2. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu: a.
Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan, dari kebenaran data yang diperoleeh serta relevansinya dengan penulisan.
b. Evaluasi, yaitu memeriksa atas kelangkaan data dan kejelasannya,
konsistensinya dan relevansinya terhadap topik penulisan skripsi ini. c.
Sistematisasi, yaitu semua data yang telah masuk dikumpulkan dan disusun sesuai dengan urutannya.
d. Interpretasi, yaitu proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua
atau lebih pembicara yang tidak dapat menggunakan simbol yang sama, baik secara simultan atau berurutan.
E. Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk menyederhanakan data yang ada dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Terhadap data primer
dilakukan metode deskriptif, yaitu untuk menemukan data-data yang selanjutnya untuk mempermudah dalam menemukan semua permasalahan
yang ada dalam penulisan skripsi ini. Sedangkan terhadap data skunder akan dilakukan secara kualitatif berdasarkan hasil analisis maka ditarik kesimpulan
berdasarkan metode induktif, yaitu suatu cara berpikir yang berdasarkan pada fakta yang bersifat khusus kemudian diambil kesimpulan secara umum.
III. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, penulis berkesimpulan bahwa: 1.
Kewenangan Jaksa Agung untuk melakukan Penyampingan Perkara dalam kasus Bibit-Chandra. Kewenangan Penyampingan Perkara hanya ada pada
Jaksa Agung sering ditafsirkan bahwa Jaksa atau Penafsiran demikian adalah keliru karena Jaksa Agung itu adalah Pimpinan Kejaksaan
sedangkan Kejaksaan itu adalah satu dan tidak dapat dipecah-pecah. Penggunaan asas opportunitas dipusatkan kepada Pimpinan Kejaksaan
yakni Jaksa Agung. Seponering atau Penyampingan Perkara dikeluarkan dikarenakan keterbatasan hukum pidana yang harus menjunjung tinggi
asas equality before of the law terhadap semua pelaku tindak pidana. Seperti pada kasus Bibit-Chandra, setelah melalui proses dan
pertimbangan yang panjang akhirnya pelaksana wewenang Kejaksaan Agung mengeluarkan Penyampingan Perkara seponering dalam kasus
ini. kasus Bibit-Chandra ini tokoh nasional juga berani menjaminkan dirinya sebagai sebagai wujud dari dukungan, bahkan sampai pada
himbauan Presiden agar kasus Bibit-Chandra yang memiliki konstribusi besar terhadap negara ini tidak dibawa ke pengadilan, dengan maksud
terciptanya kehidupan masyarakat yang baik dan menjaga kepentingan hukum negara atau kepentingan umum.
2. Faktor yang melatarbelakangi Penyampingan Perkara dalam kasus Bibit-
Chandra terdapat dalam penjelasan pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 ditegaskan bahwa demi kepantingan umum maka
suatu perkara dapat dikesampingkanyaitu demi kepantingan bangsa dan negara dan atau kepantingan masyarakat luas. Kepentingan umum tersebut
terdapat dua unsur yaitu unsur politik dan unsur sosial budaya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran, yaitu: 1.
Kepada aparat penegak hukum untuk menerapkan hukum pidana yang tidak hanya menjalankan amanat undang-undang, tetapi wajib menggali
nilai-nilai yang hidup tumbuh dan berkembang dimasyarakat, terutama dalam Penyampingan Perkara atau seponering Sehingga suatu perkara
yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan masyarakat luas dapat dijalankan dengan benar dan seadil-adilnya, agar
tidak ada pihak atau kelompok yang merasa dirugikan. 2.
Kepada Pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang tersendiri untuk seponering atau Penyampingan Perkara, karena seponering dapat
mengesampingkan sistem peradilan pidana dalam KUHAP dan KUHP yang notabene adalah undang-undang, kemudian memberikan penjelasan
tertulis didalam peraturan perundang-undangan tersebut untuk mengetahui