ANALISIS SISTEM PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI MANGGIS (Studi Kasus di Kabupaten Tanggamus)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS SISTEM PEMASARAN DAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI MANGGIS (Studi Kasus di Kabupaten Tanggamus)

Oleh

Dayang Berliana 1, Dwi Haryono 2, Eka Kasymir 2

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengkaji sistem pemasaran yang terjadi di daerah penelitian dengan menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran, dan fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran 2) mengkaji tingkat efisiensi pemasaran manggis melalui analisis struktur pasar, perilaku pasar, saluran pemasaran, dan keragaan pasar 3) mengkaji strategi pengembangan usahatani manggis di Kabupaten Tanggamus. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan menggunakan metode Non-Probability Sampling dengan Sampling Purposive. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012. Analisis yang dilakukan meliputi sistem pemasaran dan strategi pengembangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Sistem pemasaran manggis di Desa Terdana, Mulang Maya dan Menggala Kabupaten Tanggamus melalui 6 saluran pemasaran dan lembaga pemasaran yang terdapat di lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, eksportir, pedagang pasar lokal dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran yang banyak dilalui oleh petani responden adalah saluran 1. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran antara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi pengangkutan, fungsi scalling dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi 2) struktur pasar yang dihadapi oleh petani manggis terhadap lembaga pemasaran manggis cenderung mendekati pasar bersaing tidak sempurna, yaitu oligopsoni. Apabila dilihat dari kepentingan petani maka pola saluran pemasaran tiga menguntungkan 3) Berdasarkan hasil analisis SWOT maka strategi prioritas pertama Strength – Opportunity (SO) adalah: a. mengembangkan potensi lahan manggis yang masih luas dan Pemerintah Daerah memberikan bantuan bibit kepada petani karena peluang pasar di luar negeri masih terbuka lebar b. manggis ditetapkan sebagai komoditas unggul daerah di Kabupaten Tanggamus

c. perawatan tanaman manggis mudah dan khasiat manggis tidak dimiliki oleh buah lain, sehingga dapat dikembangkan menjadi teknologi baru dengan cara menjalin kemitraan dengan pelaku tataniaga.

1. Magister Ekonomi Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar bagi pembangunan Indonesia. Peran sektor pertanian antara lain sebagai produsen bahan pangan dan serat, sebagai produsen bahan baku, sebagai pasar potensial, sebagai penyerap tenaga kerja, sebagai sumber perolehan devisa, untuk mengurangi kemiskinan, dan pelestarian lingkungan. Salah satu

komoditas pertanian di Indonesia yang memiliki pasar potensial domestik maupun ekspor dan mampu menjadi komoditas sumber perolehan devisa negara adalah komoditas hortikultura, terutama buah-buahan. Produk hortikultura memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi, dibandingkan komoditas pertanian lainnya. Menurut Mentan (2011) pembangunan hortikultura juga meningkatkan nilai dan volume perdagangan

internasional atas produk hortikultura nasional dan ketersediaan sumber pangan masyarakat. Kontribusi sub sektor hortikultura ke depan akan dapat lebih ditingkatkan melalui peningkatan peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Hortikultura, bersinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya.

Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi cukup besar dalam penerimaan devisa negara hingga mencapai 40 persen dari total ekspor buah-buahan di Indonesia dan sebagai buah andalan ekspor adalah


(3)

manggis. Tabel pekembangan volume ekspor manggis tahun 2000 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Perkembangan volume manggis ekspor tahun 2000-2009

Tahun

Ekspor

Volume (Ton) Nilai (US$)

2000 4.241,78 3.581.710

2001 4.253,73 2.240.192

2002 6.512,52 6.956.915

2003 9.304,51 9.306.042

2004 3.045,37 2.185.638

2005 8.471,50 6.385.137

2006 5.697,87 3.664.723

2007 7.714,43 5.775.524

2008 7.704,35 5.767.348

2009 9.987,13 6.451.923

Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2010

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa volume ekspor manggis

berfluktuatif dari tahun 2000 sampai tahun 2009. Volume ekspor manggis terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 3.045,37 sedangkan volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 9.987,13 ton dengan nilai 6.451.923 US dolar.

Berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2008), permintaan buah manggis dari dalam maupun luar negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh volume ekspor manggis Indonesia pada tahun 2007 sebesar 19.326 ton meningkat menjadi 24.753 ton pada tahun 2008 dan terus meningkat hingga sekarang (Prabowo, 2011). Sementara itu produksi manggis juga terus mengalami peningkatan. Tahun 2008


(4)

produksi manggis 78.674 ton meningkat menjadi 105.558 ton tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2010).

Manggis (Gracinia mangostana L) juga disebut juga sebagai komoditas unggulan di Indonesia. Manggis merupakan salah satu buah tropis yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapijuga oleh masyarakat internasional. Analisis terhadap

kecenderungan permintaan konsumen di beberapa negara importir menunjukkan bahwa manggis menjadi komoditas yang sangat diminati oleh konsumen internasional.

Dari sisi negara produsen, buah manggis hingga saat ini masih

dibudidayakan dan diekspor oleh beberapa negara tertentu saja sehingga potensi pasarnya masih terbuka lebar. Indonesia bersama Thailand dan Malaysia adalah negara tropis pensuplai komoditas manggis ke pasar dunia. Manggis yang berasal dari Indonesia telah mampu menembus ekspor luar negeri diantaranya ke Negara Singapura, Taiwan, Jepang, Hongkong, Thailand dan kawasan Timur Tengah. Kontribusi ekspor manggis terhadap total ekspor buah-buahan nasional adalah sebesar 37,4%, sedangkan konstribusi produksi manggis adalah hanya 0,5% dari total produksi nasional. Hal ini mengantarkan manggis menjadi buah-buahan andalan ekspor Indonesia. Selain itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor manggis untuk periode Januari dan Februari

2010 mencapai 8.225 ton melejit 91% dibandingkan volume ekspor


(5)

melejit 120% dari US$ 2.781.712 di Januari-Februari 2010 menjadi US$

6.310.272.

Mengutip berbagai pustaka (Rais et al. 1996 dan Jawal et al. 2003 dalam Irfan, 2010) mengemukakan berbagai julukan manggis di luar negeri, seperti Queen of the Fruit, Nectar of Ambrosia, Golden Apples of Hesperides, dan FinestFruit in the World atau Finest Fruit of the Tropics, semua nama yang indah itu diberikan karena keindahan warna dan kelezatan rasa buahnya.

Buah manggis dikonsumsi dalam bentuk buah segar, makanan kaleng, untuk bahan farmasi, bahan kosmetik dan bahan industri lainnya, serta untuk keperluan acara ritual sesajian bagi pemeluk agama tertentu (Dipertahorti Prov. Sumatera Barat, 2005 dalam Irfan, 2010). Manggis selain enak dimakan sebagai buah segar dapat pula diolah menjadi jus, permen, sari buah dan lain-lain.

Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah produksi manggis di Indonesia. Provinsi Lampung menempati urutan keempat dalam produksi manggis tertinggi di Sumatera pada tahun 2009. Urutan pertama

produksi manggis tertinggi tahun 2009 di Sumatera adalah Propinsi Sumatera Barat yaitu 9.991 ton dilanjutkan oleh Propinsi Sumatera Utara 9.957 ton serta yang ketiga Propinsi Bengkulu 3.982 ton (Badan Pusat Statistik, 2010).


(6)

B. Identifikasi Masalah

Manggis merupakan satu dari beberapa ikon hortikultura di Provinsi Lampung yang saat ini mampu menembus pasar ekspor. Salah satu Kabupaten yang akan dikembangkan menjadi sentra produksi manggis di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Tanggamus. Manggis disebut sebagai produk hortikultura unggulan daerah Tanggamus. Hal ini karena dalam upaya pemasarannya manggis asal Kabupaten Tanggamus telah berhasil menembus pasar ekspor buah ke negara tujuan Singapura dan Taiwan dengan volume ekspor 30 persen dari total produksi. Selain Singapura dan Taiwan, sejak 1994 buah hitam manis ini juga diminati di kawasan Timur Tengah. Beberapa negara Asia lain seperti Jepang, Hongkong, dan Thailand, juga menjadi daerah tujuan pengirimannya.

Pada umumnya tanaman manggis di Tanggamus sudah berumur lebih dari 100 tahun. Peremajaan tanaman baru dilakukan akhir tahun 1990-an. Sebagian besar tanaman manggis merupakan tanaman pekarangan, kebun campuran, dan ditanam pada daerah perbukitan/hutan. Pohon-pohon manggis ini tersebar di areal perkebunan warga di dekat lereng Gunung Tanggamus. Selain manggis, kawasan ini juga kaya buah-buahan lain. Seperti avokad, cempedak, durian, dan duku.

Luas panen dan produksi manggis di Kabupaten Tanggamus terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 produksi manggis di

Kabupaten Tanggamus mencapai 5.516 kuintal meningkat tajam menjadi 22.883 kuintal pada tahun 2009. Perkembangan produksi manggis di


(7)

Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kabupaten Tanggamus memiliki perkembangan produksi yang positif. Laju pertumbuhan produksi Manggis di Tanggamus menempati urutan pertama sePropinsi Lampung selama periode 2005-2009.

Tabel 2. Perkembangan produksi manggis menurut Kabupaten Tahun 2005-2009 Di Provinsi Lampung

Kabupaten/Kota Produksi (Kw)

2005 2006 2007 2008 2009

Lampung Barat 367 187 3.070 107 2.025

Tanggamus 368 1.461 1.867 5.516 22.883

Lampung Selatan 343 511 820 1.906 917

Lampung Timur 518 227 448 373 209

Lampung Tengah 11 25 45 116 145

Lampung Utara 470 459 607 2.081 850

Way Kanan 205 19 107 323 193

Tulang Bawang 552 - - - -

Pesawaran - - - 95 96

Bandar Lampung 179 631 526 672 193

Metro 2 - - 1 -

Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2010

Tanggamus terdiri dari dua puluh Kecamatan. Berikut Tabel 3 disajikan mengenai perkembangan produksi manggis menurut Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus. Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa luas tanam dan produksi manggis tertinggi berada di Kecamatan Kota Agung dan Kota Agung Timur. Namun, produktivitas manggis di dua Kecamatan ini lebih kecil dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. Produktivitas pohon manggis tersebut masih tergolong rendah yaitu, rata-rata 30–70 kg per pohon sedangkan potensi hasil manggis umumnya 450-650 kg per pohon. Selain itu, jumlah produksi manggis di daerah ini yang


(8)

terus mengalami peningkatan ternyata belum menjamin peningkatan pendapatan petani manggis. Hal ini antara lain sangat ditentukan oleh sistem pemasarannya.

Tabel 3. Perkembangan produksi komoditi manggis menurut Kecamatan Tahun 2009 di Kabupaten Tanggamus

No Kecamatan Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi

(Ha) (Ha) (Kw/Ha) (Ton)

1 Kota Agung 395 264 101.53 2680

2 Talang Padang 79 38 101.25 385

3 Wonosobo 184 84 112.56 946

4 Pulau Panggung 235 2 112 22

5 Cukuh Balak 21 11 112.5 124

6 Pugung 26 16 101.25 162

7 Pematang Sawa 26 12 101.25 122

8 Sumberejo 79 38 101.25 385

9 Semaka 16 12 141.55 170

10 Ulu Belu 3 3 101.53 30

11 Kelumbayan 3 2 112.56 23

12 Gisting 37 2 101.25 20

13 Kota Agung Timur 298 200 101.5 2030

14 Kota Agung Barat 269 180 101.5 1827

15 Gunung Alip 8 4 112 45

16 Limau 18 11 101 111

17 Air Naningan - - - -

18 Bulok - - - -

19

Bandar Negeri

Semuong - - - -

20 Kelumbayan Barat - - - -

Jumlah 1.697 879 103.31 9081

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung diolah, 2010

Sistem pemasaran komoditas manggis di Kabupaten Tanggamus belum efisien. Posisi tawar petani manggis masih tergolong rendah. Sebagai contoh, harga komoditas manggis yang diterima pedagang pengumpul


(9)

kualitas ekspor Grade 1 hingga mencapai Rp 10.000-Rp 20.000, Grade 2 Rp 5.000- Rp 10.000 sedangkan Grade 3 Rp 4.000- Rp 5.000 sedangkan petani manggis menerima harga Rp 6000 perkg dalam bentuk rut-rutan. Dalam hal ini terdapat marjin harga yang tinggi antara petani dan

pedagang pengumpul. Menurut Mubyarto (1989), faktor terlemah dalam sistem pembangunan Indonesia adalah sistem pemasaran. Sistem

pemasaran hasil-hasil pertanian di negara berkembang sering dikatakan bersifat monopolistik dan eksploitatif (Krisnashwamy, 1975 dalam Rindayati, 2010 ). Selain itu menurut Kastaman (2007) jaringan pemasaran dan kemitraan di tingkat petani manggis masih lemah. Lemahnya jaringan pemasaran dan kemitraan di tingkat petani dalam agroindustri manggis ini menjadikan petani memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan pedagang pengumpul.

Prabowo (2011) mengungkapkan bahwa harga manggis di tingkat petani pada tahun 2007 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun lainnya tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Hal ini dapat diketahui bahwa harga yang diterima petani termasuk rendah. Rendahnya harga manggis di tingkat petani disebabkan oleh karakteristik buah yang mudah rusak, sehingga memaksa petani untuk tetap menjual hasil produksinya walaupun dengan harga yang rendah.

Masalah lain usahatani manggis di Tanggamus adalah kualitas buah manggis untuk ekspor sangat rendah hanya 10% layak ekspor dari total produksi, hal ini disebabkan getah kuning mencapai 20% dan burik buah


(10)

25%. Dalam rangka mempercepat pengembangan komoditas pertanian khususnya manggis, Pemerintah Kabupaten Tanggamus memberikan bantuan dalam bentuk bibit manggis, karena potensi wilayah

pengembangan manggis masih tersedia 5 ribu hektar. Bantuan Pemerintah Kabupaten tersebut telah dilakukan sejak tahun 2004 pada 5 kecamatan sebagai sentra pengembangan tanaman buah, yang diserahkan pada 27 kelompok tani yang berada di Kecamatan Kota Agung seluas 492 ha, Kecamatan Kota Agung Timur seluas 150 ha, Kecamatan Kota Agung Barat seluas 230 ha, Kecamatan Wonosobo 175 ha dan Kecamatan Pulau Panggung 164 ha (Sinar Tani, 2011).

Selanjutnya tahun 2012, Kementerian Pertanian, khususnya Dirjen Hortikultura telah menyetujui untuk memberikan program dalam bentuk Tugas Pendampingan (TP), yang berupa pemberian bantuan bibit kembali bagi para petani manggis yang ada di Kecamatan Kotaagung Timur dan Kotaagung Barat yang mencapai 172 hektare (Radar Tanggamus, 2011). Oleh karena itu, untuk menunjang keberhasilan upaya pemerintah maka diperlukan analisis strategi pengembangan usahatani manggis di

Kabupaten ini. Selain itu, dalam upaya untuk meningkatkan perdagangan manggis, baik dalam lingkup lokal maupun global, diperlukan efisiensi pemasaran manggis di Kabupaten Tanggamus. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah, yaitu:


(11)

1) Bagaimanakah sistem pemasaran manggis pada lokasi penelitian dengan menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran dan fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran?

2) Bagaimanakah tingkat efisiensi pemasaran manggis melalui analisis struktur pasar, perilaku pasar, saluran pemasaran dan keragaan pasar? 3) Bagaimana strategi pengembangan usahatani manggis di Kabupaten

Tanggamus?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji sistem pemasaran yang terjadi di daerah penelitian dengan

menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran, dan fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran.

2) Mengkaji tingkat efisiensi pemasaran manggis melalui analisis

struktur pasar, perilaku pasar, saluran pemasaran, dan keragaan pasar. 3) Mengkaji strategi pengembangan usahatani manggis di Kabupaten

Tanggamus.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1) Petani, sebagai bahan masukan dalam melaksanakan usahataninya untuk meningkatkan pendapatannya, meningkatkan produksi manggis dan sebagai pertimbangan untuk memilih saluran pemasaran.


(12)

2) Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan terkait dengan pengembangan usahatani manggis. 3) Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi peneliti


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka

1. Manggis sebagai komoditas unggulan nasional

Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah menetapkan beberapa

komoditas pertanian secara nasional yang dijadikan sebagai unggulan nasional dalam menunjang pendapatan negara dari sektor non migas. Penetapan

komoditas pertanian unggulan nasional tersebut didasarkan atas beberapa kriteria yaitu promosi ekspor, substitusi impor, eksistensi kelembagaan

kemitraan usaha, kesesuaian dengan komoditas unggulan spesifik daerah. Dari sekian banyak komoditas yang menjadi unggulan nasional, buah manggis juga merupakan salah satu unggulan nasional (Saptana dkk, 2005 dalam Kastaman, 2007).

Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan AustraliaUtara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat).


(14)

Buah manggis ini dijadikan buah unggulan nasional sehubungan dengan keunikan yang terdapat di dalamnya (bentuk unik, manfaat yang diperoleh daripadanya banyak), selain untuk konsumsi buah segar juga untuk bahan baku industri farmasi, industri makanan dan industri lainnya. Adapun manfaat manggis bagi kesehatan adalah sebagai buah yang mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit antara lain diare, diabetes, migraine, alergi, rematik,

cystitis, gonorrhea, eksem dan berbagai penyakit kulit. Manggis mengandung komponen kimia bersifat anti oksidan yang kuat yakni xanthone yang

memiliki aktivitas anti kanker, anti bakteri dan anti inflammasi. Xanthone

yang merupakan anti oksidan sangat kuat berpotensi untuk memelihara kekebalan tubuh dan mendukung kesehatan mental. Kegunaan lain xanthone

adalah mendukung keseimbangan mikrobiologi dan meningkatkan kelenturan sendi. Kandungan xanthone tidak hanya terdapat pada daging buah tetapi juga pada kulit buah, dimana kulit buah manggis dapat digunakan sebagai bahan obat, pewarna alami, lotion penyegar kulit, salep untuk penyakit eksim atau penyakit kulit lainnya.

2. Konsep pemasaran

Adanya kebutuhan dan keinginan manusia, menimbulkan konsep produk, yaitu sesuatu yang dianggap mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan tertentu. Sifat terpenting dari produk ialah kemampuannya untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Kegiatan pemasaran (marketing) timbul apabila manusia

memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya dengan cara tertentu, yang disebut pertukaran. Pertukaran merupakan salah satu cara


(15)

mendapatkan produk guna memenuhi kebutuhan. Konsep pertukaran menimbulkan konsep pasar. Pasar adalah gelanggang untuk pertukaran potensial. Konsep pasar selanjutnya mengarahkan kepada konsep pemasaran. Pemasaran berarti mengelola pasar untuk menghasilkan pertukaran dan hubungan, dengan tujuan menciptakan nilai dan memuaskan kebutuhan dan keinginan. Alur konsep inti pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Konsep inti pemasaran Sumber : Kotler, 1999

Mursid (2006) mendefinisikan pemasaran yaitu semua kegiatan usaha yang bertalian dengan arus penyerahan barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Foster (1985) bahwa pemasaran merupakan fungsi

manajemen yang mengorganisasi dan menjuruskan semua kegiatan perusahaan yang meliputi penilaian dan pengubahan daya beli konsumen menjadi

permintaan yang efektif akan sesuatu barang dan jasa, serta penyampaian barang atau jasa tersebut kepada konsumen atau pemakai terakhir, sehingga perusahaan dapat mencapai laba atau tujuan lain yang ditetapkannya.

Dikemukakan Kotler (1987) pemasaran merupakan kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Menurut Stanton (1994) secara lebih formal pemasaran adalah suatu system total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan,

Kebutuhan, keinginan, dan permintaan

Produk Nilai,

biaya dan kepuasan

Pertukaran transaksi dan Hubungan

Pasar Pemasaran

dan Pemasar


(16)

menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun potensial.

3. Efisiensi pemasaran

Istilah efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) proses pemasaran. Efisiensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan rasio “keluaran-masukan”, yang umumnya dapat dicapai dengan salah satu dari empat cara berikut :

a. Keluaran tetap konstan sedang masukan mengecil. b. Keluaran meningkat sedang masukan tetap konstan.

c. Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang peningkatan masukan.

d. Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan masukan.

Dua dimensi yang berbeda dari efisiensi pemasaran dapat meningkatkan rasio keluaran-masukan. Yang pertama disebut efisiensi operasional dan mengukur produktivitas pelaksanaan jasa pemasaran di dalam perusahaan. Dimensi kedua yang disebut efisiensi penetapan harga, mengukur bagaimana harga pasar mencerminkan biaya produksi dan pemasaran secara memadai pada seluruh sistem pemasaran. Efisiensi operasional diukur dengan rasio keluaran pemasar terhadap masukan pemasaran. Efisiensi penetapan harga mengasumsikan bahwa hubungan keluaran-masukan dalam bentuk fisis tetap konstan (Downey dan Ericson, 1992).


(17)

Sistem pemasaran dikatakan berhasil apabila pemasaran telah efisien. Menurut Soekartawi (1989), efisiensi pemasaran akan terjadi jika :

1. Biaya pemasaran bisa ditekan sehingga ada keuntungan 2. Pemasaran dapat lebih tinggi

3. Presentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

4. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran.

Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin.

2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta di dalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.

Menurut (Tornek dan Robinson ,1977 dalam Melania, 2007) bahwa efisiensi pemasaran itu dapat dibedakan menjadi efisiensi operasional dan efisiensi alokatif atau efisiensi harga. Efisiensi operasional atau efisiensi teknis penekanannya pada kemampuan meminimumkan biaya-biaya dalam

melakukan fungsi pemasaran, sedangkan dalam efisiensi harga atau efisiensi ekonomis adalah pada kemampuan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen.


(18)

Indikator dalam mencermati efisiensi operasional adalah margin pemasaran, yakni perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima pada tingkat petani. Margin pemasaran ini terdiri dari biaya

pemasaran (marketing cost) dan keuntungan pemasaran (marketing profit). Semakin besar biaya pemasaran dan atau semakin besar keuntungan pemasaran suatu komoditas, maka margin pemasaran semakin besar yang menyebabkan sistem pemasaran menjadi tidak efisien.

Efisien harga ditunjukkan oleh korelasi antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen. Menurut Azzaino (1982) bahwa untuk melihat efisiensi harga digunakan analisis integrasi pasar secara vertikal. Dua pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan/diteruskan ke pasar lainnya. Bila disimak dari efisiensi operasional maupun efisiensi harga, maka suatu sistem pemasaran dikatakan efisien apabila untuk suatu komoditas yang mengalir melalui berbagai lembaga pemasaran dari produsen ke konsumen diperlukan margin pemasaran yang rendah dan tingkat korelasi yang tinggi. Kendati demikian hal ini bukanlah merupakan suatu patokan harga mati yang tidak dapat diganggu gugat, sebab dapat saja terjadi bahwa pada kasus tertentu margin pemasaran tinggi dan korelasi harga juga tinggi. Oleh karena itu margin pemasaran dan korelasi harga sebagai indikator efisiensi pemasaran tidak lagi saling melengkapi sehingga diperlukan indikator lain.


(19)

Menurut (Saefudin,1982 dalam Nur, 2008), pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan melalui teknik S-C-P, yaitu market structure, market conduct, market perfomance, dan konsep input output rasio sebagai berikut: 1) Struktur pasar (market structure) adalah konsep diskriptif mengenai

tingkat persaingan pasar, meliputi penjelasan dari definisi perusahaan dan industri, jumlah perusahaan dalam pasar, distribusinya, deskripsi mengenai produk dan keragamanya, serta syarat-syarat keluar masuk pasar.

2) Perilaku pasar (market conduct) adalah perilaku pedagang atau perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama yang berhubungan dengan keputusan yang diambil seorang manajer dalam menghadapi struktur pasar yang berbeda.

3) Keragaan pasar (market perfomance) adalah suatu keadaan sebagai akibat dari pengaruh struktur pasar dan perilaku pasar yang biasanya diukur dengan variabel harga, biaya, dan volume produksi suatu perusahaan atau usahatani.

4) Konsep input output rasio adalah konsep yang mendefinisikan pemasaran sebagai optimasi input output rasio.

4. Struktur pasar

Menurut Azzaino (1981) struktur pasar yaitu suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan : jumlah perusahaan atau pabrik dalam suatu pasar, distribusi perusahaan atau pabrik dengan berbagai ukuran, deskripsi “product and product differentiation”, syarat-syarat “entry” dan sebagainya.


(20)

(Limbong dan Sitorus, 1987 dalam Widiyanti, 2008) mengemukakan bahwa struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan

keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk dan

diferensiasi produk, syarat-syarat untuk keluar masuk pasar dan sebagainya.

Struktur yang paling ideal adalah pasar persaingan sempurna, karena dianggap Sistem pasar ini adalah struktur pasar yang akan menjamin terwujudnya

kegiatan memproduksi barang atau jasa yang tinggi (optimal) efisiensinya. Menurut Sukirno (2005), pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai struktur pasar atau industri di mana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar. Ciri-ciri pasar persaingan sempurna adalah : perusahaan adalah pengambil harga, setiap perusahaan mudah ke luar atau masuk,

menghasilkan barang serupa, terdapat banyak perusahaan di pasar dan pembeli mempunyai pengetahuan sempurna mengenai pasar.

Struktur pasar yang sangat bertentangan cirri-cirinya dengan persaingan sempurna adalah pasar monopoli. Monopoli adalah suatu bentuk pasar yang dimana hanya terdapat satu perusahaan saja. Dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti yang sangat dekat. Ciri-ciri pasar monopoli adalah : pasar monopoli adalah industri satu perusahaan, tidak mempunyai barang pengganti yang mirip, tidak terdapat kemungkinan untuk masuk ke dalam industri, dapat mempengaruhi penentuan harga, dan promosi iklan kurang diperlukan.


(21)

Struktur pasar lainnya adalah pasar persaingan monopolistik. Pasar persaingan monopolistik didefinisikan sebagai suatu pasar dimana terdapat banyak

produsen yang menghasilkan barang yang berbeda corak (differential product). Adapun cirri-ciri pasar persaingan monopolistik adalah : terdapat banyak penjual, barangnya berbeda corak, perusahaan mempunyai sedikit kekuasaan mempengaruhi harga, kemasukan ke dalam industri relatif mudah, dan persaingan mempromosi penjualan sangat aktif.

Struktur pasar yang terakhir adalah pasar oligopoli. Pasar oligopoli hanya terdiri dari sekelompok kecil perusahaan. Biasanya beberapa perusahaan raksasa yang menguasai sebagian besar pasar oligopoli, sekitar 70 sampai 80 persen dari seluruh produksi atau nilai penjualan dan disamping itu terdapat pula beberapa perusahaan kecil. Ciri-ciri pasar oligopoli adalah mengahsilkan barang standar maupun barang berbeda corak, kekuasaan menentukan harga adakalanya lemah dan adakalanya sangat tangguh, pada umumnya perusahaan oligopoli perlu melakukan promosi secara iklan.

(Purcell, 1979 dalam Nur, 2008) menyatakan bahwa untuk mengukur struktur pasar dapat dilakukan dengan : a) konsentrasi penjual, yaitu apabila 4 : 10 perusahaan menjual 82% dari total produk (konsentrasi produk 82%) berarti dalam industri atau perusahaan 82% aktivitas ekonomi dikendalikan oleh 4 perusahaan tersebut; b) konsentrasi pembeli merupakan kebalikan dari konsentrasi penjual yaitu apabila konsentrasi pembeli 82% berarti 82% dari produk yang ada dikuasai oleh 4 perusahaan tersebut; c) kendala masuk pasar


(22)

dan d) diferensiasi produk. Menurut (Abbot dan Mahekam,1990 dalam Melania, 2007) bahwa ada strategi pokok dalam mengukur struktur pasar yaitu : 1) ukuran relatif dari perusahaan dan 2) hubungan bisnis dari perusahaan, apakah bebas ataukah berada dalam suatu sistem manajemen.

5. Perilaku pasar

Menurut Azzaino (1981) tingkah laku pasar (market conduct) yaitu tingkah laku perusahaan dalam suatu struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang seharusnya diambil seorang manajer dalam struktur pasar yang berbeda. Perilaku pasar dapat dilihat dari integrasi pasar, yang meliputi integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Yang dimaksud dengan integrasi adalah penggabungan kegiatan dalam pemasaran dalam satu sistem

manajemen. Dengan demikian maka integrasi vertikal merupakan

penggabungan proses dan fungsi dua atau lebih lembaga pemasaran pada tahap distribusi ke dalam satu sistem manajemen. Sedangkan integrasi horizontal adalah penggabungan dua atau lebih lembaga pemasaran yang melakukan fungsi yang sama pada tahap distribusi yang sama pula ke dalam satu sistem manajemen.

Makna penting dari integrasi vertikal yakni akan menurunkan biaya pemasaran sehingga menguntungkan konsumen. Sebaliknya integrasi horizontal akan dapat memperkuat posisi produsen atau perusahaan dan menghindarkan persaingan dengan perusahaan sejenis (Hanafiah dan Saefuddin, 1986 dalam Nur, 2008). Alat analisis yang digunakan adalah korelasi harga antara pasar yang satu dengan yang lainnya, sedangkan analisis integrasi pasar secara


(23)

vertikal digunakan untuk melihat secara kasar keadaan pasar pada tingkatan lokal, kecamatan, kabupaten, kota dan provinsi. Selain itu analisis mampu menjelaskan kekuatan tawar menawar antara petani dengan lembaga

pemasaran, atau antara lembaga tingkat bawah dengan lembaga perantara yang di atasnya. Secara teoritis kalau pasar berjalan secara bersaing sempurna, maka:

Pj = (b1 + b2) + Pi dimana :

Pj = Harga pada tingkat pasar ke-i Pi = Harga pada tingkat pasar ke-i+1 b1 = Biaya pemasaran (biaya transportasi) b2 = Keuntungan lembaga pemasaran

Dengan asumsi bahwa b1 dan b2 adalah konstan terhadap satuan komoditas yang dijual maka :

Pj = a + Pi

Oleh karena itu jika pasar berada dalam keadaan bersaing sempurna, maka: Pj = a0 + a1P1

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan jika:

a1 < 1 Terjadi monopoli penjualan dari lembaga pemasaran dari tingkat pasar yang satu dengan tingkat pasar yang di atasnya

a1 = 1 Pasar berjalan dalam keadaan bersaing sempurna

a1 > 1 Terjadi monopsoni pembelian dari lembaga pemasaran yang di atas dengan yang di bawahnya.


(24)

6. Tampilan pasar

Menurut Azzaino (1981) menyatakan bahwa tampilan pasar dapat dilihat dari tingkat harga, margin, keuntungan investasi dan pengembangan produk. Tampilan pasar ini juga dapat diukur dari bagian harga yang diterima oleh petani (farmer’s share). Dahl dan Hammond (1977) dalam Widiyanti (2008) mengemukakan bahwa keragaan pasar merupakan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan variabel harga, biaya, dan volume produksi dari output yang pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu system tataniaga. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator : (1) harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen, dan (2) marjin dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran.

a. Marjin pemasaran

Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan harga yang diterima petani produsen untuk produk yang sama (Rp/Kg). Marjin tataniaga termasuk semua ongkos yang

menggerakkan produk tersebut mulai dari pintu gerbang petani sampai ditangan konsumen akhir. Istilah marjin tataniaga dalam tataniaga komoditi pertanian adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh petani produsen dalam bentuk ongkos yang diterima atau kehilangan kegunaan (utility) sebagai akibat adanya alokasi sumber daya yang tidak efisien dari sistem tataniaga yang berlaku.


(25)

Marjin tataniaga termasuk di dalamnya semua ongkos-ongkos pengumpulan (assembling), pengolahan (processing), transport dan bongkar muat

(transportation and handling), whole selling dan retailing dalam keseluruhan proses tataniaga, yaitu bergeraknya komoditi dari produsen ke konsumen akhir. Jadi dengan kata lain marjin taniaga menyangkut penentuan bagian yang diterima oleh produsen/petani oleh konsumen dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir.

b. Rasio keuntungan dan biaya

Penyebaran marjin pemasaran manggis dapat juga dilihat berdasarkan

persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Dengan demikian, untuk mengetahui apakah kegiatan pemasaran yang dilakukan memberikan keuntungan kepada pelaku pemasaran, maka digunakan analisis keuntungan per biaya.

7. Fungsi-fungsi pemasaran

Aliran produk pertanian dari produsen sampai ke konsumen disertai dengan peningkatan nilai guna komoditi pertanian tersebut. Peningkatan nilai guna ini terwujud apabila terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Menurut Kohls dan Downey (1972) dalam Pakpahan (2006) fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

Fungsi pemasaran ini diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:


(26)

2) Fungsi fisik pemasaran, meliputi : fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan.

3) Fungsi fasilitas pemasaran, meliputi : fungsi standarisasi dan penggolongan produk, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko, serta fungsi penyediaan informasi pasar.

8. Konsep strategi pengembangan

Menurut (Chandler, 1962 dalam Rangkuti, 2003) strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Formulasi strategis atau biasa disebut perencanaan strategis merupakan penyusunan perencanaan jangka panjang. Karena itu, prosesnya lebih banyak menggunakan proses analitis. Salah satu alat formulasi strategi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis perusahaan (Strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.


(27)

3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi agresif

turn-around

Kel

4. Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi

Gambar 2. Analisis SWOT Sumber : Rangkuti, 2003

Pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa terdapat 4 kuadran pada analisis SWOT. Kuadran 1 merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Hal ini berarti usahatani tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran 2 menggambarkan bahwa usahatani menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Berbagai Peluang

Berbagai Ancaman

Kekuatan Internal Kelemahan


(28)

Kuadran 3 menunjukkan bahwa usahatani menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi usahatani ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal usahatani sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadaran 4 merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, usahatani tersebut mengahadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

B.Kajian Penelitian Terdahulu

Kastaman ( 2007) meneliti mengenai Analisis Sistem dan Strategi

Pengembangan Futuristik Pasar Komoditas Manggis Indonesia didapatkan kesimpulan antara lain: pada periode 1999-2003 rata-rata kecenderungan ekspor buah- buahan Indonesia meningkat sampai sekitar 30 persen, pasokan ekspor buah-buahan Indonesia terbesar adalah ke ke Hongkong dan Taiwan , dan dalam kuantitas yang Iebih rendah ke negara-negara UEA, Malaysia, Perancis dan lain lainnya dan dari sisi kondisi pasar, saat ini ekspor manggis dari Indonesia cenderung fluktuatif dan menurun dalam 6 tahun terakhir (1999 – 2005) dengan pangsa pasar rata-rata sekitar 1,1 persen atau sekitar 534,6 juta dollar dari nilai ekspor total 486.000 juta dollar untuk pasar internasional, dimana pangsa pasar terbesar saat ini masih dikuasai oleh Thailand. Dari sisi Impor, total buah-buahan yang diimpor Indonesia rata-rata 3 persen dari total dunia atau sekitar 22,324 juta dollar dari nilai total 774,136 juta dollar.

Kebutuhan buah-buahan impor Indonesia cenderung meningkat menjadi sekitar 20% pada tahun 2003 dan ini ironis bila dibandingkan dengan potensi buah-buahan tropis Indonesia yang besar dan dapat menjadi komodi dunia. Dari sisi


(29)

permintaan pasar, baik pasar Asia (Jepang, RRC, Timur Tengah), Eropa, Rusia, Australia dan Selandia Baru maupun Amerika untuk komoditi manggis masih terbuka lebar, terutama produk olahannya. Namun perlu diperhitungkan pemasok buah manggis dari negara lain yang lebih siap dan lebih maju dari Indonesia seperti : Thailand, Malaysia, Philipina dan beberapa negara tropika di Amerika Latin.

Berdasarkan penelitian Ernawati (2006)mengenaiAnalisis Kelayakan dan Sensitivitas Usaha Tani Komoditas Manggis (Garcinia mangostana L.) (Studi Kasus di Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang) menyatakan bahwa usaha tani manggis selama 28 tahun seluas 1 ha diperoleh total penerimaan sebesar Rp 538.407.000, biaya total yang dikeluarkan, sebesar Rp 63.650.720, keuntungannya sebesar Rp 474.450.440. Dilihat dari hasil analisis evaluasi proyek, usaha tani manggis di kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang layak untuk diusahakan, ditunjukkan hasil perhitungan NPV = Rp 7.169.709, Net B/C =1,619 dan IRR =18,4% yang menunjukkan nilai lebih dari satu satuan yang merupakan kriteria penentuan keputusan. Dari hasil analisa sensitivitas atas biaya diperoleh 51,68% dan atas produksi 10% diperoleh nilai sensitivitas 34,07%, diantara dua variabel tersebut yang paling sensitif yaitu pada perubahan produksi, mengingat usaha tani manggis ini tidak mendapat pemeliharaan yang intensif, sehingga masa yang akan datang perlu adanya pemeliharaan yang intensif untuk meningkatkan produksi yang menyebabkan peningkatan penerimaan secara maksimal.


(30)

Berdasarkan penelitian Ivan (2009) berjudul Kajian Alokasi Bauran Pemasaran Manggis (Garcinia mangostana Linn) Pada PT. Agroindo Usaha Jaya, Jakarta menyatakan bahwa hasil pembobotan dengan AHP maka diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam alokasi bauran pemasaran manggis pada PT. Agroindo Usaha Jaya adalah perusahaan pesaing dengan bobot sebesar 0,429, aktor yang memiliki tingkat kepentingan paling besar dalam kajian alokasi bauran pemasaran manggis PT. Agroindo Usaha Jaya adalah manajer ekspor dengan bobot 0,568, tujuan utama yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan kajian alokasi bauran pemasaran manggis PT. Agroindo Usaha Jaya adalah mempertahankan pelanggan serta alternatif aktivitas dalam kajian alokasi bauran pemasaran dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk melalui pengawasan dan pengontrolan yang ketat merupakan prioritas utama.

Berdasarkan penelitian Rahmawati ( 1999) berjudul Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat menjelaskan bahwa secara umum terdapat delapan pola saluran pemasaran. Dari petani manggis disalurkan ke bandar kampung atau langsung melalui pengepul yang akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer lokal. Untuk pasar luar negeri, manggis disalurkan oleh pengepul melalui eksportir. Petani menjual manggis melalui dua cara yaitu dengan panen tebasan dan panen sendiri. Setiap lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi pemasaran yang berbeda-beda seperti fungsi

pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan bandar kampung cenderung mengarah ke oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pengepul dilihat dari sisi pembeli mengarah ke pasar


(31)

persaingan monopolistik, begitu pula dengan eksportir. Sedangkan di tingkat pedagang grosir dan pengecer pasar yang dihadapi mengarah ke pasar oligopoli.

Sistem penentuan harga manggis antara pelaku pasar yang terjadi adalah secara tawar-menawar dan ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hasil analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa marjin terkecil untuk pasar dalam negeri dimiliki oleh saluran yang pendek yaitu petani langsung menjual manggis ke pengepul yang kemudian dibeli kembali oleh pengecer lokal. Dalam saluran ini farmer share yang diterima oleh petani besar. Marjin pemasaran yang paling besar terdapat pada saluran pemasaran manggis untuk pasar luar negeri.

Bersarkan Penelitian Trisnawati (2010) berjudul Kelayakan Usaha Tani Pola Tumpang Sari Tanaman Kopi Dengan Jeruk Di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli menjelaskan bahwa Terdapat perbedaan antara pendapatan usahatani dengan pemasaran sistem langsung dengan pemasaran sistem ijon. Pendapatan rata-rata usahatani dengan pemasaran sistem langsung sebesar Rp 54.312.124,-/ha, sedangkan rata-rata pendapatan petani dengan pemasaran sistem ijon sebesar Rp 23.599.210,25/ha. Jadi rata-rata pendapatan usahatani dengan pemasaran sistem langsung lebih besar daripada pemasaran sistem ijon. Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh dalam

pengambilan keputusan petani memilih sistem ijon antara lain usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan keikutsertaan petani dalam LKM formal.


(32)

mempengaruhi pengambilan keputusan petani manggis memilih sistem ijon dalam memasarkan hasil usahatani manggis.

Berdasarkan penelitian Prabowo (2011) berjudul Kelayakan Pengembangan Usahatani Manggis Di Pekon Menggala Kecamatan Kota Agung Timur Kabupaten Tanggamus menjelaskan bahwa Usahatani Manggis di Pekon Menggala Kecamatan Kotaagung Timur Kabupaten Tanggamus secara finansial menguntungkan dan layak dikembangkan pada tingkat suku bunga yang berlaku, yaitu 14 %. Usahatani manggis ini merupakan unit usaha yang stabil meski terjadi kenaikan harga pupuk sampai dengan 9,17 %, penurunan harga jual 18,18 % dan penurunan produksi sampai 15 %. Usahatani manggis sangat prospektif untuk dikembangkan dan diperluas di Pekon Menggala Kecamatan Kotaagung Timur Kabupaten Tanggamus ditinjau dari aspek pasar, teknis, organisasi dan manajemen, sosial dan lingkungan, serta aspek finansial.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah mencoba untuk meneliti bagaimana efisiensi pemasaran dan strategi pengembangan manggis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah komoditas yang diteliti, tempat dan waktu penelitian yang berbeda. Pada penelitian ini komoditas yang diteliti adalah komoditas manggis yang ada di wilayah Kabupaten Tanggamus, sedangkan waktu penelitian dilakukan pada April 2012. Adapun kelebihan penelitian ini dengan penelitian manggis sebelumnya ialah penelitian ini lebih komprehensif, karena menganalisis mengenai efisiensi pemasaran dan strategi pengembangan usahatani manggis di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung.


(33)

C.Kerangka Pemikiran

Manggis merupakan salah satu tanaman unggulan Indonesia dan menjadi salah satu tanaman buah-buahan yang telah diekspor ke luar negeri. Provinsi

Lampung merupakan salah satu daerah produksi manggis di Indonesia. Provinsi Lampung menempati urutan keempat dalam memproduksi manggis tertinggi di Sumatera pada tahun 2009. Kabupaten yang merupakan sentra produksi manggis di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Tanggamus. Luas panen dan produksi manggis di Kabupaten ini memiliki laju yang positif. Dua Kecamatan di Tanggamus yang menjadi daerah produksi manggis yang cukup tinggi adalah Kecamatan Kota Agung dan Kota Agung Timur.

Luas tanam dan produksi manggis tertinggi berada di Kecamatan Kota Agung dan Kota Agung Timur. Akan tetapi, dalam berusahatani manggis, petani di Kota Agung dan Kota Agung timur masih menghadapi masalah. Produktivitas manggis di dua Kecamatan ini lebih kecil dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. Produktivitas pohon manggis tersebut dapat dikatakan tergolong rendah yaitu, rata-rata 30–70 kg per pohon. Hal ini karena tanaman manggis yang telah ada di dua Kecamatan tersebut merupakan tanaman hasil

peninggalan nenek moyang yang telah berusia ratusan tahun dan baru di remajakan kembali tahun 1990 lalu.

Masalah lain yang dihadapi petani manggis adalah rendahnya posisi tawar petani manggis dibandingkan posisi tawar pedagang pengumpul dan harga di tingkat konsumen. Harga manggis sebagai komoditas ekspor yang bernilai tinggi belum menjamin peningkatan pendapatan petani manggis. Rendahnya


(34)

harga yang di tingkat petani disebabkan oleh karakteristik buah yang mudah rusak, sehingga memaksa petani untuk tetap menjual hasil produksinya walaupun dengan harga yang rendah. Berbeda halnya dengan Negara penghasil buah eksotik lain yaitu Negara Thailand yang telah mampu mengolah manggis dengan tetap mempertahankan mutu manggis, sehingga harga yang diterima menjadi relatif mahal. Sistem pemasaran komoditas manggis di dua Kecamatan ini belum efisien. Masalah lain adalah kualitas buah manggis untuk ekspor sangat rendah hanya 10% layak ekspor dari total produksi, hal ini disebabkan getah kuning mencapai 20% dan burik buah 25%.

Namun demikian, Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Hortikultura menggelar program dalam rangka mempercepat pengembangan komoditas pertanian khususnya manggis Program tersebut berupa pemberian bantuan dalam bentuk bibit manggis, karena potensi wilayah pengembangan manggis masih tersedia 5 ribu hektar. Oleh karena itu, untuk menunjang keberhasilan upaya pemerintah maka diperlukan analisis strategi pengembangan usahatani manggis di Kabupaten ini. Selain itu, dalam upaya untuk meningkatkan perdagangan manggis, baik dalam lingkup lokal maupun global, diperlukan analisis sistem pemasaran manggis di Kabupaten Tanggamus meliputi analisis saluran pemasaran, analisis struktur pasar dan perilaku pasar, dan analisis marjin pemasaran. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(35)

Gambar 3. Alur pemikiran saluran pemasaran dan strategi pengembangan usahatani manggis di Kabupaten Tanggamus.

Petani manggis

Lembaga-lembaga pemasaran:

1.Pedagang pengumpul I 2.Pedagang pengumpul II 3.Eksportir

4.Pedagang pasar lokal 5.Pedagang pengecer

Fungsi Pemasaran : Fungsi pembelian Fungsi penjualan

Analisis Sistem Pemasaran

Fungsi Fasilitas

F. Standarisasi & grading F. Penanggungan resiko F. Pembiayaan

F. Informasi pasar

Sistem pemasaran Strategi pengembangan usahatani manggis. Konsumen

Komoditas yang memiliki pasar potensial domestik maupun

ekspor. (Manggis) Analisis SWOT (potensi dan permasalahan) Fungsi Fisik F. Penyimpanan F. Pengolahan F. Pengangkutan Analisis saluran pemasaran Analisis struktur Pasar dan perilaku pasar

Analisis marjin pemasaran


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian didefinisikan sebagai berikut:

Luas lahan adalah tempat yang digunakan petani untuk melakukan usahatani, diukur dalam satuan hektar. Biaya lahan ditentukan dengan nilai sewa yang berlaku ditambah pajak diukur dalam satuan rupiah perhektar pertahun.

Hasil produksi adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam kegiatan usahatani. Hasil produksi manggis meliputi buah manggis.

Penerimaan manggis adalah nilai hasil yang diterima petani yang diperoleh dari perkalian antara jumlah hasil produksi manggis yang dihasilkan dengan harga produksi manggis ditingkat petani, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Pendapatan adalah penerimaan usahatani dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali periode produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Pedagang pengumpul antar desa adalah pedagang yang melakukan pembelian dari petani dan menyalurkan buah manggis kepada pedagang pengumpul antar


(37)

kota yang selanjutnya disalurkan kepada eksportir, supermarket, dan pedagang pengecer.

Pedagang pengumpul antar kota adalah pedagang yang menerima buah manggis dari pedagang pengumpul antar desa dan dari petani langsung, untuk kemudian mengirimkannya kepada eksportir, supermarket, dan pedagang pengecer.

Eksportir adalah pedagang yang menerima kiriman buah manggis dari pedagang pengumpul antar kota untuk kemudian dikirim ke konsumen luar negeri.

Pedagang pengecer adalah pedagang yang menerima kiriman buah manggis dari pedagang pengumpul antar kota untuk kemudian dijual langsung kepada konsumen lokal di pasar-pasar tradisional.

Harga jual petani adalah harga rata-rata perkilogram buah manggis yang diterima petani (Rp).

Harga beli pedagang adalah harga rata-rata perkilogram buah manggis ditingkat petani yang dibeli di pasar lokal (Rp).

Margin Pemasaran (marketing margin) adalah perbedaan harga di tingkat, petani manggis, pedagang pengumpul dan pedagang perantara manggis.

Harga di tingkat petani manggis adalah harga jual manggis yang merupakan hasil transaksi antara petani manggis dengan pedagang pengumpul manggis dan dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp.).


(38)

Share harga yang diterima petani (farmer’s share) adalah bagian harga yang diterima petani manggis dari harga yang dibayar pedagang pengumpul. dinyatakan dalam jumlah satuan rupiah per kg (Rp./kg).

Biaya Pemasaran (marketing cost) adalah semua biaya yang dikeluarkan petani manggis dan pedagang pengumpul sampai di tangan konsumen yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

Keuntungan Pemasaran (merketing profit) adalah selisih margin pemasaran dengan biaya pemasaran dinyatakan dalam rupiah (Rp).

Analisis lingkungan eksternal usahatani adalah suatu analisis untuk mencari faktor-faktor strategis dari luar usahatani yang mempengaruhi keberhasilan usahatani baik faktor yang menguntungkan (peluang/opportunities) maupun faktor yang merugikan (ancaman/threats) dalam suatu usahatani.

Analisis lingkungan internal usahatani adalah suatu analisa untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis dari dalam perusahaan yang mempengaruhi keberhasilan misi, tujuan, dan kebijakan perusahaan baik faktor-faktor yang menguntungkan (kekuatan/strength) maupun faktor yang merugikan (kelemahan/weaknesses)

Strategi pengembangan perusahaan adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan keputusan dengan menganalisis faktor-faktor strategi dalam perusahaan baik faktor-faktor dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal).


(39)

B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Terdana, Kecamatan Kota Agung , Desa Mulang Maya dan Desa Menggala di Kecamatan Kota Agung Timur

Kabupaten Tanggamus. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Tanggamus merupakan sentra produksi manggis pertama di Lampung dan hasil usahatani manggisnya telah mampu diekspor ke negara lain seperti Singapura dan Arab Saudi.

Sifat petani manggis sebagai populasi dalam penelitian ini homogen dalam hal: (1) semua petani menggunakan teknik budidaya yang sama, (2) semua petani bermaksud menjual produknya, (3) semua petani mencari keuntungan dalam menjual produknya, dan (4) semua petani menginginkan kemudahan-kemudahan dalam menjual produknya, serta heterogen dalam hal kepemilikan luas lahan.

Jumlah populasi petani manggis sebanyak 146 petani desa Terdana, 221 di desa Mulang Maya, dan 199 petani di desa Menggala. Jadi jumlah populasi petani manggis di kecamatan tersebut adalah 566. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus yang merujuk pada rumus berikut yaitu:

N =

N =

= 84 Keterangan:

N = ukuran sampel N = ukuran populasi


(40)

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 84 petani manggis . Kemudian dari jumlah sampel tersebut dapat ditentukan alokasi proporsi sampel tiap kecamatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

= 146 x 85 566 = 22 Keterangan :

na = Jumlah sampel kecamatan A (Terdana)

nab = Jumlah sampel keseluruhan

Na = Jumlah populasi kecamatan A (Terdana)

Nab = Jumlah populasi keseluruhan

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus alokasi proporsional tersebut diperoleh jumlah sampel di Kecamatan Kota Agung Pusat (Desa Terdana) sebanyak 22 petani, di Kecamatan Kota Agung Timur (Desa Mulang maya 32 petani dan Desa Menggala 30 petani). Pengambilan sampel petani manggis, pada tiga desa dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling).

Untuk lembaga pemasaran diambil lembaga pemasaran yang terlibat langsung dalam pemasaran manggis di dua kecamatan penelitian, menggunakan teknik

snowball. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan berantai, sampel awal ditetapkan dalam kelompok anggota kecil, masing-masing anggota diminta mencari anggota baru dalam jumlah tertentu


(41)

dst. Teknis pelaksanaannya pertama-tama dilakukan wawancara terhadap seorang responden atau petani manggis di Desa Terdana, Desa Mulang Maya dan Desa Menggala, selanjutnya yang bersangkutan diminta untuk

menyebutkan calon responden lainnya (pedagang manggis) sehingga didapat suatu rantai pemasaran.

Responden untuk menyelesaikan metode SWOT diwawancarai dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari:

a. Petani (3). b. Pedagang (1). c. Pemerintah :

(Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar Lampung (1), Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus (1), Dinas

Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota (1). d. Akademisi/peneliti (1).

Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan April 2012.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara dengan petani

(responden) melalui penggunaan kuisioner (daftar pertanyaan). Data sekunder diperoleh dari lembaga terkait/instansi terkait, laporan-laporan, publikasi dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(42)

1. Pemberian kuisioner (daftar pertanyaan) kepada petani manggis dan lembaga pemasaran yang ikut memasarkan manggis.

2. Indepth interview, adalah wawancara mendalam yang dilakukan secara bertahap dan bersifat mendalam.

Target responden Indepth Interview :

a). Petani, Ketua Kelompok tani, dan pedagang manggis.

b). Dinas terkait (Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar Lampung, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten

Tanggamus, Dinas Koperasi dan Perdagangan Kota) 3. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung ke objek penelitian. Informasi atau data berbentuk foto atau gambar. Observasi dilakukan di daerah penelitian yaitu Kota Agung Timur dan Kota Agung Pusat.

4. Pemeriksaan Dokumen Terkait.

D. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab tentang saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran komoditas manggis. Analisis

kuantitatif digunakan untuk menjawab tentang efisiensi pemasaran yang dilihat dari marjin pemasaran, rasio profit margin, sedangkan untuk menyusun strategi pengembangan usahatani manggis digunakan analisis SWOT.


(43)

1. Analisis saluran pemasaran dan lembaga pemasaran

Kotler (1994) mengatakan bahwa saluran terdiri dari seperangkat

lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status pemilikannya dari produksi ke konsumsi. Saluran pemasaran manggis dapat dianalisis dengan mengamati lembaga pemasaran yang digunakan. Lembaga-lembaga pemasaran digunakan sebagai perantara dalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen.

2. Analisis fungsi-fungsi pemasaran

Dalam sistem pemasaran terdapat banyak kegiatan yang berbeda untuk memperlancar proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen. Kegiatan-kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

3. Analisis struktur pasar

Pendekatan yang dipergunakan untuk mengetahui struktur pasar manggis di Kota Agung dan Kota Agung Timur adalah saluran pemasaran, jumlah lembaga pemasaran, mudah tidaknya masuk atau keluar dari pasar serta jenis komoditi yang dipasarkan.


(44)

4. Analisis perilaku pasar

Analisis perilaku pasar manggis dapat dilakukan dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku-pelaku pemasaran, system penentuan dan pembayaran harga, kerjasama yang terjadi antara lembaga pemasaran serta praktek-praktek lainnya.

5. Analisis marjin pemasaran

Nilai marjin pemasaran dapat dijadikan landasan untuk mengetahui apakah suatu sistem pemasaran efisien atau tidak. Perhitungan marjin dan profit marjin pemasaran secara matematis dapat ditulis:

Mji = Psi – Pbi Mji = bti –πi πi = Mji - bti

RPM = Keterangan:

Mji = Marjin pemasaran tingkat ke-i RPM = Rasio Profit Marjin

Psi = Harga jual lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = Harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = Biaya total lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Nilai RPM yang relatif menyebar merata pada berbagai tingkat pemasaran merupakan cerminan dari sistem pemasaran yang efisien, jika selisih RPM lembaga pemasaran sama dengan nol maka pemasaran tersebut efisien. Sebaliknya jika selisih RPM lembaga pemasaran tidak sama dengan nol maka sistem pemasaran tidak efisien.


(45)

6. Analisis strategi pengembangan usahatani Manggis

Analisis strategi pengembangan usahatani manggis dilakukan dengan menggunakan analisis faktor internal dan eksternal (SWOT). Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu : 1) Tahap pengumpulan data

2) Tahap analisis

3) Tahap pengambilan keputusan

Tabel 4. Kerangka Formulasi Strategis

1. TAHAP PENGUMPULAN DATA

Evaluasi Faktor Evaluasi Faktor Matrik Profil Eksternal Internal Kompetitif

2. TAHAP ANALISIS

MATRIK MATRIK MATRIK MATRIK MATRIK SWOT BCG INTERNAL SPACE GRAND

EKSTERNAL STRATEGY 3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Matrik Perencanaan Strategi Kuantitatif

Pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Pada tahap pertama data dapat dikumpulkan dari data eksternal dan data internal, sedangkan dalam menganalisis data tersebut dapat digunakan beberapa model antara lain SWOT, matrik BCG, matrik eksternal dan internal, matrik space dan matrik grand strategi. Akan tetapi dalam penelitian ini model yang dipakai adalah model analisis SWOT/TOWS.


(46)

1). Tahap pengumpulan data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan luar usahatani manggis di Kabupaten Tanggamus. Data internal dapat diperoleh di dalam usahatani manggis itu sendiri. Model yang dipakai pada tahap pengumpulan data yaitu matrik faktor strategi eksternal. Hasil analisis faktor eksternal dan internal ini selanjutnya dibuat sebagai suatu matrik, yaitu matrik faktor strategi eksternal (EFAS = Eksternal FactorAnalysis Strategic) dan matrik faktor strategi internal (IFAS = Internal Factor Analysis Strategic).

a) Matriks Faktor Internal

Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kendala/kelemahan yang dimiliki dalam usahatani manggis.

1) Analisis internal

Analisis internal dilakukan untuk memperoleh faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang harus diatasi. Faktor tersebut dievaluasi dengan langkah sebagai berikut (David, 2002):

a. Menentukan faktor kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness) dengan responden terbatas.


(47)

b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian factor-faktor internal diberikan dalam skala 1 sampai dengan 9. Nilai 9 jika faktor lebih penting dari faktor lain dan seterusnya.

c. Memberikan skala rating 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4).

d. Hasil penilaian faktor kemudian dibuat rata-rata, yang hasilnya dijadikan sebagai nilai patokan (benchmark). Faktor internal terdiri dari faktor kekuatan dengan nilai rata-rata lebih besar (>) nilai benchmark dan faktor kelemahan dengan nilai rata-rata kurang (<) nilai benchmark.

e. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang.

f. Menjumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana usahatani tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skornya dapat digunakan untuk membandingkan usahatani ini dengan usahatani lainnya. semua skor untuk mendapatkan skor total.


(48)

Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kekuatan (strength) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kekuatan (strength).

Kekuatan Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Potensi lahan untuk dikembangkan manggis masih luas

Manggis ditetapkan sebagai komoditas unggul daerah

Manggis sudah memiliki nama varietas yang sudah dikenal

Khasiat manggis tidak dimiliki oleh buah lain Pemerintah daerah memberi bantuan bibit kepada petani

Perawatan tanaman yang mudah

Tabel 5, menunjukkan komponen yang mempengaruhi strategi internal untuk kekuatan (strenghts) meliputi potensi lahan untuk dikembangkan manggis masih luas, manggis ditetapkan sebagai komoditas unggul daerah, manggis Kabupaten

Tanggamus yang telah memiliki nama varietas yang sudah dikenal, khasiat manggis tidak dimiliki oleh buah lain dan Pemerintah daerah memberikan bantuan bibit kepada petani, serta perawatan tanaman yang mudah.


(49)

Tabel 6. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kelemahan (Weakness).

Kelemahan Bobot Rating Total

Skor

Rangking Kemampuan SDM dalam

sistem budi daya masih rendah

Sistem kelembagaan rendah Sistem informasi pasar

rendah

Belum berkembangnya industri pengolahan Tanaman manggis produktivitasnya masih rendah

Investasi biaya yang tinggi

Waktu mengahsilkan buah yang cukup lama

Tabel 6, menunjukkan komponen yang mempengaruhi strategi internal untuk kelemahan (weakness) meliputi Kemampuan SDM dalam sistem budi daya masih rendah, sistem

kelmbagaan yang masih rendah, sistem informasi pasar yang rendah, belum berkembangnya industri pengolahan, dan tanaman manggis yang ada di Kabupaten Tanggamus merupakan tanaman yang telah berumur ratusan tahun sehingga produktivitasnnya rendah, investasi biaya yang tinggi, serta waktu menghasilkan buah yang cukup.


(50)

2) Analisis faktor eksternal

Analisis eksternal untuk mengetahui peluang dan tantangan yang dihadapi usahatani manggis. Analisis eksternal digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor yang menyangkut persoalan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini (Hunger dan Wheelen, 2003). Analisis eksternal ini menggunakan matrik EFAS (External Factor Analysis Strategic) dengan langkah-langkah, sebagai berikut (David, 2002):

a) Membuat faktor utama yang berpengaruh penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden.

b) Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian factor-faktor internal diberikan dalam skala 1 sampai dengan 9. Nilai 9 jika faktor lebih penting dari faktor lain dan seterusnya.

c) Memberikan skala rating 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili


(51)

= 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4).

d) Hasil penilaian faktor kemudian dibuat rata-rata, yang hasilnya dijadikan sebagai nilai patokan (benchmark). Faktor internal terdiri dari faktor kekuatan dengan nilai rata-rata lebih besar (>) nilai benchmark dan faktor kelemahan dengan nilai rata-rata kurang (<) nilai benchmark.

e) Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang. Menjumlahkan skor pembobotan, untuk

memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana usahatani tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skornya dapat digunakan untuk

membandingkan usahatani ini dengan usahatani lainnya. semua skor untuk mendapatkan skor total. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang ( opportunities) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa faktor strategi eksternal untuk peluang adalah Peluang pasar di luar negeri masih terbuka lebar Permintaan manggis jumlahnya besar dalam

perdagangan internasional, Munculnya teknologi baru, dan Menjalin kerjasama kemitraan dengan pelaku tataniaga.


(52)

Tabel 7. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang ( opportunities)

Peluang Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Peluang pasar di luar negeri masih terbuka lebar

Permintaan manggis jumlahnya besar dalam perdagangan internasional Munculnya teknologi baru Menjalin kerjasama kemitraan dengan pelaku tataniaga

Tabel 8. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk ancaman (threats)

Ancaman Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Pesaing dan daerah pesaing sebagai produsen manggis memiliki kualitas produksi yang lebih baik Kemampuan SDM di negara pesaing yang lebih baik

Karakteristik buah manggis yang mudah rusak sehingga harga menjadi tidak stabil Kualitas buah manggis untuk ekspor yang masih rendah

Pada Tabel 8, menunjukkan bahwa komponen yang

mempengaruhi factor strategi eksternal untuk ancaman (threats)

meliputi Pesaing dan daerah pesaing sebagai produsen manggis memiliki kualitas produksi yang lebih baik, Kemampuan SDM


(53)

di negara pesaing yang lebih baik, Karakteristik buah manggis yang mudah rusak sehingga harga menjadi tidak stabil, dan Kualitas buah manggis untuk ekspor yang masih rendah.

2. Tahap analisis

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan usahatani, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah matriks SWOT atau matriks TOWS.

a. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah

matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Menurut David (2002), langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut :

1.Mendaftar peluang eksternal. 2.Mendaftar ancaman eksternal. 3.Mendaftar kekuatan internal.


(54)

4.Mendaftar kelemahan internal.

5. Memadukan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-O.

6. Memadukan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya ke dalam sel W-O.

7. Memadukan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-T.

8. Memadukan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel W-T.

Tabel 9. Matriks SWOT (Strenghts-Weaknesses-Opportunities Threat).

Faktor Internal Faktor Eksternal

STRENGTHS (S) WEAKNESSES(W)

OPPORTUNITIES (O) STRATEGI S-O

Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI W-O Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

THREATS (T) STRATEGI S-T

Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI W-T Meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman


(55)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Daerah Penelitian

Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas)

Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997 yang

diundangkan pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 21 Maret 1997. Sejarah perkembangan wilayah Tanggamus, menurut catatan yang ada diawali pada tahun 1889 pada saat Belanda mulai masuk di Wilayah Kota Agung, yang pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Kontroller yang memerintah di Kota Agung. Pada waktu itu Pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang terdiri dari 5 (lima) Marga yaitu : Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang, Marga Belunguh, Marga Pematang Sawa, dan Marga Ngarip. Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung.

Secara Administratif ketika terbentuk, Kabupaten Tanggamus terdiri dari 11 (sebelas) Wilayah Kecamatan dan 6 (enam) Wilayah Perwakilan Kecamatan. Pada tanggal 19 Juni 2000 disyahkan Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan dan Tata Kerja Pemerintahan Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Tanggamus. Dengan pengesahan Perda tersebut


(56)

banyaknya kecamatan bertambah 6 (enam) kecamatan sehingga menjadi 17 kecamatan. Pada tahun 2005 jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus bertambah menjadi 24 kecamatan dengan disahkannya Perda Nomor 05 Tahun 2005, sedangkan Pekon / desa berjumlah 317 desa dengan 7 Kelurahan. Dan pada tahun 2009 jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus menjadi 28 kecamatan dengan 371 pekon dan 8 Kelurahan. Selanjutnya pada tanggal 29 Oktober 2008 terbentuk kabupaten pringsewu sebagai pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan secara administrasi terbagi menjadi 20 Kecamatan dan 275 pekon dan 3 kelurahan. Nama-nama

Kecamatan di Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nama Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus.

No Nama Kecamatan Ibu Kota

1 Wonosobo Tanjung Kurung

2 Semaka Sukaraja

3 Bandar Negeri Semuong Sanggi

4 Kota Agung Kota Agung

5 Pematang sawa Way Nipah

6 Kota Agung Timur Kagungan

7 Kota Agung Barat Negara Batin

8 Pulau Panggung Tekad

9 Air Naningan Air Naningan

10 Ulu Belu Ngarip

11 Talang Padang Talang Padang

12 Sumberejo Margoyoso

13 Gisting Kuta Dalom

14 Gunung Alip Banjar Negeri

15 Pugung Rantau Tijang

16 Bulok Sukamara

17 Cukuh Balak Putih Doh

18 Kelumbayan Napal

19 Limau Kuripan

20 Kelumbayan Barat Sidoarjo


(57)

B.Keadaan Geografis Daerah Penelitian

Kabupaten Tanggamus mempunyai luas Wilayah 2.855,46 Km² untuk luas daratan di tambah dengan daerah laut seluas 1.799,50 Km² dengan luas

keseluruhan 4.654,98 Km², dengan topografi wilayah bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2.115 meter. Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Tanggamus yaitu sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Lampung Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pringsewu.

Secara geografis Wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104°18’ –105°12’ Bujur Timur dan antara 5° 05’ –5°56’ Lintang Selatan. Kabupaten Tanggamus bagian barat semakin ke utara condong mengikuti lereng Bukit Barisan. Bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk yang besar yaitu Teluk Semangka. Di Teluk Semangka terdapat sebuah pelabuhan yang merupakan pelabuhan antar pulau dan terdapat tempat pendaratan ikan.

Kecamatan Kota Agung terletak dalam wilayah Kabupaten Tanggamus,

Propinsi Lampung yang merupakan dataran rendah dan sebagian berbukit-bukit dengan ketinggian kurang lebih 59,9 meter dari permukaan laut. Dilihat dari letak, Kecamatan Kota Agung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanggamus dengan jarak sebagai berikut:


(58)

a. Jarak dengan Ibukota Kabupaten : 14 Km b. Jarak dengan Ibukota Propinsi : 100 Km

Pekon Terdana merupakan salah satu pekon yang terdapat di Kecamatan Kota Agung. Pekon Terdana ini memiliki luas 510 ha. Adapun batas Pekon Terdana sebelah utara adalah Pekon Penanggungan, sebelah selatan Pekon Negeri Ratu, sebelah barat Pekon Penanggungan, sebelah timur Pekon Kelungu dan pekon Parda Suka. Pekon Terdana memiliki kondisi geografis yang ketinggian tanahnya 12 meter di atas laut, dengan suhu rata-rata 300 C.

Desa Terdana memiliki tiga Dusun yang terdiri dari Dusun Tahala Luah, Tahala Lom dan Dusun Sendaur. Dusun Tahala Luah memiliki luas sawah 27 ha, Tahala Lom 11 ha, dan Sendaur memiliki luas sawah 18 ha. Adapun luas kebun yang dimiliki oleh Dusun Tahala Luah adalah 80,6 ha, Dusun Tahala Lom 43 ha, dan Dusun Sendaur memiliki luas kebun tertinggi yaitu 120 ha.

Kecamatan Kota Agung Timur merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tanggamus, dengan luas wilayah 10.130 Ha. Kecamatan Kota Agung Timur terdiri atas sebelas pekon, diantaranya adalah Pekon Menggala dan Pekon Mulang Maya. Pekon Menggala memiliki luas 920,90 Ha dengan luas 6,67 Km2. Pekon Menggala memiliki topografi berbukit dan dataran rendah dengan ketinggian 90-100 m di atas permukaan air laut. Jumlah curah hujan berkisar antara 2.000-3.000 milimeter per tahun, sedangkan jumlah bulan hujan rata-rata pertahunnya adalah 5 bulan. Suhu udara di Pekon Menggala Kecamatan Kota Agung Timur memiliki suhu 300C. Jenis tanah di Pekon Menggala terdiri atas andosol 70% dan podzolik merah kuning 30 % dengan tekstur lempung


(1)

Pada Program Sosial Ekonomi Pertanian Pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Melania. 2007. Struktur, Prilaku, dan Keragaan Pasar. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pancasetia. Banjarmasin.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Halaman 166.

Mursid, M. 2006. Manajemen Pemasaran. Bumi Aksara. Jakarta.

Nur, Kamarullah M. 2008. Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah. Program Pasca Sarjana. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Nurasa, Tjetjep dan Heri Hidayat. ________. Analisis Usahatani dan Keragaan

Marjin Pemasaran Jeruk Di Kabupaten Karo. Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian. Bogor.

Prabowo, Djoko. 2011. Analisis Kelayakan Pengembangan Usahatani Manggis di Pekon Menggala Kecamatan Kota Agung Timur Kabupaten Tanggamus. Tesis pada Program Pascasarjana Magister Ekonomi Pertanian (Agribisnis)

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rahmawati, Enung Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Agustus 1999.Skripsi Pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. 19 Oktober 2010. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/21820. Rangkuti, Freddy. 2003. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT

Gramedia Pustaka. Jakarta.

Rindayati, W.; Cyrilla, L. Analisis efisiensi pemasaran ternak potong sapi Madura di Kabupaten Pamekasan. 2010. Skripsi. 18 Januari 2012. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/25927.

Rinaldi, Jemmy dan Kariada, I Ketut. 2010. Pendapatan Usahatani Tanaman Tahunan Dengan Sistem TumpangSari Di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Gianyar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Bali.

Risma, Suryaningtyas, Rosihan Asmara, Nuhfil Hanani. Analisis Usaha Tani dan faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani

memasarkan hasil usahatani manggis dengan sistem ijon. .19 Oktober 2010. http://sosek.ub.ac.id/analisis-usahatani-manggis-dan-faktor-faktor-sosial- ekonomi-yang-mempengaruhi-keputusan-petani-memasarkan-hasil-usahatani-manggis-dengan-sistem-ijon/.


(2)

Kasus : Desa Lau Sireme, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi). Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 54-58 hlm.

Stanton, William J dan Lamarto, Y. 1994. Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta. Sutomo, Dedi. 2011. Manggis Tanggamus Tembus Pasar Asia Timur. Mei 2011.

Tribunnews.Com. 18 Januari 2012. http://id.berita.yahoo.com/manggis-tanggamus-tembus-pasar-asia-timur-120022852.html.

Syaifoel, Sonny Putera. 2007. Sistem Distribusi dan Pembentukkan Harga Manggis (Garcinia mangostana) Sebagai Produk Agroforestry di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Skripsi Pada Program Manajemen Hutan IPB. Bogor.

Taryono. Kota Agung Timur dan Barat Jadi Pengembangan Manggis. Desember 2011. Tribun Lampung.Co.id. 18 Januari 2012.

http://lampung.tribunnews.com/2011/12/01/kota-agung-timur-dan-barat-jadi-pengembangan-manggis.

Utami, Ning Wisma. 2008. Strategi Pengembangan Manggis (Garcinia

mangostana L.) di Kabupaten Swahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. Tesis Pada Program Pasca Sarjana Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widiyanti, Sri. 2008. Analisis Efisiensi Pemasaran Talas (Kasus di Desa Taman Sari Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor Jawa Barat). Skripsi Pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(3)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan volume manggis ekspor di Provinsi tahun 2000-2009

... 2

2. Perkembangan produksi manggis (kuintal) menurut Kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2005-2009 ... 6

3. Perkembangan produksi komoditi manggis menurut Kecamatan (kuintal) di Kabupaten Tanggamus tahun 2009 di Kabupaten Tanggamus ... 7

4. Kerangka formulasi strategis... 44

5. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kekuatan (Strength) ... 47

6. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kelemahan (Weakness) ... 48

7. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang (Opportunities) ... 51

8. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk ancaman (Threatss) ... 51

9. Matriks SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities,Threatss) ... 53

10.Nama Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus ... 55

11.Sebaran penggunaan lahan di Pekon Menggala ... 58

12.Distribusi umur petani responden di Desa Terdana, Mulang Maya dan Menggala ... 62

13.Distribusi etnis petani responden di Desa Terdana, Mulang Maya dan Menggala ... 63


(4)

v

14.Distribusi pekerjaan petani responden di Desa Terdana, Mulang Maya dan Menggala ... 63 15.Distribusi tingkat pendidikan petani responden di Desa Terdana,

Mulang Maya dan Menggala ... 64 16.Distribusi pengalaman usahatani petani responden di Desa Terdana,

Mulang Maya dan Menggala ... 65 17.Distribusi jumlah tanggungan petani responden di Desa Terdana,

Mulang Maya dan Menggala ... 66 18.Distribusi luas lahan petani responden di Desa Terdana, Mulang Maya

dan Menggala ... 67 19.Rekomendasi pemupukan tanaman manggis ... 70 20.Fungsi-fungsi pemasaran ... 86 21.Analisis marjin pemasaran manggis pada saluran pemasaran I di

Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ... 103 22.Analisis marjin pemasaran manggis pada saluran pemasaran 2 di

Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ... 107 23.Analisis marjin pemasaran manggis pada saluran pemasaran 3 di

Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ... 109 24.Analisis marjin pemasaran manggis pada saluran pemasaran 4 di

Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ... 111 25.Analisis marjin pemasaran manggis pada saluran pemasaran 5 di

Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ... 113 26.Analisis marjin pemasaran manggis pada saluran pemasaran 6 di

Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ... 114 27.Faktor-faktor kekuatan pengembangan manggis di Kabupaten

Tanggamus, 2012 ... 117 28.Faktor-faktor kelemahan pengembangan manggis di Kabupaten

Tanggamus, 2012 ... 122 29.Faktor-faktor peluang pengembangan manggis di Kabupaten


(5)

vi

30.Faktor ancaman pengembangan manggis di Kabupaten

Tanggamus, Propinsi Lampung, 2012 ... 130

31.Internal Factor Analysis System (IFAS) ... 134

32.Eksternal Factor Analysis System (EFAS) ... 135

33.Penilaian bobot IFAS dan EFAS SWOT ... 136

34.Penilaian bobot IFAS dan EFAS SWOT ... 137

35.Matriks strategi kombinasi internal dan eksternal ... 139

36.Pembobotan rating IFAS dan EFAS ... 139

37.Tingkatan prioritas strategi SWOT ... 139

38.Strategi prioritas pertama strength-opportunities (SO) bobot 3,34 kombinasi kekuatan dan ancaman ... 140

39.Strategi prioritas pertama strength-threats (ST) bobot 3,24 kombinasi kelemahan dan ancaman ... 141

40.Strategi prioritas pertama weaknesses-opportunities (WO) bobot 3,28 kombinasi kelemahan dan ancaman ... 141

41.Strategi prioritas pertama weaknesses-threat (WT) bobot 3,18 kombinasi kelemahan dan ancaman ... 142

42.Prioritas berdasarkan pembobotan interaksi SWOT matrik IFAS dan EFAS ... 145


(6)

ABSTRACT

The Analysis of Marketing System and Development Strategy of Mangosteen Agribusiness

(A case study in Tanggamus regency) By

Dayang Berliana 1, Dwi Haryono 2, Eka Kasymir 2

The objectives of this research are: 1) to study marketing system in the research location by analyzing the marketing system, marketing institution, and function served by the marketing institution; 2) to study efficiency level of mangosteen marketing by analyzing market structure, market behavior, marketing channel, and market feature; and 3) to study mangosteen agribusiness development study in Tanggamus regency. The research location was selected with Non-Probability Sampling and Purposive Sampling techniques. This research used primary and secondary data. This research was conducted in April 2012. Data analysis included marketing system and development strategy.

The research results showed that: 1) mangosteen marketing system in Terdana, Mulang Maya, and Menggala villages in Tanggamus regency through 6 marketing channels and marketing institutions in the research location were collector trader I, collector trader II, exporter, local market trader and retail trader. The most often marketing channel used by respondent farmers was the market channel 1. The marketing function served by marketing institution were functions of exchange, physical, transportation, scaling and grading, risk bearing risk, funding and information 2) market structure dealt with by farmers to the mangosteen marketing system tended to be imperfect competition market; the oligopsony. To

be seen from farmer’s interest, the third marketing channel pattern benefited the

farmers because it had low marketing total margin; 3) based on SWOT analysis, the first priority strategy of Strength-Opportunity (SO) was as follows:

a. developing potential of wide mangosteen field and the regional government granted mangosteen germs to the mangosteen farmer because the overseas opportunities were still widely open; b. mangosteen were determined to be a superior commodity in Tanggamus regency regions and this had been an export-oriented variety; c. mangosteen maintenance was easy and some of mangosteen health benefits were unavailable in other fruits, so that this mangosteen further products could be developed into new technologies by establishing partnership with mangosteen trading system participants.

1. Agricultural Economics Magister in Lampung university 2. Lecturer of Agriculture Faculty in Lampung university