Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: Kajian Sosiolingistik

(1)

SIKAP BERBAHASA MASYARAKAT BATAK SIMALUNGUN

DI DESA TONDUHAN KECAMATAN HATONDUHAN

KABUPATEN SIMALUNGUN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH

NAMA : ROYANTI LAMTIUR PURBA

NIM : 110703013

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SIKAP BERBAHASA MASYARAKAT BATAK SIMALUNGUN

DI DESA TONDUHAN KECAMATAN HATONDUHAN

KABUPATEN SIMALUNGUN: KAJIAN SOSIOLINGISTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana

OLEH

ROYANTI LAMTIUR PURBA NIM 110703013

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Ramlan Damanik, M.Hum. Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum. NIP 196302021991031004 NIP 195907171987021004

Ketua Departemen Sastra Daerah

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP 196207161988031002


(3)

Disetujui oleh:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN

2015

Departemen Sastra Daerah

Ketua,

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP 196207161988031002


(4)

PENGESAHAN Diterima oleh:

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Buadaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari/Tanggal:... Fakultas Ilmu Budaya

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Panitia ujian:

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. ...

Dra. Herlina Ginting, M.Hum . ...

Dra. Asriaty R.Purba, M.Hum. ...

Drs. Ramlan Damanik, M.Hum. ...


(5)

ABSTRAK

Judul skripsi: Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: Kajian Sosiolinguistik.

Desa Tonduhan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun merupakan salah satu desa yang bermasyarakat tutur banyak bahasa atau multilingual. Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Dapat memberikan gambaran tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: kajian sosiolinguistik; 2) Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun; 3) Sebagai sumber informasi tentang kajian sosiolinguistik bagi mahasiswa khususnya Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua tahap, yaitu metode deskriptif kuantitatif dan metode pengumpulan data. Pertama metode deskriptif kuantitatif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: kajian sosiolinguistik, penelitian ini berupa bentuk kuesioner. Dengan pengumpulan data, data dalam penelitian ini berupa berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada masyarakat di Desa Tonduhan. Responden yang berhasil dijaring sebanyak 35 orang dari 40 kuesioner yang disebarkan. Dalam daftar kuesioner ini di antaranya ditanyakan bahasa pertama (bahasa ibu), kemampuan bahasa pertama, lingkungan tempat tinggal dan identitas komunikasi atau hubungan antarkelompok dengan menggunakan rumus yang ada oleh Juni (2013). Untuk mengetahui sikap berbahasa responden, ranah-ranah penggunaan bahasa yang dikaji adalah ranah-ranah keluarga, ranah-ranah pergaulan, ranah pendidikan dan ranah pekerjaan. Selain itu untuk mengetahui campur kode, alih kode dan interferensi yang terjadi di masyarakat tersebut adalah berupa berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada masyarakat Desa Tonduhan dengan cara merekam dan mencatat berbagai percakapan dalam peristiwa tutur yang terjadi pada setiap aktivitas sehari-hari. Setelah data di rekam dan dicatat, langkah selanjutnya yaitu mengklasifikasikannya ke dalam berbagai tuturan yang di temukan, tuturan-tuturan itu kemudian dianalisis.


(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan .Kecamatan Hatonduhan Kabupatn Simalungun.

Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang isi skripsi ini, penulis memaparkan rincian sistematika penulisan ini, yaitu: Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang maslah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II merupakan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, variabel penelitian, populasi dan sampel, tahapan kegiatan. Bab IV merupakan pembahasan dan bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari skripsi ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca, demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada para dosen di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatea Utara yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu bagi penulis khususnya kepada Bapak Drs. Ramlan Damanik M.Hum., dan Bapak Drs. Jamorlan Siahaan M.Hum., yang telah memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih, penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis,


(7)

HATA PARLOBEI

Parlobei-lobei panurat mangkatahon diatei tupa hubani Tuhan yang Maha Esa, ija halani pasu-pasu-NI hubani panurat boi salosei skripsi on. Judulni skiripsi on aima : Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

Ase boi urah pangarusion ni skripsi on, panurat patalarkon rincian sistematika panuratan ni, aima : Bab I, aima pendahuluan na manghop-hop latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pakkon manpaat penelitian. Bab II, aima kajian pustaka na manghop-hop kepustakaan yang relevan pakkon teori yang digunakan. Bab III, aima metode penelitian na manghop-hop metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, pariabel penelitian, populasi pakkon sampel, tahapan kegiatan. Bab IV, aima pembahasan pakkon Bab V, aima kesimpulan pakkon saran.

Panurat manadari skripsi on lang tarlopas humbani haganup hahurangan. Halani ai panurat, arap do uhurni panurat kritik pakkon saran na boi mambangun humbani pambasa, ase boi dear skripsi on.

I pudini hata, panurat bahat manghatahkon diatei tupa banggal hubani haganup Dosen na I Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara namabere pambotoh pakkon ilmu hubani panurat tarutama hubani Bapak Drs. Ramlan Damanik M.Hum., pakkon Bapak Drs. Jamorlan Siahaan M.Hum., nadomma mambere koreksi pakkon masukan hubani panurat bani panuratan ni skripsi on. Diatei tupa homa hu hatahon hubani haganupan hasoman ku namabere sumbangan pikkiranni hubani panurat ibagas na pasaloseihon skripsi on. Arap uhur ase skripsi on marguna hubani hita haganup.

Medan, Juni 2015 Panurat,


(8)

kt pr-lobeI

pr-lobeI lobEI pNrt- m^ktkon- diateI Tp Hbni Tkn- y^ mk

es, Ij klni pS pSni Hbni pNrt- boI sloseI s-k-rip-si on-.

Jdlni s-k-rip-si on- aIm : sikp- ber-bks ms-yrkt- btk- simL>n-

di des ton-Dkn- kesmtn- kton-Dkn- kBpten- simL>n-.

Ase boI Urk- p<Rsion- ni s-k-rip-si on-, pNrt- ptlr-kon-

rin-sian- sis-temtik pNrtn- ni, aIm : bb- I, aIm pen-dHLan- m^

kop- kop- ltr- belk^ mslk-, RMsn- mslk-, Tjan- penelitian-,

pk-kon- mn-pat- penelitian-. bb- II, aIm kjian- Ps-tk n m^kop- kop-

kePs-tkan- y^ relepn- pk-kon- teori y^ diGnkn-. bb- III, aIm

metode penelitian- n m^kop- kop- metode dsr-, loksi

penelitian- Sm-ber dt, priabel- penelitian-, poPlsi pk-kon-

sm-pel-, tkpan- kegiatn-. Bb- IV, aIm pembksn- pk-kon- bb- V, aIm

kesimPln- pk-kon- srn-.

pNrt- mndri s-k-rip-si on- l^ tr-lops- Hm-bni kgNp- kHr<n-. Klni aI pNrt-, arp- do UHr-ni pNrt k-ritik- pk-kon- srn n boI mm-b>n- Hm-bni pam-bs, ase boi dear- s-k-rip-si on.

I Pdini kt, pNrt- bkt- m^ktkon- diateI Tp b^ gl- dosen- n

I depr-temen- ss-tr- derk-, pHl-ts- Il-M Bdy, Uniper-sits- Smter Utr nmbere pm-botok- pk-kon- Il-M Hbni pNrt- tRtm Hbni bpk- Drs. Rm-ln- dmnik- M.Hum., pk-kon- Drs. Jmor-ln- siakan- M.Hum.,

ndom-m mm-bere korek-si pk-kon- mSkn- Hbni pNrt bni pNrtn-

ni s-k-rip-si on-. diatei Tp kom H kthon- Hbni hgNpn- ksomn-

K nmbere Sm-b<n- pik-kirn-ni Hbni pNrt- Ibgs- n psloseIhon-

s-k-rip-si on-. arp- Uhr- ase s-k-rip-si on- mr-Gn Hbni kt

kgNp-.

Medn- , Jni pNrt-,

royn-ti lm-tiUr- Pr-b 110703013

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis tiada hentinya mengucapkan puji dan syukur serta berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya sehingga dapat


(9)

menyelesikan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang sudah membantu penulis dalam memberikan arahan, motivasi, bimbingan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatn ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, wakil dekan I, II, III, dan seluruh pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Daerah yang sudah memberikan arahan kepada penulis.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah, yang sudah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 4. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum., selaku pembimbing I yang sudah

memberikan motivasi, arahan dan masukan kepada penulis.

5. Bapak Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum., selaku pembimbing II yang sudah memberikan arahan, motivasi dan masukan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Dosen-dosen penulis yang dengan kasih sayang memberikan ilmu dengan ikhlas memberikan pelajaran yang baik selama perkuliahan buat penulis yang tidak dapat disebut satu persatu.

7. Teristimewa kepada ayahanda M. Purba, S.Pak., dan ibunda R. Br. Lumban Gaol yang sangat penulis hormati dan sayangi yang telah bersusah payah untuk membimbing penulis sejak kecil hingga dewasa, dan berkorban baik moril maupun material sehingga skripsi ini terselesaikan.


(10)

8. Buat nanguda B. Br. Lumban gaol, terima kasih banyak telah memberikan bimbingan, motivasi dan bantuan kepada penulis dan kepada Agnes br. Siahaan, Elisabet br. Siahaan dan Hasiolan Siahaan, terima kasih telah mendoakan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 9. Buat adikku tercinta terkhususnya Novika br. Purba yang telah membantu

penulis dalam material dan juga kepada Rija lilis br. Purba, Kevin Noel Purba terima kasih atas doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10.Sahabat-sahabat penulis stambuk‟11 Melisa Padang, Angelia Lumban gaol, Tifany Panjaitan dan yang lainnya saya ucapkan terima kasih atas saran dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada alumni stambuk‟07, abangda Arianus Gea, S.S., penulis ucapkan

terima kasih atas saran dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12.Teman-teman penulis semuanya yang telah mendukung penulis, yang tidak dapat ditulis satu persatu terima kasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini yang telah membantu penulisan skripsi ini, kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari akan keterbatasan penulis maka hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak diharapkan penulis guna penyempurnaannya. Semoga skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.


(11)

Medan, Juni 2015 Penulis,

Royanti Lamtiur Purba

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... iv


(12)

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Masalah ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUTAKA ... 6

2.1 Kepustakaan Yang Relavan ... 6

2.2 Teori Yang Digunakan ... 7

2.2.1 Bilingual atau Multilingual ... 8

2.2.2 Alih Kode dan Campur Kode ... 10

2.2.3 Interferensi ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Metode Dasar ... 13

3.2 Lokasi, Sumber Data Penelitian ... 14

3.3 Instrumen Penelitian ... 14

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 14

3.5 Variabel Penelitian ... 15

3.6 Populasi dan Sampel ... 16

3.7 Tahap Kegiatan ... 17

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Identitas Sosial Responden ... 19


(13)

4.3 Penggunaan Bahasa Batak Simalungun Pada Kelompok Dewasa ... 33

4.4 Penggunaan Bahasa Batak Simalungun Pada Kelompok Orang tua ... 45

4.5Penggunaan Bahasa Batak Simalungun Campur Kode dan Alih Kode ... 52

4.6 Penggunaan Batak Simalungun Bahasa Interferensi ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65 LAMPIRAN :

Daftar Kuesioner Surat Keterangan Surat Izin Penelitian


(14)

ABSTRAK

Judul skripsi: Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: Kajian Sosiolinguistik.

Desa Tonduhan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun merupakan salah satu desa yang bermasyarakat tutur banyak bahasa atau multilingual. Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Dapat memberikan gambaran tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: kajian sosiolinguistik; 2) Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun; 3) Sebagai sumber informasi tentang kajian sosiolinguistik bagi mahasiswa khususnya Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua tahap, yaitu metode deskriptif kuantitatif dan metode pengumpulan data. Pertama metode deskriptif kuantitatif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: kajian sosiolinguistik, penelitian ini berupa bentuk kuesioner. Dengan pengumpulan data, data dalam penelitian ini berupa berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada masyarakat di Desa Tonduhan. Responden yang berhasil dijaring sebanyak 35 orang dari 40 kuesioner yang disebarkan. Dalam daftar kuesioner ini di antaranya ditanyakan bahasa pertama (bahasa ibu), kemampuan bahasa pertama, lingkungan tempat tinggal dan identitas komunikasi atau hubungan antarkelompok dengan menggunakan rumus yang ada oleh Juni (2013). Untuk mengetahui sikap berbahasa responden, ranah-ranah penggunaan bahasa yang dikaji adalah ranah-ranah keluarga, ranah-ranah pergaulan, ranah pendidikan dan ranah pekerjaan. Selain itu untuk mengetahui campur kode, alih kode dan interferensi yang terjadi di masyarakat tersebut adalah berupa berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada masyarakat Desa Tonduhan dengan cara merekam dan mencatat berbagai percakapan dalam peristiwa tutur yang terjadi pada setiap aktivitas sehari-hari. Setelah data di rekam dan dicatat, langkah selanjutnya yaitu mengklasifikasikannya ke dalam berbagai tuturan yang di temukan, tuturan-tuturan itu kemudian dianalisis.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa lahir dan hidup bersama masyarakatnya karena masyarakat tidak dapat berkomunikasi di antara sesamanya tanpa alat untuk berkomunikasi yaitu bahasa. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993:21). Rumusan yang hampir sama dinyatakan oleh Lyon (dalam Pateda dan Yenni, 1993:4), bahwa bahasa adalah sistem simbol, dirancang seakan-akan untuk tujuan komunikasi. Dengan bahasa, manusia dapat bertukar informasi ataupun mengekspresikan perasaannya sehingga manusia mampu menghasilkan tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Oleh karena itu, jelaslah bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat signifikan yang memiliki kekuatan ekspresif dan informatif yang sangat besar.

Di bidang linguistik yang mempelajari dan membicarakan tentang bahasa atau multibahasa yaitu sosiolinguistik. Bram dan Dickey (ed. 1986:146) berpendapat sosiolinguistik mengkhususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi.

Kemudian Fishman (1972:4) berpendapat bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.


(16)

Selanjutnya, Kridalaksana (1978:94) menyatakan sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.

Dalam masyarakat multilingual, sikap bahasa seseorang ditentukan oleh beberapa faktor. Di antaranya ialah topik pembicaraan (pokok masalah yang dibicarakan), kelas sosial masyarakat pemakai, kelompok umur, dan situasi pemakaian.

Berdasarkan pandangan mentalis, sikap adalah keadaan seseorang terhadap stimulus, bukan sebagai respon atau tingkah laku yang dapat diamati. Sikap memiliki tiga komponen yaitu, (1) komponen kognitif, (2) komponen afektif, dan (3) komponen perilaku. Komponen kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses berpikir. Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan atau gagasan yang terdapat dalam komponen kognitif. Komponen perilaku menyangkut kecenderungan seseorang untuk berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu keadaan. Ketiga komponen itu terbentuk melalui pengalaman dan memperlihatkan jalinan yang cukup rumit.

Anderson (1974: 47) membagi sikap menjadi dua jenis, yaitu sikap bahasa dan sikap non bahasa seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis. Dengan demikian dapat dinyatakan, sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai objek bahasa


(17)

yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa itu.

Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati melalui perilaku berbahasa atau perilaku bertutur. Biasanya dalam masyarakat bilingual atau multilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi, yang lebih menjamin kemudahan mencari pekerjaan atau kemudahan yang lebih menjamin memperoleh kesempatan di sektor modren dan semacamnya.

Masyarakat Indonesia minimal mempunyai kemampuan berbicara dalam dua bahasa yaitu bahasa ibu yang biasanya merupakan bahasa daerah seperti bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia yang diperoleh melalui pendidikan formal seperti di sekolah maupun secara tidak sengaja melalui media massa. Kemampuan menguasai beberapa bahasa sewajarnya merupakan sesuatu yang positif, dengan menguasai lebih dari beberapa bahasa seseorang akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain.

Penggunaan bahasa oleh masyarakat multilingual merupakan kajian yang penting untuk diteliti karena dalam berinteraksi, seorang penutur akan terlibat berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Hal ini dapat dikatakan merupakan hal yang wajar sebab tidak ada negara yang monolingual. Karena adanya beberapa bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi, maka hal ini menjadi sangat menarik untuk dikaji. Dalam penggunaan multilingual tersebut terjadi pada masyarakat Batak Simalungun di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.


(18)

Istilah multilingualisme menurut Abdul Chaer (1995:112) dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasaan, yakni keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Kecamatan Hatonduhan memiliki Sembilan desa yang masyarakatnya banyak menggunakan banyak bahasa atau disebut juga dengan multilingual, karena penduduk Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah para pendatang dari berbagai macam suku seperti Batak Simalungun, Toba, Jawa dan lain sebagainya dengan memakai bahasa daerah mereka masing-masing. Dengan demikian sudah barang tentu akan membuat masyarakat tutur di desa Tonduhan menjadi majemuk. Kemajemukan itu dipicu oleh seringnya warga desa setempat bertemu dan berinteraksi degan warga desa lainnya. Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervariasinya kode-kode yang dimilki dan dikuasai oleh anggota masyarakat.

Berdasarkan hal-hal yang di atas, penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh mengenai Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Mengingat masyarakat di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah komunitas yang plural. Komunitas di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun tidak hanya di dominasi oleh penduduk asli yang beretnis Batak Simalungun, tetapi juga para pendatang seperti, dari Batak Toba, Jawa, dan Batak Karo. Masing-masing etnis tersebut memiliki bahasa masing-masing sehingga bahasa yang dipakai disana pun menjadi beragam. Salah satu desa lokasi penelitian penulis adalah di Desa Tonduhan. Desa Tonduhan merupakan salah satu desa yang bermasyarakat penuturnya menggunakan banyak bahasa atau multilingual.


(19)

Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah salah satu Kecamatan yang berada di Wilayah Sumatera Utara yang saat ini dihuni oleh berbagai macam kelompok yang berbed-beda dalam berkomunikasi yang secara umum menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing. Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa daerah yang terdapat di Sumatera Utara, selain masyarakatnya mempertahankan dan melestarikan bahasanya juga menja dikan bahasa daerahyna sebagai alat komunikasi, bahasa Batak Simalungun juga berfungsi sebagai identitas atau jati diri bagi masyarakat penuturnya dan bahasa Batak Simalungun juga merupakan bahasa pendukung budaya dipergunakan dalam upacara-upacara atau pesta adat dan peristiwa-peristiwa penting lainnya.

Dengan demikian, dari segi pengkajiannya khusus tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun belum pernah ada yang mengkaji, oleh karena itu maka penelitian ini perlu dilakukan. Hal inilah yang mendorong penulis ingin mempelajarinya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: 1) Bagaimana Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa

Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun?

2) Bagaimana relasi campur kode dan alih kode yang terjadi di masyarakat tersebut?


(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mendeskripsikan tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

2) Mendeskripsikan campur kode dan alih kode yang terjadi pada masyarakat tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian ini, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1) Dapat memberikan gambaran tentang sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

2) Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

3) Sebagai sumber informasi tentang kajian sosiolinguistik bagi mahasiswa khususnya Departemen Sastra Daerah Fakulttas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relavan

Penelitian mengenai multilingualisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati (2008) dalam skripsinya yang berjudul Situasi Kebahasaan di Wilayah Pangandaran; Suatu kajian sosiolinguistik tentang pergeseran dan pemertahanan bahasa. Skripsi ini secara umum membahas tentang gejala kebahasaan yang terjadi lebih cenderung menunjukkan adanya pemertahanan bahasa dalam komunitas multilingual daripada pergeseran bahasa.

Penelitian Dewi Murni dan Riauwati (2012) dengan judul penelitian Penggunaan Bahasa oleh Masyarakat Multilingual di Kelurahan Senggarang Provinsi Kepulauan Riau. Hasil penelitiannya adalah bahwa penelitian ini di fokuskan pada tuturan sehari-hari dalam keanekabahasaan dan keanekaragaman budaya yang ada di Wilayah Senggarang.

Kemudian penelitian Katubi yang bergabung dengan SIL International dalam West Indonesia Survey Team (2003-2006) dengan judul penelitian Sikap Bahasa dalam Masyarakat Multilingual di Lampung dan Sumatera Selatan. Penelitian ini secara umum untuk mengantisipasi cara masyarakat merespons perencanaan bahasa dalam penentuan bahasa yang dianggap paling patut untuk pengembangan bahasa.

Dewi Mutmainah (2014) dalam tesisnya yang berjudul Multilingualisme Naskah Lama Kitab Mikraj Nabi: sebuah kajian Sosiolinguistik. Yang menjadi objek penelitiannya adalah menggunakan bahasa tulis berupa naskah lama Kitab


(22)

Mikraj Nabi berbahasa Jawa, yang bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk multilingualisme yang menghasilkan interferensi, campur kode dan alih kode serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa kebahasaan tersebut melalui kajian sosiolinguistik.

Juni (2013) menulis skripsi sarjananya yang berjudul Situasi Kedwibahasaan Masyarakat di Kecamatan Percut Sei Tuan. Skripsi ini membahas tentang dampak proses industrialisasi dan urbansisasi yang memiliki latar belakang etnik dan bahasa yang berbeda-beda sehingga memunculkan keanekaragaman bahasa yang ada di Kecamatan Percut Sei Tuan. Dengan tujuan untuk mengetahui jumlah variasi bahasa yang muncul di tengah masyarakat dan mengetahui taraf kemampuan berbahasa pada masyarakat di Desa Bandar Klippa. 2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang meneliti interaksi antara dua aspek tingkah laku manusia: penggunaan bahasa dan organisasi tingkah laku manusia. (Paul Ohoiwutun, 2007:9). Teori yang digunakan dalam menganalisis gejala alih kode mengacu pada teori Fishman dalam Chaer dan Agustina (2004:108), yaitu tentang siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Teori yang digunakan dalam menganalisis gejala campur kode menggunkan teori Thelander dalam Chaer dan Leoni Agustina (2004:115) yang menyatakan perbedaan alih kode dan campur kode adalah di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu


(23)

klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang trjadi adalah alih kode, tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa da frase-frase campuran (hybrid cluses, hybrid phareses), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode. Dalam hal ini menurut Thelander menyatakan memang ada kemungkinan terjadinya perkembangan dari campur kode kkata, frasee alih kode. Perkembangan ini, misalnya dapat dilihat jika ada usaha untuk mengurangi kehibridan klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan, serta memberi fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan keotonomian bahasanya masing-masing. Dan untuk menganalisis Interferensi diangkat oleh Djoko Kentjono 1982 dalam buku Abdul Chaer dan Leoni Agustina mengatakan bahwa penggunaan serpihan kata, frase dan klausa di dalam kalimat dapat juga dianggap sebagai interferensi pada tingkat kalimat.

2.1.1Bilingual atau Multilingual

Seseorang yang menguasai dua bahasa disebut sebagai bilingual atau dwibahasawan sedangkan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau suatu masyarakat dinamai bilingual atau multilingual. Harimurti Kridalaksana (1982:26) membagi kedwibahasaan ke dalam 3 kategori. Pertama, bilingualisme koordinat adalah penggunaan bahasa dengan dua atau lebih sistem bahasa yang terpisah. Seorang bilingual koordinat, ketika menggunakan satu bahasa tidak menampakkan unsur-unsur dari bahasa yang lain. Pada waktu beralih ke bahasa yang lainnya tidak terjadi percampran sistem. Kedua, bilingualisme majemuk. Di sini penutur bahasa menggunakan dua sistem atau lebih yang terpadu, seorang


(24)

bilingual majemuk sering mengacaukan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dikuasainnya. Ketiga, kedwibahasaan sub-ordinat. Fenomena ini terjadi pada seseorang atau masyarakat yang menggunakan dua sistem bahasa atau lebih secara terpisah, biasanya masih terdapat proses penerjemahan. Seseorang yang bilingual sub-ordinat masih cenderung mencampur-adukkan konsep-konsep bahasa pertama ke dalam bahasa yang kedua atau bahasa asing yang dipelajari. Kondisi seperti dijumpai pada siswa-siswi (Indonesia) yang mempelajari bahasa asing tertentu.

Multilingual merupakan hasil dari kontak bahasa pada masyarakat yang terbuka menerima kedatangan masyarakat lain sehingga mereka melakukan alih kode dalam berbahasa.

Multiingualisme pada umumnya dihubungkan dengan masyarakat multilingual, masyarakat yang anggota-anggotanya berkemampuan atau biasa menggunakan lebih dari satu bahasa bila berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat. Pemahaman terhadap masyarakat multilingual menghantar kita pada pemahaman akan konsep multilingualisme, yakni gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kemampuan dan kebiasaan memakai lebih dari satu bahasa. (Harimurti Kridalaksana, 1982:112).

2.2.2 Campur Kode dan Alih Kode

Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual, sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu interferensi berbahasa. Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain, gejala ini disebut campur kode. Campur kode adalah penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana


(25)

menurut pola-pola yang masih belum jelas. Di Indonesia dikenal bahasa “gado -gado” yang diibaratkan sebagai sajian gado-gado, yakni campuran dari bermacam-macam sayuran. Dengan bahasa gado-gado dimaksudkan penggunaan bahasa campuran bahasa Indonesia dengan salah satu bahasa daerah.

Campur kode pada umumnya hanya terjadi pada situasi berbahasa tidak resmi dan didorong oleh motif prestise. Campur kode yang diulas di atas dapat dibedakan dengan alih kode, yakni peralihan pemakaian dari satu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek lainnya. Alih bahasa ini terjadi karena perubahan-perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan-perubahan yang dimaksud adalah faktor-faktor seperti hubungan antara pembicara dan pendengar, laras bahasa, tujuan berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat berbincang.

Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya ialah komunitas bahasa (dialek). Para penutur yang sedang beralih kode berasal dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang di praktekkan. Sebaliknya pergantian (alih) ragam bukan berarti bergantian komunitas. Alih ragam terjadi dalam bahasa yang sama, karena dorongan perubahan situasi berbicara, topik, status sosial, penutur dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alih kode (bahasa atau dialek) dilakukan oleh dua pihak yang memilki dua komunitas bahasa yang sama. Konsep alih kode ini mencakup juga peristiwa pada seorang penutur beralih dari satu ragam fungsiolek (misal, ragam santai) ke ragam lain (misal, ragam formal) atau dari satu dialek ke dialek lain (Nababan, 1993:31).


(26)

2.2.3 Interferensi

Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (dalam buku Paul Ohoiwutun, 2007:72) menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur multilingual. Penutur multilingual menggunakan banyak bahasa yang secara bergantian dan bilingual menggunakan dua bahasa secara bergantian.

Interferensi harus dibatasi sebagai fenomena tuturan (parole) bukan fenomena sistem bahasa (language). Sebagai gejala parole, interferensi hanya menjadi milik dwibahasa, bukan milik masyarakat bahasa secara umum. Gejala interferensi terdapat 3 bagian, yakni: 1) dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat, 2) dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur, dan 3) dimensi pembelajaran bahasa.

Hadirnya alih kode dan campur kode merupakan akibat dari kemampuan anggota masyarakat berbahasa lebih dari satu. selain itu bila dua atau lebih bahasa bertemu karena digunakan oleh penutur dari komunitas bahasa yang sama, maka akan terjadi bahwa komponen-komponen tertentu dapat tertransfer dari bahasa yang satu, yakni bahasa sumber ke bahasa yang lain, yakni bahasa penerima. Akibatnya terjadi pungutan bahasa atau interferensi sebagaimana diistilahkan oleh Weinreich (1953). Proses terjadinya interferensi sejalan dengan proses terjadinya difusi kebudayaan yang kita kenal dalam ilmu sosiologi.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang teratur untuk mencapai tujuan. Metode yang merumuskan ide dan pikiran yang didasarkan pada pendekatan ilmiah ini berarti bahwa metode penelitian diperlukan dalam mencapai sasaran penelitian, seperti pendapat Sudaryanto (193:25) yang mengatakan bahwa metode penelitian sangat dibutuhkan untuk menuntun seorang peneliti menuju kebenaran dan juga menuntun pada kajian penelitian.

3.1 Metode Dasar

Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Dalam melakukan penelitian, penulis menerapakan penelitian yang bersifat deskriptif kuantitatif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Kecamatan Hatonduhan Kecamatan Simalungun. Karena metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan obyek yang diselidiki (seseorang, lembaga, masyarakat dll) sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta yang aktual (Nawawi dan Hadari, 1995:67). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah wawancarai informan di setiap lokasi pengambilan data yang dilakukan dan kuesioner. Kuesioner berupa pertanyaan tentang pengetahuan mengenai bahasanya dan bahasa lainnya, kuesioner pada penelitian ini memakai dua kombinasi yaitu kuesioner tertutup dan terbuka yang mana pada kuesioner tertutup telah tersedia


(28)

jawaban sedangkan kuesioner terbuka kemungkinan jawaban tidak ditentukan terlebih dahulu.

3.2 Lokasi dan Sumber Data Penelitian

Lokasi yang dijadikan penelitian adalah di desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Sumber data penelitian terdiri dari masyarakat Batak Simalungun yang bertempat tinggal di kawasan Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku catatan, dan alat rekam yang digunakan untuk merekam data dari informan, perekaman ini ditranskripsikan kemudian dikelompokkan jenisnya.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dengan metode pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan pencapaian pemecahan masalah secara valid dan terpercaya yang akhirnya akan memungkinkan dirumuskannya generalisasi yang obyektif (Nawawi, 1991:13).

Dalam skripsi ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data seperti berikut:

1. Metode kepustakaan, yaitu mencari buku-buku sebagai bahan acuan yang berhubungan dengan penelitian.

2. Metode observasi, yaitu penulis langsung turun ke lokasi penelitian melakukan pengamatan terhadap tempat, jumlah dan peran pemakai bahasa serta perilaku selama pelaksanaan penggunaan bahasa berlangsung.


(29)

3. Metode wawancara, yaitu metode yang digunakan dengan cara mewawancarai informan dengan menggunakan teknik rekaman dan teknik catat.

3.5 Variabel Penelitian

Penelitian tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun; Kajian Sosiolinguistik ini, variabel yang akan diteliti adalah penggunaan bahasa, untuk penggunaan bahasa responden, menggunakan beberapa variabel bebas dan variabel terikat. Dengan demikian penelitian ini mengungkapkan bagaimana hubungan dua variabel, yakni variabel ranah penggunaan dan variabel yang diduga berpengaruh terhadap ranah penggunaan bahasa.

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variabel usia, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, tempat lahir dan perkawinan. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah di dalam ranah kekeluargaan, tetangga, pergaulan, pekerjaan dan pendidikan.

3.6 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah masyarakat Batak Simalungun yang berada di daerah kawasan Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun yang berdomisili di wilayah tersebut.

Berkaitan dengan itu, karena keterbatasan waktu penelitian maka populasi penelitian ini hanya mengambil beberapa pemercontoh (sampel) sebagian objek yang diteliti atau hanya meneliti elemen sampel bukan seluruh populasi. Adapun jumlah pemercontoh ditetapkan dalam penelitian ini adalah tiga puluh lima responden dari populasi yang didasarkan pada tingkat generasi yaitu remaja,


(30)

dewasa dan orang tua yakni remaja 5 (lima), dewasa 15 (lima belas) dan orang tua 15 (lima belas) responden yang berkaitan dengan pemercontoh yang dipilih. Pemilihan responden juga dilakukan berdasarkan penentuan responden yang memenuhi syarat. Mahsun (1995:106) mengatakan bahwa adapun yang menjadi seorang informan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. 2) Berusia antara 17-65 tahun.

3) Orangtua, istri atau suami, lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

4) Berpendidikan minimal tamat pendidikan dasar.

5) Berstatus sosial menengah dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya.

6) Pekerjaannya bertani dan buruh. 7) Dapat berbahasa Indonesia.

8) Sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani maksudnya tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat sedangkan sehat rohani maksudnya tidak gila ataupun pikun.

3.7 Tahapan Kegiatan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan, yakni mulai dari tahap persiapan penelitian, penyediaan data, pemerosesan data, analisis data dan tahap penyusunan laporan.


(31)

A.Tahapan persiapan yang dilakukan adalah: 1) Memilih salah satu lokasi penelitian,

2) Memilih beberapa responden yang sesuai dengan kriteria responden yang baik, dan

3) Membuat kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun Multilingual di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

B.Tahapan penyediaan data yang dilakukan adalah:

1) Meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan. 2) Tahapan pemerosesan data kegiatan yang dilakukan adalah:

3) Membersihkan data, artinya memeriksa kembali jawabaan responden, apakah cara menjawabnya benar,

4) Membuat koding atau kode, artinya memberikan tanda atau kode agar mudah memeriksa jawaban.

C.Tahapan analisis data yang dilakukan adalah:

1) Melakukan skoring atau emberian angka, khususnya kepada data yang diklasifikasikan dan menghitungnya untuk setiap jawaban responden, 2) Menggolongkan kategori jawaban dalam tabel-tabel, baik tabel frekuensi

maupun tabel skor atau nilai,

3) Mendeskripsikan hasil-hasil perhitungan tersebut dalam bentuk tabel 4) Dan membuat interpretasi hasil pengolahan tersebut dalam bentuk


(32)

D.Tahapan penyusunan laporan yang mempunyai kegiatan sebagai berikut: 1) Penulisan laporan dan melengkapi data yang kurang,

2) Pengetikan laporan,

3) Mendiskusikan laporan kepada dosen pembimbing 4) Revisi laporan (jika diperlukan), dan penjilidtan laporan.


(33)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Identitas Sosial Responden

Berdasarkan jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 35 orang yang terdiri atas 5 orang responden remaja, 15 orang responden dewasa dan 15 orang responden orang tua.

Jawaban yang diperoleh pada tabel 1 di bawah adalah untuk menentukan jenis kelamin responden. Adapun jenis kelamin yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Responden menurut jenis kelamin (N=35).

NO. Jenis Kelamin Banyaknya

1. Laki-laki 18 (51,57%)

2. Perempuan 17 (48,43%)

Jumlah 35 (100,00%)

Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner tentag jenis kelamin responden dapat diperoleh sebanyak 18 (51,57%) berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 17 (48,43%) berjenis kelamin perempuan.

Kemudian, pada tabel 2 data yang dapat diperoleh dari penyebaran kuesioner tentang perkawinan para responden dapat dibagi menjadi dua status yaitu sudah kawin dan belum kawin.


(34)

Tabel 2. Perkawinan Responden (N=35).

NO. Perkawinan F(%)

1. Kawin 20 (57,86%)

2. Belum Kawin 15 (42,14%)

Jumlah 35 (100,00%)

Hasil penyebayaran kuesioner dari 35 responden sebanyak 20 (57,86%) responden mengaku sudah kawin dan sebanyak 15 (42,14%) responden mengaku belum kawin.

Selanjutnya untuk variabel usia, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu usia responden pada masa remaja, masa dewasa dan orang tua. Adapun jawaban daripada responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Usia Responden (N=35).

NO. Usia F (%)

1. <20 5 (14,71%)

2. 21-35 10 (28,43%)

3. >35 20 (57,86%)

Jumlah 35 (100,00%)

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada variabel usia para responden dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu usia responden pada remaja yaitu antara 17-20 tahun, usia responden untuk dewasa antara 21-35 tahun dan usia responden untuk orang tua antara 35 tahun ke atas.


(35)

Dalam variabel pendidikan para responden dari 35 responden adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Pendidikan Responden (N=35).

NO. Pendidikan F (%)

1. SD 1 (2,14%)

2. SMP 7 (20,00%)

3. SMA/SMK 20 (57,86%)

4. Perguruan Tinggi 7 (20,00%) Jumlah 35 (100,00%)

Variabel pendidikan dibagi menjadi 4 bagian yaitu sekolah dasar (SD), sekolah menegah pertama (SMP), sekolah menegah atas atau sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) dan perguruan tinggi (PT). Dari hasil penyebaran kuesioner didapat hasil bahwa sebanyak 1 (2,14%) dari 35 (100,00%) responden tamat SD, sebanyak 7 (20,00%) tamat SMP, sebanyak 20 (57,86) tamat SMA/SMK dan sebanyak 7 (20,00%) Perguruan tinggi.

Untuk variabel pekerjaan dari para responden, data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner tersebut adalah:

Tabel 5. Pekerjaan Responden (N=35).

NO. Pekerjaan F (%)

1. Wiraswasta 2 (5,29%)

2. Tidak Bekerja 8 (22,14%)


(36)

4. Karyawan 9 (25,29%)

5. Lain-lain 11 (31,57%)

Jumlah 35 (100,00%)

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa sebanyak 2 (5,29%) responden dari 35 (100,00%) responden bekerja sebagai wiraswasta, 8 (22,14%) responden tidak bekerja atau sebagian besar sebagai ibu rumah tangga, 5 (14,71%) responden sebagai pedagang, sebanyak 9 (25,29%) responden sebagai karyawan dan sebanyak 11 (31,57%) lain-lain. Maksudnya sebagian besar responden masih dikatakan sebagai mahasiswa atau pelajar.

Sehubungan dengan pernyataan di atas, peneliti memberikan kuesioner terhadap para responden tentang bahasa “apakah pertama kali yang Anda pelajari?”. Adapun jawaban yang diberikan oleh para responden terhadap pertanyaan di atas dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Bahasa pertama sekali di pelajari (N=35).

Pertanyaan Bahasa Indonesia Bahasa Daerah Bahasa apakah yang

saudara pelajari pertama kali?

20 (57,86%)

responden

15 (42,14%) responden

Jumlah 35 (100,00%)

responden

Berdasarkan jawaban dari para responden di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebanyak 20 (57,86%) responden dari 25 responden menggunakan bahasa Indonesia, dan sebanyak 15 (42,14%) responden menggunakan bahasa Daerahnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa kedua (B2)


(37)

lebih dominan daripada bahasa aslinya atau bahasa Ibunya (B1). Ini disebabkan karena bahasa Indonesia merupakan bahasa persatun yaitu bahasa yang dipakai oleh setiap suku sebagai alat komunikasi atau alat perhubungan antara satu suku dengan suku lainnya.

Sejalan dengan peryataan diatas, pada tabel selanjutnya akan menunjukkan bagaimana penguasaan bahasa daerah khususnya bahasa Batak Simalungun terhadap responden yang berada di desa Tonduhan.

Tabel 7. Penguasaan terhadap bahasa Batak Simalungun (N=35).

Bisa (ya) Sedikit-sedikit Tidak

10 (28,43%) 14 (40,00%) 11 (31,57%)

Jawaban pada tabel 7 merupakan jawaban atas pertanyaan berikut: “Apakah Saudara dapat berbahasa Batak Simalungun?”

Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa dari data responden yang menyatakan “bisa atau ya” sebanyak 10 (28,43%) responden, 14 (40,00%) responden yang menyatakan “sedikit-sedikit” dan 11 (31,57%) responden menyatakan “tidak”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk desa Tonduhan dapat menggunakan bahasa Batak Simalungun walaupun masyarakat penduduk tersebut hanya “sedikit” dapat berbahasa Batak Simalungun. Hal ini didorong karena masuknya kelompok-kelompok etnik lain ke daerah tersebut. Kedatangan etnik yang berbeda sehingga akan menyebabkan banyak bahasa-bahasa yang muncul dan dapat dikatakan masyarakat multilingual.


(38)

4.2 Penggunaan Bahasa Batak Simalungun Pada Kelompok Remaja

Pembahasan mengenai Sikap Berbahasa Batak Simalungun Multilingual khususnya pada Desa Tonduhan didasarkan pada ranah-ranah penggunaan bahasa seperti keluarga, tetangga, dan pendidikan. Adapun masing-masing pada ranah tersebut dapat dikelompokkan pada tiga pengguna kelompok, antara lain: kelompok remaja, kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Berdasarkan jumlah responden kelompok remaja yang terdiri dari 5 (lima) orang responden yaitu terbagi atas 3 remaja laki-laki dan 2 remaja perempuan dan diproleh jawaban dari penggunaan bahasa yaitu pada ranah keluarga, pergaulan, dan pendidikan.

1. Ranah Keluarga

Untuk mengetahui jawaban dari para responden pada ranah keluarga, pertanyaan yang diajukan kepada para responden adalah sebagai berikut:

Bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada orang tua Saudara sendiri di rumah?

Bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada Abang/adik Saudara Sendiri di rumah?

Berdasarkan pertanyaan diatas, jawaban yang di berikan oleh para responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 8. Remaja jika berbicara kepada orang tua di rumah (N=5). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara kepada orang tua


(39)

Berdasarkan jawaban responden diatas pada ranah keluarga, sebanyak 4 (80,00%) responden dari 5 responden menggunakan bahasa Indonesia dan 1 (20,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun ketika responden remaja berbiara dengan orang tua mereka.

Tabel 9. Remaja jika berbicara kepada abang/adik di rumah (N=5) Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara kepada abang/adik

4 (80,00%) 1 (20,00%) 5 (100,00%)

Berdasarkan jawaban responden di atas adalah 4 (80,00%) responden dari 5 responden menggunkan bahasa Indonesia dan 1 (20,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun ketika responden remaja berbicara dengan abang/adik.

Jika dikumulatifkan kedua tabel tersebut pada responden remaja untuk ranah keluarga maka hasilnya adalah 80,00% + 80,00% = 160% : 2 = 80,00% atau sebanyak 4 responden yang menggunakan bahasa Indonesia. Responden yang menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun adalah: 20,00% + 20,00% = 40,00% : 2 = 20,00% atau 1 responden.

Dengan demikian, pada ranah keluarga dari 5 responden remaja menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Batak Simalungun sehingga akan memunculkan pengaruh terhadap bahasa pertamanya, yaitu bahasa daerah sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa responden remaja pada ranah keluarga bahasa keduanya (B2) lebih dominan daripada bahasa pertamanya (B1) yaitu bahasa Batak Simalungun.


(40)

2. Ranah Pergaulan.

Penggunaan bahasa responden menurut ranah pergaulan, adapun pertanyaan yang diajukan kepada responden yaitu sebagai berikut :

Bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada teman sesuku Saudara di rumah?

1) Jika berbicara, bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada teman sesuku di rumah?

2) Jika keadaan marah-marah, bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada teman sesuku di rumah?

3) Jika bersenda gurau, bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada teman sesuku di rumah?

4) Jika berdiskusi, bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada teman sesuku di rumah?

Jawaban yang diberikan oleh para responden pada pertanyaan diatas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10. Remaja jika berbicara dengan teman sesuku di rumah (N=5). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan teman sesuku

4 (80,00%) 1 (20,00%) 5 (100,00%)

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa responden remaja pada ranah pergaulan, sebanyak 4 (80,00%) responden dari 5 responden remaja menggunakan bahasa Indonesia, dan sebanyak 1 (20,00%) responden


(41)

menggunakan bahasa Batak Simalungun ketika responden remaja berbicara dengan teman sesuku di rumah.

Tabel 11. Remaja jika marah-marah dengan teman sesuku di rumah (N=5). Peristiwa Bahasa Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Marah-marah dengan teman sesuku

4 (80,00%) 1 (20,00%) 5 (100,00%)

Jawaban dari para responden terhadap pertanyaan diatas jika dalam keadaan marah-marah bahasa yang akan digunakan oleh responden terhadap teman sesuku di rumah ialah sebanyak 4 (80,00%) responden dari 5 responden menggunakan bahasa Indonesia, sebanyak 1 (20,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun.

Tabel 12. Remaja jika bersenda gurau dengan teman sesuku di rumah (N=5). Peristiwa Bahasa Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%) Bersenda gurau dengan

teman sesuku

4 (80,00%) 1 (20,00%) 5 (100,00%)

Jawaban para responden terhadap pertanyaan diatas jika dalam keadaan bersenda gurau menggunakan bahasa Indonesia adalah 4 (80,00%) responden dan 1 (20,00%) responden dari 5 responden remaja menggunakan bahasa batak simalungun kepada teman sesuku di rumah.


(42)

Tabel 13. Remaja jika berdiskusi dengan teman sesuku di rumah (N=5). Peristiwa Bahasa Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%) Berdiskusi dengan

teman sesuku

4 (80,00%) 1 (20,00%) 5 (100,00%)

Jawaban para responden terhadap pertanyaan diatas jika dalam keadaan berdiskusi bahasa yang digunakan oleh para responden terhadap orang lain ialah sebanyak 4 (80,00%) responden dari 5 responden yang menggunakan bahasa Indonesia, sebanyak 1 (20,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun.

Pada ranah pergaulan kumulatif persentase kelompok remaja yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 80,00% + 80,00% + 80,00%+ 80,00% = 320 : 4 = 80,00% atau 4 responden, dan responden yang menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun adalah: 20,00% + 20,00% + 20,00% + 20,00% = 80 : 4 = 20,00% atau 1 responden, dari 5 responden pada kelompok remaja. Hal ini menunjukkan bahwa pada ranah pergaulan bahasa Indonesia lebih dominan daripada bahasa daerah Batak Simalungun.

3. Ranah Pendidikan.

Pada ranah pendidikan, para responden remaja ini yang masih pelajar sebanyak 5 responden. Untuk mengetahui jawaban dari para responden pada ranah pendidikan, pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah sebagai berikut:

1) Jika berada di sekolah, bahasa apakah yang Saudara gunakan sehari-hari kepada teman sesuku Saudara?


(43)

Berdasarkan pertanyaan diatas, adapun jawaban yang diberikan oleh para responden adalah sebagai berikut:

Tabel 14. Remaja berbicara dengan teman yang sesuku di sekolah (N=5). Peristiwa Bahasa Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%) Berbicara dengan

teman yang sesuku di sekolah

5 (100,00%) --- 5 (100,00%)

Jawaban responden dapat dilihat dengan jelas bahwa responden jika berbicara dengan teman yang sesuku di sekolah hanya menggunakan bahasa Indonesia 5 (100,00%) responden dari 5 responden pada ranah Remaja.

Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah rata-rata serta presentase yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Simalungun di semua ranah pada kelompok remaja bisa dicari dengan menjumlah seluruh presentase penggunaan bahasa dibagi banyaknya ranah. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

X = x/n Ket: X = rata-rata

x = jumlah seluruh presentase pada semu ranah n = banyaknya ranah.

Maka, jumlah presentase dan responden yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 80,00% + 80,00% + 100,00% = 260 : 3 = 86,67% responden. Jadi jumlah rata-rata responden yang menggunakan bahasa Indonesia adalah 86,67% dari 5 responden = 4 responden.

Kemudian jumlah presentase dan responden yang menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun adalah: 20,00% + 20,00% = 40 : 3 = 13,33%. Jadi


(44)

jumlah rata-rata yang menggunakan bahasa Batak Simalungun adalah 13,33% dari 5 responden = 1 responden.

Tabel 15. Kesimpulan penggunaan bahasa Batak Simalungun pada kelompok remaja.

Bahasa Indonesia Bahasa Batak Simalungun Jumlah (%)

4 (86,67%) responden 1 (13,33%) responden 5 (100,00%) responden

Berdasarkan pada tabel 17 kesimpulan diatas, bahwa pada kelompok remaja pada semua ranah, para responden lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada menggunakan bahasa Batak Simalungun dari 5 responden hanya 1 responden saja yang menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Batak Simalungun.

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa pada kelompok remaja pada semua ranah telah terjadi bilingual atau multilingual. Dikatakan demikian, karena dengan dasar skala pengukuran dalam menghitung pada kelompok remaja di semua ranah digunakan dengan cara menghitung nilai tengah atau median, yakni dihitung dari setengah jumlah responden. Dengan demikian, bahasa kedua (B2) lebih dominan daripada bahasa pertama (B1), hal inilah yang dapat dikatakan sebagai bilingual atau multilingual.

4.3 Penggunaan Bahasa Batak Simalungun Pada Kelompok Dewasa.

Dalam pembahasan tentang penggunaan bahasa pada kelompok dewasa ini terdiri dari 15 responden. Pada kelompok dewasa ini, Adapun ranah yang terdiri atas ranah keluarga, pergaulan, pendidikan dan pekerjaan. Dan hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:


(45)

1. Ranah Keluarga.

Pada ranah keluarga, ada beberapa responden yang sudah menikah yaitu sebanyak 5 responden dan selebihnya belum menikah dimana para responden ada yang masih bersekolah (kuliah) dan ada yang sudah bekerja. Untuk para responden yang sudah menikah pada ranah keluarga, data yang diolah adalah bahasa apakah yang digunkan kepada suami/isteri dan anak di rumah. Jawaban dari para responden dapat dilihat pada tabel beriku ini:

Tabel 16. Dewasa jika berbicara dengan suami/isteri di rumah (N=5). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan suami/isteri

3 (60,00%) 2 (40,00%) 5 (100,00%)

Jawaban dari para responden dapat dilihat dengan jelas bahwa dari banyak nya responden yang sudah menikah adalah 5 responden, sebanyak 3 (60,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 2 (40,00%) responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalam hal ini, jawaban dari 5 responden yang sudah menikah lebih dominan memakai bahasa Indonesia di bandingkan dengan bahasa daerah Batak Simalungun.

Tabel 17. Dewasa jika berbicara kepada anak di rumah (N=5). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara kepada anak


(46)

Adapun jawaban dari para responden dewasa adalah sebanyak 4 (80,00%) responden yang menggunakan bahasa Indonesia dan 1 (20,00%) responden menggunakan bahasa daerahnya Batak Simalungun. Dalam hal ini, jawaban dari 5 responden yang berbicara kepada anaknya lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Batak Simalungun.

Tabel 18. Dewasa jika berbicara kepada orang tua di rumah (N=15). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara kepada orang tua

9 (60,00%) 6 (40,00%) 15 (100,00%)

Jawaban dari para responden di atas, 9 (60,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia dari 15 responden, sebanyak 6 (40,00%) responden yang menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok dewasa lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia kepada orang tua dari masing-masing responden.

Tabel 19. Dewasa jika berbicara kepada abang/adik di rumah (N=15). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara kepada abang/adik

10 (66,67%) 5 (33,33%) 15 (100,00%)

Berdasarkan jawaban dari responden diatas pada ranah keluarga, sebanyak 10 (66,67%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 5 (33,33%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15


(47)

responden pada kelompok dewasa lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah Batak Simalungun.

Pada ranah keluarga kumulatif presentase kelompok dewasa yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 60,00% + 80,00% + 60,00% + 66,67% = 266,67 : 4 = 66,75% atau 10 responden, responden yang menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun adalah: 40,00% + 20,00% + 40,00% + 33,33% = 133,33 : 4 = 33,25% atau 5 responden. Hal ini menunjukkan bahwa pada ranah keluarga menggunakan lebih banyak bahasa Indonesia daripada bahasa daerah Batak Simalungun.

2. Ranah Pergaulan.

Pengolah data pada ranah pergaulan adalah sama dengan pengolahan data pada kelompok remaja dimana pada ranah pergaulan data yang diolah adalah bahasa apakah yang digunakan kepada teman sesuku jika dalam kedaan bercakap-cakap santai, marah-marah, bersenda gurau dan berdiskusi. Jawaban tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 20. Dewasa jika bercakap-cakap santai dengan teman sesuku (N=15). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Bercakap-cakap santai dengan teman sesuku

9 (60,00%) 6 (40,00%) 15 (100,00)

Jawaban dari responden pada ranah pergaulan sebanyak 9 (60,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 6 (40,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok dewasa ketika bercakap-cakap santai dengan teman sesuku lebih


(48)

dominan menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah Batak Simalungun (B1).

Tabel 21. Dewasa jika marah-marah kepada teman sesuku di rumah (N=15). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Marah kepada teman sesuku

9 (60,00%) 6 (40,00%) 15 (100,00)

Adapun jawaban dari para responden adalah 9 (60,00%) responden yang menggunakan bahasa Indonesia, dan 6 (40,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok dewasa ketika keadaan marah kepada teman sesuku lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Daerah (B1).

Tabel 22. Dewasa jika bersenda gurau dengan teman sesuku di rumah (N=15).

Peristiwa Bahasa

Bahasa Indonesia Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Bersenda gurau dengan teman sesuku

9 (60,00%) 6 (40,00%) 15 (100,00%)

Jawaban para responden adalah 9 (60,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 6 (10,00%) responden yang menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok dewasa ketika keadaan bersenda gurau dengan teman sesuku lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah Batak Simalungun.


(49)

Tabel 23. Dewasa jika berdiskusi kepada teman sesuku di rumah (N=15). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berdiskusi

dengan teman sesuku

11 (73,33%) 4 (26,67%) 15 (100,00%)

Jawaban dari para responden adalah 11 (73,33%) responden yang menggunakan bahasa Indonesia, dan 4 (26,67%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok dewasa ketika berdiskusi dengan teman sesuku lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah mereka (B1).

Pada ranah pergaulan kumulatif presentase kelompok dewasa yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 60,00% + 60,00% + 60,00% + 73,33% = 253,33 : 4 = 63,25% atau 10 responden, responden yang menggunakan lebih banyak bahasa Indonesia adalah: 40,00% + 40,00% + 40,00% + 26,67% = 146,67 : 4 = 36,75 % atau 5 responden. Hal ini menunjukkan bahwa pada ranah pergaulan bahasa Indonesia lebih dominan daripada bahasa daerah Batak Simalungun. 3. Ranah Pekerjaan.

Pada ranah pekerjaan, para responden yang sudah bekerja sebanyak 5 responden dari 15 responden Dewasa. Dimana para responden yang sudah menikah tersebut tidak memiliki pekerjaan atau sebagai ibu rumah tangga. Pada ranah pekerjaan, data yang diolah adalah bahasa apakah yang digunakan kepada teman sesuku jika dalam lingkungan pekerjaan dan bahasa apakah yang digunakan kepada teman yang bukan sesuku dalam lingkungan pekerjaan. Jawaban para responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(50)

Tabel 28. Dewasa berbicara dengan teman sesuku di lingkungan pekerjaan (N=5).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan teman sesuku di lingkungan pekerjaan

3 (60,00%) 2 (40,00%) 5 (100,00%)

Jawaban dari para responden yang menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 3 (60,00%) responden, dan 2 (40,00%) responden menggunakan bahasa daerah Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 5 responden pada kelompok dewasa ketika berbicara dengan teman sesuku di lingkungan pekerjaan lebih dominan bahasa Indonesia walaupun hanya satu perbandingan dengan bahasa daerah Batak Simalungun (B1).

Tabel 29. Dewasa Berbicara dengan teman yang bukan sesuku di lingkungan pekerjaan (N=5).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan teman bukan sesuku di lingkungan pekerjaan

5 (100,00%) --- 5 (100,00%)

Adapun jawaban para responden adalah 5 (100,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia dan para responden dari 5 responden pada kelompok dewasa tidak menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa Batak Simalungun pada saat mereka berbicara dengan teman yang bukan sesuku di


(51)

Pada ranah pekerjaan, kumulatif prsentase kelompok dewasa yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 60,00% + 100,00% = 160,00% : 2 = 80,00% atau 4 responden, dan yang menggunakan bahasa Batak Simalungun adalah: 40,00% : 2 = 20,00% atau 1 responden saja.

Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah rata-rata serta presentase yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Simalungun di semua ranah pada kelompok dewasa bisa dicari dengan menjumlah seluruh presentase penggunaan bahasa dibagi banyaknya ranah. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

X = x/n Ket: X = rata-rata

x = jumlah seluruh presentase pada semu ranah n = banyaknya ranah.

Maka, jumlah presentase dan responden yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 66,75% + 63,25% + 80,00% = 210,00% : 3 = 70,00%. Jadi jumlah rata-rata responden yang menggunakan bahasa Indonesia adalah 70% dari 15 responden = 11 responden.

Kemudian jumlah presentase dan responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun adalah: 33,25% + 36,75% + 20,00% = 90,00% : 3 = 30,00% X. Jadi jumlah rata-rata responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun adalah 30% dari 15 responden = 4 responden.


(52)

Tabel 30. Kesimpulan penggunaan Batak Simalungun bahasa pada kelompok dewasa (N=15).

Bahasa Indonesia Bahasa Batak Simalungun Jumlah (%) 11 (70,00%)

responden

4 (30,00%) responden 15 (100,00%) responden

Demikian dapat dikatakan bahwa pada kelompok dewasa pada semua ranah telah terjadi bilingual atau multilingual pada masyarakat tersebut. Dalam hal ini, kelompok responden dewasa sebanyak 11 (70,00%) responden yang menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan sesama penduduk lainnya di semua ranah dari 15 responden, sedangkan 4 (30,00%) responden yang menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa Batak Simalungun. Dikatakan demikian, karena bahasa pertama (B1) para responden adalah bahasa daerah, sedangkan pada penggunaan di semua ranah para responden dewasa menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa kedua (B2) lebih dominan daripada bahasa pertama (B1). Hal inilah yang dapat dikatakan sebagai bilingual atau multilingual.

4.4 Penggunaan Bahasa Batak Simalungun Pada Kelompok Orang tua. Pembahasan tentang penggunaan bahasa pada kelompok orang tua ini terdiri atas 15 responden. Pada kelompok orang tua, ada beberapa ranah yang tidak dijumpai yakni ranah pendidikan. Mengapa? Karena para responden tidak bersekolah, melainkan bekerja dan berkeluarga. Ranah yang dijumpai terdiri atas ranah keluarga, pergaulan dan pekerjan. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:


(53)

1. Ranah Keluarga.

Pengolahan data pada kelompok orang tua adalah bahasa apa yang digunakan kepada suami/isteri, anak di rumah, dan jawaban dari para responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 31. Orang tua jika berbicara dengan suami/isteri di rumah (N=15). Peristiwa

Bahasa

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan suami/isteri

4 (26,67%) 11 (73,33%) 15 (100,00%)

Jawaban para responden pada kelompok orang tua adalah 4 (26,67%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 11 (73,33%) responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun. dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok orang tua ketika berbicara dengan suami/isteri lebih dominan menggunakan bahasa daerah mereka yaitu bahasa Batak Simalungun

Tabel 32. Orang tua jika berbicara dengan anak di rumah (N=15). Peristiwa Bahasa Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan anak di rumah

12 (80,00%) 3 (20,00%) 15 (100,00%)

Jawaban dari para responden adalah 12 (80,00%) respondn yang menggunakan bahasa Indonesia, dan 3 (20,00%) responden menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok orang tua lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia kepada anaknya daripada menggunakan bahasa daerahnya.


(54)

Pada ranah keluarga kumulatif prsentase yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 26,67% + 80,00% = 106,67% : 2 = 53.35 % atau 8 responden, dan responden yang menggunakan bahasa Daerah adalah : 73,33% + 20,00% = 93,33% : 2 = 46,65% atau 7 responden. Hal ini menunjukkan bahwa pada ranah keluarga kelompok orang tua lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia walaupun berbanding sedikit dengan responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun.

2. Ranah Pergaulan.

Pada ranah pergaulan, data yang diolah untuk kelompok orang tua adalah bahasa apa yang digunakan kepada teman sesuku jika dalam keadaan bercakap-cakap santai, marah-marah, bersendau gurau dan berdiskusi. Jawaban dari para responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 33. Orang tua jika bercakap-cakap santai dengan teman sesuku di rumah (N=15).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Bercakap-cakap santai dengan teman sesuku

5 (33,33%) 10 (66,67%) 15 (100,00%)

Jawaban dari para responden adalah 5 (33,33%) responden menggunakan bahasa Indonesia dan 10 (66,67%) responden menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok orang tua yang menggunakan bahasa Batak Simalungun lebih dominan daripada bahasa Indonesia ketika bercakap-cakap santai dengan teman sesukunya.


(55)

Tabel 32. Orang tua jika marah-marah dengan teman sesuku di rumah (N=15).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Marah dengan teman sesuku

4 (26,67%) 11 (73,33%) 15 (100,00%)

Jawaban dari para responden adalah 4 (26,67%) responden yang menggunakan bahasa Indonesia dan 11 (73,33%) responden menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalm hal ini, dari 15 responden pada kelompok orang tua lebih domian menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa Batak Simalungun daripada bahasa Indonesia ketika keadaan marah dengan teman sesuku.

Tabel 33. Orang tua jika bersenda gurau dengan teman sesuku di rumah (N=15).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Bersenda gurau dengan teman sesuku

4 (26,67%) 11 (73,33%) 15 (100,00%)

Jawaban para responden adalah 4 (26,67%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 11 (73,33%) responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok orang tua ketika bersenda gurau dengan teman sesuku lebih dominan menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa Batak Simalungun daripada bahasa Indonesia.


(56)

Tabel 34. Orang tua jika berdiskusi dengan temn sesuku di rumah (N=15). Peristiwa Bahasa Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berdiskusi dengan teman sesuku

4 (26,67%) 11 (73,33%) 15 (100,00%)

Jawaban para responden adalah 4 (26,67%) responden menggunakan bahasa Indonesia responden, dan 11 (70,00%) responden menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 15 responden pada kelompok orang tua ketika berdiskusi dengan teman sesuku lebih dominan menggunakan bahasadaerahnya yaitu bahasa Batak Simalungun daripada menggunakan bahasa Indonesia.

Pada ranah pergaulan kumulatif presentase pada kelompok orang tua yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 33,33% + 26,67% + 26,67% + 26,67% = 113,34% : 4 = 28,35% atau 4 responden dan para responden yang selalu menggunakan bahasa Daerah adalah: 66,67% + 73,33% + 73,33% + 73,33% = 286,66% : 4 = 71,65% atau 11 responden. Hal ini menunjukkan bahwa pada ranah pergaulan kelompok orang tua lebih dominan bahasa daerah yaitu bahasa Batak Simalungun daripada menggunakan bahasa Indonesia.

3. Ranah Pekerjaan.

Pada ranah pekerjaan, para responden kelompok orang tua yang bekerja sebanyak 10 responden dari 15 responden, dimana para responden ada yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Untuk mengetahui jawaban para responden, data yang diolah adalah bahasa apa yang digunakan kepada teman sesuku jika dalam


(57)

lingkungan pekerjaan dan bahasa apa yang digunakan kepada teman yang bukan sesuku dalam lingkungan pekerjaan. Berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 35. Orang tua jika berbicara dengan teman sesuku di lingkungan pekerjaan (N=10).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan teman sesuku di lingkungan

pekerjaan

6 (60,00%) 4 (40,00%) 10 (100,00)

Jawaban para responden adalah 6 (60,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia, dan 4 (40,00%) responden menggunakan bahasa Batak Simalungun. Dalam hal ini, dari 10 responden pada kelompok orang tua ketika berbicara dengan teman sesuku di lingkungan pekerjaan lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerahnya yaitu Batak Simalungun.

Tabel 36. Orang tua jika berbicara dengan teman yang bukan sesuku di lingkungan pekerjaan (N=10).

Peristiwa Bahasa Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Simalungun

Jumlah (%)

Berbicara dengan teman yang bukan sesuku

10 (100,00%) --- 10 (100,00%)

Jawaban dari para responden adalah 10 (100,00%) responden menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, dari 10 responden pada kelompok orang tua ketika berbicara dengan teman yang bukan sesuku di lingkungan


(58)

pekerjaan hanya menggunakan bahasa Indonesia saja, responden tidak menggunakan bahasa daerah mereka ketika berada di lingkungan pekerjaan dengan teman yang bukan sesuku.

Pada ranah pekerjaan kumulatif presentase kelompok orang tua yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 60,00% + 160,00% = 160,00% : 2 = 80,00% atau 8 responden, dan responden yang menggunakan bahasa Batak Simalungun adalah: 40,00% : 2 = 20,00% atau 2 responden. Hal ini menunjukkan bahwa pada ranah pekerjaan kelompok orang tua lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia daripada menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa Batak Simalungun.

Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah rata-rata serta presentase yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Simalungun di semua ranah pada kelompok orang tua bisa dicari dengan menjumlah seluruh presentase penggunaan bahasa dibagi banyaknya ranah. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

X = x/n Ket: X = rata-rata

x = jumlah seluruh presentase pada semu ranah n = banyaknya ranah.

Maka, jumlah presentase dan responden yang menggunakan bahasa Indonesia adalah: 53,35% + 28,35% + 80,00% = 161,7% : 3 = 53,90% responden. Jadi jumlah rata-rata responden yang menggunakan bahasa Indonesia adalah 53,90% dari 10 responden = 6 responden.

Kemudian jumlah presentase dan responden menggunakan bahasa Batak Simalungun adalah: 46,65% + 71,65% + 20,00% = 138,3% : 3 = 46,1%. Jadi


(1)

„kak, kalau mau perawatan wajah gimana?‟ P2 : laho perawatan wajah apa?

„mau perawatan wajah apa?‟ P1 : memutihkan wajah ma ka. „memutihkan wajah lah ka‟

Tuturan wacana percakapan (12) di atas kalimat-kalimat bahasa Batak Simalungun yang di dalamnya terdapat bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Oleh karena itu jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah campur kode mengacu pada digunakannya serpihan-serpihan bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa tertentu; sedangkan interferensi mengacu pada adanya penyeimbangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis di atas, beberapa hal yang menarik dapat disimpulkan seperti berikut:

1. Masyarakat Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah komunitas multingual yang menguasai tiga bahasa yaitu bahasa Batak Simalungun, Batak Toba, dan Indonesia.

2. Bahasa Batak Simalungun, Batak Toba dan bahasa Indonesia digunakan pada ranah yang penulis observasi, yakni ranah keluarga, pekerjaan dan pergaulan. Sementara itu, bahasa Indonesia cenderung digunakan dalam ranah pendidikan yang cenderung formal.

3. Peristiwa tutur yang terjadi di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah campur kode, alih kode dan interferensi.

4. Sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun tidak menunjukkan adanya pergeseran bahasa dalam komunitas multilingual.

Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas maka dapat dikatakan bahwa sikap berbahasa masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun relatif stabil karena tidak menunjukkan adanya kompetisi antar bahasa.


(3)

5.2 Saran

Penelitian ini hanyalah penelitian sederhana atau penelitian kecil tentang Sikap Berbahasa masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Keamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: Kajian Sosiolinguistik, tentang penggunaan bahasa Batak Simalungun, Batak Toba, dan bahasa Indonesia oleh masyarakat Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun dan penulis juga mengkaji campur kode, alih kode dan interferensi pada masyarakat yang menyertai penggunaan bahasanya.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang positif pada semua ranah yaitu keluarga, pekerjaaan, pergaulan dan pendidikan. Dengan terjadinya multilingual pada semua kelompok, tidak menutup kemungkinan bahwa bahasa pertama akan hilang atau tidak pernah dipakai lagi karena adanya pengaruh dari bahasa kedua yang menunjukkan bahasa yang lebih dominan. Jika hal itu tersebut terjadi, maka harus diperlukannya suatu pemertahanan bahasa agar bahasa pertama atau bahasa ibu tidak akan hilang karena adanya pengaruh bahasa lainnya. Oleh karena itu hal-hal yang perlu dilakukan adalah suatu pemertahanan bahasa pertama (B1) dan perlu melibatkan unsur-unsur pemerintahan, organisasi keagamaan dan lain-lain demi kelangsungan bahasa daerah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Edmud A. 1974. „Sosiolinguistik‟ dalam Sumarsono dan Partana Paina (Ed) 2002.

Aslinda, Syafyahya Leni, 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Rafika Aditama.

Bram dan Dickey, Norma H. (ed 1986:146) Sosiolinguistik; Memahami Bahasa

Dalam Konteks dan Kebundayaan dalam Ohoiwutun Paul 2007:9. Jakarta.

Chaer, A. & Agustina, L. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

______1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Ditmar, Norbert. 2002. “Sosiolinguistik” dalam Sumarsono dan Partana Paina (Ed) 2002.

Fishman, J.A. 1972. The Sosiology of Language. Massachusetts: Newbury House Publisher.

_____ 1971. “National Language and Languages of Wider Communication” dalam W.H Whitley (ed), Language Use and Social Change. OUP. London.

Juni, 2013. Judul Skripsi “Situasi Kedwibahasaan Masyarakat di Kecamatan Percut Sei Tuan”. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Katubi, 2003. Judul Makalah “Sikap Bahasa Penutur Jati Lampung dalam Masyarakat Multilingual”. Lampung dan Sumatera Selatan : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB)-LIPI

Kridaklasana, Harimurti. 1982. “Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Standar Pengajaran Bahasa dan Sastra”. Th. I, No. 3:7-14.


(5)

______1978. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Kentjono ,Djoko. 1982. “Sosiolinguistik perkenalan awal” dalam buku Abdul Chaer dan Leoni Agustina (2004) .

Lyons, Jhon. 1993. “Bahasa Indonesia Sebagai Mata Kuliah Dasar Umum”. dalam Pateda dan Yenni (Ed) 1993.

Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan, Strategi, Metode dan

Tekniknya). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Murni, Dewi dan Riauwati. 2012. Judul Skripsi “Penggunaan Bahasa Oleh Masyarakat Multilingual di Kelurahan Senggarang Provinsi Kepulauan

Riau”. RIAU : Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Mutmainah, Dewi. 2014. Tesis dalam Judul “Multilingualisme Naskah Lama Kitab Mikraj Nabi”: Sebuah Kajian Sosiolinguistik. Surabaya : Under Graduate Airlangga University.

Nababan, P.W.J 1993. Sosiolinguistik; Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nawawi dan Hadari Martini. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

______ 1991. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik; Memahami Bahasa Dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta-Indonesia.

Sudaryanto. 1992. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University.


(6)

Sumarsono dan Partana Paina. 2002. Sosiolinguitik. Yogyakarta: SABDA dan Pustaka Pelajar.

Wenreich, U. 1953. „Sosiolinguisti ;Memahami Bahasa dalam Konteks Mayarakat Dan Kebudayaan‟ dalam Paul Ohoiwutun (2007).

Yuliawati, Susi. 2008. Judul Sripsi “Situasi Kebahasaan di Wilayah

Pangandaran; Suatu Kajian Sosiolinguistik”. Bandung: Universitas