MODEL E-LEADERSHIP SMK SWASTA KOTA BANDARLAMPUNG (STUDI KOMPARATIF PADA GURU SMK SWASTA YANG SENJANG SECARA DIGITAL DI KOTA BANDARLAMPUNG)

(1)

Abstrak

MODEL

E-LEADERSHIP

SMK SWASTA KOTA BANDARLAMPUNG

(STUDI KOMPARATIF PADA GURU SMK SWASTA YANG SENJANG

SECARA DIGITAL DI KOTA BANDARLAMPUNG)

Oleh

Jerry Pratama

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengungkapkan model e-leadership SMK swasta di Kota Bandarlampung, 2. Mengetahui perbedaan model e-leadership SMK swasta di Kota Bandarlampung yang senjang secara digital. Penelitian ini menggunakan teori Chin dan Chang (2008) dan mengunakan metode penelitian survey dengan tipe penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak dan jumlah unit analisis sampel dengan proporsional sampel adalah 119 guru. Hasil uji-t menunjukan ada perbedaan e-leadership

kepala sekolah SMK swasta yang senjang secara digital. Dimana t hitung (128,360) > t tabel (1,65) maka Ho ditolak. Penelitian ini didasari oleh persepsi guru terhadap kepala sekolah mereka. Hal yang penting agar terciptanya kepemimpinan teknologi, bahwa kepala sekolah harus memiliki komunikasi antarpribadi yang baik. Model pada penelitian ini menggunakan diagram batang untuk menunjukkan perbedaan nilainya pada setiap dimensi kepemimpinan teknologi.


(2)

Abstract

E-LEADERSHIP MODEL OF SMK SWASTA IN BANDARLAMPUNG

(COMPARATIVE STUDY AT SMK SWASTA WHO ARE DIGITAL DIVIDE

IN BANDARLAMPUNG)

By Jerry Pratama

The purpose of this research are: 1. To reveal e-leadership model of SMK swasta in Bandarlampung, 2. To know the difference e-leadership model of SMK swasta who are digital divide in Bandarlampung. This research uses the theory of Chin and Chang (2008) and survey research method with quantitative research type. The sampling technique was done randomly and the number of unit of analysys with a proportional sample was 119 teachers. The results of t-test showed the difference e-leadership of principal SMK swasta who are digital divide. When t-value is bigger than t-table (128,360>1,65), therefore Ho is rejected. This research is based on teachers perceptions of their principal. The most important thing for creation of e-leadership, the principal must have good communication interpersonal. Model in this research using a bar chart to show the difference in scores on each dimension of e-leadership.


(3)

MODEL E-LEADERSHIP SMK SWASTA KOTA BANDARLAMPUNG (Studi Komparatif pada Guru SMK Swasta yang Senjang Secara Digital di Kota

Bandarlampung)

Oleh

JERRY PRATAMA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 1 Mei 1993, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari Bapak Zainal Abidin (Alm.) dan Ibu Choiriah.

Pendidikan yang penulis tempuh adalah Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Bumi Waras, Bandarlampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 18 Bandarlampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Taman Siswa Teluk Betung pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Unila melalui jalur MANDIRI. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah komputer bisnis, sering mengikuti survey sosial kemasyarakatan lembaga survey, enumerator quick count lembaga survey untuk kepala daerah, beberapa kali sebagai enumerator dan penguji data hasil lapangan dalam penelitian dosen, dan aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Komunikasi sebagai anggota Public Relations. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Januari 2013 di Desa Way Tuba, Kecamatan Way Tuba Kab. Way Kanan.


(8)

MOTTO

Kita memang bukanlah manusia yang paling baik di dunia. Tapi belajarlah untuk memperbaiki diri, agar menjadi

pribadi yang lebih baik. Karena manusia ditakdirkan untuk selalu belajar dari setiap kesalahan.


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupanjatkan kehadirat Allah S.W.T, sholawat dan salam tercurahkan kehadirat Nabi besar Muhammad S.A.W atas segala cinta kasih, nikmat serta berkah-Nya kepadaku dan keluargaku yang hingga saat ini kami masih diberi kesehatan, serta kelancaran dalam menyelesaikan karya ini. Segala puji hanya untuk Allah S.W.T, kupersembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang kukasihi serta mengasihiku :

 Bapak Zainal Abidin (Alm), walaupun sudah 16 tahun engkau tinggalkan kami, hasil karyaku ini tetap kupersembahkan untuk mu.

 Ibu Choiriah, seorang ibu yang begitu tidak pernah lelah menasehati dan memberikan ku do’a agar anaknya berhasil dan terima kasih untuk kasih dan sayangnya kepadaku.

 Kakakku tercinta, Ayoe Marchelia yang selalu tidak ingin melihat adik tercintanya ini jatuh. Terima kasih atas perhatianmu selama ini pula.

 Teman-teman, yang selalu memberikan doa, dukungan serta motivasinya dan selama 4 tahun telah mengisi suka duka bersama.

Dan


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Model E-leadership SMK Swasta Kota Bandarlampung (Studi Komparatif Pada Guru SMK Swasta yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung)” adalah salah satu syarat upaya untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si, selaku Ketua Penguji serta Pembimbing Utama atas kesediannya memberikan bimbingan, saran, kritik dan waktunya yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos.,MComn&MediaSt, selaku Dosen Pembahas atas kesediannya memberikan bimbingan, saran, kritik dan waktunya yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(11)

menjalani proses kehidupan.

6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu, saran dan pelajaran yang sangat bermanfaat bagi penulis selama di bangku kuliah.

7. Bapak dan ibu Staf Administrasi Fisip Unila Mas Agus, Pak Jauhari, Mas Tur, Bang Rahman, Kak Pras, Mas Edi, Mas Hendro, Mas Ferdian, Mba vivi. 8. d’backpacker Elmi, Rudi, Yie, Intan, Iin, Dwi, Eka, Hapip, Rifky, Riyan,

bersama kalian suka cita kita lalui besama saling bantu membantu ketika kesulitan.

9. Seluruh kawan-kawan Ilmu Komunikasi 2010, lainnya yang belum tersebut kalian juga memiliki cerita dan kenangan tersendiri bagi penulis.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

BandarLampung, Juli 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

JUDUL DALAM ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 7

B. Tinjauan Tentang Leadership ... 8

1. Pengertian Leadership ... 8

2. Unsur-Unsur dalam Kepemimpinan ... 9

3. Faktor yang Menentukan Seseorang Menjadi Pemimpin ... 11

4. Fungsi Kepemimpinan ... 12

C. Tinjauan Tentang e-Leadership ... 13

1. Pengertian e-Leadership ... 13

2. Peran e-Leadership ... 15

D. Tinjauan Tentang Proses Adopsi Suatu Inovasi ... 16

1. Pengertian Inovasi ... 16

2. Karakteristik yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi ... 16

3. Tahap-tahap Proses Keputusan Inovasi ... 18

4. Jenis-jenis Pengadopsi ... 19

E. Tinjauan Tentang Komunikasi Inovasi ... 20

1. Komunikasi Inovasi dalam Bidang TIK ... 21


(13)

I. Hipotesis ... 32

III. METODE PENELETIAN A. Tipe Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Definisi Konsep ... 34

D. Definisi Operasional ... 35

E. Populasi dan Sampel ... 36

1. Populasi ... 36

2. Sampel ... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G. Teknik Pengolahan Data ... 42

H. Teknik Pemberian Skor ... 42

I. Teknik Pengujian Instrumen ... 43

1. Uji Validitas ... 43

2. Uji Reliabilitas ... 44

J. Teknik Analisa Data ... 45

IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum SMK swasta di Bandarlampung ... 46

B. Profil Sampel Sekolah dalam Penelitian ... 47

1. Profil SMK 2 Mei Bandarlampung ... 47

2. Profil SMK Arjuna Bandarlampung ... 51

3. Profil SMK Dharmapala Panjang ... 53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 55

1. Uji Validitas ... 55

2. Uji Reliabilitas ... 56

3. Menentukan Besar Responden Sampel Penelitian ... 56

4. Uji Normalitas ... 58

5. Analisis Jawaban Responden ... 59

6. Pengujian Hipotesis ... 89

B. Pembahasan ... 90

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 97

B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

halaman

1. Penelitian Terdahulu ... 8

2. Hasil Sensus dan Observasi berdasarkan Keadaan Koneksitas ... 38

3. Ukuran Kemantapan Alpha ... 45

4. Pengelompokkan Guru SMK 2 Mei ... 50

5. Pengelompokkan Guru SMK Arjuna ... 52

6. Pengelompokkan Guru SMK Dharmapala... 54

7. Hasil Validitas Angket. ... 55

8. Jumlah Guru di 3 SMK Diteliti ... 56

9. jumlah Guru yang Dijadikan Sampel di 3 SMK Swasta Secara proporsional ... 58

10. Hasil Normalitas ... 59

11. Pentingnya Mempunyai Visi Komputer dan Internet Untuk Kemajuan Sekolah ... 60

12. Sekolah Punya Tim Komputer yang Bertanggung Jawab Pada Perawatan Komputer dan Internet Sekolah ... 61

13. Pemimpin Sangat Mendukung Keberadaan Komputer dan Internet di Sekolah. ... 63

14. Implementasi TIK di Sekolah Selalu dipantau Perkembangannya. ... 65

15. Administrasi Sekolah Telah Dikelola Dengan Komputer Sehingga Lebih Efisien. ... 66

16. Guru Maupun Staf Administrasi di Sekolah Selalu didorong Untuk Mengikuti Pelatihan-Pelatihan Komputer dan Internet ... 68

17. Sekolah Telah Menyediakan Sarana Laboratorium Komputer yang Memadai dan Cukup Untuk Pembelajaran ... 69

18. Sekolah Menyediakan Sarana Komputer Untuk Guru dan Staf Administrasi ... 71

19. Sekolah Menyediakan Akses Internet Untuk Guru dan Administrasi ... 73

20. Sekolah Menyediakan Akses Internet Secara Bebas Untuk Semua Warga Sekolah ... 74

21. Evaluasi Kinerja Guru dan Staf Telah Memasukkan Unsur Teknologi dalam Penilaiannya ... 76

22. Pemimpin Sekolah Selalu Menyampaikan Kepeduliannya Terhadap Kebutuhan Komputer dan Internet di Sekolah ... 78


(15)

23. Pemimpin Sekolah Selalu Sabar dan Mendorong Secara

Positif pada Penggunaan Komputer dan Internet di Sekolah ... 79

24. Pemimpin Sekolah Selalu Mendorong Guru Untuk Meningkatkan Profesionalitas Keterampilan Komputer dan Internet ... 81

25. Ketika Guru Kesulitan Dalam Menggunakan Komputer dan Internet, Sekolah Telah Menyiapkan Tim Untuk Membantu... 83

26. Pemimpin Sekolah Selalu Menyediakan Waktu Konsultasi Penggunaan Komputer dan Internet di Sekolah ... 84

27.Pemimpin Sekolah Selalu Mendorong Guru dan Staf Untuk Mengembangkan Profesionalitas Dengan Penguasaan Komputer ... 86

28.Sekolah Telah Memiliki Prosedur Mengevaluasi Efektivitas Laboraturium Komputer dan Internet ... 88

29.Pengujian Hipotesis ... 89

30.Kriteria dan Pengategorian Sekolah ... 91


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tidak dapat disangkal bahwa kehidupan selama beberapa dasawarsa belakangan ini ditandai oleh perubahan besar yang berpangkal dari kemajuan teknologi komunikasi. Bentuk kemajuan teknologi komunikasi yang paling mutakhir adalah berkembangnya internet dengan segala fasilitas dan kemudahan yang ditawarkan. Di sini berarti untuk hal perangkat atau device sudah terpenuhi kemudahan dan pembaruan teknologi yang dihadirkan (inovasi), selanjutnya tinggal bagaimanakah manusianya memiliki kemampuan untuk menggunakan teknologi dan inovasi tersebut agar dapat bersaing dengan Negara-negara maju yang notabene telah menggunakan teknologi di segala bidang. Menurut Nurhaida, dkk (2013) merujuk ke laporan United Nations Development Program (UNDP) 2013 bahwa Indeks Pengembangan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat 121 dari 187 negara. Di lingkup ASEAN, Indonesia berada di peringkat 6 dari 10 negara. Bila disimak lebih jauh, indeks pendidikan Indonesia berada di urutan 7 dari 10 negara ASEAN dan indeks daya saing (competitive index) berada di


(17)

Selanjutnya, Nurhaida, dkk (2013) mengungkapkan, dalam rangka mengejar ketertinggalan tersebut dan meningkatkan daya saing bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Kemendikbud) telah memprogramkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam sistem pendidikan. TIK selain menjadi pelajaran wajib di sekolah, juga sebagai wahana transformasi pendidikan modern dengan mengintegrasikan TIK pada sistem sekolah. Komputer, internet, printer, LCD, telephone, TV dan teknologi informasi lainnya adalah sarana pembelajaraan dan manajemen yang harus disediakan. Di sisi lain Sumber Daya Manusia (SDM) seperti guru, staf administrasi, tenaga teknik harus terampil TIK dan mempunyai persepsi positif untuk bekerja dalam budaya baru, yaitu budaya pendidikan berbasis TIK.

Menurut Zulkarimen Nasution (2012) kemajuan yang luar biasa dalam TIK tersebut telah mendorong perubahan ekonomi dan sosial yang mengubah bentuk bisnis dan masyrakat. Singkatnya, mereka yang memiliki akses internet semakin berdaya kuasa, mereka yang tidak justru semakin tertinggal. Kondisi ini menurut para teknolog dinamakan kesenjangan digital (digital divide).

Data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Kemendikbud bahwa program Indonesia Digital School (Indischool) menyebutkan kurang lebih 18.000 sekolah atau lembaga pendidikan mulai SD hingga perguruan tinggi di Indonesia telah terkoneksi akses internet. Dari segi geografis wilayah yang berbeda antara kota dan desa, apabila masih terdapat wilayah yang belum memiliki fasilitas jaringan internet maka akan mengalami kensenjangan digital antarwilayah. Terlebih lagi bagi wilayah yang letak geografisnya masih di dalam


(18)

3

satu kota, masih memungkinkannya terjadi kesenjangan digital antarsekolah. Hal ini dapat dilihat dari SDM dan fasilitas infrastruktur kegiatan TIK di sekolah. Sementara sarana laboratorium komputer sebagai sarana membangun kompetensi TIK juga faktanya sama. Menurut Nurhaida, dkk (2011) menemukan bahwa 43% SLTA yang ada di Kota Bandarlampung yang nota bene adalah ibu kota provinsi memiliki komputer kurang dari 10 unit, padahal siswa yang harus dilayani lebih dari 40 siswa. Demikian juga sekolah SLTA negeri, yang mempunyai sumber finansial yang sama namun faktanya keadaan laboratorium dan implementasi TIK dalam sistem sekolahnya sangat beragam. Padahal program percepatan pembangunan nasional tahun 2010 (Inpres No.1 Tahun 2010) target penerapan sistem sekolah berbasis TIK yaitu 40% SLTA dan 20% SLTP.

TIK utamanya internet sebagai suatu inovasi yang diimplementasikan ke dalam suatu sistem sekolah, merupakan suatu keputusan yang dilakukan oleh birokrasi (bersifat topdown). Beberapa situasi adakalanya inovasi memang sesuai dan dibutuhkan oleh anggota organisasi, namun sering juga tidak dikehendaki (unfavorable). Dalam kondisi demikian sering pengadopsian tidak sesuai dengan inovasi. Fokus karakteristik difusi inovasi terdapat tiga, yaitu siswa dan guru, sekolah dan sistem pendidikannya.

Nurhaida, dkk (2012) bahwa adopsi inovasi di sekolah dilihat dari siswa sebagai unit analisis adalah output inovasi, sementara guru sebagai aktor pelaksana menjadi indikator perubahan. Sedangkan perubahan sistem sangat tergantung pada manajemen suatu sekolah, karena itu dalam kaitannya dengan adopsi TIK, bahwa kepala sekolah memegang peranan sangat penting dalam mendorong dan


(19)

mengomunikasikan implementasi teknologi TIK di sekolah. Bahkan ditandaskan lagi bahwa kepala sekolah justru merupakan fasilitator perubahan tersebut. Menurut Shen dalam Chang, I.-H., Chin, J. M., & Hsu, C.-M, (2008) pengembangan teknologi secara historis difasilitasi peradaban manusia yang progresif, lingkungan hidup ditingkatkan dan meningkatkan kesejahteraan manusia

TIK sebagai alat belajar yang penting dalam kehidupan sehari-hari siswa. Pemanfaatan teknologi informasi sekolah ini dirancang untuk membantu siswa dan meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, mengembangkan siswa melek teknologi menjadi semakin penting. Menurut Scott, 2005 dalam Chang, I.-H., Chin, J. M., & Hsu, C.-M, (2008) kepala sekolah harus memiliki dasar keterampilan teknologi informasi untuk mendukung staf dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan era informasi. Menurut Tan, S.C., & Ong, K.K. A, (2011) mengemukakan peran e-leadership kepala sekolah dan menyimpulkan bahwa e-leadership merupakan prediktor yang kuat dalam menentukan tingkat penggunaan teknologi di sekolahnya. Di mana peran utama telah bergeser dari fokus manajemen ke lingkup yang lebih luas, yaitu siswa dalam praktik belajar. Mencerminkan visi pembangunan, fasilitas dan mendukung kepemimpinan untuk menciptakan perubahan pendidikan yang berkualitas.

Teknologi baru yang berkaitan dengan standar dan indikator kinerja untuk administrasi pun telah dikembangkan dan teknologi pelaku peran kepemimpinan telah meluas sebagai sarana untuk memperbaiki kinerja dan mendukung integrasi teknologi yang efektif di sekolah. Teknologi dapat mendukung kurikulum dan


(20)

5

instruksional agar berjalan dengan baik dalam proses belajar mengajar. Menciptakan suasana efektif dalam proses belajar dan e-leadership dapat menjadi kunci bagi reformasi pendidikan yang berhasil atau inovatif. Untuk menggunakan teknologi, dibutuhkan juga literasi kepemimpinan tentang teknologi, dengan memanfaatkan tenaga ajar di setiap sekolah.

Selaras dengan fakta bahwa terdapat kesenjangan digital di antara SLTA di Kota Bandarlampung. Maka perlu diketahui bagaimana e-leadership kepala sekolah sebagai top manager pada sekolah yang implementasi TIKnya baik dan sekolah yang belum sepenuhnya mengimplementasikan TIK. Dengan cara itu dapat diketahui model e-leadership yang tepat dalam mendorong adopsi TIK. e-Leadership ini dapat diukur dari persepsi guru yang mempunyai pengalaman langsung berinteraksi sebagai pelaksana implementasi TIK di sekolah.

Data yang diperoleh dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan dengan halaman website (datapokok.ditpsmk.net) SMK swasta, Kota Bandarlampung memiliki 36 SMK swasta yang berbeda kemampuan teknologi dan koneksi ke internet. Ada sekolah yang telah terkoneksi dengan baik ke dalam laboratorium dan kelas belajar, ada yang hanya terkoneksi dalam laboratorium saja. Bahkan tidak terkoneksi sama sekali dengan internet baik laboratorium maupun kelasnya. Keadaan ini menunjukan kesenjangan digital dikarenakan punya dan tidak punya akses internet. Apakah faktor ini juga dapat dipengaruhi oleh model e-leadership di masing-masing sekolah.


(21)

B.Rumusan Masalah

Secara rinci masalah yang akan diungkapkan melalui penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah model e-leadership SMK swasta di Kota Bandarlampung? 2. Apakah ada perbedaan model e-leadership pada SMK swasta di Kota

Bandarlampung yang senjang secara digital?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengungkapkan model e-leadership SMK swasta di Kota Bandarlampung. 2. Mengetahui perbedaan model e-leadership SMK swasta di Kota

Bandarlampung yang senjang secara digital.

D.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini yaitu:

1. Secara teoretis penemuan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan Ilmu Komunikasi di bidang komunikasi pembangunan, khususnya komunikasi inovasi di bidang TIK.

2. Secara praktis penemuan model e-leadership kepala sekolah di SMK swasta ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemegang kebijakan dalam merancang strategi mentransformasi pendidikan modern melalui e-education, yaitu bagi Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi dan khususnya Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Penelitian Terdahulu

Peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai bahan perbandingan guna mempermudah peneliti dalam mendapatkan informasi seputar penerimaan dan pengimplementasian suatu teknologi inovasi di sekolah. Perubahan sistem sangat tergantung pada manajemen suatu sekolah. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan adopsi TIK, kepala sekolah memegang peranan sangat penting dalam mendorong dan mengomunikasikan implementasi TIK di sekolah. Guru, sebagai pengajar apakah terbiasa mengajarkan siswa dengan menggunakan teknologi inovasi seperti komputer dan internet di sekolah atau tidak.

Menurut Masyhuri dan Zainuddin (2008: 100) seorang peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya.


(23)

Berikut merupakan penelitian terdahulu mengenai e-leadership : Tabel 1. Penelitian Terdahulu.

No. Judul Peneliti Metode Hasil Kritik

Persepsi guru terhadap kepemimpinan teknologi ( E-leadership) (Studi pada SMK negeri di

Bandarlampung yang senjang secara digital)

Eka Yuda Gunawibawa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi. Universitas Lampung. 2012 Deskriptif Kuantitatif Dalam penelitian ini, bahwa jenis kelamin dan bidang studi tidak berpengaruh pada persepsi eLeadership -sekolah dan persepsi sebagai sebuah tanggapan yang menyatakan dan penilaian tidak mempengaruhi kesenjangan digital sekolah terhadap persepsi para guru mengenai -e-Leadership. Peneliti sering tidak memasukkan sumber pustaka, mungkin terjadinya kesalah pahaman guru dalam membaca kuesioner peneliti sehingga membuat rancu si guru sebagai unit analisis

B.Tinjauan Tentang Leadership 1. Pengertian Leadership

Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan diri seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin), sehingga orang lain bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Menurut Abu Ahmadi (2009: 113) sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan, yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat. Beberapa definisi tentang kepemimpinan dari beberapa tokoh :

1. Menurut Boring, Langeveld dan Weld.

Kepemimpinan adalah hubungan dan individu terhadap bentuk suatu kelompok dengan maksud untuk dapat menyelesaikan beberapa tujuan. 2. Menurut George R. Terry.

Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar dengan suka rela bersedia menuju kenyataan tujuan bersama.


(24)

9

3. Menurut H. Goidhamer dan E.A. Shils.

Kepemimpinan adalah tindakan perilaku yang dapat mempengaruhi tingkah laku orang-orang lain yang dipimpinnya.

4. Menurut Ordway Tead.

Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerja sama menuju pada kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.

5. Menurut John Ptiffner.

Kepemimpinan merupakan seni dalam mengkordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.

Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas yang menyebutkan pengertian kepemimpinan. Peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan adalah seseorang yang dapat mengajak orang lain agar melakukan apa yang dikehendaki si pemimpin, karena persamaan tujuan antara yang dipimpin dengan yang memimpin. Semua orang yang memimpin orang-orang maupun organisasi belum tentu dapat diterima atau didengar suaranya oleh mereka yang dipimpinnya. Hal itu tidak lepas dari karakter yang dimiliki oleh si pemimpin itu sendiri. Maka dari itu orang yang dijadikan pemimpin memiliki banyak persyaratan agar mereka dapat memimpin, mengarahkan, maupun mengajak bawahan mereka dengan penuh semangat kerja yang tinggi.

2. Unsur-Unsur Dalam Kepemimpinan

Bagaimanapun di dalam sebuah proses kepemimpinan akan selalu ada masalah yang selalu meliputinya, karena masalah adalah pelengkap disetiap proses kehidupan manusia, yang tidak dapat dielakkan oleh manusia manapun. Masalah


(25)

selalu berada pada faktor luar maupun faktor dari dalam manusianya sendiri. Menurut Abu Ahmadi (2009: 115) menyebutkan beberapa unsur kepemimpinan yang selalu ada di dalam masalah kepemimpinan adalah sebagai berikut :

1. Unsur manusia.

Manusia sebagai pemimpin ataupun sebagai mereka yang dipimpin, bagaimana hubungan mereka di dalam situasi kepemimpinan, bagaimana sifat seorang pemimpin dan syarat-syarat kepemimpinan itu tanpa melupakan bagaimana seharusnya memperlakukan manusia itu sebagai manusia. Dalam persoalan kepemimpinan, seluruh pelaku dan pendukungnya adalah manusia dan manusia saja.

2. Unsur sarana.

Yaitu merupakan segala macam prinsip dan teknik kepemimpinan yang dipakai dalam pelaksanaannya. Termasuk bakal pengetahuan dan pengalaman yang menyangkut manusia itu sendiri dan kelompok manusia yang lain.

3. Unsur tujuan.

Merupakan sasaran akhir ke arah mana kelompok manusia akan digerakkan untuk menuju maksud tujuan tertentu.

Ketiga unsur di atas dalam pelaksanaannya selalu ada dan terjalin erat satu sama lain yang tidak bisa terpisahkan dan terbantahkan masing-masing. Seperti unsur manusia, karena sifat manusia sangat beragam yang tidak akan pernah sama antarindividu, pasti akan selalu timbul gesekan-gesekan di antara proses sosial mereka. Baik sebagai pengambil kebijakan maupun penerima kebijakan, semua bergantung dengan manusianya itu sendiri. Apakah hal-hal demikian itu menjadi


(26)

11

pemicu timbulnya perselisihan di antara mereka karena menganggap pihaknya dirugikan oleh pihak lain.

Dalam segi sarana pun, bisa menimbulkan permasalahan kepemimpinan. Seperti, apakah si pemimpin memiliki cukup kemampuan untuk didengarkan maupun mengajak bawahannya. Dari segi tujuan, baik individu maupun kelompok selalu memiliki tujuannya masing-masing. Apakah antara tujuan kelompok dengan tujuan individu masih dapat sejalan. Walaupun tidak, sejauh apa tujuan kelompok bisa dicapai dengan sedikit mengorbankan kepentingan individu. Apabila tujuan individu dengan tujuan kelompok dapat selaras, maka tujuan bersama yang telah ditetapkan sejak awal tidak akan mengalami hambatan yang sangat berat karena adanya komitmen mereka.

3. Faktor-Faktor yang Menentukan Seseorang Menjadi Pemimpin

Setiap orang yang menjadi pemimpin adalah sebuah pilihan, ini karena penetapan persyaratan kelompok yang membutuhkan kriteria yang ideal bagi kelompoknya. Dengan demikian tidak semua orang yang mencalonkan menjadi pemimpin akan diterima oleh calon kelompok sebelum ia masuk di dalam lingkungan kelompok. Dengan begitu, jelaslah bahwa kelompok pun akan memiliki persyaratan yang harus dipenuhi oleh si calon pemimpin agar mereka menerima calon pemimpin tersebut apakah sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Itu menjadi sangat berbeda bergantung dari karakteristik dari kelompok yang dipimpinnya. Berdasarkan tujuan dari kelompok, kelompok memiliki pengaruh yang besar terhadap kriteria calon yang akan menjadi pemimpin. Di mana menurut William Foote Whyte


(27)

dalam Abu Ahmadi (2009: 119) 4 faktor yang menentukan seseorang menjadi pemimpin adalah :

1. Operational leadership.

Orang yang paling banyak inisiatif, dapat menarik dan dinamis, menunjukkan pengabdian yang tulus, serta menunjukkan prestasi kerja yang baik dalam kelompoknya.

2. Popularity.

Orang yang banyak dikenal, mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk menjadi pemimpin.

3. The assumed representative.

Orang yang dapat mewakili kelompoknya mempunyai kesempatan besar untuk menjadi pemimpin.

4. The prominent talent.

Seseorang yang memiliki bakat kecakapan yang menonjol dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk menjadi pemimpin.

4. Fungsi Kepemimpinan.

Segala sesuatu di dunia ini telah memiliki fungsinya masing-masing, agar proses yang terjadi di dalamnya berjalan sesuai dengan keadaan yang normal. Apabila sebuah fungsi tidak berjalan dengan baik dari suatu sistem maka akan mengakibatkan putusnya sebuah sistem, yang mengakibatkan tidak berjalannya sistem sebagaimana mestinya. Reven dan Rubbin dalam Abu Ahmadi (2009: 133) menyebutkan 4 (empat) fungsi pemimpin yaitu :


(28)

13

1. Membantu menetapkan tujuan kelompok.

Pemimpin adalah pembuat kebijakan (policy maker) membantu kelompok dalam menetapkan tujuan apa yang hendak dicapai. Kemudian merumuskan rencana kerja guna mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Sebagai pelaksana, pemimpin mengkordinasikan kegiatan-kegiatan semua anggota kelompok sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

2. Memelihara kelompok.

Selama perjalanan kegiatan kelompok, tidak dapat dielakkan terjadi ketidakcocokan di antara anggota yang sering diikuti dengan ketegangan, perbedaan pendapat dan secara umum menjaga keharmonisan kelompok. 3. Memberi simbol untuk identifikasi.

Anggota kelompok, suatu ketika memerlukan simbol di mana mereka dapat mengidentifikasi dirinya seperti misalnya bendera, slogan atau simbol yang lain.

4. Mewakili kelompok terhadap kelompok lain.

Pemimpin mewakili kelompok dalam hubungannya dengan kelompok atau orang lain. Ia diharapkan dapat menyelesaikan masalah dan ketegangan di antara kelompok dan membantu kerja kelompok dengan kelompok lain terhadap tujuan umum.

C.Tinjauan Tentang e-Leadership 1. Pengertian e-Leadership

Huruf “e” yang berada di depan kata leadership memiliki arti bahwa huruf tersebut bermakna elektronik, atau yang lebih spesifik merupakan suatu bagian yang biasanya ada pada teknologi internet. Sedangkan leadership yang berarti


(29)

kepemimpinan menurut Menurut John Ptiffner dalam Abu Ahmadi (2009: 115) merupakan seni dalam mengkordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Apabila dua istilah tersebut digabungkan maka e-leadership berarti bahwa sifat untuk mengajak atau memimpin orang lain untuk melakukan suatu kegiatan dalam bidang teknologi.

e-Leadership menggabungkan konsep, kepemimpinan dengan perkembangan teknologi saat ini. Ia mencakup kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai peran dan melaksanakannya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. e-Leadership mencoba mengambil keuntungan dari teknologi untuk mempengaruhi kelompoknya sesuai dengan nilai yang dianut pemimpinnya. Bagi seorang pemimpin atau guru di dalam penelitian ini, sangatlah penting dimilikinya sifat untuk mengajak agar menggunakan sebuah teknologi.

Dasgupta (2011, 2) menyimpulkan “The authors defined e-leadership as a social influence process mediated by AIT (advanced information technology) to produce a change in attitudes, feelings, thinking, behavior, and/or performance with individuals, groups, and/or organizations. They also asserted that e-leadership

―can occur at any hierarchical level in an organization, involving both one-to-one as well as one-to-one-to-many interactions over electronic media. The authors used the Adaptive Structuration Theory (AST) to study how technology and leadership impact each other—more specifically, how technology impacts leadership and is

itself changed by leadership. AST is based on the theory that ―human action is

guided by structures, which are defined as rules and resources that serve as

templates for planning and accomplishing tasks.”

Dapat kita singkat apa definisi e-leadership dalam jurnal Dasgupta itu mendefinisikan e-leadership sebagai proses pengaruh sosial yang dimediasi oleh

Advanced Information Technology/ AIT (teknologi informasi yang maju) untuk menghasilkan perubahan sikap, perasaan, pemikiran, perilaku, kinerja individu,


(30)

15

kelompok atau organisasi. e-Leadership dapat pula disebut sebagai kepemimpinan teknologi.

2. Peran e-Leadership

Manusia yang menjadi komunikator sangat berguna untuk menjadi sosok kunci agar memiliki peran untuk kelompoknya agar berjalan dengan terarah. Apalagi untuk mengajak orang lain atau kelompok untuk menggunakan teknologi pastilah sangat ada peran pemimpin untuk memotivasi kelompok. Menurut Burke dalam Blog Fisip Untirta (2013) peran-peran yang harus dijalankan oleh e-leadership

adalah sebagai berikut:

1. Visionary: memiliki kemampuan untuk melihat gambaran yang besar dan menterjemahkannya kepada anggota organisasinya.

2. Convener: memiliki kemampuan untuk mengelola perbedaan anggota dan membawa organisasinya ke arah tujuan yang jelas dan pemecahan masalah. 3. Team sponsor: memiliki kemampuan untuk membentuk dan mengarahkan

kelompok kerja nyata dan kelompok virtual.

4. Manager: memiliki kemampuan untuk mengupayakan dan mengalokasikan sumber-sumber organisasi dengan penuh tanggung-jawab dan kemampuan untuk mengelola organisasi nyata dan virtual.

5. Innovator: memiliki kemampuan untuk menemukan cara-cara baru untuk pekerjaan-pekerjaan di luar tugas pokok dan fungsinya.

6. Mentor: memiliki kemampuan untuk membimbing dan mengarahkan calon-calon pemimpin baru di lingkungan organisasinya.


(31)

D.Tinjauan Tentang Proses Adopsi Suatu Inovasi 1. Pengertian Inovasi

Perubahan zaman yang semakin hari semakin maju timbulnya proses perubahan tingkah laku manusia. Agar dapat lebih efisien menggunakan waktunya sehingga terbuatlah hal-hal yang baru. Kemajuan di bidang TIK yang sangat menonjol sehingga menghasilkan penemuan baru bagi manusia, contohnya komputer dengan sistem jaringan komunikasi internasional (internet), handphone dan lain-lain.

Kemajuan teknologi tersebut mengakibatkan adanya perubahan di berbagai bidang kehidupan, yaitu perubahan terhadap sarana kehidupan, pola tingkah laku masyarakat, tata nilai, sistem pendidikan dan pranata sosial. Perubahan ini menuntut manusia untuk menciptakan, memanfaatkan dan mengembangkan lingkungannya bagi kesejahteraan hidupnya. Inovasi adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan dirasakan sebagai hal yang baru oleh seseorang atau masyarakat, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Sedangkan dalam oxforddictionaries.com, innovation is a new method, idea, product, etc.:technological innovations designed to save energy (inovasi adalah sebuah metode baru, gagasan, barang, dsb: inovasi teknologi dirancang untuk menghemat penggunaan energi).

2. Karakteristik yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi

Sebuah inovasi pastilah memiliki karakteristik yang mempengaruhi tingkat adopsi suatu inovasi dari berbagai aspek yang dipertimbangkan manusia tentang karakteristik inovasi itu sendiri. Menurut Werner J. Severin & James W. Tankard,


(32)

17

JR (2005) karakteristik yang mempengaruhi tingkat adopsi dapat peneliti sebutkan seperti berikut :

1. Manfaat relatif – sejauh mana inovasi dipandang lebih baik dari pada gagasan yang digantikannya.

2. Kesesuaian – sejauh mana inovasi dipandang konsisten, dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman-pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi yang potensial.

3. Kerumitan – sejauh mana inovasi dipandang sulit untuk dimengerti dan digunakan.

4. Kemampuan untuk dicoba – sejauh mana inovasi mungkin dicoba secara terbatas.

5. Kemampuan dapat dilihat – sejauh mana hasil-hasil inovasi dapat dilihat oleh orang lain.

Inilah aspek-aspek yang dilihat dari segi kehadiran suatu inovasi. Karena sebelum sebuah inovasi dipasarkan, maka haruslah mempertimbangkan aspek-aspek yang akan mempengaruhi pengadopsian suatu inovasi. Apabila suatu inovasi memiliki manfaat yang relatif untuk mempermudah perkerjaan manusia, kesesuaian inovasi, kerumitan yang tidak terlalu, kemampuan untuk dicoba atau digunakan oleh kalangan usia manapun, serta kemampuan dapat dilihat orang lain. Maka suatu inovasi akan sangat mudah diadopsi manusia. Baik itu, oleh kalangan yang muda, maupun mereka yang berumur.


(33)

3. Tahap-Tahap Proses Keputusan Inovasi

Menurut Werner J. Severin & James W. Tankard, JR (2005) munculnya beragam inovasi-inovasi baru di dunia ini sangat membantu manusia memudahkan segala aspek kehidupan, baik itu politik, ekonomi, maupun sosial. Sebuah inovasi dalam teknologi pastilah banyak mendatangkan keuntungan. Sebelum sebuah inovasi itu diterima atau diadopsi. Ada beberapa tahapan proses keputusan inovasi seperti berikut :

1. Pengetahuan – penerimaan kepada inovasi dan suatu pemahaman tentang bagaimana inovasi berfungsi. Di sini, seseorang memiliki pengetahuan tentang suatu inovasi serta memahami fungsi inovasi tersebut. Ini adalah tahapan awal di manapun manusia berada dalam mengadopsi suatu inovasi. 2. Persuasi – pembentukan sikap terhadap inovasi. Memang benar, ketika

seseorang telah memiliki pengetahuan akan suatu inovasi, maka seseorang akan membentuk sebuah sikap terhadap inovasinya.

3. Keputusan – merupakan aktivitas yang menghasilkan pilihan bagi seseorang untuk mengadopsi atau bahkan menolak suatu inovasi.

4. Implementasi – penggunaan inovasi. Pada tahap ini seseorang sudah menggunakan suatu teknologi untuk kehidupannya.

5. Konfirmasi – penguatan atau pembalikan keputusan inovasi yang dibuat.

Dari tahapan di atas, bahwa dalam kehadiran sebuah inovasi, yang terpenting pada awal-awalnya agar manusia mengadopsinya harus memiliki pengetahuan tentang inovasinya. Maka apabila seseorang telah memiliki pengetahuan, ia akan mempelajari inovasi itu apakah bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya untuk di adopsi. Peneliti contohkan, seorang anak muda, apabila ia baru memiliki dan


(34)

19

menggunakan sebuah ponsel android, maka ia belum memiliki pengetahuan akan perangkat ponselnya. Ketika ia terus belajar dan berpikir bahwa ia dapat menggunakan inovasi yang ditanamkan di dalam ponsel tersebut. Maka sejatinya ia akan memahami seluk-beluk mengenai ponsel itu dengan cara yang maksimal. Bandingkan dengan orang yang memiliki ponsel android yang sama, namun ia tidak memiliki keinginan untuk menggali apa yang ada di dalam ponsel tersebut. Maka ia akan menggunakan ponsel android itu dengan minimnya pengetahuan akan inovasi yang ada di dalamnya.

4. Jenis-Jenis Pengadopsi

Ketika orang-orang telah menggunakan atau mengadopsi suatu inovasi, maka akan dapat digolongkan kedalam jenis apakah orang yang telah peneliti umpamakan pada kasus di atas. Menurut Werner J. Severin & James W. Tankard, JR (2005) jenis-jenis pengadopsi suatu inovasi dapat dibedakan menjadi seperti berikut :

1. Innovator – pengadopsi jenis ini merupakan orang yang berani mengambil resiko, mempunyai semangat untuk mencoba hal-hal baru, mempunyai hubungan yang lebih kosmopolitan atau mendunia dari pada rekan-rekan sesamanya.

2. Pengadopsi dini – merupakan tempat yang terhormat, biasanya tingkat pimpinan opini yang tertinggi dalam sistem sosial.

3. Mayoritas awal – merupakan orang yang telah tenang dan berhati-hati, sering berinteraksi dengan sesamanya namun jarang memegang posisi kepemimpinan utama.


(35)

4. Mayoritas akhir – skeptis, sering mengadopsi inovasi karena kebutuhan ekonomi atau tekanan jaringan kerja yang meningkat.

5. Orang yang ketinggalan atau tradisional – orang yang masih ingin menggunakan hal-hal yang lama.

Dengan melihat beberapa jenis pengadopsi suatu inovasi di atas. Peneliti dapat simpulkan bahwa setiap orang yang berani mencoba suatu inovasi, walaupun belum memiliki pengetahuan yang lebih mengenai suatu inovasi. Ia memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat menerima sebuah inovasi yang ada. Berbeda dengan mereka yang sudah tidak memiliki pengetahuan namun juga tidak berani untuk mencoba mempelajari inovasinya. Maka akan sangat sulit untuk dapat menerima suatu inovasi. Pada jenis yang telah disebutkan di atas, maka orang yang seperti ini masuk kedalam orang yang ketinggalan atau tradisional.

E.Tinjauan Tentang Komunikasi Inovasi

Inovasi adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan dirasakan sebagai hal yang baru oleh seseorang atau masyarakat, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Sedangkan komunikasi adalah cara menyampaikan pesan kepada komunikan agar terjadi persamaan makna dengan komunikator sebagai penyampai pesan. Jadi komunikasi inovasi adalah bagaimana penyebaran pesan- pesan inovasi kepada khalayak dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi agar terjadi perubahan sosial.


(36)

21

1. Komunikasi Inovasi Dalam Bidang TIK

Perkembangan dunia dengan arus globalisasi yang semakin kuat dilakukan negara maju dalam membuat inovasi-inovasi baru, khususnya inovasi dalam bidang TIK yang semakin canggih.

Gambaran umum perbedaan pola pengajaran tradisional dan pola pengajaran menggunakan media:

Pola pengajaran tradisional (Sudjana,1989)

Pola pengajaran dengan media (Sudjana,1989) Bagan 1. Pola Pengajaran Sudjana.

Hari Supriyadi menyimpulkan (2009: 3) “Pola pegajaran dengan media perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mempengaruhi pola pengajaran sehingga timbul kecenderungan memanfaatkan teknologi untuk menyempurnakan fasilitas atau alat bantu yang digunakan dalam sistem pengajaran. Menurut Rosenberg (2001) dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu

siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut.”

Peneliti menyimpulkan dari gambar serta kutipan di atas, terdapat perbedaan antara pola pengajaran tradisional dengan menggunakan media. Pada pola pengajaran tradisional, alurnya searah dari tujuan ke penetapan isi dan metode ke guru ke siswa, tidak adanya arus balik untuk mengevaluasi hasil. Artinya, hanya satu tahap atau arah saja dalam menyampaikan pembelajaran terhadap siswa.

TUJUAN PENETAPAN ISI &

METODE GURU SISWA

TUJUAN PENETAPAN ISI &


(37)

Sedangkan pada pola pengajaran dengan media, kita dapat melihat adanya alur balik dari sisi-sisi mana pun, apakah dari siswa atau guru. Peneliti mencontohkan, siswa dapat bertanya kepada guru dengan menggunakan media seperti internet,

handphone, e-mail, facebook, dll atau sering dikenal dengan nama e-learning.

Selain itu kehadiran internet sebagai produk TIK juga memiliki dampak yang begitu besar bagi bidang pendidikan, yang merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi. Hal itu telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubung dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas. Melalui internet setiap orang dapat mengakses secara global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang kajian dan pada akhirnya akan berdampak kepada timbulnya perubahan tingkah laku manusia. Karena itulah sebuah komunikasi inovasi di dalam TIK sejatinya akan sangat berguna untuk merubah wajah pendidikan negara itu menganut. Di mana, negara yang menganut sistem e-learning, justru akan sangat banyak memiliki informasi secara global. Mereka memiliki segalanya terkait apa yang mereka butuhkan. Sebaliknya, metode pengajaran secara tradisional tidak akan melahirkan penerus yang memiliki wawasan global.

F. Tinjauan Tentang Model 1. Pengertian Model

Menurut David W. Stockburger sebuah model adalah representasi yang berisi struktur penting dari beberapa objek atau kejadian di dunia nyata. Representasi dapat berlangsung dalam dua bentuk: 1) fisik, seperti dalam sebuah model pesawat atau model bangunan seorang arsitek. 2) Simbolik, seperti dalam bahasa


(38)

23

alami, program komputer atau satu set persamaan matematika. Dalam kedua bentuk, karakteristik tertentu yang hadir dengan sifat definisi model.

Dari definisi di atas, sebuah model diartikan sebagai sebuah bentuk fisik yang mewakili objek yang nyata atau bisa kita umpamakan juga sebagai sebuah replika. Misalkan sebuah model pesawat, maka sebuah replika pesawat yang berukuran kecil mewakili objek nyatanya. Sedangkan definisi model simbolik, mewakili sebuah gambaran/ persamaan akan suatu hal yang diwakilinya, seperti pada rumus matematika. Bahwa sebuah rumus persamaan digunakan untuk mewakili sebuah simbol dari model rumus yang digunakan. Pengertian di atas mewakili arti tentang model itu sendiri. Bahwa suatu model dapat berarti fisik dan juga dapat berarti simbolik, yang mana dari kedua hal tersebut sebuah model akan mewakili dari suatu objek yang diwakilinya. Entah itu sebagai sebuah bentuk fisik ataukah simbolik.

G.Landasan Teoretis

Sebelum menerangkan teori dari Chin dan Chang (2008), peneliti ingin sampaikan bahwa terdapat banyak teori yang dapat dipergunakan di dalam meneliti e-leadership. Di antaranya kita dapat menggunakan teori berikut :

1. Avolio (2001), beliau menggunakan Adaptive Structuration Theory di mana dapat digunakan untuk study,Advanced Information Technology (AIT) atau teknologi infomasi yang canggih, yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kepemimpinan dan didasarkan interaksi pemimpin dengan strukur organisasi yang menjadi bagian kepemimpinan.


(39)

2. Menurut Jae Won Jung (2010), Leader-Member Exchange (LMX) theory, menyatakan bahwa interaksi antara pemimpin dengan pengikut pada pusat kepemimpinan akan membuat kedekatan hubungan antara pemimpin dengan pengikut.

Pada dua teori di atas memang terdapat interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin, namun peneliti masih merasa kurang untuk memilih salah satu teori di atas. Perbedaannya pada teori Chin dan Chang, mereka mendasarkan agar terciptanya e-leadership yang baik harus ditunjang kemampuan komunikasi antarpribadi yang baik pula. Dengan adanya sisi emosional yang intim maka guru dengan mudah mengimplementasikan apa yang diperintahkan, karena merasa kepala sekolah memiliki komunikasi yang positif dengan para guru. Sangat logis jika peneliti mengatakan demikian, karena tanpa adanya pemimpin yang memiliki dasar komunikasi antarpribadi yang baik, pasti akan mampu menjaga komitmen untuk membangun sekolahnya. Hal yang menurut peneliti tidak jumpai pada teori lainnya apabila hanya berdasarkan interaksi semata tanpa adanya sisi pendekatan personal yang lebih dalam.

Oleh karena itu peneliti memilih menggunakan teori Chin dan Chang sebagai dasar teori dalam penelitian ini. Teori Chin dan Chang (2008: 232) menyatakan bahwa untuk menjadi e-leader yang efektif, kepala sekolah harus membangun hubungan kerja yang positif, mengomunikasikan perubahan dan ide-ide baru dengan baik, mengidentifikasi, mendukung kebutuhan dan keprihatinan guru. Sebagai e-leader, kepala sekolah yang merangkul teknologi secara efektif akan


(40)

25

memimpin sekolah mereka untuk memperoleh sumber daya yang keterlibatan siswa dan pembelajaran lebih baik.

Menurut Chin dan Chang (2008: 230) “The main responsibility of technology leadership, for example, is to identify the connections among technology, school vision, school mission, and educational policy. In other words, school leaders should understand the importance of computer and information technology for students as well as enrich the technology environment for student learning. Meanwhile, school leaders should empower, encourage, and collaborate with experts and local businesses to support campus-wide technology infrastructure.“

Seperti yang dikatakan di atas, bahwa pemimpin sekolah seharusnya mengerti pentingnya komputer dan teknologi informasi untuk siswa. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin sangat diharapkan agar dapat memberikan gambaran kritis tentang e-leadership untuk membangun sebuah budaya pembelajaran melalui media teknologi informasi.

Chin dan Chang (2008: 231)“British research regarding technology leadership may be represented by Robinson (1994). According to Robinson, school administrators should support teachers in understanding the potential of technology while identifying applicable software and hardware. To this end, administrators ought to facilitate the exchange of ideas regarding uses of information technology through team teaching, the creation of work teams, work development checklists, and other resources or methods.”

Bahkan penelitian di Inggris menyebutkan e-leadership secara terwakili oleh Robinson. Diharapkan guru mengerti potensi teknologi selagi mengidentifikasi perangkat lunak dan keras. Jadi pentingnya sumber daya yang berkompeten dalam kepahaman potensi teknologi itu sendiri. Hal itu bagus untuk masa depan


(41)

siswa-siswa di sekolah apabila gurunya saja mengerti potensi pentingnya sebuah teknologi dalam proses belajar mengajar. Kalau saja guru sebagai pendidik memiliki basis yang kuat akan pengetahuan tentang teknologi. Pasti besar kemungkinan bahwa nuansa di sekolah itu amatlah efektif karena penerimaan teknologi itu sendiri digunakan secara maksimal.

Tiga pertanyaan mendasar yang akan dialamatkan dalam penelitian Chin dan Chang (2008) :

1. Dimensi apa yang dimiliki e-leadership kepala sekolah?

2. Apakah dimensi kepemimpinan kepala sekolah dirasakan untuk kepentingan guru-guru?

3. Apakah secara praktek masalah kepemimpinan itu dihadapi oleh kepala sekolah untuk mengimplementasikan e-leadership ke dalam sekolah mereka.

Menurut Chin dan Chang (2008) “A critical technology leadership element is the ability to develop and articulate a vision of how technology can produce educational change (Kearsley & Lynch, 1994). More importantly, technology leadership skills are necessary for principals to pursue new and emerging educational technologies for their schools (Bailey, 1997). Murphy and Gunter (1997) also suggested that leadership should model and support computer technology to result in more effective curriculum integration of technology by teachers.”

Kesimpulan beberapa tokoh di atas menyebutkan bahwa e-leadership adalah kemampuan untuk berkembang dan mengartikulasikan sebuah visi untuk mendukung bagaimana teknologi bisa merubah prosedur dalam pendidikan. Jadi sangatlah baik apabila sekolah memiliki seorang kepala sekolah yang memiliki


(42)

27

sikap mendukung teknologi dan mengimplementasikannya kepada guru di sekolahnya.

Lima dimensi kepemimpinan kepala sekolah yang sangat penting untuk meninjau

e-leadership, seorang kepala sekolah dalam membawa sekolahnya untuk mengenal teknologi, menurut Chin dan Chang (2008):

1. Visi, perencanaan dan manajemen.

Bagaimana sebuah visi, perencanaan dan manajamen yang baik agar terjadi perubahan positif yang mengarah perubahan menggunakan teknologi. 2. Pelatihan dan pengembangan staf.

Bahwa staf yang terampil sangatlah penting bagi kelancaran adopsi suatu teknologi di sebuah sekolah.

3. Dukungan infrastruktur dan teknologi.

Tanpa adanya dukungan dan infrastruktur yang memadai, maka akan nihil hasilnya walaupun sang kepala sekolah sebagai pembuat kebijakan dan memiliki sumber daya manusia yang berkompeten, apabila tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai.

4. Riset dan evaluasi.

Sebuah riset dan evaluasi sangat diperlukan apakah terjadi sebuah kemajuan atau masih adanya kekurangan di dalam pelaksanaan pengadopsian teknologi.

5. Kemampuan komunikasi antarpribadi.

Bahwa komunikasi antarpribadi yang dimiliki kepala sekolah apabila bagus, maka ia akan membina sebuah hubungan yang positif dengan lingkungannya.


(43)

Jadi lima kepemimpinan kepala sekolah di atas sangat penting dalam membawa sekolahnya untuk mengenal teknologi, demi menunjang perubahan budaya menggunakan teknologi di dalam lingkungan sekolah. Dari 5 dimensi di atas yang disebutkan Chin dan Chang, hal tersebut dijadikan indikator dalam penelitiannya menjadi 2 variabel. Yaitu : indikator e-leadership (visi, staf, dukungan dan evaluasi) serta indikator komunikasi antarpribadi secara personal demi menunjang penggunaan teknologi di sekolah yang dipimpinnya.

Menurut Kearsley and Lynch 1994 dalam Chin dan Chang (2008) “Mereka mengatakan bahwa teknologi adalah alat ampuh yang mendukung reformasi sekolah dan memfasilitasi pembelajaran siswa. Manfaat potensial dari kepemimpinan yang baik dapat mencakup peningkatan prestasi akademik oleh siswa, peningkatan kehadiran siswa dan mengurangi gesekan, persiapan siswa kejuruan yang lebih baik, operasi administrasi yang lebih efisien dan mengurangi kejenuhan guru.”

Dari pernyataannya bahwa kepemimpinan yang baik sesungguhnya memiliki potensi yang baik untuk menunjang terjadinya perubahan-perubahan yang lebih baik. Bahkan menjadikan sistem di sekolahnya menjadi lebih efisien dalam segala pemanfaatan fasilitas. Entah itu peningkatan prestasi akademik, meningkatkan kehadiran siswa dan administrasi yang lebih efisien. Pada halaman berikut adalah skema yang digambarkan Chin dan Chang (2008) :


(44)

29

Bagan 2. Model Kepemimpinan Chin dan Chang (2008).

1. Pada visi, menunjukkan bahwa kepala sekolah perlu mengembangkan dan menerapkan rencana teknologi jangka panjang sebagai visioner untuk menjadi e-leadership yang efektif.

2. Pada pengembangan staf, juga menunjukkan pentingnya prinsip-prinsip pengembangan staf dan kegiatan pelatihan bagi guru dan siswa mereka. 3. Pada dukungan, kepala sekolah juga harus memastikan bahwa

infrastruktur teknologi sekolah ini didukung. PEDULI POSITIF ISU TEKAD PERSONAL EVALUASI DUKUNGAN STAF VISI SUMBER DAYA TIM PERUBAHAN ADMINISTRASI PROGRAM PERAWATAN PERENCANAAN INDIKATOR PELATIHAN EFEKTIF MEMADAI BANTUAN DELEGASI WAKTU AKSES SISTEM KEUNTUNGAN BERBAGI


(45)

4. sebagai e-leader mereka harus mengembangkan rencana evaluasi dan penilaian untuk sekolah mereka .

Keempat dimensi di atas menjelaskan bahwa dimensi sikap secara signifikan menjelaskan keefektifan e-leadership kepala sekolah. Sedangkan keterampilan komunikasi antarpribadi menunjukkan dampak yang signifikan dan positif terhadap persepsi guru, secara efektif sebagai penguat dari sikap yang ditunjukkan kepala sekolah. Jadi menurut Chin dan Chang pada skema di atas menjelaskan bahwa yang berada di sebelah kiri adalah komunikasi antarpribadi sebagai dasar memiliki hubungan kerja yang positif agar menunjang terciptanya e-leadership di lingkungan sekolahnya, karena pada dasarnya kepala sekolah memiliki komitmen yang kuat apabila sudah ditunjukkan dengan komitmen yang nyata walaupun keadaan fasilitas kurang memadai.

H.Kerangka Pikir

Internet memiliki semua karakteristik yang dimiliki oleh media lainnya. Internet menyediakan banyak informasi, hiburan, media interaksi dan lain-lain. Karakteristik serba ada yang dimiliki oleh internet ini tentunya menjadi media bagi para guru SMK yang dituntut untuk memberikan pendidikan kepada para peserta didiknya. Sehingga kualifikasi keahlian yang dimiliki, mampu memenuhi syarat untuk mengisi lapangan kerja yang diperuntukkan untuk peserta didik SMK.

Sebagai pendidik, guru pun dituntut memiliki kemampuan untuk menggunakan teknologi yang ada seperti internet, untuk dapat merubah budaya belajar di


(46)

31

sekolah dengan menggunakan media. Kepala sekolah adalah tokoh sentral dalam memotivasi para guru untuk lebih mengenalkan (sikap) sebuah inovasi dalam TIK. Kepala sekolah dalam skema Chin dan Chang (2008), harus memiliki dimensi e-leadership yaitu; visi, staf dukungan dan evaluasi. Keempat dimensi ini akan efektif bila disertai skill kemampuan komunikasi antarpribadi, yaitu dengan mempunyai kepedulian, sikap positif, memahami isu utamanya dalam TIK dan mempunyai tekad yang tinggi. Peneliti telah membuat sebuah skema kerangka berpikir agar pembaca dalam skripsi ini dapat dengan mudah mengerti objek di dalam penelitian ini.

Peneliti membuat skema kerangka berpikir berdasarkan apa yang telah digambarkan di dalam jurnalnya Chin dan Chang (2008) :

Bagan 3. Kerangka Pikir.

Dari kerangka pikir di atas, peneliti dapat menjelaskan bahwa dimensi yang berada di sebelah kiri merupakan dimensi komunikasi antarpribadi seorang kepala sekolah agar membina hubungan yang positif dengan guru sebagai bawahan di dalam lingkungannya. Dengan komunikasi yang efektif dan suasana kerja yang

Dimensi e-leadership ditunjukkan dengan sikap (Chin dan Chang, 2008)

1. Visi 2. Staf 3. Dukungan 4. Evaluasi Dimensi komunikasi

antarpribadi (personal) :

1.Peduli 2.Positif 3.Isu 4.Tekat


(47)

positif maka guru sebagai pengajar pun, akan memberikan respon yang positif. Dengan berjalannya komunikasi yang baik, maka otomatis apa yang menjadi tujuan kepala sekolah dalam memberikan perintah untuk memajukan sekolahnya maka akan diterima dan dijalankan oleh seluruh anggota sekolah (dimensi e-leadership yang di sebelah kanan).

I. Hipotesis

Dalam buku Moh Nazir (2005) hipotesis merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikir penelitian. Hipotesis harus ada untuk menentukan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran yang tepat. Hipotesis juga merupakan sebuah gambaran yang memiliki referensi telah dirumuskan serta diterima untuk sementara dan dapat menerangkan fakta-fakta maupun kondisi yang sedang diamati untuk tujuan langkah penelitian.

Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban sementara masalah penelitian sebagai berikut :

Hi : Ada perbedaan e-leadership kepala sekolah pada SMK swasta yang senjang secara digital.

Ho : Tidak ada perbedaan e-leadership kepala sekolah pada SMK swasta yang senjang secara digital.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah kuantitatif, Sugiyono (2010) tipe penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme. Digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

B.Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitan survei. Menurut Moh Nazir (2005) penelitian survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok atau suatu individu.


(49)

C.Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan batasan terhadap masalah-masalah variabel, yang dijadikan pedoman dalam penelitian, sehingga tujuan dan arahnya tidak menyimpang. Definisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Model.

Menurut David W. Stockburger Model adalah representasi yang berisi struktur penting dari beberapa objek atau kejadian di dunia nyata. Representasi dapat berlangsung dalam dua bentuk fisik dan simbolik

2. E-leadership.

Dasgupta (2011) Kepemimpinan teknologi adalah sebuah proses pengaruh sosial yang dimediasi oleh AIT (advanced information technology) atau teknologi informasi yang canggih untuk menghasilkan perubahan dalam sikap, perasaan, pemikiran, perilaku dan kinerja dengan individu, kelompok atau organisasi.

3. Internet.

Micro Pardosi (2004) Internet adalah hubungan (koneksi) satu komputer ke komputer lainnya di seluruh dunia melalui server dan router terdedikasi. Ketika dua komputer terhubung lewat internet, mereka bisa saling kirim dan terima informasi.

4. Guru.

Dalam web Kemdiknas, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.


(50)

35

D.Definisi Operasional

Ada beberapa indikator dari definisi operasional penelitian ini dalam aktifitas penggunaan teknologi kepada guru dengan menggunakan internet:

1. Visi, Perencanaan dan Manajemen.

1. Jelas mengartikulasi visi bersama untuk menggunakan teknologi di sekolah.

2. Memberdayakan team perencanaan teknologi yang beragam dan inklusif. 3. Advokat untuk sekolah sumber daya teknologi.

4. Mengelola perubahan teknologi secara efektif.

5. Menggunakan teknologi secara efektif dalam mengelola operasi administratif.

2. Pengembangan Staf dan Pelatihan.

1. Mendorong teknologi dalam layanan pelatihan.

2. Mendukung pelatihan teknologi dalam layanan desain program. 3. Mendukung pengiriman jasa pelatihan teknologi.

4. Menyediakan waktu pelatihan teknologi yang berjenjang. 3. Teknologi dan Dukungan Infrastruktur.

1. Memastikan fasilitas teknologi yang tepat.

2. Menjamin akses yang sama ke sumber daya teknologi.

3. Memastikan dukungan teknologi untuk personil sekolah ketika bantuan dibutuhkan.


(51)

4. Evaluasi dan Penelitian.

1. Mempertimbangkan penggunakan teknologi yang efektif sebagai salah satu komponen penelitian kinerja instuksional staf.

2. Mengevaluasi rencana sekolah teknologi. 3. Mengevaluasi teknologi dalam hal biaya.

4. Mengevaluasi sistem operasional komputer untuk kelas dan laboratorium.

5. Kemampuan Komunikasi Antarpribadi.

1. Mendemonstrasikan kepahaman sebuah teknologi, staf dan siswa. 2. Menjaga hubungan yang positif.

3. Berkomunikasi yang efektif.

4. Mendorong bagian dari sekolah untuk memanfaatkan sumber informasi tentang teknologi.

E.Populasi dan Sampel 1. Populasi

Popolasi adalah sebagai wilayah generalisasi terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah 36 SMK Swasta di Kota Bandarlampung.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki syarat bahwa harus memenuhi unsur representatif atau mewakili dari seluruh populasi yang diteliti. Representatif sampel dimaksudkan agar jawaban yang diterima dari sebagian


(52)

37

populasi, walaupun menggunakan sampel yang berbeda dalam pengujiannya tetap mendapatkan jawaban yang konsisten agar penelitian kuantitatif dapat digeneralisasikan jawabannya. Sampel dalam penelitian ini menggunakan proporsional sampel, yaitu guru dari 3 sekolah terpilih.

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan guru di tiga sekolah terpilih sebagai unit analisis. Peneliti menetapkan tahapan sebelum menentukan 3 sampel dari 36 SMK swasta yang ada di Bandarlampung sebagai berikut:

1. Melakukan sensus dan observasi SMK swasta berdasarkan kesenjangan keadaan laboratorium dan koneksitas internet sekolah.

2. Mengklasifikasi keadaan TIK di SMK swasta dengan kriteria sebagai berikut:

1. SMK swasta yang memiliki laboratorium komputer dan internet yang memadai.

2. SMK swasta yang memiliki laboratorium komputer namun belum atau tidak terkoneksi internet.

3. SMK swasta yang tidak atau belum memiliki laboratorium komputer maupun koneksitas internet.

Jumlah sekolah yang terdaftar di Bandarlampung 36 sekolah, namun ketika peneliti melakukan sensus terdapat 4 sekolah sekolah tidak bersedia untuk dilakukan sensus dan 1 sekolah tidak ada mata pelajaran TIK. Faktanya tidak ada sekolah yang tidak memiliki laboratorium komputer, semua sekolah sudah terfasilitasi. Hanya saja faktor pembedanya adalah kuantitas dan kualitas. Berdasarkan klasifikasi keadaan TIK di SMK swasta maka didapat data bahwa


(53)

kategori 1, terdapat 3 sekolah. Kategori 2, terdapat 6 sekolah. Kategori 3 terdapat 22 sekolah. Berikut adalah jumlah data sekolah yang disensus dan telah dikategorikan.

Tabel 2. Hasil Sensus dan Observasi berdasarkan Keadaan Koneksitas. Kategori Nama Sekolah

Rasio Komputer :

siswa

Speed Jumlah guru

Kategori 1

SMK PGRI 2 1:03 512 Kbps 52

SMK Gajah Mada 1:07 512 Kbps 46

SMK 2 Mei 1:19 1Mbps 90

Kategori 2

SMK BPK Penabur 1:05 1 Mbps 22

SMK Gunadarma 1:08 512 Kbps 25

SMK Arjuna 1:02 512 Kbps 22

SMK Trisakti 1:14 512 Kbps 51

SMK Bina Mulya 1:05 512 Kbps 23

SMK Utama 1:09 512 Kbps 42

Kategori 3

SMK Taruna 1:10 512 Kbps 22

SMK Tamsis Karang 1:14 512 Kbps 41

SMK Dharmapala 1:26 0 27

SMK YPPL Panjang 1:12 512 Kbps 28

SMK Yaksmi 1:04 512 Kbps 11

SMK Yapena 1:05 512 Kbps 22

SMK Satu Nusa 2 1:20 512 Kbps 19

SMK Tamsis Teluk 1:20 2 Mbps 29

SMK Satu Nusa 1 1:09 512 Kbps 25

SMK Muhammadiyah 1 1:12 512 Kbps 27

SMK Satu Nusa 3 1:16 512 Kbps 27

SMK Farmasi 1:24 512 Kbps 25

SMK Bhineka 1:09 512 Kbps 28

SMK Suryadarma 1:07 512 Kbps 22

SMK Penerbangan 1:04 512 Kbps 17

SMK Bina Latih Karya 1:26 512 Kbps 38

SMK Satria Bahari 1:22 512 Kbps 36

SMK PGRI 1 1:08 512 Kbps 29

SMK Muhammadiyah 2 1:08 512 Kbps 32

STM Taman Siswa 1:19 0 18

SMK PGRI 4 1:12 512 Kbps 37

SMK Dwipangga 1:24 512 Kbps 15


(54)

39

Untuk memilih sampel pada kategori 1 peneliti ingatkan klasifikasinya adalah, SMK dengan laboratorium dan internet yang memadai. Dapat kita lihat pada lampiran hasil sensus, ketiga sekolah pada kategori 1 memiliki komputer yang mencukupi, yaitu minimal 100 komputer di sekolah. SMK 2 Mei tidak akan bisa memiliki rasio yang kecil antara komputer dan siswa, dikarenakan perbedaan jumlah siswa yang sangat jauh yaitu 1700an siswa dan SMK lainnya berada di bawah 650an siswa. Menurut peneliti jumlah 100 komputer di SMK 2 Mei cukup untuk melayani seluruh siswa, karena secara mendasar SMK 2 Mei memiliki 3 ruang komputer yang dikatakan mencukupi untuk proses belajar mengajar dan karena memiliki kecepatan internet yang baik lebih tinggi dari lainnya, yaitu 1Mbps. Peneliti akan memilih sekolah dengan melihat rasio komputer dan siswa, apabila sekolah yang ada hampir memiliki kesamaan kecepatan internet (peneliti lakukan juga pada 2 kategori lainnya). peneliti contohkan, apabila sekolah pada kategori 1 memiliki kecepatan internet yang sama (512Kbps), maka untuk menentukan sekolah yang akan dipilih, dilihat dari rasio komputer dan siswa yang ideal. Berdasarkan fakta SMK 2 Mei memiliki koneksi yang tinggi dan fasilitas komputer yang memadai dari SMK lainnya, oleh karena itu peneliti memilih SMK 2 Mei sebagai sampel pada kategori 1.

Kategori 2 dikatakan memiliki laboratorium namun belum memiliki koneksi, namun dapat kita lihat pada kategori 2 bahwa setiap sekolah yang masuk dalam kategori 2 rata-rata memiliki kecepatan 512Kbps. Di sini berarti untuk koneksi rata-rata memiliki koneksi yang hampir sama, lalu bagaimana untuk memilih sampel pada kategori 2 ini. Peneliti memilih berdasarkan rasio komputer dan siswa yang jumlahnya ideal (proporsional). Ini ditunjukkan oleh SMK Arjuna


(55)

yang masuk dalam kriteria, karena memiliki rasio jumlah komputer dan siswa yang lebih ideal dibandingkan SMK lainnya, yaitu 1 komputer : 2 siswa.

Kategori 3 diklasifikasikan tidak ada laboratorium dan tidak ada koneksi, namun fakta di lapangan seluruh sekolah telah memiliki laboratorium dan koneksi internet. Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa terdapat SMK Dharmapala dan STM Taman Siswa, yang memiliki nilai speed 0, bukan berarti sekolah tidak memiliki koneksi, hanya saja terdapat di tempat lain yang bisa menggunakan modem pribadi, walaupun bukan di laboratorium. Maka selanjutnya dilihat dari jumlah siswa yang dilayani laboratoriumnya yang paling besar, yaitu SMK Dharmapala. Dengan alasan semakin besar rasio komputer dan siswa, maka SMK tersebut dikatakan sekolah yang paling cocok untuk kategori 3. Dengan demikian peneliti memilih SMK Dharmapala sebagai sampel pada kategori 3.

Peneliti sudah terangkan alasan dalam memilih sekolah di masing-masing kategori berdasarkan kriteria awal kategori dan apabila terdapat sekolah yang hampir sama, maka akan dilihat berdasarkan rasio komputer dan siswa yang lebih ideal di antara sekolah-sekolah yang hampir sama tersebut. Meskipun di dalam satu kategori sebelum diputuskan satu sekolah terpilih terdapat sekolah-sekolah lain yang masuk di kategori yang sama, namun ketiga sekolah inilah yang mewakili masing-masing kategori yang ada.


(56)

41

3. Tahap ketiga, menentukan unit analisis dari ketiga sampel SMK swasta terpilih. Unit analisis dalam penelitian ini adalah guru di 3 sekolah yang menjadi sampel. Banyaknya unit analisis ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin.

N (slovin) n =

1 + Ne² Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = Nilai eror, 5%.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.

2. Angket.

Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang diisi langsung oleh responden.

3. Studi Pustaka.


(57)

G.Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data merupakan tindak lanjut setelah pengumpulan data dari lapangan dengan melalui beberapa tahap pengolahan data dengan teknik-teknik sebagai berikut :

1. Editing.

Editing merupakan proses pemeriksaan data-data yang telah diisi dan dijawab oleh responden.

2. Koding.

Koding mengklasifikasikan menurut jenis pertanyaan dengan memberikan tanda-tanda khusus pada data yang sesuai dengan kategori yang sama. 3. Tabulasi.

Tabulasi adalah proses pengelompokan jawaban-jawaban serupa secara sistematis untuk dihitung jumlah yang masuk sebagai kategori dengan membuat tabel tunggal dan silang masing-masing kriteria.

H.Teknik Pemberian Skor

Setiap pertanyaan dalam kuesioner akan diberi empat alternatif jawaban, yaitu SB (Sangat Benar), B (Benar), TB (Tidak Benar) dan STB (Sangat Tidak Benar). Penentuan skor untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut :

1. Skor 4 merupakan nilai yang sangat diharapkan yang menunjukan kontinum yang sangat tinggi.

2. Skor 3 merupakan nilai yang diharapkan yang menunjukan kontinum yang tinggi.

3. Skor 2 merupakan nilai yang tidak diharapkan yang menunjukkan kontinum rendah


(58)

43

4. Skor 1 merupakan nilai yang sangat tidak diharapkan yang menunjukkan kontinum sangat rendah.

I. Teknik Pengujian Instrumen 1. Uji Validitas

Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukuran itu mengukur apa yang ingin diukur dalam Singarimbun (1995:124). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas butir, di mana setiap pertanyaan dicari nilai indeks validitasnya dengan menggunakan rumus pearson product moment correlation. Jika nilai indeks validitas butir ≤ 0,05, maka butir pertanyaan tersebut valid. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

(Masri Singarimbun)

Keterangan :

r = Angka kolerasi

N = Jumlah responden

X = Skor pertanyaan atau pernyataan

Y = Skor total sub variabel

Dengan kriteria pengujian, apabila r hitung > r tabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka pengukuran instrumen itu valid. Sebaliknya apabila r hitung < r tabel maka pengukuran instrumen kuesioner tersebut tidak valid.


(59)

2. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan reliabel bila diuji konsisten hasilnya, walaupun itu diuji berulang-ulang. Menurut Singarimbun (1995:140) reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Mengukur tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode Alfa – Cronbach, standar yang digunakan dalam menentukan reliabel atau tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r

hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai alpha. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

α = [

Keterangan : α = Nilai reliabilitas

k = Jumlah item pertanyaan atau pernyataan

Nilai varian masing – masing item

= Nilai total

Tingkat reliabilitas atau kepercayaan seluruh pertanyaan dilihat berdasarkan penetapan skor dari angka alpha 0 hingga 1, ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasi pada tabel halaman berikut :


(60)

45

Tabel 3. Ukuran Kemantapan Alpha.

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,80 s.d 1,00 0,60 s.d 0,799

<0,60

Reliabilitas baik Reliabilitas diterima Reliabilitas kurang baik

J. Teknik Analisis Data

Teknik untuk menganalisis model e-leadership pada guru menggunakan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menyimpulkan hasil penelitian data yang diperoleh dari sampel bagi populasi penelitian. Analisis inferensial digunakan untuk menentukan apakah hipotesis nol diterima atau ditolak, dengan menggunakan statistik inferensial uji-t yang digunakan untuk menganalisis statistik dan mendeskripsikan hasilnya dengan menjabarkan hasil statistik perhitungannya


(61)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum SMK Swasta di Bandarlampung

Melalui data yang diperoleh pada saat pra riset, menunjukkan bahwa terdapat 36 SMK swasta yang ada di Bandarlampung. Hampir secara keseluruhan SMK swasta yang ada sudah memiliki akses koneksi di sekolah masing-masing. Di mana rata-rata sekolah menggunakan program dari Telkom, yaitu Indischool yang memiliki program agar seluruh sekolah di Indonesia dapat terhubung dengan internet. Dengan menggunakan Indischool para siswa dibebaskan untuk dapat terkoneksi, namun dengan membayar Rp.1000 untuk satu hari terkoneksi.

Namun sepengamatan peneliti ketika melakukan pra riset, walau sekolah telah memiliki akses wifi dan pembayarannya pun sangat ringan untuk kalangan siswa. Hanya sedikit siswa yang menggunakan akses tersebut untuk tekoneksi ke internet. Padahal penggunaan internet dapat dimanfaatkan siswa untuk mencari bahan-bahan mata pelajaran. Dari keadaan di atas diketahui terdapat perbaikan dalam fasilitas sekolah dengan adanya wifi di sekolah-sekolah termasuk SMK swasta.


(1)

54

Tabel 6. Pengelompokkan Guru SMK Dharmapala Panjang.

Sumber : Riset Data Sekolah 2014.

No. Bidang study Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Matematika 1 1 2

2. IPA 2 1 3

3. IPS 13 3 6

4. Bahasa 1 2 3

5. Komputer 1 - 1


(2)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan :

Berikut ini kesimpulan yang peneliti berikan berdasarkan data dan fakta yang peneliti dapatkan selama mengerjakan penelitian ini :

1. Sekolah kategori 1 (tinggi) yaitu SMK 2 Mei, kategori 2 (sedang) yaitu SMK Arjuna dan kategori 3 (baik) yaitu SMK Dharmapala Panjang. 2. Berdasarkan pengujian hipotesis bahwa t hitung (128,360) > t tabel (1,65)

maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan e-leadership kepala sekolah pada SMK swasta yang senjang secara digital.

3. Hal yang terpenting agar terciptanya e-leadership yang baik, yaitu dengan kepala sekolah memiliki komunikasi antarpribadi yang baik di mana membawa dampak yang begitu baik bagi terciptanya e-leadership.

4. Model e-leadership SMK Dharmapala adalah, yaitu pada visi (91%), staf (86%), dukungan (83%) dan dimensi komunikasi antarpribadi (97,3%). Meskipun fasilitas memadai namun persepsi guru mengenai kepala sekolah tidak akan membedakan secara signifikan keadaan guru di masing-masing sekolah. Bisa dilihat dari tabel 31 maupun bagan 4, tentang mengungkapkan model e-leadership dan perbedaan model e-leadership di 3 sekolah yang senjang secara digital.


(3)

98

B. Saran :

1. Agar kepala sekolah memiliki komunikasi antarpribadi yang baik, untuk awal e-leadership di sekolah sehingga di harapkan memiliki e-leadership

yang baik.

2. Melihat dari hasi penelitian responden lebih cenderung pada nilai – nilai positif terhadap kepemimpinan sekolahnya, hal ini juga dapat menjadi representasi bagaimana keadaan fasilitas sekolah pada umumnya. Hal ini memungkinkan kondisi sekolah yang sedang diteliti merupakan cerminan kondisi sekolah–sekolah pada umumnya.

3. Perlunya penambahan rasio komputer agar memadai dengan jumlah siswa yang dilayani agar tidak satu komputer melayani lebih dari 1 orang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. 2009. Psikologi sosial, edisi revisi.Jakarta: PT. Rineka Cipta. Masyhuri. Zainuddin.2008. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dan

Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Nasution, Zulkarimen. 2012. Komunikasi Pembangunan, Pengenalan Teori dan Penerapannya ed. Revisi 8. Jakarta: Rajawali Pers.

Nazir, Moh . 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Nurhaida, Ida., Repelianto, Ageng Sadnowo., Rini, Riswantini. Pengembangan Model Pengukuran e-Readiness Institusi Pendidikan SLTA di Kota Bandar Lampung, laporan penelitian 2011. Bandarlampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Nurhaida, Ida., Repelianto, Ageng Sadnowo., Rini, Riswantini. Pengembangan Model Pengukuran e-Readiness Institusi Pendidikan SLTA di Kota Bandar Lampung, laporan penelitian 2012. Bandarlampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Nurhaida, Ida., Repelianto, Ageng Sadnowo., Rini, Riswantini. Pengembangan Model Pengukuran e-Readiness Institusi Pendidikan SLTA di Kota Bandar Lampung, laporan penelitian 2013. Bandarlampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Pardosi, Mico. 2004. Uraian Lengkap Internet. Surabaya: Penerbit Indah Surabaya.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3S. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit ALFABETA

Werner J. Severin & James W. Tankard, JR. 2005. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa Edisi ke-5. Jakarta: Kencana.


(5)

Skripsi :

Eka Yuda Gunawibawa. 2012. “Persepsi guru terhadap kepemimpinan teknologi (e-leadership)”. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Jurnal :

BJ Avolio, S Kahai, GE Dodge. 2001.The leadership quarterly. Elsevier. http://www.sozialpsychologie.uni-frankfurt.de/wp

content/uploads/2012/03/Avolio-2001.pdf hal 615 diakses tanggal 23-07-2014 pukul 15.00

Chang, I.-H., Chin, J. M., & Hsu, C.-M. (2008). Teachers’ Perceptions of the

Dimensions and Implementation of Technology Leadership of Principals in Taiwanese Elementary Schools. Educational Technology & Society, 11 (4), 229–245. www.ifets.info/journals/11_4/17.pdf diakses tanggal 14-12-2013

Jae Won Jung. Master of Science Thesis Stockholm, Sweden 2010. The Role of Social Media in E-Leadership

http://www.nada.kth.se/utbildning/grukth/exjobb/rapportlistor/2010/rapp orter10/jung_jae_won_10088.pdf hal 7 diakses pukul 23-07-2014 pukul 16.30

Probal DasGupta, 2011, ‘Literature Review: e-Leadership’, Emerging Leadership Journeys,

hal2,http://www.regent.edu/acad/global/publications/elj/vol4iss1/dasGupta _V4I1_pp1-36.pdf diakses pada tanggal 26 September 2013 pukul 15.40 Tan, S.C., & Ong, K.K. A. (2011). Distributed leadership for integration of

information and communication technology (ICT) in schools. In G. Williams, P. Statham, N. Brown & B. Cleland (Eds.), Changing Demands, Changing Directions. Proceedings ascilite Hobart 2011. hal.1204). http://www.ascilite.org.au/conferences/hobart11/procs/Tan-full.pdf diakses 14 Desember 2013 pukul 10.31

Sumber Lain:

http://www.oxforddictionaries.com/definition/american_english/innovation Diakses pukul 11.20 pada tanggal 11 desember 2013

Supriyadi, Hari. 2009. Teknologi Informasi dan Komunikasi Inovasi Bagi Dunia Pendidikan

http://insearch.unibi.ac.id/jurnal/2012/02/12/47/detail/teknologi_informasi_dan_k omunikasi_inovasi_bagi_dunia_pendidikan. diakses pukul 8.40 tanggal 15-12-13


(6)

(Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Kemendikbud) http://118.98.166.62/content/berita/media/18000-sekolah-di-indonesia-terkoneksi-akses-internet.html diakses pada tanggal 10 September 2013

http://hdr.undp.org/en/statistics/ diakses pada tanggal 26 September 2013

http://www.weforum.org/issues/global-competitiveness diakses pada tanggal 26 September 2013

Blog Fisip Untirta, diakses http://besar.blog.fisip-untirta.ac.id/2013/04/09/sdm-dan-leadership pukul 11.00 pada tanggal 11 desember 2013

David W. Stockburger, “Models”,

http://www.psychstat.missouristate.edu/introbook/sbk04m.htm model communication Diakses pada pukul 16.20 tanggal 23-1-2014

http://datapokok.ditpsmk.net/cari.php?cetak=list diakses pada tanggal 13 November 2013 pukul 17.00

---. 2012. Guru. http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/guru diakses pada tanggal 30 Juli 2014 pukul 10.07


Dokumen yang terkait

Bias Gender pada Adopsi Internet oleh Guru SMK Swasta di Kota Bandarlampung(Studi pada Guru SMK Swasta di Kota Bandarlampung)

0 10 79

Bias Gender pada Adopsi Internet oleh Guru SMK Swasta di Kota Bandarlampung(Studi pada Guru SMK Swasta di Kota Bandarlampung)

0 11 82

Bias Gender Pada Adopsi Internet oleh Guru SMK Swasta Di Kota Bandarlampung (Studi pada Guru SMK Swasta Di Kota Bandar Lampung)

1 7 82

PENGARUH KESENJANGAN DIGITAL TERHADAP LITERASI INTERNET GURU SMK SWASTA DI KOTA BANDARLAMPUNG (Studi Pada Guru SMK Swasta Di Kota Bandarlampung)

0 11 65

PENGARUH KESENJANGAN DIGITAL TERHADAP LITERASI INTERNET GURU SMK SWASTA DI KOTA BANDARLAMPUNG (Studi Pada Guru SMK Swasta Di Kota Bandarlampung)

4 16 65

PENGARUH KESENJANGAN DIGITAL AKSES INTERNET TERHADAP PERSEPSI GURU MADRASAH ALIYAH SWASTA DI KOTA BANDARLAMPUNG (Studi Pada Guru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital Di Kota Bandarlampung)

3 15 114

Pengaruh Kesenjangan Digital Akses Internet Terhadap Persepsi Guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung (Studi pada Guru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung).

0 32 114

Model e-Leadership SMK Swasta Kota Bandarlampung (Studi Komparatif pada Guru SMK Swasta yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung)

0 12 89

e-Leadership Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital (Studi Pada Guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung)

0 17 130

MODEL ADOPSI INTERNET GURU SMA NEGERI (Studi Pada SMA Negeri yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung)

0 13 65