PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK BIO-SLURRY PADAT DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK BIO-SLURRY PADAT DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Oleh

FIDYA GUSTRIANA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik

Bio-slurry padat dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah

(Allium ascalonicum L.). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013

sampai April 2014 di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan terdiri atas dua percobaan yaitu Percobaan I dan II. Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan tunggal yang diulang 3 kali yang terdiri dari p0= kontrol (tanpa perlakuan), p1= urea 400 kg ha -1

, TSP 300 kg ha-1, KCl 200 kg ha -1, p2 = Bio-slurry padat 4.000 kg ha-1,urea 300 kg ha-1, TSP 225 kg ha-1, dan KCl 150 kg ha-1, p3= Bio-slurry padat 6.000 kg ha-1, urea 200 kg ha-1, TSP 150 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1, p4= Bio-slurry padat 8.000 kg ha-1, urea 100 kg ha-1, TSP 75 kg ha-1, dan KCl 50 kg ha-1, p5= Bio-slurry

padat 10.000 kg ha-1. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet, aditivitas data diuji dengan uji Tukey, dan perbedaan nilai tengah diuji dengan uji kontras pada


(2)

pertumbuhan tajuk dan pertumbuhan umbi serta hasil menunjukkan hasil yang beragam. Pada Percobaan I, perlakuan yang dicobakan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah umbi, bobot kering angin umbi dan bobot kering umbi namun menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada bobot kering daun, jumlah umbi dan susut bobot umbi, Pada Percobaan II, perlakuan yang dicobakan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman, bobot kering daun, bobot basah umbi, bobot kering angin umbi, dan bobot kering umbi namun menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap jumlah umbi dan susut bobot umbi. Pemupukan campuran

(Bio-slurry padat dan NPK) baik percobaan I maupun percobaan II memiliki

potensi menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah yang lebih tinggi yaitu pada kisaran dosis Bio-slurry padat dosis 6.000-8.000 kg ha-1 dan NPK dosis (urea 100-200 kg ha-1 ,TSP 75-150 kg ha-1, KCl 50-100 kg ha-1) bila dibandingkan pemberian perlakuan pupuk tunggal (Bio slurry padat saja atau NPK saja).

Kata kunci : bawang merah, Bio-slurry padat, NPK, pupuk


(3)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK BIO-SLURRY PADAT DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Oleh

FIDYA GUSTRIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 15 Maret 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agus Suroso dan Ibu Fince Ngongoloy.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanan-kanak (TK) di TK Ekadyasa Branti Raya, Lampung Selatan pada tahun 1998, Sekolah Dasar di SDN 1 Merak Batin, Natar Lampung Selatan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Natar, Lampung Selatan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Natar, Lampung Selatan pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universtas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi staf Kementerian Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung periode 2012-2013, dan pda 2013/2014 menjadi asisten Mata Kuliah Pembiakan Tanaman untuk jurusan D3 Perkebunan.


(8)

Alhamdulillahirabbil’alamin….

Ku persembahkan skripsi ini untuk kedua orang tuaku yang

selalu mendo’akan & memberi motovasi, kedua kakakku yang

selalu menyayangiku, seseorang yang selalu memberiku semangat serta almamater tercinta.


(9)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Rugayah, M.P., selaku Pembimbing Utama, atas kesediaan untuk memberikan bimbingan, motivasi, nasehat, arahan dan kritik selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Dr. Ir. Yafizham, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan untuk memberikan bimbingan, motivasi, nasehat, arahan dan kritik selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Ir. Kus Hendarto, M.S., selaku Penguji atas saran-saran selama penelitian dan penyelesaian skripsi;

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

6. Ibu R.A. Diana Widyastuti, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, saran dan motivasinya kepada penulis;

7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis;


(10)

9. Kedua kakak penulis, Ratri Kurniasih, A.Md, Kep. Dan Susanto Mardiko, S.H. atas do’a, semangat dan motivasi kepada penulis;

10.Nano Setiono atas do’a semangat, kasih sayang, dan motivasi yang diberikan kepada penulis;

11.Sahabat-sahabatku Ervyanti Verica Sari, Esti Hikmawati, Imelda Tita Pratiwi, Astri Wulandari, Erna Wathi, Evin Listarini, Septianing Diah Awaliya, Fadhilah Asih Fitriana, Anisha, Adawiyah Timur, Oktariza Permana dan Anis Dwi Yulianti atas persahabatan, kebersamaan, semangat dan bantuan

tenaganya kepada penulis selama penelitian sampai penyusunan skripsi; 12.Teman-temanku Erlan Saputra, Echa Febrilya, Heny Susanti, Ayusastri

Clarizky, Annisa Yangis Safitri, Ni Wayan Dhefi, Ari Wibowo dan kakak-kakak tingkat Agroteknologi sertaadik-adikku D3 Perkebunan A 2012 atas persahabatan, bantuan tenaga kepada penulis saat melakukan penelitian dan kekeluargaannya selama ini;

13.Keluarga besar Agroteknologi (AGT) 2010 atas persahabatan dan persaudaraan selama ini;

14.Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Landasan Teori ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran ... 9

1.5 Hipotesis. ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Bawang Merah. ... 13

2.2 Budidaya Bawang Merah. ... 14

2.2.1 Syarat Tumbuh... 14

2.2.2 Teknik Penanaman dan Panen. ... 15

2.3 Jenis-jenis Pupuk ... 17

2.3.1 Pupuk Organik ... 17

2.3.2 Pupuk Anorganik ... 18

2.4 Bahan Organik dan Fungsi Bahan Organik. ... 18

2.5 Asal Bio-slurry ... 19


(12)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Bahan dan Alat. ... 25

3.3 Metode Penelitian. ... 25

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 28

3.4.1 Pemilihan Bibit... 28

1. Percobaan I ... 28

2. Percobaan II ... 29

3.4.2 Persiapan Media Tanam... 30

1. Percobaan I ... 30

2. Percobaan II ... 30

3.4.3 Pemberian Label dan Pengacakan Tata Letak Percobaan. ... 31

1. Percobaan 1 ... 32

2. Percobaan 2 ... 33

3.4.4 Pemupukan ... 33

3.4.5 Penanaman ... 34

3.4.6 Pemeliharaan ... 37

3.4.7 Pemanenan ... 37

3.4.8 Pengamatan ... 37

3.4.8.1 Pertumbuhan Tajuk ... 38

3.4.8.1.1 Tinggi tanaman ... 38

3.4.8.1.2 Jumlah anakan per tanaman ... 38

3.4.8.1.3 Bobot kering daun ... 38

3.4.8.2 Pertumbuhan Umbi dan Hasil. ... 38

3.4.8.2.1 Jumlah umbi per tanaman ... 38

3.4.8.2.2 Bobot basah umbi per tanaman ... 39

3.4.8.2.3 Volume umbi ... 39

3.4.8.2.4 Bobot kering angin per umbi ... 40

3.4.8.2.5 Susut bobot umbi per tanaman ... 40


(13)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 41

4.1.1 Percobaan I ... 41

4.1.1.1 Pertumbuhan Tajuk ... 41

4.1.1.1.1 Tinggi tanaman ... 41

4.1.1.1.2 Bobot kering daun per tanaman ... 44

4.1.1.2 Pertumbuhan Umbi dan Hasil ... 46

4.1.1.2.1 Jumlah umbi per tanaman ... 47

4.1.1.2.2 Bobot basah umbi per tanaman ... 48

4.1.1.2.3 Bobot kering angin umbi per tanaman … 49

4.1.1.2.4 Susut bobot umbi per tanaman ... 50

4.1.1.2.5 Bobot kering umbi per tanaman ... 52

4.1.2 Percobaan II ... 54

4.1.2.1 Pertumbuhan Tajuk. ... 54

4.1.2.1.1 Tinggi tanaman ... 55

4.1.2.1.2 Jumlah anakan per tanaman ... 57

4.1.2.1.3 Bobot kering daun per tanaman. ... 59

4.1.2.2 Pertumbuhan Umbi dan Hasil ... 60

4.1.2.2.1 Jumlah umbi per tanaman. ... 61

4.1.2.2.2 Bobot basah umbi per tanaman ... 62

4.1.2.2.3 Volume umbi per tanaman ... 63

4.1.2.2.4 Bobot kering angin umbi per tanaman . 64

4.1.2.2.5 Susut bobot umbi per tanaman ... 65

4.1.2.2.6 Bobot kering umbi per tanaman ... 66

4.2 Pembahasan ... 68

4.2.1 Percobaan I ... 68

4.2.2 Percobaan II... 75


(14)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 83 5.2 Saran ... 84 PUSTAKA ACUAN


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Bio-slurry. ... 23 2. Perlakuan yang diaplikasikan dalam penelitian. ... 26 3. Nilai koefisien pada perbandingan uji kontras. ... 28 4. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5 setelah

tanam pada percobaan I. ... 43 5. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot kering daun per tanaman bawang merah pada

percobaan I. ... 45 6. Nilai rata-rata pengamatan tajuk tanaman bawang merah pada

percobaan I. ... 46 7. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap jumlah umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan I. ... 48 8. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot basah umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan I. ... 49 9. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot kering angin umbi pada percobaan I. ... 50 10. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap susut bobot umbi pertanaman bawang merah pada

percobaan I. ... 52 11. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot kering umbi pertanaman bawang merah pada


(16)

12. Nilai rata-rata pengamatan umbi dan hasil tanaman bawang merah

pada percobaan I. ... 54 13. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5 setelah

tanam pada percobaan II. ... 56 14. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap jumlah anakan per tanaman bawang merah minggu

ke-5 setelah tanam pada percobaan II. ……… 58 15. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot kering daun per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 59 16. Nilai rata-rata pengamatan tajuk tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 60 17. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap jumlah umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 62 18. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot basah umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 63 19. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap volume umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 64 20. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot kering angin umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 65 21. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap susut bobot umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 66 22. Pengaruh pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk

NPK terhadap bobot kering umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 67 23. Nilai rata-rata pengamatan umbi dan hasil tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 68 24. Data tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5 setelah tanam pada


(17)

25. Uji homogenitas ragam untuk tinggi tanaman bawang merah minggu

ke-5 setelah tanam pada percobaan I. ... 90 26. Uji analisis ragam untuk tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5

setelah tanam pada percobaan I. ... 91 27. Hasil uji kontras untuk tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5

setelah tanam pada percobaan I. ... 91 28. Data bobot kering daun per tanaman bawang merah pada percobaan

I. ... 92

29. Transformasi (√Arc) bobot kering daun per tanaman bawang merah

pada percobaan I. ... 92 30. Uji homogenitas ragam untuk bobot kering daun per tanaman

bawang merah pada percobaan I. ... 93 31. Uji analisis ragam untuk bobot kering daun per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 93 32. Hasil uji kontras untuk bobot kering daun per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 94 33. Data jumlah umbi per tanaman bawang merah pada percobaan

I. ... 94 34. Uji homogenitas ragam untuk jumlah umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 95 35. Uji analisis ragam untuk jumlah umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan I. ... 95 36. Hasil uji kontras untuk jumlah umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan I. ... 96 37. Data bobot basah umbi bawang merah per tanaman pada

percobaan I. ... 96 38. Uji homogenitas ragam untuk bobot basah umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan I. ... 97 39. Uji analisis ragam untuk bobot basah umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 97 40. Hasil uji kontras untuk bobot basah umbi per tanaman bawang


(18)

41. Data bobot kering angin umbi per tanaman pada percobaan I. ... 98 42. Transformasi (√x) bobot kering angin umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 99 43. Uji homogenitas ragam untuk bobot kering angin umbi per

tanaman bawang merah pada percobaan I. ... 99 44. Uji analisis ragam bobot kering angin umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 100 45. Hasil uji kontras untuk bobot kering angin umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan I. ... 100 46. Data susut bobot umbi per tanaman pada percobaan I. ... 101 47. Transformasi (√Arc) susut bobot umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan I. ... . 101 48. Uji homogenitas ragam untuk susut bobot umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan I. ………....….. 102 49. Uji analisis ragam untuk susut bobot umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 102 50. Hasil uji kontras untuk susut bobot umbi per tanaman bawang

merahpada percobaan I. ……….. 103 51. Data bobot kering umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan I. ... 103 52. Transformasi (√x) bobot kering umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan I. ... 104 53. Uji homogenitas ragam untuk bobot kering umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan I. ... 104 54. Uji analisis ragam untuk bobot kering umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ... 105 55. Hasil uji kontras untuk bobot kering umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan I. ……….. 105 56. Data tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5 setelah tanam pada

percobaan II. ... 106 57. Uji homogenitas ragam untuk tinggi tanaman bawang merah


(19)

58. Uji analisis ragam untuk tinggi tanaman bawang merah minggu

ke-5 setelah tanam pada percobaan II. ... 107 59. Hasil uji kontras untuk tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5

setelah tanam pada percobaan II. ... 107 60. Data jumlah anakan per tanaman bawang merah minggu ke-5

setelah tanam pada percobaan II. ... 108 61. Uji homogenitas ragam untuk jumlah anakan per tanaman bawang

merah minggu ke-5 setelah tanampada percobaan II. ... 108 62. Uji analisis ragam untuk jumlah anakan per tanaman bawang

merah minggu ke-5 setelah tanam pada percobaan II. ... 109 63. Hasil uji kontras untuk jumlah anakan per tanaman bawang merah

minggu ke-5 setelah tanam pada percobaan II. ... 109 64. Data bobot kering daun per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 110

65. Transformasi (√Arc) bobot kering daun per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 110

66. Transformasi (√x) bobot kering daun per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 111 67. Uji homogenitas ragam untuk bobot kering daun per tanaman

bawang merah pada percobaan II. ... 111 68. Uji analisis ragam untuk bobot kering daun per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 112 69. Hasil uji kontras untuk bobot kering daun per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 112 70. Data jumlah umbi per tanaman bawang merah pada percobaan

II. ... 113 71. Uji homogenitas ragam untuk jumlah umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 113 72. Uji analisis ragam jumlah umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 114 73. Hasil uji kontras untuk jumlah umbi per tanaman bawang merah


(20)

74. Data bobot basah umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 115

75. Transformasi (√x) bobot basah umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 115 76. Uji homogenitas ragam untuk bobot basah umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan II. ... 116 77. Uji analisis ragam untuk bobot basah umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 116 78. Hasil uji kontras untuk bobot basah umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 117 79. Data volume umbi per tanaman bawang merah pada percobaan

II. ... 117

80. Transformasi (√x) volume umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 118 81. Uji homogenitas ragam untuk volume umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 118 82. Uji analisis ragam untuk volume umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 119 83. Hasil uji kontras untuk volume umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ………. 119 84. Data bobot kering angin umbi per tanaman bawang merah pada

percobaan II. ... 120 85. Transformasi (√x) bobot kering angin umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 120 86. Uji homogenitas ragam untuk bobot kering angin umbi per

tanaman bawang merah pada percobaan II. ... 121 87. Uji analisis ragam untuk bobot kering angin umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan II. ... 121 88. Hasil uji kontras untuk bobot kering angin umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan II. ... 122 89. Data susut bobot umbi per tanaman pada percobaan II. ... 122


(21)

90. Transformasi (√Arc) susut bobot umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 123 91. Uji homogenitas ragam untuk susut bobot umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan II. ... 123 92. Uji analisis ragam untuk susut bobot umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 124 93. Hasil uji kontras untuk susut bobot umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ……….. 124 94. Data bobot kering umbi per tanaman bawang merahpada

percobaan II. ... 125

95. Transformasi (√x) bobot kering umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 125 96. Uji homogenitas ragam untuk bobot kering umbi per tanaman

bawang merah pada percobaan II. ……… 126 97. Uji analisis ragam bobot kering umbi per tanaman bawang merah

pada percobaan II. ... 126 98. Hasil uji kontras untuk bobot kering umbi per tanaman bawang

merah pada percobaan II. ... 127 99. Perhitungan sumbangan unsur hara dari Bio-slurry padat kotoran

sapi. ... 128 100. Hasil Analisis Tanah ... 131


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bibit bawang merah yang digunakan pada Percobaan 1. ... 29 2. Bibit bawang merah yang digunakan pada Percobaan 2. ... 29 3. Denah tata letak Percobaan 1. ... 32 4. Denah tata letak Percobaan 2. ... 33 5. Pupuk organik Bio-slurry padat sapi ... 34 6. Pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dengan cara disebar

di atas tanah (a) pengisian tanah kembali setelah diberi pupuk (b), pemberian pupuk NPK dengan cara melingkar dengan jarak 5 cm

dari lubang tanam (c)... 34 7. Pemisahan bibit umbi bawang merah berdasarkan ukuran

(a) pemotongan sepertiga pucuk umbi sebelum penanaman (b) ... 35 8. Pemberian fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% sebelum tanam

pada percobaan 1 (a) dan percobaan 2 (b) ... 36 9. Teknik penanaman bawang merah dengan cara: (a) bawang

disemai dengan media pasir pada percobaan I (b) pindah tanam bibit bawang ke media tanah pada percobaan I dan (c) penanaman

bawang merah tanpa disemai pada percobaan II ... 36 10. Cara pengukuran volume umbi bawang merah ... 39 11. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah selama 7

minggu setelah tanam (mst) (dari 1 mst-7 mst) pada percobaan I

(cm) ... 42 12.Grafik pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah selama 7 minggu


(23)

13.Grafik pertumbuhan jumlah anakan per tanaman bawang merah selama 6 minggu setelah tanam (2-7 mst) pada percobaan II

(anakan). ... 57 14. Penampilan kondisi bawang merah di dalam rumah kaca sebelum

dipanen.. ... 133 15. Penampilan ukuran umbi bawang merah sesaat setelah panen. ... 133 16. Hasil umbi bawang merah pada Percobaan I dan Percobaan II.…….. 134


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang cukup baik. Bawang merah banyak

digunakan sebagai bahan untuk bumbu berbagai macam masakan. Bawang merah juga memiliki manfaat lain yaitu sebagai obat tradisional karena mengandung banyak antiseptik dan senyawa aillin yang memiliki sifat anti mikroba termasuk bakteri sehingga berfungsi untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

Berkaitan dengan nilai penting di atas, kebutuhan bawang merah di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sebesar 5%. Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang setiap tahun mengalami peningkatan, sementara produksi bawang merah menurun. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura dan Biofarma (2013), produksi bawang merah per hektar 8-12 ton per ha. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013), produksi bawang merah di Indonesia pada tahun 2010 mengalami penurunan dari 1.048.934 ton menjadi 893.124 ton pada tahun 2011 akan tetapi pada tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan menjadi 960.072 ton.


(25)

Sepanjang tahun 2010 impor bawang merah di Indonesia tercatat sebesar 73.864 ton dan dalam tiga bulan pertama tahun 2011, impor bawang merah di Indonesia mencapai 85.730 ton. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2004), konsumsi bawang merah di Indonesia 4,56 kg/kapita per tahun atau 0,38 kg/kapita per bulan sehingga konsumsi nasional diperkirakan mencapai 160.800.000 ton/tahun. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan bawang merah dalam negeri masih rendah dibandingkan kebutuhan akan bawang merah yang tinggi, dengan demikian produktivitas bawang merah di Indonesia perlu ditingkatkan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil bawang merah adalah penerapan teknologi yang sesuai dengan budidaya bawang merah yaitu pemupukan. Pemupukan adalah suatu tindakan memberikan tambahan unsur hara pada tanah baik langsung maupun tak langsung sehingga dapat memberikan nutrisi bagi tanaman. Pemupukan merupakan hal penting yang diberikan ke tanaman agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan ketersediaan unsur hara di dalam tanah (Irvan, 2013).

Bawang merah hanya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kondisi fisik tanahnya baik dan cukup unsur hara. Penggunaan pupuk organik tampaknya dapat diterapkan dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil

bawang merah melalui perbaikan sifat fisik dan kimia tanah.

Saat ini pemerintah sedang mencanangkan program BIRU (Biogas Rumah) yang merupakan suatu program yang mendukung penerapan energi terbarukan


(26)

merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang

biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah

metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) (Tim Biogas Rumah atau Tim BIRU, 2012).

Kehadiran BIRU, baik bagi peternak maupun petani tidak hanya mendapatkan manfaat gas sebagai sumber energi untuk memasak atau untuk penerangan, tetapi biogas juga menghasilkan produk atau bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas yaitu ampas biogas (Bio-slurry) yang dapat digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman.

Bio- slurry adalah produk akhir pengolahan limbah berbahan kotoran sapi yang

berbentuk padat dan cair yang sangat bermanfaat sebagai sumber nutrisi untuk tanaman. Pupuk Bio-slurry juga mengandung mikroba “pro-biotik” yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan dan kesehatan lahan pertanian sehingga diharapkan akan berdampak pada peningkatan kualias dan kuantitas panen (Tim BIRU, 2012).

Pemanfaatan Bio-slurry selain membantu perbaikan sifat fisik tanah juga akan mengurangi efek negatif dari pembuatan biogas seperti bau yang tidak sedap, pencemaran lingkungan, dan dapat menjadi sumber penyakit. Bahan keluaran dari biogas tersebut dicoba untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman.


(27)

Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh tim BIRU (2012), Bio-slurry

mengandung nutrisi utama (makro) yang diperlukan oleh tanaman seperti NPK (nitrogen, fosfor dan kalium) dan nutrisi pelengkap (mikro) seperti magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan sulfur (S). Adapun komposisi Bio-slurry setelah fermentasi adalah air 70-80% dan zat kering 20-30%, jika diuraikan lagi zat kering tersebut mengandung bahan organik 18-27% (International Training Workshop, 2010).

Pemberian pupuk selain pupuk organik adalah pemberian pupuk NPK. Pupuk NPK perlu dilakukan untuk melengkapi kebutuhan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman. Berdasarkan kandungan unsur hara yang lengkap terdapat dalam pupuk Bio-slurry dan tambahan unsur hara dari pupuk NPK diharapkan penggunaan Bio-slurry sebagai pupuk organik dan pupuk NPK sebagai sumber unsur hara makro melengkapi kebutuhan hara bagi tanaman bawang merah. Penggunaan kedua pupuk tersebut diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah pemberian pupuk (Bio-slurry padat, NPK, atau pupuk campuran) berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.)?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian pupuk Bio-slurry

padat dan NPK terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.)?


(28)

3. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pemberian pupuk tunggal (Bio-slurry

padat atau NPK) dengan pupuk campuran terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.)?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan masalah maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk (Bio-slurry padat, NPK, atau pupuk campuran) terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.)

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara pemberian pupuk organik

Bio-slurry padat dengan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil bawang

merah (Allium ascalonicum L.).

3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara pemberian pupuk tunggal (pupuk organik Bio-slurry padat atau pupuk NPK) dengan pupuk campuran terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.).

1.3 Landasan Teori

Bawang merah merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama sebagai bumbu dalam masakan. Kebutuhan bawang merah yang tinggi di Indonesia belum disertai dengan kekontinuitasan hasil yang maksimal sehingga masih kekurangan. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan hasil bawang merah salah


(29)

satunya adalah dengan penggunaan pupuk yang tepat baik jenis maupun jumlahnya.

Pemberian pupuk secara optimal, akan dapat mempengaruhi pertumbuhan

tanaman bawang merah. Unsur hara makro utama yang mempengaruhi hasil dan kualitas bawang merah adalah N, P dan K. Unsur hara ini dibutuhkan lebih banyak karena tanaman sering mengalami defisiensi. Oleh sebab itu, bawang merah membutuhkan penambahan hara dari luar untuk dapat hidup optimal (Hidayat dan Rosliani, 1996).

Hasil penelitian Pangaribuan (1998) menunjukkan bahwa pemberian bahan

organik pada bawang merah nyata mempengaruhi produksi umbi total. Pemberian bahan organik berupa campuran kompos dan kotoran ayam (10 ton/ha)

menghasilkan jumlah umbi lebih banyak dibandingkan kontrol.

Menurut Rosliani dan Hilman (2002), penggunaan pupuk urea hayati dan pupuk organik penambat N yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik standar urea, ZA, SP-36, dan KCI cenderung meningkatkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah. Penggunaan kedua jenis pupuk tersebut yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik standar selain dapat meningkatkan hasil umbi bawang merah juga cenderung meningkatkan efisiensi pemupukan.

Penambahan bahan organik dengan C/N ratio tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme mati dan melepaskan kembali unsur hara ke tanah. Pupuk organik yang telah mengalami proses penguraian maka dapat menekan


(30)

bagi pertumbuhan tanaman dalam bentuk senyawa organik. Syarat utama mengatasi kekurangan hara dalam tanah adalah perbaikan struktur tanah melalui pemupukan organik (Hardjowigeno, 1989).

Bio-slurry merupakan produk dari hasil pengolahan biogas berbahan campuran

kotoran ternak dan air melalui proses fermentasi yaitu tanpa oksigen (anaerobik) di dalam ruang tertutup. Proses fermentasi tersebut akan menghasilkan gas yaitu biogas yang mengandung 55-70 % metana (CH4), 25-45% karbondioksida (CO2), nitrogen (N), hidrogen (H), hidrogen sulfide (H2S), dan oksigen (O2) .

Beberapa jenis mikroba (bakteri) yang terdapat dalam proses fermentasi tersebut yaitu mikroba anaerob yang berperan dalam proses pembentukan biogas yang terbagi dalam tiga kelompok bakteri yaitu kelompok bakteri fermentatif (Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae), kelompok bakteri asetogenik (Desulfovibrio), dan kelompok bakteri metana

(Mathanobacterium, Mathanobacillus,Methanosacaria, dan Methanococcus).

Bakteri Methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti air bersih, endapan air laut, kotoran sapi, kotoran kambing (kotoran anaerob) ataupun tempat pembuangan akhir. Jumlah bakteri terutama bakteri pembentuk gas methan yaitu bakteri asam dan bakteri methan harus ada dalam jumlah yang berimbang (Komunitas Mahasiswa Sentra Energi atau KAMASE, 2009).

Kotoran sapi merupakan sustrat yang paling cocok sebagai sumber penghasil biogas, karena telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat dalam perut ruminansia. Bakteri tersebut membantu dalam proses fermentasi sehingga mempercepat proses pembentukan biogas (Sufyandi, 2001).


(31)

Proses pembuatan biogas maka akan menghasilkan keluaran berupa ampas biogas yaitu kotoran hewan yang dapat dijadikan bahan alternatif pupuk organik.

Pengolahan limbah hasil peternakan khususnya kotoran sapi sebagai biogas akan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Ampas biogas ( Bio-slurry) merupakan hasil keluaran yang dihasilkan selain energi. Bio-slurry

tersebut sudah tidak mengandung gas tersebut ditampung dalam suatu wadah dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi pertumbuhan tanaman yaitu berupa Bio-slurry. Bio-slurry memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Berdasarkan analisa Bio-slurry yang dilakukan oleh Tim BIRU (2012), didapat hasil komposisi dalam Bio-slurry dari kotoran sapi pada analisis berbasis kering memiliki kandungan bahan organik 68,59 %, C-Organik 17,87 %, N-Total 1,47%, C/N ratio 9,09 %, P2O5 0,52 %, dan K2O 0,38 %. Kandungan lain yang terdapat dalam Bio-slurry yaitu asam amino, asam lemak, asam organik, asam humat, vitamin B-12, hormon auksin, sitokinin, antibiotik, dan nutrisi mikro yaitu besi (Fe), tembaga (Cu), zink (Zn), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo)

(International Training Workshop, 2010).

Manfaat Bio-slurry, selain menambah unsur hara juga dapat memperbaiki struktur tanah. Tanah yang diberi Bio-slurry menjadi lebih remah, mudah mengikat nutrisi dan air serta dapat meningkatkan populasi dan aktifitas mikroorganisme tanah (Tim BIRU, 2012).

Berdasarkan keunggulan yang terkandung dalam Bio-slurry maka Bio-slurry

merupakan pupuk organik lengkap dan berkualitas tinggi yang baik bagi


(32)

Pemanfaatan Bio-slurry sebagai pupuk organik dapat digunakan sebagai pupuk pelengkap dalam budidaya bawang merah (Allium ascalonicum L.).

Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) menyatakan bahwa pupuk organik mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga pupuk organik lebih ditujukan pada kandungan bahan organiknya saja dibandingkan kadar haranya.

Yetty dan Evawani (2008) menyatakan bahwa kandungan unsur hara pada pupuk organik masih belum dapat memenuhi kebutuhan tanaman bawang merah, sehingga perlu dikombinasikan dengan pupuk anorganik. Oleh karena itu masih perlu untuk menambahkan pupuk kimia dalam jumlah tertentu.

Penggunaan pupuk Bio-slurry padat dalam pertumbuhan bawang merah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan yaitu berkurangnya penggunaan pupuk kimia sehingga dapat menekan biaya produksi dan menguntungkan secara ekonomi.

1.4 Kerangka Pemikiran

Pemupukan merupakan hal terpenting yang harus dilakukan dalam melakukan budidaya bawang merah. Pemupukan merupakan kegiatan memberikan unsur hara bagi tanaman. Pemupukan yang berimbang harus diberikan pada tanaman sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Selain pupuk kimia, penggunaan pupuk organik juga sangat penting bagi

pertumbuhan tanaman khususnya bagi tanaman bawang merah. Salah satu jenis pupuk organik yang sangat berpotensi dikembangkan adalah Bio-slurry.


(33)

Pemerintah sedang mencangkan program BIRU (Biogas rumah) yaitu merupakan suatu program dengan memanfaatkan energi terbarukan yang modern dan

berkelanjutan bagi masyarakat pedesaan. Selain energi yang dihasilkan dari teknologi biogas juga terdapat keluaran dari teknologi tersebut yang sangat bermanfaat bagi pertanian yaitu Bio-slurry yang merupakan ampas biogas yang keluar sebagai hasil akhir dari biogas yang berbahan campuran kotoran ternak dan air melalui proses tanpa oksigen (anaerobik) di dalam ruang tertutup.

Bio-slurry ada dua macam yaitu Bio-slurry padat dan Bio-slurry cair. Bio-slurry

dapat dijadikan pupuk yang sangat baik untuk menyuburkan lahan dan

meningkatkan produksi tanaman budidaya karena mengandung berbagai macam unsur hara, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Selain unsure hara juga mengndung asam amino, vitamin, dan hormon. Tanah yang diberi Bio-slurry

menjadi lebih remah sehingga pertumbuhan akar tanaman bawang merah lebih mudah mencari dan mengikat nutrisi dan air di dalam tanah, akar tanaman lebih mudah menembus tanah, dan memiliki daya serap serta jelajah akar semakin luas.

Bio-slurry juga dapat meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme

tanahyang berfungsi membantu mempercepat proses dekomposisi dan dapat menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan seperti auksin, giberelin dan sitokinin yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Perbandingan antarnutrisi pada Bio-slurry sapi menunjukkan kandungan nitrogen cenderung lebih tinggi dibandingkan fosfor dan kalium, kecuali pada Bio-slurry

babi dalam bentuk padatan (kering). Kandungan unsur hara lengkap dan rata-rata C-organik pada Bio-slurry yang lebih tinggi dari standar pupuk organik yang


(34)

dikeluarkan oleh standar mutu pupuk organik, No.28/Permentan/OT.140/2/2009 yaitu lebih besar dari 12 membuat pupuk ini lebih baik kualitasnya bila

dibandingkan dengan kotoran ternak murni.

Berdasarkan kelengkapan kandungan unsur haranya, Bio-slurry ini sangat baik jika digunakan sebagai pupuk bagi tanaman dan diharapkan dapat

mengoptimalkan pertumbuhan bawang merah dan mampu meningkatkan hasil bawang merah. Penelitian mengenai pengaruh pemberian Bio-slurry sebagai pupuk yang diaplikasikan pada tanaman sayuran belum banyak dilakukan.

Pemanfaatan Bio-slurry belum banyak diminati oleh petani maupun masyarakat di Indonesia sebagai pupuk bagi tanaman,untuk melihat pengaruhnya pada tanaman pertanian perlu dilakukan penelitian pemberian pupuk organik Bio-slurry padat pada pertanaman bawang merah. Penggunaan pupuk organik saja pada

pertanaman sayuran khususnya yang berjenis umbi seperti bawang merah, kurang dapat memaksimalkan pertumbuhan maupun hasil tanaman bawang merah. Pada umumnya, pupuk organik hanya mampu memenuhi sebagian kecil kebutuhan hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman sehingga kurang optimal. Oleh karena itu untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik perlu ditambahkan dengan pupuk kimia yaitu pupuk NPK yang diharapkan dapat memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.


(35)

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan maka disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh pemberian pupuk (Bio-slurry padat, NPK, atau pupuk campuran) terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.)

2. Terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian pupuk organik Bio-slurry

padatdan NPK terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.)

3. Terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian pupuk tunggal (Bio-slurry

padat dan NPK) dengan pupuk campuran terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)


(36)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani dan Morfologi Tanaman Bawang Merah

Menurut Sunarjono dan Soedomo (1983), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Lilialaes (Liliflorae)

Famili : Liliales

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L.

Tanaman bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar (AAK, 2004).

Bawang merah memiliki batang semu atau disebut “discus” yang bentuknya

seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekat akar dan mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah


(37)

bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Secara umum tanaman bawang merah mempunyai daun berbentuk bulat kecil dan memanjang antara 50-70 cm, berwarna hijau muda sampai hijau tua, berlubang seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagian bawahnya melebar dan membengkak (Rahayu dan Nur, 2007).

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan. Setiap tandan mengandung sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga terdapat benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta bakal buah duduk di atas membentuk suatu bangun seperti kubah (Tim Bina Karya Tani, 2008). Menurut Rukmana 1995, buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam.

2.2 Budidaya Bawang Merah

2.2.1 Syarat Tumbuh

Daerah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah daerah beriklim kering yang cerah yang cukup mendapat sinar matahari dengan suhu udara 25°C-32°C dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam. Bawang


(38)

merah dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan ketinggian tempat 10-250 m dpl (Wibowo, 2007).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah yaitu tanah yang memiliki aerasi dan drainase yang baik, subur, banyak mengandung bahan organis atau humus, dan memiliki pH antara 5,5-7,0. Jenis tanah yang paling baik adalah jenis tanah Alluvial, Clay Humus atau Latosol yaitu tanah lempung yang berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerase dan draenase yang baik serta memiliki perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir, dan debu (Wibowo, 2007).

2.2.2 Teknik Penanaman dan Panen

Sebelum melakukan penanaman dilakukan pemilihan bibit dengan ukuran bibit 3-4 g/umbi. Umbi bibit yang baik yang telah disimpan 2-3 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya). Umbi bibit yang dipilih harus umbi yang utuh dan sehat yang ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau). Bibit yang dipilih harus benih dari jenis unggul dan murni artinya bibit tidak tercampur dengan jenis atau varietas lain (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Penanaman bawang merah biasanya dilakukan pada lahan terbuka yang telah dilakukan pengolahan tanah sebanyak 2-3 kali dengan tujuan untuk

menggemburkan tanah sehingga aerasinya baik. Pengolahan lahan pertama dilakukan pembalikan tanah sedalam 40 cm, lalu dilakukan pengolahan kedua untuk meremahkan. Pengolahan lahan terakhir membuat guludan dengan lebar


(39)

100-200 cm, panjang sesuai kebutuhan dan jarak antar bedengan 20-40 cm (Tim Bina Karya Tani, 2008). Penanaman bawang merah dilakukan pada akhir musim hujan dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm. Cara penanaman dilakukan dengan cara kulit pembalut umbi dikupas terlebih dahulu dan dipisahkan siung-siungnya, untuk mempercepat keluarnya tunas, sebelum ditanam bibit tersebut dipotong ujungnya hingga 1/3 bagian. Bibit ditanam dan ditutup dengan tanah tipis.

Pemupukan bawang merah dilakukan dengan memberikan pupuk kandang sebanyak 15 ton/ha, pupuk urea 400 kg, TSP 300 kg dan KCl 200 kg untuk satu hektar lahan yang diberikam saat awal tanam. Pemupukan susulan dilakukan pada umur 10-15 hari dan umur 30-35 hari setelah tanam. Jenis dan dosis pupuk yang diberikan adalah urea 75-100 kg ha-1, ZA 150-250 kg ha-1, KCl 75-100 kg ha-1. Pupuk diaduk rata dan diberikan di sepanjang garitan tanaman (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Penyiraman bawang merah dilakukan dengan menggunakan gembor, sprinkler, atau dengan cara menggenangi air disekitar bedengan yang disebut sistem leb. Pengairan dilakukan secara teratur sesuai dengan kebutuhan tanaman, terutama jika tidak ada hujan. Pemberantasan gulma perlu dilakukan agar tanaman tidak terganggu pertumbuhannya oleh keberadaan gulma. Pemberantasan gulma dapat dilakukan dengan cara mekanis (menggunakan alat dan tenaga secara langsung), secara kimiawi (menggunakan herbisida), dan secara biologi ( menggunakan tumbuhan atau organisme tertentu).

Penyulaman dilakukan apabila dilapangan terdapat tanaman yang mati, rusak, atau pertumbuhannya tidak normal. Biasanya dilakukan paling lambat 2 minggu


(40)

setelah tanam. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 hari. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dilakukan tergantung pada serangan hama dan penyakit. Pengendalian hama dilakukan dengan cara sanitasi dan pembuangan gulma, pengumpulan dan pemusnahan larva, melakukan

pengolahan lahan untuk membongkar persembunyian ulat, penggunaan

insektisida, dan rotasi tanaman. Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara sanitasi dan pembakaran sisa tanaman yang sakit, penggunaan benih yang sehat, atau penggunaan fungisida yang efektif.

Panen bawang merah dilakukan apabila umbi sudah cukup umur sekitar 70 HST yang ditandai dengan ± 60% daun mulai rebah, menguning atau mengering dan batang semu bagian pangkal sudah kempis dan terkulai. Cara panen bawang merah adalah mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada umbi yang tertinggal dan panen dilakukan ketika cuaca cerah yaitu pada pagi hari dan keadaan tanah dalam kondisi kering (Tim Bina Karya Tani, 2008).

2.3 Jenis-jenis Pupuk

2.3.1 Pupuk Organik

Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen (N) yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto, 2002).


(41)

2.3.2 Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik ada dua yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam,biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea yang hanya mengandung unsur nitrogen. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk majemuk lebih praktis karena hanya dengan satu kali aplikasi (Novizan, 2005).

Penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengurangan penggunaan pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Penggunaan pupuk kimia secara bijaksana diharapkan memberikan dampak yang lebih baik di masa depan. Tidak hanya pada kondisi lahan dan hasil panen yang lebih baik, tetapi juga pada kelestarian lingkungan (Musnamar, 2005).

2.4 Bahan Organik dan Fungsi Bahan Organik

Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang telah mengalami dekomposisi. Bahan organik memiliki fungsi baik

terhadapsifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara

langsung merupakan sumber hara N, P, S, dan unsur-unsur mikro pembentuk agregat tanah yang lebih baik dan pemantap agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi (pertukaran udara), permeabilitas (kecepatan air meresap ke tanah), dan


(42)

infiltrasi (masuknya air ke dalam tanah) menjadi lebih baik. Bahan organik juga dapat meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah, dan menahan logam berat yang masuk ke dalam tanah. Fungsi lainnya adalah dapat meningkatkan kapasitas sangga tanah, mempertahankan kestabilan suhu tanah, mensuplai energi bagi organisme tanah, meningkatkan organisme saprofit

(organisme pengurai bahan organik), dan menekan organisme parasit (organisme yang merugikan) bagi tanaman (Stevenson, 1994).

2.5 Asal Bio-slurry

Bio-slurry diperoleh melalui proses pembuatan biogas. Biogas dari kotoran sapi

diperoleh dari dekomposisi anaerobik dengan bantuan mikroorganisme.

Pembuatan biogas dari kotoran sapi harus dalam keadaan anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses fermentasi untuk pembentukan biogas maksimal pada suhu 30-55° C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan organik secara optimal. Pembentukan biogas terjadi di dalam reaktor biogas. Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi organik lainnya, menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain digunakan sebagai bahan bakar memasak dan lampu untuk penerangan.


(43)

Teknologi reaktor BIRU adalah reaktor kubah beton (fixed-dome). Bangunan kubah beton biogas ini dapat bertahan minimal 15 tahun dengan penggunaan dan perawatan benar. Terdapat 6 bagian utama dari reaktor BIRU yaitu: Inlet (tangki pencampur) tempat bahan baku kotoran dimasukkan, reaktor (ruang

anaerobik/hampa udara), penampung gas (kubah penampung), outlet (ruang pemisah), sistem pipa penyalur gas dan lubang penampung ampas biogas atau lubang pupuk kotoran yang telah terfementasi (Tim BIRU, 2012).

Tahap pembuatan biogas adalah sebagai berikut; kotoran sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Pada saat pengadukan sampah dibuang dari bak penampungan. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk lumpur dari kotoran sapi. Kemudian lumpur tersebut dialirkan ke digester (bangunan utama dari instalasi biogas yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan organik oleh bakteri), pengisisan pertama harus penuh. Penambahan starter diberikan sebanyak 1 liter dan isi rumen segar sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi. Gas metan sudah mulai di hasilkan pada hari 10 sedangkan pada hari ke -1 sampai ke - 8 gas yang terbentuk adalah CO2. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% biogas akan menyala. Pada hari ke -14, gas yang terbentuk sudah dapat digunakan. Mulai hari ke-14, sudah bisa dihasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.


(44)

Ampas biogas yaitu Bio-slurry cair (basah) yang keluar dari outlet lalu diendapkan atau didiamkan di lubang penampungan yang ternaungi minimal selama 1 minggu untuk mengurangi atau menghilangkan gas yang tidak baik bagi tanaman maupun ternak. Penggunaan padat (kering), Bio-slurry dikeringkan secara alami dibawah sinar matahari langsung minimal selama 40 hari (Fahri, 2010).

2.6 Pupuk Bio-slurry

Bio-slurry merupakan produk dari hasil pengolahan biogas berbahan campuran

kotoran ternak dan air melalui proses tanpa oksigen (anaerobik) di dalam ruang tertutup (Tim BIRU, 2012). Bio-slurry memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan kotoran hewan segar atau pupuk kandang biasa. Adapun keunggulan tersebut antara lain Bio-slurry bermanfaat untuk 1) menyuburkan tanah pertanian, dapat menambahkan humus sehingga tanah lebih bernutrisi dan mampu menyimpan air, serta mampu mendukung aktivitas perkembangan cacing dan mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman 2) kandungan nutrisi Bio-slurry

terutama nitrogen (N) lebih baik dibandingkan pupuk kandang/kompos atau kotoran segar. Hal ini disebabkan kandungan nitrogen (N) dalam Bio-slurry lebih banyak dan mudah diserap oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman 3) Bio-slurry bebas bakteri pembawa penyakit pada tanaman karena proses fermentasi kohe (kotoran hewan) di reaktor biogas dapat membunuh organisme yang menyebabkan penyakit pada tanaman 4) penggunaan

Bio-slurry sebagai pupuk bagi tanaman dapat mengusir rayap perusak tanaman


(45)

Bio-slurry merupakan produk akhir dari pengolahan limbah kotoran hewan dan air menjadi biogas melalui proses anaerobik atau fermentasi. Kotoran hewan yang biasa digunakan yaitu kotoran sapi dan kotoran babi. Adapun keluaran yang dihasilkan berupa kotoran hewan yang sudah tercampur dengan air menjadi Bio-slurry basah atau cair dan keluaran yang sudah dipisahkan dari air atau

dikeringkan yaitu Bio-slurry kering atau padat. Komposisi hara dalam Bio-slurry

adalah sebagai berikut, kandungan N-Total pada Bio-Slurry cair baik kotoran babi sebesar 2,72% maupun kotoran sapi sebesar 2,92% lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan N-Total pada Bio-slurry padat baik kotoran babi sebesar 1,57% maupun kotoran sapi sebesar 1,47%. Kandungan P2O5 pada Bio-slurry

padat lebih besar dibandingkan pada Bio-slurry cair. Kandungan P2O5 pada

Bio-slurry padat kotoran babi sebesar 1,92% dan Bio-slurry padat kotoran sapi sebesar 0,52% sedangkan pada Bio-slurry cair kotoran babi sebesar 0,55% dan Bio-slurry

cair kotoran sapi sebesar 0,21%. Kandungan K2O pada Bio-slurry padat lebih tinggi dibandingkan kandungan Bio-slurry cair. Kandungan K2O pada Bio-slurry

padat kotoran babi sebesar 0,41% dan Bio-slurry padat kotoran sapi sebesar 0,38% sedangkan pada Bio-slurry cair kotoran babi sebesar 0,35% dan Bio-slurry


(46)

Tabel 1. Komposisi Bio-slurry. No. Bentuk

Bio-slurry Jenis bio-slurry Bahan organik C-organik N-Total

C/N P2O5 K20

(%) (%) (%) (%) (%)

1.

Cair

Bio-slurry

(Babi)

- 52,28 2,72 21,43 0,55 0,35

2. Bio-slurry

(Sapi)

- 47,99 2,92 15,77 0,21 0,26 3.

Padat

Bio-slurry

(Babi)

65,88 15,60 1,57 9,97 1,92 0,41

4. Bio-slurry

(Sapi)

68,59 17,87 1,47 9,09 0,52 0,38

5. Kompos

( Bio-slurry

Sapi)

54,50 14,43 1,60 10,20 1,19 0,27

Sumber : Tim BIRU ( 2012). Keterangan:

 C-Organik = kandungan karbon (C) di dalam bahan organik

 C/N rasio = perbandingan antara kandungan karbon (C) organik dengan nitrogen (N) total.

Pengaruh Bio-slurry terhadap produksi tanaman beragam tergantung pada jenis dan kondisi tanah, kualitas benih, iklim, dan faktor lain. Pada dasarnya

pemakaian Bio-slurry akan memberi manfaat sebagai berikut dapat memperbaiki struktur fisik tanah yaitu tanah menjadi lebih gembur, meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air lebih lama yang bermanfaat saat musim

kemarau, meningkatkan kesuburan tanah yaitu tanah menjadi lebih bernutrisi dan lengkap kandungannya dan dapat meningkatkan aktivitas cacing dan

mikroorganisme tanah yang bermanfaat untuk tanah dan tanaman (Tim BIRU, 2012).


(47)

Penggunaan Bio-slurry secara tepat dapat memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman rata-rata 10-20% lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang biasa (Tim BIRU, 2012). Penelitian di luar negeri

memperlihatkan penggunaan Bio-slurry pada padi, gandum dan jagung dapat meningkatkan produksi masing-masing sebesar 10%, 17%, dan 19%. Pada tanaman seperti bunga kol, penggunaan Bio-slurry dapat meningkatkan produksi sebesar 21%, pada tomat 19% dan buncis 70% (Tim BIRU, 2012).


(48)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan I dilakukan pada bulan Desember 2013 - Februari 2014 dan Percobaan II dilakukan pada bulan Februari - April 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu bibit bawang merah varietas Bima Brebes dengan deskripsi seperti pada lampiran (hal 132), pupuk

Bio-slurry padat, air, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl, tanah, pasir dan

fungisida bahan aktif Mankozeb 80 %. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul, sekop,gembor, ember, sprayer, karung, polybag, oven,

timbangan, gelas ukur, kayu, kertas label dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan tunggal dan 3 ulangan sehingga diperoleh 18 unit percobaan dan terdiri atas dua Percobaan, yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan I menggunakan tanah sub soildan bibit umbi varietas ‘Bima


(49)

Brebes’ yang diperoleh dari pasar tradisional sedangkan Percobaan II

mengggunakan jenis tanah top soil dan bibit umbi varietas yang sama dengan Percobaan I yang masih dalam keadaan ikatan dengan daunnya. Pada Percobaan I masing-masing perlakuan terdapat 3 sampel polybag dan pada Percobaan II masing-masing perlakuan terdapat 2 sampel polybag. Perlakuan tunggal dosis pupuk (P) yang terdiri dari 5 taraf : p0, p1, p2, p3, p4, p5. Adapun daftar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perlakuan yang diaplikasikan dalam penelitian.

Perlakuan Dosis (kg ha-1)

urea TSP KCl Bio- slurry padat

p0 - - - -

p1 400 300 200 -

p2 300 225 150 4000

p3 200 150 100 6000

p4 100 75 50 8000

p5 - - - 10000

Keterangan:

p0 = kontrol (tanpa perlakuan)

p1 = urea 400 kg ha-1 + TSP 300 kg ha-1 + KCl 200 kg ha-1

p2 = Bio-slurry padat 4000 kg ha-1 + urea 300 kg ha-1 + TSP 225 kg ha-1 + KCl 150 kg ha-1

p3 = Bio-slurry padat 6000 kg ha-1 + urea 200 kg ha-1 + TSP 150 kg ha-1 + KCl 100 kg ha-1

p4 = Bio-slurry padat 8000 kg ha-1 + urea 100 kg ha-1 + TSP 75 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1

p5 = Bio-slurry padat 10000 kg ha-1

Homogenitas ragam data antarperlakuan diuji dengan menggunakan uji Barllet dan kemenambahan data (adivitas) pengamatan dilihat dengan uji Tukey. Setelah itu, bila analisis ragam terpenuhi maka dilakukan pemisahan nilai tengah. Adapun pemisahan nilai tengah antarperlakuan dilakukan dengan menggunakan uji


(50)

kontras pada taraf 5%. Uji kontrasyang akan dibandingkan adalah sebagai berikut:

a. Membandingkan antara tanpa pemberian pupuk (kontrol) dengan pemupukan (pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk NPK) dan pupuk tunggal (pupuk organik Bio –slurry padat atau pupuk NPK)

1. p0 vs p1 2. p0 vsp5 3. p0 vs p2, p3, p4

b. Membandingkan antara pupuk organik Bio-slurry padat vs pupuk NPK 4. p1 vs p5

c. Membandingkan antara pupuk tunggal (pupuk organik Bio-slurry padat atau pupuk NPK) dengan pupuk campuran (pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk NPK)

5. p1 vs p2, p3, p4 6. p5 vsp2, p3, p4

d. Membandingkan antar pupuk campuran (pupuk organik Bio-slurry padat dosis terendah dan pupuk NPK dosis tertinggi dengan pupuk organik

Bio-slurry padat dosis tertinggi dan pupuk NPK dosis terrendah)

7. P2 vs P4


(51)

Tabel 3. Nilai koefisien pada perbandingan uji kontras.

No. Perbandingan Nilai rata-rata pengamatan

p0 p1 p2 p3 p4 p5

1. p0 vs p1 -1 1 0 0 0 0

2. p0 vs p5 -1 0 0 0 0 1

3. p0 vs p2, p3, p4 -3 0 1 1 1 0

4. p1 vs p5 0 -1 0 0 0 1

5. p1 vs p2, p3, p4 0 -3 1 1 1 0

6. p5 vs p2, p3, p4 0 0 1 1 1 -3

7. p2 vs p4 0 0 -1 0 1 0

Keterangan :

p0 = kontrol (Tanpa perlakuan)

p1 = urea 400 kg ha-1 + TSP 300 kg ha-1 + KCl 200 kg ha-1 p2 = urea 300 kg ha-1 + TSP 225 kg ha-1 + KCl 150 kg ha-1 +

Bio-slurry padat 4000 kg ha-1

p3 = urea 200 kg ha-1 + TSP 150 kg ha-1 + KCl 100 kg ha-1 +

Bio-slurry padat 6000 kg ha-1

p4 = urea 100 kg ha-1 + TSP 75 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1

Bio-slurry padat 8000 kg ha-1

p5 = Bio-slurry padat 10000 kg ha-1

3.4Pelaksanaan Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Pemilihan Bibit

1. Percobaan I

Bibit bawang merah yang digunakan adalah bibit varietas ‘Bima Brebes’ yang diperoleh dari pasar tradisional. Bibit yang diperoleh adalah berupa umbi tanpa daun (Gambar 1).


(52)

Gambar 1. Bibit bawang merah yang digunakan pada Percobaan I.

2. Percobaan II

Bibit bawang merah yang digunakan pada Percobaan II adalah bibit bawang merah varietas ‘Bima Brebes’ yang masih dalam keadaan ikatan dengan daunnya (Gambar 2).

Gambar 2. Bibit bawang merah yang digunakan pada Percobaan II.

Umbi bibit yang digunakan baik pada Percobaan I maupun Percobaan II telah mengalami penyimpanan selama 2 bulan. Ukuran umbi yang digunakan sekitar 3-4gram/umbi dan sehat. Ciri-ciri umbi bibit sehat ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), warnanya cerah, mengkilap, tidak ada bercak hitam sebagai petunjuk adanya serangan penyakit dan kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau).


(53)

3.4.2 Persiapan Media Tanam

Persiapan media tanam dilakukan dengan cara menyiapkan tanah. Persiapan tanah dilakukan sebanyak dua kali yaitu tanah untuk Percobaan I dan Percobaan II.

1. Percobaan I

Pada Percobaan I, tanah yang digunakan adalah tanah sub soil yang diambil dari lahan terpadu Universitas Lampung. Tanah diambil dengan cara dicangkul dengan kedalaman sekitar 20-35 cm. Kemudian tanah dikumpulkan dan diaduk hingga homogeny. Kemudian tanah dimasukkan ke dalam polybag tidak sampai terisi penuh disisakan 5 cm. Polybag yang digunakan berukuran 5 kg sebanyak 54 buah.

2. Percobaan II

Pada Percobaan II, tanah yang digunakan merupakan tanah top soil yang diambil di sekitar lahan pertanaman gedung hortikultura. Tanah disiapkan pada saat umur tanaman pada penanaman pertama berumur 8 minggu. Persiapan tanah sama seperti pada persiapan tanah percobaan sebelumnya. Setelah tanah telah

disiapkan, kemudian polybag disusun di atas meja penelitian di dalam rumah kaca sesuai dengan perlakuan. Sebelum dilakukan penanaman, sehari sebelumnya media tanam disiram dengan menggunakan fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g/liter. Polybag yang digunakan pada Percobaan II ini sebanyak 36 buah.


(54)

3.4.3 Pemberian Label dan Pengacakan Tata Letak Percobaan

Label dibuat sesuai dengan perlakuan dan ditempelkan pada polybag untuk memudahkan dalam pengamatan dan penyusunan tata letak percobaan. Hasil pengacakan tata letak percobaan disajikan pada Gambar 3 untuk Percobaan I dan Gambar 4 untuk Percobaan II.


(55)

1. Percobaan I U1 U2 U3 P0.1 P3.1 P5.1 P2.1 P1.1 P4.1 P2.1 P3.1 P0.1 P0.1 P4.1 P5.1 P1.1 P5.1 P1.1 P4.1 P3.1 P2.1 P0.2 P3.2 P5.2 P0.3 P3.3 P5.3

P2.2 P2.3

P1.2 P1.3

P4.2 P4.3

P3.2 P3.3

P2.2 P2.3

P0.2 P0.3

P4.3 P1.2 P4.2 P5.3 P5.2 P1.3

P1.2 P1.3

P3.2 P3.3

P2.2

P0.3 P0.2

P5.3 P5.2

P4.2 P4.3

P2.3


(56)

2. Percobaan II

Gambar 4. Denah tata letak Percobaan II.

3.4.4 Pemupukan

Pemberian pupuk baik pada Percobaan I maupun Percobaan II sama yaitu sesuai dengan dosis perlakuan pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk NPK yang telah ditentukan. Penentuan dosis tiap polybag berdasarkan populasi tanaman dengan perhitungan seperti pada hal. 129 (lampiran). Semua pupuk diberikan sebelum tanam kecuali pupuk urea diberikan setengah dosis pada saat tanam dan setengah dosis sisanya diberikan saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam. Pemberian pupuk organik Bio-slurry padat (Gambar 5) dilakukan dengan cara ditaburkan diatas tanah yang telah diisikan ke dalam polybag kemudian ditutup

P0.1 P0.2 P5.1 P5.2

P3.1 P3.2 P2.1 P2.2

P1.1 P1.2 P4.1 P4.2

P4.1 P4.2 P1.1 P1.1

P0.1 P0.2 P5.1 P5.2

P3.1 P3.2 P2.1 P2.2

P1.1 P1.2 P4.1 P4.2

P5.1 P5.2 P2.1 P2.2

P0.1 P0.2 P3.1 P3.2 U3

U2


(57)

kembali dengan tanah. Pemberian pupuk NPK dilakukan dengan cara melingkar berjarak 5 cm dari lubang tanam lalu ditutup tipis dengan tanah (Gambar 6).

Gambar 5. Pupuk organik Bio-slurry padat dari kotoran sapi.

Gambar 6. Pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dengan cara disebar di atas tanah (a) pengisian tanah kembali setelah diberi pupuk (b), pemberian pupuk NPK dengan cara melingkar dengan jarak 5 cm dari lubang tanam (c).

3.4.5 Penanaman

Penanaman dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada Percobaan I dan Percobaan II yang dilakukan setelah pemupukan. Sebelum ditanam, bibit dikelompokkan berdasarkan ukuran bobot 3-4 gram, kemudian dilakukan pemotongan pucuk


(58)

sebesar sepertiga pucuk umbi bibit bawang merah. Tujuan pemotongan pucuk umbi bibit adalah untuk mempercepat tumbuhnya tunas. Pemotongan sepertiga pucuk umbi dilakukan sebelum diberi fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% agar hasil potongan umbi yang tidak terendam fungi tersebut tidak terbuang dan dapat dimanfaatkan (Gambar 7).

Gambar 7. Pemisahan bibit umbi bawang merah berdasarkan ukuran (a) pemotongan sepertiga pucuk umbi sebelum penanaman (b).

Pada Percobaan I, setelah dilakukan pemotongan pucuk, bibit umbi direndam dengan menggunakan fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g/liter selama 15 menit (Gambar 7). Penanaman umbi bawang dengan cara disemai terlebih dahulu dengan menggunakan media pasir. Setelah berumur 1 minggu, umbi bawang yang sudah muncul tunas dipindah tanam ke dalam polybag yang berisi media tanah (Gambar 8). Penanaman dilakukan dengan menanam satu bibit umbi yang sudah muncul tunas per lubang tanam.

Pada Percobaan II, setelah dilakukan pemotongan sepertiga pucuk umbi, bagian atas umbi yang sudah dipotong diberi fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% dalam bentuk tepung yang ditaburkan pada ujung umbi (Gambar 7). Penanaman umbi bawang langsung ditanam ke dalam polybag yang telah diisi media tanam


(59)

tanah dengan menanam satu umbi per lubang tanam. Seluruh bagian umbi dibenamkan ke dalam media tanam sampai permukaan, selanjutnya bagian atas ditutup dengan tanah tipis (Gambar 8).

Gambar 8. Pemberian fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% sebelum tanam pada Percobaan I (a) dan pada Percobaan II (b).

Gambar 9. Teknik penanaman bawang merah dengan cara: (a) bawang disemai dengan media pasir pada Percobaan I (b) pindah tanam bibit bawang ke media tanah pada Percobaan I dan (c) penanaman bawang merah tanpa disemai pada Percobaan II.

(a) (b)


(60)

3.4.6 Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, pendangiran, dan

pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan satu kali setiap hari pada pagi hari, pendangiran dilakukan agar media tanam tidak memadat sehingga sirkulasi udara akan lancar dan pencegahan dan pengendalian terhadap serangan hama dan penyakit dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan dan pemberian fungisida berbahan aktif Mankozeb 80 % dilakukan satu kali pada saat daun mulai terlihat menunjukkan gejala terkena serangan penyakit jamur.

3.4.7 Pemanenan

Pemanenan bawang merah pada Percobaan I dilakukan pada umur 80 dan pada Percobaan II pemanenan dilakukan pada tanaman umur 70 hari. Tanaman bawang merah dapat dipanen apabila menunjukkan kriteria panen: 60-90 % daun telah rebah, leher batang lunak dan menguning. Pemanenan dilakukan pada pagi hari yang cerah dan tanah kering dengan cara mencabut batang, daun beserta umbi- umbinya.

3.4.8 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada tanaman dari masing-masing perlakuan. Adapun variabel pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:


(61)

3.4.8.1 Pertumbuhan Tajuk 3.4.8.1.1 Tinggi tanaman

Tinggi tanaman dinyatakan dalam satuan centimeter (cm). Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang dengan menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan dari minggu ke-1 setelah tanam (mst) sampai memasuki fase generatif (7 mst), dengan interval waktu 1 minggu sekali.

3.4.8.1.2 Jumlah anakan per tanaman

Jumlah anakan dinyatakan dalam satuan anakan dan diperoleh dengan cara menghitung jumlah anakan per tanaman setiap minggu mulai dari tanaman berumur 2 minggu setelah tanam sampai 7 minggu setelah tanam.

3.4.8.1.3 Bobot kering daun per tanaman

Bobot kering daun dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh dari penimbangan seluruh bagian daun tanaman bawang setelah dikeringanginkan selama 3 hari, lalu dioven dengan suhu 70°C selama 3 x 24 jam.

3.4.8.2 Pertumbuhan Umbi dan Hasil 3.4.8.2.1 Jumlah umbi per tanaman

Jumlah umbi dinyatakan dalam satuan umbi dan diperoleh setelah panen dengan menghitung jumlah umbi pada setiap rumpun pada masing-masing tanaman.


(62)

3.4.8.2.2 Bobot basah umbi per tanaman

Bobot basah umbi dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh pada saat panen dengan cara menimbang seluruh bagian umbi per rumpun sesaat setelah panen sehingga umbi masih dalam keadaan segar. Umbi dibersihkan dari akar, daun, dan tanah yang melekat pada umbi.

3.4.8.2.3 Volume umbi

Volume umbi bawang merah dinyatakan dalam satuan milliliter (ml) dan diukur berdasarkan hasil pengukuran yang diambil dari 3 butir umbi terbesar per satuan percobaan. Pengukuran umbi dilakukan dengan cara memasukkan umbi yang telah ditusuk ke dalam gelas ukur yang telah diisi air. Penambahan volume

setelah dimasukkan umbi dikurangi dengan volume awal merupakan volume umbi bawang (Rugayah, 1997) (Gambar 10).


(63)

3.4.8.2.4 Bobot kering angin umbi per tanaman

Bobot kering angin umbi dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh dari penimbangan umbi setelah dikeringanginkan selama satu minggu.

3.4.8.2.5 Susut bobot umbi per tanaman

Susut bobot umbi dinyatakan dalam satuan persen (%) dan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara bobot umbi segar dengan bobot umbi setelah

mengalami proses kering angin selama satu minggu. 3.4.8.2.6 Bobot kering umbi per tanaman

Bobot kering umbi dinyatakan dalam satuan dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh dari penimbangan seluruh bagian umbi per tanaman setelah dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C selama 3 x 24 jam.


(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk NPK pada percobaan I memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering daun, jumlah umbi dan susut bobot umbi. Pada percobaan II hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi dan susut bobot umbi.

2. Secara agronomis, perlakuan yang memiliki potensi untuk memberikan hasil yang lebih tinggi adalah pupuk campuran pupuk organik Bio-slurry padat dosis 6000-8000 kg ha-1 dan pupuk NPK dosis (urea 100-200 kg ha-1 ,TSP 75-150 kg ha-1, KCl 50-100 kg ha-1).

3. Pertumbuhan dan hasil bawang merah percobaan II lebih baik dibandingkan

percobaan I. Jumlah umbi dan bobot keringangin umbi rata-rata pada percobaan II adalah 5,86 umbi dan 6,2 gram lebih baik dibandingkan percobaan I yaitu 4,5 umbi dan 2,6 gram.


(65)

5.2 Saran

Saran yang diberikan untuk penelitian lanjutan pada percobaan yang serupa adalah dosis pupuk organik Bio-slurry padat dan pupuk NPK yang ditambahkan perlu ditingkatkan dan perlu adanya pemberian pupuk susulan. Selain itu penelitian sebaiknya dilakukan di lahan terbuka yang memiliki sirkulasi udara atau angin yang cukup baik.


(66)

PUSTAKA ACUAN

AAK, 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta: 18 Hlm. Abdi Tani. 1999. Pentingnya Persemaian dan Seleksi Bibit pada Budidaya

Bawang Merah dengan Biji. Edisi II Juli-September 1999. Bandung.

Alexander, M. 1976. Introduction to Soil Microbiology. Second ed. John Wiley & Sons. New York, USA.

Badan Pusat Statistik. 2011. Data Produksi Bawang Merah [internet]. Jakarta. BPS; [diunduh 1 September 2013]. Tersedia pada:www.bps.go.id. 2011. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Data Produksi

Bawang Merah [internet]. Jakarta. BPS; [diunduh 1 September 2013]. Tersedia pada: www.bps.go.id. 2013.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor. 136 hlm.

Buckman, H. O. dan N. C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Angkasa, Jakarta.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2004. Konsumsi Bawang Merah [internet]. Jakarta. [diunduh 1 September 2013]. Tersedia pada:

www.litbang.deptan.go.id.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produksi Bawang Merah [internet]. Jakarta. [diunduh 10 Mei 2014]. Tersedia pada: www.litbang.deptan.go.id Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah. 2007. Pengolahan Limbah Industri

Pangan. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Fahri, A. 2010. Teknologi Pembuatan Biogas dari Kotoran Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau. Riau. [diunduh 5 Juni 2014] Tersedia pada:


(67)

Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. Akademi Presindo. Jakarta. 286 hal. Hardjowigeno, Sarwono. 2004. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo: Jakarta. Hidayat Y, dan R. Rosliani., 1996. Pengaruh Pemupukan N, P dan K pada

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Kultivar Sumenep. Jurnal Hortikultura. 5 (5). 39-43.

International Training Workshop. 2010. Training Material of Biogas

Technology. Yunan Normal University. Yunan, China. P102.

Irvan, M. 2013. Respon bawang merah (Allium Ascalonicum L.) terhadap zat pengatur tumbuh dan unsur hara. Jurnal Agroteknologi. 3(2) : 35-40. Jumin, H. B. 2002. Agroekologi: Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta.

Rajawali Press. 179 hal.

Klukachova, Jana, Milan Navratil, Marie Vesela, Pavel Havranek and Dana Savarova. 2004. Occurence of Garlic Viruses in the Czech Republic. Proceeding of the XVI. Slovak and Chezh Republic.

Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (KAMASE) . 2009. Cara Mudah Membuat Digester Biogas [internet]. Yogyakarta: Biogas; [Diunduh 3 Maret 2014]. Tersedia pada: http://www.kamase.org/?p=548.

Leiwakabessy, F.W. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Faperta. IPB, Bogor : 222 hal.

Maulidia, O. 2013. Uji Efektivitas Kombinasi Pupuk Organonitrofos dengan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Serta Serapan Hara Tanaman Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) pada Tanah Ultisol Gedung Meneng [skripsi]. Bandar Lampung (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Munir, M. 1996. Tanah Utisol di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.

Musnamar, E. I. 2005. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. 72 hal.

Nandiyanto, A. B. D. dan F. Rumi. 2006. Biogas sebagai peluang pengembangan energi alternatif, inovasi 2006. Jurnal Energi Alternatif. 8: XVIII.


(68)

Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Cetakan keenam. Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 hal.

Pangaribuan, D. 1998. Peningkatan produktivitas bawang merah melalui

penambahan bahan organik pada tanah. Jurnal Tanaman Tropika. 1(2):

98-107. ISSN:1410-7368.

Rahayu, E. dan B. Nur. 2007. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 94 hal.

Rosliani R. dan Y. Hilman. 2002. Pengaruh pupuk urea hayati dan pupuk

organik penambat nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.

Jurnal Hortikutura. 12 (1):17-27.

Rugayah, 1997. Pertumbuhan dan hasil bawang merah yang diaplikasi Sesbania rostrata dan pupuk urea pada ultisol kentrong. Jurnal Agrotropika. II(1): 18-25.

Rukmana, R. 1995. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius. Jakarta. 18 hal.

Setiyowati, S. Haryanti dan H. Rini Budi. 2010. Pengaruh perbedaan

konsentrasi pupuk organik cair tehadap produksi bawang merah (Allium

ascalonicum L). Jurnal BIOMA. 12 (2): 44-48.

Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2th ed. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Sufyandi, A. 2001. Informasi Teknologi Tepat Guna untuk Pedesaan Biogas. Bandung. 30 hal.

Sumarni, N. dan A. Hidayat 2005. Budidaya bawang merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Panduan TeknisPTT Bawang

Merah No.3, Tahun 2005. ISBN : 979-8304-49-7. Bandung: 22 hal. Sunarjono, H. dan P. Soedomo. 1983. Budidaya Bawang Merah (Allium

ascalonicum L.) Cetakan Kedua. Bandung. Sinar Baru. 54 hal.

Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta. Suriadikarta D. A. dan R.D.M Simanungkalit. 2006. Pendahuluan. Pp 1-10.


(69)

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan

Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Yrama Widya, Bandung. 120 hal.

Tim Biogas Rumah (Tim BIRU). 2012. Pedoman & Pengguna Pengawas

Pengelolaan dan Pemanfaatan Bio-slurry. Kerja sama Indonesia-Belanda. Program BIRU. Jakarta. 24 hal.

Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang : Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang

Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. 212 hal.

Winarna dan E.S., Sutarta. 2003. Pertumbuhan dan Serapan Hara Bibit Kelapa Sawit Pada Medium Tanam Sub Soil Tanah Typic Paleudult, Typic

Tropopsamment, dan Typic Hapludult. Warta PPKS 11(1), PPKS. Medan.

Yetty H. dan E. Evawani. 2008. Penggunaan pupuk organik dan KCl pada

tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). Sagu 7(1): 13-18.

Yusuf, Tohari. 2009. Unsur Hara dan Fungsinya. [terhubung berkala]. Tersedia pada :


(70)

(71)

Tabel 24. Data tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5 setelah tanam pada percobaan I.

Perlakuan Kelompok Total kelompok Rata-rata

I II III

p0 29,50 31,67 31,30 92,47 30,82

p1 33,43 25,77 21,90 81,10 27,03

p2 30,30 32,07 34,03 96,40 32,13

p3 33,73 20,40 32,33 86,46 28,82

p4 35,77 35,10 25,27 96,14 32,05

p5 33,47 25,07 31,60 90,14 30,05

Total perlakuan 196,20 170,08 176,43 542,71

Rata-rata 32,70 28,35 29,41 30,15

Keterangan:

p0 = kontrol (tanpa perlakuan)

p1 = urea 400 kg ha-1 + TSP 300 kg ha-1 + KCl 200 kg ha-1

p2 = Bio-slurry padat 4000 kg ha-1 + urea 300 kg ha-1 + TSP 225 kg ha-1 + KCl 150 kg ha-1

p3 = Bio-slurry padat 6000 kg ha-1 + urea 200 kg ha-1 + TSP 150 kg ha-1 + KCl 100 kg ha-1

p4 = Bio-slurry padat 8000 kg ha-1 + urea 100 kg ha-1 + TSP 75 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1

p5 = Bio-slurry padat 10000 kg ha-1

Tabel 25. Uji homogenitas ragam untuk tinggi tanaman bawang merah minggu ke-5 setelah tanam pada percobaan I.

Perlakuan

Db 1/Db JK Si2 Log Si2 Db*Log Si2

p0 2 0,50 2,70 1,35 0,13 0,26

p1 2 0,50 68,86 34,43 1,54 3,07

p2 2 0,50 6,96 3,48 0,54 1,08

p3 2 0,50 107,32 53,66 1,73 3,46

p4 2 0,50 69,11 34,55 1,54 3,08

p5 2 0,50 38,90 19,45 1,29 2,58

Total 12 3,00 293,86 146,93 6,77 13,53

Gabungan 24,49 1,39

χ2 hitung = 7,22

Faktor Koreksi = 1,19

χ2 terkoreksi = 6,05 (homogen)


(1)

Perhitungan Sumbangan Unsur Hara dari Bio-slurry Padat Kotoran Sapi

Tabel 97. Perhitungan sumbangan unsur hara dari Bio-slurry padat kotoran sapi

No Jenis pupuk Sumber Unsur hara Kebutuhan unsur hara bawang merah (kg/ha) Sumbangan unsur hara dari 10 ton/ha

Bio-slurry

Jumlah unsur hara yang ditambahkan

(kg ha-1)

1. Urea N 184 147 37

2. TSP P2O5 192 52 140

3. KCl K2O 120 38 82

1. Kebutuhan unsur hara untuk tanaman bawang merah

A. Urea = 400 kg ha-1

-Kadar N = 46%

-Kebutuhan N = 46 x 400 = 184 kg N

100

B. TSP = 300 kg ha-1

- Kadar P2O5 = 48%

- Kebutuhan P2O5 = 48 x 400 = 192 kg P2O5 100

C. KCl = 200 kg ha-1

- Kadar K2O = 60%

- Kebutuhan K2O = 60 x 200 = 120 kg K 100


(2)

2. Pemberian Bio-slurry padat pada media tanam A. Kebutuhan Urea = 400 kg/ha

- Kebutuhan Bio-slurry padat = 10.000 kg/ha - Kandungan N-Total = 1,47 %

- Kandungan N yang sudah terpenuhi = 1,47 x 10.000 = 147 kg/ha 100

B. KebutuhanTSP = 300 kg/ha

- Kebutuhan Bio-slurry padat = 10.000 kg/ha - Kandungan P2O5 = 0,52 %

- Kandungan N yang sudah terpenuhi = 0,52 x 10.000 = 52 kg/ha 100

C. KebutuhanKCl = 200 kg/ha

- Kebutuhan Bio-slurry padat = 10.000 kg/ha - Kandungan K2O = 0,38 %

- Kandungan N yang sudah terpenuhi = 0,38 x 10.000 = 38 kg/ha 100

3. Jumlah unsur hara yang harus ditambahkan apabila hanya mengggunakan 10 ton ha-1 Bio-slurry

A. N = 184 kg ha-1 – 147 kg ha-1

= 37 kg ha-1 atau setara dengan urea (100 x 33 kg) = 71,8 kg ha-1 46

B. P = 192 kg ha-1 – 52 kg ha-1

= 140 kg ha-1 atau setara dengan TSP (100 x 140 kg) = 291,7 kg ha-1 48

C. K = 120 kg ha-1 – 38 kg ha-1

= 82 kg ha-1 atau setara dengan KCl (100 x 82 kg) = 136,7 kg ha-1 60


(3)

Tabel 98. Hasil analisis tanah awal petak percobaan

Parameter tanah Nilai Kriteria*

pH-H2O 6,40 Agak masam

C-organik (%) 2,25 Sedang

N-total (%) 0,21 Sedang

C/N rasio 10,71 Sedang

P2O5-HCl 25% (ppm) 294,84 Sedang

Ptersedia – Bray1(ppm) 7,20 Rendah

K2O – HCl 25% (ppm) 280,22 Sedang

Kdd-NH4OAc(cmol kg-1) 0,61 Tinggi

Keterangan: *) Kriteria bersumber dari Juknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk (Balai Penelitian Tanah, 2005).


(4)

Bawang Merah Varietas Bima Brebes

Varietas Bima Brebes berasal dari daerah Brebes dan cocok ditanam di daerah dataran rendah.Varietas ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

- Tinggi tanaman berkisar antara 25 cm-44 cm - Jumlah anakan antara 7-12

- Daun tanaman berbentuk silindris berlubang - Warna daun hijau

- Jumlah daun 14-50 helai

- Umur panen ± 60 hari setelah tanam - Pembungaan terjadi pada umur 50 hari

- Bunga tanaman berbentuk seperti payung dan berwarna putih - Jumlah bunga per tangkai berkisar antara 120-160

- Jumlah tangkai bunga per rumpun antara 2-4 - Jumlah buah per tangkai berkisar antara 60-100

- Biji berbentuk bulat, gepeng, berkeriput, dan berwarna hitam

- Umbi berbentuk lonjong, bercincin kecil pada leher cakram dan berwarna merah muda.

- Produksi umbi mencapai 9,9 ton per hektar

- Susut bobot dari umbi basah menjadi umbi kering 21,5%.

- Tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii), namun peka terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytopthoraporri)


(5)

PercobaanI : umur 80 hari Percobaan II : umur 70 hari

Gambar 14. Penampilan kondisi bawang merah di dalam rumah kaca sebelum dipanen.

Percobaan I

Percobaan II


(6)

Percobaan I

(a) Umbi terbesar (b) Umbi terkecil Percobaan II

(a) Umbi terbesar (b) Umbi terkecil