Jenis-Jenis Perjanjian Tinjauan Umum Perjanjian
itu ada penyerahan levering sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
e. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada
persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya
5.
Undang-Undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu
: a.
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; Perjanjian melakukan jasa-jasa tertentu diatur dalam Pasal 1601 KUHPdt.
Suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah,
sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihka lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah
seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu. Dapat juga lazimnya dimasukkan antara
hubungan seorang pasien dengan seorang dokter yang diminta jasanya untuk menyembuhkan suatu penyakit.
b. Perjanjian kerjaperburuhan; dan
Perjanjian kerjaperburuhan diatur dalam Pasal 1601a KUHPdt. perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh,
mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.
c. Perjanjian pemborongan-pekerjaan
5
J Satrio, Hukum Perjanjian, PT. Cipta Aditya Bhakti, Bandung, 1992, hlm. 31
Perjanjian pemborongan-pekerjaan dibedakan dalam dua macam, yaitu dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan
tersebut dan dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja. 4.
Syarat Sah Perjanjian
Perjanjian yang diadakan agar tercapainya tujuan yang dikehendaki harus
perjanjian yang memenuhi syarat sahnya perjanjian. Syarat sah tersebut telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPdt sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
kata sepakat merupakan dasar lahirnya suatu perjanjian. Perjanjian dianggap lahir atau terjadi pada saat dicapainya kata sepakat antara pihak yang
mengadakan perjanjian. Sepakat mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing secara timbal balik. Pernyataan
sepakat tidak hanya dilakukan dengan secara tegas diucapkan dengan kata- kata, tetapi dapat juga dilakukan dengan perbuatan atau sikap yang
mencerminkan adanya kehendak untuk sepakat dalam suatu perjanjian. 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Dalam Pasal 1329 KUHPdt dikatakan setiap orang adalah cakap untuk
membuat perikatan-perikatan atau perjanjian, jika ia oleh undang-undang dinyatakan cakap. Seseorang dapat dikatakn tidak cakap jika orang tersebut
belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampunan, danatau orang- orang perempuan, maksudnya adalah dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dimaksudkan bahwa harus terdapatnya obyek perjanjian yang tentu dan jelas. Yang dikatakan obyek tidak hanya individu tetapi juga
dapat berupa benda. Seperti dalam Pasal 1333 ayat 2 KUHPdt menyatakan bahwa jumlahnya semula boleh belum tentu asal kemudian hari dapat
ditentukan. Tetapi jika pada saat perjanjian ditutup obyek sama sekali tidak tentu atau tidak ada adalah tidak boleh. Jadi pada intinya paling tidak macam
atau jenis benda dalam perjanjian sudah dapat ditentukan saat akan lahirnya perjanjian.
4. Suatu sebab yang halal
Adanya suatu sebab yang halal dalam KUHPdt tidak dirumuskan apa yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal. Hanya dalam Pasal 1337 dikatakan
bahwa “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Dari
penjelasan tersebut dapat ditarik pengertian bahwa untuk sahnya perjanjian harus memiliki tujuan yang jelas, yang tidak dilarang oleh undang-undang atau
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.