Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu

(1)

Bahendra T. Siagian : Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur ANALISIS USAHA SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P dan Cl)

DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) UMUR 6 – 18 MINGGU

SKRIPSI

OLEH:

BAHENDRA T. SIAGIAN 030306029

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

ANALISIS USAHA SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P dan Cl) DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR PUYUH

(Coturnix-coturnix japonica) UMUR 6 – 18 MINGGU

SKRIPSI

OLEH:

BAHENDRA T. SIAGIAN 030306029

IPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Skripsi :Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh

(Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 - 18 Minggu Nama : Bahendra T. Siagian

NIM : 030306029

Departemen : Peternakan Program Studi : Produksi Ternak

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Dra. Irawati Bachari)

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Zulfikar siregar, MP)

Diketahui Oleh:

Ketua Departemen

(Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP)


(4)

ABSTRACT

Bahendra T. Siagian, 2009. ”The Effort Analysis of Minerals (Na, Ca, P and Cl) Suplementation in Feed to Quail’s (Coturnix-coturnix japonica) Egg Production at the 6 Until 18 Weeks of Age”. Under adviced of Dra. Irawati Bachari as supervisor and Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP as co-supervisor.

This research is held on the Biology Laboratory of animal science, Departement of Agriculture, North Sumatra University, Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3, Medan. From November 2008 until February 2009.

The aims of this research are to know the economist rate of minerals (Na, Ca, P and Cl) suplementation in feed to quail’s (Coturnix-coturnix japonica) egg production at the 6 until 18 weeks of age that is seem from the sum of production cost, the sum of production income, profit and loss, break even point and income over feed cost.

This research is conducted by completely randomized design (CRD) which is consists of five treatments and four replications, each replications using five quails and the totals are 100 quails. The treatments are R0 = control (the product of C.P.I), R1 = R0 + 37,5g Ca + 0.00035g Na, R2 = R0 + 75g Ca + 0.00070g Na, R3 = R0 + 10g P + 0,00015g Cl, R4 = R0 + 20g P + 0,00030g Cl. Analysis of variance (ANOVA) statistically is used to analize the observations data and sum of production cost, the sum of production income, profit and loss, break even point of production volume and break even point of production price and income over feed cost as the variables.

The results show that the minerals suplementation in feed significantly different to the sum of production income, break even point of production price, income over feed cost and profit/loss not significantly different to the sum of production cost and break even point of production volume. The conclusion from the results of this research the researcher concluding that the minerals suplementation in feed is giving profit.


(5)

ABSTRAK

Bahendra T. Siagian, 2009. ”Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P and Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu”. Dibawah bimbingan Ibu Dra.

Irawati Bachari selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. A.Sofyan No. 3, Medan mulai bulan November 2008 sampai Februari 2009.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum terhadap produksi telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 6 – 18 minggu yang paling ekonomis yang dapat terlihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba/rugi, break even point dan income over feed cost.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor puyuh betina sehingga jumlah keseluruhan 100 ekor. Perlakuan tersebut yakni, R0 = Kontrol (pakan produksi C.P.I), R1 = R0 + 37,5g Ca + 0.00035g Na, R2 = R0 + 75g Ca + 0.00070g Na, R3 = R0 + 10g P + 0,00015g Cl, dan R4 = R0 + 20 g P + 0,0003 g Cl. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter total biaya produksi, total hasil produksi, laba/rugi dan break even point.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa suplementasi mineral dalam ransum berbeda nyata untuk total hasil produksi, BEP harga produksi, IOFC dan laba/rugi, tidak berbeda nyata untuk total biaya produksi dan BEP volume produksi. Kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh peneliti adalah suplementasi mineral dalam ransum memberikan keuntungan.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Bahendra Torang Siagian, dilahirkan di Depok pada tanggal 2 Juli 1984, anak ke empat dari empat bersaudara, putra dari Bapak H.B. Siagian dan Ibu H.R. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tebing Tinggi, lulus tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis menamatkan pendidikan di sekolah menengah umum (SMU) negeri 1 Tebing Tinggi dan melanjutkan pendidikan di fakultas pertanian universitas sumatera utara, medan melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dengan program studi produksi ternak, departemen peternakan.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama kuliah adalah menjadi menjadi biro bidang minat dan bakat di himpunan mahasiswa departemen (HMD) Peternakan, menjadi panitia MUSWIL ISMAPETI di Medan, menjadi ketua panitia inaugurasi HMD peternakan FP-USU, menjadi ketua HMD Peternakan FP-USU dan menjadi panitia seminar Bioethanol sebagai Energi Alternatif di Fakultas Pertanian USU. Penulis juga aktif di organisasi ekstrakampus dimana pernah menjadi unit pelaksana teknis buletin bulanan gerakan mahasiswa kristen indonesia (GMKI) komisariat FP-USU, menjadi biro bidang pendidikan kader GMKI komisariat FP-USU, dan menjadi panitia konferensi cabang GMKI medan.

Penulis mengikuti praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Mabarindo SMF, di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu, Medan dan melaksanakan penelitian selama 3 bulan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.

Adapun judul penelitian ini adalah ” Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P and Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Irawati Bachari selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku anggota komisi pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2009


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP...iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Puyuh ... 4

Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh ... 6

Produksi Telur Puyuh Konsumsi Ransum ... 7

Konversi Ransum ... 9

Produksi Telur ... 9

Berat Telur ... 10

Mineral ... 10

Natrium ... 11

Calsium ... 12

Phosfor ... 12

Chlor ... 13

Fungsi Mineral... 14

Suplementasi Mineral ... 14

Analisis Ekonomi... 15

Total Biaya Produksi ... 16

Total Hasil Produksi ... 17

Analisis Laba-Rugi ... 17

Analisa BEP (Break Even Point) ... 18


(9)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 21

Parameter Penelitian ... 22

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Prosedur kerja ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27

Total Biaya Produksi ... 27

Total Hasil Produksi ... 28

Analisis Laba-Rugi ... 28

BEP(Break Even Point) ... 29

IOFC (Income Over Feed Cost) ... 30

Pembahasan ... 32

Total Biaya Produksi ... 32

Total Hasil Produksi ... 33

Analisis Laba Rugi ... 35

BEP (Break Even Point) Harga ... 37

BEP(Break Even Point) Volume Produksi ... 38

IOFC (Income Over Feed Cost) ... 39

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal.

1 Perbedaan susunan protein dan lemak dari berbagai telur unggas.... 4

2 Kebutuhan zat–zat makanan dalam ransum burung puyuh (Coturnix–coturnix japonica) untuk daerah tropis………... 7

3 Jumlah ransum yang diberikan per hari menurut umur puyuh... 7

4 Sumber Calsium... 12

5 Sumber phosfor... 13

6 Suplementasi beberapa mineral makro dan mikro untuk ternak... 15

7 Rataan total biaya produksi ... 27

8 Rataan total hasil produksi... 28

9 Rataan rugi laba... 29

10 BEP harga produksi... 29

11 BEP volume prduksi... 30

12 Rataan IOFC... 31

13 Analisa ragam total biaya produksi... 32

14 Analisa ragam total hasil produksi... 33

15 Uji BNJ total hasil produksi... 33

16 Analisa ragam laba/rugi... 35

17 Uji Duncan laba/rugi... 36

18 Analisa ragam BEP harga produksi... 37

19 Uji BNT BEP harga produksi... 37

20 Analisa ragam BEP volume produksi... 38

21 Analisa ragam IOFC... 39

22 Uji Duncan IOFC... 40


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hal.

1 Perhitungan unsur Na, Ca, P dan Cl dalam senyawa Na2CO3, CaCO3, (NH4)3PO4, dan NH4Cl...

42 2 Kandungan nutrisi ransum puyuh dewasa... 43 3 Rataan produksi telur puyuh perminggu selama penelitian (butir)... 43

4 Harga ransum perperlakuan……….. 43

5 Rataan total produksi telur tiap minggu selama penelitian (%)…… 44 6 Data konsumsi ransum puyuh (gr/ekor/hari dalam tiap minggu)….. 45 7 Data produksi telur puyuh (%/ekor/hari dalam tiap minggu)……... 46 8 Penentuan biaya (perperlakuan)……… 47


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor penyumbang terbesar dalam penyediaan kebutuhan pangan khusunya kebutuhan protein hewani. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, meningkatnya pengetahuan, peningkatan pendapatan serta kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein dalam kehidupan manusia.

Puyuh sebagai salah satu ternak unggas cocok diusahakan baik sebagai usaha sambilan maupun komersil. Sebab, telur dan dagingnya semakin populer dan dibutuhkan sebagai salah satu sumber protein hewani yang cukup penting. Ditilik dari produksinya sebenarnya produksi telur burung ini cukup banyak dengan produksi telur antara 250-300 butir pertahun.

Secara garis besar yang mempengaruhi produksi telur adalah faktor genetik, ransum (kualitas dan konsumsi), keadaan kandang, temperatur, penyakit dan stress (Yasin, 1988). Rasyaf (1995) juga mengemukakan bahwa faktor ransum sangat perlu diperhatikan terutama zat-zat yang terkandung dalam ransum yang diberikan karena dapat mempengaruhi produksi telur.

Kenyataannya dalam penyusunan ransum yang sering diperhatikan adalah kandungan energi dan proteinnya. Selain energi dan protein kandungan mineral dalam ransum juga perlu diperhatikan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa mineral sebagai zat makanan diperlukan tubuh sama halnya seperti asam amino, energi, vitamin dan asam lemak. Mineral digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Defisiensi mineral kerap terjadi pada unggas berproduksi akibat


(13)

penggunaan mineral tubuh yang lebih banyak saat berproduksi. Defisiensi suatu mineral jarang menyebabkan kematian tetapi berpengaruh langsung terhadap kesehatan ternak dan berdampak pada penurunan produksi telur sehingga dapat menyebabkan kerugian yang besar. Pada masa berproduksi adakalanya puyuh mengalami penurunan produksi pada masa produktifnya, hal ini bisa disebabkan selain kondisi lingkungan yang kurang mendukung juga faktor-faktor lainnya dan salah satunya dapat diakibatkan karena kurang lancarnya proses metabolisme tubuh karena tidak stabilnya kondisi asam basa pada tubuh. Salah satu upaya yang diusahakan untuk menjaga kestabilan asam basa tubuh pada puyuh adalah dengan suplementasi mineral essensial makro yakni Na, Ca yang bersifat basa dan P, Cl yang bersifat asam dalam ransum

Mineral makro seperti (Ca, P, K, Cl, S, Na dan Mg) dan mineral mikro (Fe, I, Zn, Cu, Mn, Co, Se dan Mo) diperlukan oleh ternak dalam jumlah cukup. Kekurangan mineral dalam ransum dapat berpengaruh pada pertumbuhan puyuh, penurunan produksi telur dan kanibalisme yang dapat menurunkan produksi secara keseluruhan (McDonald, et al.,1995).

Analisis ekonomi ternak sangat diperlukan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan. Untuk itu penulis mencoba melakukan analis ekonomi produksi telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) dengan suplementasi mineral Na, Ca, P dan Cl.


(14)

Tujuan Penelitian

Untuk menguji dan mengetahui analisis usaha dari suplementsi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix) umur 6-18 minggu.

Hipotesis Penelitian

Suplementasi mineral esensial (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum dapat meningkatkan pendapatan dalam usaha ternak puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 6-18 minggu.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya peternak puyuh tentang suplementasi mineral dalam ransum puyuh.

2. Sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis maupun instansi yang berhubungan dengan peternakan.

3. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Puyuh

Puyuh adalah spesies atau subspesies dari genus Coturnix yang tersebar diseluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh jepang yang disebut Japanese quail (Coturnix-coturnix japonica) mulai masuk ke Amerika. Awalnya, puyuh kurang mendapat perhatian dari peternak. Tubuh dan telurnya kecil, sedangkan cara hidupnya yang liar menimbulkan kesan bahwa puyuh sulit diternakkan. Namun, setelah penelitian tentang puyuh menunjukkan bahwa puyuh sangat mirip dengan ayam dan kalkun dari segi genetik, yaitu 38 pasang kromosom dimana nilai gizi telur dan daging puyuh tidak kalah dengan unggas lain barulah ternak kecil ini dilirik sehingga menambah penyediaan sumber protein hewani dan memberikan konsumen banyak pilihan

(Listiyowati dan Roospitasari, 2005).

Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak cukup baik bila dibandingkan dengan unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah sehingga sangat baik untuk kesehatan. Perbedaan susunan protein dan lemak telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lain tertera pada Tabel 1.

Tabel 1.Perbedaan susunan protein dan lemak dari berbagai telur unggas. Jenis Unggas Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Ayam ras Ayam buras Itik Angsa Merpati 12,7 13,4 13,3 13,9 13,8 11,3 10,3 14,5 13,3 12,0 0,9 0,9 0,7 1,5 0,8 1,0 1,0 1,1 1,1 0,9


(16)

Kalkun Puyuh

13,1 13,1

11,8 11,1

1,7 1,6

0,8 1,1 Sumber: Woodard, et al, 1973 dan Sastry, et al, 1982, disitasi oleh Murtidjo (1996)

Klasifikasi puyuh menurut Redaksi Agromedia (2002) adalah sebagai berikut: Kelas : Aves (Bangsa burung)

Ordo : Galiformes Sub Ordo : Phasianoidae Famili : Phasianidae Sub Famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Spesies : Coturnix-coturnix japonica.

Adapun kelebihan ternak puyuh dibandingkan dengan ternak unggas lainnya adalah ternak puyuh sangat mudah pemeliharaannya, tidak banyak memerlukan tenaga dan biaya yang banyak/besar; tidak banyak menyita tempat, dapat menampung anak puyuh 100 ekor/m2 berumur 1-10 hari dan 60 ekor/m2 untuk puyuh berumur diatas 10 hari ; cepat berkembangbiaknya, sehingga kebutuhan daging keluarga cepat terpenuhi ; disamping rasanya yang gurih seperti daging ayam dan entok, puyuh ini memiliki kadar/nilai gizi yang sangat tinggi ; dapat diusahakan sebagai usaha sambilan untuk tambahan penghasilan keluarga ; dapat dijadikan sebagai usaha komersil, apabila pemeliharaannya dalam jumlah yang banyak serta perawatannya yang baik dan dapat pula dijadikan mata pencaharian pokok (Sutoyo, 1989).

Puyuh jenis Coturnix-citurnix japonica memiliki karakteristik sebagai berikut : bentuk badannya lebih besar dari burung puyuh jenis lain ; mencapai dewasa kelamin pada umur sekitar 42 hari ; puyuh betina mampu menghasilkan sebanyak 200-300 butir telur/tahun dengan periode bertelur selama 9-12 bulan ;


(17)

bobot telur rata-rata 10 gram perbutir atau 7-8% dari bobot badannya ; warna kerabang telur bervariasi dari coklat tua, biru, putih dengan bercak-bercak hitam ; lama periode pengeraman antara 16-17 hari ; ciri khas perbedaan jantan dan betina terdapat pada warna , suara dan berat tubuhnya. Warna puyuh betina pada bulu leher dan dada bagian atas lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua sedangkan puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna cinnamon (cokelat muda), suara puyuh jantan lebih besar dibandingkan puyuh betina, bobot badan puyuh betina lebih berat sekitar 143 gram/ekor daripada puyuh jantan sekitar 117 gram/ekor (Nugriho dan Mayun, 1982).

Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh

Puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan fase grower (umur 3-5 minggu). Perbedaan fase ini berisiko pada pemberian ransum berdasarkan perbedaan kebutuhannya. Anak puyuh berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar pakannya dikurangi menjadi 20% protein dan 2.600 kkal/kg energi metabolis. Untuk puyuh dewasa berumur lebih dari 5 minggu sama dengan untuk umur 3-5 minggu. Sementara kebutuhan protein untuk pembibitan (sedang bertelur atau dewasa kelamin) sebesar 18-20% (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).


(18)

Tabel 2. Kebutuhan zat-zat nutrien dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) untuk daerah tropis

Zat-zat makanan (%) atau jumlah/kg makanan

Grower (umur 0-5 minggu)

Layer (umur 6 mingggu keatas) Energi Metabolis (Kcal/kg)

Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Calcium (%) Phosporus (%) Natrium (mg/kg) Chlorine (%) 2800 24 2.80 4.10 0.8 0.45 0.35 0.20 2600 20 3.96 4.40 2.5 0.55 0.35 0.15

Sumber: NRC (National Research Council), Nutrient Requirement of Poultry, 1984

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak. Hal ini bertujuan untuk mengefisienkan penggunaan ransum. Kebutuhan ransum burung puyuh tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah ransum yang diberikan per hari menurut umur puyuh

Umur Puyuh Jumlah Ransum yang Diberikan

(g)/ekor/hari 1 hari – 1 minggu

1 minggu – 2 minggu 2 minggu – 4 minggu 4 minggu – 5 minggu 5 minggu – 6 minggu Lebih dari 6 minggu

2 4 8 13 15 17 - 19

Sumber: Gema Penyuluhan Pertanian, (1984), disitasi oleh Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Produksi Telur Puyuh Konsumsi Ransum

Dalam mengkonsumsi ransum, burung puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak,


(19)

aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan. Ransum yang diberikan kepada ternak nilai gizinya harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak. Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada didalam ransum yang telah tersusun dari bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut (Anggorodi, 1995).

Temperatur tinggi berpengaruh besar terhadap konsumsi ransum harian. Konsumsi rendah bila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah. Suhu 16-24 0C adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi maksimal (Gellispie, 1987).

Sifat khusus burung puyuh adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh energi sehingga jumlah ransum yang dimakan tiap harinya berkecenderungan berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi ME tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah ransum yang dimakan. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi ransum lebih banyak untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Tillman, dkk, 1991).

Wahyu (1997) menyatakan bahwa defisiensi beberapa mineral seperti Calsium, Phosfor dan Natrium dapat mengakibatkan penurunan konsumsi ransum sehingga dapat mengganggu pertumbuhan. Defisiensi natrium secara nyata mengurangi penggunaan protein dan energi dan menghambat kemampuan reproduksi.


(20)

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi untuk memproduksi satu butir telur. Dalam pengertian luas konversi adalah jumlah ransum yang dihabiskan untuk tiap satuan produksi (pertambahan bobot badan, telur dan produksi lainnya). Semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruklah pakan tersebut. Baik buruknya konversi ransum dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya mutu ransum, kesehatan ternak dan tata cara pemberian ransum (Tillman, dkk, 1991).

Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien (Campbell, 1984).

Produksi Telur

Secara garis besar produksi telur puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, genetik dan faktor luar seperti ransum, kandang, temperatur, lingkungan, penyakit dan stres (Yasin, 1988).

Puyuh mulai bertelur pada umur 42 hari dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik puyuh betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama produksi dan periode bertelur selama 9-12 bulan dengan lama hidup 2-2,5 tahun (Anggorodi, 1995).

Puyuh yang telah mencapai berat badan 90-100 gram akan segera mulai bertelur pada umur 35-42 hari. Kemampuan berproduksi mulai awal produksi


(21)

(top production 98,5) pada umur 4-5 bulan dan secara perlahan-lahan akan menurun hingga 70% pada umur 9 bulan (Sugiharto, 2005).

Kekurangan mineral Posfor dalam ransum selain menunjukkan kekakuan persendian dan kelemahan otot juga dapat menurunkan hasil reproduksi, seperti penurunan produksi telur pada unggas betina dan penuruna hasil susu pada ternak sapi, kambing dan domba (Tillman, dkk., 1991).

Berat Telur

Berat telur merupakan sifat kualitatif yang dapat diturunkan. Jenis ransum, jumlah ransum, lingkungan kandang serta besar tubuh induk sangat mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Protein ransum yang sedikit juga menyebabkan kecilnya kuning telur yang terbentuk, sehingga menyebabkan kecilnya telur yang dihasilkan. Hal lain yang mempengaruhi adalah masa bertelur, produksi pertama dari suatu siklus berbobot lebih rendah dibanding telur berikutnya pada siklus yang sama (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Telur puyuh Jepang berwarna cokelat lurik dan sering tertutup zat berwarna biru dan berisi kapur, beratnya 7-8 gram (7-8% dari berat badan induk) dengan masa mengeram 17-18 hari atau kisaran 16,5-20 hari (Anggorodi, 1995)

Mineral

Zat-zat mineral dalam saluran pencernaan dilarutkan, bukan dicerna. Sebagian besar zat mineral tersebut berubah dari bentuk padat ke bentuk cair di dalam empedal. Kulit kerang dan grit misalnya dilarutkan dibagian tersebut (Anggorodi, 1985). Hardjasasmita (2002) juga menambahkan bahwa kebanyakan mineral ditemukan dalam bentuk garam–garam yang sukar larut sehingga sukar


(22)

diserap dalam usus, kecuali K dan Na. Umumnya mineral banyak diekskresi melalui tinja. Untuk mineral Ca, P, serta Na dan K mayoritas diekskresi melalui urin.

Tambahan vitamin dan mineral sangat dibutuhkan oleh puyuh. Kekurangan konsumsi mineral merupakan salah satu penyebab penyakit yang diturunkan induk kepada anaknya. Kekurangan kalsium menyebabkan daya tetas menurun, kaki pendek dan tebal (besar), kedua sayap dan rahang bawah pendek, paruh dan kaki lunak, kepala depan menonjol, edema pada leher dan abdomen menonjol ke luar.Phosfor berfungsi untuk mencegah kaki dan paruh lunak, daya

tetas menurun, dan kematian yang tinggi pada hari ke–14 sampai ke–18 (Hartono, 2004 ).

Mineral essensial adalah mineral yang tidak dapat dibentuk/disediakan sendiri oleh ternak sehingga harus disediakan dalam ransum. Mineral essensial dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro yaitu: Calcium (Ca), Phosfor (P), Kalium (K), Khlor (Cl), Sulfur (S), Natrium (Na) dan Magnesium (Mg). Mineral yang termasuk mineral mikro yaitu: Besi (Fe), Yodium (I), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Kobalt (Co), Selenium (Se) dan Molibdenum (Mo). Belakangan ini, banyak dari elemen-elemen ini, terutama yang baru ditemukan, dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dan didistribusikan kepada ternak (McDonald, et.al.,1995).

Natrium

Natrium adalah merupakan kation utama air laut maupun cairan ekstrasellular. Hewan yang mendapat ransum defisiensi natrium, tidak hanya akan terganggu pertumbuhannya, tetapi tulang-tulangnya menjadi lunak, kornea


(23)

bertanduk, perubahan dalam fungsi sellular dan penurunan dalam isi cairan plasma. Pada unggas, suatu defisiensi natrium mengakibatkan produksi telur menurun, pertumbuhan terhambat dan kanibalisme (Anggorodi, 1995).

Calsium

Pada ayam petelur, kriteria kecukupan calsium terlihat pada produksi telur, pemanfaatan bahan pakan, kualitas kulit telur dan keadaan dari cadangan kalsium dalam tulang (Georgievskii, et al., 1982).

Bersamaan dengan unsur gizi yang lain, mineral ini juga sangat penting untuk kehidupan puyuh. Tanpa mineral yang cukup sesuai yang dibutuhkan maka produksi yang optimal tidak akan terjadi. Ca dan P itu sangat berperan bagi pembentukan tulang–tulang pada puyuh yang sedang bertumbuh dan berperan pada pembentukan kulit telur puyuh yang sedang berproduksi (Rasyaf,1984). Beberapa sumber kasium tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Sumber Calsium

Sumber Kalsium Kadar (%) Tepung tulang

Tepung tulang dikukus Bone char

Trikalsium Phosfat Dikalsium

Monokalsium Ground limestone Kalsium karbonat

26 29 27 13 24 16 26-36

40 Sumber: Widodo (2002)

Phosfor

Widodo (2002) menyatakan bahwa phosfor berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik, dan sebagian besar metabolisme energi,


(24)

karbohidrat, asam amino dan lemak, transportasi asam lemak dan bagian koenzim. Phosfor sebagai phosfat memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi semua sel hidup. Suatu penelitian menemukan bahwa produksi telurberhubungan dengan pengeluaran phosfor yang relatif hebat. Beberapa sumber phosfor tertera pada tabel 5.

Tabel 5. Sumber phosfor

Sumber Phosfat Kadar (%) Tepung tulang (bone meal)

Phosfat batu (rock phosfat)

Phosfat batu (difluptinated rock phosfat)

14 14 18 Sumber: Widodo (2002)

Perbandingan kalsium dan phosfor sangat penting, yaitu 2:1. perbandingan ini merupakan perbandingan yang ideal pada masa pertumbuhan ayam dan puyuh. Bagaimanapun perbandingan 1:1 dan 5:1 masih bisa ditoleransi. Burung petelur membutuhkan minimal 3,25% Ca dan tentunya sesuai dengan perbandingan Ca yang lebih besar. Hal ini dapat dimasukkan dari total diet ayam betina yang dapat diberikan secara bebas dari kapur dan kulit kerang (McDowell, 1992). Pernyataan ini juga didukung oleh Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa kalsium dan phosfor akan lebih efektif digunakan jika kedua mineral tersebut ada dalam perbandingan yang ideal. Untuk unggas yang sedang bertelur perbandingan harus lebih luas (4:1 atau lebih).

Chlor

Peranan utama chlor adalah pengontrolan keseimbangan asam dan basa dan mengatur tekanan osmotik. Chlor merupakan bagian sekresi lambung. Sejumlah kecil khlor disimpan dalm kulit dan jaringan-jaringan bawah kulit Defisiensi chlor pada unggas memeperlihatkan gejala-gejala laju pertumbuhan


(25)

sangat terganggu yang disebabkan nafsu makan berkurang, kematian tinggi, dehidrasi dan kadar khlor darah yang menurun (Anggorodi , 1985). Disamping itu Wahyu (1997) juga menyatakan bahwa anak-anak ayam yang menderita defisiensi khlor memperlihatkan gejala tetanus dengan reaksi syaraf yang khas yang diakibatkan oleh suasana yang ribut. Mereka jatuh ke depan dengan kakinya direnggangkan ke belakang, setelah satu atau dua menit sembuh kembali, tapi spasmus lainnya tidak dapat baik kembali dalam beberapa menit.

Fungsi Mineral

Ternak membutuhkan mineral antara lain untuk memelihara kondisi ionik dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan syaraf dan otot, mengatur trasport zat makanan dalam sel, kofaktor enzim dan mengatur metabolisme (Widodo, 2002). Tillman, dkk (1991) menambahkan secara umum mineral berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh dan sebagai komponen dari suatu enzim.

Suplementasi Mineral

Dalam prakteknya, suplementasi mineral dilakukan secara rutin pada ransum yang disusun oleh peternak sendiri maupun secara komersial (pabrik) sebagai jaminan atau untuk antisipasi terhadap berkurangnya ketersediaan mineral dari bahan-bahan pakan yang mengandung zat-zat anti nutrisi atau faktor-faktor lain yang menurunkan ketersediaan mineral dalam ransum (McDowell, 1992).


(26)

Tabel 6. Suplementasi beberapa mineral makro dan mikro untuk ternak

Nama mineral Sumber

Ca

P Na

K Cl Mg Mn S

Tepung tulang, kulit kerang, dicalcium phosphate, calsium carbonat

Potassium chlorida, monosodium glutamat , potassium sulphate Garam (NaCl), monosodium glutamat

potassium gluconate

Garam (NaCl), pot assium chlorida Magnesium oksida, magnesium sulphate Manganese gluconate

Sodium sulphate, ferrous sulfide

Sumber: McDowell (1992)

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan atau melanjutkan usaha. Namun sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak di pedesaan (Rasyaf, 1988).

Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).


(27)

Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui bagaimana kebutuhan dana tersebut digunakan. Dengan kata lain dengan analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai. Dengan mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu, pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapt dicapai perusahaan

(Sirait, 1987).

Total Biaya Produksi

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya: gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi ayam pedaging yang dijalankan. Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total. Misalnya: biaya untuk ransum, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain-lain (Rasyaf, 1995).

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen ( Nuraini, 2003


(28)

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik berupa hasil pokok (penjualan ayam pedaging, baik itu hidup atau karkas dan telur) maupun hasil samping (penjualan feses dan alas “litter”) (Rasyaf, 1995).

Soekartawi et al (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan total nilai produk usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

Laba/Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan

K=TR-TC, dimana K= keuntungan, TR= total penerimana, TC= total pengeluaran.

Soekartawi (1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos-pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Pada umumnya perusahaan akan merencanakan keuntungan total didalam pelaksanaan operasi perusahaan. Akan lebih mudah untuk memperhitungkan keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dengan target keuntungan perunit dari produk yang dijual. Besarnya keuntungan perunit dipengaruhi oleh volume atau tingkat produksi dalam perusahaan, maka perubahan volume penjualan dari


(29)

jumlah yang direncanakan akan ikut mempengaruhi besar keuntungan perunit yang telah ditentukan tersebut (Agus, 1990).

Laporan laba/rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2003)

Break Even Point

Break Even Point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2003)

Menurut Rahardi, dkk (1993) BEP (Break Even Point) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan. Break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).


(30)

Icome Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya ransum yang digunakan selama pemeliharaan. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirakusumo, 1990).


(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, berada pada ketinggian 25 meter dari permukaan laut. Penelitian berlangsung selama 12 minggu dimulai dari bulan November 2008 sampai dengan Februari 2009.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan antara lain:

• Burung puyuh betina umur 5-6 minggu sebanyak 100 ekor ( x = 147,3 g, sd =18,8; rentang bobot tubuh = 147,3 ± 37,6)

• Ransum komersil dari PT. Charoen Pokhpand Indonesia

• Na2C03, CaC03, (NH4)3P04, NH4Cl sebagai bahan mineral yang akan diteliti

• Vitamin dan antibiotik seperti Puyuh-Vit dan Ciami • Desinfektan seperti Rodalon dan Anti-Sep

• Formalin sebagai bahan fumigasi • Vaksin ND, sebagai bahan vaksinasi • Air minum

Alat yang digunakan antara lain:

• Kandang baterai sebanyak 20 unit, ukuran panjang x lebar x tinggi = 60 x 40 x 20 cm/unit


(32)

• Tempat pakan dan air minum • Lampu, sebagai penerangan

• Timbangan salter kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan; timbangan Ohaus kapasitas 1 kg untuk menimbang puyuh; dan timbangan elektrik untuk menimbang mineral dengan kepekaan 0.0001 gram

• Alat-alat pembersih kandang

• Alat tulis, buku data dan kalkulator • Termometer (0C)

• Hand sprayer Metode penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Perlakuan yang diteliti adalah:

R0: Ransum kontrol (Produksi PT. Charoend Pokhpand Indonesia) R1: R0 + 37,5g Ca + 0,00035g Na

R2: R0 + 75g Ca + 0,00070g Na R3: R0 + 10g P + 0,00015g Cl R4: R0 + 20g P + 0,00030g Cl

Denah pemeliharaan yang dilaksanakan sebagai berikut: R12 R33 R23 R03 R02

R41 R24 R31 R42 R13 R11 R22 R01 R14 R34 R44 R04 R32 R43 R21


(33)

Dimana: Perlakuan = (R0, R1, R2, R3, R4) Ulangan = (1, 2, 3, 4)

Untuk ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut: t (n-1) ≥ 15

5 (n-1) ≥ 15 5n-5 ≥ 15 5n ≥ 20 n ≥ 4

Adapun metode linear yang digunakan menurut Hanafiah (2000) adalah: Yij = µ + τi+ Σij

Dimana:

Yij = hasil pengamatan dari perlakuan tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j. I = 0,1,2,3,4 (perlakuan).

J = 1,2,3,4 (ulangan).

µ = nilai rata-rata (mean) harapan. τi = pengaruh perlakuan ke-i.

Σij = pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Parameter Penelitian 1. Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara menghitung :

• Biaya bibit • Biaya ransum • Biaya obat-obatan • Biaya sewa kandang


(34)

• Biaya peralatan kandang • Tenaga kerja

• Biaya transportasi 2. Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung

• Harga jual telur puyuh • Penjualan kotoran puyuh 3. Laba / rugi

Keuntungan (laba/rugi) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K = TR-TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total pengeluaran.

4. Break Even Point (BEP)

Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. BEP harga produksi, diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan jumlah telur puyuh (butir). Diperoleh dengan rumus :

Total biaya BEP harga produksi =

Total produksi

b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya produksi dengan harga telur puyuh /butir.

Total biaya BEP volume produksi =

Harga satuan hasil produksi • Penjualan puyuh afkir


(35)

5. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum yang dihabiskan selama pemeliharaan.

Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau telur akibat perlakuan dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan telur puyuh.

Pelaksanaan Penelitian • Persiapan Kandang

Kandang terlebih dahulu didesinfektan dengan menggunakan rodalon, kemudian dilakukan fumigasi dengan menggunakan formalin dan dibiarkan selama tiga hari. Peralatan kandang dibersihkan dan didesinfektan sebelum digunakan.

Sexing puyuh

Sebelum puyuh dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan sexing. Puyuh yang digunakan sebagai objek jenis Coturnix-coturnix japonica berumur 6 minggu sebanyak 100 ekor betina, terdiri atas 5 ekor tiap plot.

• Penyusunan Ransum

Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Penyusunan ransum dilakukan satu kali seminggu dengan tujuan untuk menjaga kualitas ransum.


(36)

• Pemeliharaan

Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk puyuh.

• Pengambilan data

Pengambilan data untuk konsumsi ransum dilakukan setiap hari tetapi untuk perhitungan dilakukan setiap minggu. Telur setiap hari dikumpulkan dan dihitung berdasarkan perlakuan. Pengambilan data produksi telur dilakukan setelah produksi telur mencapai 5% HD (Hen Day production).

• Analisis Data

Data hasil penelitian dicatat dan ditabulasi untuk dilakukan analisis ragam, apabila terdapat hasil yang signifikan (nyata) antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut sesuai dengan KK (Koefisien Keragaman) untuk mengetahui perbedaan pengaruh tiap perlakuan yang diujikan.


(37)

Prosedur Kerja

Persiapan kandang dan peralatan kandang

Sexing puyuh betina umur 6 minggu

(Coturnix-coturnix japonica sebanyak 100 ekor dengan jumlah @ 5 ekor/plot)

Penyusunan ransum dengan mineral yang disuplementasikan (dilakukan 1x seminggu)

Pemeliharaan

(pemberian ransum, air minum, pengaturan penerangan/suhu dan pencegahan penyakit)

Pengambilan data

(dilakukan setiap hari untuk perhitungan satu minggu)

Analisis data


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung: Biaya pembelian puyuh umur 6 minggu, biaya sewa kandang, biaya peralatan, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja dan biaya transportasi.

Dari keseluruhan biaya produksi di atas maka rataan total biaya produksi diperoleh seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan total biaya produksi selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 13719.17 13321.74 13481.17 13785.79 54307.88 13576.97 R1 13951.10 13238.61 13596.35 13739.44 54525.50 13631.37 R2 13905.24 14282.13 13606.22 14113.93 55907.51 13976.88 R3 14103.95 14048.38 13832.27 13517.37 55501.97 13875.49 R4 13202.73 13405.72 14257.61 13349.14 54215.20 13553.80 Total 68883.19 68296.58 68773.61 68505.67 274458.05

Rataan 13776.44 13659.32 13754.72 13701.13 13722.90

Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa rataan biaya produksi yang tertinggi terdapat pada R2 sebesar Rp.13.976,88,- kemudian diikuti pada R3 sebesar Rp.13.875,49,- dan rataan terendah terdapat pada R4 sebesar Rp.13.553,80 -,.


(39)

Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi adalah semua hasil yang diperoleh dari hasil penjualan yaitu hasil penjualan telur puyuh, feses dan puyuh afkir.

Dari hasil penelitian diperoleh rataan total hasil produksi seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan total hasil produksi selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4

R0 29366.67 25500.00 28833.33 23100.00 106800.00 26700.00 R1 27233.33 28233.33 25433.33 28700.00 109600.00 27400.00 R2 22700.00 27700.00 26900.00 24766.67 102066.67 25516.67 R3 23833.33 24566.67 26633.33 24633.33 99666.67 24916.67 R4 22100.00 22033.33 23766.67 23766.67 91666.67 22916.67 Total 125233.33 128033.33 131566.67 124966.67 509800.00

Rataan 25046.67 25606.67 26313.33 24993.33 25490.00

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan hasil produksi yang tertinggi terdapat pada R1 sebesar Rp.27.400,-, kemudian diikuti pada R0 sebesar Rp.26.700,- dan rataan terkecil terdapat pada R4 sebesar Rp.22.490,-.

Analisis Laba/ Rugi

Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total hasil produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi. Dari hasil penelitian diperoleh rataan laba seperti pada Tabel 9.


(40)

Tabel 9. Rataan laba selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 15647.49 12178.26 15352.16 9314.21 52492.12 13123.03 R1 13282.24 14994.72 11836.99 14960.56 55074.50 13768.63 R2 8794.76 13417.87 13293.78 10652.74 46159.16 11539.79 R3 9729.38 10518.28 12801.06 11115.97 44164.69 11041.17 R4 8897.27 8627.62 9509.06 10417.52 37451.47 9362.87 Total 56351.15 59736.75 62793.05 56460.99 235341.95

Rataan 11270.23 11947.35 12558.61 11292.20 11767.10

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laba tertinggi terdapat pada R1 sebesar Rp.13.768,63 diikuti R0 sebesar Rp.13.123,03,- dan terendah terdapat pada R4 sebesar Rp.9.362,87,-

BEP (Break Even Point)

Dalam penelitian ini BEP ada 2 macam yaitu BEP Harga dan BEP Volume Produksi.

a. BEP Harga Produksi

BEP harga produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan jumlah telur puyuh dimana BEP harga dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. BEP harga produksi Selama Penelitian Perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 39.88 46.58 40.12 55.14 181.73 45.43

R1 44.72 40.49 47.71 41.14 174.04 43.51

R2 56.99 44.77 44.32 51.32 197.40 49.35

R3 54.04 51.65 45.65 49.51 200.85 50.21

R4 56.18 57.29 54.84 51.34 219.65 54.91

Total 251.80 240.77 232.64 248.46 973.68


(41)

Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan BEP harga produksi pemeliharaan secara keseluruhan adalah Rp.48,68,- dengan kisaran Rp.54,91,- sampai dengan Rp.43,51,-. BEP harga produksi tertinggi terdapat pada R4sebesar Rp. 54,91,- dan BEP harga produksi terkecil terdapat pada R1 sebesar Rp. 43,51,-.

b. BEP Volume Produksi

BEP volume produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan harga telur puyuh dimana BEP volume dapat dilihat dari tabel 11.

Tabel 11. BEP volume produksi selama penelitian perperlakuan (Butir)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 68.60 66.61 67.41 68.93 271.54 67.88

R1 69.76 66.19 67.98 68.70 272.63 68.16

R2 69.53 71.41 68.03 70.57 279.54 69.88

R3 70.52 70.24 69.16 67.59 277.51 69.38

R4 66.01 67.03 71.29 66.75 271.08 67.77

Total 344.41 341.48 343.87 342.53 1372.29

Rataan 68.88 68.30 68.77 68.51 68.61

Pada Tabel 11 terlihat bahwa rataan BEP volume produksi pemeliharaan secara keseluruhan adalah 68,61 butir dengan BEP volume produksi tertinggi terdapat pada R2 sebesar 69,88 butir dan BEP volume produksi terkecil terdapat pada R4 sebesar 67,77 butir.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income over feed cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan dengan biaya pakan sehingga diperoleh rataan IOFC seperti pada tabel 12.


(42)

Tabel 12. Rataan IOFC selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4

R0 36734.96 27924.96 36808.96 17476.61 118945.49 29736.37 R1 28719.47 36706.86 25802.73 34601.08 125830.13 31457.53 R2 15440.50 27802.26 30133.64 20179.65 93556.05 23389.01 R3 17449.48 20038.48 27751.25 23955.57 89194.78 22298.70 R4 18558.07 16937.14 16173.88 22533.14 74202.23 18550.56 Total 116902.48 129409.69 136670.46 118746.05 501728.68

Rataan 23380.50 25881.94 27334.09 23749.21 25086.43

Dari Tabel. 12. terlihat bahwa rataan IOFC pemeliharaan tertinggi terdapat pada R1 sebesar Rp.31.457,53,- terkecil terdapat pada R4 sebesar Rp.18.550,56,-.


(43)

Pembahasan

Total Biaya Produksi

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) terhadap total biaya produksi pemeliharaan puyuh selama penelitian maka dilakukan analisa keragaman yang dapat dilihat pada Tabel. 13.

Tabel 13 Analisa ragam total biaya produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftabel

0.05 0.01 Perlakuan. 4 584227.75 146056.94 1.41tn 3.01 4.77

Galat 15 1556639.51 103775.97

Total 19 2140867.26

Keterangan : tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 13 menunjukkan bahwa F hitung < Ftabel 0,05. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap total biaya produksi (P > 0,05).

Dari Tabel 7 dapat kita lihat adanya perbedaan biaya produksi pemeliharaan selama penelitian namun perbedaan itu sangat kecil, dimana rataan biaya produksi yang tertinggi terdapat pada perlakuan R2 sebesar Rp.13.976,88,- kemudian diikuti pada perlakuan R3 sebesar Rp.13.875,49,- dan rataan terkecil terdapat pada R4 sebesar Rp.13.553,80,-. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga ransum yang termasuk biaya produksi berbeda perkilogramnya untuk setiap perlakuan dimana ransum yang menggunakan suplementasi mineral lebih tinggi harganya di bandingkan dengan ransum tanpa suplementasi dan semakin tinggi harganya dengan penggunaan mineral yang semakin banyak. Hal ini didukung


(44)

Nuraini (2003) yang menyatakan bahwa biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya perbedaan harga ransum setiap perlakuan maka semakin tinggi pula biaya produksi yang harus dikeluarkan. Mufliha (1999) yang melakukan penelitian tentang analisis ekonomi pemberian beberapa tingkat konsentrat komersil dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap produksi telur berpendapat bahwa total biaya produksi tertinggi terdapat pada penggunaan konsentrat sebanyak 39 % dan terendah pada penggunaan konsentrat sebanyak 33 % yang dikarenakan penggunaan kandungan konsentrat yang semakin banyak di dalam ransum sehingga semakin besar biaya yang dikeluarkan.

Total Hasil Produksi

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) terhadap total hasil produksi pemeliharaan puyuh selama penelitian maka dilakukan analisa keragaman yang dapat dilihat pada Tabel. 14.

Tabel 14. Analisa ragam total hasil produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftabel

0.05 0.01 Perlakuan 4 48254666.67 12063667 3.31* 3.01 4.77

Galat 15 54734444.44 3648963

Total 19

Keterangan : * = berbeda nyata KK = 7,49%

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 14 menunjukkan bahwa F0,05 < Fhit < F0,01. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan pengaruh nyata terhadap total hasil produksi pemeliharaan puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica). Untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan


(45)

pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Uji BNT total hasil produksi

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 26700.00 b

R1 27400.00 b

R2 25516.67 ab

R3 24916.67 ab

R4 22916.67 a

Dari hasil yang diperoleh dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan R1 memberikan hasil yang paling baik terhadap total hasil produksi, dimana R1 berbeda nyata dengan R4 tetapi tidak berbeda nyata dengan R0, R2 dan R3. Sedangkan perlakuan R4 berbeda nyata dengan perlakuan R0 dan R1 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2 dan R3. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan total hasil produksi dengan suplementasi mineral (Na, Ca dan P, Cl) sehingga terjadi perbedaaan yang nyata antar perlakuan.

Perlakuan R1 yang memberikan hasil paling baik dikarenakan rataan produksinya yang paling tinggi diantara perlakuan yang lain sebesar 74,88% diikuti perlakuan R2 sebesar 72,38%, dan R3 sebesar 68,15%. Pada perlakuan R1 menggunakan suplementasi 37,5g Ca dan 0,00035g Na. Suplementasi dari kedua mineral ini juga memberikan pengaruh yang positif dimana Ca berperan dalam pemanfaatan bahan pakan dan pembentukan kulit telur yang optimal. Hal ini sesuai pernyataan Rasyaf (1984) dimana Ca dan P itu sangat berperan bagi pembentukan tulang–tulang pada puyuh yang sedang bertumbuh dan berperan pada pembentukan kulit telur puyuh yang sedang berproduksi. Sedangkan Na berperan dalam proses menjaga kuantitas produksi dan kualitas produksi dimana


(46)

menurut Anggorodi (1995) pada unggas, suatu defisiensi natrium mengakibatkan produksi telur menurun, pertumbuhan terhambat dan kanibalisme.

Perlakuan R4 memberikan hasil yang paling rendah untuk Total Hasil Produksi dikarenakan rataan produksinya yang paling rendah diantara perlakuan yang lain yaitu sebesar 53,39% dengan suplementasi mineral 20g P dan 0,00030g Cl, sedangkan rendahnya produksi dipengaruhi rataan konsumsi ransum harian tiap ekornya yang rendah sebesar 15,79 g dimana seharusnya rataan konsumsi untuk puyuh produksi sebesar 17-19 g/ekor/hari mulai. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) bahwa dalam mengkonsumsi ransum, burung puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi.

Analisis Laba / Rugi

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) terhadap laba pemeliharaan puyuh selama penelitian maka dilakukan analisa keragaman yang dapat dilihat pada Tabel. 16.

Tabel 16.Analisa ragam laba selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01 Perlakuan 4 48814505.78 12203626.44 3.29* 3.01 4.77 Galat 15 55547255.39 3703150.35

Total 19 104361761.18

Keterangan : * = berbeda nyata KK = 16%

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 16 menunjukkan bahwa F0,05 < Fhit < F0,01. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan


(47)

pengaruh nyata terhadap labai pemeliharaan puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica). Untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji Duncan yang dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Uji Duncan laba

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 13123.03 b

R1 13768.63 c

R2 11539.79 b

R3 11041.17 b

R4 9362.87 a

Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan R1 berbeda nyata dengan R0, R2, R3 dan R4. Perlakuan R0 berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan R4 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2 dan R3 sedangkan perlakuan R4 berbeda nyata dengan perlakuan R0, R1, R2 dan R3.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laba/rugi tertinggi terdapat pada perlakuan R1 sebesar Rp.13.768,63 dan terendah terdapat pada perlakuan R4 sebesar Rp.9.362,87,- hal ini terjadi karena pada perlakuan R1 selisih antara total hasil produksi dan total biaya produksi adalah yang lebih tinggi sebesar Rp.13.768,63,- sedangkan pada perlakuan R4 sebesar Rp.9.362,87,-. Total hasil produksi yang tinggi pada R1 dikarenakan tingkat produksi perlakuan R1 selama penelitian adalah yang tertinggi sebesar 74,88% sedangkan pada perlakuan R4 adalah yang terendah sebesar 53,39%. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus (1990) yang menyatakan bahwa akan lebih mudah untuk memperhitungkan keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dengan target keuntungan perunit dari produk yang dijual. Besarnya keuntungan perunit dipengaruhi oleh volume atau tingkat produksi dalam perusahaan, maka perubahan volume penjualan dari jumlah yang direncanakan akan ikut mempengaruhi besar keuntungan perunit


(48)

yang telah ditentukan tersebut (Agus, 1990). Mufliha (1999) berpendapat bahwa keuntungan bersih diperoleh dengan cara mengurangkan total penghasilan dengan total biaya produksi. Keuntungan tertinggi yang diperoleh dari penelitiannya terdapat pada penggunaan konsentrat sebanyak 35 % dengan total hasil tertinggi dan keuntungan terendah pada penggunaan konsentrat sebanyak 33 % dengan total hasil produksi terendah dan biaya produksi terendah.

BEP (Break Even Point)

Terdapat dua macam break event point (BEP) yang biasa dipakai yaitu break even point harga dan break event point volume produksi.

a. Break Even Point Harga Produksi

BEP harga produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan jumlah telur puyuh dimana analisa keragaman BEP harga dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Analisa keragaman BEP Harga Produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01

Perlakuan 4 315.68 78.92 3.34* 3.01 4.77

Galat 15 354.98 23.67

Total 19 670.67

Keterangan : * = berbeda nyata Kk = 7,20 %

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 18 menunjukkan bahwa F0,05 < Fhit < F0,01.. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan pengaruh nyata terhadap BEP harga produksi. Untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji BNT yang dapat dilihat dari Tabel 19.


(49)

Tabel 19. Uji BNT BEP harga produksi

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 45.43 ab

R1 43.51 a

R2 49.35 a

R3 50.21 ab

R4 54.91 b

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 19 menunjukkan bahwa R1 tidak berbeda dengan R0, R2 dan R3 nyata tetapi berbeda nyata dengan R4, perlakuan R4 berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan R2 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R0 dan R3. Hasil yang paling baik diperoleh pada R1 sebesar Rp.43,51,-. Jika dilihat dari rataan, nilai R1 lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi R1 adalah yang paling baik nilai BEP harga produksinya. Sedangkan pada perlakuan lain nilai rataan BEP yang diperoleh kurang baik karena terlalu tinggi (harga jual telur puyuh).

Break event point harga produksi ini sebenarnya memberikan gambaran tentang harga produsen yang harus dicapai dengan volume produksi yang telah ditentukan agar modal / biaya yang dikeluarkan dapat kembali. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahardi, (1993) yang menyatakan bahwa BEP (break even point) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

b. BEP Volume Produksi

BEP volume produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan harga telur puyuh dimana BEP volume dapat dilihat dari tabel 20.


(50)

Tabel 20. Analisa ragam BEP volume produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01

Perlakuan 4 14.61 3.65 1.41tn 3.01tn 4.77

Galat 15 38.92 2.59

Total 19 53.52

Keterangan : tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 20 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecildari Ftabel (0,05). Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap BEP volume produksi.

Break even point volume produksi memberikan gambaran tentang total produksi yang harus dicapai dalam usaha dengan harga telur puyuh yang telah ditentukan agar modal/biaya yang dikeluarkan dapat kembali. Dari Tabel 11 dapat kita lihat bahwa titik modal akan tercapai jika produksi rataan telur puyuh yang dihasilkan untuk R0 sebanyak 67,88 butir, R1 sebanyak 68,16 butir, R2 sebanyak 69,88 butir, R3 sebanyak 69,38 butir dan R4 sebanyak 67,77 butir selama penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sigit (1991) bahwa Break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan untuk mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) terhadap Income over feed cost (IOFC) pemeliharaan puyuh selama penelitian maka dilakukan analisa keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 21.


(51)

Tabel 21. Analisa keragaman IOFC selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01 Perlakuan 4 462332894.06 115583223.51 3.13* 3.01 4.77 Galat 15 553153373.84 36876891.59

Total 19 1015486267.89

Keterangan: * = berbeda nyata Kk = 24%

Hasil analisis keragaman yang diperoleh dari Tabel 21 menunjukkan bahwa F0,05 < Fhit < F0,01. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) berpengaruh nyata terhadap IOFC. Untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Uji Duncan IOFC

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 29736.37 c

R1 31457.53 c

R2 23389.01 b

R3 22298.70 b

R4 18550.56 a

Hasil yang diperoleh dari Tabel 22 menunjukkan bahwa perlakuan R4 berbeda nyata dengan perlakuan R0, R1, R2 dan R3 dimana perlakuan R0 berbeda nyata dengan perlakuan R2 dan R3 tetapi tidak berbeda nyata dengan R1 sedangkan perlakuan R2 tidak berbeda nyata dengan R3. Dari rataan dapat dilihat bahwa perlakuan R1 memberikan hasil yang paling tinggi dimana hasil yang paling tinggi dikarenakan hasil rataan produksi R1 merupakan yang paling tinggi sebesar 74,88 % dan rataan pendapatan dari produksi sebesar Rp.62.900,- sedangkan perlakuan R4 merupakan yang paling rendah dikarenakan rataan produksinya adalah yang terendah sebesar 53,39 % dan rataan pendapatannya sebesar Rp.49.450,-. Hal ini sesuai dengan pernyatan Prawirokusumo (1990)


(52)

bahwa IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha dikurangi biaya ransum yang digunakan selama penelitian. Mufliha (1999) berpendapat bahwa nilai IOFC tertinggi terdapat penggunaan konsentrat sebanyak 35 % dengan total biaya ransum tertinggi dan total hasil penjualan telur tertinggi kedua dan nilai IOFC terendah terdapat pada penggunaan konsentrat sebanyak 37 % dengan total biaya ransum tertinggi ketiga dan total hasil penjualan telur terendah.

Rekapitulasi hasil penelitian

Tabel. 23. Rekapitulasi hasil penelitian perperlakuan

Parameter Perlakuan

RO R1 R2 R3 R4

Total Biaya Produksi 13576.97tn 13631.37tn 13976.88tn 13875.49tn 13553.80tn Total Hasil Produksi 26700.00b 27400.00b 25516.67ab 24916.67ab 22916.67a Laba / Rugi 13123.03b 13768.63c 11539.79b 11041.17b 9362.87a BEP Harga Produksi 45.43ab 43.51a 49.35a 50.21ab 54.91b BEP Volume

Produksi 67.88

tn

68.16tn 69.88tn 69.38tn 67.77n IOFC 29736.37c 31457.53c 23389.01b 22298.70b 18550.56a

Keterangan : -tn = tidak nyata

-notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata

Dari Tabel 23. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari total biaya produksi tidak nyata, total hasil produksi berbeda nyata, laba / rugi berbeda nyata, BEP harga produksi berbeda nyata, BEP volume produksi tidak nyata dan IOFC berbeda nyata.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 6 minggu sampai 18 minggu memberikan pengaruh tidak nyata terhadap total biaya produksi dan BEP volume produksi tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap total hasil produksi, laba/rugi, BEP harga produksi dan IOFC maka dapat disimpulkan bahwa suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan keuntungan.

Saran

Disarankan dalam suplementasi mineral pada ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) produksi umur 6-18 minggu menggunakan ransum R1.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. A., 1990. Analisis Pulang Pokok. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Anggorodi, H.R., 1985. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Anggorodi, H.R., 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

Campbell, W., 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergaman Press, New York.

Gellispie, J.R., 1987. Animal Nutrition and Feeding. Delmar Publisher Inc., Albany, New York.

Georgievskii, V.I., B.N. Annenkov and V.T. Samokhin., 1982. Mineral Nutririon of Animals. Buffers Worths, Kolos.

Hanafiah, A.H., 2000. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Hardjasasmita, P. 2002. Ikthisar Biokimia Dasar A. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta Kasmir dan Jakfar, 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group,

Jakarta.

Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2000. Puyuh, Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2005. Puyuh, Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh and C.A. Morgan., 1995. Animal Nutrition. John Wiley & Sons Inc, New York.

McDowell, L.R., 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press, Inc, SanDiego, California.

Mufliha ,S. K., 1999. Analisis Ekonomi Pemberian Beberapa Tingkat Konsentrat Komersil dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, USU, Medan

Murtidjo, B.A., 1996. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. NRC, 1984. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Science,


(55)

Nugroho dan Mayun, I.G.T., 1982. Beternak Puyuh. Penerbit Eka Offset, Semarang.

Nuraini. I., 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Prawirakusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Rahardi, F.I. Satyawibawa dan R.N. Setyowati, 1993. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta.

.Rasyaf, M., 1984. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta. Rasyaf, M., 1988. Beternak Itik Komersial. Kanisius, Yogyakarta Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Penetasan. Kanisius, Yogyakarta

Redaksi Agromedia, 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Riyanto, B., 1978. Dasar Pembelanjaan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Sirait, M.B., 1987. Dasar-Dasar Ekonomi Sebagai Aspek Ilmu Ekonomi dan Ilmu

Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sigit, S., 1991. Analisa Break Event. Rancangan Linier Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.

Soekartawi, A., Soeharjo, J.L. Dillon and J.B Hardaker., 1986. Ilmu Usaha Tani. Universitas Indonesia, Jakarta.

Soekartawi., 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Sugiharto, R.E., 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sutoyo, M.D., 1989. Petunjuk Praktis Beternak Puyuh. CV. Titk Terang, Jakarta. Tillman, A.D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirikusumo S., dan

Lebdosoekojo S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM-Press, Yogyakarta.

Yasin, S., 1988. Fungsi dan Peranan Zat-Zat Gizi dalam Ransum Ayam Petelur. Mediatama Sarana Perkasa, Mataram.


(56)

Wahyu, J., 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM-Press, Yogyakarta.

Widodo, W., 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Fakultas Peternakan-Perikanan, Universitas Muhammaddiyah, Malang.


(57)

LAMPIRAN

1. Perhitungan pemberian unsur Na, Ca, P dan Cl dalam senyawa Na2CO3,CaCO3, (NH4)3PO4, dan NH4Cl

Na dalam Na2CO3

= Ar Na x 100% Mr Na2 CO3

= 46 x 100% 106

= 43,396% 434 g

Dalam 1kg ransum dibutuhkan 0.35 mg Na (Tabel 2.) = 0.00035 g Na Maka, untuk mendapatkan 0.00035 g Na diberikan Na2CO3 sebanyak: = 1000 g x 0.00035 g = 0.0008 g Na2CO3

434 g

Ca dalam CaCO3

= Ar Ca x 100% Mr Ca2 CO3

= 40 x 100% 100

= 40% 400 g

Dalam 1kg ransum dibutuhkan 3.75% Ca (Tabel 2.) = 37.5 g Ca Maka, untuk mendapatkan 37.5 g Ca diberikan Ca2CO3 sebanyak: = 1000 g x 37.5 g = 93.75 g CaCO3

400 g

P dalam (NH4)3PO4

= Ar P x 100% Mr (NH4)3PO4

= 31 x 100% 149

= 20.8% 208 g

Dalam 1kg ransum dibutuhkan 1.0% P (Tabel 2.) = 10 g P Maka, untuk mendapatkan 10 g P diberikan (NH4)3PO4 sebanyak: = 1000 g x 10 g = 48.07 g (NH4)3PO4

208 g

Cl dalam NH4Cl

= Ar Cl x 100% Mr NH4Cl

= 35 x 100% 53


(58)

Dalam 1kg ransum dibutuhkan 0.15 mg Cl (Tabel 2.) = 0.00015 g Cl Maka, untuk mendapatkan 0.00015 g Cl diberikan NH4Clsebanyak:

= 1000 g x 0.00015 g = 0.0002 g NH4Cl 660 g

Ket: Ar Na = 23; Ar C = 12; Ar O = 16; Ar Ca = 40; Ar N = 14; Ar H = 1; Ar Cl = 35; Ar P = 31

2. Kandungan nutrisi ransum puyuh dewasa Kadar air : max 13,0%

Protein Kasar : 18,5-20,0 % Lemak Kasar : min 3,5% Serat Kasar : max 10,0%

Calcium : max 2,50%

Phosphor : min 0,60% Sumber: PT. Charoend Phokphand Indonesia

3. Rataan produksi telur puyuh selama penelitian (butir)

Perlakuan Produksi telur Total Rataan

1 2 3 4

RO 344.00 286.00 336.00 250.00 1216.00 304.00

R1 312.00 327.00 285.00 334.00 1258.00 314.50

R2 244.00 319.00 307.00 275.00 1145.00 286.25

R3 261.00 272.00 303.00 273.00 1109.00 277.25

R4 235.00 234.00 260.00 260.00 989.00 247.25

Total 1396.00 1438.00 1491.00 1392.00 5717.00

Rataan 279.20 287.60 298.20 278.40 1429.25

4. Harga ransum perperlakuan

Perlakuan Harga ransum/kg Harga mineral perkg ransum

R0 3985.71

R1 4173.55 187.84

R2 4360.72 375.01

R3 4322.20 336.49


(59)

5. Data konsumsi ransum puyuh (gr/ekor/hari dalam tiap minggu).

Perlakuan I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Total Rataan RO1 19.57 20.00 18.43 18.86 19.00 19.57 19.71 19.14 19.71 18.57 18.14 19.14 229.86 19.15 R02 16.71 18.29 19.14 18.71 17.86 17.14 18.86 18.00 18.00 16.71 14.14 16.29 209.86 17.49 R03 19.57 18.29 17.00 18.00 18.57 18.00 18.00 18.57 19.86 18.14 17.00 16.86 217.86 18.15 R04 19.43 19.29 18.86 19.00 19.43 19.43 19.57 19.86 20.00 20.00 19.86 18.43 233.14 19.43 R11 19.00 19.14 18.57 18.14 19.29 19.57 19.00 19.57 19.86 19.14 19.29 20.00 230.57 19.21 R12 17.14 15.57 16.00 16.14 18.57 17.14 16.00 16.14 16.29 15.71 16.00 15.71 196.43 16.37 R13 18.43 18.43 18.43 18.86 18.57 18.86 16.57 17.57 17.86 16.57 16.00 17.43 213.57 17.80 R14 18.71 19.43 18.57 19.00 18.86 18.29 18.71 19.14 19.57 17.71 15.14 17.29 220.43 18.37 R21 17.86 18.71 18.86 17.57 18.43 18.14 19.00 17.71 18.29 18.14 18.29 17.57 218.57 18.21 R22 20.00 19.71 18.71 19.86 19.71 20.00 19.43 19.43 20.00 20.00 19.43 19.57 235.86 19.65 R23 17.14 16.86 16.14 16.14 16.14 19.00 19.14 18.57 15.43 16.86 16.00 17.43 204.86 17.07 R24 19.57 19.57 18.43 19.71 19.29 19.57 19.00 19.00 20.00 19.43 17.14 17.43 228.14 19.01 R31 19.14 19.43 19.86 19.00 19.57 19.57 19.00 19.14 19.71 18.71 18.29 18.29 229.71 19.14 R32 19.29 18.86 19.57 18.43 19.43 19.29 19.29 19.43 19.43 19.00 17.00 18.14 227.14 18.93 R33 18.57 19.29 18.14 18.57 18.57 15.43 17.43 16.14 18.71 18.71 19.14 18.43 217.14 18.10 R34 16.29 17.00 18.71 17.43 14.86 19.00 18.00 16.71 16.57 16.29 14.43 17.29 202.57 16.88 R41 14.29 15.57 15.43 15.43 15.14 15.29 15.43 15.71 13.00 13.71 12.00 13.43 174.43 14.54 R42 14.57 16.29 15.00 16.00 14.00 18.14 13.71 15.86 16.00 14.29 14.14 15.14 183.14 15.26 R43 18.00 18.71 18.71 19.71 18.86 19.14 18.71 19.14 18.57 17.57 15.71 16.86 219.71 18.31 R44 14.71 14.57 15.00 15.14 16.14 15.43 17.43 16.14 15.14 14.71 13.00 13.29 180.71 15.06


(60)

6. Data produksi telur puyuh (%/ minggu)

Perlakuan I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Total Rataan

RO1 31.43 85.71 82.86 68.57 91.43 97.14 88.57 88.57 65.71 88.57 100.00 94.29 982.86 81.90 R02 31.43 60.00 54.29 62.86 65.71 80.00 71.43 80.00 80.00 82.86 82.86 65.71 817.14 68.10 R03 22.86 82.86 88.57 82.86 82.86 94.29 91.43 88.57 71.43 91.43 91.43 71.43 960.00 80.00 R04 20.00 37.14 28.57 40.00 57.14 60.00 51.43 54.29 71.43 97.14 100.00 97.14 714.29 59.52 R11 17.14 65.71 82.86 85.71 85.71 57.14 71.43 54.29 85.71 100.00 100.00 85.71 891.43 74.29 R12 11.43 34.29 91.43 91.43 82.86 94.29 88.57 88.57 80.00 85.71 97.14 88.57 934.29 77.86 R13 42.86 94.29 65.71 71.43 60.00 62.86 68.57 57.14 62.86 65.71 80.00 82.86 814.29 67.86 R14 34.29 77.14 65.71 74.29 82.86 91.43 82.86 88.57 85.71 97.14 91.43 82.86 954.29 79.52 R21 31.43 51.43 54.29 68.57 77.14 62.86 48.57 48.57 48.57 74.29 74.29 57.14 697.14 58.10 R22 42.86 80.00 71.43 80.00 85.71 77.14 65.71 68.57 65.71 85.71 100.00 88.57 911.43 75.95 R23 31.43 62.86 60.00 68.57 71.43 77.14 77.14 65.71 77.14 88.57 97.14 100.00 877.14 73.10 R24 34.29 82.86 82.86 77.14 74.29 60.00 54.29 62.86 48.57 77.14 68.57 62.86 785.71 65.48 R31 17.14 80.00 77.14 74.29 71.43 80.00 40.00 40.00 60.00 68.57 77.14 60.00 745.71 62.14 R32 28.57 91.43 91.43 60.00 57.14 65.71 48.57 54.29 54.29 71.43 82.86 71.43 777.14 64.76 R33 28.57 60.00 68.57 85.71 71.43 91.43 62.86 71.43 54.29 94.29 88.57 88.57 865.71 72.14 R34 25.71 60.00 60.00 71.43 80.00 85.71 82.86 60.00 54.29 74.29 68.57 57.14 780.00 65.00 R41 8.57 45.71 88.57 65.71 40.00 74.29 74.29 54.29 54.29 57.14 54.29 54.29 671.43 55.95 R42 25.71 74.29 71.43 60.00 40.00 60.00 54.29 48.57 48.57 57.14 60.00 68.57 668.57 55.71 R43 34.29 85.71 60.00 57.14 48.57 48.57 65.71 60.00 57.14 60.00 85.71 80.00 742.86 61.90 R44 14.29 48.57 42.86 28.57 37.14 60.00 51.43 45.71 45.71 37.14 37.14 31.43 480.00 40.00


(61)

7. Data produksi telur puyuh (butir/minggu)

Perlakuan Minggu

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Jumlah Rataan

R01 11 30 29 24 32 34 31 31 23 31 35 33 344 28.67

R02 11 21 19 22 23 28 25 28 28 29 29 23 286 23.83

R03 8 29 31 29 29 33 32 31 25 32 32 25 336 28.00

R04 7 13 10 14 20 21 18 19 25 34 35 34 250 20.83

R11 6 23 29 30 30 20 25 19 30 35 35 30 312 26.00

R12 4 12 32 32 29 33 31 31 28 30 34 31 327 27.25

R13 15 33 23 25 21 22 24 20 22 23 28 29 285 23.75

R14 12 27 23 26 29 32 29 31 30 34 32 29 334 27.83

R21 11 18 19 24 27 22 17 17 17 26 26 20 244 20.33

R22 15 28 25 28 30 27 23 24 23 30 35 31 319 26.58

R23 11 22 21 24 25 27 27 23 27 31 34 35 307 25.58

R24 12 29 29 27 26 21 19 22 17 27 24 22 275 22.92

R31 6 28 27 26 25 28 14 14 21 24 27 21 261 21.75

R32 10 32 32 21 20 23 17 19 19 25 29 25 272 22.67

R33 10 21 24 30 25 32 22 25 19 33 31 31 303 25.25

R34 9 21 21 25 28 30 29 21 19 26 24 20 273 22.75

R41 3 16 31 23 14 26 26 19 19 20 19 19 235 19.58


(62)

(63)

Bahendra T. Siagian : Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur 8. Penentuan biaya (perperlakuan)

Total biaya produksi

a. biaya pembelian puyuh harga puyuh @Rp. 6500,- jumlah puyuh 100 ekor

sehingga, biaya pembelian = Rp. 6500,- X 100 = Rp. 650.000,-

sedangkan biaya bibit untuk tiap perlakuan adalah =

Rp.650.000,-Perlakuan 5 = Rp.130.000,- Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 32500 32500 32500 32500 130000

R1 32500 32500 32500 32500 130000

R2 32500 32500 32500 32500 130000

R3 32500 32500 32500 32500 130000

R4 32500 32500 32500 32500 130000

b. Biaya ransum

biaya ransum R0 perkilogram Rp. 3985,71 biaya ransum R1 perkilogram Rp. 4173,55 biaya ransum R2 perkilogram Rp. 4360,72 biaya ransum R3 perkilogram Rp. 4322,20 biaya ransum R4 perkilogram Rp. 4658,79

Jadi, biaya ransum puyuh dikalikan rataan konsumsinya perperlakuan perulangan:

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4

R0 32057.07 29278.23 30383.07 32525.79 124244.15 31061.04 R1 33673.02 28694.81 31201.45 32200.59 125769.87 31442.47 R2 33351.66 35989.02 31263.74 34816.86 135421.28 33855.32 R3 34745.33 34364.12 32857.39 30642.70 132609.54 33152.39 R4 28450.32 29859.13 35827.05 29467.80 123604.29 30901.07 Jumlah 162277.39 158185.31 161532.70 159653.73 641649.13

Rataan 32455.48 31637.06 32306.54 31930.75 32082.46

c. Biaya obat-obatan

Biaya obat-obatan yang dikeluarkan berupa : Puyuh-Vit Rp. 6.500,-

Vitastress Rp. 3.500,- Rodalon Rp. 45.000,-


(1)

Bahendra T. Siagian : Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu, 2009.


(2)

8. Penentuan biaya (perperlakuan) Total biaya produksi

a. biaya pembelian puyuh harga puyuh @Rp. 6500,- jumlah puyuh 100 ekor

sehingga, biaya pembelian = Rp. 6500,- X 100 = Rp. 650.000,-

sedangkan biaya bibit untuk tiap perlakuan adalah =

Rp.650.000,-Perlakuan

5 = Rp.130.000,- Ulangan

Jumlah

1 2 3 4

R0 32500 32500 32500 32500 130000

R1 32500 32500 32500 32500 130000

R2 32500 32500 32500 32500 130000

R3 32500 32500 32500 32500 130000

R4 32500 32500 32500 32500 130000

b. Biaya ransum

biaya ransum R0 perkilogram Rp. 3985,71 biaya ransum R1 perkilogram Rp. 4173,55 biaya ransum R2 perkilogram Rp. 4360,72 biaya ransum R3 perkilogram Rp. 4322,20 biaya ransum R4 perkilogram Rp. 4658,79

Jadi, biaya ransum puyuh dikalikan rataan konsumsinya perperlakuan perulangan:

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4

R0 32057.07 29278.23 30383.07 32525.79 124244.15 31061.04 R1 33673.02 28694.81 31201.45 32200.59 125769.87 31442.47 R2 33351.66 35989.02 31263.74 34816.86 135421.28 33855.32 R3 34745.33 34364.12 32857.39 30642.70 132609.54 33152.39 R4 28450.32 29859.13 35827.05 29467.80 123604.29 30901.07 Jumlah 162277.39 158185.31 161532.70 159653.73 641649.13

Rataan 32455.48 31637.06 32306.54 31930.75 32082.46

c. Biaya obat-obatan

Biaya obat-obatan yang dikeluarkan berupa : Puyuh-Vit Rp. 6.500,-

Vitastress Rp. 3.500,- Rodalon Rp. 45.000,-


(3)

Bahendra T. Siagian : Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu, 2009.

Total biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat-obatan sebesar Rp. 55.000,-. Sehingga biaya obat-obatan perperlakuan = Rp.55.000

5

= Rp.11.000,- Dengan rincian:

Perlakuan Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp.11.000 R1 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp.11.000 R2 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp.11.000 R3 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp.11.000 R4 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp 2.750 Rp.11.000

d. Biaya sewa kandang

Biaya sewa selama 12 minggu sebesar Rp. 250.000,- sehingga biaya sewa kandang untuk tiap perlakuan adalah = Rp.250.000

5

= Rp.50.000 Dengan rincian :

Perlakuan

Ulangan

Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp.50.000 R1 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp.50.000 R2 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp.50.000 R3 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp.50.000 R4 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp.50.000

e. Biaya peralatan

Biaya peralatan diperoleh dari harga timbangan kapasitas 2 kg, thermometer, handsprayer, instalasi penerangan, serta peralatan kebersihan. Total biaya peralatan adalah Rp.184.500,-

sehingga biaya peralatan tiap perlakuan adalah =Rp.184.500 = Rp.36.900,- 5

Perlakuan Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp.36.900 R1 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 36.900 R2 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 36.900 R3 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 36.900


(4)

R4 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 9.225 Rp 36.900 f. Biaya transportasi

Biaya transportasi diperoleh dari total biaya transportasi pembelian bibit puyuh (Coturnix-coturnix japonica), biaya transportasi pembelian ransum, biaya pembelian mineral dan obat-obatan serta biaya transportasi serta biaya transportasi peralatan. Total keseluruhan biaya transportasi adalah Rp.94.000,-.

Biaya transportasi bibit = 55.000

Biaya transportasi mineral dan obat-obatan = 6.500 Biaya transportasi peralatan = 6.500 Biaya transportasi ransum = 26.000

Sehngga biaya transportasi untuk setiap perlakuan adalah : Rp.94000 5

= Rp.18.800

Maka biaya transportasi perperlakuan :

Perlakuan Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp.18.800 R1 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp.18.800 R2 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp.18.800 R3 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp.18.800 R4 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp 4.700 Rp.18.800

f. Biaya tenaga kerja

Biaya tenaga kerja diperoleh dari jumlah tenaga kerja dikali dengan UMR (Upah Minimum Regional). UMR saat penelitian adalah sebesar Rp.822.205,-/bulan.

Biaya tenaga kerja 1 hari = Rp.822.205 30

= Rp.27.406,8,-

Lama penelitian adalah selama 84 hari,


(5)

Bahendra T. Siagian : Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu, 2009.

Satu orang tenaga kerja bisa menangani puyuh sebanyak 5000 ekor (peternakan komersil).

Maka, biaya tenaga kerja untuk tiap ekor: Rp. 2.302.174,- = Rp.460.43 5000 Sedangkan biaya untuk tiap perlakuan adalah = Rp. 460,43,X 100 =

5 Rp.46.043,- = Rp.9.208,60,-

Perlakuan Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp.9.208,60 R1 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp.9.208,60 R2 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp.9.208,60 R3 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp.9.208,60 R4 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp 2.302 Rp.9.208,60 Total hasil produksi

a. Penjualan telur puyuh

Penjualan telur puyuh diperoleh dari hasil produksi telur puyuh tiap perlakuan selama penelitian dikali harga jual telur puyuh perbutirnya yaitu Rp. 200,- (harga pasar sewaktu penelitian)

Maka, hasil penjualan telur puyuh (Rp):

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

RO 68.800 57.200 67.200 50.000 243.200 60.800 R1 62.400 65.400 57.000 66.800 251.600 62.900 R2 48.800 63.800 61.400 55.000 229.000 57.250 R3 52.200 54.400 60.600 54.600 221.800 55.450 R4 47.000 46.800 52.000 52.000 197.800 49.450 Total 279.201 287.600 298.200 278.400 1.143.401

Rataan 55.840 57.520 59.640 55.680 57.170


(6)

Penjualan feses diperoleh dari harga feses perkarung (ukuran 50 kg) yaitu sebesar Rp.8000,-/karung dimana selama penelitian jumlah feses yang didapat sebanyak 4,5 karung.

Hasil dari pejualan feses : 4,5 x 8000 = Rp 36.000,- Maka hasil yang didapat untuk tiap perlakuan : Rp.36.000

5

= Rp.7.200,-

Dengan rincian :

Perlakuan Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp.7.200 R1 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp.7.200 R2 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp.7.200 R3 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp.7.200 R4 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp 1.800 Rp.7.200

c. Penjualan puyuh

Penjualan puyuh diperoleh dari harga jual puyuh perekor Rp. 3.500,- dimana harga diperoleh dari informasi penjual puyuh goreng keliling

Hasil dari penjualan puyuh afkir : Rp.3500X 100 = Rp 350.000,- Maka, hasil yang di dapat untuk tiap perlakuan adalah :350.000

5

= Rp.70.000,-

Dengan rincian perekornya :

Perlakuan Ulangan Jumlah

1 2 3 4

R0 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp.70.000 R1 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp.70.000 R2 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp.70.000 R3 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp.70.000 R4 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp 17.500 Rp.70.000