6 Dengan teradsorpsinya butiran gumpalan koloid oleh garam Ca-fosfat,
seluruh gumpalan besar akan memiliki densitas yang tinggi. Gumpalan fosfat dengan koloid bukan gula masih bersifat reversible berubah kembali menjadi
koloid dan dinamakan peptisasi. Selain itu, gumpalan besar yang banyak mengandung butiran koloid memiliki sifat yang kurang baik, karena butiran
koloid menyebabkan gumpalan bersifat kompresibel. Bila terkena tekanan, volume gumpalan mengecil dan bentuknya berubah. Sifat yang kurang baik
dapat dikurangi jika ke dalam gumpalan dapat dimasukkan lebih banyak garam anorganik Ca-karbonat, Ca-sulfit, dan sebagainya sehingga gumpalan
besar bersifat semi kompresibel. Gumpalan dapat menjadi tidak kompresibel jika gumpalan tersebut seluruhnya telah diselubungi garam Ca-anorganik
Soerjadi, 1985.
C. WARNA GULA KRISTAL INDUSTRI
Syarat gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman adalah gula dengan polarisasi 99.90, tingkat warna 35 IU, kadar air 0.06, kadar
abu 0.02, kristal bersih, kering, ukurannya seragam, dan tidak berbau atau berasa asing Mochtar, 1996. Salah satu syarat dasar dalam gula rafinasi
adalah warna. Jadi warna merupakan parameter penting dalam pengawasan mutu gula rafinasi. Warna mempunyai dua aspek yang penting, yaitu salah
satu kriteria penilaian yang dapat dilihat dan sebagai ukuran dari derajat kemurnian Moerdokusumo, 1993. Masalah warna dalam penilaian gula putih
secara visual sangat rumit dan terdapat berbagai konsep yang bersifat sangat subjektif. Meskipun terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit 0.1, zat
warna dalam gula sangat menentukan kualitas gula Moerdokusumo, 1993.
D. PENYEBAB PEMBENTUKAN WARNA
Warna yang timbul dalam pengolahan gula kristal disebabkan oleh pigmen tanaman dan reaksi pencoklatan non-enzimatik Mathur, 1978.
7 1.
Pigmen Warna Tebu
Nira tebu mengandung beberapa pigmen warna yang berasal dari jaringan tebu, seperti kulit tebu mengandung dua campuran pigmen warna
klorofil dan antosianin. Selain itu, serat tebu mengandung sakaretin dan mata tunas batang tebu mengandung tanin, serta beberapa pigmen dalam
jumlah kecil yang belum diketahui Mathur, 1978.
a. Klorofil
Pigmen klorofil tidak larut dalam air dan larutan gula tetapi larut dalam alkohol dan eter. Pigmen ini tidak dipengaruhi oleh proses
pemurnian dengan defekasi dan tidak bereaksi dengan asam. Klorofil merupakan koloid alami dan tetap tersuspensi dalam nira tebu.
Penghilangan pigmen ini hanya dengan proses penyaringan setelah proses pemurnian tanpa mempengaruhi warna gula.
b. Antosianin
Pigmen antosianin larut dalam nira dan memberikan warna gelap ungu. Selain itu, penambahan susu kapur akan memberikan
warna hijau gelap dalam nira. Proses pemurnian dengan defekasi tidak cukup untuk mengeliminasi pigmen ini. Hanya dengan karbonatasi
pigmen ini akan tereliminasi sempurna. Pigmen ini tidak dapat dihilangkan dengan penambahan asam sulfur karena proses
penghilangan hanya bersifat sementara.
c. Sakaretin
Sakaretin merupakan pigmen yang berasal dari serat tebu. Pigmen ini tidak dapat diekstrak dengan air atau larutan gula, tetapi
harus dengan penambahan alkali. Dengan penambahan susu kapur, pigmen ini memberikan warna kuning dan terekstrak serta
terkristalkan dalam pembuatan gula kasar. Pigmen ini tidak berbahaya dan kurang memberikan warna pada kondisi netral atau asam.
8
d. Tanin
Tanin memberikan warna hijau dalam larutan gula. Namun, apabila bereaksi dengan garam besi akan memberikan warna gelap.
Pigmen ini larut dalam nira dan selama proses pemanasan, nira akan terdekomposisi menjadi katekol dan penambahan alkali akan
membentuk protochateuic acid.
2. Reaksi Pencoklatan Non-enzimatik
Reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses pengolahan gula dapat disebabkan oleh karamelisasi gula dan reaksi Maillard.
a. Karamelisasi
Karamelisasi merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan Mathur, 1978
tanpa melibatkan reaktan yang mengandung nitrogen, seperti protein dan asam amino Putra, 1990. Karamelisasi memberikan warna mulai
dari kuning hingga coklat tua dan warna akan semakin gelap selama peningkatan suhu Broadhurst, 2002. Selama proses pemanasan,
fruktosa akan terlebih dahulu terdekomposisi, kemudian glukosa, dan diakhiri oleh sukrosa Mathur, 1978.
Pada karamelisasi gula pereduksi, dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu 1 tahap 1,2 enolisasi, 2 tahap dehidrasi atau fisi, dan 3
tahap pembentukan pigmen. Tahap satu yang menghasilkan senyawa 1,2 enol dapat dilihat pada Gambar 3. Reaksi ini akan lebih cepat pada
suasana basa Shallenberger dan Birch, 1975. Tahap kedua dapat terjadi melalui reaksi dehidrasi pelepasan air atau reaksi fisi
pemecahan. Dehidrasi terjadi pada pemanasan gula dalam suasana asam, yaitu pada nilai pH di bawah 6.4 dan mencapai maksimal pada
nilai pH dibawah 3.0 Hodge, 1953. Setelah reaksi dehidrasi maka terbentuk senyawa 5-hidroksimetil-2-furfuraldehida yang merupakan
senyawa prekursor dari pigmen coklat.
9 O
C H H C OH
CH
2
OH H
C OH C OH
C O HO C H
HO C H HO C H
H C OH H C OH
H C OH H C OH
H C OH H C OH
CH
2
OH CH
2
OH CH
2
OH D-glukosa
1,2 enol D-Fruktosa
Gambar 3. Reaksi tahap I pembentukan 1,2 enol Eskin et al., 1971 Pada tahap fisi terjadi pemecahan 1,2 enol menghasilkan
senyawa-senyawa redukton, seperti triosaenidol dan piruvaldehidrat yang juga merupakan prekursor pigmen coklat. Proses fisi terjadi pada
pemanasan gula dalam kondisi basa, namun dapat terjadi pula dalam kondisi asam lemah. Semakin meningkat pH, maka proses fisi akan
meningkat secara cepat Hodge, 1953. Adapun tahapan karamelisasi gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 4.
1,2 enolisasi
Polimerisasi dan kondensasi
Gambar 4. Skema karamelisasi larutan gula pereduksi panas
panas
Glukosa Fruktosa
1,2 enol 5-hidroksimetil-
2-furaldehida
Asam laktat Gliseraldehid
piruvaldehidrat
Pigmen Coklat
10 Selama proses pemanasan dengan larutan alkali, adanya ion
OH
-
akan menyebabkan degradasi sukrosa dan terbentuk senyawa furfural, 5-hidroksimetil-2-furfuraldehida, asam format, dan lain-lain.
Pada pH 12, pemanasan selama 1 jam akan menyebabkan kehilangan sukrosa sebanyak 0.5. Senyawa yang terbentuk selama proses
pemanasan dengan alkali, walaupun dalam jumlah kecil, senyawa tersebut dapat memberikan warna coklat tua dan akan semakin cepat
dengan peningkatan suhu. Pada suhu 200°C, larutan akan terdiri dari senyawa yang larut dalam air, tidak manis, dan tidak dapat
difermentasikan yang disebut karamel. Diduga larutan tersebut mengandung senyawa asam glukinat, asam apoglukinat, asam humat,
dan asam sakarat Goutara dan Wijandi, 1975.
b. Reaksi Maillard
Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang melibatkan asam amino dan gugus karbonil terutama gula
pereduksi. Reaksi Maillard tidak membutuhkan suhu yang tinggi, namun laju reaksi akan meningkat tajam pada suhu yang tinggi dan
menyebabkan pencoklatan semakin cepat terjadi. Langkah pertama dalam reaksi tersebut adalah reaksi
kondensasi aldosa dan asam amino yang melibatkan pembukaan lingkaran gula, penambahan gugus amin pada grup karbonil, dan
berikutnya penghilangan air untuk membentuk basa schiff, yang selanjutnya
mengalami siklisasi
membentuk N-substituted
glycosylamin . Kunci dari reaksi pencoklatan ini adalah terbentuknya
amadori rearrangement yang merupakan isomerasi dari N-substituted
aldosylamine menjadi 1-amino-1-deoksi-2-ketosa. Reaksi Maillard
dapat dilihat pada Gambar 5 Ikan et al.,1996.
11 Gambar 5. Skema reaksi Maillard
E. KARBONATASI