P28;K 21 11,63
± 0,35
a
12,31 ±
0,98
a
11,86 ±
0,17
a
P29;K 36 12,76
± 0,42
a
13,57 ±
0,12
b
13,03 ±
0,20
a
P29;K 52 14,77
± 0,88
b
14,65 ±
0,40
c
15,58 ±
0,57
b
P33;K 21 15,82
± 0,53
bc
16,15 ±
0,19
d
14,42 ±
0,73
b
P33;K 36 17,54
± 1,15
cd
17,68 ±
0,31
e
17,17 ±
0,27
c
P32;K 47 18,07
± 0,31
d
18,07 ±
0,35
e
18,49 ±
0,56
d
Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5
Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame sebelum uji jam ke-0 pada ikan gurame yang mengkonsums i pakan dengan kadar protein 32 menghasilkan
kadar glikogen hati dan otot yang cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar protein 28. P ada kadar protein yang sama,
ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi menunjukan kadar glikogen hati dan otot yang lebih tinggi dibandingkan ikan
yang mengkonsumsi karbohidrat rendah. Ikan gurame yang mengkonsums i pakan P32;K 47 menghasilkan kadar glikogen otot dan hati tertinggi, sedangkan kadar
glikogen otot dan hati terendah pada ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21 p0,05.
Uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin -glukosa menunjukkan kadar glikogen hati dan otot dengan pola yang hampir sama, yaitu terjadi sedikit
peningkatan kadar glikogen pada jam k-3 setelah injeksi glukosa dan insulin dibandingkan kadar glikogen awal jam ke-0
4.2.4 Kadar Insulin Darah
Data kadar insulin darah pada penelitian ini hanya pada uji toleransi glukosa saja, sedangkan pada uji toleransi insulin glukosa, data kadar insulin
darah tidak terdeteksi. Kadar insulin darah pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P32 ;K47 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Pada kadar protein yang sama, ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi menunjukan kadar insulin darah yang cenderung
lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi karbohidrat rendah Tabel 5,
Lampiran 17
Tabel 5. Kadar insulin darah pada uji toleransi glukosa
Sebelum injeksi Glukosa
Setelah Injeksi Glukosa Perlakuan
Jam ke – 0 Jam ke - 1
Jam ke - 2 Insulin darah µIUml
P28;K 21 7,59
± 0,03
a
8,37 ±
0,27
a
8,59 ±
0,40
a
P29;K 36 7,60
± 0,03
a
9,49 ±
0,21
a b
9,62 ±
0,22
ab
P29;K 52 7,76
± 0,04
bc
9,70 ±
0,24
b
9,91 ±
0,86
ab
P33;K 21 7,65
± 0,03
a b
9,34 ±
0,43
ab
9,96 ±
0,42
ab
P33;K 36 7,77
± 0,05
c
10,17 ±
0,78
b
10,27 ±
1,02
b
P32;K 47 7,19
± 0,07
d
10,31 ±
0,20
b
10,30 ±
0,09
b
Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5
4.2.5 Pembahasan
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah. Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat pakan sangat bergantung
pada kompleksitas karbohidrat, sifat fisik, dan kadar karbohidrat dalam pakan. Kemampuan ini dapat dilihat dari sistem pencernaan dan sistem metaboliknya.
Kemampuan sistem metabolik menggambarkan kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat terabsorbsi terutama dalam bentuk glukosa.
Karbohidrat yang terabsorbsi ini segera digunakan sebagai energi, disimpan sebagai glikogen pada hati dan otot sebagai cadangan energi, disintesis menjadi
senyawa-senyawa lain seperti trigliserida dan asam-asam amino non esensial. Karena asam amino tidak disimpan dengan cara demikian, maka kelebihan asam
amino akan dideaminasi dan residu karbon akan dioksidasi dan dirubah menjadi lemak, karbohidrat, atau senyawa-senyawa lainnya. Ikan mengoksidasi asam-
asam amino terdeaminasi untuk energi secara lebih efisien dibandingkan glukosa. Dengan demikian hanya jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan anabolik yang
harus disuplai dalam pakan, sehingga protein sparing -effect oleh karbohidrat dapat ditingkatkan Lovell 1989.
Uji toleransi glukosa dan toleransi insulin glukosa pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ikan memanfaatkan karbohidrat dilihat
dari sistem metaboliknya, yaitu dengan melihat respons glukosa dan insulin plasma terhadap suatu muatan glukosa. Sebelum uji toleransi glukosa dan uji
toleransi insulin glukosa dilakukan, ikan dipelihara selama 30 hari dengan pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda, diharapkan
selama masa pemeliharaan ini terjadi adaptasi metabolik ikan terhadap perubahan nutrien pakan. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah ikan gurame
sebelum uji dipuasakan selama 48 jam, berbeda nyata antar perlakuan p0,05. Ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K36 dan P32;K47 menghasilkan kadar
glukosa darah terendah. Puncak kadar glukosa darah semua perlakuan pada penelitian ini terjadi 1
jam setelah injeksi glukosa. Puncak glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik
keseimbangan. Kemampuan suatu organisme untuk mengasimilasi dan memanfaatkan glukosa dari aliran darah terutama bergantung pada mekanisme
transport aktif. Jalur asimilasi glukosa ke dalam aliran darah setelah injeksi intraperitonal berbeda setelah pemberian glukosa secara oral. Pemberian glukosa
dengan cara injeksi secara intraperitonial, asimilasi glukosa melalui sistem pencernaan mungkin dipotong, dan karena glukosa masuk ke dalam sel tidak
dapat melalui difusi pasif, maka transpor aktif harus terjadi melalui sel-sel epitelial rongga peritoneum atau organ-organ yang mengelilinginya Stone et al.
2003a. Ikan gurame yang diberi muatan glukosa secara intraperitonial dengan
dosis 1 gkg bobot tubuh menghas ilkan mekanisme transpor glukosa dari rongga peritoneum ke aliran darah yang cukup efisien. Hal ini dapat dilihat dari cepatnya
waktu mencapai puncak glukosa yaitu 1 jam setelah injeksi glukosa dan kembali ke kadar glukosa basal antara jam ke 5 dan 7 se telah injeksi glukosa. Hal yang
sama dilaporkan Stone et al. 2003a, yang melakukan uji toleransi glukosa pada ikan silver perch, yang merupakan ikan omnivora. Kadar glukosa maksimum
dicapai pada jam ke-1 setelah injeksi glukosa secara intraperitonial dengan dosis 1 gkg bobot tubuh dan kembali ke kadar glukosa basal antara jam ke- 6 dan 12
setelah injeksi glukosa. Jika dibandingkan dengan uji toleransi glukosa pada ikan seabream dan seabass, yang merupakan ikan karnivora, kadar glukosa maksimum
masing-masing dicapai pada jam ke - 3 dan jam ke -6 setelah injeksi glukosa. Baru pada jam ke-12 setelah injeksi glukosa mulai terjadi penurunan kadar glukosa
darah Peres et al. 1999. Hal ini menegaskan bahwa ikan-ikan herbivora dan omnivora lebih efisien dalam memanfaatkan karbohidrat glukosa dibandingkan
ikan-ikan karnivora.
Ikan gurame nampaknya juga melakukan adaptasi metabolik terhadap pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda selama 30
hari. Adaptasi ini dapat dilihat dari respons glukosa darah setelah injeksi glukosa. Peningkatan kadar protein pakan dari 28 menjadi 32 nampaknya tidak
berpengaruh pada perubahan kadar glukosa darah. Pada kadar protein pakan 28 dan 32, peningkatan kadar karbohidrat menghasilkan nilai glukosa darah yang
makin rendah. Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat tinggi menunjukkan turnover rate glukosa lebih
cepat. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan dengan karbohidrat rendah, metabolisme karbohidat berlangsung dengan lambat sehingga menambah pool
glukosa darah Nagai dan Ikeda 1971. Shimeno et al. 1993 juga melaporkan adanya adaptasi metabolik ikan nila Oreochromis niloticus terhadap karbohidrat
pakan. Aktivitas enzim-enzim glikolisis dan pentosafospa t pada hati yaitu fosfoglukosa isomerase, glukosa -6-fosfat dehidrogenase dan fosfoglukonat
dehidrogenase meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan, sebaliknya aktivitas enzim -enzim yang mendegradasi asam amino aspartat
aminotransferase dan a lanin aminotransferase dan glukoneogenesis glukosa-6- fosfatase lebih rendah pada ikan yang mengkonsumsi karbohidrat tinggi. Hal ini
menegaskan peningkatan kadar karbohidrat pakan pada ikan herbivora mempercepat proses glikolisis dan lipogenesis dan menekan degradasi asam
amino dan glukoneogenesis pada hati. Pada ikan karnivora, proses glukoneogenesis merupakan proses utama untuk memenuhi kebutuhan glukosa
tubuh dan proses ini tetap aktif pada saat glukosa tinggi Fu dan Xie 2004. Penurunan kadar glukosa darah sampai mendekati kadar glukosa basal
baik pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkarbohidrat tinggi maupun rendah terjadi pada jam ke-7. Akan tetapi, kecepatan tingkat penurunan kadar glukosa
darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung ka rbohidrat tinggi lebih cepat dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung
karbohidrat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi, pemasukan glukosa ke dalam sel
berlangsung lebih cepat dan menyebabkan kadar glukosa dalam darah segera
turun. Penurunan ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara peningkatan absorbsi glukosa ke dalam darah dan adanya kerja insulin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan komposisi pakan protein dan karbohidrat mempengaruhi sekresi dan kerja insulin pada ikan
gurame. Ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32 mempunyai kadar insulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan
berkadar protein 28. Selanjutnya ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi juga menghasilkan kadar insulin yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein dan karbohidrat
pakan berpengaruh pada kadar insulin darah pada ikan gurame. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa perubahan komponen nutrien pakan dapat
mempengaruhi fungsi endokrin pada ikan. Peningkatan asam-asam amino setelah pemberian pakan merupakan stimulus utama sekresi insulin dan meningkatkan
kemampuan pengikatan insulin pada hati Hepher 1990; MacKenzie et al. 1998. Peningkatan kadar glukosa darah setelah injeksi glukosa menstimulasi sel-sel ß-
pankreas mensekresikan insulin. Kadar insulin ikan gurame meningkat antara jam ke- 1 dan 2 setelah injeksi glukosa. Pengaruh peningkatan kadar insulin dapat
dilihat dari kecepatan tingkat penurunan kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi lebih cepat
dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat rendah. Mekanisme melalui mana nutrien glukosa, asam amino, dan asam lemak
mempengaruhi fungsi endokrin pada ikan antara lain dapat melalui stimulasi langsung sintesis dan sekresi hormon, modulasi ketersediaan reseptor hormon,
perubahan post-receptor signalling pada sel-sel target, perubahan transpor hormon MacKenzie et al. 1998.
Pada uji toleransi insulin glukosa, ikan gurame diinjeksi insulin dan glukosa setelah pemuasaan 48 jam. Pola perubahan kadar glukosa darah sama
seperti pada uji toleransi glukosa, namun nilai kadar glukosa darah pada puncak glukosa jam ke -1 setelah injeksi insulin-glukosa lebih rendah jika dibandingkan
dengan uji toleransi glukosa. Uji toleransi insulin-glukosa ini menunjukkan keberadaan insulin bersamaan dengan muatan glukosa pada ikan gurame mampu
meregulasi kadar glukosa darah ikan gurame. Hal ini terlihat dari kecepatan penurunan pada setiap jam pengamatan, yaitu ikan gurame yang dinjeksi insulin
menghasilkan kadar glukosa darah yang lebih rendah dibandingkan ikan yang tidak diinjeksi insulin. Secara umum waktu untuk mencapai kadar insulin
maksimum pada ikan sedikit lebih lambat jika dibandingkan pencapaian puncak kadar glukosa darah Furuichi dan Yone 1981. Fenomena yang sama terlihat
pada penelitian ini, yaitu ikan gurame yang tidak diinjeksi insulin menghasilkan nilai puncak kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan laju penurunan kadar
glukosa darah yang cukup cepat baru terjadi setelah puncak kadar insulin jam ke- 2 setelah injeksi glukosa.
Glukosa yang terasimilasi ini selanjutnya akan digunakan sebagai sumber energi, disimpan sebagi glikogen dalam hati dan otot, disintesis menjadi senyawa-
senyawa lain seperti trigliserida dan asam-asam amino non esensial. Pada penelitian ini terlihat bahwa ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47
menghasilkan kadar trigliserida darah tertinggi yaitu 314,7. Tingginya kadar trigliserida darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein dan
karbohidrat tinggi ini menunjukkan adanya proses lipogenesis selama masa pemeliharaan 30 hari. Kelebihan glukosa darah, setelah kebutuhan energi
metabolisme terpenuhi, segera dikonversi menjadi trigliserida, dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adiposa. Pada pemuasaan selama 48 jam terjadi proses
lipolisis, dimana trigliserida yang disimpan dalam jaringan adiposa dimobilisasi untuk mensuplai energi selama pemuasaan. Tingginya kadar trigliserida pada saat
pemuasaan ini disebabkan sintesis endogenous trigliserida yang berasal dari glukosa hasil mobilisasi glikogen hati dan asam-asam lemak bebas yang
ditranspor dari jaringan adiposa ke hati Groff dan Gropper 2000. Pada jam ke-2 dan 3 setelah injeksi glukosa, kadar trigliserida darah ikan
gurame lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal pada saat pemuasaan. Penurunan kadar trigliserida darah setelah injeksi glukosa merupakan respon yang
berkaitan dengan peningkatan kadar insulin setelah injeksi glukosa. Penurunan kadar trigliserida setelah injeksi glukosa juga terjadi pada ikan Atlantic salmon
dan ikan turbot setelah injeksi glukosa Garcia dan Hemre 1996; Hemre dan Hansen 1998. Sedangkan pada uji toleransi insulin glukosa, kadar trigliserida
darah pada jam ke -2 setelah injeksi insulin glukosa, kadar trigliserida darah lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal setelah pemuasaan 48 jam. Namun
pada jam ke-3 setelah injeksi insulin glukosa terjadi peningkatan kembali kadar trigliserida darah. Diduga pemberian hormon insulin dan glukosa menyebabkan
proses lipogenesis antara jam 2 dan 3 setelah injeksi. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan glukosa darah, setelah kebutuhan untuk metabolisme terpenuhi,
segera dikonversi menjadi menjadi trigliserida. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot.
Peningkatan kadar karbohidrat pakan nampaknya berpengaruh nyata pada peningkatan kadar glikogen pada hati dan otot ikan gurame. Kadar glikogen otot
dan hati ikan gurame sebelum uji setelah pemuasaan selama 48 jam pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan kadar glikogen otot
dan hati tertinggi, sedangkan kadar glikogen otot dan hati terendah pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P28;K21 p0,05. Peningkatan kadar
glikogen pada hati dan otot dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti Nakai dan Ikeda 1971; Peres et al. 1999;
Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004. Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame pada jam ke-3 setelah injeksi
pada kedua uji menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu terjadi peningkatan kadar glikogen dibandingkan kadar glikogen awal jam ke-0. Peningkatan kadar
glikogen menunjukkan adanya kelebihan glukosa darah setelah kebutuhan energi metabolisme terpenuhi, yang segera dikonversi menjadi glikogen, dan selanjutnya
disimpan dalam otot dan hati. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya peningkatan kadar insulin darah setelah injeksi glukosa yang menyebabkan
peningkatan pemanfaatan glukosa dalam sel dan juga peningkatan sintesis glikogen pada otot dan hati.
Hasil penelitian tahap II ini menunjukkan bahwa ikan gurame mempunyai toleransi yang cukup tinggi untuk meregulasi kadar glukosa darah dan mampu
memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 47 pada kadar protein 32. Berdasarkan hasil penelitian tahap I perubahan enzim pencernaan pada
ikan gurame yang diberi pakan berkadar protein dan karbohidrat berbeda dan penelitian tahap II uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa pada
ikan gurame menunjukkan bahwa ikan gurame melakukan adaptasi digestif dan metabolik terhadap kadar protein dan karbohidrat pakan yang diberikan.
Informasi ini sangat penting untuk menentukan waktu pergantian pakan yang tepat sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan dan pengaruh nutrien pada
fungsi endokrin sangat penting untuk merancang strategi pemberian pakan komposisi nutrien pakan yang dapat memacu produksi hormon-hormon anabolik
insulin sehingga dapat dijadikan dasar manajemen pemberian pakan komposisi nutrien pakan dan waktu pergantian pakan yang tepat sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan. Kedua tahap penelitian di atas dijadikan dasar penentuan waktu pergantian
pakan yang mengandung karbohidrat berbeda. Berdasarkan perubahan relatif terbesar aktivitas enzim pe ncernaan khususnya a-amilase , dan sesuai dengan
kemampuan ikan gurame dalam meregulasi dan memanfaatkan karbohidrat pakan maka waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda 20, 35, dan
47 dengan kadar protein pakan 32 dilakukan pada hari ke 20 dan 50 setelah pemberian pakan.
4.3 Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan
Konsekuensi Perubahan Pakan Terhadap Insulin 4.3.1 Koefisien Kecernaan Nutrien Pakan
Nilai koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat berbeda disajikan pada Tabel 6,
Lampiran 18. Tabel 6. Koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan gurame yang
mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat berbeda
Perlakuan Periode
pengambilan feces
K20;35;48 K35;35;48
K35;48;48 K48;48;48
Koefisien kecernaan karbohidrat 10 - 20
39,86 ±
1,13
ax
72,67 ±
1,15
bx
74,37 ±
2,01
bx
83,99 ±
1,51
c x
30 - 50 81,96
± 0,33
ay
81,14 ±
0,73
ay
86,92 ±
0,61
by
88,96 ±
0,33
cy
60 - 80 95,51
± 0,15
az
95,25 ±
0,09
az
95,37 ±
0,08
az
96,14 ±
0,13
b z
Koefisien kecernaan protein 10 - 20
94,73 ±
0,18
cz
92,92 ±
0,43
by
92,02 ±
0,76
bx
89,62 ±
0,23
a x
30 - 50 93,14
± 0,13
by
93,00 ±
0,32
by
93,97 ±
0,45
bx
91,48 ±
0,24
ay
60 - 80 91,72
± 0,55
ax
91,56 ±
0,10
ax
91,80 ±
0,01
ax
91,70 ±
0,29
ay
Koefisien kecernaan lemak 10 - 20
92,58 ±
0,28
cx
90,11 ±
0,76
bx
89,74 ±
0,47
bxy
83,77 ±
1,30
a x
30 - 50 92,29
± 0,88
bx
94,17 ±
0,32
by
85,51 ±
3,02
ax
86,73 ±
1,43
a x
60 - 80 90,85
± 1,46
ax
91,29 ±
0,56
ax
91,31 ±
0,98
ay
90,29 ±
1,17
ay
Huruf yang sama a,b,c pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 antar perlakuan pada setiap waktu pengukuran ; huruf yang sama w,x,y pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan
Keterangan :
K20;35;48: 1 - 20 hari karbohidrat 20; 21 – 50 hari karbohidrat 35; 51 – 80 hari karbohidrat 48 K35;35;48: 1 - 20 hari karbohidrat 35; 21 – 50 hari karbohidrat 35; 51 – 80 hari karbohidrat 48
K35;48;48 :1 - 20 hari karbohidrat 35; 21 – 50 hari karbohidrat 48; 51 – 80 hari karbohidrat 48 K48;48;48 :1 - 20 hari karbohidrat 48; 21 – 50 hari karbohidrat 48; 51 – 80 hari karbohidrat 48
Pada periode awal pemeliharaan 1 sampai 20 hari, ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 20 K20;35;48
menghasilkan nilai koefisien kecernaan karbohidrat yang paling rendah dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung
karbohidrat 35 dan 48. Pada periode pemeliharaan kedua 21 sampai 50 hari, pergantian pakan menyebabkan perubahan nilai koefisien kecernaan karbohidrat.
Koefisien kecernaan karbohidrat pada ikan yang pada periode sebelumnya mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 20 kemudian diganti dengan
pakan mengandung karbohidrat 35 K20;35;48 menghasilkan peningkatan kecernaan karbohidrat terbesar dan sama dengan ikan yang sejak periode awal
mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 35 K35;35;48. Ikan yang
sejak periode awal mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48 K48;48;48 menghasilkan nilai kecernaan karbohidrat yang tertinggi. Pada
periode pemeliharaan ketiga hari ke 51 sampai 80, semua ikan diberi pakan yang mengandung karbohidrat 48. Nilai koefisien kecernaan karbohidrat pakan
tertinggi dihasilkan ikan yang sejak awal pemeliharaan mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48 K48;48;48 P0,05. Jika dibandingkan
antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan, nilai koefisien kecernaan karbohidrat juga menunjukkan peningkatan pada setiap waktu pengamatan
P0,05. Koefisien kecernaan protein pada periode awal pemeliharaan hari ke 1
sampai 20 menunjukkan bahwa ikan yang mengkons umsi pakan yang mengandung karbohidrat 20 K20;35;48 mempunyai nilai kecernaan protein
yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Demikian pula halnya pada periode pemeliharaan kedua hari ke 21 sampai 50, ikan dengan urutan
pemberian pakan K20;35;48 menghasilkan nilai kecernaan protein tertinggi, tidak berbeda dengan perlakuan K35;35;48 dan K35;48;48. Sebaliknya, ikan dengan
urutan pemberian pakan K48;48;48 menghasilkan nilai kecernaan protein yang paling rendah P 0,05. Pada periode pemeliharaan ketiga hari ke 51 sampai
80, ketika semua ikan diberi pakan yang mengandung karbohidrat 48 menghasilkan nilai koefisien kecernaan protein yang tidak berbeda antar semua
perlakuan P0,05. Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan, nilai koefisien kecernaan protein juga menunjukkan peningkatan pada
setiap waktu pengamatan P0,05. Kecernaan lemak pakan pada periode awal pemeliharaan hari ke 1 sampai
20, menunjukkan bahwa ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 20 K20;35;48 mempunyai nilai kecernaan lemak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada periode pemeliharan kedua hari ke 21 sampai 50, ikan dengan urutan pemberian pakan K35;35; 48 menghasilkan
nilai kecernaan lemak tertinggi dan tidak berbeda K20;35;48. Ikan yang pada periode kedua ini mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48
K35;48;48 dan ikan yang sejak periode awal mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48 K48;48;48 menghasilkan kecernaan lemak yang
lebih rendah. Pada periode pemeliharaan ketiga hari ke-51sampai 80, ketika semua ikan diberi pakan yang mengandung karbohidrat 48, kecernaan lemaknya
tidak berbeda antar semua perlakuan P0,05.
4.3.2 Kadar Glukosa Darah, Insulin Darah, serta Glik ogen Otot dan Hati