Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

SISTEM USAHATANI DAN PEMASARAN
BAYAM JEPANG (PELENG) DI KABUPATEN KARO
(Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

AINUL HAQ DAULAY

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007

SISTEM USAHATANI DAN PEMASARAN
BAYAM JEPANG (PELENG) DI KABUPATEN KARO
(Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

SKRIPSI


OLEH :
AINUL HAQ DAULAY
030304032
SEP / AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007

SISTEM USAHATANI DAN PEMASARAN
BAYAM JEPANG (PELENG) DI KABUPATEN KARO
(Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

SKRIPSI


OLEH :
AINUL HAQ DAULAY
030304032
SEP / AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

RINGKASAN

AINUL HAQ DAULAY (030304032/ SEP) dengan judul skripsi “SISTEM

USAHA TANI DAN PEMASARAN BAYAM JEPANG (PELENG) DI
KABUPATEN KARO”, Studi Kasus di Desa Rumah Berastagi, Kecamatan
Berastagi, Kabupaten Karo.
Adapun Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MSP
dan Bapak Ir. M. Jufri, MSi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007
di Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Propinsi
Sumatera Utara yang ditentukan secara proporsive. Daerah penelitian ditentukan
secara proporsivew dengan dasar bahwa daerah tersebut merupakan salah satu
daerah ynag menanam Bayam jepang (Peleng) di Kecamatan Berastagi,
Kabupaten Karo.
Dari hasil penelitina diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Sistem usatani Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah Berastagi dominan
menggunakan pola monokontur karena 25 petani sampel (83,3%)
mengusahakan tanaman Bayam jepang (Peleng) sebagai usaha utamanya
dan 5 petani

sampel (16,7%) menggunakan sebahagian lahan

usahataninya untuk menanam tanaman sayuran lain. Hal ini dikarenakan
luas lahan dari petani tersebut sempit dan baru mencoba menanam Bayam

jepang (Peleng).
2. Produktivitas Bayam jepang (Peleng) di Desa Rumah Berastagi adalah
12,44 ton/ha, sementara produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

daerah penelitian yaitu Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul
adalah 7,5 ton/ha. Adapun tingkat produktivitas di desa Rumah Berastagi
lebih tinggi dari luar daerah penelitian disebabkan karena iklim yang
sesuai yaitu ber suhu 18-20 °C dan memiliki tanah yang lebih subur
dibandingkan di Kecamatan Gunung Kidul yang bersuhu 28,7 °C yang
bersuhu udara panas.
3. Input produksi Bayam jepang (Peleng) terdiri dari bibit, luas lahan, tenaga
kerja , pupuk dan pestisida, secara serempak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas. Secara parsial yang berpengaruh nyata hanya tenaga kerja
sedangkan bibit, luas lahan, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh nyata
terhadap produktivitas Bayam jepang (Peleng).
4. Komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi adalah biaya
tenaga kerja yaitu Rp 671.770,83 (49,4%) untuk per petani per Musim

Tanam (MT) dan Rp 2.838.859,33 (49,6%) untuk per Ha per Musim
Tanam (MT) dengan dilihat dari jumlah biaya tenaga kerja lebih besar
dibandingkan biaya yang lain.
5. Usahatani Bayam jepang (Peleng) yang ada di desa Rumah Berastagi
termasuk usahatani yang menguntungkan dilihat dari jumlah pendapatan
bersih rata-rata per Ha per Musim Tanam (MT) adalah Rp 16.525.331,72.
sementara dari perbandingan R/C diperoleh nilai 3,89 Sedangkan dari
tingkat investasi maka di peroleh nilai ROI = 289,25 % yang artinya
efisien untuk dilaksanakan.
6. Usatani Bayam jepang (Peleng) yang diusahakan di desa Rumah Berastagi
telah melewati titik impas (BEP) dengan nilai titik impas pendapatan per
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Ha per Musim Tanam (MT) Rp 306.060,31. artinya dengan pendapatan
Rp 306.060,31, petani telah memperoleh balik modal dari usahatani
Bayam jepang (Peleng) tersebut. Sementara titik impas yang diperoleh
petani untuk produksi adalah 170,03 kg , artinya petani memperoleh balik
modal pada keadaan produksi Bayam jepang (Peleng) berjumlah 170,03

kg . Titik impas untuk harga adalah Rp 459,25 memberikan arti bahwa
petani akan memperoleh balik modal apabila haraga jual Bayam jepang
(Peleng) tersebut adalah Rp. 459,25 per kg.
7. Sistem pemasaran Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah berastagi sudah
efisien karena nilai EP = 10 % dengan ketentuan apabila EP60%) tinggal di pedesaan dan lebih separuh
penduduk

tersebut

menggantungkan

hidupnya

pada

sektor

pertanian

(Daniel, 2002).

Secara umum, tujuan utama pertanian atau usahatani yang diterapkan
sebagian besar petani kita adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pola
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

subsistence). Hal ini berarti belum sepenuhnya bertujuan untuk dijual kepasar
( market oriented ) seperti halnya usahatani di negara-negara yang telah maju
( Daniel , 2002).
Dalam pembicaraan sehari-hari usahatani yang bagus sering dinamakan
sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani produktif berarti
usahatani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya
merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas
tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat
diperoleh dari satu kesatuan input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah
tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal
sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkat
teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas adalah merupakan perkalian
antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah) ( Mubyarto, 1994) .
Pengembangan budidaya sayur-mayur memang terlihat telah dirasakan

urgensinya. Bahkan kalau saja dilihat secara nyata di lapangan maka prospek
pengembangan sangatlah memungkinkan untuk dapat merubah potret petani ke
tingkat yang lebih baik. Maka dari itu pembinaan dan pengembangan sayur-mayur
ini, haruslah didukung oleh pola pembinaan yang terpadu. Baik dibidang
produksi, pemasaran dan sarana/prasarana ( Saastratmadja,1991).
Sistem Pemasaran pertanian merupakan satu kesatuan urutan lembaga–
lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran
produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir dan sebaliknya
memperlancar aliran uang, nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, dari tangan konsumen akhir ke
tangan produsen awal dalam suatu sistem komoditas. Kecepatan arus perpindahan
barang dari produsen ke konsumen akan mempengaruhi kondisi produsen
(Sa’id dan Intan, 2001) .
Harus diakui, sistem informasi pasar yang selama ini dilaksanakan
khususnya untuk komoditi sayur-mayur pada intinya masih sangat minim.
Sehingga para petani produsen dan pedagang sulit mendapatkan informasi pasar

yang cepat dan tepat. Padahal para petani produsen dan pedagang, sangat
membutuhkan informasi tersebut ( Saastratmadja, 1991).
Peleng ( Spinacia oleracea L.) merupakan salah satu jenis sayur-sayuran
yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan oleh petani. Bayam jepang (Peleng)
sering dipakai dalam masakan Eropa dan wilayah Laut Tengah. Daunnya yang
muda dapat dimakan mentah dan dijadikan Salad. Dalam Masakan cina sayur
jenis Spinacia ini sering dimasak dalam palak paneer dengan "paneer" (semacam
keju), atau aloo palak dengan kentang. spinacia yang dipanasi berulang-ulang bisa
berbahaya untuk anak di bawah 6 bulan. Untuk orang yang lebih dewasa, biasanya
tidak ada masalah. Pemanasan berulang-ulang mengoksidasi kandungan besi di
dalam daun sehingga ketersediaannya menurun dan dapat meracuni tubuh
(Wikipedia, 2007).
Walau sering ditafsirkan sebagai "bayam," sebetulnya bayam jenis
Spinacia berbeda dengan jenis Amaranth yang sering dikenal dan juga beda
rasa.Tidak jelas asal-usul kerancuan ini, tetapi penerjemahan tulisan spinach
dalam film kartun "Popeye" menjadi 'bayam' mempopulerkan kerancuan ini.
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009


Penerjemahan itu sendiri dari sudut pandang ilmu gizi tidak terlalu salah karena
keduanya sama-sama kaya akan besi dan spinach bukanlah sayuran populer di
Indonesia. Namun rasa dan cara masak ada bedanya. Diketahui juga
diterjemahkan sebagai bayam Jepang (asal-usulnya tidak jelas) dan spinasi karena
bahasa Belandanya spinazie (Wikipedia,2007).
kandungan gizi dari Bayam jepang (Peleng) dapat dilihat dari tabel berikut
ini:
Tabel 1. Kandungan Gizi Bayam Jepang (Peleng)
Bayam (spinach)
Nilai Nutrisi per 100 g
Energi 1 kcal 1 kJ
Carbohidrat

3.6 g

- Gula 0.4 g
- Serat Diet 2.2 g
Lemak

0.4 g


Protein

2.9 g

Folate (Vit. B9) 194 g

48%

Vitamin C 28 mg

47%

Vitamin E 2 mg

13%

Vitamin K 483 g

460%

Kalsium 99 mg

10%

Zat Besi 2.7 mg

22%

Percentages are relative to US
recommendations for adults.
Source: USDA Nutrient database

Sumber: Bayam (Spinach), 2007

Bayam jepang memiliki banyak julukan, tergantung daerah masingmasing. Ada yang menyebut poleng, ada juga yang menyebut Horinso. Bahasa
dagang dunia populer Horinso (Spinacea oleracea). Tanaman ini, dari Hybrid
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Spinach, dan banyak ditanam pada daerah dataran tinggi. Di Indonesia banyak
ditanam di sentra sayuran seperti Lembang, Ciwidey, Pangalengan, Cipanas
Cianjur, Batu Malang, dan daerah lainnya. Sedikitnya ada empat jenis Bayam
jepang, yang memiliki keunggulan tersendiri. Di antaranya, ada Summer Focus,
Megaton, Alrite, dan Super Alrite. Jenis yang paling banyak ditanam di Lembang,
jenis

Super

Alrite.

Bibitnya

masih

impor

dari

Jepang

atau

Korea.

Ciri yang kentara pada sayuran ini, warna daun hijau terang, bentuk daunnya
panjang kecil, berbeda dengan bayam lokal. Ciri lain, memiliki batang daun kecil
rumpunnya menyusun sebanding dengan tanaman caisin, namun lebih kecil.
Akarnya serabut, tidak berumbi, usia tumbuh hanya sampai 45 hari sudah bisa
dipanen. (Mitra-bisnis, 2006).
Bayam jepang merupakan salah satu sayuran yang memiliki kandungan
gizi yang tinggi. Namun, masyarakat pada saat ini belum begitu mengenal Bayam
jepang (Peleng), hanya sebahagian saja yang biasa menikmati masakan Japanese
dan Chinese yang mengenal dengan baik sayur ini. Dengan kelebihan dari sayur
ini lah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenali sistem
usahatani dan pemasaran Bayam jepang (Peleng) di Kabupaten Karo.

Identifikasi Masalah
1. Bagaimana sistem usahatani Bayam jepang (Peleng) yang ada di daerah
penelitian ?

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

2. Bagaimana produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian
dibandingkan dari produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar daerah
penelitian ?
3. Apa saja input produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas ?
4. Apa komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi usahatani
Bayam jepang (Peleng) ?
5. Apakah usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian sudah
menguntungkan dan efisien ?
6. Apakah usahatani Bayam jepang (Peleng) yang diusahakan telah
melampaui titik impas (Break Even Point)?
7. Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran pada saluran pemasaran Bayam
jepang (peleng) di daerah penelitian ?
8. Bagaimana kecendrungan harga Bayam jepang (Peleng) yang terdapat di
daerah penelitian ?

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sistem usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah
penelitian.
2. Untuk mengetahui produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah
penelitian dibandingkan dari produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar
daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui apa saja input produksi yang berpengaruh terhadap
produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian .
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

4. Untuk mengetahui komponen biaya yang dominan dalam total biaya
produksi usahatani Bayam jepang (Peleng).
5. Untuk mengetahui usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian
sudah tergolong usahatani yang menguntungkan dan efisien.
6. Untuk mengetahui titik impas (Break Even Point) dari usahatani Bayam
jepang (Peleng) di daerah penelitian.
7. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran Bayam jepang (Peleng) di daerah
penelitian.
8. Untuk mengetahui kecendrungan harga Bayam jepang (Peleng) di daerah
penelitian.

Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi petani Bayam jepang (Peleng) dalam
mengembangkan usahataninya.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan dapat digunakan sebagai
pengembangan ilmu.
3. Sebagai bahan referensi dan bahan studi bagi pihak-pihak lainnya yang
membutuhkan.

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN
KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Peleng (Spinacia Oleracea L.) adalah tanaman setahun yang ditanam di
wilayah beriklim sedang, khusus untuk diambil daunnya. Sistem perakaran spinasi
terdiri atas banyak akar serabut lateral dangkal, berkembang dari akar tunggang
gemuk yang memiliki beberapa akar lateral besar. Segera setelah fase kecambah,
tanaman mencapai pola pertumbuhan roset dengan banyak daun berdaging yang
melekat pada batang pendek. Jarak tanam dan kondisi lingkungan berpengaruh
terhadap jumlah dan ukuran daun. Bentuk lembar daun berkisar dari bulat telur
atau mendekati segitiga hingga panjang dan bentuk kepala panah sempit, bentuk
yang terakhir adalah panah yang berbentuk primitif. Sembir daun rata atau
bergelombang dan permukaan daun rata, agak keriput, hingga sangat keriput.
Penampakan melepuh jaringan keriput disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama panjang
dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah berkembang
penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap hingga tegak,
sebagian

dipengaruhi

oleh

jarak

tanam,

kemiringan

dan

kerapatan

(Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).

Adapun klasifikasi tanaman peleng atau bayam jepang adalah sebagai
berikut :
Kingdom

: Plantae

Division

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Caryophyttales

Family

: Amaranthaceae

Genus

: Spinacia

Species

: S. oleracea L.

(Wikipedia, 2007)
Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak
sepenuhnya benar. Karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas
jantan,

betina,

(monociousness)
hermaprodit

atau

sekaligus

dipengaruhi
(berkelamin

jantan
secara

ganda)

betina,
genetic

tingkat
dan

keberumah-satuan

lingkungan.

kadang-kadang

juga

Bunga
terlihat

(Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).
Berdasarkan bijinya, ada dua tipe tanaman, yaitu tanaman dengan biji
berbentuk bundar rata, dan yang bentuk bijinya tidak beraturan dan berduri.
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji
bindar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum
masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri
sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosa dan S. inermis. Di yakini
bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar ( Decoteau, 2000).
Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 °C, pada
suhu 10 °C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas
daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari
kerataannya (Pierce, 1987).
Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah
tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan
agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting.
Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai
tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman
ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH
yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena
transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi
biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman.
Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah
tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga
pengaruh buruk tanaman ( Decoteau, 2000).
Pemupukan dengan Nitrogen umumnya meningkatkan produksi spinasi
yang ditanam selama musim dingin karena rendahnya nitrifikasi pada suhu tanah
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan
kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat,
yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga
biomassa dihasilkan selama sepertiga terakhir priode pertumbuhannya. Untuk
memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan
(Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).
Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 °C, dan
perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 °C) ketimbang
pada suhu tinggi (25 °C). benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam
alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan
kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman
yang diinginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60
tanaman per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan
dilakukan pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga
kerja (Decoteau,2000).
Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya bagi
pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan beberapa
jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit dipisahkan.
Pendangiran berulangkali dan penggunaan herbisida selektif dapat mengatasi
masalah ini (Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).
Panen dilakukan ketika tanaman telah mencapai ukuran yang dapat
dipasarkan, yang bergantung pada periode musiman dan suhu, dapat dilakukan
secepatnya 30 hari dan selambat-lambatnya 80 hari setelah tanam, dan bisa
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

sampai 150 hari pada musim dingin. Sebagian besar tanaman yang sesuai untuk
dipanen adalah yang memiliki 5-8 daun yang telah tumbuh sempurna. Total daun
yang terbentuk mulai dari kecambah hingga panen berjumlah 25 lembar; daun tua
akan mati dan menguning, daun yang lain berada fase tumbuh beragam.
Penundaan panen dapat meningkatkan bobot tanaman namun, kualitas daun dapat
terpengaruh ( Decoteau, 2000).

Landasan Teori
Upaya peningkatan produksi sayur-mayur sangat berkaitan erat dengan
aspek-aspek pemasaran, karena usahatani sayur-mayur pada umumnya adalah
usahatani komersial yang sebagian besar hasil produksinya untuk dijual kepasar.
Produksi dan pemasaran mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat,
produksi yang meningkat tanpa didukung oleh system pemasaran yang dapat
menampung hasil dengan tingkat harga yang layak akan berlangsung lama. Malah
pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usahatani
(Ginting, 2006).
Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya
tidak bergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidaknya kegiatan produksi,
faktor produksi itu harus tetap tersedia. Misalnya mesin-mesin. Jumlah
penggunaan faktor produksi variabel bergantung pada tingkat produksinya. Makin
besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan.
Begitu

juga

sebaliknya,

buruh

harian

lepas

adalah

contohnya

(Rahardja dan Manurung, 2004).
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)
dan variabel yang menjelaskan (X). variabel yang dijelaskan biasanya berupa
output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Hal tersebut disebabkan
karena beberapa hal:
a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
faktor produksi (input) dan Produksi (output) secara langsung dan
hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.
b.

Dengan funsi produksi maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
variabel yang dijelaskan ( dependent variable), Y, dan variabel yang
dijelaskan (independent variable), X, serta mengetahui hubungan antar
variabel penjelas (Soekartawi (c), 2002)
Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga

yang sering dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan
faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X
sama dengan faktor produksi (input) dan sebagainya. Bila fungsi produksi tersebut
digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, maka :
Y=aXb
Atau

Log Y = Log a + b Log X

Atau

Y * = a* + b X*

Maka kondisi produk marginal adalah :
∂y
=b
∂x

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut dengan koefisien regresi
yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, maka nilai
produksi marginal (NPM) faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut :

NPM =

b ⋅ y ⋅ Py
X

Keterangan :
b
= Elastisitas produksi
y
= Produksi
Py
= Harga Produksi
X
= Jumlah faktor produksi
Kondisi koefisien harga menghendaki NPMX sama dengan faktor produksi X atau
dapat ditulis sebagai berikut :

b ⋅ y ⋅ Py
X ⋅ PX

=1

Yang sering terjadi dilapangan adalah kondisi yang sulit dicapai karena berbagai
hal antara lain :

a.

b ⋅ y ⋅ Py
X ⋅ PX

〉 1 , yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X belum

efisien
b.

b ⋅ y ⋅ Py
X ⋅ PX

〈 1 , yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X tidak

efisien
(Soekartawi (d),2003)
Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para
pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam proses produksi baik secara tunai maupun tidak tunai. Dalam analisis
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

ekonomi, biaya diklasifikasikan kedalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan
spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut.
1. Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar
kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi. Misalnya sewa
atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan biaya variabel adalah
biaya yang besar kecilnya bergantung pada produksi, misalnya
pengeluaran- pengeluaran untuk bibit, pupuk dan lain-lain.
2. Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara
biaya total dengan jumlah produk yang di hasilkan. Sedangkan biaya
marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk
mendapatkan tambahan satu satuan produk pada suatu tingkat produksi
tertentu. ( Daniel, 2002)

Total Cost

C

Variabel Cost

Fixed Cost

O

Q

Gambar 1. Grafik Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total

Kurva biaya tetap bentuknya lurus dan mendatar, artinya berapa pun
tingkat output yang dihasilkan ( Q ) besarnya biaya ini tidak berubah. Sedangkan
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

biaya variabel bentuknya lurus dan nauik dari kiri bawah ke kanan atas melewati
titik nol, hal ini menggambarkan bahwa besarnya biaya ini sangat bergantung
secara proporsional dengan tingkat output yang dihasilkan. Demikian juga dengan
total cost yang mengikuti bentuk dari biaya variabel yang ditambahkan dengan
biaya total. Sedangkan biaya variabel bentuknya bisa lurus atau tidak lurus.
(Aziz, 2003)
Dengan memproduksi output pada tingkat dimana perbedaan antara
penerimaan total dengan biaya total mencapai jumlah yang paling maksimum.
Jika keuntungan bersih sama dengan pendapatan kotor dikurangi dengan biaya
total, maka :
= TR - TC
dimana :
= Pendapatan bersih ( Profit)
TR
= Total Penerimaan ( pendapatan kotor) = P X Q
TC
= Total Biaya ( TFC + TVC)
Jadi, profit akan maksimum jika selisih antara TR dan TC adalah yang terbesar.
Dengan Grafik dapat dijelaskan sebagai berikut:
Biaya

B

TC
TR

A

C

0
QE
Q
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
2. ProfitKaro
maksimum
Desa Rumah Berastagi KecamatanGambar
Berastagi Kabupaten
), 2007.
USU Repository © 2009

Berdasarkan gambar diatas, profit maksimum dicapai pada saat

produsen

memproduksi output sebanyak QE. Besarnya profit maksimum tersebut adalah
sebesar jarak dari titik B ke titik C. jadi, profit maksimum terletak pada jarak
terlebar antara kurva TR dan kurva TC (pada TR diatas TC). Untuk mengetahui
jarak terlebar antara TR dan TC harus dibuat garis sejajar dengan kurva TC. Jarak
terlebar antara TR dan TC terletak pada kemiringan kurva yang sama antara kurva
TR dan TC. Sementara itu, titi A menunjukkan titik Break Event Point ( titik
pulang pokok), yang berarti TR = TC atau kondisi dimana perusahaan tidak
untung dan tidak rugi. (Nuraini, 2005)
Panjang pendeknya saluran distribusi tergantung dari jumlah tingkat
perantara yang digunakan. Tiap lembaga (termasuk produsen), yang melakukan
kegiatan jual-beli, merupakan tingkat dalam rantai penyaluran. Dalam gambar 3
disajikan beberapa saluran pemasaran yang panjangnya berbeda.
Dua tingkat
Produsen

Konsumen akhir

Tiga tingkat
Produsen
Empat tingkat
Produsen

Lima tingkat
Produsen

Pedagang eceran

Pedagang besar

pedagang
besar

JOBBER

Konsumen akhir

Pedagang eceran

Pedagang
eceran

Konsumen
akhir

Konsumen
akhir

Gambar 3. Empat Macam Saluran Distribusi dengan Panjang yang Berbeda

(Radiosuno,2001)
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran
(pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen.
Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses bisa lebih dari satu. Bila si
produsen bertindak sebagai penjual produknya maka biaya pemasaran bisa di
eleminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain, tergantung pada
macam komoditas yang dipasarkan, lokasi/daerah produsen serta macam dan
peranan lembaga niaga (Daniel, 2002).
Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran. Kalau efisiensi
pemasaran (Ep) ini diukur dengan rumus biaya pemasaran dibagi dengan nilai
produk yang dipasarkan dikali seratus persen.
Pasar yang tidak efisien terjadi kalau :
a. Biaya pemasaran semakin besar, dan
b. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.
Oleh karena itu, efisiensi pemasaran terjadi apabila:
a. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat
lebih tinggi.
b. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen
tidak terlalu tinggi.
c. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan
d. Adanya kompetisi pasar yang sehat
( Soekartawi (b), 2002)
Karena barang pertanian umumnya dicirikan oleh sifat:
a. Diproduksi musiman
b. Selalu segar
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

c. Mudah rusak
d. Jumlahnya banyak namun nilainya relative sedikit ( bulky).
e. Lokal dan spesifik (tidak apat diproduksi di semua tempat).
Maka ciri ini akan mempengaruhi mekanisme pasar. Oleh karena itu, seringkali
terjadi harga produksi pertanian yang dipasarkan menjadi naik turun (berfluktuasi)
secara tajam, dan kalau saja harga produksi pertanian berfluktuasi, maka yang
sering dirugikan adalah pihak petani dan produse. Karena kejadian yang semacam
ini maka petani atau produsen memerlukan kekuatan sendiri atau berkelompok
dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran ini (Soekartawi (d), 2003)

Kerangka Pemikiran
Usahatani yang dilakukan petani Bayam jepang (Peleng) adalah usahatani
yang menjadikan tanaman Bayam jepang (Peleng) sebagai tanaman utama pada
sebidang lahan. Seorang petani harus mengelola usahataninya seproduktif
mungkin agar mendapatkan keuntungan dan memaksimalkan pendapatan.
Kegiatan produksi membutuhkan Faktor - faktor produksi yang terdiri dari
bibit, luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida. Produksi yang dilkukan
mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani Bayam jepang (Peleng).
Input produksi membutuhkan biaya yang akan digunakan dalam kegiatan
operasional usahatani tersebut. Besarnya biaya produksi tergantung kepada faktor
produksi yang dibutuhkan petani. Setelah produksi dilakukan petani dapat
mengetahui jumlah penerimaan yang petani dapatkan.

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Pendapatan bersih yang diperoleh petani dipengaruhi oleh biaya produksi
dan jumlah penerimaan petani. Sedangkan pendapatan bersih pedagang
dipengaruhi oleh biaya pemasaran.
Efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh harga jual dan biaya pemasaran yang
dilakukan pedagang. Harga jual petani dan pedagang dipengaruhi perkembangan
harga selama waktu tertentu.

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran

Sistem Usahatani Peleng
Input produksi
- Bibit
- Tenaga Kerja
- Pupuk
- Pestisida
- Luas lahan
Produksi

Produktivitas
Harga
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Penerimaan

Biaya Produksi

Kecendrungan
harga

Biaya
pemasaran

Pendapatan bersih

Efisiensi
Pemasaran

Keterangan :
Menyatakan Hubungan
Menyatakan Pengaruh

Hipotesis Penelitian

1. Produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian lebih tinggi
dibandingkan produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar daerah
penelitian.
2. Input produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas Bayam
jepang (Peleng) adalah bibit, luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan pestisida.
3. Komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi adalah biaya
tenaga kerja.
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

4. Usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian adalah usahatani
yang menguntungkan dan efisien.
5. Usahatani Bayam jepang (Peleng) yang diusahakan di daerah penelitian
telah melampaui titik impas (Break Even Point).
6. Sistem pemasaran komoditi Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian
sudah efisien.
7. Harga Bayam jepang (Peleng) cenderung meningkat.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu desa Rumah Berastagi
Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Adapun pertimbangan penentuan daerah
penelitian tersebut karena desa tersebut adalah salah satu desa yang
mengusahakan usahatani Bayam jepang (Peleng) di Kabupaten Karo.
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani bayam jepang (peleng) di desa
Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Jumlah populasi
sebanyak 520 KK dan jumlah sample yang ditetapkan sebanyak 30 KK dengan
menggunakan metode Stratified Proporsional Sampling. Dimana luas lahan yang
dimiliki petani Bayam jepang (Peleng) bervariasi dengan range 0,02 ha – 1 ha.
Dengan formulasi pengambilan sampel sebagai berikut :
ni = Ni . n
N
Dimana :
ni

= jumlah sample strata ke-i

n

= Jumlah Petani Sampel

N

= Populasi sasaran

Ni

= Populasi sasaran pada strata ke-i

Tabel 2. Distribusi Populasi dan Sampel di Desa Rumah Brastagi Tahun 2007

NO.

STRATA

LUAS LAHAN (Ha)
0.06 – 0.31

POPULASI
(KK)
381

SAMPEL
(KK)
22

1.

I

2.

II

0.32 – 0.63

86

5

3.

III

0.64 – 1

53

3

520

30

JUMLAH
Sumber : Kantor Kepala Desa

Metode Pengumpulan Data
Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari wawancara langsung dengan para petani dengan menggunakan
kuisoner. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh
dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data
Untuk Identifikasi Masalah 1 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan
menjelaskan sistem usahatani Bayam jepang (Peleng) yang ada di daerah
penelitian.
Untuk hipotesis 2 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menjelaskan
produktifitas usahatani Bayam jepang (Peleng) yang terdapat di daerah penelitian.
Produktivitas = jumlah produksi per satuan luas lahan.
Untuk hipotesis 3 digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan rumus :
= aX1b1 X2b2 X3b3 X4 b4X5b5εi
Fungsi produksi tersebut diubah menjadi bentuk fungsi linier berganda dengan
cara mentransformasikan persamaan kedalam logaritma natural (ln). bentuk pers
produksi menjadi:
Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 Ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + u
Dimana :

a
X1
X2
X3
X4
X5

= Produktivitas
= Koefisien intersept
= Bibit (kaleng)
= Luas lahan (ha)
= Tenaga Kerja ( HKP)
= Pupuk (kg)
= pestisida (liter)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus
Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.
USU Repository © 2009

(Soekartawi (a), 1986)
Untuk menguji apakah variabel yakni input produksi (Xi) Bersama-sama
(serempak) berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y) digunakan uji-F.

Fhitung =

R2

R 2 / (k − 1)
(1 − R 2 ) / (n − k )

=

b1 Yi X 1i + b2 Yi X 2i + b3Yi X 3i + b4Yi X 4i + b5Yi X