b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran
hak cipta.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara teoritis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana,
khususnya terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta dan dasar pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan secara praktis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada rekan-rekan mahasiswa, para aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan,
hakim dan advokat serta masyarakat umum
yang mengkaji terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil
pelanggaran hak cipta.
D. Kerangka Teoritis dan Koseptual
1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto bahwa setiap penelitian akan ada kerangka teoritis
yang menjadi kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap
dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.
3
Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai
satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.
4
Kerangka teoritisnya meliputi:
a. Teori Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Barda Nawawi Arief
5
bahwa pertanggungjawaban pidana atau kesalahan schuldguiltmens rea, yaitu diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada
tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Pentingnya pertanggungjawaban
pidana atau kesalahan, yaitu tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dipidana tanpa kesalahan. Kesalahan terdiri dari unsur-unsur kemampuan
bertanggung jawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf.
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan asas culpabilitas, yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang
didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip
bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup kemungkinan adanya pertanggungjawaban
pengganti vicarious liability dan pertanggungjawaban yang ketat strict liability. Masalah kesesatan error, baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai
dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf, sehingga pelaku tidak
3
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm. 125.
4
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 73.
5
Barda Nawawi Arief, 2009, Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 49.
dipidana kecuali kesesatan itu patut dipersalahakan kepadanya.
6
Pertanggungjawaban pidana harus diperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujdkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan
spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana
dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas
overbelasting dalam melaksanakannya.
7
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman sanksi berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut.
8
Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan seseorang dapat dipidana harus memenuhi rumusan sebagai berikut:
a. Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan. b. Hubungan batin sikap psikis orang yang melakukan perbuatan dengan
perbuatannya, berupa kesengajaan dolus atau kealpaan culpa. c. Tidak ada alasan yang menghapus pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
bagi pembuat.
9
6
Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23.
7
Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, hlm. 49.
8
R.Soesilo, 1999, KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap dengan Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor.
9
Sudarto, 1997, Hukum Pidana, Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang.
b. Teori Dasar Pertimbangan Hukum Hakim
Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,
yaitu: 1. Teori Keseimbangan
Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan
dengan perkara, antara lain adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau
kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.
2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Penjatuhan putusan pengadilan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan
dari hakim. Sebagai diskresi dalam penjatuhan putusan, hakim akan
menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang
berperkara, yaitu tergugat dan penggugat. Dalam perkara pidana, yaitu pelaku dan korban. Pendekatan seni dan intuisi dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan
suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan hakim.
3. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus
dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitan dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari
putusan hakim.
4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam
menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui dampak dari
putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
10
5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mempertimbangkan segala aspek
yang berkaitan dengan pokok perkara yang dimasalahkan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara sebagai dasar
hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dalam memberikan keadilan
bagi para pihak yang berperkara.
6. Teori Kebijaksanaan Sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di
pengadilan anak. Landasan dari teori kebijakan ini menekankan rasa cinta terhadap tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam,
dipupuk, dan dibina. Selanjutnya teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina,
mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna
10
Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 105-106.
bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.
11
2. Konseptual
Konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan dan
pedoman dalam penelitian atau penulisan.
12
Sumber Konsep adalah undang- undang, bukukarya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus, dan
faktaperistiwa. Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka di bawah ini diberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan
dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut:
a. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau
tindak pidana.
13
b. Pelaku adalah sebagaimana telah dirumuskan dalam Pasal 55 Ayat 1 KUHP, yaitu mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta
melakukan, dan mereka yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
c. Tindak Pidana adalah sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa
pidana.
14
d. Pengedaran atau penjualan yaitu barangsiapa dengan sengaja menyiarkan,
11
Ibid.
12
Abdulkadir Muhammad,op.cit., hlm. 78.
13
Roeslan Saleh,1999, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, Aksara
Baru, hlm. 75.
14
Sudarto, 1990, Hukum Pidana, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, hlm. 23.
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud
pada Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah
Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta. e. Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Hak cipta
dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta
memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. f.
Pertimbangan adalah memikirkan baik-baik untuk menentukan memutuskan dan sebagainya memintakan pertimbangan kepada; menyerahkan sesuatu;
upaya dipertimbangkan.
15
g. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini Pasal 1 angka 11 KUHAP.
15
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Jakarta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hlm. 1056.
E. Sistematika Penulisan