PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS X MAN KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN TAHUN 2012/2013

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PADA SISWA KELAS X MAN KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN TAHUN 2012/2013

Oleh

SITI MURDIYATI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER PENDIDIKAN Pada

Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung


(2)

ABSTRACT

THE DEVELOPING OF STUDENTS WRITING COMPETENCE OF ARGUMENTATIVE TEXT WITH CONSTRUCTIVISM APPROACH OF

CLASS X IN MAN KEDONDONG PESAWARAN 2012/2013 By

Siti Murdiyati

The ability of students of first class in arranging a thought and feeling using words in making a paragraph is still low. In order to overcome that problem, there must be a proper way to increasing the improvement of writing competence. This research is to improve learning process of argumentative texts and to describing the improvement of writing competence with constructivism approach.

The method used in this research is descriptive qualitative. The research, which taken place in MAN Kedondong Pesawaran, was an action research especially self-reflective inqury action research. The procedur of this research is done in three cycle. This research involved 38 students of X2 MAN Kedondong.

Based on the result of the research seems that the writing competence and activity of student of X2 students tend to improve. It seems that the writing competence In pre-cycle action, the average score of writing argumentative text is 51,54. In the first cycle, it reaches 63,60. Then, in second cycle it become 70,18, in the third cycle it has reached 80,26. It apparently improves the number of students who reach the writing competence. In the first cycle, there were 25 students (65,79%) who reach the criteria. In second cycle, there were 36 students (94,73%). In the last cycle, the 38 students of X2 (100%) have reached the competence of writing argumentative text. From the result of this class


(3)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PADA SISWA KELAS X MAN KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN TAHUN 2012/2013

Oleh

SITI MURDIYATI

Tingkat kemampuan siswa kelas X dalam menyusun pikiran dan perasaan dalam bentuk paragraf masih rendah. Mengatasi masalah tersebut diperlukan pendekatan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan menulis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pembelajaran menulis paragraf argumentasi dan

mendeskripsikan peningkatkan kemampuan menulis paragraf argumentasi siswa melalui pendekatan konstruktivisme pada siswa kelas X MAN Kedondong Pesawaran,

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif. Penelitian tindakan yang dipilih adalah bentuk penelitian melalui self-reflective inquiry, atau penelitian melalui refleksi diri. Prosedur dalam penelitian dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Objek Penelitian adalah kelas X2 MAN Kedondong Kabupaten Pesawaran dengan jumlah siswa sebanyak 38 siswa.

Hasil kompetensi menulis paragraf argumentatif dan aktivitas siswa pada setiap siklus cenderung meningkat. Skor rata-rata kemampuan menulis paragraf argumentatif pada pra siklus di kelas X2 adalah 51,54 dengan kategori kurang, sedangkan pada siklus I mengalami peningkatan dengan skor rata-rata adalah 63,60 dengan kategori sedang. Pada siklus II rata-rata skor adalah 70,18 dengan kategori baik dan pada siklus III rata-rata skor adalah 80,26 dengan kategori baik sekali. Tingkat ketuntasan belajar pada siklus I 25 siswa atau 65,79%, Siklus II sebanyak 36 siswa atau 94,73% dan siklus III sebanyak 38 siswa atau 100%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme dapat

meningkatan keterampilan menulis paragraf argumentatif siswa.

Kata Kunci : paragraf argumentatif, pendekatan konstruktivisme, penelitian tindakan kelas


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK . . . i

HALAMAN JUDUL . . . i

LEMBAR PERSETUJUAN. . . iii

LEMBAR PENGESAHAN. .. . . iv

LEMBAR PERNYATAAN. .. . . v

SURAT PERNYATAAN. .. . . vi

RIWAYAT HIDUP. .. . . vii

PERSEMBAHAN. .. . . viii

MOTO. .. . . ix

SANWACANA. .. . . . . . x

DAFTAR ISI . . . xi

DAFTAR GAMBAR. . . xii

DAFTAR TABEL . . . xiii

DAFTAR GRAFIK . . . xiv

DAFTAR LAMPIRAN . . . xv

BAB I PENDAHULUAN . . . 1

1.1 Latar Belakang. . . 1

1.2 Rumusan Masalah . . . 4

1.3 Tujuan Penelitian . . . 4

1.4 Manfaat Penelitian. . . 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian . . . 5

BAB II KAJIAN TEORI. . . 6

2.1 Menulis . . . 6

2.1.1 Pengertian Menulis . . . 6

2.1.2 Tujuan Menulis . . . 7

2.1.3 Manfaat Menulis . . . 9

2.1.4 Ragam Tulisan. . . . . . 11

2.1.5 Tahap Menulis. . . . . . 12

2.1.6 Unsur-unsur Karangan. . . 13

2.1.7 Kerangka Karangan. . . 15

2.1.8 Fungsi dan Bagian-Bagian Karangan. . . 16

2.1.9 Kriteria Karangan yang Baik . . . 17

2.1.10 Penilaian Menulis. . . 17


(8)

2.2.4 Tujuan yang Ingin Dicapai Melalui Pemaparan

Argumentasi. . . . . . 21

2.2.5 Langkah-langkah Menulis Argumentasi . . . 21

2.3 Konstruktivisme. . . 22

2.3.1 Pengertian Konstruktivisme . . . 22

2.3.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme. . . 23

2.3.3 Komponen-Komponen Model Belajar Konstruktivisme . . . 24

2.3.4 Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme. . . 24

2.3.5 Penciptaan Setting Konstruktivis. . . 25

2.3.6 Tujuan Pendekatan konstruktivisme . . . 26

2.3.7 Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar. . . 26

2.4 Metode Penelitian Tindakan. . . 27

2.4.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) . . . 27

2.4.2 Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK). . . 28

2.4.3 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK). . . 29

2.5 Penelitian yang Relevan . . . 31

BAB III METODE PENELITIAN . . . 32

3.1 Rancangan Penelitian. . . 32

3.2 Data dan Sumber Data . . . 36

3.3 Indikator Keberhasilan . . . 37

3.4 Definisi Konseptual dan Operasional. . . 37

3.4.1 Definisi Konseptual . . . 37

3.4.2 Definisi Operasional. . . 38

3.5 Teknik Pengumpulan Data. . . 39

3.6 Kriteria Penilaian. . . 40

3.7 Teknik Analisis Data. . . 48

3.8 Validitas dan Reliabilitas Data. . . 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. . . 52

4.1 Deskripsi Setting Penelitian. . . 52

4.1.1 Tempat Penelitian. . . 52

4.1.2 Waktu Penelitian . . . 53

4.2 Kondisi Siswa Sebelum Tindakan . . . 54

4.3 Pelaksanaan Tindakan, Hasil, dan Pembahasan. . . 57

4.3.1 Siklus I. . . 57

4.3.2 Hasil Siklus I. . . 64

4.3.3 Siklus II. . . . . . 71

4.3.4 Hasil Siklus II. . . 76

4.3.5 Siklus III. . . 83

4.3.6 Hasil Siklus III . . . 86

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian. . . 93

4.4.1 Analisis Terhadap Orientasi Pembelajaran . . . 93

4.4.2 Ketuntasan Hasil Belajar . . . 103

4.4.3 Keterbatasan Penelitian. . . 105


(9)

DAFTAR PUSTAKA. . . 108 LAMPIRAN. . . 110


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran bahasa di sekolah bertujuan agar siswa memiliki keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut terdiri dari empat aspek, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut

dikelompokkan menjadi dua, yaitu kemampuan produktif dan reseptif. Keterampilan berbicara dan keterampilan menulis merupakan kemampuan produktif. Keterampilan mendengarkan dan keterampilan membaca termasuk kemampuan reseptif. Kemampuan reseptif dan kemampuan produktif dalam berbahasa merupakan dua kemampuan yang saling mendukung, saling mengisi, dan saling melengkapi. Namun, menulis merupakan kemampuan yang lebih sulit dikuasai dibandingkan tiga kemampuan lain, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca (Nurgiyantoro, 2000: 296).

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling rumit. Hal ini disebabkan keterampilan menulis melibatkan berbagai keterampilan lainnya, diantaranya kemampuan menyusun pikiran dan perasaan dengan menggunakan kata-kata dalam bentuk kalimat yang tepat sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa, kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf.

Menulis sebagai suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif, tidak akan datang secara otomotis, melainkan pelatihan dan praktik secara terus-menerus dan teratur. Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa,

kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran yang disampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai dengan


(11)

apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang menangkap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting karena kegiatan menulis dapat mempertajam kepekaan terhadap

kesalahan-kesalahan baik ejaan, struktur, maupun pemilihan kosa kata.

Umumnya permasalahan pada pembelajaran bahasa Indonesia di MAN Kedondong adalah permasalahan yang berkenaan dengan kemampuan dan kebiasaan menulis. Hal ini terjadi karena siswa kurang mendapat latihan yang cukup dalam pembelajaran menulis. Selain itu, guru juga kurang inovatif dalam mengajar terutama dalam pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran menulis selama ini hanya ditekankan pada tulisan siswa, bukan pada proses yang dilakukan.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada semester 1 terhadap siswa kelas X MAN Kedondong Kabupaten Pesawaran pada standar kompetensi menulis, terdapat standar kompetensi menulis mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif). Dibandingkan dengan bentuk paragraf naratif, deskriptif, dan ekspositif, kemampuan siswa dalam menulis paragraf argumentatif paling rendah, persentase kemampuan menulis paragraf argumentatif sebesar 51,54%, nilai kemampuan menulis berkisar antara 30 - 60 di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) 65.

Pembelajaran menulis yang sering diterapkan pada siswa sekadar teori saja dan selalu terfokus di dalam kelas dan pembelajaran masih berpusat pada guru. Selain itu, proses pembelajaran kurang menekankan pada kemampuan individual dan tidak berusaha mengkonstruksi pengetahuan siswa. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mau berlatih dan siswa cenderung pasif, Interaksi sosial tidak diutamakan. Kesulitan yang dialami siswa dalam pelatihan menulis adalah kesulitan menyusun kalimat yang pertama. Mereka bingung dari mana harus memulai menulis dan bagaimana membuka kalimat pertama dalam menulis. Siswa merasakan kesulitan


(12)

menuangkan ide-ide karena keterbatasan penguasaan kosakata, siswa juga merasakan situasi pembelajaran menulis membosankan.

Pemilihan strategi dan kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Tujuan akhir dari setiap kegiatan pembelajaran adalah agar siswa dapat menguasai dan memahami konsep-konsep pelajaran maupun berpikir secara formal dan dapat mengaplikasikan apa yang diperolehnya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi pada kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar dimaksud dapat terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan konstruktivisme.

Filosofi konstruktivisme yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas menjadi konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan seseorang yang ingin tahu sangat berperan dalam proses perkembangan

pengetahuannya. Di dalam konstruktivisme pembelajaran akan terasa bermakna apabila belajar secara langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Kegiatan pembelajaran menulis karangan argumentatif dalam pandangan konstruktivisme, dapat diterapkan pada siswa dengan

merekontruksi pengalaman bacaan dan visualisasi yang mereka dapatkan dalam pembelajaran. Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang

diterimanya dengan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan mereka sendiri, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Sehubungan dengan hal


(13)

tersebut, penulis tertarik untuk menggunakan metode konstruktivisme yang diduga mampu meningkatkan keterampilan menulis siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses pembelajaran menulis paragraf argumentasi melalui pendekatan konstruktivisme pada siswa kelas X MAN Kedondong Pesawaran, 2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis paragraf argumentasi melalui

pendekatan konstruktivisme pada siswa kelas X MAN Kedondong Pesawaran. I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan dan memperbaiki proses pembelajaran menulis paragraf

argumentasi melalui pendekatan konstruktivisme,

2. Mendeskripsikan peningkatkan kemampuan menulis paragraf argumentasi siswa melalui pendekatan konstruktivisme.

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi banyak pihak. Berikut deskripsi kontribusi hasil penelitian yang diharapkan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini.

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan menulis paragraf argumentatif menjadi lebih baik dan tindakan yang diterapkan guru di kelas dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar menulis

sehingga keterampilan menulis mereka meningkat.

2. Bagi guru bahasa Indonesia MAN Kedondong dapat mengembangkan kemampuan guru dalam menghadapi permasalahan aktual pembelajaran di kelas melalui penelitian tindakan terutama permasalahan yang berkaitan dengan kesulitan menulis.

3. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan proses pengajaran bahasa Indonesia dalam peningkatan


(14)

4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat membuka kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kemampuan menulis melalui metode konstruktivisme dan bermanfaat untuk mengembangkan teori pembelajaran sehingga dapat

memperbaiki mutu pengajaran guru.

I.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tindakan merupakan pendekatan sistematik untuk penyelidikan yang memungkinkan peneliti untuk merumuskan solusi efektif untuk masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Penelitian tindakan ini hanya terfokus pada upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf argumentatif siswa kelas X 2 MAN Kedondong Pesawaran dengan menggunkan pendekatan konstruktivisme. Peningkatan ini dapat dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Peningkatan secara kualitatif tampak dari peningkatan kemampuan siswa dalam menulis. Peningkatan secara kuantitatif dapat di lihat semakin meningkatkan nilai kemampuan menulis siswa dari pratindakan, siklus satu ke siklus berikutnya melalui tindakan yang telah diberikan.


(15)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Menulis

2.1.1 Pengertian Menulis

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Gambaran atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. (Lado dalam Tarigan, 1982: 22).

Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan pelajar berpikir kritis. Selain itu dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu kita

menjelaskan pikiran-pikiran kita. Menulis adalah suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi membaca tertentu dan bagi waktu tertentu (D’Angelo dalam Tarigan, 1982: 23).

Hal senada diungkapkan oleh Imron Rosidi (2009) yang menyatakan bahwa menulis merupakan sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Menulis merupakan kegiatan untuk meyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.


(16)

Berdasarkan pernyataan di atas pada hakikatnya menulis adalah menyusun pikiran baik perasaan maupun kemauan yang diungkapkan dalam bentuk tulisan serta mengorganisasikannya secara sistematis sehingga menjadi sebuah bentuk tulisan yang mudah dipahami. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan menulis sangat penting dalam dunia pendidikan karena dapat membantu siswa berlatih berpikir,

mengungkapkan gagasan, dan memecahkan masalah. Menulis adalah salah satu bentuk berpikir yang juga merupakan alat untuk membuat orang lain (pembaca) berpikir.

2.1.2 Tujuan Menulis

Setiap jenis tulisan mengandung beberapa tujuan. Maksud dan tujuan penulis (the writer’s intention) adalah ”response atau jawaban yang diharapkan oleh penulis dari pembaca”. Berdasarkan batasan ini, dapatlah dikatakan, bahwa

1) tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajak disebut wacana informative (informative discourse);

2) tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse);

3) tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary discourse); 4) tulisan yang mengekpresikan perasaan atau emosi yang kuat atau berapi-api

disebut wacana ekspresif (expressive discourse).

Dalam praktiknya jelas sekali terlihat bahwa tujuan-tujuan yang telah disebutkan tadi sering bertumpang tindih, dan setiap orang kadang menambahkan tujuan-tujuan lain yang belum tercakup dalam daftar di atas. Dari banyaknya tujuan menulis, ada satu tujuan yang menonjol atau dominan yang memberi nama atas keseluruhan tujuan tersebut. (D’Angelo dalam Tarigan, 2008: 25)

Sehubungan dengan tujuan penulisan, Hugo Martin dalam Tarigan merangkumnya sebagai berikut :


(17)

1) assignment purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri.

2) altruistic purpose (tujuan altruistik)

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindari kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.

3) persuasive purpose (tujuan persuasi)

Tulisan ini bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

4) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.

5) self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca.

6) creative purpose (tujuan kreatif)

Tujuan ini erat hubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tulisan ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

7) problem- solving purpose (tujuan pemecahan masalah)

Dalam tulisan ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca. (Hipple, 1973: 309-311)

Hal tersebut menunjukkan bahwa penulis tidak hanya diharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi juga harus menentukan siapa pembaca karyanya dan apa maksud dan tujuannya.


(18)

2.1.3 Manfaat Menulis

Graves (dalam Akhadiah dkk., 1998: 1.4) berkaitan dengan manfaat menulis

mengemukakan bahwa: (1) menulis menyumbang kecerdasan, (2) menulis mengem-bangkan daya inisiatif dan kreativitas, (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

1) Menulis Mengasah Kecerdasan

Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks. Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan mengharmonikan berbagai aspek. Aspek-aspek itu meliputi (1) pengetahuan tentang topik yang akan dituliskan, (2) penuangan pengetahuan itu ke dalam racikan bahasa yang jernih, yang disesuaikan dengan corak wacana dan kemampuan pembacanya, dan (3) penyajiannya selaras dengan konvensi atau aturan penulisan. Untuk sampai pada kesanggupan seperti itu, seseorang perlu memiliki kekayaan dan keluwesan pengungkapan, kemampuan mengendalikan emosi, serta menata dan mengembangkan daya nalarnya dalam berbagai level berfikir, dari tingkat mengingat sampai evaluasi.

2) Menulis Mengembangkan Daya Inisiatif dan Kreativitas

Dalam menulis, seseorang mesti menyiapkan dan mensuplai sendiri segala

sesuatunya. Segala sesuatu itu adalah (1) unsur mekanik tulisan yang benar seperti pungtuasi, ejaan, diksi, pengalimatan, dan pewacanaan, (2) bahasa topik, dan (3) pertanyaan dan jawaban yang harus diajukan dan dipuaskannya sendiri. Agar hasilnya enak dibaca, maka apa yang dituliskan harus ditata dengan runtut, jelas dan menarik.

3) Menulis Menumbuhkan Keberanian

Ketika menulis, seorang penulis harus berani menampilkan kediriannya, termasuk pemikiran, perasaan, dan gayanya, serta menawarkannya kepada publik. Kon-sekuensinya, dia harus siap dan mau melihat dengan jernih penilaian dan tanggapan apa pun dari pembacanya, baik yang bersifat positif atau pun negatif.


(19)

4) Menulis Mendorong Kemauan dan Kemampuan Mengumpulkan Informasi Seseorang menulis karena mempunyai ide, gagasan, pendapat, atau sesuatu hal yang menurutnya perlu disampaikan dan diketahui orang lain. Akan tetapi, apa yang disampaikannya itu tidak selalu dimilikinya saat itu. Padahal, tak akan dapat me-nyampaikan banyak hal dengan memuaskan tanpa memiliki wawasan atau pengeta-huan yang memadai tentang apa yang akan dituliskannya. Kecuali, kalau memang apa yang disampaikannya hanya sekadarnya.

Kondisi ini akan memacu seseorang untuk mencari, mengumpulkan, dan menyerap informasi yang diperlukannya. Untuk keperluan itu, ia mungkin akan membaca, menyimak, mengamati, berdiskusi, berwawancara. Bagi penulis, pemerolehan informasi itu dimaksudkan agar dapat memahami dan mengingatnya dengan baik, serta menggunakannya kembali untuk keperluannya dalam menulis. Implikasinya, dia akan berusaha untuk menjaga sumber informasi itu serta memelihara dan

mengorganisasikannya sebaik mungkin. Upaya ini dilakukan agar ketika diperlukan, informasi itu dapat dengan mudah ditemukan dan dimanfaatkan. Motif dan perilaku seperti ini akan mempengaruhi minat dan kesungguhan dalam mengumpulkan infor-masi serta strategi yang ditempuhnya.

Menulis banyak memberikan manfaat, di antaranya (1) wawasan tentang topik akan bertambah, karena dalam menulis berusaha mencari sumber tentang topik yang akan ditulis, (2) berusaha belajar, berpikir, dan bernalar tentang sesuatu misalnya

menjaring informasi, menghubung-hubungkan, dan menarik simpulan, (3) dapat menyusun gagasan secara tertib dan sistematis, (4) akan berusaha menuangkan gagasan ke atas kertas walaupun gagasan yang tertulis memungkinkan untuk direvisi, (5) menulis memaksa untuk belajar secara aktif, dan (6) menulis yang terencana akan membisakan berfikir secara tertib dan sistematis.


(20)

2.1.4 Ragam Tulisan

Berdasarkan bentuknya, Weayer dalam Tarigan (2008: 28) membuat klasifikasi sebagai berikut.

1) Eksposisi yang mencangkup definisi dan analisis,

2) Deskripsi yang mencakup deskripsi ekspositori dan deskripsi literer,

3) Narasi yang mencangkup urutan waktu, motif, konflik, titik pandangan, dan pusat minat,

4) Argumentasi yang mencangkup induksi dan deduksi (Weayer,1957).

Klasifikasi Weayer hampir bersamaan dengan adalah klasifikasi yang dibuat oleh Morris beserta rekan-rekannya dalam Tarigan (2008: 29) sebagai berikut.

1) Eksposisi yang mencakup 6 metode analisis yaitu, klasifikasi, definisi, eksemplifikasi, sebab dan akibat, komparasi dan kontras, proses,

2) Argumen yang mencakup argumen formal (deduksi dan induksi) dan persuasi informal,

3) Deskripsi yang meliputi deskripsi ekspositori dan deskripsi artistic/literer, 4) Narasi yang meliputi narasi informatif dan narasi artistic/literer. (Morris, 1964) Brooks dan Warren dalam Tarigan (2008: 29), juga berdasarkan bentuk, membuat klasifikasi sebagai berikut.

1) Eksposisi yang mencakup komparasi dan kontras, ilustrasi, klasifikasi, definisi, analisis,

2) Persuasi, 3) Argumentasi, 4) Deskripsi

Karangan eksposisi adalah karangan yang berisi pemaparan tentang suatu masalah, pengertian, konsep atau proses dan menambah pengetahuan dan pandangan

pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud memengaruhi pembaca. Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk memengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan


(21)

penulisnya. Karangan argumentasi adalah karangan yang dimaksud untuk

meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya, karena tujuan meyakinkan pendapat maka penulis akan meyakinkan secara logis, kritis, dan sistematis. Karangan deskripsi adalah tulisan yang bertujuan menggambarkan sesuatu seperti apa adanya atau seperti yang dibayangkan penulisnya. Pembaca seakan-akan melihat, mendengar, merasa atau lainnya sesuai dengan hal yang digambarkan. Karangan narasi adalah tulisan yang menceritakan suatu hal berdasarkan urutan kronologis. Karangan ini terdiri atas rangkaian peristiwa yang sambung menyambung membentuk alur. Peristiwa-peristiwa itu terjadi pada beberapa pelaku (tokoh) dan pada umumnya dikisahkan dengan mengambil suatu tempat sebagai latar, disertai dengan suasana tertentu.

2.1.5 Tahap Menulis

Proses pembelajaran menulis dapat dilakukan secara bertahap yaitu tahap pramenulis, menulis dan tahap pascamenulis/perevisian. Setiap tahap dalam menulis akan

dievaluasi sesuai dengan hasil yang dicapai. 1) Tahap Pramenulis

Tahap ini merupakan tahap persiapan untuk menentukan apa yang akan ditulis. Guru memberikan apersepsi dengan memotivasi siswa dengan cara bercerita, bertanya jawab dan tukar pendapat dengan siswa untuk membangkitkan logika yang disertai dengan data dan fakta sehingga apa yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi dan diterima orang lain. Siswa juga dapat melakukan tukar pendapat dengan teman serta dengan guru untuk menentukan beberapa tahapan yang mesti dilakukan dalam menulis.

2) Tahap Menulis

Tahap menulis merupakan tahap ekspresi dan pengembangan. Gagasan yang telah ditulis dalam bentuk kerangka kerja dengan menggunakan kalimat, ungkapan dan frase dan kata-kata. Gagasan itu ke dalam paragraf atau bab-bab. Dalam hal ini perlu dipilih paragraf apa yang paling sesuai dengan tujuan dan bahan.


(22)

3) Tahap Pascamenulis

Tahap terakhir proses penulisan/revisi yang dilakukan juga pada tahap persiapan menulis. Namun demikian, setelah tulisan selesai perlu dilakukan peninjauan kembali secara menyeluruh yang meliputi: relevansi ( apakah seluruh tulis sejalan dengan tujuan), paragraf (apakah memenuhi persyaratan), diksi dan kalimat, pungtusi dan ejaan, teknik dan sistematika penulisan

Secara lebih sederhana M. Atar Semi mengungkapkan tujuh tahap dalam menulis sebagai suatu proses. Ketujuh tahap tersebut: (1) pemilihan dan penetapan topik, (2) mengumpulkan informasi, (3) penetapan tujuan, (4) perancangan tulisan, (5)

penulisan, (6) penyuntingan atau revisi, (7) penulisan naskah jadi.

Berdasarkan uraian di atas agar siswa dapat menulis dengan baik diperlukan latihan menulis yang terus menerus. Siswa diberikan keleluasaan untuk berlatih

menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan, dengan demikian keterampilan menulis yang dimiliki para siswa dapat meningkat. Peningkatan ini seiring dengan latihan yang keras, motivasi yang tinggi dan mengikuti langkah-langkah menulis secara benar. Siswa mampu menerapkan apa yang telah diperolehnya dari proses berlatih dan belajar menulis tersebut dengan baik.

2.1.6 Unsur-unsur Karangan

Baik atau tidaknya suatu bentuk karangan dapat dilihat dari unsur-unsur kebahasaan yang membangun karangan tersebut. Unsur-unsur kebahasaan tersebut antara lain: 1) isi karangan

isi karangan merupakan gagasan yang mendasari keseluruhan karangan. Gagasan yang baik didukung oleh :

(1) pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan antarparagraf, (2) kesesuaian isi dengan tujuan penulisan,

(3) kemampuan mengembangkan topik. Pengembangan topik yang baik adalah pengembangan secara tuntas, rinci, dan tunggal.


(23)

2) aspek kebahasaan. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat dijadikan petunjuk penyajian bahasa yang baik dalam karangan adalah

(1) kalimat-kalimat dalam karangan harus efektif agar informasi yang

disampaikan dapat lebih jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda bagi pembaca. Kalimat efektif adalah satuan bahasa yang berdiri sendiri,

mempunyai pola intonasi final secara aktual terdiri dari klausa (Kridalaksana, 1993: 93). Pendapat lain mengatakan bahwa kalimat efektif merupakan bangunan kalimat untuk menciptakan gagasan pada pikiran pembaca atau penyimak seperti apa yang ada pada pikiran penulis atau pembicara Mustofa dalam Wardhani (2010: 15).

Kalimat efektif memiliki ciri-ciri, yaitu (1) kesepadanan dan kesatuan, (2) kesejajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan kata-kata, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat (Akhadiyah, 1996: 116-117). Kata-kata yang digunakan harus dipilih yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu merupakan kata-kata baku yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.

(2) ejaan dalam penulisan yang dipakai berpedoman pada ejaan yang disempurnakan (EyD). Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suatu kata, dan menghubungkan kata-kata Suryaman dalam Wardhani (2010: 16). EyD yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada pemakaian huruf kapital, tanda koma, dan tanda titik.

Penulisan huruf kapital atau besar ditulis atau dipakai, diantaranya (1) sebagai huruf pertama pada awal kalimat, (2) sebagai huruf pertama petikan langsung, (3) sebagai huruf pertama ungkapan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan kitab suci, (4) sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan atau keturunan atau keagamaan yang diiukti nama orang, (5) huruf pertama unsur nama orang, (7) sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.


(24)

Tanda koma diantaranya ditulis (1) untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara, (2) untuk menulis unsur-unsur dalam suatu perincian, dan (3) dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

Tanda titik diantaranya dipakai (1) akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, (2) dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar, (3) untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu, dan (4) diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.

3) penggunaan teknis penulisan yang baik, yang dapat dilihat dari kerapian karangan, keterkaitan judul dengan isi karangan, kesan umum yang menarik bagi pembaca, serta karangan yang kohesif (Akhadiyah, dkk: 1982).

2.1.7 Kerangka Karangan

Kerangka karangan adalah suatu suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan dikerjakan (Keraf, 2001: 132-133). Fungsi kerangka karangan adalah

1) menyusun karangan secara teratur,

2) memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda,

3) menghindari pengerjaan sebuah topik sampai dua kali atau lebih, 4) memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu.

Kerangka karangan dapat membantu penulis untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu atau secara terperinci dapat dikatakan bahwa kerangka karangan dapat membantu penulis atau pengarang dalam menuangkan ide-idenya dalam bentuk tulisan.


(25)

2.1.8 Fungsi dan Bagian-bagian Karangan Fungsi dan bagian-bagian karangan sebagai berikut. 1) Pendahuluan, yang berfungsi untuk:

(1) menarik minat pembaca,

(2) mengarahkan perhatian pembaca,

(3) menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan, (4) menjelaskan bila dan bagaimana suatu hal diperbincangkan.

2) Isi, yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara bagian pendahuluan dengan bagian penutup. Bagian ini merupakan pembahasan dari suatu ide.

3) Penutup, yang berfungsi untuk: (1) kesimpulan,

(2) penekanan bagian-bagian tertentu, (3) klimaks,

(4) melengkapi,

(5) merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dikerjakan atau diceritakan. (Tarigan, 1987: 7)

Menulis yang baik memiliki 3 tahap yang harus dilalui oleh penulis. Pertama,

pendahuluan yang bertujuan untuk membangkitkan minat pembaca untuk dapat lebih jauh masuk dalam tulisan yang kita buat. Seolah-olah pembaca merasakan

ketertarikan dengan isi tulisan dari penulis; kedua, bagian isi penulis

mengungkapkan semua pengetahuan yang dimilikinya untuk dibagi kepada para pembaca, dan ketiga adalah bagian yang tidak kalah penting bagaimana penulis menutup tulisannya dengan memberikan klimaks dalam tulisannya serta memberikan kesimpulan dari hasil tulisannya.


(26)

2.1.9 Kriteria Karangan yang Baik

Karangan yang baik memiliki beberapa kriteria antara lain. 1) Tema Karangan

Tema adalah sebuah karangan merupakan salah satu faktor yang menentukan karangan menjadi baik. Berhasil atau tidaknya kegiatan menulis karangan ditentukan oleh menarik tidaknya tema yang dipilih (Caraka dalam Wardhani, 2010: 18). Tema yang baik adalah tema yang memiliki kejelasan, kesatuan, keutuhan, dan keaslian. Tema akan menjadi jelas apabila gagasan pokok dikemukakan dengan kalimat-kalimat yang memiliki hubungan yang jelas. Karangan yang memiliki satu gagasan sentral berarti adanya kesatuan tema. Keutuhan pengembangan tema, maksudnya tema terperinci secara logis, teratur dan utuh.

2) Bahasa Karangan

Menulis karangan tidak hanya memperlihatkan isi, alur, strategi, tetapi harus juga memperhatikan bahasa sebagai media pengungkapan. Mengenai bahasa karangan, penulis mengacu pada pendapat yang mengemukakan, sebagai berikut

(1) bahasa karangan yang tepat, hemat, cermat, padat, dan singkat, (2) karangan tersusun oleh kalimat-kalimat efektif,

(3) karangan menggunakan bahasa yang sesuai dengan gagasan dan kaidah yang berlaku. Natia dalam Wardhani (2010: 19).

1. Penataan Gagasan

Sebuah karangan harus dapat mewakili secara singkat isi yang terdapat dalam sebuah karangan dikatakan baik bila memenuhi kriteria sebagai berikut (1) singkat,

(2) provokatif,


(27)

2.1.10 Penilaian Menulis

Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas menulis dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas

pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Untuk mengetahui kemampuan menulis siswa maka digunakan tes kemampuan menulis. Nurgiyantoro dalam Irwin (2010: 41) membagi tes kemampuan menulis menjadi 4 yaitu:

1) tingkat ingatan

Tes ini bersifat teoritis, artinya tes lebih berhubungan dengan teori atau pengetahuan tentang menulis yang sering diajarkan sebelum siswa menulis. Pengetahuan yang dimaksud misalnya berhubungan dengan masalah definisi, pengertian, konsep, fakta, dan istilah-istilah yang biasa ditemui dalam pelajaran menulis.

2) tingkat pemahaman

Tes ini masih sama dengan ingatan. Tes pada tingkatan ini juga belum menugasi siswa untuk menghasilkan karya tulis dengan sungguh-sungguh. Artinya

menghasilkan karangan yang baik gagasan maupun bahasanya berasal dari siswa. 3) tingkat penerapan

Tes tingkat ini telah menuntut siswa untuk benar-benar menghasilkan karya tulis. Pihak guru telah menugasi siswa untuk praktik menulis, menerapkan

pengetahuannya tentang tugas menulis. Dalam tugas menulis ini, siswa telah diminta untuk mengemukakan gagasan sendiri sekaligus dengan bahasa sebagai sarananya.

4) tingkat analisis ke atas

Tes kemampuan menulis pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi, sesuai dengan tingkatannya yang di atas penerapan, juga menghendaki siswa untuk praktik menghasilkan karya tulis. Dalam kegiatan menulis, baik berdasarkan rangsang visual, suara, buku, maupun yang lain. Ketiga aktivitas kognitif tersebut akan sama-sama terlibat dan tidak mudah untuk dibedakan. Data karya tulis yang dihasilkan merupakan data yang padu yang secara garis besar hanya dapat dibedakan berdasarkan bahasa dan isi yang dikemukakan.


(28)

2.2Argumentasi

2.2.1 Pengertian Argumentasi

Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk memengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga ia mampu menunjukan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak. (Keraf, 2010: 3).

Argumentasi pada prinsipnya adalah membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari sebuah pernyataan (statement) yang disertai unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini tersebut (Alwasilah, 2007: 116). Hal senada

diutarakan oleh Semi (1995: 84) bahwa karangan argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat penulis. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti simpulkan bahwa karangan argumentasi adalah karangan yang mengemukakan alasan, contoh, bukti-bukti yang kuat, dan meyakinkan sehingga orang (pembaca) akan membenarkan pendapat, sikap, gagasan, dan keyakinan penulis.

2.2.2 Syarat Paragraf Argumentasi

Menurut Rosidi (2012: 29) sebuah paragraf dapat dikatakan baik apabila sudah memenuhi syarat-syarat sebuah paragraf. Menyusun sebuah paragraf argumentasi perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

1) harus mengetahui benar pokok persoalan yang akan diargumentasikan berikut argumen-argumennya,

2) harus berusaha mengemukakan permasalahan dengan sejelas-jelasnya sehingga mudah dipahami pembaca,

3) menggunakan kata-kata denotatif dan disusun dalam kalimat efektif sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman,


(29)

5) evidensi, baik berupa bukti, contoh, alasan-alasan harus dikemukakan berdasarkan logika atau penalaran budi akal sehingga tersusun sebuah karangan argumentasi yang logis dan sistematis.

Syarat-syarat diatas diperkuat oleh pendapat Alwasilah (2007: 116) bahwa argumen mengandalkan berbagai jenis appeal, yakni banding atau pertimbangan. Jenis-jenis appeal yang dipakai para penulis menurutnya adalah sebagai berikut.

1) Appeal to the writer’s own credibility (authority)

Pertimbangan kredibilitas atau otoritas kepakaran sang penulis dengan

menunjukkan dirinya menguasai (tahu banyak) ihwal suatu persoalan dengan tetap menghargai pendangan pembaca.

2) Appeal to empirical data

Pertimbangan data empiris dengan menyajikan data primer atau sekunder untuk memperkuat argument.

3) Appeal to reason (logical appeals)

Pertimbangan nalar atau logika, yakni bernalar dengan tepat ketika mengajukan pendapat disertai bukti-bukti yang meyakinkan.

4) Appeal to the reader’s emotions, value, or attitudes (pathetic or affective appeals) Yaitu pertimbangan nilai-nilai, emosi, dan sikap dengan memilih contoh-contoh dan memunculkan isu-isu yang diharapkan dapat meluluhkan perasaan pembaca dengan menggunakan bahasa yang kaya makna konotatifnya.

Keempat jenis pertimbangan ini harus digunakan secara proporsional. Di samping itu jika terlalu mengandalkan pertimbangan otoritas atau kredibilitas diri, terkesan tidak peduli dengan emosi pembaca atau seolah-olah melupakan bahwa pembaca juga mampu bernalar. Jika terlampau mengandalkan pertimbangan logika, membuat tulisan kaku, kejam, dan tak bernurani. Sebaliknya jika terlampau mengandalkan pertimbangan nurani pembaca membangun kesan bahwa diri pembaca lembek, tak berpendirian, dan mudah terbawa angin.


(30)

2.2.3 Ciri-Ciri Karangan Argumentasi

Menurut Akhadiah (1998: 11) karangan argumentasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) berisi argumen-argumen sebagai upaya pembuktian suatu pendapat atau sikap, 2) bertujuan meyakinkan pembaca agar mengikuti apa yang dikemukakan penulis, 3) menggunakan logika atau penalaran sebagai landasan berpikir,

4) bertolak dari fakta atau evidensi-evidensi,

5) bersikap mendesakan pendapat atau sikap kepada pembaca,

6) merupakan bentuk retorika yang sering digunakan dalam tulisan ilmiah,

7) menggunakan bahasa yang bersifat rasional dan objektif dengan kata bermakna lugas dan denotatif,

8) alasan, data, atau fakta yang mendukung, dan

9) pembenaran berdasarkan data dan fakta yang disimpulkan.

2.2.4 Tujuan yang ingin dicapai melalui pemaparan argumentasi Setiap karangan pasti mempunyai tujuan yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tujuan yang ingin dicapai dalam karangan argumentasi menurut Akhadiah (1998: 15) adalah sebagai berikut:

1) melontarkan pandangan atau pendirian, 2) mendorong suatu tindakan,

3) mengubah tingkah laku pembaca, 4) menarik simpati.

2.2.5 Langkah-Langkah Menulis Paragraf Argumentasi

Langkah-langkah dalam menulis karangan argumentasi menurut Kosasih (2003: 139) adalah sebagai berikut:

1) menentukan topik argumentasi,

2) menentukan tujuan berargumentasi berdasarkan topik,

3) menyusun kerangka karangan. Caranya dengan mencatat topik-topik kecil sesuai tujuan yang telah ditentukan,


(31)

4) mengumpulkan bahan, yakni melalui pengamatan lapangan dan wawancara, 5) mengembangkan kerangka menjadi sebuah paragraf utuh.

2.3 Konstruktivisme

2.3.1 Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi atau bentukan kita sendiri (Soenaryo dalam Taniredja, 2011: 12). Konstruktivis berarti bersifat membangun. Di dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Konstruktivisme berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. (Jalaludin dalam Riyanto, 2010: 143).

Konstruktivisme adalah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthew, 1994). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang

membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan (Bettencourt, 1989). Maka pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas dari pengamat tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu

pemahaman yang baru (Piaget dalam Suparno, 1996: 18).

Boediono dalam Taniredjo (2011: 12), landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Pandangan konstruktivis, “strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Maka


(32)

tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan : (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka dalam belajar.

Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berkenaan dengan bagaimana anak memperoleh pengetahuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pola intelektual untuk berinteraksi dengan lingkungannya adalah melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan penyerapan informasi baru ke dalam pikiran, bila seorang siswa tidak memiliki pengetahuan memadai untuk menanggapi sesuatu situasi yang datang dari lingkungannya, sehingga siswa

melakukan akomodasi terhadap lingkungannya. Akomodasi merupakan penyusunan kembali (modifikasi) struktur kognitif karena ada informasi baru, sehingga

informasi itu mempunyai tempat.

2.3.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme

Adapun ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme berkaitan dengan peserta didik dan lingkungan belajar sebagai berikut :

1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan tujuan, 2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, 3) pengetahuan bukan sesuatu datang dari luar melainkan dikonstruksi secara

personal,

4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan atau pengelolaan situasi kelas,

5) kurikulum bukan sekedar untuk dipelajari melainkan seperangkat perangkat pembelajaran, materi dan sumber.

Tasker (1992: 30) dalam Martinis (2008: 92) menegaskan tiga penekanan dalam teori belajar yaitu: (a) peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, (b) pentingnya membuat koneksi antara gagasan dalam mengkonstruksi


(33)

secara bermakna, dan (c) mengaitkan antara gagasan dengan informasi yang baru diterima.

2.3.3 Komponen-komponen Model Belajar Konstruktivisme

Model belajar konstruktivisme terdiri dari beberapa komponen-komponen. (1) Pengetahuan Awal (Prerequisite),

(2) Fakta dan masalah, (3) Sistematika berfikir, (4) Kemauan dan keberanian.

Gambar 1

2.3.4 Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Brooks & Broks (1999: 23) delapan visi pembelajaran konstruktivisme disajikan secara utuh menuju bagian-bagian yang penekanannya pada konsep-konsep besar (big consept).

Pengetahuaan awal

Proses berpikir

Gagasan baru Bentukan Siswa Fakta dan masalah

Sistematika berpikir Kemauan dan Keberanian

Instruksi dan Pertanyaan


(34)

1) Menggali pertanyaan siswa dengan dihargai.

2) Aktivitas pembelajaran dititik beratkan pada sumber data utama dan manipulasi bahan-bahan atau alat peraga.

3) Siswa dipandang sebagai pemikir dengan memunculkan permasalahan.

4) Guru secara umumnya bertindak dengan interaktif, dan mediator lingkungan bagi siswa.

5) Guru menggali konsepsi siswa, sehingga memahami sajian konsepsi siswa untuk penggunaan dalam pembelajaran berikutnya.

6) Penilaian hasil belajar siswa terkait dengan pembelajaran dan terjadi melalui pengamatan guru terhadap pekerjaan dan penampilan siswa serta portofolio. 2.3.5 Penciptaan Setting Konstruktivis

Teori konstruktivis selain sebagai kajian filosofis, dalam praktisnya juga mengupas persoalan pembelajaran. Implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran sebagai berikut:

1) memusatkan perhatian berpikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban tersebut,

2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas konstruktivis, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan,

3) pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down dari pada bottom up,

4) discovery learning. Dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri,

5) pendekatan konstruktivis dalam pengajaran khas menerapkan SCAFOLDING, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap


(35)

2.3.6 Tujuan Pendekatan Konstruktivis

Berdasarkan implikasi teori konstruktivis, maka tujuan pendekatan konstruktivis sebagai berikut:

1) memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, 2) mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari

sendiri jawabannya,

3) membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap,

4) mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. 2.3.7 Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar

Seorang pengajar atau guru menurut prinsip konstruktivis, berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar murid berjalan dengan baik. Selain itu tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret maka strategi mengajar perlu juga disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Strategi yang di susun selalu hanya menjadi tawaran dan saran. Setiap guru yang baik akan mengembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi.

Matthew dalam Suparno (1997: 69) menjalankan beberapa ciri mengajar konstruktivis sebagai berikut.

1) Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.

2) Eksplorasi. Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan mendiskusikan apa yang diobservasi, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.


(36)

3) Restrukturisasi ide yang terdiri dari tiga hal.

(1) Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok. (2) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya

bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman.

(3) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Gagasan yang baru dibentuk itu di uji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.

4) Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan bahkan lebih rinci dengan segala macam pengecualiannya.

5) Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi

pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lengkap.

2.4 Metode Penelitian Tindakan

2.4.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindak kelas (PTK) sudah dikenal lama dalam dunia pendidikan. Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan bagian dari penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru dan dosen di kelas (sekolah dan perguruan tinggi) tempat ia mengajar yang bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pembelajaran di kelas.

Suharsimi, Arikunto (2006: 2) menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara


(37)

bersamaan. Hopkins (1993) dalam Wiraatmadja (2007: 11) mengartikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dan ilmu pendidikan dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama. Sejalan dengan pendapat di atas Hopkins (1993) dalam Wiraatmaja (2007: 12) menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah kajian yang

sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dalam melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.

Kunandar dalam Iskandar (2008: 21) penelitian tindakan (Action Research)

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatan mutu proses pembelajaran di kelasnya.

Berdasarkan pendapat dari para pakar disimpulkan, penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan secara rasional, sistematis dan empiris reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan guru atau dosen (tenaga pendidik), kolaborasi (tim peneliti) yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang dilakukan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran yang

diselenggarakan oleh guru dan dosen atau pengajar-peneliti itu sendiri, yang

dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal dalam proses pembelajaran di kelas.

2.4.2 Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis penelitian tindakan kelas (PTK) memiliki karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain misalnya: penelitian naturalistik, eksperimen, survei,


(38)

analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK dikategorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai penelitian eksperimen karena penelitian ini diawali dengan perencanaan, adanya perlakukan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan.

Ditinjau dari karakteristiknya, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) setidaknya memiliki karakteristik yaitu: (1) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam

instruksional, (2) adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya, (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi, (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional, (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.

2.4.3 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai dengan siklus pertama yang terdiri dari empat kegiatan yaitu, perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Apabila peneliti sudah

mengetahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus pertama, maka guru/dosen (peneliti,tim peneliti) menentukan rancangan tindakan berikut pada siklus kedua. Kegiatan pada siklus kedua merupakan kelanjutan dari keberhasilan siklus pertama, namun kegiatan pada siklus kedua mempunyai berbagai tambahan untuk perbaikan dari hambatan dan kesulitan yang ditemukan dalam tindakan pada siklus pertama. Dengan menyusun kegiatan tindakan untuk siklus kedua, maka peneliti melanjutkan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) seperti pada siklus pertama.


(39)

Rincian prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang akan dilakukan dirinci dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi-evaluasi yang bersifat siklus berulang-ulang, minimal 2 atau 3 siklus, seperti contoh rencana dan prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam tabel 1 berikut :

Tabel 1

Rencana dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Siklus I Perencanaan tindakan:

Identifikasi masalah & penetapan Alternative pemecahan masalah

a)merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM b) menentukan pokok bahasan c) mengembangkan skenario d) menyiapkan sumber belajar e) mengembangkan format evaluasi f) mengembangkan format observasi pembelajaran

Pelaksanaan Tindakan Menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario rencana tindakan Pengamatan tindakan a)melakukan observasi dengan

memakai format observasi b)menilai hasil tindakan dengan menggunakan format penilaian Refleksi Tindakan a)melakukan evaluasi tindakan yang

telah dilakukan, meliputi evaluasi mutu, jumlah waktu dari setiap jenis tindakan

b)melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario pembelajaran

c)memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus berikutnya d)evaluasi tindakan

Siklus II Perencanaan Tindakan a)identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah b)pengembangan program perencanaan tindakan tahap II Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan II Pengamatan/observasi tindakan Pengumpulan data tahap II Refleksi Tindakan Evaluasi tahap II

Siklus III dan seterusnya

Kesimpulan, saran dan rekomendasi Sumber Dr.Iskandar, M.Pd


(40)

Uraian di atas mengemukakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu penelitian yang mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas dengan memperhatikan berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Penelitian tindakan memberikan alternatif pemecahan masalah yang muncul dalam proses pembelajaran sehingga guru dapat meningkatkan kualitas pengajarannya.

2.5 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Erlin Noviyanti Prihastuti pada skripsinya yang berjudul „ Keefektifan Penggunaan Media Wall Chart (Bagan Dinding) Dalam meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Seyegan Sleman’, Irwin pada tesis yang berjudul „Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Metode Pemodelan Pada Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Negeri Poncowati Lampung Tengah’, Iryana Febriza Wardhani pada tesis yang berjudul „Peningkatan Kemampuan Menulis Argumentasi Melalui Media Grafis Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotabumi’. Penelitian tersebut membahas tentang upaya peningkatan kemampuan menulis persuasi dan argumentasi dengan media wall chart, grafis dan metode pemodelan ternyata mampu meningkatkan kemampuan menulis. Siswa lebih tertarik, senang, dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran menulis persuasi dan argumentasi. Hal tersebut bisa dijadikan suatu alternatif untuk membangun pengetahuan siswa tentang keterampilan menulis dengan metode konstruktivisme. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-sama menggunakan jenis penelitian yang berupa penelitian tindakan kelas.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan (action research) atau kaji tindak. Penelitian tindakan adalah penelitian yang dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna. Karakteristik pembelajaran menuntut kajian secara utuh, holistik, dan naturalistik oleh guru peneliti dan guru lain yang bekerjasama membantu peneliti mengobservasi pelaksanaan proses pembelajaran. Pemilihan metode ini didasarkan pendapat bahwa penelitian tindakan mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesional guru dalam proses pembelajaran di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dari hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa Hopkins dalam Wardhani (2010: 59). Penelitian tindakan yang dipilih adalah bentuk penelitian melalui self-reflective inquiry, atau penelitian melalui refleksi diri. Penelitian melalui refleksi diri yaitu guru mengumpulkan data praktiknya sendiri, guru mencoba melihat kembali apa yang dikerjakannya, apa dampak tindakannya bagi siswa dan guru harus memikirkan mengapa dampak tersebut timbul. Hasil renungannya itu kemudian ditemukan kelemahan dan kekuatan tindakan yang dilakukannya, kemudian memperbaiki kelemahan, mengulang, dan menyempurnakan tindakan yang dianggap sudah baik. Jadi, data dikumpulkan dari praktik sendiri, bukan dari sumber data lain. Data dikumpulkan dari guru yang terlibat dalam penelitian, sehingga guru mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai peneliti dan sebagai guru. Guru bukan hanya pelaksana pembelajaran tetapi juga berperan aktif mulai dari tahap perencanaan sampai tahap evaluasi dan melakukan refleksi terhadap hasil tindakan yang dilakukan.


(42)

Penelitian ini mengadopsi rancangan Kemmis dan Mc. Tanggar (Hopkins, 1993: 48). Penelitian ini akan dihentikan bila 100% siswa telah mencapai ketuntasan individu dan nilai rata-rata kelas telah mencapai 75,00. Desain rancangannya sebagai berikut.

Gambar 2

Model Siklus Penelitian Tindakan oleh Kemmis dan Mc. Tanggart Pelaksanaan penelitian tindakan kelas berupa proses pengkajian berdaur (cyclical) siklus atau berbentuk spiral, yang dimulai dari perencanaan dan penetapan tujuan hingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara garis besar pelaksanaan kegiatan

Identifikasi Permasalahan Penelitian

RENCANA

RENCANA

RENCANA

HASIL

Pelaksanaan tindakan

Revisi Observasi

Refleksi Pelaksanaan

Tindakan

Revisi Observasi

Refleksi

Pelaksanaan Tindakan

Revisi Observasi

Refleksi SIKLUS I

SIKLUS II


(43)

penelitian tindakan kelas dilakukan menjadi empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, metode yang digunakan adalah kualitatif. Pemilihan metode ini didasarkan atas pertimbangan bahwa penelitian ini ingin

mendeskripsikan dan menganalisis. Langkah yang dilakukan peneliti sebelum melakukan perencanaan adalah melakukan analisis terhadap kemampuan menulis siswa. Hasil analisis tersebut menimbulkan perhatian untuk dibuat perencanaan tindakan, selanjutnya melakukan kegiatan, dan pengamatan (observasi) suatu tindakan, dan langkah berikutnya dilakukan perenungan (refleksi) terhadap hasil observasi. Demikian dilakukan berulang-ulang hingga tujuan tercapai.

Rincian kegiatan ini dijelaskan sebagai berikut.

1) Perencanaan (planning), ini merupakan tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan bersama guru mitra mengamati, menganalisis, dan mengidentifikasi masalah

pembelajaran di kelas. Kemudian peneliti bersama guru mitra merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan, yakni :

(1) menyusun RPP dengan standar kompetensi menulis yakni mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato. Kompetensi dasar 12.1 menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf argumentatif.

(2) membuat instrumen berupa lembar observasi, yakni untuk mendapatkan data aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran.

(3) merancang strategi dan skenario penerapan pembelajaran menulis berbasis konstruktivistik.

(4) menyusun alat evaluasi untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada siklus awal dan siklus akhir dengan menganalisa data yang diperoleh melalui

observasi kemudian mendiskusikan agar dapat ditindaklanjuti.

2) Pelaksanaan tindakan (action), ini merupakan kegiatan ketiga dalam melaksanakan kegiatan seperti yang telah direncanakan dan dilakukan oleh guru bahasa Indonesia


(44)

sebagai pelaku utama untuk meningkatkan hasil belajar. Kegiatan pada tahap ini mencangkup:

(1) melaksanakan pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa. (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode

konstruktivisme dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. guru membuka pembelajaran dan mengondisikan kelas,

b. guru memberikan penjelasan umum bagaimana cara mengobservasi suatu objek yang akan ditulis,

c. guru menggali konsep prasyarat dengan pertanyaan konsep yang berhubungan dengan topik penulisan. Hal ini diambil dari lingkungan, pengalaman, dan sumber bacaan yang dijadikan sarana pembelajaran, d. guru membagi siswa ke dalam kelompok untuk pengumpulan informasi,

observasi/pengamatan di lingkungan sekolah,

e. siswa mengajukan pertanyaan, baik dalam tatap muka maupun dalam diskusi,

f. siswa mengambil ide dari pengamatan, bacaan, dan pengalaman, g. siswa menjelaskan pertanyaan yang diajukannya,

h. siswa menguraikan definisi yang diajukan, i. siswa dan guru menyimpulkan,

j. siswa membuat kerangka karangan, membuat kalimat dan menyusun paragraf,

k. siswa melakukan evaluasi,

l. siswa dan guru melakukan refleksi,

m.guru menutup pelajaran dan memberikan penguatan, serta memberikan tugas pembiasaan,

n. melaksanakan uji blok pada setiap akhir siklus. 3) Observasi dan evaluasi

Observasi dilakukan pada saat pembelajaran sedang berlangsung oleh observer. Observasi yang dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru. Adapun aktivitas siswa yang diamati adalah aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan


(45)

menulis yang terdiri dari 9 aktivitas. Observer memberikan tanda ceklis pada skor yang sesuai pada 9 aktivitas yang dilakukan siswa. Selain itu observer juga

melakukan observasi terhadap aktivitas guru selama proses pembelajaran. Aktivitas guru yang diamati terdiri dari kemampuan merencanakan pembelajaran dan

kemampuan melaksanakan pembelajaran 4) Analisis dan Refleksi

Setelah pembelajaran selesai, guru dan observer mengadakan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi merupakan kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi baik pada guru, siswa, maupun suasana kelas. Sebagai acuan untuk refleksi disiapkan beberapa pertanyaan antara lain:

a. apakah RPP yang disusun tepat diterapkan pada model konstruktivisme? b. apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun? c. apakah pembelajaran yang dilakukan guru membuat siswa senang belajar

sehingga aktivitas belajarnya meningkat? d. apakah guru aktif dalam membimbing siswa?

e. apakah pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa?

Jawaban dari pertanyaan di atas akan dianalisis untuk mengetahui apakah metode konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.

3.2 Data dan Sumber Data 3.2.1 Data

Data yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas.

1) Data kuantitatif tentang nilai kemajuan siswa (hasil evaluasi) yaitu, data hasil belajar diambil dari menulis argumentasi.

2) Data kualitatif yaitu, (1) data situasi belajar diambil dengan menggunakan lembar observasi, (2) data refleksi diri serta perubahannya, (3) data keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan proses pembelajaran. Data ini didapat dari RPP dan lembar observasi.


(46)

3.2.2.Sumber Data

Sumber data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X, Siswa kelas X MAN Kedondong berjumlah 6 kelas, namun peneliti hanya mengambil 1 kelas yaitu kelas X 2 dengan jumlah siswa sebanyak 38 siswa yang dijadikan subjek penelitian. Pertimbangan diambilnya kelas tersebut karena peneliti mengajar di bahasa Indonesia di kelas tersebut dan motivasi belajar siswa di kelas tersebut kurang, untuk itu peneliti ingin mengetahui tentang hasil tulisan argumentasi serta antusias siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran. Penelitian tindakan dilaksanakan pada semester genap selama 2 bulan, yakni pada bulan April – Mei 2013. Selain siswa, sumber data yang digunakan peneliti yaitu, (1) dokumen (catatan hasil belajar dan portofolio), (2) hasil observasi partisipan, (3) foto-foto dan video.

3.3 Indikator Keberhasilan

Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah (1) Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang disusun dikatakan baik jika mencapai kriteria penilaian di atas 75%, (2) proses pembelajaran dikatakan berhasil jika jumlah nilai dalam semua aktivitas guru dan siswa mencapai kriteria penilaian di atas 75%, (3) kemampuan menulis dikatakan tuntas jika siswa memperoleh peningkatan setiap aspek 75% diatas nilai KKM yaitu 65.

3.4 Definisi Konseptual dan Operasional 3.4.1 Definisi Konseptual

Definis konseptual merupakan definisi dan pengertian yang berkaitan dengan pengertian-pengertian yang dibahas.

1) Menulis merupakan sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Menulis merupakan kegiatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.


(47)

2) Pembelajaran konstruktivis adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.

3) Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berkenaan dengan bagaimana anak memperoleh pengetahuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pola intelektual untuk berinteraksi dengan lingkungannya adalah melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan penyerapan informasi baru ke dalam pikiran. Bila seorang siswa tidak memiliki pengetahuan memadai untuk menanggapi sesuatu situasi yang datang dari lingkungannya, siswa akan melakukan akomodasi terhadap lingkungannya. Akomodasi merupakan penyusunan kembali (modifikasi) struktur kognitif karena ada informasi baru, sehingga informasi itu mempunyai tempat.

3.4.2 Definisi Operasional

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup rencana pembelajaran paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu indikator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. ( Hanafiah dalam Irwin, 2010: 53). 2) Proses pembelajaran adalah proses yang melibatkan seluruh aspek psikologis

peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan

perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. (Hanafiah dalam Irwin, 2010: 53) 3) Penilaian adalah suatu proses pengumpulan, penganalisaan, dan penafsiran


(48)

Menilai berarti suatu proses untuk memberi makna terhadap suatu gejala berdasarkan kreteria tertentu. (Harsiati dalam Irwin, 2010: 53).

4) Kemampuan menulis adalah kesanggupan untuk mengalihkan pikiran, perasaan, data yang diperoleh dengan menggunakan bahasa tulis yang disajikan secara menarik dan sistematis, serta mengena sehingga pesan yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca dapat dipahami dengan baik dan benar.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut. 1) Observasi Partisipasif

Observasi merupakan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Efek dari suatu intervensi (action) terus di monitor secara reflektif. Peneliti berperan serta dalam kegiatan-kegiatan atau aktivitas subjek yang sesuai dengan tema atau fokus masalah yang ingin dicari jawabannya. Hasil pengamatan dicatat dalam lembar catatan lapangan. Lembar tersebut berisi catatan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada saat proses penelitian berlangsung. Hal ini dapat digunakan sebagai data untuk membantu dalam menentukan kebijakan-kebijakan pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Catatan lapangan ini akan dimulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, hingga pada tahap refleksi dalam setiap tindakan pembelajaran.

2) Wawancara Mendalam

Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan menggunakan intrumen yaitu pedoman wawancara. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan subjek penelitian yang terbatas. Untuk memperoleh data yang memadai sebagai cross ceks, peneliti melakukan beberapa teknik wawancara yang sesuai dengan situasi dan kondisi subjek yang terlibat dalam interaksi sosial yaitu, peneliti selaku pelaku tindakan, observer pendukung, dan siswa. Wawancara guru dan siswa dilakukan sebelum diberi tindakan. Hal ini dilakukan untuk


(49)

memperoleh data tentang keterampilan menulis argumentasi serta hal mendukung lainnya. Model wawancara yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian adalah wawancara terstruktur. Peneliti telah menentukan format masalah yang akan diwawancarai berdasarkan masalah yang akan diteliti.

3) Tes Kemampuan Menulis Argumentasi

Tes kemampuan menulis digunakan untuk memperoleh data. Gambaran tentang kemampuan siswa sebelum (awal) dan sesudah (akhir). Dari tes kemampuan menulis ini akan memberikan gambaran mengenai perubahan atau peningkatan kemampuan menulis khususnya menulis argumentasi.

4)Studi Dokumentasi

Teknik ini, merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan fokus permasalahan penelitian. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen pribadi siswa, dokumen resmi, referensi-referensi, foto-foto, raport siswa dan daftar hadir siswa. Data ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan jawaban dari fokus permasalahan penelitian.

3.6 Kriteria Penilaian

Pemberian penilaian kompetensi siswa dalam menulis argumentasi didasarkan pada kriteria penilaian yang sudah ditetapkan. Kriteria penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini


(50)

Tabel 2 Rentang Nilai

No Rentang Nilai Klasifikasi

1 >75,00 Baik Sekali

2 65,01 – 75,00 Baik 3 55,01 - 65,00 Sedang 4 40,01 - 55,00 Kurang

5 < 40,00 Sangat Kurang

(Depdiknas. 2000: 42)

Tabel 3

Kriteria Penilaian Kemampuan Siswa Menulis Paragraf Argumentasi NO Indikator Kategori Skor Deskriptor Penilaian

1 Isi Karangan Argumentasi

Baik Sekali

Baik

4

3

Isi karangan memiliki kejelasan, keutuhan, dan keaslian. Tema dari isi karangan argumentasi diperinci secara logis, teratur dan utuh. Pendapat atau gagasan yang dikemukakan bertujuan untuk meyakinkan orang lain, berusaha membuktikan suatu kebenaran, dapat mengubah pendapat pembaca, dapat menganalisis data-data dan informasi yang meyakinkan pembaca

Isi karangan memiliki kejelasan, keutuhan, dan keaslian. Tema dari isi karangan argumentasi diperinci secara logis, teratur dan utuh. Pendapat atau gagasan yang dikemukakan bertujuan untuk meyakinkan orang lain, berusaha membuktikan suatu kebenaran, dapat mengubah pendapat pembaca,tetapi kurang dapat menganalisis data-data dan informasi yang meyakinkan pembaca


(51)

NO Indikator Kategori Skor Deskriptor Penilaian

2 Bahasa

penyajian dalam menulis argumentasi Cukup Kurang Kurang Sekali Baik Sekali Baik Cukup 2 1 0 4 3 2

Isi karangan memiliki kejelasan, keutuhan, dan keaslian. Tema dari isi karangan argumentasi diperinci secara logis, teratur dan utuh. Pendapat atau gagasan yang dikemukakan bertujuan untuk meyakinkan orang lain, kurang berusaha membuktikan suatu kebenaran, dapat mengubah pendapat pembaca,tetapi kurang dapat menganalisis data-data dan informasi yang meyakinkan pembaca

Isi karangan tidak memiliki kejelasan, keutuhan, dan keaslian. Tema dari isi karangan argumentasi tidak diperinci secara logis, teratur dan utuh. Pendapat atau gagasan yang dikemukakan bertujuan untuk meyakinkan orang lain, kurang dapat berusaha membuktikan suatu kebenaran, kurang dapat mengubah pendapat pembaca, kurang dapat menganalisis data-data dan informasi yang meyakinkan pembaca

Isi karangan tidak memiliki kejelasan, keutuhan, dan keaslian. Tema dari isi karangan argumentasi tidak diperinci secara logis, teratur dan utuh. Pendapat atau gagasan yang dikemukakan kurang bertujuan untuk meyakinkan orang lain, kurang dapat berusaha membuktikan suatu kebenaran, kurang dapat mengubah pendapat pembaca, kurang dapat menganalisis data-data dan informasi yang meyakinkan pembaca

Bahasa karangan yang tepat, hemat, cermat, padat, dan singkat. Karangan yang tersusun oleh kalimat-kalimat efektif serta menggunakan bahasa yang sesuai dengan gagasan serta kaidah EYD yang berlaku

Bahasa karangan yang tepat, hemat, cermat, padat, dan singkat. Karangan yang tersusun oleh kalimat-kalimat efektif. Menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan gagasan serta kaidah EYD yang berlaku

Bahasa karangan yang tepat, hemat, cermat, padat, dan singkat. Karangan yang tersusun oleh kalimat-kalimat yang tidak efektif. Menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan gagasan serta kaidah EYD yang berlaku


(52)

No Indikator Kategori Skor Deskriptor Penilaian

3 Penggunaan Teknik Penulisan yang Baik Kurang Kurang Sekali Baik Sekali Baik Cukup Kurang Kurang Sekali 1 0 4 3 2 1 0

Bahasa karangan yang tepat, hemat, cermat, tetapi tidak padat, dan singkat. Karangan yang tersusun oleh kalimat-kalimat yang tidak efektif. Menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan gagasan serta kaidah EYD yang berlaku

Bahasa karangan yang tidak tepat, hemat, cermat, tidak padat, dan singkat. Karangan tidak tersusun oleh kalimat-kalimat yang tidak efektif. Menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan gagasan serta kaidah EYD yang berlaku

Pendapat atau gagasan yang dikemukakan runtut, pokok-pokok pikiran diungkapkan dengan jelas, gagasan dikembangkan dengan tepat, hubungan antarbagian kohesif

Pendapat atau gagasan yang dikemukakan runtut, pokok-pokok pikiran diungkapkan dengan jelas, gagasan dikembangkan dengan tepat, tetapi hubungan antarbagian kurang kohesif

Pendapat atau gagasan yang dikemukakan runtut, pokok-pokok pikiran yang diungkapkan jelas, gagasan kurang dikembangkan dengan tepat, hubungan antarbagian kurang kohesif Pendapat atau gagasan yang dikemukakan runtut, pokok-pokok pikiran diungkapkan kurang jelas, gagasan kurang dikembangkan dengan tepat, hubungan antarbagian kurang kohesif

Pendapat atau gagasan yang dikemukakan kurang runtut, pokok-pokok pikiran diungkapkan kurang jelas, gagasan kurang dikembangkan dengan tepat, hubungan antarbagian kurang kohesif

(Sumber : Akhadiyah, dkk: 1982)

Setelah skala penilaian komponen diatas dibuat, maka pengolahan nilai selanjutnya akan dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

Nilai Akhir =

X Skor ideal (100)


(1)

b. Analisis Hasil Belajar

Hasil belajar siswa berupa kemampuan menulis dilihat dari beberapa aspek yakni: isi karangan, bahasa penyajian dalam menulis, dan penataan gagasan yang masing-masing diberi skor maksimal 4 sehingga jumlah skor 3 x 4 = 12. Hasil belajar siswa diperoleh dengan mengoperasikan jumlah skor yang diperoleh siswa dengan jumlah skor seluruhnya. Hasil belajar siswa dihitung menggunakan rumus :

Nilai Akhir =

X Skor ideal (100)

Siswa dikatakan tuntas jika NA ≥ 65

Pembelajaran dinilai berhasil jika 85% siswa tuntas belajar. 3.8 Validitas dan Reliabilitas Data

3.8.1 Validitas

Burns (dalam Madya, 2007: 37-38), ada lima kriteria yang dipandang paling tepat untuk diterapkan pada penelitian tindakan yang bersifat transformatif. Kelima kriteria validitas tersebut adalah validas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validas katalik, dan validitas dialogis. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga, yaitu validitas demokratik, validitas proses, dan validitas dialogis.

1) Validitas demokratik

Validitas ini dapat dicapai dengan keterlibatan seluruh subjek yang terkait dalam penelitian yaitu, guru, siswa, peneliti, dosen pembimbing penelitian yang secara keseluruhan bebas menyatakan pendapatnya. Jenis ini dipilih karena penelitian ini berkolaborasi dengan teman sejawat, guru, dan siswa dengan menerima segala masukan dari berbagai pihak untuk mengupayakan peningkatan keterampilan menulis karangan argumentasi pada siswa kelas X MAN Kedondong.

2) Validitas Proses

Validitas proses diterapkan untuk mengukur keterpercayaan proses pelaksanaan penelitian ini dari semua peserta penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menunjukkan bahwa seluruh partisipan dalam penelitian ini melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah

dipersiapkan. Data diperoleh dan dicatat selama proses penelitian berdasarkan gejala yang ditangkap dari semua peserta penelitian.


(2)

3.8.1 Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi, 2002: 154). Reliabilitas dilakukan dengan cara menyajikan hasil data asli, misalnya transkip wawancara dan catatan lapangan. Selain itu dalam lampiran dicantumkan hasil menulis argumentasi oleh siswa dan dokumen berupa foto kegiatan.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Hasil temuan dan analisis data penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendekatan konstruktivisme dapat memotivasi siswa lebih aktif, kreatif, dan inovatif dan menyadarkan bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu sendiri. Tindakan yang dilakukan pada siklus I, II, dan III dapat membantu siswa untuk

mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.Selain itu pendekatan ini juga mampu mengembangkan kemampuan dan kemandirian siswa dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif sehingga menulis bukan sesuatu yang sulit

Proses pembelajaran yang didesain secara bertahap dan terprogram dapat membantu meningkatkan aktivitas siswa dalam menulis paragraf argumentatif. Pembelajaran yang berpusat ke siswa, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk

mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya. Aktivitas pembelajaran dari siklus I, II, dan III mengalami peningkatan karena siswa merasa senang belajar bahasa Indonesia, terutama pada pembelajaran menulis yang selama ini kurang disukai, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan aktif.

Hasil kompetensi menulis paragraf argumentatif pada setiap siklus cenderung

meningkat. Skor rata-rata kemampuan menulis paragraf argumentatif pada pra siklus di kelas X2 adalah 51,54% dengan kategori kurang, sedangkan pada siklus I

mengalami peningkatan dengan skor rata-rata adalah 63,60 % dengan kategori sedang. Pada siklus II rata-rata skor adalah 70,18% dengan kategori baik dan pada siklus III rata-rata skor adalah 80,26% dengan kategori baik sekali. Tingkat


(4)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, penulis dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut.

1. Dalam pembelajaran peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan observer menjadi penentu keberhasilan siswa. Hal ini tergantung pada kesiapan guru dalam mengimplementasikan pendekatan konstruktivisme ini.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar keterampilan menulis paragraf argumentatif yang maksimal disarankan kepada guru untuk menggunakan pendekatan konstruktivisme.

3. Penelitian ini disarankan untuk dilanjutkan lagi agar lebih sempurna dan lebih bermanfaat untuk pembelajaran bahasa Indonesia khususnya aspek keterampilan menulis.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, dkk.1982. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa

Indonesia.Jakarta : Erlangga.

______.1998.Menulis.Departermen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D3.

Alwasilah, A. Chaedar & Senny Suzanna Alwasilah. 2005. Pokoknya Menulis. Bandung : PT Kiblat Buku Utama.

______. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Ambarwati, Dewi. 2011. Peningkatan Keterampilan Menulis Persuasi Dengan

Media Iklan Advertorial Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Prembun.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara. ______. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Boediono. 2002. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Departermen Pendidikan Nasional.

Brook, Cleant and Robert Penn Warren. 1979. Modern Rhetoric. New York : Harcourt Brace Javanoich, Inc.

D’Angelo, Frank J.1980. Process and Thought in Composition. Massa-Chusetts : Winthrop Publisher. Inc.

Hipple, Theodore W.1973. Teaching English in Secondary Schools. New York : The Macmillan Company.

Irwin. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Metode Pemodelan Pada Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Negeri Poncowati Lampung Tengah.


(6)

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Sebagai

PengembanganProfesi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajat. 2009. Mahir Menulis. Jakarta: Erlangga.

Lado, Robert.1979. Language Teaching A Scientific Approach. Bambo New Delhi : tata Mc Graw-Hill.

Purwo, Bambang Kaswanti. 2007. Pragmatik & Pengajaran Bahasa.Yogyakarya : Kanisius.

Ritongo, M Jamiluddin. 2005. Tipologi Pesan Persuasif. Jakarta : PT Indeks. Rosidi, Imron. 2009. Menulis…..Siapa Takut. Jakarta : Kanisius.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Suparno, Paul. 1996. Teori Filsafat Konstruktivisme. Yogyakarta : Kanisius. Taniredjo, Tukiran dan Evi Miftah Faridli. 2011. Model-Model Pembelajaran

Inovatif. Bandung : cv Alfabeta.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis. Bandung : Angkasa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas

Wardhani, Iryana Febriza. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Argumenatsi Melalui Media Grafis Pada Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotabumi. Wiriaatmadja, Rochiati.2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk

Meningkatkan kinerja Guru dan Dosen. Bandung :Kerjasama Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengan PT Remaja Rosdakarya.