginya dan tidak ada gunanya untuk di adakan pertanggungjawaban, sebagaimana di tegaskan dalam ketentuan Bab III Pasal 44 KUHP.

Pasal 44 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa “Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum”. Menurut ketentuan pasal ini, seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanya karena dua alasan yaitu :40

1) Kurang sempurna akalnya atau dengan kata lain jiwanya cacat dalam tumbuhnya.

2) Sakit berubah akal atau dengan kata lain jiwanya terganggu karena penyakit.

Berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (1) ini maka apabila seseorang itu jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwanya terganggu karena penyakit sehingga karenanya dia tidak dapat membeda-bedakan mana yang baik dan mana yang buruk maka terhadap orang tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas alasan tidak ada kemampuan bertanggungjawab.

40


(34)

E. Metode Penelitian

Suatu penelitian harus menggunakan metode yang tepat agar orang yang membaca dapat memahami tentang jenis penelitian,sumber penelitian, dan manfaat penelitiannya sehingga mengerti apa yang menjadi objek ilmu pengetahuan yang di teliti. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lainnya.

2. Data dan Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder, yang diperoleh dari :

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan di bidang materi yang diteliti, seperti Kitab Undang-Undang Pidana Pasal 372-377 yang mengatur tentang penggelapan dan peraturan perundang-undangan lainnya.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah pendapat para sarjana, buku-buku dari para ahli yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berkaitan tentang objek penelitian ini serta putusan hakim pengadilan yang berkaitan dengan kasus-kasus dalam penelitian ini.


(35)

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif yang pengumpulan datanya berdasarkan penelitian kepustakaan (library

research).Pengumpulan data kepustakaan adalah mengumpulkan berbagai sumber

bacaan seperti buku-buku, majalah, internet, pendapat sarjana maupun literatur dan hasil putusan untuk dikaitkan dengan objek penelitian ini.

4. Analisis Data

Metode analisis data ada 2 (dua) yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.Dalam penulisan skripsi ini yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, dimana data yang berupa asas, konsepsi, doktrin hukum serta isi kaedah hukum dianalisis secaara kualitatif.

F. Keaslian Penulisan

Sebelum melakukan penelitian ini telah ada peninjauan terhadap perpustakaan fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, apakah ada sebelumnya yang telah melakukan penelitian dengan objek yang sama dan setelah ditinjau tidak ada penelitian yang sama tentang objek penggelapan mobil rental ini. Oleh karena itu penelitian ini asli tanpa ada meniru dari skripsi lain.


(36)

Penelitian dan penulisan skripsi ini terdiri dari bab dan sub bab yang terbagi kedalam empat bab. Empat bab yang terkandung dalam skripsi ini meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini terdapat uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka (kriminologi, tindak pidana terhadap penggelapan dan pertanggungjawaban pidana),metode penelitian,keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II LATAR BELAKANG DAN MODUS TERJADINYA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL

Dalam bab ini mempunyai pembahasan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan, faktor-faktor terjadinya tindak pidana penggelapan mobil rental dan modus terjadinya tindak pidana mobil rental.

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENGGELAPAN MOBIL RENTAL

Dalam bab ini membahas tentang aspek hukum dalam perjanjian sewa menyewa mobil, disparitas pidana dalam putusan hakim dan penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan mobil rental dalam 4 (empat) putusan hakum dan analisis putusannya.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bagian akhir yang berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari hasil penulisan.


(37)

BAB II

LATAR BELAKANG DAN MODUS TERJADINYA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MOBIL RENTAL

A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan

Kejahatan merupakan tingkah laku yang menyimpang, siapapun orangnya tetap mempunyai kemungkinan untuk melakukan kejahatan karena, terdapat faktor-faktor didalam diri dan diluar dari diri seseorang mengapa ia melakukan kejahatan itu. Faktor-faktor tersebut adalah :41

1. Faktor Interen

Faktor interen adalah faktor-faktor yang terdapat pada individu seperti

Psychise, sex dan jenis kelamin, umur/usia, fisik, flebleminded/ mental,

Psycal Handicaps, twin/anak kembar, ras dan keluarga. 2. Faktor Exteren

Faktor exteren adalah faktor-faktor yang berada diluar individu. Faktor exteren ini berpokok pangkal pada lingkungan individuseperti : Pendidikan, komunikasi (cultur factor, ekonomi, politik, social modern, peranan minoritas)dan geografis.

Adapun teori- teori penyebab terjadinya kejahatan terdapat dalam buku H.Ridwan Hasibuan yang berjudul “Kriminologi dalam arti sempit dan ilmu-ilmu forensik” yang menyebutkan bahwa tak ada suatu perbuatan pun yang tidak mempunyai sebab.Demikian kejahatan, tidak mungkin terjadi tanpa sebab.Sudah sejak lama orang mengkaji dan mengadakan penyelidikan untuk mengetahui latar

41


(38)

belakang yang menyebabkan terjadinya suatu kejahatan. Dan untuk itu pula sudah banyak para ahli-ahli masyarakat mengemukakan teori-teori tentang sebab-sebab kejahatan ini dan sekaligus mencoba menguraikan pendapat untuk mengurangi kejahatan. Oleh karena itu kejahatan (crime) selalu akan ada seperti juga halnya sakit, penyakit dan mati. Semuanya akan berulang seperti halnya musim. Makin komplek sesuatu masyarakat makin sukar bagi kita dan makin banyak kegagalan yang akan kita temui. Bertambah banyak undang-undang dan sanksi-sanksi adalah makin banyak pula kejahatan.42

George B Vold menyebutkan teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala seseorang dihadapkan pada gejala yang tidak di mengerti. Upaya mencari penjelasan mengenai sebab kejahatan, sejarah peradapan manusia mencatat adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori-teori dalam kriminologi yaitu :

a. Spiritualisme

Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan mendasar dengan metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Penjelasan spiritualisme memfokuskan perhatiannya pada perbedaan antara kebaikan yang datang dari tuhan atau dewa dan keburukan yang datang dari setan. 43 Dihubungkan dengan kejahatan, maka kejahatan adalah penunjukan kepada godaan setan (dikenal dari sejarah penuntutan-penuntutan dari orang yang dipengaruhi setan).44

42

H.Ridwan Hasibuan, Op.Cit , Hal 18-19.

43

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal 19

44


(39)

b. Naturalisme

Naturalisme merupakan perkembangan paham rasionalisme yang muncul dari ilmu alam setelah abad pertengahan yang menyebabkan manusia mencari model penjelasan yang lebih rasional dan mampu di buktikan secara ilmiah.45

Dalam perkembangan lahirnya teori-teori tentang kejahatan, maka dapat dibagi dalam tiga aliran :

1. Aliran klasik : 46

Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas.

2. Aliran neo klasik :

Aliran neo klasik pada dasarnya bertolak pada pemikiran aliran klasik. Ciri-ciri aliran ini adalah :47

a. Adanya perubahan pada doktrin kehendak bebas

b. Pengakuan adanya keadaan lingkungan (cuaca , mekanis dan sebagainya) atau keadaan mental dari si individu.

3. Aliran positifis : 48

Aliran ini membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu : a. Determisme biologis

Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dialam dirinya.

45

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal 21.

46

Ibid, Hal 21.

47

Purnianti, Moh Kemal, Op.Cit, Hal 50.

48


(40)

b. Determinisme Cultural

Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh social, budaya dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.

Dalam mempelajari kriminologi, dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis pemasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan.Teori-teori tersebut tergolong kedalam penggolongan teori-teori kriminologi yang positif dan penggolongan teori-teori yang berkiblat pada mazhab kritis. Penggolongan teori tersebut terdiri dari :

1. Penggolongan teori-teori kriminologi yang positif merupakan teori-teori yang berpusat pada keanehan-keanehan dan keabnormalan si individu. Teori-teorinya ialah : 49

a) Teori-teori fisik

Teori ini dilandasi pemikiran pendapat umum bahwa terdapat perbedaan-perbedaan biologis pada tingkah laku manusia.Semua keterangan biologis menggunakan logika dasar, bahwa struktur menentukan fungsi.Individu-individu bertingkah laku berbeda-beda, karena mereka juga berbeda-beda dalam struktur. Dalam studinya, William Sheldon meneliti 200 pria berusia 15 dan 21 dalam usaha menghubungkan fisik dengan tempramen, kecerdasan, dan delinquency. Dengan mengandalkan pada pengujian fisik dan psikologis, Sheldon menghasilkan suatu “index to delinquency” yang

49


(41)

dapat digunakan untuk memberi profil dari tiap problem pria secara mudah dan cepat.50

Tabel 1

Sheldon memberikan ciri-ciri dasar dan tipe-tipe fisik dan tempramen yang bersangkutan dengan tabel sebagai berikut :

Tempramen individu yang dilihat dari tipe-tipe fisiknya

No Fisik Tempramen

1 Endomorfis :

Alat-alat pencernaan relatif sangat berkembang dan berpengaruh, ada kecenderungan untuk menjadi gemuk, bentuk badan bulat, anggota-anggota badan pendek-indah, tulang-tulang kecil, kulit halus.

Viscerotonis :

Orangnya sifatnya rileks dan komfortabel, cinta pada hal-hal yang enak, empuk, dan lux,

tetapi pada dasarnya extrovert.51

2 Esomorfis :

Yang relative sangat berkembang dan berpengaruh otot, urat, tulang dan organ-organ penggerak badan, badan besar, dada lebar, tangan besar, bila kurus bentuk badan persegi panjang, kalau tidak menjadi gemuk sekali

Somatonis :

Orang yang aktif, dinamis, semua geraknya tegas, kelakuannya agresif.

3 Ektomorfosis :

Yang relative sangat berkembang dan berpenbgaruh adalah kulit dan apa yang bersangkutan dengan kulit, termasuk sistem perurat-syarafan, badan kurus, lemah, kecil mungil, tulang-tulang kecil, muka kecil, hidung mancung, rambut

Cerebrotonis : Seorang introvert,52

50

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal 44

selalu mengeluh tentang

ketidakberesan, fungsi badan, alergi, gangguan-gangguan kulit, kelesuan kronis, tidak bisa tidur, peka terhadap suara dan gangguan, menghindari orang

51

Exstrovert merupakan tipe kepribadian dimana seseorang menunjukkan perilaku yang suka berbicara, terbuka terhadap orang lain atau lingkungan sekitarnya, mempunyai banyak teman atau relasi, beraktifitas secara aktif maupun tidak bisa diam.

52

Introvert merupakan tipe kepribadian dimana seseorang menunjukkan perilaku yang pendiam, pasif, memiliki relasi yang sedikit, tertutup terhadap orang lain atau lingkungan sekitarnya.


(42)

halus, relative isi badan sedikit, sedang luas permukaan kulit besar

banyak.

Sumber : Purnianti dan Moh. Kemal Darmawan, Mazhab dan Penggolongan Teori dan Kriminologi, (PT Citra aditya Bakti, Bandung, 1993), Hal 75.

Tipe-tipe tersebut tidak dianggap sebagai kebulatan oleh Sheldon, melainkan mempunyai hubungan yang erat satu sama yang lain, atau kecenderungan satu pola atau lebih untuk lebih berpengaruh dari pada yang lain.53

b) Teori-teori tipe test mental dan kelemahan jiwa.54

Sesudah tipe fisik sebagai ukuran untuk meneliti inferioritas konstitusional, banyak juga digunakan cacat mental sebagai ukuran. Sejarah menunjukkan, bagaimana teori-teori tipe fisik satu persatu mengalami kegagalan, akan tetapi di samping itu satu pemikiran tetap bertahan, yaitu bahwa ada satu unsur tetap yang menggariskan si penjahat, yaitu inteligensia yang rendah.

Dengan “mental test” kemudian dicoba “feeble-mindedness” (kelemahan jiwa), yang antara lain dilakukan oleh Goddard terhadap murid sekolah untuk orang yang lemah ingatannya. Penemuannya adalah, bahwa diantara murid-murid tidak ada yang berusia mental lebih dari 13 tahun. Berdasarkan itu Goddard kemudian menentukan, bahwa usia mental 12 (dengan IQ 75) adalah batas teratas dari kelemahan ingatan. Jadi : IQ 100 = normal, IQ 74 kebawah = lemah ingatan.

53

Purnianti, Moh Kemal, Op.Cit, Hal 75.

54


(43)

Goddard dan para sarjana lain juga mencoba mengetes mental penjahat dan menemukan bahwa inferioritas mental merupakan ciri yang umum yang dimiliki oleh semua kelompok penjahat yang ditest, akan tetapi perbandingan yang dibuat antara kelompok penjahat dengan bukan penjahat berdasarkan tes-tes yang sama, menunjukkan bahwa ternyata hanya ada perbedaan-perbedaan yang relative kecil sekali antara narapidana dengan penduduk di sekitar penjara pada umumnya. Dengan demikian kelemahan ingatan tidak lagi berlaku sebagai dasar untuk menjelaskan sebab kejahatan.

c) Teori-teori kewarisan dan hipotesa cacat-cacat yang diturunkan.

Teori-teori tentang keanehan-keanehan dalam tingkah laku manusia sebagai akibat dari kewarisan karena keturunan, ditimbulkan oleh pengamatan secara akal sehat, bahwa anak cenderung untuk menyamai orang tua dalam rupa, tingkah laku dan tabiat. Dasar ilmiah daripada teori-teori ini adalah : “kelangsungan plasma benih hidup”, yang telah dikemukakan oleh Jaeger dalam tahun 1950.55

Twin studies :

Ada beberapa hasil kajian yang menghubungkan faktor-faktor genetika dengan kriminalitas, antara lain studi tentang orang kembar , (twin studies), adopsi (adoption studies),

dan cromosom (the XXY syndrome).

56

Para ahli telah membandingkan antara identical twinsdengan fraternal twins.

Identical twins dihasilkan dari satu telur yang dibuahi dan membelah menjadi

55

Ibid, Hal 80-81

56


(44)

dua embrio. Kembar seperti ini membagi sama gen-gen mereka. Sementara fraternal twins dihasilkan dari dua telur terpisah, keduanya dibuahi saat bersamaan. Mereka membagi sekitar setengah dari gen-gen mereka.

Karl Cristiansen dan Sarnoff A. Mednick melakukan suatu studi terhadap 3.586 pasangan kembar di suatu kawasan Denmark antara tahun 1881 dan 1910 yang dikaitkan dengan kejahatan serius. Mereka menemukan pada identical twins jika pasangannya melakukan kejahatan maka 50% pasangannya juga melakukan. Sedangkan pada fratenal twins angka tersebut hanya 20%. Temuan ini mendukung hipotesa bahwa beberapa pengaruh genetika meningkatkan resiko kriminalitas.

Adoption Studies

Satu jalan untuk memisahkan pengaruh dari kondisi lingkungan adalah dengan melakukan studi terhadap anak-anak yang sejak lahirnya dipisahkan dari orang tua aslinya dan ditempatkan pada keluarga angkat.Satu studi tentang adopsi ini pernah dilakukan terhadap 14.427 anak yang diadopsi di Denmark antara tahun 1924 dan 1947. Penelitian itu menemukan data :

1) Dari anak-anak yang orang tua angkat dan orang tua aslinya tidak tersangkut kejahatan, 13,5% terbukti melakukan kejahatan

2) Dari anak-anak yang memiliki orang tua angkat kriminal tapi orang tua aslinya tidak, 14,7% terbukti melakukan kejahatan

3) Dari anak-anak yang orang tua angkatnya tidak kriminal tapi memiliki orang tua asli kriminal, 20% terbukti melakukan kejahatan


(45)

4) Dari anak-anak yang orang tua angkat dan orang tua aslinya kriminal, 24,5% terbukti melakukan kejahatan.

Temuan diatas mendukung klaim bahwa kriminalitas dari orang tua asli (orang tua biologis) memiliki pengaruh lebih besar terhadap anak dibanding kriminalitas dari orang tua angkat.

The xxy syndrome

Kromosom merupakan struktur dasar yang mengandung gen yang membuat masing-masing kita berbeda. Setiap manusia memiliki 23 pasang kromosom yang diwariskan. Satu pasang kromosom menentukan gender (jenis kelamin). Seorang perempuan mendapat satu X kromosom dari ayah dan ibunya, seorang laki-laki mendapat satu kromosom dari ibunya dan 1 Y kromosom dari ayahnya.

Kadang-kadang kesalahan dalam memproduksi sperma atau sel telur menghasilkan abnormalitas genetika.Satu tipe abnormalitas tersebut adalah “the XXY chromosome male” atau laki-laki dengan XYY kromosom.Orang tersebut menerima dua Y kromosom (dan bukan satu) dari ayahnya.Kurang lebih satu dari tiap 1000 kelahiran laki-laki dari keseluruhan populasi memiliki komposisi genetika semacam ini.Mereka yang memiliki kromosom XYY cenderung bertubuh tinggi, secara fisik agresif, sering melakukan kekerasan.

d) Teori-teori psikopati

Sudah sejak dulu kala masyarakat dihadapkan kepada masalah


(46)

luar biasa bentuknya.Demikian pula masyarakat harus menaggulangi tingkah laku yang berbahaya dan sering luar biasa bentuknya dari orang-orang yang kacau mentalnya dan emosinya, yaitu disebut sebagai si “gila”.57

Meskipun perkiraannya berbeda-beda, namun berkisar antara 20 hingga 60 persen penghuni lembaga pemasyarakatan mengalami satu tipe mental disorder (kekacauan mental). Keadaan seperti itu digambarkan oleh seorang dokter perancis bernama Philipe Pinel sebagai manie sans delire (madness without confusion), atau oleh dokter inggris bernama James C. Prichard sebagai “moral insanity”, dan oleh Gina Lambrosso- Ferrero sebagai

irresistible atavistic impulses”. Pada dewasa ini penyakit mental tadi disebut

sebagai “psychopathy” atau “antisocial personality”, suatu kepribadian yang ditandai oleh suatu ketidakm ampuan belajar dari pengalaman, kurang kehangatan/keramahan, dan tidak merasa bersalah.

Psikiater Hervey Cleckey memandang psychopathy sebagai penyakit serius meski si penderita tidak kelihatan sakit. Menurutnya para psychopath terlihat mempunyai kesehatan mental yang sangat bagus, tetapi apa yang kita saksikan itu hanyalah suatu “mask of sanity” atau topeng kewarasan. Para psychopath

tidak menghargai kebenaran, tidak tulus, tidak merasa malu, bersalah, atau terhina.Mereka berbohong dan melakukan kecurangan tanpa ada keraguan dan melakukan pelanggaran verbal maupun fisik tanpa perencanaan.58

57

Purnianti, Moh Kemal, Op.Cit, Hal 87-88

58


(47)

2. Teori-teori yang berpusat kepada pengaruh-pengaruh kelompok atau pengaruh-pengaruh kebudayaan (kejahatan sebagai suatu aspek khusus dari konflik-konflik kebudayaan yang lebih umum sifatnya).

Teori-teori ini sama sekali mengabaikan arti dari pada struktur biologis dan psikologis dari pada individu. Dalam pada itu keterangan tentang sebab-musabab kejahatan dicarinya dalam beberapa keadaan-keadaan seperti :59 a) Hubungan antara kondisi-kondisi ekonomi dengan kriminalitas.

Pendapat bahwa kehidupan ekonomi adalah fundamental, dan oleh karena itu merupakan pengaruh yang menentukan kehidupan sosial dan kultural.

Teori-teori determinisme ekonomi menganggap bahwa kehidupan sosial umumnya sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang ada, maka dianggap bahwa masalah-masalah sosial misalnya kejahatan, juga merupakan hasil dari dan dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi yang ada.

Dalam bidang ini sering tidak ada perspektif yang dapt dibuat berdasarkan asumsi teoritis mengenai hubungan-hubungan yang mungkin ada antara kondisi ekonomi dengan kejahatan. Ada dua asumsi yang saling bertentangan satu sama lain, seperti :60

1) Bahwa hubungan-hubungan itu bersifat inverse, yaitu bahwa apabila kondisi-kondisi ekonomi baik, maka jumlah kriminalitas harus rendah, akan tetapi apabila kondisi-kondisi ekonomi buruk, maka jumlah kejahatan harus tinggi.

59

Purnianti, Moh Kemal, Op.Cit, Hal 95

60


(48)

2) Bahwa hubungan-hubungan itu bersifat langsung atau positif, yaitu bahwa kriminalitas merupakan suatu lanjutan dari pada aktivitas ekonomi normal, oleh karenanya kriminalitas bertambah atau berkurang dengan cara yang sama dan pada waktu yang sama dengan kegiatan ekonomi normal. Menurut asumsi kedua ini jumlah kejahatan akan bertambah dan mencapai titik punjaknya dalam periode kemakmuran, dan akan berkurang dalam periode-periode dimana aktivitas ekonomi berkurang.

Kesimpulannya adalah, bahwa hubungan umum antara kondisi ekonomi dengan kejahatan adalah demikian tidak menentunya, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan yang tjelas dan tegas. Oleh karena itu ada suatu kecenderungan untuk menerima kondisi ekonomi hanya sebagai salah satu faktor lingkungan dalam faktor-faktor yang multiple sifatnya, yang ada hubungan-hubungannya dengan kejahatan.

b) Teori Asosiasi Diferensial

Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut Sutherland, perilaku kriminal merupakan perilaku yang dipelajari di dalam lingkungan sosial. Teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu :

1) Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan,

2) Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan,


(49)

3) Konflik budaya (conflict of cultures) merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan. Ketiga hal ini yang menjadi dasar pengembangan teori Sutherland.61

Teori ini semata-mata sosiologis sifatnya, sebab berpusat pada hubungan-hubungan sosial. Untuk lebih jelasnya lagi yang dimaksud dengan asosiasi diferensial adalah orang yang bergaul dengan pencuri kemungkinan besar akan menjadi pencuri juga. 62

c) Teori Anomi

Istilah anomiedipergunakan oleh dua tokoh yaitu Emile Durkheim dan Robert K. Merton.Teori anomi ialah adanya pembagian antara tujuan-tujuan dan sarana-sarana dalam suatu masyarakat yang terstruktur.Misalnya adanya perbedaan kelas-kelas sosial yang menimbulkan adanya perbedaan tujuan dan sarana yang tersedia.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat sarana-sarana yang dipergunakan.Tetapi dalam kenyataan tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan.

Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial.Struktur sosial, yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai suatu tujuan.Misalnya, mereka yang kelas yang

61

Made Darma Weda,Op.Cit, Hal 28-29.

62


(50)

rendah mempunyai kesempatan yang lebih kecil dalam mencapai sebuah tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang mempunyai kelas yang tinggi.63

Adapun selain penggolongan teori kriminologi yang positif ada juga penggolongan teori-teori yang berkiblat pada mazhab kritis. Salah satu teorinya ialah :

Teori Label

Teori label menekankan proses interaksi manusia menghasilkan adanya ciri dan penerimaan peranan. Penekanan terhadap pembentukan peranan mengundang perhatian caraperilaku dibentuk oleh ekspektasi orang lain yang berinteraksi dengannya dan bagaimana persepsi kita tentang diri masing-masing diperkuat oleh label yang diberikan karena contoh perbuatan kita. Setelah peranan didefinisikan, maka sejumlah ciri disimpulkan. Kesimpulan-kesimpulan tersebut mendorong adanya persepsi selektif yang memungkinkan terjadinya kaitan antara berbagai perbuatan menjadi suatu cap yang berarti.64

Para penganut labeling theorymemandang para criminal bukan sebagai orang yang bersifat jahat (evil) yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan bersifat salah tetapi mereka adalah individu-individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian sistem peradilan pidana maupun masyarakat secara luas.Dipandang dari perspektif ini, perbuatan criminal tidak sendirinya signifikan, justru reaksi sosial atasnyalah yang signifikan. Jadi, penyimpangan dan kontrol atasnya terlibat dalam suatu proses definisi social dimana tanggapan dari pihak

63

Made Darma Weda, Op.Cit, Hal 32

64


(51)

lain terhadap tingkah laku seorang individu merupakan pengaruh kunci terhadap tingkah laku berikutnya dan juga pandangan individu pada diri mereka sendiri.65

Pembahasan teori labeling menekankan pada dua hal yaitu :66

1) Menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label;

2) Pengaruh / efek dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukannya

Dari pernyataan Becker tersebut di atas jelaslah bahwa reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku dapat menimbulkan perilaku jahat.

Teori – teori tentang sebab-sebab kejahatan yang telah dikemukakan oleh para ahli yang dapat digolongkan pada aliran-aliran :67

a. Prescientific theories :

Teori yang paling tua, menerangkan, bahwa perbuatan crimeialah :

diabolical procession and instigation”, orang menjadi jahat adalah karena

pengaruh roh jahat. b. Aliran Classic :

Aliran ini berkembang di Inggris kira-kira pertengahan ke-19 dan tersebar sampai Eropa daratan dan Amerika Serikat.Aliran ini beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh kebahagiaan dan kesengsaraan atau penderitaan. Karena itu unsur“ Bahagia” atau “derita” merupakan sebab terjadinya kejahatan.

65

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal 98.

66

Made Darma Weda, Op.Cit, Hal 42

67


(52)

Dasar ajaran ini adalah hedonistic psychology.Menurut psikologi ini, manusia mengatur tingkah lakunya atas dasar pertimbangan suka dan duka. Suka yang diperoleh dari suatu tindakan tertentu dapat dibandingkan dengan duka yang diperoleh dari tindakan yang sama. Sipetindak diperkirakan berkehendak bebas dan menentukan pilihannya berdasarkan perhitungan hedonistis saja.Inilah yang dianggap penjelasan final dan komplit tentang sebab musabab kejahatan.68

c. Aliran Hedomis Modern Jeremy Bentham

Pernah berkata; Perbuatan yang saya lakukan adalah perbuatan yang saya pikir akan memberi kebahagiaan besar kepada saya, demikian perbuatan yang akan saya lakukan adalah perbuatan yang sesungguhnya akan memberi kebahagiaan besar kepada saya.

d. Aliran Cartographic :

Aliran ini disebut juga aliran geographic oleh karena mereka menarik kesimpulan dan memberikan pendapat melalui sistem perkaturan dan pembuatan peta,peta, mencatat kegiatan kejahatan pada wilayah tertentu. Aliran ini mengatakan bahwa struktur kebudayaan manusia adalah unsur yang menentukan tingkah laku termasuk penyebab kejahatan.69

68

Purnianti, Moh Kemal, Op.Cit, Hal 21.

Ajaran ini berkembang di perancis, Inggris dan Jerman pada tahun 1830-1880. Ajaran ini sama dengan apa yang akhir ini disebut ajaran ekologis. Yang dipentingkan dalam ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial.Dianggapnya

69


(53)

kejahatan merupakan suatu ekspresi dari kondisi-kondisi sosial.Penganut ajaran ini diantaranya adalah Quetelet dan Guerry.70

e. Aliran Sosialis :

Aliran ini mendasarkan teori pada ajaran Marx dan Engels dengan memberikan tekanan pada unsur ekonomi (economie determinant).Ajaran ini mulai berkembang sejak tahun 1850 dan sudah tentu sampai sekarang diteruskan oleh mereka yang berpaham komunis.71Ajaran ini memandang kejahatan hanya sebagai hasil, sebagai akibat atau sebagai akibat lainnya saja.Ajaran ini menghubungkan dengan kondisi ekonomi yang dianggap memiliki hubungan sebab akibat.72

Dalam buku-buku kriminologi lainnya juga dapat dijumpai beberapa mazhab-mazhab mengenai faktor–faktor penyebab terjadinya kejahatan antara lain: 73

1. Mazhab Italia atau Mazhab Antropologi

Antara lain tokohnya yang terkenal adalah C. Lambroso yang pada pokoknya mengemukakan bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu. Tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan. Roman muka juga lain dari pada orang biasa, tulang dahi melengkung ke belakang. Intinya penjahat dipandang sebagai suatu jenis manusia sendiri. Lambroso juga mengemukakan hipotesa atavisme, artinya bahwa ia sekonyong-konyong mendapat kembali sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki oleh nenek

70

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal 28.

71

H. Ridwan Hasibuan,Op.Cit, Hal 20.

72

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal 29

73


(54)

moyangnya yang terdekat, tetapi nenek moyangnya yang lebih jauh. Ferri, seorang murid Lambroso, lebih mengembangkan lagi teori ini.Dikatakannya bahwa rumus timbulnya kejahatan adalah hasil dari keadaan fisik, individu dan sosial.Pada suatu waktu unsur individulah yang tetap paling penting.“Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi ini berasal dari bakatnya yang biologis, anti sosial (organis dan psikis)”.

Lambroso juga menggolongkan para penjahat dalam beberapa golongan seperti :74

a. Antropologi Penjahat :Penjahat umumnya dipandang dari segi antropologi merupakan suatu jenis manusia tersendiri (genus home delinguenes), seperti halnya dengan negro. Mereka dilahirkan demikian (il delinguente nato) mereka tidak mempunyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir dapat dikenal dari adanya stigmata-stigmata lahir, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal.

b. Hypothese atavisme : Persoalannya ialah bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu (penjahat sejak lahir). Lambroso dalam memecahkan soal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradapannya sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat memperoleh sifat asusila (moral), maka orang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya ia dengan sekonyong-konyong dapat kembali menerima

74


(55)

sifat-sifat yang sudah tidak dimilikinenek moyangnya yang terdekat tapi dimiliki nenek moyangnya yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali).

c. Hypothese Pathology:Berpendapat bahwa penjahat adalah seseorang

penderita penyakit epilepsi.

d. Type Penjahat:Ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lambrosso terlihat pada penjahat, sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat dipandang dari segi antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi tengkoraknya (pencuri) kurang bila dibandingkan dengan orang lain, dan terdapatkelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam tengkoraknya terdapat keganjilan yang seakan-akan mengingatkan kepada otak-otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukkanadanya kelainan-kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya juga lain dari pada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang.

2. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan

Mazhab ini timbul teruatama sebagai penentang mazhab (ajaran) Lambroso.Pemuka-pemukanya adalah para dokter yang mengemukakan arti penting dari pada milieu sebagai penerbit dari macam-macam penyakit infeksi dan etiologi dari pada penyakit-penyakit infeksi.Para dokter ini terutama telah lebih menonjolkan teori milieu dengan menyangkal kebenaran ajaran tentang kriminalitas sejak lahir.Walaupun mereka adalah dokter dan bukan ahli-ahli sosiologi, namun mereka mempunyai pengertian yang tepat mengenai


(56)

sebab-sebab sosial dari pada kriminalitas. Pemuka-pemukanya adalah Lacassagne (dokter), Manouvrier (anthropolog) dan G. Tarde (yuris dan sosiolog). Menurut Tarde, kriminalitas bukan gejala antropoligis, melainkan karena gejala sosial, seperti juga lain-lain gejala sosial yang dipengaruhi oleh imitasi.75

Menurut mazhab lingkungan ekonomi yang mulai berpengaruh pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 menganggap bahwa keadaan ekonomi yang menyebabkan timbulnya perbuatan jahat. Menurut F. Turati, ia menyatakan tidak hanya kekurangan dan kesengsaraan saja yang dapat menimbulkan kejahatan, tetapi juga didorong oleh nafsu ingin memiliki yang berhubungan erat dengan sistem ekonomi pada waktu sekarang yang mendorong kejahatan ekonomi. Menurut N. Collajani, menunjukkan bahwa timbulnya kejahatan ekonomi dengan gejala patologis sosial yang berasal dari kejahatan politik mempunyai hubungan dengan keadaan kritis. Ia menekankan bahwa antara sistem ekonomi dan faktor-faktor umum dalam kejahatan hak milik mendorong untuk mementingkan diri sendiri yang mendekatkan pada kejahatan.76

3. Mazhab Bio-Sosiologi

Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultan dari keadaan individu, fisik dan sosial.Pada suatu waktu unsur individu yang paling penting, keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tapi ini bakatnya berasal dari bakatnya yang anti sosial (organis dan psikis).Di antara semua penganut dari Lambrosso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa

75

Purnianti, Moh.Kemal Darmawan, Op.Cit, Hal 40-41.

76

W. A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, P.T. Pembangunan Ghalia Indonesia,


(1)

Hal-hal yang meringankan :

1. Terdakwa berterus terang dipersidangan dan mengakui perbuatannya, 2. Terdakwa menyesali perbuatannya

3. Terdakwa belum pernah dihukum

4. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga.

Terlihat Supardiyono mempunyai tanggungan keluarga dan dia sebagai kepala rumah tangga yang jika dituntut lebih berat dan lebih lama masa hukumannya, maka masa depan keluarganya akan menjadi kurang baik karena mungkin anak-anaknya butuh sosok orang tua yang mampu memberikannya dorongan moril serta materil dan faktor terdakwa Supardiyono melakukan tindak pidana penggelapan ini adalah untuk mencari uang yang ia gunakan untuk membayar hutangnya dan sisanya ia gunakan untuk kebutuhannya, serta terdakwa Supardiyono benar-benar mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya.

Pada putusan selanjutnya No 37/Pid.B/2013/PN.M, yang setelah membaca putusan hakim terhadap tindak pidana penggelapan mobil rental dan menggadaikan mobil tersebut yang dilakukan oleh terdakwa yang bernama Gusti Chandra Jika dibandingkan dengan kasus yang pertama, tuntutan ini lebih ringan. Pasal 372 yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan menyebutkan hukuman maksimal bagi pelaku adalah 4 tahun penjara, Namun pada terdakwa Gusti Chandra hukuman yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum hanya 5 (lima) bulan penjara dan dikurangi masa penangkapan dan penahanan. Dalam fakta-fakta hukum yang telah dibaca dalam hal untuk meringankan terdakwasama dengan kasus yang pertama.


(2)

Pada putusan yang ketiga No 143/Pid.B/2012/PN.Bkl yang setelah membaca putusan tindak pidana penggelapan mobil rental yang dilakukan oleh terdakwa yang bernama Zainal Arifin untuk mencari uang yang akan digunakan untuk membayar hutang dan jika dibandingkan dengan dua kasus sebelumnya hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa sedikit lebih berat. Pasal 372 yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan menyebutkan hukuman maksimal bagi pelaku adalah 4 tahun penjara, pada terdakwa Zainal Arifin hukuman yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum 1 (satu) tahun 6 (enam) penjara serta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan dikurangi masa penangkapan dan penahanan. Tentunya Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim menuntut dan memutuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah di dianalisanya. Hal-hal yang memberatkan yang dilihat oleh hakim sebagai dasar pertimbangannya adalah ;

1. Perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain

2. Terdakwa sampai sekarang tidak ada itikad baik untuk membayar biaya sewa.

Jadi disini jelas terlihat bahwa Zainal Arifin dilihat dari hal-hal yang memberatkan tidak mempunyai itikad baik untuk membayar uang sewa selama 5 (bulan) sebesar Rp.30.500.000,- (tiga puluh juta lima ratus ribu rupiah) sehingga hakim memberikan hukuman yang lebih berat.

Pada putusan yang terakhir No.72/pid.B/2013/PN.Pwr yang setelah membaca putusan Majelis Hakim terhadap tindak pidana penggelapan mobil rental yang dilakukan oleh terdakwa bernama Edy Susanto yang bermotifkan


(3)

semata-mata ingin mencari uang untuk bermain judi hukumannya adalah 2 (dua) tahun penjara. Pasal 372 yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan menyebutkan hukuman maksimal bagi pelaku adalah 4 tahun penjara, pada terdakwa Edy Susanto hukuman yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu 3 (tiga) tahun penjara dan dikurangi masa penangkapan dan penahanan sedangkan Majelis Hakim memutuskan hukuman bagi terdakwa adalah 2 (dua) tahun penjara dan dikurangi masa penangkapan dan penahanan.Jika dibandingkan dengan ketiga putusan lainnya, pada putusan ini hakim memberikan hukuman yang jauh lebih berat. Hal-hal yang dilihat hakim dalam memberikan hukuman yang lebih berat, ialah :

1. Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya, yang relatif cukup besar 2. Uang telah habis dipergunakan untuk bermain judi.

Tentunya Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim menuntut dan memutuskan berdasarkan pertimbangan yang telah di sepakati bahwa Edy Susanto juga mempunyai tanggungan keluarga atau dia sebagai kepala rumah tangga yang jika dituntut lebih berat dan lebih lama masa hukumannya maka masa depan keluarganya akan menjadi kurang baik karena mungkin anak-anaknya butuh sosok orang tua yang mampu memberikannya dorongan moril serta materil. dan yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan seperti yang dilakukan oleh terdakwa Edy Susanto karena jika nilai keagamaannya tinggi ia tidak akan bermain judi.Penerapan hukum Pidana yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim sudah tepat dalam si pelaku mempertanggungjawabkan kesalahannya.


(4)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tindak pidana penggelapan disebabkan akibat adanya faktor ekonomi yang memaksa seseorang untuk melakukan kejahatan. Untuk mendapatkan uang terdakwa bermodus merental sebuah mobil yang mana mobil tersebut terdakwa gadaikan untuk mendapatkan sejumlah uang yang digunakan terdakwa untuk membayar hutang dan untuk keperluan sehari-hari terdakwa. Faktor lainnya yang terdapat dalam 4 putusan ini ialah faktor nilai spritualis/ lemahnya nilai agama seseorang menjadi faktor pendorong untuk melakukan tindak kejahatan. Demi mendapatkan uang untuk bermain judi terdakwa mengadaikan mobil yang terdakwa rental.

2. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kejahatan yang diatur dalam pasal 372 KUHP telah dijalankan oleh para hakim yang mengadili perkara penggelapan mobil rental dalam 4 putusan ini. Unsur-unsur penggelapan semua jelas terpenuhi sehingga jaksa penuntut umum menuntut dengan mengenakan pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Disparitas pidana juga muncul dalam 4 putusan hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara penggelapan tersebut. Kita dapat melihat bahwa disparitas pidana muncul akibat adanya pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutuskan perkaranya.


(5)

B. Saran

1. Perusahaan jasa rental harusmemasang GPS( Global Positioning System) disetiap mobil yang akan direntalkan, agar jika mobil berada di tangan pihak lain mobil tersebut dapat dilacak.

2. Perusahaan jasa rental jangan merentalkan mobil lengkap dengan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) nya, agar mobil tersebut tidak mudah untuk disalah gunakan. Tetapi STNK tersebut diganti dengan sebuah surat pengganti STNK yang sudah dikonfirmasikan kepihak kepolisian atau disetujui oleh pihak kepolisian.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bonger, W.A, 1982.Pengantar Tentang Kriminologi, P.T. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta.

Chazawi, Adami, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Chazawi, Adami, 2003. Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang. Dirdjosiswoyo, Soedjono, 1984. Ruang Lingkup Kriminologi, Remaja Karya,

Bandung.

Hasibuan, H. Ridwan, 1994. Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, Universitas Sumatera Utara Press, Medan.

Huda, Chairul, 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media,

Jakarta.

Kansil, C.S.T, Christine S.T. Kansil, 2004. Pokok-pokok Hukum Pidana, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.

Kanter, E.Y, S.R Sianturi, 1996. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Cet IV, Jakarta, Alumni Ahaem-Peteheam.

Lamintang,P.A.F., 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Moch Anwar,H.A.K, 1980. Hukum Pidana Indonesia dan Bagian Khusus, (KUHP Bagian II), Alumni Bandung.

Moh.Kemal Darmawan, Purnianti, 1994. Mashab dan Penggolongan Teori DalamKriminologi, PT Citra aditya Bakti, Bandung.

Moeljatno, 1987.Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. Muladi, 1985.Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni,Bandung.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia

9 164 93

Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan)

3 130 140

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

1 1 8

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 1

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 1 23

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 15

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan) Chapter III V

0 1 51

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 3