7
2.5 Diagnosis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya trauma serta memperkirakan arah dan besarnya kekuatan dari benturan yang terjadi sangatlah
penting. Trauma hidung dibagi berdasarkan: 1waktu, berdasar atas pembentukan kalus, bila trauma baru kalus belum terbentuk, 2hubungan dengan dunia luar,
trauma tertutup dan trauma terbuka. Trauma tertutup ialah cedera hidung tanpa terdapat luka pada jaringan, terkadang hanya terdapat laserasi sedikit serta sedikit
perdarahan dari hidung, 3arah trauma, dari depan atau dari lateral, dan 4lokasi. Deformitas hidung akan menyulitkan penilaian antara trauma lama dan trauma
baru yang akan mempengaruhi penatalaksanaan. Edema dapat menutupi garis deformitas hidung dan krepitasi. Perlu mengetahui riwayat keluhan hidung dan
bentuk hidung sebelumnya. Keluhan utama fraktur hidung adalah rasa nyeri di hidung setelah cedera, hidung tersumbat, keluar darah dari hidung, dan edema
atau hematoma di hidung dan sekitarnya.
1,2,4,7,10
Pemeriksaan fisik tidak hanya memusatkan perhatian pada hidung yang mengalami kecelakaan lalu lintas atau suatu perkelahian. Pukulan substansial
yang mengenai daerah wajah bagian tengah akan mengakibatkan cedera kepala dan trauma tulang belakang, oleh karena itu dokter harus mempunyai
pertimbangan klinis dalam melakukan tindakan dengan tidak mengesampingkan trauma tulang belakang. Penilaian awal harus menjamin bahwa jalan napas pasien
aman dengan ventilasi optimal. Fraktur hidung sering dihubungkan dengan trauma kepala leher yang bisa mempengaruhi jalan nafas.
7
Fraktur hidung ditandai dengan laserasi hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa, jaringan lunak hidung akan tampak ekimosis, dan edema yang
terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma.
7
Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi bimanual pada hidung dapat ditemukan krepitasi, teraba lekukan
tulang hidung dan tulang menjadi iregular. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi dan vasokonstriktor tetes hidung. Spekulum hidung
dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior akan nampak bekuan darah atau deformitas septum tulang
8
hidung. Deformitas hidung akibat trauma baru, seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasi sangatlah khas sedangkan deformitas yang terjadi sebelum trauma
sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru.
7,10
Gambar 4. Tanda fraktur hidung.
6
Pada pasien dengan hematoma septum tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah pada satu atau kedua sisi, merupakan
indikasi absolut untuk insisi drainase segera.
7,8
Gambar 5. Hematoma septum.
5,7
Fraktur tulang etmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur hidung fragmental berat dengan piramid hidung remuk dan melebar telah terdorong ke
belakang dalam labirin etmoid yang menyebabkan telekantus disertai rusaknya ligamen kantus medial, aparatus lakrimalis dan lamina kribriformis sehingga
terjadi rinorea serebrospinalis.
10
Pemeriksaan penunjang radiologi berupa foto polos nasal view, foto Water’s dan bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan CT scan. Tetapi jika
9
tidak dicurigai adanya fraktur tulang hidung dengan komplikasi pemeriksaan penunjang jarang diindikasikan.
10,11
Pada kenyataannya foto polos os nasal view kurang sensitif dan spesifik sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan
keraguan dalam mendiagnosis. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan para ahli klinis sering salah dalam
menginterpretasikan sutura normal sebagai fraktur yang disertai dislokasi.
11,12
Gambar 6. Foto nasal lateral
3
, Foto Water’s, dan CT scan potongan aksial koronal kepala fokus hidung sinus paranasalis.
11
CT scan dapat digunakan untuk menegakan diagnosis fraktur hidung setelah dilakukan pemeriksaan klinis jika dicurigai terjadinya trauma wajah yang
lain.
11,12,13
Ketika pada pemeriksaan klinis ditemukan gejala klinis seperti rinorea
serebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi dapat mengindikasikan adanya fraktur hidung.
3,12
Pemeriksaan radiologi atau radiografi rutin bagaimanapun penting dari sudut pandang medis dan hukum medikolegal tetapi penatalaksanaannya tetap
berdasarkan pemeriksaan fisik.
5
10
2.7 Penatalaksanaan