3 Severe lebih dari 100 kelebihan berat badan. Obesitas juga didefinisikan berdasarkan Body Mass Index BMI, yang dihitung
berdasarkan kuadrat dari berat badan kgtinggi badan m2. Dari perhitungan ini individu dikategorikan:
1 memiliki berat badan normal jika memiliki nilai BMI: 20-24,9. 2 obesitas tingkat 1 jika nilai BMI: 25-29,9.
3 obesitas tingkat 2 jika nilai BMI: 30-39,9. 4 obesitas tingkat 3 jika nilai BMI: 40 ke atas.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran BMI ini adalah, kategori BMI tidak dapat diterapkan pada individu yang sedang dalam masa pertumbuhan anak-anak, wanita hamil, atlet
berotot.
2.2. Eating Behavior Perilaku makan
Selama tahun 1960-an dan 1970-an, teori tentang perilaku makan menekankan peran asupan makanan dalam memprediksi berat badan. Penelitian terdahulu mengenai obesitas
didasari oleh asumsi bahwa obesitas makan dengan cara yang berbeda dan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan individu yang memiliki berat badan normal Ferster et al., 1962, dalam
Odgen 1996. Perkembangan pendekatan terhadap perilaku makan menekankan pada pentingnya belajar dan pengalaman dan fokus pada perkembangan preferensi makanan pada masa kanak-
kanak. Penelitian Davis 1928, 1939, dalam Odgen, 1996 dalam studinya pada bayi dan anak- anak untuk menguji respon anak-anak terhadap diet yang dipilihnya sendiri, menemukan bahwa
anak-anak mampu memilih diet yang konsisten dengan pertumbuhan dan kesehatan, dan bebas dari masalah-masalah pemberian makanan.
2.3. Social Learning Belajar sosial
Belajar sosial menggambarkan akibat dari mengobservasi perilaku orang lain yang
terkadang berkaitan dengan modelling atau „observational learning’. Studi awal mengeksplorasi
tentang dampak dari sugesti sosial pada perilaku makan anak dan mengarahkan anak untuk mengobservasi dari sekumpulan model peran membuat anak-anak memiliki pola makan yang
berbeda-beda Duncker, 1938, dalam Odgen, 2004. Model yang dipilih adalah anak lain, orang dewasa yang tidak dikenal dan seorang pahlawan fiksi fictional hero. Hasilnya menunjukkan
perubahan yang lebih besar pada preferensi makanan pada anak-anak jika model adalah anak yang lebih besar, seorang teman atau fictional hero. Orang dewasa yang tidak dikenal tidak
memiliki dampak pada preferensi makanan. Pada studi lainnya, peer modelling digunakan untuk mengubah preferensi anak-anak tentang sayur Birch, 1980, dalam Odgen, 2004.
Sikap orang tua terhadap makanan dan perilaku makan adalah sesuatu yang utama dalam proses belajar sosial. Wardle, 1995 dalam Odgen, 2004 menyatakan bahwa sikap orangtua
secara jelas mempengaruhi anak secara tidak langsung melalui pembelian makanan dan penyediaan makanan di rumah; mempengaruhi kebiasaan dan preferensi anak. Beberapa bukti
mengindikasikan pada orang tua yang mempengaruhi perilaku makan anak mereka. Sebagai contoh, Klesges,et al, 1991 dalam Odgen, 2004 menemukan bahwa anak-anak memilih
makanan yang berbeda ketika mereka diamati orangtua mereka dibandingkan dengan ketika mereka tidak diamati. Selain itu, Contento,et al.,1993 dalam Odgen, 2004 menemukan
hubungan antara motivasi kesehatan ibu dan kualitas diet anak-anak. Perilaku dan sikap anak menjadi pusat dari proses belajar sosial dengan penemuan penting bahwa ada asosiasi positif
antara orang tua dan diet anak-anak. Lowe et al. 1998 dalam Odgen, 2004 menyatakan bahwa preferensi makanan dapat
ditingkatkan dengan menawarkan reward pada konsumsi makanan target, sepanjang konteks simbolik dari reward adalah positif, dan tidak mengindikasikan bahwa memakan makanan target
adalah aktivit as yang bernilai rendah. Sepanjang anak tidak berpikir bahwa „saya ditawarkan
suatu reward untuk memakanan sayuran saya‟, disamping sayur menjadi hal negatif kemudian
rewards dapat diberikan.
2.4. Modelling