Pengaruh Penambahan Alf3 Terhadap Temperatur Bath Dan Molten Yang Dihasilkan Di PT. INALUM

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN ALF3 TERHADAP TEMPERATUR

BATH DAN MOLTEN YANG DIHASILKAN

DI PT. INALUM KUALA TANJUNG

KARYA ILMIAH

RIZKY SOFYANA PUTRI

072409018

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN ALF3 TERHADAP TEMPERATUR BATH DAN MOLTEN YANG DIHASILKAN

DI PT. INALUM KUALA TANJUNG

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya.

RIZKY SOFYANA PUTRI 072409018

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN ALF3 TERHADAP

TEMPERATUR BATH DAN MOLTEN YANG DIHASILKAN DI PT. INALUM

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : RIZKY SOFYANA PUTRI

Nomor Induk Mahasiswa : 072409018

Program Studi : D3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Mei 2010

Diketahui / Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Pembimbing

Ketua,

(Dr. Rumondang Bulan, MS.) (Drs. Amir Hamzah Srg, M.Si.) NIP 195408301985032001 NIP 131945358000000000


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN ALF3 TERHADAP TEMPERATUR BATH DAN MOLTEN YANG DIHASILKAN

DI PT. INALUM KUALA TANJUNG

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil keja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2010

RIZKY SOFYANA PUTRI 072409018


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH swt. atas segala rahmat, karunia dan kesehatan yang diberikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “PENGARUH

PENAMBAHAN ALF3 TERHADAP TEMPERATUR BATH DAN MOLTEN

YANG DIHASILKAN DI PT. INALUM KUALA TANJUNG, ASAHAN”.

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan Ijazah Ahli Madya pada Program Diploma III Kimia Industri. Karya ilmiah ini memberikan informasi mengenai Pabrik Peleburan Aluminium PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT.INALUM). Informasi ini merupakan hasil studi pustaka, observasi lapangan, diskusi, dan analisis penulis yang diperoleh pada saat mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 21 Desember 2009 – 29 Januari 2010.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada PT.INALUM atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan kerja praktek di sana. Penulis juga tak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang sangat tulus mendalam kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan materil maupun moril, kasih sayang dan cinta serta doa restu yang tidak henti – hentinya, serta adik-adikku yang tersayang.

2. Bapak Drs. Amir Hamzah Srg. M.Si selaku dosen pembimbing PKL dan Karya Ilmiah, atas bimbingan dan semua nasehatnya.

3. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil selaku koordinator Program Studi D3 Kimia Industri.

4. Ibu Drs. Rumondang Bulan Nst. MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc. selaku Dekan FMIPA USU. 6. Para staff pengajar dan pegawai Kimia Industri FMIPA USU.

7. Pak Sabran dan seluruh staff di PT. INALUM yang telah membantu dan membimbing penulis selama melaksanakan kerja praktek.

8. Teman-teman OJT seperjuangan, agus, emir, jefri, syahri, arif, leni, lia, lisik, parni, hendra dan gugun. Semua yang telah terlewati takkan pernah terlupakan. 9. Fitri, Ai, Indoen dan Mira, terima kasih atas semua kegilaan dan kenangan

yang telah diberikan. Itu semua akan tersimpan manis selamanya.

10.Seluruh anak KIN ’07, terima kasih atas waktu yang telah kita lewati selama ini. Perjuangan kita belum berakhir. Ini adalah sebuah permulaan untuk mimpi-mimpi kita.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu.

Akhirnya, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan karya ilmiah ini pada waktu mendatang. Semoga ALLAH swt. meridhai segala kerja keras penulis sehingga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua.


(6)

ABSTRAK

Dari hasil pengamatan dan analisa yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat persentase kelebihan AlF3 (Aluminium Fluorida) yang tidak memenuhi standar (9,9% ± 1,5%) yaitu pada pot R-111, R-117, dan R-121 dengan persentase masing-masing 7,1%, 13,1%, dan 15,1%. Kelebihan ini diketahui karena adanya peningkatan ataupun penurunan temperatur bath yang tidak sesuai standar. Hal ini disebabkan kadar AlF3 di dalam bath terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Sehingga perlu dilakukan pengaturan pemasukan AlF3 ke dalam pot reduksi agar tidak terjadi reaksi balik aluminium menjadi alumina ataupun terbentuknya lumpur di dasar pot.


(7)

The Influence of AlF3 Addition on Bath Temperature and Molten’s Produced In PT. INALUM Kuala Tanjung, Asahan

ABSTRACT

From the observation and analysis, it was known that there was a percentage of the excess AlF3 (Aluminium Fluoride) which unsuitable of standard (9.9% ± 1.5%), was in R-111, R-117, and R-121 pot by their each percentage was 7.1%, 13.1% and 15.1%. This excess was known because of the increase or decrease in bath temperature was not standard. It was happened because AlF3 contents in bath was too low or too high. So we needed to do the income AlF3 settings into the reduction pot so that the back reaction of aluminum into alumina or sludge formed in the bottom pot didn’t happen.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alumina 4

2.2 Anoda Karbon 6

2.3 Larutan Elektrolit (Bath) 7

2.4 Aluminium Florida (AlF3) 8

2.5 Soda Abu (Na2CO3) 10

2.6 Diagram Alir Bahan Baku 10

2.7 Mekanisme Elektrolisa Hall-Heroult 12

2.8 Aluminium 14

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Peralatan Proses Peleburan 17

3.2 Bahan Olahan pada Proses Elektrolisa 18

3.3 Metode Kerja 18

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data 21

4.2 Perhitungan 22

4.3 Pembahasan 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Alumina 6

Tabel 2.2 Spesifikasi AlF3 9

Tabel 2.3 Spesifikasi Soda Abu (Na2CO3) 10

Tabel 4.1 Data Pengamatan pada Tanggal 23/01/10 21 Tabel 4.2 Data Pengamatan Sa dan BT dari tanggal 20-22 Januari 2010 22 Tabel 4.3 Data Hubungan Umur Pot dengan Konsumsi AlF3 22


(10)

ABSTRAK

Dari hasil pengamatan dan analisa yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat persentase kelebihan AlF3 (Aluminium Fluorida) yang tidak memenuhi standar (9,9% ± 1,5%) yaitu pada pot R-111, R-117, dan R-121 dengan persentase masing-masing 7,1%, 13,1%, dan 15,1%. Kelebihan ini diketahui karena adanya peningkatan ataupun penurunan temperatur bath yang tidak sesuai standar. Hal ini disebabkan kadar AlF3 di dalam bath terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Sehingga perlu dilakukan pengaturan pemasukan AlF3 ke dalam pot reduksi agar tidak terjadi reaksi balik aluminium menjadi alumina ataupun terbentuknya lumpur di dasar pot.


(11)

The Influence of AlF3 Addition on Bath Temperature and Molten’s Produced In PT. INALUM Kuala Tanjung, Asahan

ABSTRACT

From the observation and analysis, it was known that there was a percentage of the excess AlF3 (Aluminium Fluoride) which unsuitable of standard (9.9% ± 1.5%), was in R-111, R-117, and R-121 pot by their each percentage was 7.1%, 13.1% and 15.1%. This excess was known because of the increase or decrease in bath temperature was not standard. It was happened because AlF3 contents in bath was too low or too high. So we needed to do the income AlF3 settings into the reduction pot so that the back reaction of aluminum into alumina or sludge formed in the bottom pot didn’t happen.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aluminium ialah unsur melimpah ketiga terbanyak dalam kerak bumi (sesudah oksigen dan silikon), mencapai 8,2% dari massa total. Karena sifatnya yang sangat menguntungkan, penggunaan aluminium terus berkembang. Ini terlihat dari semakin banyaknya alat-alat yang diproduksi dengan menggunakan aluminium. Sehingga berkembanglah industri peleburan aluminium di berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia, dimana pada 6 Januari 1976 di Jakarta dibentukalah PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang merupakan perusahaan joint venture antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium Co.Ltd. (NAA).

INALUM membangun pabrik peleburan yang beroperasi dengan kapasitas terpasang 510 pot yang terbagi dalam 3 gedung, sehingga di masing-masing gedung terdapat 170 pot. Dimana jenis tungku yang digunakan adalah Prebaked Anode

Furnace (PAF) yaitu suatu sistem dimana anoda dipanggang terlebih dahulu

(prebaked) sebelum dipergunakan.

Proses peleburan aluminium di INALUM dilakukan dengan sistem elektrolisa dengan cara mereduksi alumina menjadi aluminium dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik sebagai material utama. Dimana material ini akan dimasukkan ke


(13)

dalam tungku reduksi dengan temperatur operasi 955oC (± 10oC), kuat arus yang dipakai adalah 190-200 kA dengan tegangan tiap pot sekitar 4,2 – 4,4 volt. Selain material utama, ada juga material penunjang yang fungsinya tidak kalah penting dengan material utama, yaitu kriolit, soda abu dan aluminium florida.

Produksi aluminium di PT INALUM tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Dimana umumnya persentase produk secara aktual lebih rendah dibandingkan dengan persentase produk secara teoritis. Ini diakibatkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah temperatur bath yang terlalu tinggi, yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi balik aluminium menjadi alumina. Temperatur bath ini dapat dikontrol dengan mengendalikan persentase kelebihan AlF3 yaitu 9,9% (± 1,5%). Bila persentase kelebihan AlF3 di atas 9,9% (± 1,5%), temperatur operasi akan turun. Sedangkan bila persentase kelebihan AlF3 di bawah 9,9% (± 1,5%), temperatur operasi akan naik.

Sehingga perlu dilakukan pengendalian pemasukan aluminium florida (AlF3) kedalam pot reduksi. Aluminium florida (AlF3) ini merupakan bahan penunjang yang ditambahkan secara manual jika terjadi kekurangan AlF3 di dalam pot reduksi dan dikurangi secara manual juga jika terjadi kelebihan AlF3 di dalam pot reduksi.

Sejalan dengan fenomena diatas maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil judul

”PENGARUH PENAMBAHAN ALF3 TERHADAP TEMPERATUR BATH


(14)

1.2 Permasalahan

1. Berapa jumlah optimal AlF3 yang harus ditambahkan agar diperoleh hasil yang maksimal.

2. Pengaruh kelebihan ataupun kekurangan AlF3 di dalam pot reduksi.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui jumlah AlF3 optimal yang harus ditambahkan agar mendapatkan hasil yang maksimal yang mendekati hasil teoritis.

2. Untuk mengetahui pengaruh jika kelebihan ataupun kekurangan AlF3 terjadi di dalam pot reduksi.

1.4 Manfaat

1. Dapat mengetahui berapa banyak AlF3 yang harus ditambahakan ke dalam pot reduksi agar diperoleh hasil yang lebih baik.

2. Dapat mengontrol apabila terjadi kelebihan ataupun kekurangan AlF3 di dalam pot reduksi.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Alumina

Alumina (Al2O3) merupakan material keramik nonsilikat yang paling penting. Material ini meleleh pada suhu 2051oC dan mempertahankan kekuatannya bahkan pada suhu 1500 sampai 1700oC. Alumina mempunyai ketahanan listrik yang tinggi dan tahan terhadap kejutan termal dan korosi. Alumina (Al2O3) diperoleh dari pengolahan biji bauksit yang mengandung 50-60% Al2O3; 1-20% Fe2O3; 1-10% silika; sedikit sekali titanium, zirkonium dan oksida logam transisi lain; dan sisanya (20-30%) adalah air. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan proses Bayer yang mengambil manfaat dari fakta bahwa oksida alumina amfoter larut dalam basa kuat tetapi besi (III) oksida tidak. Proses Bayer terdiri dari tiga tahap reaksi yaitu:

1. Proses Ekstraksi

Bauksit mentah dilarutkan dalam natrium hidroksida ( )s OH ( )aq H O( )l Al OH ( )aq

O

Al2 3 +2 − +3 2 →2 ( )−4

dan dipisahkan dari besi oksida terhidrasi serta zat asing tak larut lainnya dengan penyaringan.


(16)

2. Proses Dekomposisi

Aluminium oksida terhidrasi murni mengendap bila larutan didinginkan sampai lewat jenuh dan dipancing menjadi kristal dari produk:

( ) 2 3 2 ( ) ( )

4 3 2

) (

2Al OHaqAl OH Os + OHaq 3. Proses Kalsinasi

Air hidrasi dibuang melalui kalsinasi pada suhu tinggi (1200oC).

O H O Al kalor O H O

Al2 3.3 2 + → 2 3 +3 2

Alumina yang dihasilkan melalui proses Bayer ini, mempunyai kemurnian yang tinggi dengan konsumsi energi yang relatif rendah (Oxtoby, 2003).

Aluminium oksida (Al2O3) atau yang lebih dikenal dengan alumina adalah 2O3) berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhada udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut.

PT. INALUM tidak menghasilkan alumina sendiri tetapi diperoleh dari negara lain terutama dari negara Australia. Spesifikasi alumina yang diperlukan untuk peleburan aluminium ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Pemasukan alumina itu sendiri ke dalam pot reduksi telah di atur secara kontinyu oleh komputer. Dimana, dilakukan pemecahan kerak tengah terlebih dahulu


(17)

oleh blade kemudian dilakukan pemasukan alumina dari hopper melalui gate alumina sebanyak kira-kira 20 kg di bagian tengah pot.

Tabel 2.1 Spesifikasi Alumina

Item Satuan Spesifikasi

Loss on Ignition (300-10000C) % 1,00 maks

SiO2 % 0,03 maks

Fe2O3 % 0,03 maks

TiO2 % 0,005 maks

Na2O % 0,600 maks

CaO % 0,060 maks

Al2O3 % 98,40 min

Spesific Surface Area m2/g 40-80

Particle Size

+ 100 mesh % 12,0 maks

+ 150 mesh % 25 min

- 325 mesh % 12,0 maks

Angle of Refuse deg 30-34

Anoda Karbon

Anoda karbon berfungsi sebagai reduktor dalam proses elektrolisis alumina. Anoda karbon diproduksi pada pabrik karbon (Carbon Plant). Komposisi karbon terdiri dari 60% kokas minyak, 15% hardpitch, dan 20% butt (puntung anoda).


(18)

Anoda karbon yang digunakan harus mempunyai sifat sebagai berikut:

1. Tahan terhadap perubahan panas (heat shock) sehingga sulit retak pada saat beroperasi pada temperatur tinggi.

2. Angka muai panas yang rendah agar anoda sulit terlepas dari tangkai anoda pada temperatur tinggi.

3. Konduktivitas panas tinggi agar segera mencapai temperatur tinggi pada proses pemanasan (baking).

4. Konduktivitas listrik tinggi (0,0036 – 0,0091 ohm.cm) agar aliran listrik efektif.

5. Kemurnian kimia yang tinggi.

6. Reaktivitas rendah sehingga sulit untuk membentuk karbondioksida (CO2) dan udara.

7. Homogenitas dan kekuatan mekanikal yang tinggi.

Anoda di dalam pot berjumlah 18 buah, dengan masa pakai tiap anoda rata-rata 27-28 hari. Agar tegangan pot tetap stabil, penggantian anoda harus diatur, tiap harinya satu anoda yang boleh diganti. Bila yang diganti anoda pojok, satu hari berikutnya tidak ada penggantian anoda (dalam kondisi pot normal). Pada saat ini, penggantian anoda dilakukan dengan bantuan ACC (Anode Changing Crane) (PT. INALUM, 2009).

Larutan elektrolit (bath)

Komposisi utama dari larutan elektrolit (bath) adalah kriolit (Na3AlF6). Lelehan kriolit, yang berdisosiasi sempurna menjadi ion-ion Na+ dan AlF63-, merupakan


(19)

pelarut yang baik untuk aluminium oksida dalam elektrolit. Kriolit meleleh pada suhu 1000oC, tetapi titik lelehnya turun dengan adanya aluminium oksida terlarut, sehingga suhu operasi sel hanya sekitar 950oC. Dibandingkan dengan titik leleh Al2O3 murni (2050oC), suhu tersebut merupakan suhu yang rendah (Oxtoby, 2003).

Kriolit yang digunakan di PT INALUM harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Konduktivitas listrik baik.

2. Memiliki berat jenis yang rendah. 3. Temperatur kristalisasi primer rendah. 4. Stabil dalam keadaan cair.

5. Dapat melarutkan alumina dalam jumlah besar.

Untuk memperbaiki sifat- sifat kriolit tersebut, bath biasanya ditambah dengan beberapa bahan tambahan seperti fluorida, alkil metal, AlF3 dan CaF2.

Tinggi bath diukur setiap hari setelah pengisapan metal (metal tapping = MT). Sedangkan temperatur bath diukur 5 kali seminggu, bertujuan untuk mengetahui rata-rata temperatur pot. Kelebihan kandungan AlF3 di dalam bath dinyatakan dalam %Sa. Pengukuran parameter ini dilakukan setiap dua kali per minggu.

Aluminium fluorida (AlF3)

Aluminium fluorida berfungsi menjaga temperatur bath dan merupakan bahan yang dituangkan secara manual jika AlF3 kurang didalam bath. Spesifikasi AlF3 yang digunakan oleh PT INALUM dapat dilihat pada tabel 2.2.


(20)

AlF3 merupakan aditif yang dimasukkan setiap hari untuk mengimbangi penguapan gas fluorida dan menjaga kompisi bath tetap stabil. Selain itu, kriolit akan terbentuk akibat terjadinya reaksi antara AlF3 dengan Na2O.

3 2 6 3 2

3 3 2

4AlF + Na ONa AlF +Al O

Fungsi utama AlF3 adalah menurunkan temperatur liquidus bath, sehingga pot bisa dioperasikan pada temperatur yang lebih rendah. Bath cair terkadang perlu di keluarkan dari dalam pot bila tidak sesuai dengan standar tinggi bath, 22 ± 2 cm, dan apabila terjadi kekurangan, AlF3 akan ditambahkan ke dalam pot. Pemasukan ataupun pengeluaran dilakukan secara manual.

Tabel 2.2 Spesifikasi AlF3

Item Unit Spesifikasi

AlF3 % 93 min

SiO2 % 0,25 max

P2O5 % 0,02 max

Fe2O3 % 0,07 max

Moisture (Water Content) % 0,35 max

Loss on Ignitation 300-1000oC % 0,85 max

Bulk density gram/cc 0,7 min

Particle Size (Tyler Mesh) Typical

+ 150 mesh % 25-60

+ 200 mesh % 50-75


(21)

Soda abu (Na2CO3)

Soda abu berfungsi memperkuat struktur katoda dan dinding samping agar sulit tererosi. Lapisan dinding samping dengan Na2CO3 dilakukan pada tahap transisi untuk membantu proses pembentukan kerak samping. Selain mencegah erosi oleh bath, soda abu juga berfungsi sebagai isolasi termal. Berikut adalah tabel spesifikasi soda abu (Na2CO3) yang digunakan oleh PT. INALUM.

Tabel 2.3 Spesifikasi Soda Abu (Na2CO3)

Komposisi Loss on

Ignitation

(LOI)

Fe2O3 NaCl Insoluble

water

Na2CO3 App.

Density

(gr/cm3)

Unit

Kemurnian 1,0 max 0,01 max 0,5 max 0,2 max 99,0 min 1,0 min %

Diagram Alir Bahan Baku

Bahan-bahan untuk keperluan produksi aluminium pertama sekali didatangkan melalui pelabuhan. Bahan-bahan tersebut adalah alumina, kokas, hard pitch. Alumina akan dimasukkan ke silo alumina (alumina silo), kokas kedalam silo kokas (coke silo),

pitch kedalam pitch storage house. Pemasukan bahan-bahan tersebut menggunakan belt conveyer.

Alumina yang berada didalam silo alumina kemudian kemudian dibawa ke dry

scrubber system untuk direaksikan dengan gas HF yang berasal dari pot. Hasil dari


(22)

menggunakan Anode Changing Crane (ACC). Dari hopper pot, reacted alumina akan dimasukkan kedalam tungku reduksi.

Kokas yang ada dalam silo kokas akan bercampur dengan butt (puntung anoda) dan mengalami pemanasan. Kemudian dicampur dengan hard pitch yang berfungsi sebagai perekat (binder). Campuran ketiga bahan ini akan dicetak menggunakan Shaking Machine di Anode Green Plant dan selanjutnya mengalami pemanggangan pada baking furnace. Hasilnya adalah blok anoda (anode block) di

Anode Baking Plant.

Blok-blok anoda kemudian akan dipasangi tangkai (anode assembly) di Anode

Baking Plant. Anoda tersebut kemudian akan dikirimkan ke Reduction Plant untuk

keperluan proses elektrolisis alumina menjadi aluminium. Setelah + 28 hari anoda diganti dan sisa-sisa anoda (butt) dibersihkan. Butt ini kemudian akan dihancurkan dan dimasukkan ke silo butt. Butt kemudian dipakai kembali (recycle) sebagai bahan pembuatan anoda bersama kokas dan pitch.

Pada tungku reduksi akan terjadi proses elektrolisis alumina. Proses ini akan menghasilkan gas HF yang akan dialirkan ke dry scrubber system untuk bereaksi dengan alumina dan dibersihkan lalu dibuang melalui cerobong gas cleaning system. Aluminium cair (molten) yang dihasilkan dibawa ke Casting Shop menggunakan

Metal Transport Car (MTC). Di casting shop aluminium cair dimasukkan kedalam holding furnace, lalu dituang ke casting machine untuk dicetak menjadi ingot


(23)

Mekanisme Elektrolisa Hall-Heroult

Produksi aluminium dilakukan dalam sel elektrolisis atau pot. Alumina (Al2O3) dipisahkan dalam elektrolit cair (bath) pada temperatur 960oC di dalam sel baja segiempat yang besar yang saling berjajar dengan katoda blok karbon dan dilapisi

bricks. Aliran listrik searah (direct current, DC) dengan arus yang tinggi dan tegangan

yang rendah dilewatkan melalui blok karbon (anoda) yang dicelupkan dalam elektrolit cair (bath), kemudian melewati lapisan aluminium cair (molten) yang mengumpul diatas katoda karbon pada bagian bawah sel, lalu selanjutnya menuju ke katoda. Batang baja dalam blok katoda membawa aliran listrik ke sel selanjutnya melalui sistem bus-bar aluminium.

Elektrolisis Al2O3 terjadi dalam lapisan elektrolit cair (bath) yaitu lapisan diantara anoda dan metal cair. Ion aluminium dalam Al2O3 direduksi untuk membentuk aluminium cair, yang kemudian mengumpul diatas katoda pada bagian bawah sel. Ion oksida bereaksi dengan anoda karbon dan menghasilkan karbondioksida. Ini dikenal sebagai proses Hall-Heroult yang ditunjukkan oleh reaksi:

2Al2O3 + 3C → 4Al + 3CO2

Aluminium cair dihisap (tapping) dari sel kedalam “ceret” raksasa dan di bawa ke pabrik pencetakan (casthouse) dimana, aluminium cair itu akan dibentuk menjadi ingot untuk diproses lebih lanjut (Hulse, K.L., 2000).

Dalam industri peleburan aluminium, ada terdapat dua jenis tungku reduksi yang dipergunakan yaitu Prebaked Anode Furnace (PAF) dan Soderberg Anode


(24)

(prebaked) sebelum dipergunakan. Sedangkan pada sistem SAF tidak dilakukan pemanggangan pendahuluan, melainkan dimasukkan langsung ke dalam tungku reduksi. Pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung menggunakan sistem PAF yang telah dikembangkan oleh Sumitomo Aluminium Smelting Co.Ltd (Siahaan,B., 1985).

Tipe pot (tungku reduksi)yang menggunakan tekhnologi Sumitomo (SM-17-SE = Sumitomo, 170 kA design, Side by side End riser) dengan sistem Centre Work

Pre Baked (CWPB). Arus listrik searah (DC) yang digunakan sebesar 188-200 kA

(sekarang ini kapasitas terpasang di INALUM adalah 190,3 kA), dengan tegangan tiap pot (tungku reduksi) sekitar 4,2-4,4 volt. Pot satu dengan pot lainnya dihubungkan secara listrik seri dan diletakkan bersisian (Side by Side). Daya yang digunakan untuk satu pot kira-kira setara dengan 1600 rumah berdaya listrik 500 watt.

Reaksi keseluruhan pada industri elektrolisis alumina dengan menggunakan anoda karbon adalah sebagai berikut:

) ( 3 ) ( 4 ) ( 3 ) (

2Al2O3 s + C sAl l + CO2 g

Mekanisme reaksi yang paling sering terjadi adalah reduksi Al2O3 secara langsung dengan reaksi: − + − + − + → + → 2 3 2 2 3 2 2O Al AlO AlO AlO O Al

Dari reaksi diatas terbukti bahwa Al3+ akan bergerak ke katoda, sedangkan O2- akan bergerak menuju anoda.

Reaksi pada katoda: Al3+ +3eAl(l) Reaksi pada anoda: 2O2− →O2 +4e


(25)

Lalu selanjutnya O2 akan bereaksi dengan karbon anoda: ) ( ) ( )

(s O2 g CO2 g

C + →

) ( 2 ) ( )

(s CO2 g CO g

C + →

Dari proses peleburan aluminium ini, selain menghasilkan gas CO2 dan CO, dihasilkan pula gas HF yang diketahui sangat berbahaya bagi kesehatan, melalui reaksi: HF O Al O H

AlF 3 6

2 3 + 22 3 + , dan

) ( ) ( 6 ) ( ) ( 3 ) (

2Na3AlF6 l + H2O gAl2O3 s + NaF s +HF g

Gas-gas yang dihasilkan selanjutnya akan dihisap oleh main exhaust fan dan masuk ke dalam DSS (Dry Scrubbing System), dimana sistem ini berfungsi menyaring debu dan mengadsorbsi gas flourida yang berasal dari pot reduksi (gas HF akan bereaksi dengan

fresh alumina yang berasal dari silo dan menghasilkan reacted alumina). Selanjutnya

gas-gas yang sudah bersih tersebut dibuang ke atmosfer melalui exhaust stack (PT.INALUM, 2009).

Aluminium

Aluminium merupakan logam putih keperak-perakan yang memiliki karakteristik yang diinginkan pada logam. Dibandingkan dengan tembaga, besi, emas dan timbal, yang telah dikenal sejak zaman kuno, aluminium relatif merupakan pendatang baru. Aluminium merupakan logam yang paling banyak ditemukan di kerak bumi (8.1%), tetapi tidak pernah ditemukan secara bebas di alam. Sir Humphry Davy menemukannya sebagai aloi besi dan membuktikan sifat-sifat logamnya pada tahun


(26)

1809. Materi ini pertama kali dibuat dalam bentuk relatif murni oleh H.C.Oersted pada tahun 1825, melalui reaksi aluminium klorida dengan amalgam kalium yang dilarutkan dalam merkurium sesudah itu merkurium dipisahkan dengan penyulingan.

Aluminium masih sekadar menjadi bahan penelitian di laboratium sampai tahun 1886, ketika Charles Hall di Amerika Serikat (lulusan Oberlin College yang berusia 21 tahun) dan Paul Héroult (berkebangsaan Perancis, berusia sama) secara sendiri-sendiri menemukan proses yang efisien untuk memproduksinya. Pada tahun 1990-an produksi aluminium di seluruh dunia yang menggunakan proses Hall- Héroult mencapai sekitar 1,5 x 107 ton metrik.

Aluminium telah digunakan dalam berbagai hal. Banyak yang memanfaatkan kerapatan aluminium yang rendah (ringan), suatu keunggulan dibandingkan besi atau baja seperti untuk industri transportasi, yang menggunakan aluminium untuk kendaraan (mobil) dan satelit. Konduktivitas listrik aluminium yang tinggi dan kerapatannya yang rendah sangat berguna untuk digunakan dalam kabel transmisi listrik. Untuk penggunaannya dalam bangunan dan gedung, ketahanannya terhadap korosi merupakan sifat yang penting, seperti halnya kenyataan bahwa materi ini menjadi lebih kuat pada suhu dibawah nol. (Baja dan besi adakalanya menjadi rapuh pada kondisi tersebut.). Produk rumah tangga yang mengandung aluminium antara lain foil, kaleng minuman ringan dan perabot dapur (Oxtoby, 2003).

Penggunaan aluminium yang semakin berkembang didukung oleh sifat-sifat penting yang dimiliki oleh aluminium itu sendiri. Sifat-sifat tersebut adalah :


(27)

2. Tahan korosi

Sifat tahan korosi dari aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan aluminium oksida (Al2O3) pada permukaan aluminium. Lapisan ini membuat Al tahan korosi tetapi sekaligus sukar dilas, karena perbedaan melting point (titik lebur). Aluminium umumnya melebur pada temperatur ± 600oC dan aluminium oksida melebur pada temperatur 2000oC.

3. Penghantar listrik dan panas yang baik 4. Mudah di fabrikasi/di bentuk.

Sifat lain yang menguntungkan dari aluminium adalah sangat mudah difabrikasi, dapat dituang (dicor) dengan cara penuangan apapun. Dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat dan d batangan dengan bermacam-macam penampang.

5. Kekuatan dan kekerasannya tidak begitu tinggi tetapi dengan pemaduan dan

heat treatment, kekuatan dan kekerasannya dapat ditingkatkan.

Karena hingga akhir abad kesembilan belas, aluminium masih merupakan logam yang tidak umum, sehingga metode biasa untuk memisahkan logam tidak bekerja pada aluminium. Produksi aluminium juga mengkonsumsi sejumlah besar energi listrik. Oleh karena itu, harga produksinya sangat mahal, tidak hanya dalam urusan biaya tapi juga dalam hal sumber energi. Karena alasan inilah, daur ulang aluminium menjadi prioritas utama jika kita ingin meminimalkan penggunaan energi kita (Brady, 1938).


(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Peralatan proses peleburan

a. Tungku reduksi, terdiri dari:

1. Tempat alumina (alumina hopper)

2. Bus-bar

3. Penjepit Anoda (Anode Clamp) 4. Blade dan teeth

5. Saluran penghisap gas HF (gas HF ducting) 6. Tangkai anoda (Anode rod)

7. Side cover (hood)

8. Anoda

9. Side block (Carbon Side Wall)

10.Fire brick

11.Raming paste

12.Cathode bar & cathode block

13.Steel shell (sel baja)

b. Anode Changing Crane (ACC)

c. Blue Box


(29)

e. Bath ladle

f. Coke ladle

g. Kendaraan khusus

3.2 Bahan Olahan pada Proses Elektrolisa

a. Alumina (Al2O3) b. Anoda karbon c. Katoda karbon d. Kriolit (Na3AlF6) e. Soda abu (Na2CO3)

f. Aluminium fluorida (AlF3) g. Elektrolit (molten bath) h. Tenaga listrik

i. Return Crust

3.3 Metode kerja

Metode kerja yang dilakukan untuk mengetahui AlF3 optimal yang harus ditambahkan kedalam pot reduksi, meliputi:

1. Data kuat arus

Untuk data kuat arus yang digunakan pada proses peleburan aluminium di PT INALUM, penulis memperolehnya dari data harian (daily report).


(30)

2. Data kelebihan AlF3 (%Sa)

Untuk data %Sa pada bath juga diperoleh penulis dari data harian (daily

report).

3. Data temperatur bath (BT = bath temperature)

Untuk data temperatur bath juga diperoleh penulis dari data harian (daily

report).

4. Data hubungan umur pot dengan konsumsi AlF3

Untuk data hubungan umur pot dengan konsumsi AlF3, penulis juga memperolehnya dari data harian (daily report).

5. Data analisa kelebihan AlF3

a. Pertama sekali diukur temperatur bath dan kelebihan AlF3 di dalam

bath.

b. Lalu data temperatur dan kelebihan AlF3 yang didapat dimasukkan kedalam komputer.

c. Diamati dan dianalisa rata-rata data temperatur dan kelebihan AlF3 di dalam bath pada tiga hari sebelumnya.

d. Jika ditemukan adanya kelebihan ataupun kekurangan AlF3 di dalam larutan elektrolit (bath), yaitu ditunjukkan dengan nilai Sa di bawah ataupun di atas range 9,9% (± 1,5%) dan temperatur bath menunjukkan angka di atas ataupun di bawah range 955oC (± 10oC), maka dilakukan perhitungan pemasukan AlF3 dengan rumus:

Unit pemasukan AlF3/hari = [konsumsi AlF3 + {(Formula BT – 955) x 5 x α} + {(9,9 - formula Sa) x 3850 x 10-2 x β}]/10


(31)

Dimana:

1) Konsumsi AlF3 didasarkan pada umur pot.

2) Formula BT = (BT rata-rata 3 hari sebelumnya x 25%) + (BT hari saat pemasukan AlF3 x 75%)

3) Formula Sa = (Sa rata-rata 3 hari sebelumnya x 25%) + (Sa hari saat pemasukan AlF3 x 75%)

4) α = 0,60 β = 0,40


(32)

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Dari hasil praktek kerja lapangan yang telah dilaksanakan pada unit operasi tungku reduksi, telah dilakukan pengamatan langsung di lapangan dan memperoleh data-data pot operasi pada pot line 1. Adapun data yang diperoleh adalah persentase kelebihan AlF3 (%Sa) dalam larutan elektrolit (bath) dan kuat arus yang digunakan. Pengamatan dan pengambilan data diambil pada tanggal 23 Januari 2010 (dan 3 hari sebelumnya untuk %Sa dan BT) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Data Pengamatan pada Tanggal 23/01/10

No Nomor Pot Umur Pot I (kA) Sa(%) BT (oC)

1 R-101 1465 190,3 8,9 947

2 R-106 1468 190,3 10,8 953

3 R-111 243 190,3 7,1 1000

4 R-117 625 190,3 13,1 933


(33)

Keterangan:

I = kuat arus (kA)

Sa = persentase kelebihan AlF3 didalam bath BT = temperatur bath

Tabel 4.2 Data Pengamatan Sa dan BT dari tanggal 20-22 januari 2010

No Nomor Pot

Sa (%) 20/01/10 Sa (%) 21/01/10 Sa(%) 22/01/10

BT (oC) 20/01/10

BT (oC) 21/01/10

BT (oC) 22/01/10

1 R-101 8,5 8,9 8,9 968 960 947

2 R-106 7,4 10,8 10,8 954 943 953

3 R-111 8,9 7,1 7,1 985 998 1000

4 R-117 16 13,1 13,1 943 943 933

5 R-121 14,9 15,1 15,1 947 940 936

Tabel 4.3 Data Hubungan Umur Pot dengan Konsumsi AlF3 Umur (hari) 1-45 46-180 181-365 366-546 547-730 731-1095 1096-1460 1461-1825 1826-2190 2191-5000

Konsumsi AlF3

(Kg/hari)

7,9 12,5 13,3 14,8 15,9 17,3 18,5 19,6 20,1 20,7

4.2 Perhitungan

Untuk mengetahui berapa banyak aluminium yang dapat dihasilkan dengan kuat arus 190 kA, pertama sekali kita perlu mengetahui berapa banyak aluminium yang dapat dihasilkan dengan kuat arus 1 kA selama 1 jam. Ini dapat dihitung dengan persamaan:


(34)

F n t i Mr F t i e m ×× × = × × = Dimana:

m = massa aluminium (kg) e = berat ekivalen = Mr/valensi i = kuat arus (kA)

t = waktu (detik)

F = konstanta Faraday = 96.500 Mr = massa atom relatif

n = valensi Maka: 96500 3 3600 1 27 × × × = m 3354 , 0 = m kg

Berarti dengan kuat arus 1 kA dan waktu 1 jam dapat dihasilkan 0,3354 kg aluminium. Sehingga, dapat dihitung berapa jumlah aluminium yang dihasilkan secara teoritis dengan kuat arus 190 kA (190,3 kA) menurut persamaan:

η

× × ×

= I H

P 0,3354

Dimana:

P = produksi aluminium (kg) I = kuat arus (kA)

H = waktu (jam)


(35)

Maka:

η

× × ×

= I H

P 0,3354

924 , 0 32 190 3354 ,

0 × × ×

= P

kg P=1884,25

Jadi, selama 32 jam (4 shift), aluminium yang dihasilkan secara teoritis sebanyak 1884,25 kg. Namun pada prakteknya, aluminium yang dihasilkan kurang dari harga teoritis. Ini dapat diakibatkan karena temperatur bath terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, temperatur bath ini dipengaruhi oleh banyaknya aluminium fluorida (AlF3) di dalam pot reduksi. Sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui berapa banyak AlF3 yang harus dimasukkan kedalam pot reduksi. Hal ini dapat dihitung dengan menggunkan rumus:

Unit pemasukan AlF3/hari = [konsumsi AlF3 + {(Formula BT – 955) x 5 x α} + {(9,9 - formula Sa) x 3850 x 10-2 x β}]/10

Dimana:

1. Konsumsi AlF3 didasarkan pada umur pot.

2. Formula BT = (BT rata-rata 3 hari sebelumnya x 25%) + (BT hari saat pemasukan AlF3 x 75%)

3. Formula Sa = (Sa rata-rata 3 hari sebelumnya x 25%) + (Sa hari saat pemasukan AlF3 x 75%)

4. α = 0,60 β = 0,40


(36)

Sebagai contoh pada pot R-111 yang berumur 243 hari. Persentase kelebihan AlF3 di dalam bath rendah yaitu 7,1% (berada di bawah standar Sa yang telah ditentukan yaitu 9,9% ± 1,5%) sehingga mengakibatkan temperatur bath menjadi tinggi yaitu 1000oC. Jadi, perlu ditambahkan AlF3 dengan jumlah yang sesuai agar temperatur bath turun mendekati temperatur normal (955oC ± 10oC) sehingga kondisi operasi dapat lebih membaik.

Unit pemasukan AlF3/hari = [konsumsi AlF3 + {(Formula BT – 955) x 5 x α} + {(9,9 - formula Sa) x 3850 x 10-2 x β}]/10

Diketahui umur pot = 243 hari, maka:

Konsumsi AlF3 untuk pot R-111 = 13,3 kg/hari (dari tabel 4.3. Data Hubungan Umur Pot dengan Konsumsi AlF3)

Formula BT = (BT rata-rata 3 hari sebelumnya x 25%) + (BT hari saat pemasukan AlF3 x 75%)

= 25%

(

1000 75%

)

3 1000 998 985 × +       ×      + +

= 248,6 + 750 = 998,6oC

Formula Sa = (Sa rata-rata 3 hari sebelumnya x 25%) + (Sa hari saat pemasukan AlF3 x 75%)

= 25%

(

7,1% 75%

)

3 % 1 , 7 % 1 , 7 % 9 , 8 × +       ×      + +

= 0,02 + 0,05 = 0,07


(37)

Unit pemasukan AlF3/hari =[konsumsi AlF3 + {(Formula BT – 955) x 5 x α}+ {(9,9 - formula Sa) x 3850 x 10-2 x β}]/10 =[13,3 + {(998,6 – 955) x 5 x 0,60}+

{(9,9 – 0,07) x 3850 x 10-2 x 0,40}]/10 =29,5 kg ≈ 30 kg

Sehingga banyaknya AlF3 yang perlu ditambahkan kedalam pot R-111 adalah sebanyak 30 kg.

Dengan cara yang sama dapat diperoleh jumlah AlF3 yang harus ditambahkan untuk pengendalian temperatur bath pada pot R-101, R-106, R-117 dan R-121 sehingga temperatur bath juga memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Berikut hasil perhitungan untuk pot R-101, R-106, R-117 dan R-121 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 Data Hasil Perhitungan

No

Nomor Pot

Umur Pot

I (kA)

Sa (%)

BT (oC)

AlF3 yang perlu ditambahkan (kg)

MT

1 R-101 1465 190,3 8,9 947 20 2134

2 R-106 1468 190,3 10,8 953 20 1843

3 R-111 243 190,3 7,1 1000 30 1710

4 R-117 625 190,3 13,1 933 10 2178

5 R-121 1013 190,3 15,1 936 10 2328


(38)

4.3 Pembahasan

Persentase kelebihan AlF3 (%Sa) di dalam pot reduksi tidak berdampak langsung terhadap aluminium yang akan dihasilkan karena banyaknya aluminium yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun, jika dikaji lagi, AlF3 memang memiliki pengaruh terhadap produksi aluminium yaitu berpengaruh terhadap temperatur operasi pot reduksi (temperatur bath) yang kemudian akan mempengaruhi produksi aluminium.

Standar persentase kelebihan AlF3 (%Sa) di dalam bath yang telah ditetapkan oleh PT. INALUM adalah 9,9% (± 1,5%). Jika persentase kelebihan AlF3 (%Sa) melebihi atau di atas standar yang telah ditentukan (yaitu lebih tinggi dari 11,4%) maka temperatur operasi akan turun. Ini akan mengakibatkan banyaknya alumina yang tidak melarut (terelektrolisis) sehingga menumpuk di bagian tengah dasar pot sebagai lumpur alumina. Penumpukan lumpur alumina yang tidak merata pada dasar pot tersebut akan mengganggu kerja pot reduksi karena akan menyebabkan pot berfluktuasi sebagai akibat dari tegangan/voltase yang meningkat. Ini jelas akan mempengaruhi jumlah aluminium yang dihasilkan, dimana produksi aluminium tersebut pasti akan berkurang.

Sebaliknya, jika persentase kelebihan AlF3 (%Sa) tidak mencukupi atau di bawah standar yang telah ditentukan (yaitu lebih rendah dari 8,4%) maka temperatur operasi akan naik (meningkat). Ini akan memungkinkan terjadinya reaksi balik aluminium menjadi alumina kembali:

CO O

Al CO

Al 3 3


(39)

Reaksi balik tersebut dapat terjadi karena pada temperatur yang tinggi, aluminium dapat berubah menjadi kabut metal yang akan lebih mudah bereaksi dengan gas CO2 disekitar anoda karbon. Alumina yang terbentuk kembali akan menutupi bagian atas pot sehingga menyebabkan temperatur operasi tambah tinggi. Hal tersebut juga akan mengurangi produksi aluminium.

Dalam pengamatan yang telah dilakukan, ternyata masih terdapat pot reduksi yang beroperasi dengan tingkat persentase kelebihan AlF3 yang tidak memenuhi standar (9,9% ± 1,5%) yaitu pada pot R-111, R-117 dan R-121. Jadi perlu dilakukan perhitungan yang teliti agar AlF3 yang akan dimasukkan ke dalam pot reduksi sesuai dengan kebutuhan pot tersebut. Sehingga pada nantinya tidak akan terjadi atau setidaknya dapat mengurangai terjadinya kelebihan ataupun kekurangan kandungan AlF3 di dalam pot reduksi tersebut. Dan pada akhirnya diharapkan produksi aluminium dapat meningkat sesuai dengan yang telah ditargetkan.


(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan analisa yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemasukan AlF3 ke dalam pot reduksi harus dihitung secara teliti terlebih dahulu berdasarkan umur pot, temperatur bath dan persentase kelebihan AlF3 didalam pot tersebut. Dari hasil pengamatan misalnya untuk pot R-111 yang berumur 243 dengan temperatur bath 1000oC dan persentase kelebihan AlF3 adalah 7,1% (dibawah standar), maka AlF3 yang perlu ditambahkan adalah 30 kg, dan produksi aluminiumnya adalah 1710 kg. Terbukti bahwa dengan mengetahui jumlah AlF3 yang harus ditambahkan ke dalam pot reduksi, aluminium yang dihasilkan akan mendekati nilai teoritis (1884,25 kg).

2. Pengaruh yang akan ditimbulkan jika terjadi kekurangan AlF3 di dalam pot reduksi adalah temperatur bath (temperatur operasi) akan meningkat (naik) yang mengakibatkan terjadinya reaksi balik aluminium menjadi alumina kembali. Sebaliknya, jika terjadi kelebihan AlF3 di dalam pot reduksi maka temperatur bath (temperatur operasi) akan turun yang mengakibatkan banyaknya alumina yang tidak melarut (terelektrolisis) sehingga membentuk lumpur di dasar pot reduksi.


(41)

Saran

1. Persentase kelebihan AlF3 di dalam bath harus dijaga dalam batas standar yang telah ditetapkan agar temperatur operasi (temperatur bath) tetap stabil. Karena dalam prakteknya masih ada pot yang beroperasi dalam keadaan %Sa yang tidak memenuhi standar.

2. Perlu diperhatikan jumlah AlF3 yang harus dimasukkan ke dalam pot reduksi agar diperoleh hasil yang maksimal. Karena persentase AlF3 di dalam bath akan sangat mempengaruhi produksi aluminium atau banyaknya aluminium yang dapat dielektrolisis oleh cairan elektrolit (bath).


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. 1938. Chemistry The Study of Matter and Its Changes. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hulse, K. L. 2000. Anode Manufacture. Switzerland: R&D Carbon Ltd.

April 2010.

Oxtoby, D. W., Gillis,H.P.,dan Nachtrieb.N.H. 2003. Prinsip-Prinsip Kimia Modern.

Jilid 2. Edisi ke-4. Cetakan pertama. Terjemahan Suminar Setiati Achmadi. Jakarta: Erlangga.

PT. INALUM. 2009. Modul OJT SRC: Operasi Tungku Reduksi dan Pendukungnya. Asahan: PT.INALUM.

Siahaan, B. 1985. Sejarah Pembangunan Proyek Asahan. Jakarta: PT. Dai Nippon Gita Karya Printing.


(43)

(44)

(45)

(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan analisa yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemasukan AlF3 ke dalam pot reduksi harus dihitung secara teliti terlebih dahulu berdasarkan umur pot, temperatur bath dan persentase kelebihan AlF3 didalam pot tersebut. Dari hasil pengamatan misalnya untuk pot R-111 yang berumur 243 dengan temperatur bath 1000oC dan persentase kelebihan AlF3 adalah 7,1% (dibawah standar), maka AlF3 yang perlu ditambahkan adalah 30 kg, dan produksi aluminiumnya adalah 1710 kg. Terbukti bahwa dengan mengetahui jumlah AlF3 yang harus ditambahkan ke dalam pot reduksi, aluminium yang dihasilkan akan mendekati nilai teoritis (1884,25 kg).

2. Pengaruh yang akan ditimbulkan jika terjadi kekurangan AlF3 di dalam pot reduksi adalah temperatur bath (temperatur operasi) akan meningkat (naik) yang mengakibatkan terjadinya reaksi balik aluminium menjadi alumina kembali. Sebaliknya, jika terjadi kelebihan AlF3 di dalam pot reduksi maka temperatur bath (temperatur operasi) akan turun yang mengakibatkan banyaknya alumina yang tidak melarut (terelektrolisis) sehingga membentuk


(2)

Saran

1. Persentase kelebihan AlF3 di dalam bath harus dijaga dalam batas standar yang telah ditetapkan agar temperatur operasi (temperatur bath) tetap stabil. Karena dalam prakteknya masih ada pot yang beroperasi dalam keadaan %Sa yang tidak memenuhi standar.

2. Perlu diperhatikan jumlah AlF3 yang harus dimasukkan ke dalam pot reduksi agar diperoleh hasil yang maksimal. Karena persentase AlF3 di dalam bath akan sangat mempengaruhi produksi aluminium atau banyaknya aluminium yang dapat dielektrolisis oleh cairan elektrolit (bath).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. 1938. Chemistry The Study of Matter and Its Changes. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hulse, K. L. 2000. Anode Manufacture. Switzerland: R&D Carbon Ltd.

April 2010.

Oxtoby, D. W., Gillis,H.P.,dan Nachtrieb.N.H. 2003. Prinsip-Prinsip Kimia Modern.

Jilid 2. Edisi ke-4. Cetakan pertama. Terjemahan Suminar Setiati Achmadi. Jakarta: Erlangga.

PT. INALUM. 2009. Modul OJT SRC: Operasi Tungku Reduksi dan Pendukungnya. Asahan: PT.INALUM.

Siahaan, B. 1985. Sejarah Pembangunan Proyek Asahan. Jakarta: PT. Dai Nippon Gita Karya Printing.


(4)

(5)

(6)