ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ONION FARMING AND MARKETING IN TANGGAMUS REGENCY

By

Reza Kesuma1, Wan Abbas Zakaria2, Suriaty Situmorang2

This study aims to analyze: (1) onion farm cost, acceptance, and income (2) efficiency of onion marketing system. Research was conducted in Tanggamus Regency which chosen purposively and total of samples was 35 farmers and 16 traders in marketing system. Sampling methods of farmers was used by census method, whereas the sampling method of marketing system was used by snowball method. Data collection was conducted in October 2014 until February 2015. Analysis methods used in this research are the analysis of quantitative (statistical) and qualitative (descriptive). The research results showed that (1) onion farm in Tanggamus Regency economically advantageous, base on the value of total cost R/C ratio > 1, on the first crop season of 1,73, and the second crop season of 1,64. (2) the marketing system of the onion in Tanggamus was not efficient due to the margin profit ratio in each marketing organization have not spread evenly. The value of the producer section was quite large, with appromiximately 61,5%-76,9%, but the value difference in each marketing organization was too large.

Key words: onion farming, marketing

1

Student of Department of Agribusiness, College of Agriculture, University of Lampung 2


(2)

ABSTRAK

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Reza Kesuma1, Wan Abbas Zakaria2, Suriaty Situmorang2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah. (2) Menganalisis efisiensi sistem pemasaran bawang merah. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanggamus yang ditentukan secara sengaja dan jumlah sampel sebanyak 35 orang petani dan 16 orang pedagang perantara dalam lembaga pemasaran. Metode pengambilan sampel petani dilakukan dengan menggunakan metode sensus, sedangkan metode pengambilan sampel lembaga pemasaran dilakukan menggunakan metode snowball. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 hingga Februari 2015. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis kuantitatif (statistik) dan kualitatif (deskriptif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Usahatani bawang merah di Kabupaten Tanggamus menguntungkan secara ekonomi, yang dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya total > 1, yaitu pada musim tanam pertama (MT I) sebesar 1,73, dan pada musim tanam kedua (MT II) sebesar 1,64. (2) Sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus belum efisien, karena rasio profit marjin (RPM) di tiap lembaga pemasaran belum tersebar merata. Nilai pangsa produsen (PS) sudah cukup besar, yaitu sekitar 61,5%-76,9%, tetapi selisih harga di tiap lembaga pemasaran masih terlalu besar.

Kata kunci: usahatani bawang merah, pemasaran

1

Mahasiswa Jurusan Agribisni, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2


(3)

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN

BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

REZA KESUMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016


(4)

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh REZA KESUMA

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

Gambar Halaman 1. Harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar,

danpengecer di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 …... 10 2. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian“Analisis Usahatani

dan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus, 2014”... 36 3. Pola tanam bawang merah di Kabupaten Tanggamus ………. 68 4. Saluran pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus…... 83


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kegunaan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 13

A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Tinjauan Agronomis Bawang Merah ... 13

2. Budidaya Bawang Merah ... 15

3. Konsep Usahatani ... 25

4. Teori Pendapatan Usahatani ... 26

5. Konsep Pemasaran ... 27

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 32

C. Kerangka Pemikiran ... 33

III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 37

B Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian ... 41

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 42

D. Metode Analisis Data ... 42

1. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah ... 43

2. Analisis Efesiensi Sistem Pemasaran Bawang Merah ... 44

a. Struktur pasar ... 44

b. Perilaku pasar ... 44


(7)

(4) Marjin pemasaran dan rasio profit marjin ... 46

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 49

A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus ... 49

1. Keadaan Geografi ... 49

2. Keadaan Topografi ... 50

B. Keadaan Umum Kecamatan Gisting ... 51

C. Keadaan Umum Kecamatan Gunung Alip ... 53

D. Keadaan Umum Kecamatan Kota Agung Timur ... 56

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Keadaan Umum Petani Responden ... 59

1. Umur Petani Responden ... 59

2. Tingkat Pendidikan Petani ... 60

3. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 61

4. Pekerjaan Sampingan Petani ... 62

5. Pengalaman Berusahatani ... 63

6. Luas Lahan Usahatani ... 64

7. Status Kepemilikan Lahan ... 65

B. Keragaan Usahatani Bawang Merah ... 67

1. Pola Tanam Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus ... 67

2. Kegiatan Budidaya Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus ... 68

3. Penggunaan Sarana Produksi ... 70

C. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah ... 77

D. Analisis Pemasaran Bawang Merah ... 80

1. Struktur Pasar ... 80

2. Perilaku Pasar ... 81

3. Keragaan pasar ... 82

a. Saluran pemasaran ... 82

b. Harga, biaya dan volume penjualan ... 85

c. Pangsa produsen ... 86

d. Marjin pemasaran dan rasio profit marjin ... 87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93


(8)

LAMPIRAN... 97 Tabel 34–56 ... 98


(9)

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Proyeksi Kebutuhan dan Konsumsi Bawang Merah Nasional

tahun 2012- 2015 ... 2 2. Produksi bawang merah menurut Provinsi tahun 2009-2013 ... 4 3. Produksi dan luas lahan bawang merah menurut Kabupaten/ Kota

di Provinsi Lampung (ton) tahun 2012 ... 5 4. Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah per

Kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 ... 7 5. Perkembangan harga bawang merah di tingkat petani, pedagang

besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus, bulan juli-desember

tahun 2013 ... 8 6. Sebaran penduduk menurut pekon berdasarkan jenis kelamin di

Kecamatan Gisting tahun 2012 ... 52 7. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Gisting tahun 2012 ... 53 8. Sebaran penduduk menurut pekon berdasarkan jenis kelamin di

Kecamatan Gunung Alip tahun 2012 ... 54 9. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Gunung Alip

tahun 2012 ... 55 10. Sebaran penduduk menurut pekon berdasarkan jenis kelamin di

Kecamatan Kota Agung Timur tahun 2012 ... 57 11. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Kota Agung Timur

tahun 2012 ... 58 12. Sebaran petani bawang merah berdasarkan kelompok umur

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 59 13. Sebaran petani bawang merah berdasarkan tingkat pendidikan


(11)

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 62 15. Sebaran petani berdasarkan pekerjaan di luar usahatani bawang merah

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 63 16. Sebaran petani berdasarkan pengalaman berusahatani bawang merah

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 64 17. Sebaran petani berdasarkan luas lahan usahatani bawang merah

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 65 18. Status kepemilikan lahan petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 66 19. Rata-rata jenis bibit yang digunakan dan biaya penggunaan bibit

oleh petani bawang merah musim tanam pertama di Kabupaten

Tanggamus tahun 2015 ... 71 20. Rata-rata jenis bibit yang digunakan dan biaya penggunaan bibit

oleh petani bawang merah musim tanam kedua di Kabupaten

Tanggamus, 2015………. 71

21. Rata-rata jenis pupuk yang digunakan dan biaya penggunaan Pupuk oleh petani bawang merah musim tanam pertama di

Kabupaten Tanggamus, 2015 ... 72 22. Rata-rata jenis pupuk yang digunakan dan biaya penggunaan

pupuk oleh petani bawang merah musim tanam kedua di

Kabupaten Tanggamus, 2015……….. 73 23. Rata-rata jenis pestisida yang digunakan dan biaya penggunaan

pestisida oleh petani bawang merah musim tanam pertama di

Kabupaten Tanggamus, 2015……….. 74 24. Rata-rata jenis pestisida yang digunakan dan biaya penggunaan

pestisida oleh petani bawang merah musim tanam kedua di

Kabupaten Tanggamus, 2015………. 75

25. Rata-rata jenis penggunaan tenaga kerja yang digunakan dan Biaya oleh petani bawang merah musim tanam pertama di

Kabupaten Tanggamus, 2015………. 76

26. Rata-rata jenis penggunaan tenaga kerja yang digunakan dan biaya oleh petani bawang merah musim tanam kedua di


(12)

27. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani bawang merah per luas lahan 0,58 ha di Kabupaten

Tanggamus musim tanam pertama bulan Maret –Juni

tahun 2015………... 78

28. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani bawang merah per luas lahan 0,58 ha di Kabupaten

Tanggamus musim tanam kedua bulan Juli–Oktober

tahun 2015 ……… 79 29. Pangsa produsen di setiap saluran pemasaran bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 86 30. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran I musim tanam

pertama (MT I) di Kabupaten Tanggamus ... 88 31. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran I musim tanam

kedua (MT II) di Kabupaten Tanggamus ... 89 32. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran II musim tanam

pertama (MT I) di Kabupaten Tanggamus ... 90 33. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran II musim tanam

kedua (MT II) di Kabupaten Tanggamus ... 90 34. Identitas petani bawang merah di Kabupaten Tanggamus ... 98 35. Biaya sewa lahan usahatani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 99 36. Penggunaan bibit petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 100 37. Pengunaan pupuk petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 101 38. Penggunaan pestisida petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 102 39. Biaya pestisida petani bawang merah di Kabupaten Tanggamus ... 103 40. Pengunaan dan biaya tenaga kerja usahatani bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 105 41. Biaya penyusutan alat usahatani bawang merah di Kabupaten


(13)

bawang merah per luas lahan 0,66 ha pada MT I di Kabupaten

Tanggamus ... 120 44. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani

bawang merah per luas lahan 0,66 ha pada MT II di Kabupaten

Tanggamus ... 121 45. Identitas responden pedagang pengumpul/pengecer/besar bawang

merah di Kabupaten Tanggamus ... 122 46. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari petani ke pedagang

pengumpul ... 123 47. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari petani ke pedagang

pengecer ... 124 48. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari pedagang

pengumpul ke pedagang pengecer ... 125 49. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari pedagang

pengecer ke konsumen ... 126 50. Biaya pemasaran petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 127 51. Biaya pemasaran pedagang pengumpul bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 128 52. Biaya pemasaran pedagang pengecer bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 129 53. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran pertama musim

tanam pertama ... 130 54. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran pertama musim

tanam kedua ... 131 55. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran kedua musim

tanam pertama ... 132 56. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran kedua musim


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 8 Juli tahun 1992 dari pasangan Bapak Kesuma Lardy A.K (alm) dan Ibu Liswirda Saleh, S.H., sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SDN 2 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung 2004, kemudian menyelesaikan studi tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 29 Bandar Lampung pada tahun 2007, melanjutkan studi tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, melalui jalur Ujian Mandiri (UM).

Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Sweet Indo Lampung. Penulis juga memiliki pengalaman organisasi di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian sebagai Anggota Himaseperta pada tahun 2012/2013, yaitu sebagai Anggota Bidang III (Bidang Pengembangan Minat dan Profesi). Penulis memiliki pengalaman organisasi di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), pada tahun 2013/2014, yaitu sebagai anggota bidang Akademik dan Perlengkapan di Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Kemudian, pada tahun 2014/2015 penulis memiliki pengalaman organisasi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian Universitas Lampung, yaitu sebagai Kepala Bidang HAKU (Hubungan Alumni dan Komunikasi Umat).


(15)

(16)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus”, banyak pihak yang telah

memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Pembimbing Pertama, atas bimbingan, motivasi, masukan, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si., sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan, motivasi, masukan, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama penyelesaian skripsi ini.


(17)

4. Keluargaku tercinta, ibuku tersayang Liswirda Saleh, S.H., dan kakakku Randy Kesuma, S.P., dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, do’a dan semangat selama ini kepadaku terkait dengan penyelesaian skripsi.

5. Dr. Ir. Dewangga Nikmatullah, M.S., selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

6. Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan.

7. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan. 8. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis, atas semua ilmu yang telah

diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung. 9. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari,

Mas Sukardi, dan Mas Boim, atas semua bantuan yang telah diberikan. 10. Patrisella Noviyana, S.H., yang telah memberi motivasi, do’a, masukan,

saran, dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi.

11. Teman-temanAgribisnis 2010, Yoandra, Deby, Danny I, Dani P (tebe), Dimash, Ikbal Kasogi, Rizky Ramadhan, Seta, Andhika Praditya S, Riza Arviansyah, Kholis, Wayan, Vega, Fitri, Hani, Ova, Dwi, Sinta, Aya, Hasni, Ervina, Wida, Huda, Asih, Neno, Jeni, Meta, Nita, Septa, Tyas, Adel, Novita,


(18)

Eli, dan seluruh teman Agribisnis 2010 lainnya, terimakasih atas bantuan, doa, semangat, dan kebersamaan selama ini.

12. Kakak-adik Agribisnis 2006 – 2014, terima kasih atas segala bantuannya. 13. Almamater tercinta dan seluruh pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT

penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Februari 2016 Penulis,


(19)

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada tahun 2010-2013 terhadap PDB Nasional (BPS, 2013). Sub- sektor pertanian terdiri dari perkebunan, peternakan, perikanan,

hortikultura, dan tanaman pangan (Deptan, 2012). Sebagian besar pendapatan masyarakat Indonesia berasal dari sektor pertanian, sehingga sektor pertanian di Indonesia harus terus dikembangkan demi keberlangsungan hidup

masyarakat. Pembangunan pertanian juga dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis baik domestik maupun internasional, yang dinamis sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya saing di pasar global. Dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian Indonesia, dibutuhkan efisiensi dalam sistem produksi, pengolahan dan pengendalian mutu serta kesinambungan produk yang didukung oleh upaya promosi dan pemasaran untuk peningkatan daya saing tersebut.

Tanaman hortikultura memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Tanaman hortikultura berperan sebagai sumber bahan


(21)

makanan dan hiasan rumah tangga, seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat, dan lain-lain.

Salah satu contoh tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah bawang merah. Bawang merah merupakan komoditi yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, yaitu sebagai bahan bumbu masakan. Hal tersebut menyebabkan permintaan akan bawang merah terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk khususnya di Indonesia (Suparman, 2007), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Proyeksi kebutuhan dan konsumsi bawang merah nasional Indonesia 2012- 2015

No. Komponen Tahun

2012 2013 2014 2015

1. Total permintaan (1000 ton) 904,0 922,5 942,2 963,4 2. Total produksi (1000 ton) 960,1 997,5 1037,4 1080,1 3. Marketing surplus (1000 ton) 56,1 74,9 95,2 116,7 Sumber : Bappenas, 2014

Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan dan konsumsi bawang merah di Indonesia tiap tahun selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 permintaan bawang merah mencapai 904 ribu ton, dan produksi mencapai sebesar 960,1 ribu ton, sehingga surplus mencapai 56,1 ribu ton. Kemudian pada tahun 2013 permintaan bawang merah mencapai 922,5 ribu ton, dan produksinya mencapai 997,5 ribu ton, sehingga surplus mencapai 74,9 ribu ton. Tabel 1 menyatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak terlepas akan kebutuhan bawang merah setiap harinya, karena bawang merah merupakan penyedap pokok bagi pangan


(22)

3

di Indonesia. Hal tersebut yang membuat komoditi bawang merah memiliki peranan yang cukup penting bagi kebutuhan masyarakat.

Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) memprediksi produksi bawang merah di Indonesia pada bulan Januari tahun 2014 akan melimpah. Oleh karena itu pemerintah diminta tidak ceroboh dalam membuka keran impor bawang merah. Wakil Ketua Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) menyatakan bahwa puncak panen bawang merah

berlangsung pada bulan Januari - Februari mendatang. Bahkan sebagian petani di Nganjuk dan Probolinggo sudah mulai memanen komoditas pertanian tersebut. Jika pemerintah terus mengandalkan kebijakan impor, dia khawatir semangat petani menanam bawang terus surut.

APBMI mengusulkan tahun depan Indonesia tak perlu mengimpor bawang merah dari Cina. Meski ongkos produksi bertambah dari Rp 70 juta menjadi Rp 80 juta per hektar, luas lahan terus bertambah dan harga benih semakin murah, namun harga bawang merah di tingkat petani menurun menjadi Rp 10.000 - Rp 14.000 per kilogram. Harga ini lebih rendah dari ongkos produksi per kilogram yang mencapai Rp 15.000. Harga bawang menurun karena sejumlah perusahaan makanan mengimpor bawang merah. Perkembangan produksi bawang merah dalam negeri (Indonesia) selama periode 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.


(23)

Tabel 2. Produksi bawang merah menurut Provinsi (ton), tahun 2009-2013

Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh 2,868 3,615 2,600 4,385 3,710

Sumatera Utara 12,655 9,413 12,440 14,156 8,305 Sumatera Barat 21,985 25,085 32,442 35,838 42,791

Riau - - - - 12

Jambi 1,813 1,402 7,994 6,850 1,010

Sumatera Selatan 17 74 37 18 19

Bengkulu 938 602 506 606 345

Lampung 300 360 705 416 218

Bangka Belitung - - - 21

-Kepulauan Riau - - 1 -

-DKI Jakarta - - - -

-Jawa Barat 123,587 116,396 101,273 115,896 115,585 Jawa Tengah 406,725 506,357 372,256 381,813 419,472 DI. Yogyakarta 19,763 19,950 14,407 11,855 9,541 Jawa Timur 181,490 203,739 198,388 222,862 243,087

Banten 668 351 421 1,228 1,836

Bali 11,554 10,981 9,319 8,666 7,977

Nusa Tenggara Barat

133,945 104,324 78,300 100,989 101,682 Nusa Tenggara

Timur

16,602 3,879 2,436 2,061 3,100

Kalimantan Barat - - - -

-Kalimantan Tengah - - - 1 56

Kalimantan Selatan 17 - 7 - 53

Kalimantan Timur 122 35 15 75 46

Sulawesi Utara 6,918 5,963 5,005 5,301 1,354 Sulawesi Tengah 6,490 10,301 10,824 7,272 4,400 Sulawesi Selatan 13,246 23,276 41,710 41,238 44,034

Sulawesi Tenggara 657 646 121 200 46

Gorontalo 405 240 172 200 229

Sulawesi Barat 881 348 280 406 134

Maluku 167 398 484 432 470

Maluku Utara 237 151 185 190 121

Papua Barat 327 477 107 109 16

Papua 787 199 680 943 620

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi bawang merah di Provinsi Lampung cukup fluktuatif. Pada tahun 2009 produksi bawang merah sebesar 300 ton, kemudian mengalami peningkatan jumlah produksi yang cukup besar pada


(24)

5

tahun 2011, yaitu sebesar 705 ton. Kemudian pada tahun 2012 dan 2013 produksi bawang merah mengalami penurunan yaitu sebesar 416 ton dan 218 ton.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi bawang merah di Provinsi Lampung menunjukkan kenaikan dan penurunan yang signifikan, karena permintaan akan bawang merah cenderung lebih tinggi dibandingkan

produksinya. Hal ini menyebabkan Provinsi Lampung masih melakukan impor bawang merah dari Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhannya (Lampost, 2013). Selanjutnya, sentra produksi bawang merah di Provinsi Lampung juga masih terbatas, seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, luas lahan bawang merah, dan produktivitas bawang merah menurut kabupaten/ kota di Provinsi Lampung (ton), 2012

No Kabupaten/ kota Produksi Luas panen Produktivitas

(ton) (Ha) (ton/ha)

1 Lampung Barat 169 12 14.1

2 Tanggamus 183 21 8.7

3 Lampung Selatan - -

-4 Lampung Timur - -

-5 Lampung Tengah - -

-6 Lampung Utara - -

-7 Way Kanan - -

-8 Tulang Bawang - -

-9 Pesawaran 62 5 12.4

10 Pringsewu 2 1 2

11 Mesuji - -

-12 Tulang Bawang Barat - -

-13 Bandar Lampung - -

-14 Metro - -

-Jumlah 416 39 10.6

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi bawang merah tertinggi berada di Kabupaten Tanggamus. Hal ini menyatakan bahwa Kabupaten Tanggamus


(25)

merupakan wilayah yang dapat dikembangkan lagi dalam memproduksi bawang merah demi memenuhi kebutuhan akan bawang merah khususnya di Provinsi Lampung. Berdasarkan Tabel 3 juga diketahui bahwa di Provinsi Lampung memiliki wilayah yang memproduksi bawang merah hanya terdapat di beberapa kabupaten saja, sedangkan di kabupaten lain tidak memproduksi bawang merah sama sekali. Kebanyakan petani yang sebelumnya melakukan usahatani bawang merah pindah untuk melakukan usahatani komoditi yang lain, karena usahatani bawang merah memerlukan biaya produksi yang cukup besar dan lebih beresiko gagal panen, sehingga petani tidak mau mengambil resiko yang terlalu besar.

Akan tetapi, sampai saat ini masih ada beberapa petani yang masih melakukan usahatani bawang merah, khususnya di Kabupaten Tanggamus. Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah mengenai masih kurangnya minat petani dalam melakukan kegiatan usahatani bawang merah, karena pada kenyataannya Provinsi Lampung masih melakukan impor dari Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhan bawang merah. Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dapat disajikan pada Tabel 4.


(26)

7

Tabel 4. Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah per kecamatan di Kabupaten Tanggamus, 2013

No Kecamatan Luas panen Produksi Produktivitas

(Ha) (ton) (Ha)

1 Kota Agung - -

-2 Talang Padang - -

-3 Wonosobo - -

-4 Pulau Panggung - -

-5 Cukuh Balak - -

-6 Pugung - -

-7 Pematang Sawa - -

-8 Sumberejo - -

-9 Semaka - -

-10 Ulu Belu - -

-11 Kelumbayan - -

-12 Gisting 5 16 3. 2

13 Kota Agung Timur 9 47 5. 22

14 Kota Agung Barat - -

-15 Gunung Alip 11 57 5. 18

16 Limau - -

-17 Air Naningan - -

-18 Bulok - -

-19 Bandar Negeri Semuong

- -

-20 Kelubayan Barat - -

-Jumlah 25 120 13.6

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus, 2013

Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi bawang merah tersebar di 3 kecamatan di Kabupaten Tanggamus, yaitu Kecamatan Gisting, Kecamatan Kota Agung Timur, dan Kecamatan Gunung Alip. Data pada Tabel 4 juga menjelaskan bahwa ketiga kecamatan tersebut, (Kecamatan Gisting, Kecamatan Gunung Alip, dan Kecamatan Kota Agung Timur) merupakan wilayah yang masih memiliki potensi yang cukup baik dalam usahatani bawang merah. Dengan adanya wilayah yang keadaan topografinya cukup mendukung tersebut, maka ketiga kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus seharusnya bisa lebih


(27)

memanfaatkan dan mengembangkan wilayahnya dalam melakukan usahatani bawang merah, sehingga bisa menghasilkan produksi yang diinginkan, sehingga dapat menjadi solusi atas masalah pemenuhan kebutuhan bawang merah di Provinsi Lampung. Selanjutnya, minat petani untuk produksi bawang merah di provinsi Lampung dipengaruhi juga oleh perkembangan harga

jualnya. Tabel 5 menunjukkan perkembangan harga bawang merah di Provinsi Lampung pada tahun 2013.

Tabel 5. Perkembangan harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus, bulan Juli-Desember tahun 2013

Bulan Minggu

Harga Bawang Merah Petani Pedagang

Besar

Pedagang

pengecer M1 M2 M3

Juli 1 12,000 13,000 14,400 1,000 1,400 2,400

2 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000

3 10,500 11,500 12,400 1,000 900 1,900

4 8,000 8,500 9,600 500 1,100 1,600

Agustus 1 6,500 7,000 8,000 500 1,000 1,500

2 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000

3 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000

4 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 2,000

September 1 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

2 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

3 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

4 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

Oktober 1 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 2,000

2 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

3 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000

4 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

November 1 5,500 6,000 6,800 500 800 1,300

2 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000

3 9,000 10,000 11,000 1,000 1,000 2,000 4 9,000 10,000 11,000 1,000 1,000 2,000 Desember 1 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 2 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 3 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 4 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 CV 0.1986 0.1866 0.1731 0.1801 0.0966 0.1071 Sumber : Data sekunder, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus


(28)

9

Keterangan :

M1 = margin harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang besar M2 = margin harga di tingkat pedagang besar dengan harga di tingkat pengecer M3 = margin harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang

pengecer

CV = coefisien variasi

Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 3 pelaku pasar bawang merah di Provinsi Lampung, yaitu petani, pedagang besar, dan pengecer. Harga bawang merah di Kabupaten Tanggamus yang diterima oleh 3 pelaku pasar pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2013 cukup variatif dan fluktuatif. Contohnya, harga yang diterima petani pada bulan Juli tahun 2013 di minggu pertama adalah sebesar Rp. 12.000, kemudian harga yang diterima oleh pedagang besar sebesar Rp. 13.000, dan harga yang diterima oleh pedagang pengecer pada waktu yang sama adalah Rp. 14.400.

Pada pernyataan tersebut menunjukkan bahwa margin harga yang diterima petani dengan harga yang diterima pedagang pengecer adalah sebesar Rp. 2.400, dan marjin pemasaran tersebut fluktuatif seperti disajikan pada Gambar 1.


(29)

Gambar 1. Harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus tahun 2013.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus, 2013 (data diolah)

Gambar 1 menunjukkan bahwa harga bawang merah di Kabupaten Tanggamus tiap bulannya tidak stabil, karena harga tertinggi di tingkat petani terjadi pada bulan Juli, dan harga terendah terjadi pada bulan November, kemudian harga naik kembali pada minggu kedua bulan November. Hal tersebut yang tentunya akan merugikan pelaku pasar, khususnya petani. Harga bawang merah yang tidak stabil tersebut menyebabkan pemasaran menjadi tidak efisien.

B. Perumusan Masalah

Produksi bawang merah di Provinsi Lampung dalam 5 tahun terakhir terjadi secara fluktuatif (lihat Tabel 2). Pada tahun 2009 produksi bawang merah sebesar 300 ton, sedangkan pada pada tahun 2010 produksi bawang merah sebesar 360 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2010 produksi bawang merah meningkat dari tahun sebelumnya produksi tertinggi terjadi pada tahun 2011. Akan tetapi, pada tahun berikutnya, produksi bawang merah

5,000 7,500 10,000 12,500 15,000 J u l i A g u s t u s S e p t e m b e r O k t o b e r N o v e m b e r D e s e m b e r Rp/kg Bulan Petani Pedagang Besar Pengecer


(30)

11

mengalami penurunan kembali secara signifikan (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014).

Penurunan produksi bawang merah di Provinsi Lampung disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : kebanyakan dari petani tidak lagi berusahatani bawang merah dan pindah mengusahakan komoditi yang lain, dengan alasan biaya produksi usahatani bawang merah cukup tinggi, dan harga jual yang diterima petani yang tidak sesuai dengan biaya produksi sehingga petani mengalami kerugian. Selain itu, terdapat perbedaan harga bawang merah yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pengecer (lihat Tabel 5), serta terjadi fluktuasi harga, baik di tingkat petani maupun di tingkat pedagang pengecer. Dari masalah tersebut dapat dinyatakan bahwa sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus tidak efisien.

Petani melakukan kegiatan usahatani dengan tujuan untuk memperoleh

keuntungan. Besarnya keuntungan yang diterima petani ditentukan oleh harga hasil produksi dan harga faktor produksinya. Apabila harga jual semakin tinggi, maka diharapkan semakin tinggi pula keuntungannya. Selain itu, harga output yang diterima oeh petani juga dipengaruhi tersebut sangat dipengaruhi oleh efisiensi pemasaran. Bila pemasaran efisien, maka diharapkan petani juga memperoleh harga yang menarik untuk tetap menjadi motivasinya untuk berproduksi. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis usahatani dan pemasaran bawang merah sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian, yaitu :


(31)

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah di Kabupaten Tanggamus?

2. Apakah sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus sudah efisien?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah di Kabupaten Tanggamus.

2. Menganalisis efisiensi sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Sebagai bahan pertimbangan untuk petani dalam mengelola usahatani dan memasarkan bawang merah secara efesien.

2. Sebagai bahan informasi bagi Dinas dan Instansi untuk pengambilan keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran bawang merah.

3. Sebagai bahan pembanding dan referensi bagi peneliti lain untuk penelitian sejenis.


(32)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Agronomis Bawang Merah

Menurut Rahayu dan Nur Berlian (1999), tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, pada zaman Mesir Kuno sudah banyak orang menggunakan bawang merah untuk pengobatan. Klasifikasikan tanaman bawang merah adalah :

Divisi :Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Class :Monocotyledonae Ordo :Liliales / Liliflorae Famili :Liliaceae

Genus :Allium

Species :Allium ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum ( Rahayu dan Nur Berlian, 1999 ).

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor diperlukan produk yang mempunyai kualitas baik dan aman dikonsumsi.


(33)

Untuk memenuhi hal tersebut, maka proses produksi perlu dilakukan secara baik sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP). Hal tersebut berarti diharapkan tidak banyak lagi petani yang melakukan proses produksi tanpa memperhatikan prosedur yang semestinya dilakukan, karena efisiensi ekonomis tidak akan diperoleh jika tetap menggunakan pestisida dan pemupukan anorganik secara berlebihan sehingga tidak efisien.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap perkembangan ekonomi dengan potensi pengembangan areal cukup luas yang mencapai 90.000 ha (Dirjen Hortikultura, 2005).

Sampai saat ini belum tersedia varietas unggul bawang merah yang resisten terhadap hama dan penyakit penting, kecuali varietas Sumenep. Sayangnya varietas Sumenep belum disukai konsumen bawang merah karena

penampilan umbinya kurang menarik dengan warna umbi kekuningan dan bentuk umbinya lonjong dan kecil. Namun variasi somaklonal (keragaman genetik) dari varietas Sumenep dapat menghasilkan umbi dengan ukuran yang lebih besar dari varietas aslinya dan warna umbi merah muda. Selain itu varietas Sumenep sangat renyah dan enak untuk bawang goreng, dan nampaknya hasil variasi somaklonal varietas Sumenep mempunyai daya adaptasi yang luas pada beberapa agroekologi di dataran rendah hingga dataran tinggi (Baswarsiati dan Kasijadi, 2000).


(34)

15

Menurut Baswasiati dan Kasijadi (2000), varietas bawang merah yang selama ini ditanam oleh petani umumnya varietas yang sesuai ditanam di musim kemarau saja, namun rentan terhadap serangan hama ulat bawang serta penyakit penting pada bawang merah. Delapan varietas unggul yang telah dilepas pemerintah, antara lain: varietas Bima Brebes, Maja, Keling, Medan , Super Philip, Kramat-1, Kramat-2 , Kuning dan Batu Ijo, hanya sesuai untuk musim kemarau, sedangkan varietas unggul bawang merah yang sesuai dengan musim hujan dan telah dilepas pemerintah hanyalah varietas Bauji. Usahatani bawang merah pada musim kemarau

menghasilkan pasokan produksi yang tinggi, karena cukup banyak ragam varietas yang dapat ditanam di musim kemarau. Di sentra produksi Brebes, petani menanam beragam varietas bawang merah yang ada, termasuk varietas Sumenep.

2. Budidaya Bawang Merah

Untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor

diperlukan produk bawang merah yang mempunyai kualitas baik dan aman dikonsumsi. Agar hal tersebut bisa terealisasi, maka proses produksi perlu dilakukan secara baik sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP). Tata cara atau langkah-langkah di dalam budidaya bawang merah

mengikuti anjuran yang telah disusun sesuai rekomendasi teknologi maupun SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah, yaitu:


(35)

a. Pemilihan Lokasi

Persyaratan kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah terutama ditentukan oleh kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan tanah. Secara umum tanaman bawang merah memerlukan bulan kering sebanyak 4-5 bulan dengan curah hujan 1000-1500 mm/th, drainase dan kesuburan baik, tekstur lempung berpasir dan struktur tanah remah. Dalam hal ini, setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus pada agroekologi tertentu , seperti halnya varietas Super Philip dan Bauji (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

Bawang merah varietas Super Philip dapat diusahakan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, yaitu 20 m–1000 m dpl, sangat

sesuai ditanam di musim kemarau dengan sinar matahari yang

dibutuhkan sebanyak-banyaknya dan lahan tidak ternaungi. Tanah yang diinginkan adalah berdrainase baik dan kesuburan tinggi, tekstur

lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5, dapat

dibudidayakan di lahan sawah, lahan kering atau lahan tegalan, dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol

(Baswarsiati dan Kasijadi, 1997 &1998).

Bawang merah varietas Bauji dapat diusahakan di dataran rendah yaitu 20 m–400 m dpl, dan sangat sesuai ditanam di musim hujan. Tanah

yang diinginkan berdrainase baik dengan kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5, dapat


(36)

17

dibudidayakan di lahan sawah, dengan jenis tanah bervariasi dari aluvial, latosol dan andosol (Baswarsiati dan Kasijadi, 1997 & 1998).

Varietas Batu Ijo sesuai ditanam di dataran tinggi, yaitu 1000-1500 m dpl pada musim kemarau. Tanah yang diinginkannya adalah

berdrainase baik dengan kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5, dapat dibudidayakan di lahan sawah, dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol (Baswarsiati dan Kasijadi, 1998).

b. Persiapan Benih

Benih merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan suatu usahatani. Adapun persyaratan benih bawang merah yang baik antara lain adalah :

(a) Umur simpan benih cukup, yaitu sekitar 3-4 bulan, umur simpan yang lebih muda benih masih tetap tumbuh namun pada

pertumbuhan berikutnya akan lebih rendah hasilnya dibandingkan benih yang telah siap tanam (telah cukup umur simpannya).

(b) Umur panen calon umbi benih di lapang tepat , untuk varietas bauji maupun super philip, sebaiknya 75-80 hari

(c) Ukuran benih sedang , sekitar 5-6 gram, khusus untuk batu ijo berkisar 12-18 gram. Penggunaan benih yang berukuran terlalu besar akan meningkatkan biaya karena kebutuhan semakin banyak. (d) Kebutuhan benih setiap hektar berkisar 800–1000 kg , tergantung


(37)

(e) Umbi benih berwarna cerah, dengan kulit mengkilat.

(f) Umbi benih bernas , sehat, padat , tidak keropos dan tidak lunak. Bila ada umbi benih yang tidak mempunyai sifat demikian sebaiknya tidak digunakan.

(g) Umbi benih tidak terserang hama dan penyakit.

(h) Sebelum ditanam, umbi benih dibersihkan dulu dari kulit-kulit yang kering dan bila pertunasan belum kelihatan diujung umbi, maka sebaiknya ujung umbi dipotong 1/3 untuk mempercepat munculnya tunas.

c. Pengolahan Tanah

Bawang merah membutuhkan kondisi tanah yang lebih gembur

dibanding tanaman sayuran lainnya. Oleh karena itu, pengolahan tanah pada bawang merah dilakukan sampai beberapa kali hingga tanah benar-benar menjadi gembur. Bila tanah yang digunakan merupakan tanah bekas ditanami tanaman jagung maupun tebunya, maka sisa tanaman tersebut harus dibersihkan hingga akar-akarnya supaya tidak

mengganggu pertumbuhan bawang merah. Tanah diolah dengan cara dibajak lebih dari 4 kali hingga tanah menjadi gembur dan tanah

dikeringkan lebih dari seminggu, Tanah dihaluskan kembali dan setelah remah/gembur dapat dibuat bedengan (untuk tanah debu berpasir) dengan ukuran : lebar bedengan 180–200 cm, dan panjang


(38)

19

kedalaman 30 cm, got keliling dengan lebar 60 cm dan kedalaman 50cm (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

Pada budidaya bawang merah sangat diperlukan pembentukan

bedengan, karena bedengan berfungsi agar tanaman bawang merah tidak selalu tergenang air, dan air yang disiramkan segera habis terserap. Setelah bedengan terbentuk, maka ditaburi pupuk organik (pupuk kotoran ternak/kompos). Dosis untuk kotoran ayam sebanyak 5 ton/ha, sedangkan untuk kotoran sapi maupun kambing sekitar 10-15 ton/ha. Dosis tersebut bisa menjadi lebih banyak maupun lebih sedikit tergantung dari kesuburan tanah. Pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha atau kompos 5 ton/ha yang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan merupakan perlakuan pemberian pupuk dasar. Selain itu diberikan juga pupuk SP 36 dengan dosis 200 kg/ha sebagai pupuk dasar, yang ditaburkan merata pada seluruh permukaan bedengan. Setelah tanah dipupuk, maka tanah diairi agar pupuk dapat meresap ke dalam tanah. Petani di wilayah Nganjuk juga memberikan pupuk KCL 200 kg, dan Urea 50 kg per hektar sebagai pupuk dasar (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

d. Penanaman

Saat tanam yang tepat untuk bawang merah adalah pada akhir musim hujan bulan Maret–April dan musim kemarau MeiJuni, tetapi di


(39)

mengenal musim. Untuk penanaman di luar musim (off season) perlu memperhatikan pengendalian hama dan penyakit dengan lebih cermat.

Penanaman dilakukan setelah tanah dan benih dipersiapkan, dimana sebelum dilakukan penanaman, tanah harus diari agar saat penanaman kondisi tanah gembur. Benih sebelum ditanam sebaiknya dibersihkan dan diseleksi terlebih dulu agar pertumbuhan tanaman menjadi baik. Bila tidak diseleksi, ditakutkan tercampur benih dengan yang jelek, misalnya terserang penyakit Fusarium, sehingga mengakibatkan pertanaman hancur karena Fusarium tersebut.

Untuk mempercepat proses penanaman, maka sebaiknya bedengan yang akan ditanami sudah digariti sesuai dengan jarak tanam yang digunakan, sehingga penanaman lebih mudah dilaksanakan. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 20 cm x 15 cm, namun bila umbi benih besar maka, dapat menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan cara menanam 2/3 bagian umbi ke dalam tanah, sedangkan 1/3 bagiannya muncul di atas tanah (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

e. Pemupukan

Pemupukan pada bawang merah sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan produksi umbi yang lebih baik. Namun pemupukan tidak perlu diberikan secara berlebihan karena pupuk mungkin akan terbuang dengan percuma. Setelah tanaman membentuk umbi, maka sebaiknya pemupukan dihentikan. Terkadang ada petani


(40)

21

yang tetap memberikan pupuk walaupun tanaman telah berumur di atas 40 hari, dan ini hanya membuang pupuk dengan sia-sia.

 Dosis pupuk

Dosis pupuk sebenarnya bukan merupakan patokan yang harus ditepati, karena memupuk suatu tanaman akan berbeda pada setiap kondisi kesuburan tanah yang berbeda. Namun dosis pupuk yang dapat dianjurkan pada jenis tanah aluvial adalah : pupuk dasar menggunakan 10 ton/ha pupuk kandang yang diberikan 7 hari sebelum tanam, dan SP 36 200 kg/ha. Pemupukan berikutnya menggunakan pupuk Urea 200 kg/ha, ZA 450 kg/ha dan KCl 200 kg/ha yang diberikan setengah-setengah pada saat tanaman berumur 15 hari dan 30 hari setelah tanam. Cara pemupukan adalah dengan memberikanpupuk pada larikan di sekitar tanaman, kemudian ditutup dengan tanah (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

f. Pengairan

Pada musim kemarau, pengairan dapat diberikan setiap hari sejak tanaman ditanam hingga tanaman berumur 7 hari setelah tumbuh dan dikurangi setelah umbi terbentuk hingga menjelang panen dihentikan. Namun walaupun musim kemarau , bila kondisi tanah setelah diairi dan selang dua hari tanah masih basah, maka tanaman tidak perlu diairi. Oleh karena itu, dituntut kepekaan petani dalam mengamati kebutuhan air bagi tanamannya.


(41)

Menurut Widjajanto dan Sumarsono (1998), untuk musim hujan, pengairan yang dibutuhkan lebih sedikit yaitu selang dua hari sekali, yang penting harus melihat kondisi kelembaban tanah. Bila tanah masih lembab sebaiknya tidak perlu diairi. Yang penting diamati adalah setelah turun hujan, sebaiknya tanaman bawang merah disirami dengan air bersih yang tujuannya untuk menghilangkan inokulum dari penyakit yang kemungkinan menempel di daun.

Cara pengairan dapat dilakukan dengan penggenangan/leb maupun dengan cara disiram/disirat. Kedua cara tersebut sebenarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk cara leb, sebaiknya dilakukan pada kondisi tanah yang porous, sehingga air yang tergenang cepat habis (tuntas), walaupun cara ini membutuhkan waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan cara disiram. Cara siram membutuhkan tenaga lebih banyak dan waktu lebih lama. Namun di daerah tertentu kedua cara tersebut juga dilakukan bersamaan.

g. Pemeliharaan Tanaman

Menurut Widjajanto (1998), pemeliharaan tanaman pada bawang merah meliputi pendangiran (pembumbunan) maupun penyiangan gulma. Pendangiran (pembumbunan) bertujuan agar struktur tanah tetap terjaga sehingga pertumbuhan tanaman optimal. Pendangiran tanah di sekitar tanaman bertujuan untuk memperbaiki (meninggikan) guludan dan sekaligus membersihkan lahan dari akar gulma yang masih tertinggal pada saat penyiangan, dan dilakukan pada pemupukan susulan 2 dan 3.


(42)

23

Pembersihan gulma dilakukan dengan cara menyiang dengan intensif sesuai dengan kondisi gulma yang ada dengan cara mencabut gulma sampai terangkat akar-akarnya, serta menggunakan herbisida pra

tumbuh dengan dosis sesuai anjuran. Cara membersihkan dan mencabut gulma harus hati-hati supaya tidak mengganggu tanaman bawang merah, apalagi bila sudah berumbi. Pembersihan biasanya menggunakan alat, seperti sosrok bambu kecil, sehingga gulma dapat terangkat sampai ke akarnya. Bila tanaman sudah membentuk umbi yang agak besar maka sebaiknya pengendalian gulma dihentikan (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

h. Pengendalian OPT

Hama penting yang menyerang tanaman bawang merah antara lain adalah ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat pengorok daun

(Liriomyza chinensis), Thrips (Thrips tabaci), ulat grayak (Spodoptera litura). Penyakit penting pada bawang merah adalah layu Fusarium (Fusarium oxysporum), bercak ungu (Alternaria porri), bercak daun (Cercospora duddiae), dan Antraknose (Colletotrichum gloesporiodes). Potensi kehilangan hasil oleh OPT utama bawang merah dapat

mencapai 138,4 milyar pada tahun 2004 dan menduduki peringkat pertama dibandingkan komoditas sayur lainnya seperti cabai , kubis, kentang dan tomat. Kehilangan hasil karena OPT tersebut dapat mencapai 20–100 % (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).


(43)

i. Panen

Penentuan saat panen bawang merah terdiri dari :

(a) Umur panen tergantung varietas, namun dapat menggunakan dasar: *Untuk konsumsi :

- 65-70 hari setelah tanam (di dataran rendah) - 75-80 hari setelah tanam (di dataran tinggi ) - Daun rebah dan menguning 80 %

-Umbi tersembul ke permukaan tanah dan berwarna cerah *Untuk umbi benih :

-75-80 hari setelah tanam (di dataran rendah) - 85-90 hari setelah tanam (di dataran tinggi) - Daun rebah dan menguning 90 %

- Umbi tersembul ke permukaan tanah dan berwarna cerah

(b) Waktu panen udara cerah dan tidak basah

(c) Cara panen dengan mencabut keseluruhan tanaman secara hati-hati

j. Pengemasan dan Distribusi

Bawang merah yang telah dikeringkan dan siap untuk dipasarkan dapat dikemas menggunakan karung jala dengan berat 80-100 kg (jika dikirim antar kota) dan berat 25-50 kg (jika dikirim antar pulau). Beberapa sentra produksi juga mengemas dengan cara memasukkan karung jala ke dalam keranjang bambu, sehingga bawang merah lebih aman sampai di konsumen. Untuk distribusi bawang merah disesuaikan dengan


(44)

25

kapasitas alat angkut dan tujuan pasar. Kemasan bawang merah diletakkan secara perlahan dalam kendaraan dan ditumpuk sesuai kapasitas alat angkut (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

4. Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), usahatani didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Menurut Hernanto (1994), menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam kegiatan usahatani, petani berharap dapat meningkatan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Unsur-unsur pokok yang ada dalam usahatani yang penting untuk diperhatikan adalah lahan, tenaga kerja, modal,dan pengelolaan (manajemen). Unsur tersebut juga dikenal dengan istilah faktor-faktor produksi. Unsur-unsur usahatani tersebut mempunyai kedudukan yangsama satu sama lainnya, yaitu sama-sama penting.


(45)

5. Teori Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya. Pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani tersebut akan mendorong untuk dapat mengalokasikan pendapatan tersebut kedalam berbagai kegunaan seperti biaya produksi periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran lain-lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Analisis pendapatan dan keuntungan dari setiap cabang usaha memberikan

bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani ini berhasil atau tidak. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu : (1) cukup untuk membayar pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan administrasi, (2) cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan, dan (3) cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak dibayar (Soekartawi, 1995).

Analisis usahatani dilakukan karena setiap kegiatan usaha tani

membutuhkan input. Input antara lain sumberdaya alam, sumber modal, keahlian, tanah, dan input lain yang ketersediaannya terbatas. Untuk mendapatkan output yang optimal dari input yang dimiliki, diperlukan perhitungan yang matang agar kegiatan tersebut menghasilkan manfaat (Saparinto, 2008). Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai :


(46)

27

Keterangan :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani Py = Harga produksi

Pendapatan dan keuntungan usahatani adalah selisih penerimaan dengan semu biaya produksi, dirumuskan sebagai :

π = Y. Py– ΣXi.Pxi–BT………(2) Keterangan :

π = keuntungan/ pendapatan (Rp) Y = jumlah produksi (satuan) Py = harga satuan produksi (Rp) Xi = faktor produksi variabel

Pxi = harga faktor produksi variabel (Rp/satuan) n = banyaknya input yang dipakai

BTT = biaya tetap total (Rp) i = 1,2,3,4,5, …….. n

6. Konsep Pemasaran

Hasyim (2012), menyatakan bahwa pemasaran atau tataniaga adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk mempelancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud menciptakan permintaan efektif. Tataniaga atau pemasaran adalah proses pertukaran yang mencangkup serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk

memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan melibatkan pihak produsen, konsumen, dan lembaga perantara pemasaran dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di pihak lain (Susanto, 2007).


(47)

Menurut Hasyim (2012), untuk melakukan analisis terhadap sistem atau organisasi pasar dapat dilakukan dengan model S-C-P (structure, conduct dan performance). Pada dasarnya, sistem atau organisasi pasar dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yaitu :

a. Struktur pasar (market structure) merupakan gambaran hubungan antara penjual dan pembeli, yang dilihat dari jumlah lembaga

pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition). Struktur pasar dikatakan bersaing bila jumlah pembeli dan penjual banyak, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang yang dipasarkan sehingga masing-masing tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker), tidak ada gejala konsentrasi, produk homogen, dan bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna terjadi pada pasar monopoli (hanya ada penjual tunggal), pasar monopsoni (hanya ada pembeli tunggal), pasar oligopoli (ada beberapa penjual), dan pasar oligopsoni (ada beberapa pembeli).

b. Perilaku pasar (market conduct) merupakan gambaran tingkah laku lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar, untuk tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga, serta siasat pasar, seperti : potongan harga, penimbangan yang curang, dan lain-lain.

c. Keragaan pasar (market performance) merupakan gambaran gejala pasar yang tampak akibat interaksi antara struktur pasar (market


(48)

29

structure) dan perilaku pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan perilaku pasar cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar digunakan beberapa indikator, yaitu:

(1). Saluran pemasaran

Saluran pemasaran merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke konsumen. Pada pemasaran komoditas pertanian sering dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang yang melibatkan banyak pelaku pemasaran. Dalam Hanafiah dan Saefuddin (1983), panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui tergantung dari beberapa faktor, yaitu jarak antara produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk rusak, skala produksi, dan posisi keuangan pengusaha.

(2). Harga, biaya, dan volume penjualan

Keragaan pasar juga berkenaan dengan harga, biaya, dan volume penjualan masing-masing tingkat pasar, dimulai dari tingkat petani, pedagang sampai ke konsumen.

(3). Pangsa produsen

Pangsa produsen atauproduser’s share(PS) bertujuan untuk mengetahui bagian harga yang diterima petani (produsen). Apabila produser’s share(PS) semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen. Pangsa produsen dirumuskan sebagai :


(49)

...(18)

di mana : Ps = Bagian harga bawang merah yang diterima petani (produsen)

Pf = Harga bawang merah di tingkat petani (produsen) Pr = Harga bawang merah di tingkat konsumen

(4). Marjin Pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Secara umum, marjin pemasaran adalah perbedaan harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Untuk melihat efisiensi pemasaran melalui analisis marjin dapat digunakan sebaran rasio marjin keuntungan atau rasio profit marjin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran. Rasio margin keuntungan adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran yang bersangkutan.

Menurut Saefuddin (1983) dalam Susanto (2007), semua kegiatan ekonomi, termasuk pemasaran, menghendaki adanya efisiensi. Kriteria yang dapat digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik dan pemasaran, dan (4) tingkat persaingan pasar. Namun, indikator marjin pemasaran lebih sering digunakan karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat efisiensi operasional (teknologi) serta efisiensi harga (ekonomi) dari suatu pemasaran.


(50)

31

Secara matematis perhitungan marjin pemasaran dirumuskan sebagai :

mji= Psi Pbi... (19)

atau

mji= bti+ i ... (20)

Total marjin pemasaran yang diperoleh saluran lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran dirumuskan sebagai :

Mji = mji... (21)

Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran yang dikenal dengan Ratio Profit Margin/RPM pada masing-masing lembaga pemasaran. RPM dirumuskan sebagai :

………...(22)

di mana : mji = Marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Mji = Total marjin pada satu saluran pemasaran ke-i Psi = Harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = Harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pr = Harga pada tingkat konsumen

Pf = Harga pada tingkat petani (produsen) i = 1,2,3,4 …..n


(51)

B. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Analisis Pendapatan

Hasil penelitian Fatimah (2010), yang berjudul “Analisisproduksi dan pendapatan Usahatani Padi Unggul di Kecamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah” , menyatakan bahwausahatani petani padi

unggul di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah menguntungkan, dengan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 4,55, dan nilai R/C atas biaya total sebesar 3,26.

2. Analisis Efisiensi Pemasaran

Penelitian Rosalia (2010) yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani

dan Pemasaran Jagung Varietas Hibrida Pada Lahan Sawah Irigasi di

Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan” , menyatakan bahwa

usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan menguntungkan bagi petani, dengan rasio antara penerimaan dengan total biaya sebesar 1,55. Sistem pemasaran jagung varietas hibrida di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan berlangsung secara tidak efisien. Hal ini ditunjukkan oleh rantai

pemasaran yang masih panjang, Ratio Profit Margin (RPM) tidak merata, dan nilai elastisitas transmisi harga lebih dari satu, yaitu sebesar 1,483 yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar tidak bersaing sempurna.


(52)

33

Menurut penelitian Passiamanto (2006), yang berjudul tentang “Analisis

Efisiensi Pemasaran Karang Hias di Pulau Panggang Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu”,diketahui menyatakan bahwa dilihat dari

struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang terbentuk maka pemasaran karang hias di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tidak efisien. Struktur pasar yang terbentuk mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Dari perilaku pasar diketahui bahwa praktek-praktek dalam menjalankan fungsi-sungsi pemasaran lebih banyak merugikan nelayan dan sangat menguntungkan bagi lembaga pemasaran yang ada diatasnya. Dari keragaan pasar diketahui bahwa bagian harga yang diterima nelayan relatif rendah, keuntungan antar lembaga pemasaran tidak menyebar merata, biaya pemasaran relatif tinggi, dan margin pemasaran cukup tinggi.

C. Kerangka Pemikiran

Kegiatan usahatani merupakan suatu proses kegiatan produksi di sektor pertanian, yaitu dengan memasukkan faktor alam dengan faktor-faktor produksi lain untuk menghasilkan output pertanian (barang atau jasa). Produksi adalah suatu metode atau teknik dalam menghasilkan produk dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. Penggunaan faktor-faktor produksi yang efesien merupakan hal yang mutlak ada dalam proses produksi untuk keberhasilan produksi, karena keuntungan maksimum hanya akan tercapai dengan mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara efesien.


(53)

Faktor-faktor produksi dalam usahatani bawang merah adalah luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk SP36, pestisida, dan tenaga kerja. Lahan merupakan faktor produksi utama yang menentukan tingkat

keberhasilan pada usahatani bawang merah dengan asumsi tingkat kesuburan lahan tersebut cukup bagus. Bibit juga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan produksi. Tanaman bawang merah dapat tumbuh subur dengan adanya ketersediaan unsur hara yang cukup, sehingga pemupukan harus dilakukan secara tepat dan berimbang.

Penggunaan pestisida juga merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam usahatani bawang merah, karena sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Penggunaan pestisida bertujuan untuk

memberantas serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan produksi bawang merah, yang tentunya mempengaruhi besarnya pendapatan. Faktor tenaga kerja juga berperan penting dalam usahatani bawang merah yang berkaitan dengan pengolahan lahan sampai pada pengelolaan hasil panen. Jumlah tenaga kerja yang digunakan harus sesuai dengan lahan yang tersedia. Apabila lahan yang tersedia luas, maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan cukup banyak, dan sebaliknya.

Kegiatan usahatani memiliki tujuan yaitu ingin memperoleh keuntungan maksimum. Pengertian keuntungan adalah selisih antara biaya yang

dikeluarkan dengan penerimaan. Besarnya keuntungan yang diterima petani ditentukan oleh harga hasil produksi dan harga input. Oleh sebab itu, semakin tinggi harga yang diterima petani, maka akan semakin tinggi


(54)

35

keuntungan petani. Keuntungan maksimum akan diperoleh petani jika petani mampu mengalokasikan dan memanfaatkan faktor-faktor produksi secara optimal, sehingga mampu mencapai kondisi efisiensi produksi. Selain itu, keuntungan yang diperoleh petani juga bergantung kepada jumlah komoditi yang dijual, tingkat harga yang diterima, dan sistem pemasaran komoditi tersebut. Oleh karena itu, sistem pemasaran sangat penting untuk diketahui, karena sistem pemasaran juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani. Paradigma kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.


(55)

Gambar 2. Diagram alir kerangka pemikiran Analisis Usahatani dan Pemasara Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus, 2014 Proses

Produksi

Input Output

- Luas lahan (X1) - Bibit (X2) - Pupuk urea (X3) - Pupuk phonska

(X4)

- Pupuk SP36 (X5) - Pestisida (X6) - Tenaga kerja (X7)

Analisis pendapatan usahatani : 1. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C usahatani Harga Outptut

Efisiensi pemasaran : Analisis pemasaran dengan model S-C-P

1. Struktur pasar 2. Perilaku pasar 3. Keragaan pasar

- Saluran pemasaran - Harga, biaya, dan

volume penjualan - Pangsa produsen - Marjin pemasaran

Biaya Produksi

Keuntungan

Penerimaan


(56)

3

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga kerja, dan modal secara efektif dan efisien yang bertujuan untuk menghasilkan produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

Usahatani bawang merah adalah suatu kegiatan petani yang mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga kerja, dan modal secara efektif dan efisien untuk memproduksi komoditi bawang merah dan memperoleh

penerimaan yang diinginkan dalam usahatani.

Petani bawang merah adalah orang-orang yang bercocok tanam atau berusahatani bawang merah dan memperoleh pendapatan dari usahatani bawang merah tersebut.

Produksi bawang merah adalah suatu hasil panen yang diperoleh dari lahan yang dimiliki petani per musim yang diukur dalam satuan ton.

Produktivitas bawang merah adalah hasil produksi komoditi bawang merah yang dibandingkan dengan luas lahan tanam, yang diukur dalam satuan ton per hektar (ton/ha).


(57)

Luas lahan adalah suatu tempat dimana petani melakukan kegiatan usahatani bawang merah secara tumpangsari setiap musim tanam yang diukur dalam saktuan hektar (Ha). Biaya korbanan marjinal lahan ditentukan dengan nilai sewa selama musim tanam, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Bibit bawang merah adalah bibit yang ditanam oleh petani selama satu kali periode produksi yang bertujuan untuk menghasilkan produksi bawang merah yang diinginkan, dan diukur dalam satuan kilogram (kg). Jumlah bibit adalah banyaknya bibit yang digunakan petani pada proses produksi dalam satu musim tanam, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk urea, Phonska, dan SP-36 yang digunakan oleh petani pada proses produksi dalam satu kali musim tanam. Jumlah pupuk diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah obat-obatan adalah banyaknya bahan kimia (pestisida) yang digunakan untuk memberantas gulma serta hama dan penyakit tanaman dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan gram bahan aktif (gr/b.a).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi selama musim tanam, terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK).

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

usahatani dalam satu kali musim tanam yang meliputi biaya bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya-biaya lainnya. Biaya produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp) per musim tanam.


(58)

39

Biaya produksi marjinal adalah biaya total yang dikeluarkan akibat

penambahan atau pengurangan penggunaan faktor-faktor produksi baik tunai maupun diperhitungkan dalam proses produksi usahatani bawang merah selama satu musi tanam yang diukur dalam rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada volume produksi. Petani harus membayar berapapun jumlah produksi yang dihasilkan meliputi bunga modal atas pinjaman, penyusutan alat, nilai sewa lahan, dan pajak lahan usaha yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi dan merupakan biaya yang digunakan untuk membeli faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah total dari biaya tetap dan variabel diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani untuk membeli faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah.

Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani bawang merah, tetapi tidak dikeluarkan secara tunai.

Penerimaan petani adalah perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual bawang merah yang diterima petani. Penerimaan ini diukur dalam satuan rupiah per musim tanam (Rp/musim tanam).


(59)

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran meliputi biaya angkut, penyusutan, dan lainya, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan harga di tingkat produsen atau jumlah marjin di tiap lembaga pemasaran, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Keuntungan usahatani adalah penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran, dihitung dengan cara mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Rasio marjin keuntungan (RPM) adalah perbandingan antara tingkat

keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan pemasaran.

Pedagang pengumpul adalah pedagang-pedagang yang membeli bawang merah dari petani atau pedagang pengumpul tingkat bawah untuk dijual kembali. Pedagang besar adalah pedagang yang membeli bawang merah dari pedagang pengumpul.

Harga di tingkat produsen adalah harga bawang merah yang diterima petani pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


(60)

41

Harga di tingkat konsumen adalah harga bawang merah yang dibayarkan konsumen akhir pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Volume jual adalah jumlah bawang merah yang dijual pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan kilogram (kg). Volume beli adalah jumlah bawang merah yang dibeli oleh lembaga pemasaran, diukur dalam satuan kilogram (kg).

B. Lokasi, Responden, Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di 3 kecamatan di Kabupaten Tanggamus, yaitu Kecamatan Gunung Alip, Kecamatan Kota Agung Timur, dan Kecamatan Gisting. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa tiga kecamatan tersebut merupakan wilayah yang masih memproduksi bawang merah di Kabupaten Tanggamus. Responden penelitian adalah petani bawang merah, dan berdasarkan informasi dari BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) di tiga kecamatan tersebut diketahui bahwa populasi petani bawang merah adalah sebanyak 35 orang. Dengan demikian seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Untuk analisis pemasaran respondennya terdiri dari lembaga pemasaran, produsen, perantara (pedagang), dan konsumen. Lembaga pemasaran ditentukan dengan mengikuti alur pemasaran. Waktu pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan November–Desember 2014.


(61)

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan kerangka pengambilan sampel secara sensus. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden (petani), dengan menggunakan kuisioner, dan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti BPS, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus, BP3K Kecamatan Gunung Alip, Gisting, dan Kota Agung Timur dan lain-lain, yang berkaitan dengan penelitian.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis

kuantitatif (statistik) dan kualitatif (deskriptif). Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan (yang dilihat dari besarnya penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani) dan untuk menganalisis pemasaran, khususnya pangsa produsen (PS), dan margin pemasaran.

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui struktur pasar (jumlah pembeli dan penjual), perilaku pasar (cara pembelian, penjualan, serta pembayaran), dan keragaan pasar, khususnya saluran pemasaran harga, biaya, dan volume penjualan.


(62)

43

1. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah

Dalam menghitung pendapatan usahatani bawang merah digunakan rumus sebagai berikut :

π = Y . Py-∑ Xi . Pxi – BTT ………...(27)

Keterangan :

π = Pendapatan

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani i Py = Harga hasil produksi

Xi = Faktor produksi variabel

Pxi = Harga per satuan faktor produksi variabel BTT = Biaya tetap total

i = 1,2,3,4,5,………….n

n = jumlah faktor produksi variabel

Untuk mengetahui apakah usahatani yang dilakukan oleh petani bawang merah menguntungkan atau tidak, maka dilakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dirumuskan sebagai berikut :

(28)

Keterangan :

R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total

BT = Biaya total yang dikeluarkan

Jika R/C > 1, maka usaha yang diusahakan mengalami keuntungan Jika R/C < 1, maka usaha yang diusahakan mengalami kerugian.


(63)

2. Analisis Efisien Sistem Pemasaran Bawang Merah

Efisien sistem pemasaran dalam penelitian ini dianalisis dengan model S-C-P (structure,conduct, danperformance) atau model pendekatan

organisasi pasar. Pada dasarnya, organisasi pasar dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yaitu :

a. Struktur pasar (market structure)

Struktur pasar merupakan gambaran hubungan antara penjual dan pembeli yang dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition). Di dalam struktur pasar dianalisis berapa jumlah lembaga pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus, yang dilakukan dengan metode wawancara (deskriptif) langsung dengan responden penelitian (petani bawang merah). Setelah mengetahui berapa jumlah lembaga

pemasaran bawang merah di lokasi penelitian, dapat dilihat apakah komoditi bawang merah merupakan produk yang termasuk dalam pasar bersaing sempurna atau termasuk dalam pasar bersaing tidak sempurna (monopoli, monopsoni, oligopoli, oligopsoni). Selain itu dapat

dianalisis perbedaan produk (ukuran/ bentuk) bawang merah yang dipasarkan pada setiap lembaga pemasaran, serta mudah tidaknya lembaga pemasaran masuk ke pasar.

b. Perilaku pasar (market conduct)

Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku lembaga pemasaran


(64)

45

pasar. Di dalam perilaku pasar dianalisis sistem pembentukan harga dan praktek pembelian dan penjualan bawang merah di Kabupaten Tanggamus yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Analisis tersebut dilakukan dengan dengan metode wawancara (deskriptif) langsung dengan responden penelitian.

c. Keragaan pasar (market performance)

Keragaan pasar merupakan suatu gambaran gejala pasar yang terlihat akibat interaksi antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan perilaku pasar cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar digunakan beberapa indikator, yaitu :

(1) Saluran pemasaran

Saluran pemasaran dianalisis secara kualitatif (deskripstif) pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses arus barang. Jika saluran pemasaran panjang, namun fungsi pemasaran yang dilakukan sangat dibutuhkan (sulit diperpendek), maka dapat dikatakan efesien. Sebaliknya, jika saluran pemasaran panjang, namun ada fungsi pemasaran yang tidak perlu dilakukan (dapat diperpendek), tetapi tidak dilakukan, maka dapat dikatakan tidak efesien. Jika saluran pemasaran pendek dan fungsi pemasaran dapat dirasa cukup, maka dapat dikatakan efesien. Sebaliknya, jika saluran pemasaran pendek dan dirasa perlu ditambah fungsi


(65)

pemasaran sehingga perlu diperpanjang, maka dapat dikatakan tidak efesien.

(2) Harga, biaya, dan volume penjualan

Keragaan pasar dianalisis secara kualitatif (deskriptif) yang berkenaan dengan harga, biaya, dan volume penjualan masing-masing tingkat pasar mulai dari tingkat petani, pedagang, sampai ke konsumen.

(3) Pangsa produsen (Producers Share/PS)

Analisis pangsa produsen bertujuan untuk mengetahui bagian harga yang diterima petani (produsen). Apabila pangsa produsen

semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen.

Pangsa produsen dirumuskan sebagai :

...(41)

Keterangan :

PS = Bagian harga bawang merah yang diterima petani (produsen) Pf = Harga bawang merah di tingkat petani (produsen)

Pr = Harga bawang merah di tingkat konsumen

(4) Marjin pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat produsen (Pt) dengan harga di tingkat konsumen (Pr).


(66)

47

...(42) atau

...(43) Total marjin pemasaran adalah :

...(44) atau

...(45)

Menurut Hasyim (2012), konsep pengukuran dalam analisis marjin adalah :

(a) Marjin pemasaran dihitung berdasarkan perbedaan harga beli dengan harga jual dalam rupiah per koligram pada masing-masing tingkat pemasaran.

(b) Harga beli dihitung berdasarkan harga rata-rata pembelian per koligram.

(c) Harga jual dihitung berdasarkan harga rata-rata penjual per kilogram

Penyebaran margin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran (Ratio Profit Margin/RPM) pada masing-masing lembaga pemasaran, yang dirumuskan :


(67)

Keterangan :

mji = Marjin lembaga pemasaran tingkat ke-i

Psi = Harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = Harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i

πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Mji = Total marjin pemasaran Pr = Harga pada tingkat konsumen

Pf = Harga pada tingkat produsen (petani)

Menurut Hasyim (2012), nilai RPM yang relatif menyebar merata pada berbagai tingkat pemasaran merupakan cerminan dari sistem pemasaran yang efesien. Jika selisih RPM antar lembaga

pemasaran sama dengan nol, maka pemasaran tersebut efesien. Sebaliknya, jika selisih RPM lembaga pemasaran tidak sama dengan nol, maka sistem pemasaran tersebut tidak efesien.


(68)

49

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus

1. Keadaan Geografi

Secara geografis letak Kabupaten Tanggamus pada 104018’ sampai dengan

105012’ Bujur Timur, dan 5005’ sampai dengan 5056’ Lintang Selatan.

Kabupaten Tanggamus memiliki luas wilayah daratan seluas 2.885,46 Km2 dan luas wilayah laut seluas 1.799,50 Km2, dengan total luas keseluruhan 4, 654,98 Km² (BPS Tanggamus Dalam Angka, 2013)

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus tahun 2013, Kabupaten Tanggamus memiliki jumlah penduduk sebesar 560.286 jiwa, dan secara administratif letak Kabupaten Tanggamus dibatasi oleh tiga wilayah daratan dan satu wilayah laut, yaitu :

a. Sebelah Barat, wilayah Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat.

b. Sebelah Selatan, wilayah Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan Samudera Indonesia.

c. Sebelah Timur, wilayah Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan Kabupaten Pringsewu.


(69)

d. Sebelah Utara, wilayah Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat dan Lampung Tengah.

2. Keadaan Topografi

Kabupaten Tanggamus memiliki keadaan topografi yang bervariasi, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung sekitar 40% dari seluruh wilayah. Wilayah Kabupaten Tanggamus memiliki dua sungai utama yang melintasi yang melintasi daerah-daerah tersebut, yaitu sungai Way Sekampung dan Way Semangka. Selain kedua sungai utama tersebut, terdapat juga beberapa sungai yang mengaliri wilayah Kabupaten Tanggamus yaitu : Way Gatal, Way Pisang, Way Semah, Way Sengarus, Way Semuong dan Way Bulok (Tanggamus Dalam Angka, 2013).

Suhu udara rata-rata di Kabupaten Tanggamus adalah bersuhu sedang, hal ini disebabkan karena dilihat berdasarkan ketinggian wilayah dari

permukaan laut. Wilayah Kabupaten Tanggamus berada pada ketinggian 0 sampai 2.115 meter. Terdapat 5 gunung yang berada di Wilayah Kabupaten Tanggamus, yaitu Gunung Tanggamus (2.102 m), yaitu terletak di

Kecamatan Kota Agung, Gunung Suak (414 m) di Kecamatan Cukuh Balak, Gunung Pematang Halupan (1.646 m) di Kecamatan Wonosobo, Gunung Rindingan (1.508 m) di Kecamatan Pulau Panggung, dan Gunung Gisting (786 m) berada di Kecamatan Gisting.


(70)

51

Potensi sumber daya alam di Kabupaten Tanggamus sebagian besar dimanfaatkan untuk sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 57,17% terhadap PDRB Bruto Kabupaten Tanggamus pada tahun 2010, yang terdiri dari subsektor perkebunan, holtikultura, perikanan dan kehutanan (BPS, 2013).

B. Keadaan Umum Kecamatan Gisting

1. Keadaan Geografi

Kecamatan Gisting merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tanggamus yang memiliki luas areal seluas 32,53 km2, dengan jumlah penduduk sebesar 37.361 jiwa yang terdiri dari 19.166 jiwa penduduk laki-laki dan 18.195 jiwa penduduk perempuan. Kecamatan Gisting memiliki batasan wilayah yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sumberejo, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pugung, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Agung Timur, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Gunung Alip (Kantor Kecamatan Gisting, 2013).

2. Keadaan Demografi

Kecamatan Gisting memiliki 9 pekon, yaitu Gisting Atas, Gisting Bawah, Purwodadi, Kuta Dalom, Banjarmanis, Campang, Landbaw, Sido Katon, dan Gisting Permai. Sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Tanggamus dapat dilihat pada tabel 6.


(1)

58

Penggunaan lahan di Kecamatan Gisting secara rinci dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Penggunaan lahan Pertanian di Kecamatan Kota Agung Timur, tahun 2012

No Pekon Sawah

(ha)

Ladang (ha)

Perkebunan (ha)

Lain-lain (ha)

1 Teba 75,0 55,0 77,0 2,0

2 Karta 142,0 3,0 12,0 5,0

3 Kagungan 967,0 - -

-4 Menggala 64,5 70,0 209,3

-5 Mulang Maya 37,0 60,0 185,0

-6 Suka Banjar 150,0 45,0 -

-7 Umbul Buah 200,0 5,0 5,0

-8 Kampung Baru 357,0 - 450,0

-9 Tanjung Rejo 25,0 75,0 -

-10 Tanjung Anom 20,0 13,0 900,0

-11 Batu Keramat 20,0 192,0 47,5

-12 Tanjung Jati 100,0 - 150,0

-Jumlah 2.157,5 518 2.036 7

Sumber: Kecamatan Kota Agung Timur Dalam Angka, 2013

Tabel 11 menunjukkan bahwa di Kecamatan Kota Agung Timur jumlah penggunaan lahan khususnya untuk sektor pertanian adalah sebesar 4.718,5 hektar, yang terdiri dari lahan persawahan 2.157,5 ha, lahan perladangan 518 ha, lahan perkebunan 2.036 ha dan lahan lain-lain sebesar 7 ha. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa untuk sektor pertanian lahan persawahan dan perkebunan lebih mendominasi dan berpotensi untuk di wilayah Kota Agung Timur.


(2)

✁ ✂

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pendapatan usahatani bawang merah atas biaya total

(Rp 23.118.695,15) pada musim tanam pertama (MT I) lebih besar dibandingkan pada musim tanam kedua (MT II) (Rp 20.101.237,60).

2. Sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus belum efisien, walaupun pangsa produsen sudah diatas 60%, tetapi Rasio profit marjin (RPM) di tiap lembaga pemasaran tidak menyebar merata.

B. Saran

1. Bagi petani bawang merah agar dapat menghitung besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dalam kegiatan usahatani, serta dapat

meningkatkan nilai pangsa produsen (PS) yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan.


(3)

✄ ☎

2. Untuk instansi pemerintah agar lebih meningkatkan program penyuluhan terkait dengan peningkatan produksi petani, misalnya dengan menggunakan bibit unggul dan pupuk yang berkualitas.

3. Bagi peneliti lain disarankan agar merancang penelitian mengenai produksi dan kelayakan usahatani bawang merah, serta menganalisis tingkat


(4)

✆ ✝

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral. 2014.Produksi Bawang Merah Menurut Provinsi Tahun 2009-2013. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2013.Lampung Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2013.Share Sektor Pertanian Terhadap PDB Nasional, BPS. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013.Tanggamus Dalam Angka. BPS Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Gisting Dalam Angka. BPS Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Gunung Alip Dalam Angka. BPS Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Kota Agung Timur Dalam Angka. BPS Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Baswarsiati, L. Rosmahani dan Kasijadi. F. 1997,1998.Rakitan Teknologi Usahatani Bawang Merah.Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Karangploso.

. 1998.Rakitan Teknologi Usahatani Bawang Merah.Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Karangploso.

. 2000.Rakitan Teknologi Usahatani Bawang Merah.Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Karangploso. Damayanti, Fitria Silvi. 2007.Analisis pendapatan dan Efisiensi Produksi

Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo) Kabupaten Lampung Tengah.Jurnal Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.


(5)

✞ ✟

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2013.Angka Perhitungan Tahunan. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus. Bandar Lampung.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2013.Daftar Harga Pasar Kabupaten Tanggamus. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten

Tanggamus. Bandar Lampung.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2005.Kinerja Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Hortikultura. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Jakarta.

Direktorat Pangan dan Pertanian. 2014.Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019.Bappenas. Jakarta Pusat.

Dhewi, Titis Shinta. 2008.Analisis Efisiensi Pemasaran di Kabupaten

Probolinggo.JAMBSP Vol. 4 No. 3–Juni 2008: 342 -351. Universitas Negeri Malang. Jawa Timur.

Fatimah, A. 2010.Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Unggul di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hasyim, A. I. 2012.Tataniaga Pertanian. Buku Ajar Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 253 halaman.

Hernanto, F.1994.IlmuUsahatani. Jakarta :PenebarSwadaya.

Kementerian Pertanian. 2012.Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014.Edisi Revisi. Jakarta.

Passiamanto, Henrikus. Nurhayati, P. dan Diatin, I. 2006.Analisis Efisiensi Pemasaran Karang Hias di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Jurnal IPB, Vol 6, No 2 tahun 2006.

Rahayu, E, dan Berlian, N. V. A, 1999.Bawang Merah. Penebar swadaya. Jakarta.

Reswari, Rindy Ardana. 2011.Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran

Kacang Hijau di Kabupaten Lampung Tengah.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rosalia, Fitri. 2010.Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jagung Varietas Hibrida Pada Lahan Sawah Irigasi di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

✠6

Saparinto, C. 2008. PanduanLengkapGurami.PenebarSwadaya. Bogor. Saptana. Daryanto, A. Kuntjoro. 2011.Analisis Efisiensi Produksi Komoditas

Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal IPB, volume. 34. No. 3, Juli 2011.

Saragih, Friska Yohana. 2010.Analisis Efesiensi Produksi dan Pemasaran Jagung Varietas Hibrida Pada lahan Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sinaga, Ronal. 2011.Analisis Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara).Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soekartawi. 1995.Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Suparman. 2007.Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.

Susanto, Ari. 2007.Analisis Efesiensi Produksi dan Pemasaran Jagung di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Widjajanto dan Sumarsono. 1998.Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius, Yogyakarta.