BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium - Pengaruh Temperatur Dan Keasaman Bath Terhadap Penambahan AlF3 Pada Pot Reduksi Di PT. Indonesia Asahan Aluminium

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

  Aluminium adalah logam ringan yang cukup penting penarannya dalam kehidupan manusia. Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam sistim periodik unsur. Aluminium merupakan nomor atom 13 dan berat atom 26,9815 sma. Dalam udara bebas aluminium mudah teroksidasi membentuk lapisan tipis oksida Al

  2 O

  3

  yang tahan karat. Aluminium bersifat amfoter yang terkorosi dalam larutan asam maupun basa, tetapi pada pH 4-8 bersifat stabil. (Anton J Hartono, l992) Di dalam usaha logam, ada dua logam ringan yang digunakan secara tersendiri, aluminium dan magnesium. Aluminium adalah logan yang paling banyak digunankan setelah baja. Logam ini ditemukan pada tahun 1872 oleh seorang kimiawan Jerman Friedrich Wohler.

  Aluminium umunya ditemukan di atas bumi dalam bentuk senyawa kimia, dan tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni.

  Bahan dasar terpenting untuk pembuatan aluminium ialah bauksit. Bauksit ditemukan dalam bermacam-macam warna, antara lain putih, merah, kuning dan lain-lain.

  Di Eropa, bauksit banyak ditemukan di Prancis, Italia, Rusia dan Hongaria. Bauksit juga banyak ditemukan di Afrika, Amerika, Asia dan Australia. Melalui proses elektrolisa diperoleh derajat kemurnian sebesar 99,8%. Dari aluminium murni ini dihasilkan aluminium 99,998 melalui suatu elektrolisa khusus.

  Beberapa sifat dari aluminium murni yaitu berat jenisnya rendah sekitar 2,7

  3

  kg/dm , berwarna putih seperti perak, mengkilap, memiliki daya hantar panas listrik yang baik, ketahanan karatnya tinggi. Aluminium menyelaputi diri di udara dengan sebuah lapisan oksida (pelindung) yang tidak mudah dirusak. Aluminium tidak tahan terhadap alkali dan asam. Karena kekerasannya rendah, aluminium kurang baik untuk diubah bentuk dengan penyerpihan dan cenderung untuk melumas. Untuk itu diperlukan sudut serpih yang besar, kecepatan sayat yang tinggi dan bahan pelumas yang cocok.

  Aluminium sangat lunak dan mudah direnggangkan sehingga mudah diubah bentuk dalam keadaan dingin atau panas. Dengan penggilingan dapat dihasilkan selaput setebal 0,004 mm. Melalui pemartilan bahkan dapat dicapai ketebalan 0,0005 mm. Aluminium dapat disolder dan dilas begitu saja. Untuk ini diperlukan bahan pelumas dan bahan las.

  Aluminium tidak beracun dan tidak tidak magnetis, merupakan reflector (pemantul balik) yang baik untuk panas, cahaya dan gelombang-gelombang elektromagnetis.

  Di dalam elektroteknik, di samping berbagai macam paduan aluminium dalam bentuk lembaran, pipa, batang, benda tuangan, dan profil untuk bahan konstruksi dan sambungan. Aluminium dipakai pula dalam jumlah besar sebagai bahan penghantar. Dalam bentuk tali baja-aluminium digunakan untuk transmisi tergangan tinggi dengan pembebanan mekanis tertinggi. Kawat baja yang dilapisi seng dan dipersatukan secara kokoh dengan aluminium dapat menghasilkan penghantar arus yang memiliki ketahanan yang tinggi. Di dalam perakitan kabel, aluminium digunakan sebagai penghantar nol (netral). Pada batang penghantar arus, aluminium yang digabungkan dengan tembaga berpenampang menghasilkan lebih panas yang baik, dan biayanya dapat dihemat hingga 50%.

  Lilitan dari aluminium di dalam mesin listrik pada umum nya membutuhkan penampang yang lebih besar daripada yang terbuat dari yembaga. Tetapi oksidasi anodis menghasilkan lapisan luar yang sangat menyengat, tahan panas dan tipis. Dalam selubung oksid ini penghantar aluminium mencapai tebal yang sama dengan tebal sebuah penghantar tembaga beserta penyekatnya pada nilai hantaran yang setara.

  (Gruber, K,. l977)

2.2. Sejarah Aluminium

  Aluminium pertama sekali ditemukan sekitar 160 tahun yang lalu dan mulai diproduksi secara industri sekitar 90 tahun yang lalu. Sejarah penemuan aluminium dapat diuraikan sebagai berikut: 1.

  Pada tahun 1782, seorang ilmuwan Prancis bernama Lavoiser telah menduga bahwa aluminium merupakan logam yang terkandung dalam alumina.

  2. Pada tahun 1807, seorang ahli kimia Inggris bernama Humphrey Davy berhasil memisahkan alumina secara elektrokimia. Logam yang diperoleh diperoleh dari pemisahan ini adalah aluminium.

  3. Pada tahun 1821, bauksit ditemukan di kota Lesbaux wilayah Prancis Selatan.

  4. Pada tahun 1825, seorang ahli kimia Denmark, Orsted berhasil memisahkan aluminium murni dan stabil dengan cara memanaskan aluminium klorida dengan kalium amalgam dan kemudian memisahkan merkurinya dengan destilasi.

  5. Pada tahun 1886, seorang mahasiswa dari Oberlin Collage di Ohio Amerika Serikat yang bernama Charles Martin Hall menemukan bahwa aluminium dapat dihasilkan dengan cara melarutkan alumina dalam larutan kriolit pada

  o

  temperatur 960 C dalam bentuk kotak yang dilapisi logam karbon dan kemudian melewatkan arus melalui ruang tersebut. Pada tahun yang sama seorang ahli kimia berkebangsaan Prancis bernama Paul Heroult menemukan proses yang sama dengan penemuan Charles Martin Hall, sehingga cara menghasilkan aluminium seperti ini disebut proses Hall-Heroult.

  6. Pada tahun 1888, seorang ahli kimia Jerman yang bernama Karlf Josept Bayern merupakan cara menghasilkan alumina seperti ini disebut dengan Proses Bayer

  (Jodi B J., 1992)

2.3. Proses Pengolahan Alumina

  Bauksit merupakan sumber utama dengan kadar sekitar 40-60% dan sisanya merupakan silikon, titania, oksida, besi dan pengotor lainnya. Alumina merupakan bahan baku utama dalam bentuk bubuk putih untuk memproduksi aluminium. Alumina diperoleh dari bauksit melalui proses Bayer, alumina yang diperoleh dari proses Bayer ini mempunyai kemurnian yang tinggi dan dengan konsumsi energi yang rendah.

  Proses pengolahan alumina dari bauksit dengan proses Bayer dilakukan dengan proses kimia. Proses ini diawali dengan melarutkan bauksit ke dalam Natrium Hidroksida.

  Al O .xH O + 2NaOH 2NaAlO + (x-1)H O

  2

  3

  2

  2

  2 Selanjutnya dilakukan pengendapan, sehingga

  2NaAlO + 4H O + kalor Al O + 3H O

  2

  2

  2

  3

  2 o

  dengan temperatur kalsinasi sekitar 1250 C.

  Alumina yang telah diperoleh dari proses Bayer tersebut selanjutnya diproses untuk memperoleh aluminium. Proses yang dilakukan merupakan proses Hall-Heroult.

  Prinsipnya adalah mereduksi alumina dengan melalui proses elektrolisa. Karena alumina sangat sulit untuk dilarutkan dalam pelarut biasa, maka kriolit digunakan sebagai elektrolitnya.

  Peleburan aluminium melalui reduksi alumina yang dilakukan secara elektrolisis

  o

  dalam larutan elektrolit pada temperatur 960

  C. Dengan mengalirkan arus searah ke dalamnya melalui dua elektroda yaitu anoda dan katoda sehoingga akan terjadi proses elektrolisa yang akan menghasilkan aluminium cair.

  (Burkin A R., 1987)

2.4 Elektrolit [Kriolit (Na

3 AlF 6 )]

  Dalam proses peleburan aluminium secara elektrolisa, media penghantar arus listrik yang digunakan yaitu elektrolit. Bahan baku utama dari elektrolit yang digunakan untuk peleburan aluminium adalah kriolit (Na

  3 AlF 6 ) disamping bahan-bahan tambahan lainnya.

  Bath adalah peleburan dari kriolit (Na

  3 AlF 6 ) yang terionisasi menjadi ion natrium

  (ion positif) dan ion heksaflouroaluminat (ion (-)) :

  3- +

  (Na

  3 AlF 6 ) 3Na + AlF

6 Ion-ion heksafluoroaluminat akan terurai lagi menjadi :

  • 3- 3-

  AlF

  6 AlF 5 + F

  • 3- 4-

  2e + AlF AlF + F

  6

  5 3-

  Leburan kriolit sangat baik sebagai pelarut alumina (Al

  2 O 3 ) karena ion-ion AlF 6 reaktif

  terhadap alumina (Al

2 O 3 ).

  Pada konsentrasi alumina (Al

  2 O 3 ) yang rendah reaksi, reaksi yang terjadi yaitu :

  • 3-

  (Al

  2 O 3 ) + AlF

  6

  2Al

  2 OF 6 + 6F

  Pada konsentrasi alumina (Al

  2 O 3 ) yang tinggi reaksi yang terjadi yaitu : 3- 2-

  2Al

  2 O 3 + 2AlF

  6

  3Al

  2 O

  2 F

  4 Ion-ion yang ada didalam bath yaitu :

  • 3- 2- 2-

  Na+, F-, AlF

  5 2-, AlF 6 , Al

  2 O

  2 F 4 , , Al

  2 OF

  6 Ion-ion dengan muatan positif (+) akan tertarik ke katoda dan yang bermuatan negatif (-)

  akan tertarik ke anoda. Ion Na membawa 95% - 99% arus listrik, sisanya ion F . sifat- sifat yang diperlukan untuk kriolit (Na

3 AlF 6 ), berikut adalah tabel mengenai komponen dan kandungan bath pada dapur peleburan ditunjukkan pada tabel 2.1.

2.1 K B P D P A

  

ABEL OMPONEN ATH ADA APUR ELEBURAN LUMINIUM

T

  

Komponen Kandungan %

  Aluminium Fluorida (AlF

  3 ) 5 – 8

  Kalsium Fluorida (CaF

  2 ) 3 – 4

  Alumina (Al

  2 O 3 ) 1 – 8

  Kriolit (Na

  3 AlF 6 ) 79 -90

  Sumber : Operasi Pot Reduksi PT.INALUM. (Anonymous, 2003) Bahan elektrolit ditambahkan melalui sel di sekitar anoda, pada waktu bahan ini berangsur-angsur melebur, anoda itu dinaikkan sehingga selnya beroperasi. Biasanya jarak anoda-katoda kira-kira 5cm. Elektrolit lebur itu sendiri dari kriolit (Na

  3 AlF 6 ) dan

  sisanya AlF

  3 , serta CaF 2 6% sampai 10% dan Al

  2 O 3 2% sampai 6%. Sebagian kriolit

  diimport ke Amerika Serikat dari Greenland, tetapi sebagian besar dibuat secara sintesis dari hidrogen fluorida dan aluminium hidroksida [Al(OH)

  3 ].

  Pengendalian komposisi elektrolit merupakan hal yang sama penting dalam proses

  o

  produksi aluminium. Oleh karena titik leleh kriolit murni adalah 1009

  C, elektrolit itu mengandung kalsium fluorida (CaF

  2 ) dan sisa AlF 3, sehingga sel dapat beroperasi pada o o

  suhu sekitar 940 C – 980

  C. Kelebihan AlF

  3 juga dapat meningkatkan efisiensi keasaman

  yang tinggi pada larutan kriolit. Perbandingan berat NaF:AlF

  3 didalam kriolit adalah 1:50

  kelebihan AlF

  3 didalam kriolit (Na

  3 AlF 6 ) diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan rasio NaF:AlF

  3 sekitar 1,10 sampai 1,40. Dalam beberapa minggu pertama setelah sel

  yang baru diberi pelapis itu beroperasi, elektrolit itu diserap dengan cepat kedalam pelapis dan isolasi.

  Oleh karena itu untuk memperbaiki sifat-sifat dari eletrolit yang ada maka biasanya dilakukan penambahan atau pencampuran dengan beberapa zat aditif, seperti: fluorida atau klorida dari logam alkali, AlF

  

3 , CaF

2 dan juga biasa digunakan MgF 2 , LiF, dan NaCl.

  (Grjotheim, 1993)

2.5. Jenis Sel yang Digunakan dalam Proses Hall-Heroult

  Ada dua jenis sel yang digunakan dalam proses Hall-Heroult, yaitu sel yang menggunakan seperangkat anoda yang telah dipanggang terlebih dahulu (prapanggang) dan anoda yang memanggang sendiri (swapanggang) atau sering disebut anoda Soderberg. Pada kedua jenis anoda ini, anoda disuspensi dari superstruktur yang menjulur keluar melalui lubang sel dan dihubungkan dengan batangan penghantar anoda yang dapat bergerak sehingga sisi vertikalnya dapat diukur. Blok-blok yang anoda prapanggang dibuat dari campuran kokas migas kalsinasi berkadar abu rendah dengan pitch atau ter dan dicetak dalam press hidraulik, kemudian dipanggang sampai suhu

  o

  1100 C.

  Sel anoda soderberg mempunyai anoda tunggal yang besar yang mengisi sebagian besar lubang sel. Anoda itu ditempatkan di dalam rumahan baja yang terbuka, yang mempunyai dinding vertikal. Anoda itu dipasangkan melalui rumahan tersebut ke dalam kroilit. Pada waktu sel itu dioperasikan untuk pertama kali, suhunya dinaikkan dengan menggunakan pemanasan tahanan listrik sampai mencapai suhu operasi, anoda itu kemudian dihubungkan dengan lapisan partikel kokas pada dasar lubang sel. Arus listrik kemudian dilewatkan melalui sel yang mengalami hubungan singkat itu sampai mencapai suhu yang dikehendaki. Bahan elektrolit ditambahkan melalui lubang sel di sekitar anoda.

  Pada waktu bahan ini berangsur-angsur melebur, anoda itu dinaikkan sehingga selnya beroperasi. Biasanya jarak anoda dan katoda kira-kira 5 cm. Elektrolit lebur itu terdiri terutama dari kriolit dan sisanya AlF

  3 serta CaF 6% sampai 10% berat dan Al

  2 O 3 2%

  sampai 6%. Sebagian kriolit diimpor ke Amerika Serikat dari Greenland, tetapi sebagian besar dibuat secara sintesis AlF

  3 juga dibuat secara sintesis dari Hidrogen Flourida dan Aluminium Hidroksida.

2.6. Pengendalian Komposisi Kriolit

  Pengendalian komposisi elektrolit merupakan hal yang sangat penting dalam

  o

  proses produksi aluminium. Oleh karena itu titik leleh kriolit adalah 1009

  C, elektrolit itu mengandung AlF

  3 dan sisanya flourida (CaF 2 ) yang bersama alumina yang terlarut, dapat

  menurunkan titik leleh cukup rendah sehingga sel itu dapat beroperasi pada suhu sekitar

  o o

  940 C sampai 980

  C. Kelebihan AlF

  3 juga dapat meningkatkan efisiensi. Perbandingan

  berat NaF/AlF

  3 didalam kriolit adalah 1.50, kelebihan AlF 3 di dalam kriolit diatur

  sedemikian rupa, sehingga menghasilkan rasio NaF/AlF

  3 sekitar 1,l0 sampai 1.40. Dalam

  beberapa minggu pertama setelah sel yang baru diberi pelapis itu beroperasi, elektrolit itu diserap dengan cepat ke dalam pelapis dan isolasi. Absorpsi itu terutama terjadi pada bagian yang mengandung Natrium tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan rasio NaF/AlF

  3 sampai di bawah rasio yang dikehendaki. Hal ini diatasi dengan

  menambahkan bahan alkali seperti soda abu:

  3Na

  2 CO 3 + 4AlF 3 2(3NaF.AlF 3 ) + Al

  2 O

  3 Setelah sel beroperasi selama berminggu-minggu, elektrolit itu menjadi

  kekurangan AlF

  

3 karena senyawa-senyawa yang mengandung banyak AlF

3 menguap dan

  karena reaksi dengan sisa soda kaustik di dalam alumina dan hidrolisis dari udara atau bahan yang ditambahkan.

  3Na

  2 O + 4AlF

3 2(3NaF.AlF

3 ) + Al

  2 O

  3

  3H

2 O + 2AlF

  

3 Al

  2 O 3 + 6HF

2.7. Pengendalian Gas HF

  Fluorida yang menguap serta gas hiodrogen fluorida yang keluar dikumpulkan, bersama dengan gas-gas lain yang keluar dari sel, di dalam sangkok atau manifol pengumpul gas dan dilewatkan melalui talang ke suatu fasilitas terpusat untuk pengolahan dan pengumpulan gas. Bahan-bahan butiran dipulihkan di dalam pembasuh kering kemudian HF bereaksi dengan Al

  2 O 3 dan kemudian diumpankan ke dalam sel. Pemulihan

  ini harus efektif sekali, karena sisa fluorida sedikit saja di udara dapat menyebabkan kerusakan pada tumbuh-tumbuhan. Oleh karena ada bagian yang hilang dari elektrolit.

  AlF

  

3 perlu ditambahkan secara berkala untuk menjaga komposisi. Gamping yang terdapat

  sebagai ketidakmurnian sedikit di dalam alumina biasanya sudah cukup untuk menjaga konsentrasi fluorspar karena ada reaksi:

  3CaO + 2AlF

  3

  3CaF

  2 + Al

  2 O

  3

2.8. Kebutuhan Alumina

  Selama beroperasinya sel, terjadi pembentukan kerak di atas permukaan penangas lebur. Alumina ditambahkan ke atas kerak ini dan alumina akan mengalami pemanasan selanjutnya melepaskan kandungan airnya. Kerak itu dipecahkan secara berkala dan alumina itu diaduk ke dalam penangas agar konsentrasinya tetap berada di sekitar 2% sampai 6%. Kebutuhan teoritis alumina adalah 1,89 per kilogram aluminium. Tetapi dalam praktiknya, angkanya kira-kira 1,91. Bila kadar alumina di dalam penangas itu sudah berkurang dan efek anoda berlangsung pada anoda itu terbentuk suatu lapisan tipis karbon tetrafluorida di penangas itu tidak dapat lagi membatsi permukaan anoda. Dalam hal ini voltase sel akan naik dan ini terlihat dari lampu peringatan atau lonceng yang dihubungkan dengan sel dan hanya bekerja jika sel beroperasi tidak normal. Bila ini terjadi, alumina kemudian diadukkan ke dalam sel, walaupun waktunya bukanlah waktu penambahan berkala yang direncanakan. Mengenai mekanisme yang sebenarnya dari pelarutan alumina di dalam penangas dan bagaimana mekanisme dekomposisi elektrolitnya masih belum jelas. Tetapi pada akhirnya ialah pembebasan oksigen pada anoda dan pengendapan logam aluminium pada katoda. Oksigen itu bergabung dengan anoda karbon menghasilkan CO dan CO

  2 tetapi kebanyakan adalah CO 2 .

  (Austin, G.T., 1990)

2.9. Anode Effect

  Anode effect adalah peristiwa naiknya tegangan listrik pot secara tiba-tiba karena

  kadungan alumina di dalam elektrolit sangat rendah. Anode effect dapat dihentikan dengan menambahkan alumina ke dalam elektrolit sambil menaik turunkan anoda sehingga gas-gas di bawah anoda dapat keluar. Pekerjaan seperti ini dapat dilakukan dengan komputer maupun secara manual bila program komputer tidak berhasil melakukannya. Selain itu, menurunnya kadar alumina di dalam kriolit akan menyebabkan kriolit berhenti membasahi anoda dan gelembung gas akan berkumpul di permukaan anoda dan bila lapisan ini pecah, maka akan menimbulkan percikan bunga api atau

  

funkentladung (bahasa German), sehingga anode effect disebut para operator juga sebagai

funken .

  Anode effect dapat menyebabkan terhambatnya aliran arus dari anoda ke katoda.

anode effect dapat menyebabkan peningkatan tegangan permukaan pada anoda atau

  lapisan elektrolit yang berada pada kerapatan arus krisis. Selain itu kekentalan juga mempengaruhi terjadinya anode effect karena gelembung gas pada anoda sulit bergerak keluar. Kekentalan yang tinggi terjadi karena rendahnya temperatur operasi.

  Jika selama proses elektrolisa kandungan alumina dalam kriolit rendah, maka akan menyebabkan sudut pembasahan anoda oleh kriolit besar. Akibatnya gelembung- gelembung gas mudah berkumpul pada permukaan anoda yang berada dalam kriolit. Jika hal tersebut sering terjadi dalam pot, maka operasi tidak akan stabil dan akan mempengaruhi produksi dan CE (Current Efficiency) akan rendah.

  Anode effect dihasilkan jika kandungan alumina yang terlarut dalam kriolit rendah

  atau sekitar 1-1,5% dalam kriolit. Selama berlangsungnya anode effect tegangan sel meningkat karena intensitas arus listrik dijaga konstan dalam sel-sel yang terhubung dalam satu rangkaian. Tegangan dapat bervariasi dari 10-50 volt, tergantung pada kondisi operasi dari sel terutama di bagian anoda. Walaupun memberikan banyak dampak negatif terhadap proses elektrolisa maupun kondisi pot, namun anode effect juga sangat penting untuk operasi tungku reduksi. Semua alumina yang ditambahkan terkonsumsi dan pot tersebut tidak mengalami overfeeding atau pemasukan alumina yang berlebihan. (Alcan Alesa Engineering Ltd, 2007)