Makna Malam Midodareni pada Perkawinan Masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran

(1)

ABSTRAK (Intisari)

Makna Malam Midodareni pada Perkawinan

Masyarakat Jawa di Desa Kebagusan

Kabupaten Pesawaran

Oleh:

Tri Siswoko

Malam Midodareni adalah malam menjelang akad nikah dan panggih yang dilakukan di kediaman calon mempelai perempuan yang bertujuan untuk mengharapkan berkah Tuhan Yang Mahaesa agar memberikan keselamatan kepada pemangku hajat pada perhelatan berikutnya. Dalam upacara midodareni sangat erat sekali kaitanya dengan kebudayan jawa terdahulu yang masih kental dengan sentuhan Hindhu dengan kata lain terjadi percampuran kebudayan Hindhu dan jawa, tidak hanya sampai disitu saja masuknya agama Islam ikut mempengaruhi, dengan demikian dapat dikatakan kebudayan yang ada pada masyarakat Jawa merupakan percampuran dari kebudayan hindhu, Islam dan kebudayan Jawa sendiri. Pada masa awal kedatangan Islam di Kepulauan Nusantara khususnya Jawa, masyarakat telah menganut dan telah memiliki berbagaikepercayaan dan agama seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha. Pada masa itu kepercayaan dan agama tersebut telah melekat dan mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Selain itu masyarakat sangat menerima kebudayaan lain yang dianggap baik tanpa harus menghilangkan kebudayaan yang telah lama ada, atau dikenal dengan istilah alkulturasi kebudayaan.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah makna Implisit malam midodareni pada masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawarar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui makna Implisit malam midodareni di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui Studi pustaka, Dokumentasi, Observasi dan Wawancara, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik Analisis Data Kualitatif.

Hasil penelitian makna implisit yang terkandung dalam malam midodareni terdapat lima bagian dan dapat diambil kesimpulanya yaitu makna implisit yang terdapat pada upacara jonggolan, makna implisit pada upacara tantingan, makna implisit dalam upacara catur wedha, makna implisit dalam upacar kembar mayang, dan makna implisit dalam upacar wilujengan majemukan disetiap upacara tersebut mengandung makna yang terkandung secara halus dan tersirat.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Cermin, Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran pada tanggal 20 Febuari 1988, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Sumadi dan Tryatin.

Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Gunung Rejo Kecamatan Padang cermin Kabupaten Pesawarandan selesai pada tahun 2001,setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Tinggkat Pertama (SLTPN) 1 Kedondong Kecamatan Kedondong Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Atas (SMAN) I Gading rejo, Kecamatan Gading rejo Kabupaten Pringsewudan selesai pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Sejarah melalui jalur SPMB.Dan pada tahun 2010 penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA N VII Bandar lampung.


(7)

PERSEMBAHAN

Teriring Hormat, Cinta, Kasih dan Penuh Rasa Syukur

Kupersembahkan Karya Sederhana ini kepada :

Bapak dan Ibu ku (Sumadi dan Tryatin) yang tercinta yang

telah membesarkan, mendidik dan senantiasa berdo’a

untuk

keberhasilanku.

kedua kakakku yaitu, Indah dan Diah.

Para pendidik yang telah memberikan banyak pengetahuan

dan pengalaman untuk hidupku.


(8)

MOTO

“Perubahan adalah kata lain untuk berkembang atau

mau belajar. Dan, kita semua mampu melakukannya

jika berkehendak.”


(9)

SANWACANA

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna Malam Midodareni pada Perkawinan Masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran ”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaat-Nya di hari akhir kelak.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat dalam menyelesaikan studi, dalam proses penyelesaiannya penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.S. selaku Dekan FKIP Unila.

2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. selaku Pembantu Dekan I FKIP Unila. 3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. selaku Pembantu Dekan II FKIP Unila. 4. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H. selaku Pembantu Dekan III FKIP Unila. 5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Unila.

6. Bapak Drs. Maskun, M.H. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unila sekaligus pembimbing akademik dan pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, motivasi, arahan serta kesabarannya dalam membimbing penulis dalam menulis skripsi ini.


(10)

7. Bapak Drs. Wakidi M.Hum, selaku pembimbing II yang tak lelah memberikan segala bimbingan dan motivasinya dalam penulisan skripsi ini. 8. Bapak Drs. Drs. Iskandar Syah, M.H. atas kesediaanya menjadi dosen

pembahas utama dalam ujian skripsi dan masukan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah: Ibu Dra. Risma M. Sinaga, M.Hum, Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd, M.Hum, dan Bapak Suparman Arif, S.Pd, M.Pd, serta para pendidik di Unila pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak terhingga kepada penulis. 10. Kepada Bapak Thohir selaku kepala desa Kebagusan serta masyarakat Jawa

di Kelurahan Pringsewu Timur yang telah memberikan masukan dan informasi tentang upacara midodareni.

11. Teristimewa kedua orang tuaku, kedua kakaku serta keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan studi ini.

12. Sahabat dan keluargaku Erwin, Ardi, Bambang, Mail, Wiwit, Desri, dan Tono terimakasih atas kebersamaan kalian hingga saat ini.

13. Teman-teman Pendidikan Sejarah Angkatan 07 Reguler:Juli, Four Nine, Yogi, Togar, Ago, Aan, Aldila, Ericka,Gris, Inayatullah, Neni, Era, Meli, Arlen, Yana, Novy, Novia, Nining, Dias, Yesi, terimakasih atas semangat, dan pengorbanan kalian semoga kebersamaan ini akan tetap terjaga selamanya, dan tentunya tetap berjuang dan selalu semangat.

14. Teman-teman Pendidikan Sejarah Angkatan 07 Non Reguleryang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan kalian selama ini.


(11)

15. Seluruh kakak dan adik tingkat di Program Studi Pendidikan Sejarah terima kasih atas motivasi dan kerjasamanya.

16. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah memberikan balasan atas semua kebaikan dan pengorbanan semua pihak yang telah membantu penulis.Atas segala bantuannya penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.Amien.

Bandar Lampung, Desember2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Rumusan Masalah ... 6

B. Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 6

3. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Konsep Upacara ... 9

2. Konsep Malam Midodareni ... 10

3. KonsepPerkawinan AdatJawa ... 11

4. KonsepMasyarakat Jawa ... 15

5. Konsep Makna ... 16

B. Kerangka Pikir ... 18

C. Paradigma ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 21

B. Metode yang Digunakan ... 21

C. Lokasi Penelitian ... 22

D. Vareabel Penelitian ... 22

E. Teknik Pengumpulan Data ... 23

1. Teknik Studi Pustaka ... 23

2. Teknik Wawancara ... 24

3. Teknik Dokumentasi ... 24

F. Teknik Analisis Data... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 28


(13)

1.1 Sejarah Singkat Desa Kebagusan ... 28

1.2 Letak dan Batas Desa Kebagusan ... 29

1.3 Keadaan Penduduk ... 29

1.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 29

1.3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan .. 30

1.3.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata pencarian... 30

1.3.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama ... 31

1.3.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis ... 31

1.3.6 Keadaan Penduduk Berdasarkan Usia ... 32

2. Pandangan Masyarakat Mengenai Malam Midodareni ... 32

3. Makna Implisit Malam Midodareni ... 33

3.1Jonggolan ... 39

3.2Tantingan ... 41

3.3Catur Wedha ... 43

3.4Kembar Mayang ... 47

3.5 Wilujengan Majemukan ... 52

B. Pembahasan 1. Makna Malam Midodareni... 54

2. Makna Implisit Rangkaian Dalam Malam Middodareni ... 55

2.1Makna Implisit Jonggolan ... 56

2.2Makna Implisit Tantingan ... 57

2.3Makna Implisit Catur Wedha ... 57

2.4Makna Implisit Kembar Mayang ... 59

2.5Makna Implisit Wilujengan Majemukan ... 62

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Keadan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 30

3. Keadaan penduduk berdasrkan Mata Pencarian ... 30

4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama ... 30

5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku/ Etnis ... 31


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 69

2. Surat Izin Penelitian ... 70

3. Surat Keterangan Penelitian Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran . 71 4. Rencana Judul Penelitian ... 72

5. Pengesahan Komisi Pembimbing ... 73

6. Daftar informan ... 74

7. Gambar ... 75


(16)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan merupakan salah satu perkembangan daur hidup yang sangat mengesankan dan merupakan masa yang sangat penting untuk diperingati, karena bertemunya dua insan yang berbeda jenis, kepribadian, sifat, dan watak untuk dipersatukan. Selain itu perkawinan juga merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Karena dengan perkawinan kehidupan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kelakuan/adat istiadat masyarakat setempat. Membangun rumah tangga tidak terlepas dari peran dua insan yang berlainan jenis (suami-istri) di dalamnya, mereka saling berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi masa depan.

Maka berkembanglah upacara perkawinan dalam masyarakat. Upacara perkawinan yang berkiblat atau mencontoh tata upacara Keraton Jogjakarta, dalam perkembangannya tata upacara perkawinan mengalami perubahan (variasi) menyesuaikan dengan masyarakat setempat (Suwarna, 2002).

Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut (Koentjaraningrat, 1990:178).


(17)

2

Budaya adalah suatau cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakain, bagunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. (http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html) Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda-beda. Meskipun terkadang ada kesamaan seperti halnya rumpun dan ras, sama halnya dengan negara Indonesia yang memiliki kebudayaan yang berbeda di setiap daerah yang mencirikan dari identitas daerah. Indonesia yang merupakan negara kepulauan sudah barang tentu memiliki berbagai budaya yang berbeda dari pulau yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Edward Burnett Taylor dalam buku Soerjono Soekanto yang berjudul “Sosiologi Suatu Pengantar” menyebutkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks di dalamnya terdapat pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain manusia menyangkut semuanya yang didapat atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 1985:150). Menurut purwadi, terdapat cara-cara tertentu dalam masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan. Mematuhi norma serta menjunjung nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarat setempat yang akhirnya menjadi adat-istiadat (Purwadi, 2005:1).

Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompokadat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Salah satu bentuk dari keanekaragaman tersebut adalah mengenai adat perkawinan khususnya mengenai adat perkawinan Jawa yang memiliki serangkaian prosesi adat sebelum


(18)

3

akad nikah hingga setelah akad nikah. Adat perkawinan merupakan salah satu bagian dari kebudayaan sebagai hasil karya cipta manusia.

Manusia tidak akan dapat berkembang tanpa adanya perkawinan karena perkawinan menyebabkan adanya keturunan dan keturunan menimbulkan keluarga yang berkembang menjadi kerabat dan masyarakat. Jadi perkawinan merupakan unsur tali-temali yang meneruskan kehidupan manusia dan masyarakat (Hilman Hadikusuma, 1995: 22).

Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat, dalam pembentukannya memerlukan unsur-unsur yang terkandung dalam tingkah laku manusia. Jadi kebudayaan hakekatnya adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi manusia. Cipta, karsa, dan rasa pada manusia sebagai buah akal budinya terus melaju tanpa hentinya berusaha menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hajat hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, dari proses itulah maka lahirlah apa yang disebut kebudayaan.

Pada umumnya sebagai orang Jawa tentunya ingin melakukan perkawinan secara adat tradisional Jawa. Namun semakin berkembangnya zaman masyarakat Jawa dalam melakukan perkawinannya ada yang menggunakan upacara perkawinan adat Jawa secara lengkap dan ada pula yang menggunakan sebagiannya saja dan resepsi perkawinan secara modern namun masih memunculkan simbol Jawanya. Lebih khusus lagi mengenai Malam Midodareni yang diadakan malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih.


(19)

4

Adapun yang dimaksud dengan pelaksanaan adat perkawinan ialah segala adat kebiasaan yang dilazimkan dalam suatu masyarakat untuk mengatur masalah yang berhubungan dengan perkawinan yang direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan dalam usaha mematangkan, melaksanakan, dan menetapkan jalannya suatu perkawinan.

Akan menjadi kebahagian tersendiri untuk masyarakat Jawa bila dalam upacara perkawinan dapat melaksanakan rangkaian perkawinan adat, sejalan dengan perkembangan zaman rangkaian upacara adat jawa yang tadinya dilakukan dalam setiap perkawinan kini mulai ditingalkan atau mengalami pemangkasan rangkain upacara yang tadinya ada kini ditiadakan, meskipun ada mengalami pergeseran atau perubahan dengan yang semestinya. salah satu dari upacara perkawinan yang mengalami perubahan adalah Midodareni.

Midodareni dilaksanakan pada malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih, pelaksanaan midodareni diadakan di rumah calon mempelai wanita dengan berbagai serangkaian tahapan di dalamnya yang penuh makna. Upacara malam midodareni adalah rangkaian dari upacara adat pernikahan adat Jawa, dalam proses perkembangan di desa Kebagusan kecamatan Gedung tataan, Kabupaten Pesawaran upacara malam midodareni selalu dilakukan dalam setiap perkawinan, akan tetapi dalam pelaksanaannya berbeda dengan upacara midodareni yang semestinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui lebih jauh mengenai Makna Malam Midodareni pada Perkawinan Masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran.


(20)

5

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Makna fundamental malam midodareni di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran .

2. Makna eksplisit malam midodareni di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran.

3. Makna implisit dari malam midodareni di Desa Kebagusan Pesawaran. 4. Makna konseptual malam midodareni di Desa Kebagusan Kabupaten

Pesawaran.

5. Makna simbolik dari malam midodareni di Desa Kebagusan Pesawaran.

2. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tetap fokus dan tidak meluas, pembatasan terhadap masalah ini sangat diperlukan, agar tujuan penelitian tercapai. Sehingga perlu menetapkan batasan-batasan masalah dengan jelas agar memungkinkan penemuan faktor-faktor yang termasuk ke dalam ruang lingkup masalah. Untuk itu, peneliti membatasi pada bahasan makna Implisit malam midodareni di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran.

3. Rumasan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah, Apakah makna Implisit malam midodareni pada masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran .


(21)

6

B. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui makna Implisit malam midodareni di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai kegunaan baik secara teoretis maupun praktis dalam rangka memperluas pengetahuan pendidikan di masyakarat. Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara teoretis

a) Menambah, memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan mengenai malam midodareni.

b) Digunakan sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Secara praktis

a) Memberikan pemahaman terhadap masyarakat mengenai pandangan terhadap upacara malam midodareni.

b) Digunakan sebagai bahan atau referensi dalam menyikapi hal-hal/

fenomena yang ada di lingkungan masyarakat secara umum.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari kesalah pahaman, maka dalam hal ini penulis memberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan penulis mencakup :


(22)

7

1. Objek Penelitian : Makna malam midodareni pada masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran

2. Subjek Penelitian : Masyarakat Desa Kebagusan 3. Tahun Penelitian : Tahun 2014

4. Tempat Penelitian : Desa Kebagusan kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran


(23)

8

REFERENSI

Koentjaraningrat. 1977. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia: Jakarta. Halaman 89.

Suwarna Pringgawidagda. 2010. Tata Upacara dan Wicara Pengantin gaya Yogyakarta. Kanisius: Yogyakarta. Halaman 17.

Koentjaraningrat. 1990 Ilmu Antropologi Dasar. Rineka Cipta: Jakarta. Halaman 178.

Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers: Jakarta. Halaman 150

Purwadi. 2005. Upacara Tradisonal Jawa. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Halaman 1.

Hadikusuma, Hilman. 1995. Hukum Perkawinan Adat. Citra Aditya Bakti: Bandung. Halaman 22.


(24)

9

II. TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Upacara

Upacara adalah sistem aktivitas atau rangkain atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetab yang biasanya terjadi di masyarakat yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1984: 190 ).

Yang dimaksud dengan upacara adat adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan menurut adat kebiasaan atau keagamaan yang menandai kesucian atau kehikmatan suatu peristiwa ( Hasan Sadelly, 1980: 371 ).

Berdasarkan pengertian di atas maka yang dimaksud dengan upacara adat adalah segala tindakan yang biasa dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang bersangkutan dengan agama atau kepercayaan yang bersifat mengikat seseorang kelompok manusia.

Menurut Ariyono Suyono dalam “Kamus Antropologi” upacara adalah :

1. Sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap, yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.


(25)

10

2. Suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa penting atau lain-lain dengan ketentuan adat yang bersangkutan (Ariyono Suyono, 1985: 423).

2. Konsep Malam Midodareni

Menurut adat Jawa, dalam serangkaian pengantin Jawa Malam Midodareni adalah malam menjelang akad nikah dan panggih. Midodareni berasal dari kata widodari (Jawa) yang berarti bidadari yaitu putri dari surga yang sangat cantik dan menebarkan bau harum ( Murdijati Gardjito dan Lilly T Erwin, 2010: 72).

Midodareni berasal dari kata widodari artinya Dewi (Suryo S. Negoro, 2001: 41).

Calon pengantin putri malam ini menjadi sangat cantik bak seorang dewi dan akan

dikunjungi oleh beberapa dewi kahyangan sesuai dengan kepercayaan kuno. (dikutip dari http://jv.wikipedia.org/wiki/Pengantenan_adat_Jawapdf)

Midodareni berasal dari kata widodareni (bidadari), lalu menjadi Midodareni yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. (dikutip dari http://localhost /2011_05_01_archive.html)

Ada pula yang mengartikan midodareni dari kata widada dan areni. Widada artinya selamat, areni = ari + ni = hari ini. Midodareni adalah doa (pengharapan) keselamatan (Soegijarto, 2002: 45).

Adapun menurut (Suwarna Pringgawidagda,2006:301) rangkain acara malam midodareni meliputi


(26)

11

Jonggolan / Nyantri adalah datangnya calon pengantin pria ke tempat calon mertua. „Njonggol‟ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka. Namun hal itu tidak terjadi lagi pada saat ini karena jonggolan / nyantri sekarang berbarengan dengan acara seserahan pada hari dan waktu sebelunya biasanya satu minggu sebelum ijab kobul, alasanya itu terjadi untuk menghemat waktu pada saat malam Midodareni.

2. Tantingan

Setelah calon pengantin pria datang menunjukkan kemantapan hatinya dan diterima niatnya oleh keluarga calon pengantin wanita saatnya calon pengantin wanita (sekali lagi) ditanya oleh kedua orang tuanya tentang kemantapan hatinya. Acara tantingan untuk saat ini terjadi ketika acara seserahan terjadi, tidak lagi terjadi pada saat malam Midodareni.

3. Pembacaan Catur Wedha

Catur Wedha adalah wejangan yang disampaikan oleh calon bapak mertua / bapak calon pengantin wanita kepada calon pengantin pria. Catur Wedha ini berisi empat pedoman hidup. Diharapkan Catur Wedha ini menjadi bekal untuk calon pengantin dalam mengarungi hidup berumah tangga nanti.

4. Turunnya kembar mayang

Turunnya kembar mayang merupakan saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik para dewa yang menjadi persyaratan,


(27)

12

yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu. Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.

5. Wilujengan Majemukan

Wilujengan Majemukan adalah silaturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan angsul-angsul atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa pulang, orang tua calon pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria.

Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari kayangan akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita, untuk menyempurnakan dan mempercantik pengantin wanita.

6. Konsep perkawinan Adat Jawa

Perkawinan atau sering pula disebut dengan pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memaknai peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara .


(28)

13

Upacara itu dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan. Hampir semua manusia mengalami suatu tahap kehidupan yang namanya perkawinan. Dalam proses perkawinan, aktivitas tersebut melibatkan keluarga dan masyarakat, serta lembaga tertentu, sehingga perkawinan itu syah, dan bisa disaksikan oleh masyarakat, secara hukum maupun adat. Dari perkawinan tersebut akan terjadi hubungan sosial antar perorangan, keluarga, dan masyarakat. Ada keterikatan, ada peran masing-masing individu dalam ikatan keluarga, dan hubungannya dengan masyarakat. Setiap individu dalam masyarakat secara langsung akan masuk dalam organisasi sosial masyarakat, baik secara aktif maupun pasif.

Perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia atau perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan (Hilman Hadikusuma, 1992:182). Perkawinan adat adalah merupakan upacara perkawinan menurut tata cara aturan adat tertentu (Aryono Soeyono, 1985 : 24).

Perkawinan merupakan sebuah upacara penyatuan dua jiwa, menjadi sebuah keluarga melalui akad perjanjian yang diatur oleh agama. Oleh karena itu, perkawinan menjadi agung, luhur dan sakral (Hari Wijaya M, 2004: 1).

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180). Perkawinan merupakan bagian dari kebudayaan karena merupakan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia


(29)

14

Dalam perkawinan adat Jawa dilakukan berbagai macam upacara tradisional Jawa. Upacara itu dimulai dari tahap pra perkawinan sampai terjadinya perkawinan dan pasca perkawinan. Tahapan pra perkawinan terdiri dari nontoni, lamaran, asok tukon, paningset, srah-srahan, pasang tarub, sengkeran, siraman, ngerik, midodareni. Tahap perkawinan terdiri dari akad nikah, Panggih atau temu pengantin, pawiwahan pengantin, pahargyan atau resepsi perkawinan. Kemudian pada tahap pasca perkawinan terdiri dari boyong pengantin.

Perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia. (Mohamad Idris, 1999: 1).

Menurut Subagya, Perkawinan juga menjadi arena untuk meneguhkan identitas kultural seseorang. Ketika orang Jawa menghadapi peristiwa penting dalam daur hidup mereka, seperti kelahiran, perkawian, dan kematian, umumnya mereka akan melakukan serangkaian upacara tradisional untuk mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari komunitas Jawa. Pengertian Jawa di sini cenderung diasosiasikan sebagai gagasan terhadap usaha-usaha menjaga dan meneruskan tradisi leluhurnya. (dikutip dari http://suluhpratita.multiply.com)

Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral bagi kalangan masyarakat Jawa. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan berikut :

Dalam pelaksanaan upacara perkawinan berbagai unsur adat Jawa saling bertemu, diantaranya unsur religi. Perkawinan ini merupakan fase penting pada proses pengintegrasian manusia di dalam tata alam yang sakral. Dikatakan orang, bahwa perkawinan adalah menutupi taraf hidup lama dan membuka taraf hidup yang baru. Proses ini tidak saja dialami oleh perorangan saja melainkan juga kadang-kadang menjadi tanggung jawab bersama bagi seluruh masyarakat (Depdikbud, 1977: 187).

Jadi yang dimaksud dengan perkawinan adat Jawa pada penelitian ini adalah ikatan atau perjanjian yang dibangun oleh seorang laki-laki dan perempuan, untuk


(30)

15

membuat sebuah keluarga yang utuh, dalam ikrar suci ijab kobul, yang dilakukan dalam upacara adat perkawinan.

7. Konsep Masyarakat Jawa

Masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal bersama-sama di suatu tempat, kemudian melakukan interaksi sehingga melahirkan aturan-aturan tertentu, bahasa yang menjadi alat komunikasi, dan terikat dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu untuk menjaga kelangsungan hidup mereka dan kelompoknya. Berdasarkan definisi tersebut, masyarakat Jawa bisa diartikan sebagai sekelompok orang dari suku Jawa yang tinggal bersama-sama di suatu tempat dengan menggunakan bahasa Jawa dan terikat aturan-aturan yang disepakati bersama sebagai orang Jawa untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Masyarakat memiliki arti sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau terbuka. Masyarakat terdiri atas individu-individu yang saling berinteraksi dan saling tergantung satu sama lain atau di sebut zoon polticon. Dalam proses pergaulannya, masyarakat akan menghasilkan budaya yang selanjutnya akan dipakai sebagai sarana penyelenggaraan kehidupan bersama. Oleh sebab itu, konsep masyarakat dan konsep kebudayaan merupakan dua hal yang senantiasa berkaitan dan membentuk suatu sistem.

Menurut Soerjono Soekanto masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 2002: 17).

Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Seperti


(31)

16

layaknya masyarakat umum, masyarakat Jawa selalau melakukan interaksi dengan masyarakat lain guna menjalin kelancaran komunikasi dalam kehidupan.

Menurut Frans Magnis Suseno yang dimaksud dengan orang Jawa adalah

orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa yang sebenarnya. Bahasa Jawa dalam arti yang sebenarnya dipakai oleh orang Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di zaman sekarang banyak Etnis Jawa yang hidup di luar pulau Jawa, baik sebagai pegawai, anggota ABRI, ahli teknik, guru dan sebagai Transmigrasi. Sebagian dari mereka masih tetap mempertahankan kebudayaannya (Frans Magnis Suseno, 1985: 11).

Masyarakat Jawa memiliki berbagai macam tradisi yang kental dengan nilai budaya yang masih dipertahankan hingga sekarang guna mempertahankan dan memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya, keadaan seperti urain diatas juga dapat terlihat dalam masyarakat Jawa, yang berada di Desa Kebagusan Kecamatan Gedung tataan Kabupaten Pesawaran, walaupun kehidupan taradisi Jawa sudah tidak sesuai, atau sama persis dengan yang diwariskan nenek moyang.

8. Konsep makna

Makna adalah suatu konsep atau pengertian yang terkandung dalam sebuah kata. (G.Sitindoan, 1984; 128). Maka dapat diartikan sebagai arti dari sebuah kata atau benda, makna muncul pada saat bahasa dipergunakan karena peranan bahasa dalam komunikasi dan proses berfikir, serta khususnya dalam persoalan yang menyangkut bagaimana mengidentifikasi, memahami ataupun meyakini.(Sumaryono, 1993;131).

Sedangkan menurut J.S. Badudu dan Sultan Muhamad Zaini. 1994;944). Makna adalah arti atau maksud dan antara lain dapat merujuk pada hal-hal sebagai berikut:


(32)

17

1. Makna Fundamental

Adalah makna yang bersifat dasar (pokok) dan sangat mendasar. 2. Makna Eksplisit

Adalah makna yang tegas, terus terang, tidak berbelit-belit sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah mengenai maksudnya.

3. Makna Implisit

Adalah makna yang terkandung dalam sebuah hal yang meskipun tidak di nyatakan secara jelas atau terang-terangan, tetapi maksudnya tersimpul didalamnya, terkandung halus dan tersirat.

4. Makna Konseptual

Adalah sebuah makna yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan konsep, atau dasar dari sebuah perencanaan.

5. Makna Simbolik

Adalah suatu maksud yang tergambar atau dilambangkan pada suatu hal, biasanya dalam bentuk benda.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka yang dimaksud makna adalah arti dari sebuah kata atau benda yang hasil penafsiran atau interpretasi yang erat hubunganya dengan suatu hal atau barang tertentu yang hasilnya relatif bagi penafsirnya. Dalam penelitian ini, maka yang dimaksud dalam penulis adalah makna yang terkandung dalam sebuah hal yang meskipun tidak dinyatakan secara jelas atau terang-terangan, tetapi maksudnya tersimpul di dalamnya, terkandung halus dan tersirat yang terdapat dalam makna dari malam Midodareni pada masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran .


(33)

18

B. Kerangka Pikir

Midodareni dilaksanakan pada malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih, pelaksanaan midodareni diadakan di rumah calon mempelai wanita dengan berbagai serangkain tahapan didalamnya yang penuh makna. Midodareni merupakan bagian dari serangkaian panjang dari upacara perkawinan adat Jawa, midodareni sendiri dilaksanakan setelah diadakan acara siraman pada sore harinya. Dalam acara midodareni pada masa lalu selain menanyakan akan kemantapan calon pengatin wanita, dalam acara ini diberikan petuah-petuah kehidupan yang disebut dengan Catur Wedha, yaitu sebuah wejangan dalam persiapan mengarungi bahtera rumah tangga. Keterangan di atas merupakan midodareni yang terjadi pada masa lalu atau jaman dahulu, lain halnya dengan keadaan midodareni dengan keadaan yang sekarang, midodareni yang terjadi pada saat ini telah banyak mengalami perubahan baik pengurangan atau penambahan dalam rangkaiannya.

Pada masyarakat Desa Kebagusan Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran, upacara midodareni merupakan acara yang ada dalam setiap perkawinan adat Jawa.

Perkembangan upacara perkawinan adat Jawa dalam masyarakat selalu mengalami perkembangan atau perubah menyesuaikan dengan masyarakat setempat. Menurut Poer Batjaraka (1952), orang jawa memang pandai ‟‟menambah dan mengubah‟‟ (mewahi lan ngambil).


(34)

19

C. Paradigm

Keteranga Garis hubung Garis akibat

Midodareni

Wilujengan Majemuka Turunnya

kembar mayang Tantingan

Jonggolan/ Nyantre

Pembacaan catur weda


(35)

20

REFERENSI

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia: Jakarta. Halaman 190.

Hasan Sadelly. 1984. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Bina Aksara: Jakarta. Halaman 371.

Ariyono Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Presindo: Jakarta. Halaman 423.

Murdijati Gardjito dan Lilly T Erwin, 2010. Serba Serbi Tumpeng. Gramedia Pustaka Utama: Jakarata. Halaman 72.

Hilman Hadikusuma. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Mandar Maju: Bandung. halaman 182.

Aryono Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo: Jakarta. Halaman 24.

Frans Magnis Suseno. 1985. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa. PT. Gramedia Pusaka: Jakarta. Halaman11. Menurut Poer Batjaraka, 1952. Tata Upacara dan Wicara Pengantin

Gaya yogyakarta. Kanisius: Yogyakarta. Halaman 1.

Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Halaman 17.


(36)

21

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Winarno Surakhmad, metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan (Winarno Surakhmad, 1982: 121). Maryaeni menegaskan bahwa metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan (Maryaeni, 2005: 58). Metode ialah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. (Husaini Usman, 2008: 41).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka metode adalah cara untuk mencapai suatu tujuan dari penelitian.

B. Metode yang Digunakan

Salah satu bentuk penelitian adalah penelitian kebudayaan. Peneliti kebudayaan merupakan suatu kegiatan untuk membentuk dan mengabstrasikan pemahaman secara rasional empiris dari fenomena kebudayaan, terkait dengan konsepsi, nilai, kebiasaan, pola interaksi, aspek kesejarahan, pertunjukan, maupun berbagai bentuk fenomena budaya. Fenomena budaya dapat berbentuk tulisan, rekaman lisan, prilaku, pembicaraan yang membuat konsepsi, pemahaman, pendapat, ungkapan perasaan, angan-angan, gambaran pengalaman kehidupan dan lebih


(37)

22

mengarah pada fenomena-fenomena yang terjadi di dalam suatu masyarakat (Maryaeni, 2005: 23).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Moh. Nasir, 2003: 54).

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek/ obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi, 2001: 63). Dengan demikian maka metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan suatu fenomena secara sistematis, faktual dan secara akurat mengenai fakta-fakta terhadap objek yang akan diteliti.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Kebagusan Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran. Pemilihan lokasi penelitian didasari pertimbangan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kebagusan Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran mayoritas suku Jawa.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep yang diberikan satu nilai atau pengelompokkan yang logis dari dua atau lebih atribut (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989: 48).


(38)

23

Sedangkan menurut pendapat yang lain dijelaskan bahwa variabel adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki beberapa aspek atau unsur di dalamnya yang dapat bersumber dari kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada objek penelitian. (Hadari Nawawi, 1996: 55)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel adalah sesuatu yang menjadikan objek dalam penelitian. Variabel dalam penelitian adalah Upacara Malam Midodareni Pada Perkawinan Masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kabupaten Pesawaran.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti maka teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1. Teknik Studi Pustaka

Menurut Koentjaraningrat studi kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi terdapat diruang perpustakaan, misalnya dalam bentuk majalah, koran, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat,1983: 81).

Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-buku dalam usaha memperoleh beberapa teori maupun argumen yang dikemukakan oleh para ahli yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.


(39)

24

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dan pewawancara dengan penjawab atau responden dengan mengunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Moh. Nazir, 2003: 194).

Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menggunakan teknik wawancara untuk berkomnikasi secara langsung dengan responden yaitu masyarakat Jawa di Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

3. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui sumber tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. (Nawawi, 1993; 134). Teknik dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. (Husaini Usman, 2008: 69).

Dokumentasi juga penting dalam penelitian kebudayaan sebagai pelengkap data. Jadi, dengan mengunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik Analisis data Kualitatif karena data yang diperoleh bukan berupa angka-angka sehingga tidak dapat diuji secara


(40)

25

statistik. Selain itu analisis data kualitatif yang dapat memberikan penjelasan yang nyata dalam kehidupan kita sesuai dengan hal yang akan di teliti.

Menurut Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 1998: 103)

Langkah-langkah dalam penelitian menganalisis data dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Dari data lapangan kemudian ditulis dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi, dirangkum, difokuskan kepada hal yang penting, selanjutnya dicari tema dan polanya atau disusun secara sistematis. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga mengorganisir sehingga interprestasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberi gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperlukan.

2. Penyajian Data

Display atau penyajian data yang digunakan untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari peneliti harus diusahakan membuat grafik, matrik jaringan dan bagan atau juga dalam suatu bentuk naratif saja.


(41)

26

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah data direduksi dan memasukan data kedalam bentuk bagan, matrik, dan grafik maka tindak lanjut peneliti adalah mencari arti pula, konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlansung.

Adapun langka-langkah yang akan dilakukan penelitian dalam mengambil suatu kesimpulan adalah :

1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian.

2. Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang didapat di lapangan.

3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk penulis


(42)

27

REFERENSI

Winarno Surakhmad. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Transito. Bandung. Halaman 121.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 58.

Maryaeni. 2005. Loc Cit. Halaman 23.

Moh Nazir. 2003. Metode Penelitan. Ghalia Indonesia: Jakarta. Halaman 54. Hadari Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Halaman 63.


(43)

64

V. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa makna implisit yang terkandung dalam malam midodareni ada lima bagian dan dapat diambil kesimpulanya sebagai berikut:

a. makna Implisit jonggolan

keyakinan dan kesiapan lahir batin calon pengantin laki-laki yang ingin dilihat oleh orang tua calon pengantin wanita yang akan menikah dengan putrinya, orang tua merasa ingin memastikan kesiapan calon pengantin laki-laki kondisi jasmani dan rohaninya karena kebahagian anaknya adalah segalanya. Kepastian kondisi calon pengantin laki-laki akan membuat keluarga calon pengantin wanita tenang dan yakin akan kelancaran acara keesokan harinya karena tidak ada hal yang perlu dihawatirkan dan disangsikan. Hadirnya calon pengantin laki-laki mengandung makna implisit orang tua calon pengantin wanita yakin dan percaya akan kesungguhan dan keyakinan terhadap laki-laki yang akan menikah keesokan harinya karena orang tua inggin memastikan kelancaran pernikahan anaknya.


(44)

65

keiklasan dan keyakinan orang tua untuk merelakan anaknya bahwa anaknya telah siap untuk menikah dan hidup berumah tangga dengan laki-laki yang menjadi pilihannya, bagi calon pengantin perempuan mengandung makna implisit keyakinan hati diri sendiri denagan pilihanya dan meyakinkan orang tua bahwa dirinya telah siap lahir batin dengan keputusan untuk menikah.

c. Makna implisit catur wedha

1. Keiklasan dan kesiapan antara kedua keluarga besar untuk saling berbesanan dengan ditandai perkawinan anaknya dalam keesokan harinya.

2. Mempererat, memperlancar komunikasi antara kedua keluarga besar laki-laki dan perempuan.

3. Telah diterimanya keluarga calon pengantin laki-laki terhadap keluarga perempuan sebagai tanda bersatunya kedua keluarga besar dalam ikatan keluarga besan setelah perkawinan anaknya.

4. Rasa syukur dan doa terhadap tuhan agar diberi kelancaran dan keselamatan dalam acara perkawinan dan setelah acara.

d. Makna implisit kembar mayang

penyatuan hati yang berbeda antara dua anak manusia laki-laki dan perempuan yang dipersatukan dalam niat dan ikatan suci perkawinan, dua menjadi satu pernikahan ini diharapkan bisa seperti gunung yang sangat kokoh dan tegar. Setiap keluarga diharapkan juga seperti itu, tidak mudah goyah walau apapun rintangan yang dihadapi Selain itu untuk mencapai suatu kebahagiaan hidup baik keinginanya (cita-cita) harus diperjuangkan


(45)

66

dengan daya dan doa secara sungguh-sunguh tidak setengah-setengah, karena manusia tidak hidup untuk sendiri melainkan juga untuk keluarganya dan masyarakat. Selain itu dapat melambangkan turunnya anugrah Tuhan agar selamat di dunia dan aherat dengan segala pendekatannya antara manusia itu sendiri dan Tuhan.

e. Makna implisit wilujengan majemukan

1. Keiklasan dan kesiapan antara kedua keluarga besar untuk saling berbesanan dengan ditandai perkawinan anaknya dalam keesokan harinya.

2. Mempererat, memperlancar komunikasi antara kedua keluarga besar laki-laki dan perempuan.

3. Telah diterimanya keluarga calon pengantin laki-laki terhadap keluarga perempuan sebagai tanda bersatunya kedua keluarga besar dalam ikatan keluarga besan setelah perkawinan anaknya.

4. Rasa syukur dan doa terhadap tuhan agar diberi kelancaran dan keselamatan dalam acara perkawinan dan setelah acara.

A. SARAN

Selama penulis melakukan penelitian mengenai malam Midodareni yang dilakukan masyarakat Jawa di desa Kebagusan di Kecamatan Gedong Tatan Kabupaten Pesawaran, peneliti memiliki saran bagi masyarakat setempat agar tidak hanya melaksanakan akan tetapi juga harus mengetahui makna-makna yang terkandung dalam upacar malam Midodareni .


(46)

67

Bagi masyarakat Jawa secara umum meskipun dalam setiap tradisi yang ada sekarang telah mengalami penambahan atau pengurangan, meskidemikian tidak akan mengurangi makna dan kesakralan dari sebuah nilai tradisi budaya tersebut.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 255 halaman.

Maryaeni.2005. Metode Penelitian Kebudayaan. PT Bumi Aksara: Jakarta, 107 halaman.

Syam, Nur. 2007. Madzhab-Madzhab Antropologi. LKiS Jogyakarta: Yogyakarta, 230 halaman.

Pringgawidagda, Swarna. 2006. Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta. Kanisius: Yogyakarta. 131 halaman

Gardjito, Murdijati, dkk. 2010. Serba serbi Cumpeng Tumpeng Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 104 halaman Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Tiara Wacana Jogya: Yogyakarta,

218 halaman

Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka: jakarta. 1386 Halaman

Magnis Suseno, Franz, 1985. Etika Jawa Sebuah Analisis Filsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 265 halaman

Hadikusuma, Hilman. 1995. Hukum Perkawinan Adat. Citra ADitya Bakti: Bandung

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: jakarta. 391 Halaman

Mulyono, Djoko. 2002. Mutiara di Balik Tata Cra Pengantin Jawa. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. Halaman

Hariwijaya, M. 2004. Tata cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator: Yogyakarta halaman

Purwadi, 2005. Upacara Tradisonal Jawa Menggali Untaian Kearifan Lokal. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Halaman


(1)

REFERENSI

Winarno Surakhmad. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Transito. Bandung. Halaman 121.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 58.

Maryaeni. 2005. Loc Cit. Halaman 23.

Moh Nazir. 2003. Metode Penelitan. Ghalia Indonesia: Jakarta. Halaman 54. Hadari Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Halaman 63.


(2)

V. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa makna implisit yang terkandung dalam malam midodareni ada lima bagian dan dapat diambil kesimpulanya sebagai berikut:

a. makna Implisit jonggolan

keyakinan dan kesiapan lahir batin calon pengantin laki-laki yang ingin dilihat oleh orang tua calon pengantin wanita yang akan menikah dengan putrinya, orang tua merasa ingin memastikan kesiapan calon pengantin laki-laki kondisi jasmani dan rohaninya karena kebahagian anaknya adalah segalanya. Kepastian kondisi calon pengantin laki-laki akan membuat keluarga calon pengantin wanita tenang dan yakin akan kelancaran acara keesokan harinya karena tidak ada hal yang perlu dihawatirkan dan disangsikan. Hadirnya calon pengantin laki-laki mengandung makna implisit orang tua calon pengantin wanita yakin dan percaya akan kesungguhan dan keyakinan terhadap laki-laki yang akan menikah keesokan harinya karena orang tua inggin memastikan kelancaran pernikahan anaknya.


(3)

keiklasan dan keyakinan orang tua untuk merelakan anaknya bahwa anaknya telah siap untuk menikah dan hidup berumah tangga dengan laki-laki yang menjadi pilihannya, bagi calon pengantin perempuan mengandung makna implisit keyakinan hati diri sendiri denagan pilihanya dan meyakinkan orang tua bahwa dirinya telah siap lahir batin dengan keputusan untuk menikah.

c. Makna implisit catur wedha

1. Keiklasan dan kesiapan antara kedua keluarga besar untuk saling berbesanan dengan ditandai perkawinan anaknya dalam keesokan harinya.

2. Mempererat, memperlancar komunikasi antara kedua keluarga besar laki-laki dan perempuan.

3. Telah diterimanya keluarga calon pengantin laki-laki terhadap keluarga perempuan sebagai tanda bersatunya kedua keluarga besar dalam ikatan keluarga besan setelah perkawinan anaknya.

4. Rasa syukur dan doa terhadap tuhan agar diberi kelancaran dan keselamatan dalam acara perkawinan dan setelah acara.

d. Makna implisit kembar mayang

penyatuan hati yang berbeda antara dua anak manusia laki-laki dan perempuan yang dipersatukan dalam niat dan ikatan suci perkawinan, dua menjadi satu pernikahan ini diharapkan bisa seperti gunung yang sangat kokoh dan tegar. Setiap keluarga diharapkan juga seperti itu, tidak mudah goyah walau apapun rintangan yang dihadapi Selain itu untuk mencapai suatu kebahagiaan hidup baik keinginanya (cita-cita) harus diperjuangkan


(4)

dengan daya dan doa secara sungguh-sunguh tidak setengah-setengah, karena manusia tidak hidup untuk sendiri melainkan juga untuk keluarganya dan masyarakat. Selain itu dapat melambangkan turunnya anugrah Tuhan agar selamat di dunia dan aherat dengan segala pendekatannya antara manusia itu sendiri dan Tuhan.

e. Makna implisit wilujengan majemukan

1. Keiklasan dan kesiapan antara kedua keluarga besar untuk saling berbesanan dengan ditandai perkawinan anaknya dalam keesokan harinya.

2. Mempererat, memperlancar komunikasi antara kedua keluarga besar laki-laki dan perempuan.

3. Telah diterimanya keluarga calon pengantin laki-laki terhadap keluarga perempuan sebagai tanda bersatunya kedua keluarga besar dalam ikatan keluarga besan setelah perkawinan anaknya.

4. Rasa syukur dan doa terhadap tuhan agar diberi kelancaran dan keselamatan dalam acara perkawinan dan setelah acara.

A. SARAN

Selama penulis melakukan penelitian mengenai malam Midodareni yang dilakukan masyarakat Jawa di desa Kebagusan di Kecamatan Gedong Tatan Kabupaten Pesawaran, peneliti memiliki saran bagi masyarakat setempat agar tidak hanya melaksanakan akan tetapi juga harus mengetahui makna-makna yang terkandung dalam upacar malam Midodareni .


(5)

Bagi masyarakat Jawa secara umum meskipun dalam setiap tradisi yang ada sekarang telah mengalami penambahan atau pengurangan, meskidemikian tidak akan mengurangi makna dan kesakralan dari sebuah nilai tradisi budaya tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 255 halaman.

Maryaeni.2005. Metode Penelitian Kebudayaan. PT Bumi Aksara: Jakarta, 107 halaman.

Syam, Nur. 2007. Madzhab-Madzhab Antropologi. LKiS Jogyakarta: Yogyakarta, 230 halaman.

Pringgawidagda, Swarna. 2006. Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta. Kanisius: Yogyakarta. 131 halaman

Gardjito, Murdijati, dkk. 2010. Serba serbi Cumpeng Tumpeng Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 104 halaman Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Tiara Wacana Jogya: Yogyakarta,

218 halaman

Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka: jakarta. 1386 Halaman

Magnis Suseno, Franz, 1985. Etika Jawa Sebuah Analisis Filsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 265 halaman

Hadikusuma, Hilman. 1995. Hukum Perkawinan Adat. Citra ADitya Bakti: Bandung

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: jakarta. 391 Halaman

Mulyono, Djoko. 2002. Mutiara di Balik Tata Cra Pengantin Jawa. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. Halaman

Hariwijaya, M. 2004. Tata cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator: Yogyakarta halaman

Purwadi, 2005. Upacara Tradisonal Jawa Menggali Untaian Kearifan Lokal. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Halaman