LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI MENGGUNAKAN MODEL SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

(1)

ABSTRAK

LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI MENGGUNAKAN MODEL SIMAYANG TIPE II UNTUK

MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP LARUTAN

ELEKTROLIT DAN NON- ELEKTROLIT

Oleh INA PUTRIZAL

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan validitas (kelayakan), kepraktisan, dan keefektivan LKS yang dikembangkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Research and Development dengan subyek penelitian yaitu LKS berbasis multipel representasi. Penyusunan LKS dimulai dari studi pendahuluan yang terdiri dari studi literatur, analisis kurikulum, dan studi lapangan. Kelayakan LKS dapat diukur dari hasil validasi ahli. Draft LKS 1 divalidasi oleh tiga dosen ahli terhadap aspek kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan. Kemudian draft LKS 1 direvisi sesuai dengan saran validator, lalu meminta persetujuan perbaikan dari validator dan diperoleh draft LKS 2. Draft LKS 2 diuji coba terbatas untuk menguji kepraktisan dan keefektivan. Kepraktisan LKS dapat dilihat dari keterlaksanaan LKS, penilaian guru, dan respon siswa. Keefektivan LKS dapat dilihat dari aktivitas siswa, efikasi diri, dan penguasaan konsep. Selanjutnya draft LKS 2 direvisi sesuai dengan hasil uji coba terbatas dan diperoleh produk LKS.


(2)

Hasil penelitian diperoleh bahwa kelayakan dan kepraktisan LKS berbasis

multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit berkategori “sangat tinggi”. Keefektivan LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit berkategori “tinggi”.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II valid (layak), praktis, dan efektif digunakan untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep.

Kata Kunci: LKS, multipel representasi, SiMaYang Tipe II, efikasi diri, penguasaan konsep, larutan elektrolit dan non-elektrolit.


(3)

LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI MENGGUNAKAN MODEL SIMAYANG TIPE II UNTUK

MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP LARUTAN

ELEKTROLIT DAN NON- ELEKTROLIT

Oleh INA PUTRIZAL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Banding Agung Kecamatan Talangpadang Kabupaten Tanggamus pada tanggal 05 Juni 1993 sebagai putri ketiga dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Yusrizal Z dan Ibu Sumarni.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Dharma Wanita Banding Agung pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 1999, SD Negeri 2 Banding Agung pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Talangpadang pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008, selanjutnya meneruskan pendidikan di SMA Negeri 1 Talangpadang pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2011.

Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis aktif dalam UKM-F

Himasakta dari tahun 2011 hingga tahun 2013 dan UKM-U Kopma dari tahun 2012 hingga tahun 2013. Tahun 2014 penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang terintergrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di SMK Negeri 1 Talangpadang, kabupaten Tanggamus.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Puji syukur kepada Allah SWT sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, dengan kerendahan hati lembaran-lembaran sederhana ini dipersembahkan untuk:

Ibu dan Ayah

Yang mendidik dan membesarkan serta tidak pernah lelah mendoakan kesuksesan untuk anak-anaknya disetiap sujud panjangnya. Semoga Allah SWT membalas pengorbanan ibu dan ayah.

Abang Ruli dan Roma

Yang selalu menyayangi dan melindungi.


(9)

MOTO

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqoroh, 2:195)

Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.

(H.R. Bukhori)

Doa bukanlah senjata cadangan, justru doa adalah senjata andalan. (Ippho Santosa)

Hidup adalah proses belajar dan berjuang tanpa batas. (Andrie Wongso)

Berbuat baik, bermanfaat, berdoa, dan terus berjuang. ( Ina Putrizal )


(10)

xi

SANWACANA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat diselesaikan skripsi yang berjudul “Lembar Kerja Siswa Berbasis Multipel Representasi Menggunakan Model SiMaYang Tipe II untuk Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan.

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia. 4. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., selaku Pembimbing I atas kesediaan, keikhlasan, dan

kesabarannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses perbaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S., selaku Pembimbing II atas kesediaannya memberi bimbingan dan motivasi.

6. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si., selaku dosen pembahas yang senantiasa memberikan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik.


(11)

xii 7. Ibu Lisa Tania, S.Pd., M.Sc., selaku Pembimbing Akademik, terima kasih untuk

kesediannya membimbing dan memberi saran guna untuk menunjang studi. Bapak ibu dosen Pendidikan Kimia, ibu Lisa Tania, S.Pd., M.Sc., bapak Andrian Saputra, S.Pd., M.Sc., dan bapak M. Mahfudz Fauzi S, S.Pd., M.Sc., yang bersedia menjadi validator LKS. Dosen Bimbingan Konseling ibu Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi., ibu Citra Abriani Maharani, S.Pd., M.Pd., Kons., dan ibu Yohana Oktarina, S.Pd., M.Pd., yang telah bersedia menjadi validator instrumen efikasi diri. Seluruh dosen Pendidikan Kimia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

8. Kepala SMA Negeri 3 Bandar Lampung ibu Dra. Hj. Rospardewi, MM.Pd., Wakil kepala sekolah bidang Kurikulum SMA Negeri 3 Bandar Lampung bapak Drs. Hi. Edward Hidayat, M.Pd., dan guru mitra penelitian Ibu Dra. Hj. Dewi Dalena. 9. Kedua orang tuaku, ibu Sumarni, S.Pd., dan ayah Yusrizal Z atas doa dan

dukungan yang tak hentinya kau titipkan untuk kelancaran dalam penyusunan skripsi. Ke-2 abangku, Ruli Yunanda dan Roma Romanda, S.H., yang telah memberikan dukungan dan motivasi.

10. Kak Lukman Hakim dan mbak Cincin Bertha Sari, S.Pd., atas dukungan, doa, dan semangat yang telah diberikan. Teman seperjuangan Ketut Sutamiati, Sabila Izzati, dan Delfi Afdila atas dukungan dan kerja sama selama penyusunan skripsi. Keluarga pendidikan kimia 2011, kakak tingkat, dan adik tingkat Pendidikan Kimia atas dukungan, doa, dan semangat yang telah diberikan.


(12)

xiii Akhir kata, disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Multipel Representasi ... 9

B. Model SiMaYang Tipe II ... 12

C. Lembar Kerja Siswa ... 19

D. Efikasi Diri ... 22

E. Konsep ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 26

B. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 27


(14)

xv

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 83

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 90

LAMPIRAN 1. Analisis Konsep... 95

2. Analisis KI-KD ... 97

3. Silabus ... 102

4. RPP ... 110

5. Persentase Hasil Analisis Kebutuhan Guru ... 116

6. Persentase Hasil Analisis Kebutuhan Siswa ... 118

7. Persentase Hasil Validasi Kesesuaian Isi ... 119

8. Persentase Hasil Validasi Konstruksi ... 122

9. Persentase Hasil Validasi Keterbacaan... 126

10. Persentasi Keterlaksanaan LKS……… 129

11. Hasil Penilaian Guru untuk Kesesuaian Isi ... 138

12. Hasil Penilaian Guru untuk Konstruksi ... 139

13. Hasil Penilaian Guru untuk Keterbacaan... 140

14. Tabulasi Jawaban Angket Keterbacaan Siswa... 141


(15)

xvi

16. Tabulasi Jawaban Angket Kemenarikan Siswa... 145

17. Persentase Hasil Respon Siswa untuk Kemenarikan... 147

18. Persentase Aktifitas Siswa………... 148

19. Kisi-Kisi Instrumen Efikasi Diri... 155

20. Hasil Validasi Instrumen Efikasi Diri………... 156

21. Tabulasi jawaban Efikasi Diri ……….………... 164

22. Persentase Hasil Efikasi Diri Siswa ………. 176

23. Kisi-Kisi Soal Pretes-Postes...……….. 178

24. Soal Penguasaan Konsep………... 179

25. Hasil Validasi Pretest-Postest………... 182

26. Hasil Nilai Pretest-Postest..………... 184


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Fase (Tahapan) dari Sintaks Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 18

2. Instrumen Efikasi Diri ... 37

3. Penskoran pada Angket Uji Validitas ... 41

4. Tafsiran Skor (Persentase) Validitas LKS ... 42

5. Tafsiran Skor (Persentase) Keterlaksanaan LKS ... 43

6. Penskoran pada Penilaian Guru ... 44

7. Tafsiran Skor (Persentase) Penilaian Guru ... 46

8. Penskoran pada Angket Uji Respon Siswa ... 46

9. Tafsiran Skor (Persentase) Respon Siswa ... 48

10. Kriterian Tingkat Aktivitas Siswa ... 49

11. Penskoran pada Angket Efikasi Diri ………... 49

12. Tafsiran Skor (Persentase) Efikasi Diri ……….. 51

13. Hasil Validasi Ahli terhadap LKS yang Dikembangkan ... 63

14. Hasil Observasi Keterlaksanaan terhadap LKS yang Dikembangkan ... 70

15. Hasil Penilaian Guru terhadap LKS yang Dikembangkan ... 71

16. Respon Siswa pada Aspek Keterbacaan ... 75

17. Respon Siswa pada Aspek Kemenarikan ... 77


(17)

xviii 19. Hasil Penilaian Efikasi Diri Siswa ... 80 20. Hasil Penguasaan Konsep Siswa ... 82


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tiga Dimensi Pemahaman Kimia. ... 10

2. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang (SiMaYang) ... 16

3. Langkah-langkah Metode Research and Development (R&D). ... 27

4. Alur Pengembangan LKS Berbasis Multipel Representasi. ... 28

5. Cover LKS. ... 56

6. Kata Pengantar dan KI-KD. ... 57

7. Fase Orientasi dan Eksplorasi-Imajinasi. ... 59

8. Fase Internalisasi dan Evaluasi ... 60

9. Saran Validator terhadap Kesesuaian Isi ... 67

10.Saran Validator terhadap Aspek Keterbacaan (1). ... 67

11.Saran Validator terhadap Aspek Keterbacaan (2). ... 68


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia didefinisikan sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains), yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai

perubahan materi (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).

Sebagian besar pelajaran kimia topik-topiknya bersifat abstrak, sehingga sebagai fasilitator guru hendaknya menyediakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai media pembelajaran. Adanya LKS yang dikerjakan baik secara individu maupun kelompok oleh siswa, diharapkan dapat melatih proses berpikir dengan

mengoptimalkan kemampuan imajinasi, sehingga siswa dapat membangun konsep dan mendapat pengalaman secara langsung.

LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi (Widjajanti, 2008).

Pembelajaran kimia dapat direpresentasikan dengan berbagai representasi, representasi merupakan cara mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah


(20)

2

diketahui, dapat diungkapkan dalam bentuk gambar, tulisan, grafik dan diagram. Representasi sains diklasifikasikan dalam level representasi fenomena

makroskopis, submikroskopis, dan simbolis. Representasi fenomena makroskopis yaitu representasi yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu

fenomena yang dapat dilihat oleh panca indra atau dapat berupa pengalaman sehari-hari. Representasi fenomena submikroskopis yaitu representasi

menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopis yang diamati. Representasi fenomena simbolis yaitu representasi secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus matematik, rumus sains, diagram, gambar, persamaan reaksi dan matematik simbolik (Johnstone dan Treagust et al., dalam Sunyono, 2012).

Model pembelajaran teoritis SiMaYang merupakan model pembelajaran sains yang mencoba menginterkoneksikan ketiga level fenomena sains, sehingga topik-topik pembelajaran yang sesuai dengan model ini adalah topik-topik-topik-topik sains yang lebih bersifat abstrak yang mengandung level makroskopis, submikroskopis, dan simbolis (Sunyono, 2012).

Model pembelajaran SiMaYang Tipe II dikembangkan dari model pembelajaran berbasis multipel representasi yang benama model SiMaYang yang dipadukan dengan pendekatan saintifik. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II merupakan model pembelajaran kimia SMA berbasis multipel representasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan landasan teori belajar konstruktivisme, teori pemerosesan informasi, dan teori dual coding. Tujuan dari model ini adalah


(21)

3

untuk membelajarkan konsep-konsep kimia yang abstrak dan terkait dengan untuk dengan fenomena (Sunyono, 2014).

Efikasi diri merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah (Bandura, 1997). Efikasi tingkatannya lebih tinggi daripada motivasi, jika motivasi hanya

melakukan tindakan apabila situasi dan kondisi memungkinkan, namun efikasi diri yang tinggi akan mencari cara untuk melakukan tindakan tersebut walaupun situasi dan kondisi tidak memungkinkan.

Hasil penelitian Sunyono (2009) dan Sunyono (2010) menunjukkan bahwa untuk pembelajaran sains (misalnya kimia) banyak konsep sains yang masih dianggap sulit untuk diajarkan pada peserta didik. Kebanyakan guru dalam membelajarkan konsep-konsep sains tersebut adalah dengan menanamkan konsep secara verbal, latihan-latihan mengerjakan soal, dan kegiatan praktik laboratorium sangat jarang dilakukan. Pembelajaran sains yang berlangsung lebih banyak direpresentasikan dengan hanya dua representasi, yaitu pada level makroskopis dan simbolis atau matematis, level submikroskopis tidak disentuh sama sekali.

Fakta tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap beberapa siswa dan guru kimia SMA di Bandar Lampung, yang menyatakan bahwa: 1) LKS yang digunakan memiliki susunan urutan indikator pencapaian kompetensi yang belum


(22)

4

sesuai, 2) LKS yang digunakan kurang mengontruksi pengetahuan siswa, 3) LKS yang digunakan sebagian besar tidak disertai dengan gambar submikroskopis, dan perpaduan warna yang menarik, 4) LKS yang digunakan masih banyak yang memiliki kekurangan baik dari segi bahasa, materi yang terlalu singkat dan soal-soal yang susah dipahami (Widodo, 2013).

Hasil studi pendahuluan menunjukkan: 1) LKS yang digunakan mengambil dari buku dan membeli sudah jadi dari penerbit; 2) LKS yang digunakan belum sesuai dengan urutan indikator pencapaian kompetensi; 3) LKS yang digunakan ternyata masih banyak ditemui kesulitan dalam penggunaannya baik dari segi bahasa, materi, dan soal; 4) LKS yang digunakan belum disertai gambar molekul, diagram, serta perpaduan warna yang menarik; 5) LKS yang digunakan belum disertai pertanyaan untuk meningkatkan efikasi diri siswa; 6) LKS yang digunakan belum dilengkapi dengan interkoneksi diantara 3 level fenomena kimia, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbolis, serta belum diarahkan untuk pengembangan berpikir dengan mengoptimalkan kemampuan imajinasi siswa.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu LKS berbasis multipel representasi. Oleh karena itu, dilakukan suatu penelitian yang berjudul “Lembar Kerja Siswa Berbasis Multipel Representasi Menggunakan Model SiMaYang Tipe II untuk Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit”.


(23)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana:

1. validitas (kelayakan) LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit?

2. kepraktisan LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit?

3. keefektivan LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan:

1. validitas (kelayakan) LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit.

2. kepraktisan LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit.

3. keefektivan LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep


(24)

6

larutan elektrolit dan non-elektrolit.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pengembangan LKS berbasis multipel representasi yang dihasilkan adalah bagi:

1. Guru

Menambah media pembelajaran, yang diharapkan dapat menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga menjadi lebih efektif dan konstruktif. Selain itu juga, menjadi salah satu referensi dalam membelajarkan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang efektif dan efisien.

2. Siswa

Mempermudah dalam mengonstruksi konsep-konsep kima yang bersifat abstrak. LKS berbasis multipel representasi diharapkan dapat menambah minat belajar siswa.

3. Sekolah

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan terutama pada mata pelajaran kimia pada pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk


(25)

7

ada, yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana dalam hal ini yang di

kembangkan adalah salah satu media pembelajaran berupa LKS (Sujadi, 2003). 2. LKS berbasis multipel representasi adalah salah satu bentuk media

pembelajaran yang didesain berdasarkan hakekat pembelajaraan kimia, yang di tekankan pada interkoneksi diantara ketiga level fenomena representasi yaitu: makroskopis, submikroskopis, dan simbolis.

3. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II merupakan model pembelajaran berbasis multipel representasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan landasan teori belajar konstruktivisme, teori pemerosesan informasi, dan teori dual coding (Sunyono, 2014).

4. Menurut Bandura (1997) bahwa self efficacy atau efikasi diri merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan.

5. Menurut Dahar (1989) konsep merupakan suatu abstraksi yang melibatkan hubungan antar konsep dan dapat dibentuk oleh individu dengan

mengelompokkan obyek, merespon obyek tersebut dan kemudian memberinya label.

6. Cakupan materi yang dibahas dalam penelitian pengembangan LKS berbasis multipel representasi ini meliputi larutan elektrolit dan non-elektrolit pada bagian uji daya hantar listrik, penyebab perbedaan kemampuan daya hantar listrik, dan senyawa yang dapat dan tidak dapat menghantarkan arus listrik berdasarkan ikatan kimia.

7. Tahapan pada pengembangan LKS berbasis multipel representasi hanya sampai pada tahap revisi hasil uji coba terbatas.


(26)

8

8. Validitas model pembelajaran dapat dilihat dari tingkat validitas isi menurut ahli dan juga harus memenuhi validitas konstruk (Nieveen, 1999 dalam Sunyono, 2012).

9. Kepraktisan suatu model pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas model yang ditinjau dari hasil penilaian pengamat berdasarkan pengamatannya selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung (Nieveen, 1999 dalam Sunyono, 2012). Kepraktisan dilihat dari keterlaksanaan LKS, penilaian guru, dan

respon siswa.

10. Keefektivan sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif bila pembelajar dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasi-informasi yang diberikan, tidak hanya pasif menerima pengetahuan dari guru/dosen (Nieveen, 1999 dalam Sunyono, 2012). Keefektivan dilihat dari aktivitas siswa, efikasi diri, dan penguasaan konsep.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Multipel Representasi

Johnstone dalam Meirina (2013) mendeskripsikan bahwa kimia dapat dijelaskan dengan berbagai representasi untuk menjelaskan ketiga level fenomena kimia yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbolis. Masing-masing level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Level makroskopis: rill dan dapat dilihat, seperti fenomena kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laboratorium yang dapat diamati langsung.

2. Level submikroskopis: berdasarkan observasi rill tetapi masih memerlukan teori untuk menjelaskan apa yang terjadi pada level molekuler dan

menggunakan representasi model teoritis, seperti partikel yang tidak dapat dilihat secara langsung.

3. Level simbolis: representasi dari suatu kenyataan seperti representasi simbol dari atom, molekul dan senyawa, baik dalam bentuk gambar, aljabar maupun bentuk-bentuk hasil pengolahan komputer.

Johnstone dalam Meirina (2013) menjelaskan bahwa level submikroskopis suatu hal yang nyata sama seperti level makroskopis. Kedua level tersebut hanya dibedakan oleh skala ukuran. Pada kenyataannya level submikroskopis sangat


(28)

10

sulit diamati karena ukurannya yang sangat kecil sehingga sulit diterima bahwa level ini merupakan suatu yang nyata.

Representasi dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi internal diartikan sebagai konfigurasi kognitif individu yang diduga berasal dari perilaku yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan masalah, sedangkan representasi eksternal dapat digambarkan sebagai situasi fisik yang terstruktur yang dapat dilihat sebagai mewujudkan ide-ide fisik (Haveleun dan Zou, dalam Sunyono, 2012). Menurut pandangan contructivist, representasi internal ada di dalam kepala siswa dan representasi eksternal disituasikan oleh lingkungan siswa (Meltzer, dalam Sunyono, 2012).

Ainsworth (Sunyono, 2012) membuktikan bahwa banyak representasi dapat memainkan tiga peranan utama. Pertama, mereka dapat saling melengkapi; kedua, suatu representasi yang lazim dapat menjelaskan tafsiran tentang suatu representasi yang lebih tidak lazim; dan ketiga, suatu kombinasi representasi dapat bekerja bersama membantu siswa menyusun suatu pemahaman yang lebih dalam tentang suatu topik yang dipelajari.


(29)

11

Ketiga dimensi tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk dapat paham dan mengerti materi kimia yang abstrak. Hal ini didukung oleh pernyataan Tasker dan Dalton dalam Meirina (2013), bahwa kimia melibatkan proses-proses perubahan yang dapat diamati dalam hal (misalnya perubahan warna, bau, gelembung) pada dimensi makroskopis atau laboratorium, namun dalam hal perubahan yang tidak dapat diamati dengan indera mata, seperti perubahan struktur atau proses di tingkat submikroskopis atau molekul imajiner hanya bisa dilakukan melalui pemodelan. Perubahan-perubahan ditingkat molekuler ini kemudian digambarkan pada tingkat simbolis yang abstrak dalam dua cara, yaitu secara kualitatif menggunakan notasi khusus, bahasa, diagram, dan simbolis, dan secara kuantitatif dengan menggunakan matematika (persamaan dan grafik).

Keberhasilan pembelajaran kimia meliputi konstruksi asosiasi mental diantara dimensi makroskopis, mikroskopis, dan simbolis dari representasi fenomena kimia dengan menggunakan modus representasi yang berbeda (Chang & Gilbert, dalam Sunyono, 2012).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kimia dapat dijelaskan dengan berbagai representasi level fenomena kimia yaitu makroskopis,

submikroskopis, dan simbolis. Representasi dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Representasi juga memiliki peran utama, yang pertama saling melengkapi, yang kedua menjelaskan tafsiran yang tidak lazim, dan yang ketiga bekerja bersama menyusun pemahaman yang lebih dalam suatu topik yang dipelajari.


(30)

12

B. Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II

Model pembelajaran SiMaYang merupakan model pembelajaran sains berbasis multipel representasi yang dikembangkan dengan memasukkan faktor interaksi (tujuh konsep dasar) yang mempengaruhi kemampuan pembelajar untuk mempresentasikan fenomena sains ke dalam kerangka model IF-SO (Sunyono,2012). Tujuh konsep dasar pembelajar tersebut yang telah

diidentifikasi oleh Shonborn and Anderson (Sunyono, 2012) adalah kemampuan penalaran pembelajar (Reasoning; R), pengetahuan konseptual pembelajar (conceptual; C); dan keterampilan memilih mode representasi pembelajar (representation modes; M). Faktor M dapat dianggap berbeda dengan faktor C dan R, karena faktor M tidak bergantung pada campur tangan manusia selama proses interpretasi dan tetap konstan kecuali jika ER domodifikasi, selanjutnya empat faktor lainnya adalah faktor R-C merupakan pengetahuan konseptual dari diri sendiri tentang ER, faktor R-M merupakan penalaran terhadap fitur dari ER itu sendiri, faktor C-M adalah faktor interaktif yang mempengaruhi interpretasi terhadap ER, dan faktor C-R-M adalah interaksi dari ketiga faktor awal (C-R-W) yang mewakili kemampuan seorang pembelajar untuk melibatkan semua faktor dari model agar dapat menginterpretasikan ER dengan baik.

Kerangka model IF-SO berfokus pada isu-isu kunci dalam perencanaan pembelajaran suatu topik tertentu (I dan F), peran guru dan pembelajar dalam pembelajaran melalui pemilihan representsi selama topik tersebut dibelajarkan (S dan O). Model kerangka IF-SO merupakan kombinasi dari tiga komponen


(31)

13

triad yang saling berkaitan. Perspektif pembelajaran dengan model triad, proses pembelajaran sains menuntut keterlibatan berbagai triad yang meliputi domain (D), konsepsi guru/dosen (TC), representasi pembelajar (SR), yang semuanya saling mendukung satu sama lain (Sunyono,2012).

Model pembelajar SiMaYang dalam pelaksanaanya melibatkan diagram submikro sebagai alat pembelajaran topik-topik yang bersifat abstrak (misalnya stoikiometri dan struktur atom), selanjutnya dikembangkan perangkat

pembelajaran yang dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan baik pada level makro, submikro, maupun simbolis untuk memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih merepresentasikan tiga level fenomena sains sepanjang sesi pembelajaran yang berfokus kepada permasalahan sains level molekuler (Sunyono,2012).

Mempertimbangkan faktor interaksi R-C dan C-M, maka dalam model

pembelajaran diperlukan tahapan kegiatan eksplorasi, sedangkan pertimbangan terhadap interaksi R-M dan C-R-M diperlukan tahapan kegiatan imajinasi. Kegiatan eksplorasi lebih ditekankan pada konseptualisasi masalah sains yang sedang dihadapi berdasarkan kegiatan diskusi, eksperimen laboratorium/ demonstrasi, dan pelacakan informasi melalui jaringan internet (web-blog atau web page). Imajinasi diperlukan untuk melakukan pembayangan mental terhadap representasi eksternal level submikroskopis, sehingga dapat mentransformasikan ke level maksroskopis atau simbolis atau sebaliknya (Sunyono, 2012).

Pembelajaran yang menekankan pada proses imajinasi dapat membangkitkan kemampuan representasi pembelajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan


(32)

14

kreativitas pembelajar. Kekuatan imajinasi akan membangkitkan gairah untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan konseptual pembelajar (Haruo, et al, dalam Sunyono, 2012).

Model pembelajaran SiMaYang disusun dengan mengacu pada ciri suatu model pembelajaran menurut Arends, R (Sunyono, 2012) yang menyebutkan setidak-tidaknya ada 4 ciri khusus dari model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mecapai tujuan pembelajaran, yaitu:

1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh perancangannya.

2. Landasan pemikiran tentang tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan bagaimana pembelajar belajar untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Aktivitas guru/ dosen dan pembelajar (siswa/ mahasiswa) yang diperlukan agar model tersebut terlaksana dengan efektif.

4. Lingkungan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karakteristik ketiga dan keempat tertuang di dalam ciri-ciri dan komponen-komponen yang terkandung di dalam model pembelajaran SiMaYang (Sunyono,2012). Model pembelajaran SiMaYang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Model pembelajaran SiMaYang hanya cocok untuk topik-topik sains yang bersifat abstrak yang di dalamnya mengandung level makro, submikro, dan simbolis.

2. Ada keanekaragaman visual (gambar, diagram, grafik, animasi, dan analogi) yang dapat merangsang pembelajar dalam menggunakan kemampuan


(33)

15

3. Pembelajar memiliki peran yang aktif dalam menelusuri informasi

(pengetahuan konseptual), menemukan sifat-sifat, pola, rumus-rumus, simbol-simbol, dan penyelesaian masalah, melalui proses mengamati dan

membayangkan dengan imajinasinya.

4. Memberi kesempatan kepada pembelajar untuk mengembangkan potensi kognitifnya dalam membangun model mental terutama melalui kegiatan eksplorasi pengetahuan dan imajinasi representasi.

5. Menekankan aktivitas pembelajar dalam belajar baik secara kelompok maupun individu.

6. Guru/ dosen juga berperan sebagai mediator, dalam hal ini guru/ dosen memediasi kegiatan diskusi kelompok yang dilakukan pembelajar, sehingga ada sharing pengetahuan diantara pembelajar sendiri dengan fasilitas dari guru/ dosen.

7. Ada bimbingan dan bantuan dari guru/ dosen kepada pembelajar yang mengalami kesulitan, baik dalam belajar secara kelompok maupun ketika latihan secara individu.

8. Pembelajar diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan

mengartikulasikan hasil kerjanya (belajarnya) kepada teman dan guru/ dosen melalui kegiatan presentasi.

Model pembelajaran SiMaYang memiliki sintak dengan 4 fase pembelajaran (Sunyono,2012). Keempat fase dalam model pembelajaran tersebut memiliki ciri dengan akhiran “si” sebanyak lima “si”. Fase-fase tersebut tidak selalu berurutan bergantung pada konsep yang dipelajari oleh pembelajar, terutama pada fase dua (fase eksplorasi-imajinasi). Oleh sebab itu, fase-fase model pembelajaran yang


(34)

16

dikembangkan dan hasil revisi ini tetap disusun dalam bentuk layang-layang, sehingga tetap dinamakan Si-5 layang-layang atau disingkat SiMaYang (sunyono, dkk., 2012):

Ganbar 2. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang SiMaYang (Sunyono, 2014).

Menurut Sunyono (2014) model pembelajaran tersebut memiliki beberapa kekurangan diantaranya:

1. Penerapan model pembelajaran SiMaYang baru terbatas pada pencapaian tujuan membangun model mental dan meningkatkan penguasaan konsep, belum terujikan dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lain, seperti berpikir kritis dan berpikir kreatif, sehingga kesimpulan dari hasil kajian empiris ini hanya berlaku untuk model mental dan penguasaan konsep. 2. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang

memerlukan infrastruktur yang memadai (seperti listrik, fasilitas internet, dan komputer). Seringnya mati lampu (listrik) pada saat pembelajaran dapat menjadi hambatan keterlaksanaan dan keberhasilan pembelajaran dengan model SiMaYang. Kelemahan ini harus diatasi, terutama untuk pembelajaran


(35)

17

kimia di sekolah menangah, terutama sekolah-sekolah yang jauh dari perkotaan yang belum dialiri listrik atau jauh dari jangkauan signal internet.

3. Model pembelajaran SiMaYang baru diuji cobakan pada pembelajaran Kimia Dasar di perguruan tinggi, sedangkan pembelajaran di sekolah menengah (SMA/MA/SMK) belum diuji.

4. Fase-fase dan aktivitas guru yang dikembangkan dalam model pembelajaran SiMaYang nampaknya sulit dilaksanakan di sekolah menenangah, karena alokasi waktu di sekolah di perguruan tinggi berbeda. Karakteristik

pembelajaran kimia di sekolah menengah (SMA/MA/SMK) sangat berbeda dengan perguruan tinggi. Pada siswa SMA/MA/SMK terutama untuk kelas X baru mengenal kimia secara utuh dan komprehensif, sedangkan di perguruan tinggi terutama untuk jurusan/prodi kimia, siswa telah mengenal kimia sejak dibangku SMA/MA/SMK. Pembelajaran di perguruan tinggi akan lebih mudah dibanding di sekolah menengah, karena di perguruan tinggi sifatnya pendalaman dan pengkayaan.

5. Diberlakukannya kurikulum 2013 yang mengharuskan pembelajaran di sekolah menggunakan pendekatan saintifik dengan 5M pengalaman belajar

(mengamati, menanya, menggali informasi, mengasosiasi, dan

mengomunikasikan), model pembelajaran SiMaYang akan sulit dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah.

Adanya kelemahan tersebut, terutama untuk pembelajaran di SMA, Sunyono (2014) mengembangkan lebih lanjut model SiMaYang tersebut dengan

memasukan pendekatan saintifik kedalam sintaknya. Model pembelajaran yang dikembangkan tersebut selanjutnya dinamakan model pembelajaran SiMaYang


(36)

18

Saintifik atau model SiMaYang Tipe II dengan sintaknya tetap terdiri atas 4 fase. Perbedaannya terletak pada aktifitas guru dan siswa. Pada model pembelajaran SiMaYang Tipe II, aktifitas guru dan siswa disesuaikan dengan pendekatan saintifik (Sunyono, 2014).

Tabel 1. Fase (Tahapan) dari Sintaks Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II.

Fase Aktifitas Guru Aktifitas Siswa

Fase I: Orientasi

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Memberikan motivasi dengan berbagai fenomena kimia yang terkait dengan pengalaman siswa.

1. Menyimak penyampaian tujuan sambil memberikan tanggapan

2. Menjawab pertanyaan dan menanggapi

Fase II: Eksplorasi – Imajinasi

1. Mengenalkan konsep kimia dengan memberikan beberapa abstraksi yang berbeda mengenai fenomena kimia (seperti perubahan wujud zat, perubahan kimia, dan sebagainya) secara verbal atau dengan demonstrasi dan juga menggunakan visualisasi: gambar, grafik, atau simulasi atau animasi, dan atau analogi dengan melibatkan siswa untuk menyimak dan bertanya jawab. 2. Mendorong, membimbing, dan memfasilitasi diskusi siswa untuk membangun model mental dalam membuat interkoneksi diantara level-level fenomena kimia yang lain, yaitu dengan membuat transformasi dari level fenomena kimia yang satu ke level yang lain dengan menuangkannya ke dalam lks.

1. Menyimak dan bertanya jawab dengan dosen tentang fenomena kimia yang diperkenalkan.

2. Melakukan penelusuran informasi melalui webpage /weblog dan/atau buku teks. 3. Bekerja dalam kelompok untuk melakukan imajinasi terhadap fenomena kimia yang diberikan melalui LKS 4. Berdiskusi dengan teman dalam kelompok dalam melakukan latihan imajinasi representasi.

Fase III: Internalisasi

1. Membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengartikulasikan

/mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui presentasi hasil kerja kelompok. 2. Memberikan latihan atau tugas dalam mengartikulasikan imajinasinya. Latihan individu

tertuang dalam lembar kegiatan siswa/LKS yang berisi pertanyaan dan/atau perintah untuk membuat interkoneksi ketiga level fenomena kimia.

1. Perwakilan kelompok melakukan presentasi terhadap hasil kerja kelompok.

2. Memberikan tanggapan/ pertanyaan terhadap kelompok yang sedang presentasi.

3. Melakukan latihan individu melalui LKS individu.

Fase Aktifitas Guru Aktifitas Siswa

Fase IV: Evaluasi

1. Mengevaluasi kemajuan belajar siswa dan reviu terhadap hasil kerja siswa. 2. Memberikan tugas latihan

interkoneksi. Tiga level fenomena kimia

Menyimak hasil reviu dari guru dan bertanya tentang

pembelajaran yang akan datang. (Sumber: Sunyono, 2014)


(37)

19

C. Lembar Kerja Siswa

Menurut Arsyad (2004), LKS merupakan jenis hand out yang dimaksudkan untuk membantu siswa dalam belajar secara terarah. Menurut Rohaeti dalam

Widjajanti (2008), LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang dihadapi. Menurut Trianto dalam Widjajanti (2008), LKS merupakan panduan siswa yang biasa digunakan dalam kegiatan observasi, eksperimen, maupun demonstrasi untuk mempermudah proses penyelidikan atau memecahkan suatu permasalahan.

LKS adalah lembar kerja bagi siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler untuk mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang didapat menurut Azhar dalam Widjajanti (2008). Menurut Sriyono dalam

Widjajanti (2008), LKS adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Menurut Hidayah dalam Widjajanti (2008), isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif.

Lembar Kegiatan Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar Kegiatan Siswa biasanya berisi petunjuk,


(38)

20

langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Menurut Sudjana (Widjajanti, 2008), fungsi LKS adalah:

1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2. Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih

menarik perhatian siswa.

3. Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.

4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran.

5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa. 6. Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang

dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi. Menurut Prianto dan Harnoko (Widjajanti, 2008), manfaat dan tujuan LKS antara lain:

1. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.

3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.

4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran.

5. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. 6. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui

kegiatan belajar.

7. Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

Penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan menurut Darmodjo dan Kaligis (Widjajanti, 2008) yaitu:

1. Syarat-syarat didaktik

a. Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran

b. Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep

c. Memiliki variasi stimulus melalui berbagaimedia dan kegiatan siswa 2. Syarat-syarat konstruksi

a. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak. b. Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

c. Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak.


(39)

21

e. Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.

f. Gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.

g. Dapat digunakan oleh seluruh siswa, baik yang lamban maupun yang cepat.

h. Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi. i. Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. Misalnya,

kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.

3. Syarat-syarat teknik a. Tulisan

1) Gunakan huruf cetak.

2) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik. 3) Gunakan kalimat pendek.

4) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi

b. Gambar

Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat

menyampaikanpesan/isi dari gambar tersebut secaraefektif kepada pengguna LKS.

Penggunaan media LKS ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam proses pembelajaran, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Arsyad (2004) antara lain yaitu: 1) memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga proses belajar semakin lancar dan meningkatkan hasil belajar, 2) meningkatkan motivasi siswa dengan mengarahkan perhatian siswa sehingga memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minatnya, 3) penggunaan media dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, 4) siswa akan mendapatkan pengalaman yang sama mengenai suatu peristiwa dan memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar.

Berdasarkan uraian tersebut LKS sebagai media pembelajaran, diharapkan dapat membangun konsep, melatih proses berpikir dengan mengoptimalkan kemampuan imajinasi, dan dapat memotivasi siswa dalam mempelajari konsep-konsep kimia khususnya pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.


(40)

22

D. Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997) menjelaskan bahwa self efficacy atau efikasi diri

merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan

hambatan atau kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah.

Tiga dimensi dari efikasi yaitu magnitude, generality dan strength. Magnitude suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia lakukan. Strength suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu. Generality sebagai keleluasaan dari bentuk efikasi diri yang dimiliki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda. Semakin tinggi efikasi diri individu maka semakin tinggi tingkat penyesuaian diri individu pada situasi yang dihadapi (Bandura, 1997).

Siswa yang memiliki efikasi tinggi maka ia cenderung untuk memilih tugas yang menantang dan gigih dalam menghadapi suatu tantangan baru dan ia merasa bila efikasi untuk mencapai tujuan itu tinggi siswa akan berusaha untuk lebih berhasil menyelesaikan tugas dan lebih lama mengerjakan tugas yang sulit (Bandura, 1997).

Menurut Bandura (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi diri yaitu:


(41)

23

1. Pengalaman keberhasilan

Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi diri. Apabila keberhasilan yang dididapat seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap

peningkatan efikasi. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan efikasi diri.

2. Pengalaman orang lain

Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi diri tersebut didapat dari social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun efikasi diri yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh jika model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model. 3. Persuasi sosial

Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

Zimmerman (2000) yang menyatakan bahwa self-efficacy telah terbukti responsif terhadap perbaikan dalam metode belajar siswa dan prediksi hasil prestasi. Keyakinan diri siswa tentang kemampuan akademik yang memainkan peran penting dalam memotivasi mereka untuk mencapai hasil prestasi yang lebih baik.


(42)

24

Harahap (2008) menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif dan signifikan antara efikasi-diri siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa. Efikasi-diri siswa sangat menentukan tingkat dan peningkatan prestasi belajar kimia siswa karena dengan efikasi diri siswa akan mampu merencanakan tindakan, menampilkan prilaku baru, merespon dengan aktif dan kreatif serta mampu memberikan solusi atau memecahkan masalah terhadap persoalan hidup yang sedang dialami siswa maupun tugas yang diberikan oleh guru. Siswa yang memiliki efikasi diri yang kuat akan mampu bertahan dalam situasi sulit dan sangat menyukai tugas-tugas yang menantang tidak hanya dalam pembelajaran, sehingga siswa yang memiliki efikasi diri yang kuat dapat dipastikan mampu meraih dan memiliki prestasi tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efikasi erat kaitannya dengan keyakinan, kepercayaan diri, dan keleluaasan yang

menghasilkan usaha yang lebih besar dan semangat pantang menyerah. Efikasi tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi, jika pada motivasi dalam melakukan tindakan apabila situasi dan kondisi memungkinkan, namun efikasi diri yang tinggi akan mencari untuk melakukan tindakan tersebut walaupun situasi dan kondisi tidak memungkinkan.

E. Konsep

Menurut Dahar (1989) konsep merupakan suatu abstraksi yang melibatkan hubungan antar konsep dan dapat dibentuk oleh individu dengan

mengelompokkan obyek, merespon obyek tersebut, dan kemudian memberinya label. Oleh karena itu, suatu konsep mempunyai karakteristik berupa hirarki


(43)

25

konsep dan definisi konsep. Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep, guru hendaknya memperhatikan hal-hal seperti nama konsep, atribut-atribut variabel dari konsep, definisi konsep, contoh dan non-contoh dari konsep, hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.

Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Menurut Herron et al. (Fadiawati, 2011)

mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan

pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non-contoh.


(44)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Menurut Sugiyono (2008), metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektivan produk tersebut. Menurut Sugiyono (2008) langkah-langkah penelitian pengembangan terdiri dari sepuluh langkah, yaitu: 1) potensi dan masalah, 2) mengumpulkan informasi, 3) desain produk, 4) validasi desain, 5) perbaikan desain, 6) uji coba produk dilakukan pada kelompok terbatas, 7) revisi produk, 8) uji coba pemakaian dilakukan untuk melihat efektivitas produk jika digunakan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, 9) revisi produk dilakukan apabila pemakaian pada skala lebih luas terdapat kekurangan, dan 10) pembuatan produk massal.

Secara garis besar penelitian dan pengembangan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap 1) analisis kebutuhan meliputi studi pustaka, studi kurikulum, dan studi lapangan, tahap; 2) perencanaan dan pengembangan meliputi perencanaan desain LKS, pembuatan desain LKS, validasi, dan revisi, dan tahap; 3) evaluasi produk meliputi uji coba produk secara terbatas, revisi setelah uji coba produk secara terbatas, uji coba pemakaian, revisi produk, dan pembuatan produk secara massal.


(45)

27

Digambarkan oleh Borg dan Gall dalam Sugiyono (2008) seperti di bawah ini:

Gambar 3. Langkah-langkah Metode Research and Development (R&D).

Penelitian yang akan dilakukan dibatasi pada tahap pengembangan desain produk yang kemudian divalidasi oleh validator dan meminta tanggapan dari guru dan siswa. Setelah itu, melakukan revisi desain produk dan uji coba. Hal ini karena keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti yang masih belum cukup dalam melakukan tahap selanjutnya.

B. Prosedur Pelaksaan Penelitian

Secara garis besar prosedur penelitian dan pengembangan ini terdiri dari tiga langkah yaitu: 1) studi pendahuluan yang meliputi studi literatur, analisis

kurikulum, dan studi lapangan; 2) perencanaan dan pengembangan produk meliputi penyusunan desain produk, validasi produk, dan revisi produk; 3) evaluasi produk meliputi uji coba produk secara terbatas dan revisi produk setelah uji coba terbatas.

Validasi produk

Revisi produk Uji coba

terbatas produk Revisi produk

Uji coba pemakaian

Revisi produk Produksi Massal Batas penelitian yang telah

dilaksanakan Potensi dan

masalah

Pengumpulan data


(46)

28

Keterangan:

= Aktivitas

= Hasil (berupa produk LKS multipel representasi) = Pilihan terhadap hasil analisis

= Arah proses/aktivitas berikutnya = Arah siklus kegiatan/aktivitas

Berdasarkan alur penelitian di atas, maka dapat dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 4. Alur Pengembangan LKS Berbasis Multipel Representasi. Studi Pendahuluan: Landas-

an teoritis, literatur penyusu- nan LKS dan kriteria LKS yang baik.

Analisis Kurikulum: Analisis KI-KD, indikator, analisis konsep,silabus, RPP.

Studi Lapangan: angket analisis kebutuhan guru dan angket analisis kebutuhan siswa.

II. Pengembangan/Desain & Uji Coba

- Mendesain LKS multipel representasi yang dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II.

Valid ?

Tidak

Ya

Validasi Ahli ke-i(i ≥ 1)

Draf I (LKS pengembangan)

Draf Ii

Uji Coba terbatas

ke-i (i ≥ 1)

Praktis dan efektif? Draf II Ya Tidak Final: LKS Hasil Uji Coba Terbatas

Draf IIi

I. Studi

Revisi Revisi


(47)

29

1. Studi pendahuluan

Tahap pertama dari penelitian ini adalah studi pendahuluan. Studi pendahuluan adalah tahap awal atau persiapan terhadap suatu penelitian dan pengembangan. Tujuan dari studi pendahuluan adalah menghimpun data tentang susunan dan kondisi LKS yang ada sebagai bahan perbandingan atau bahan referensi untuk produk yang dikembangkan. Studi pendahuluan terdiri dari:

a. Studi literatur

Studi ini dilakukan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landasan teoritis yang memperkuat suatu produk yang akan dikembangkan. Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah menganalisis materi SMA tentang larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan cara mengkaji sumber-sumber yang terkait. Mengkaji literatur tentang penyusunan LKS dan kriteria LKS yang baik.

b. Analisis kurikulum

Analisis ini dilakukan dengan mengkaji kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, analisis konsep, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

c. Studi lapangan

Studi lapangan merupakan penelitian guna menganalisis kebutuhan belajar siswa berupa sumber belajar terkait LKS yang mendukung proses pembelajaran. Studi lapangan dilakukan di tiga SMA di Bandar Lampung yaitu SMA Perintis 1 Bandar Lampung, SMA Perintis 2 Bandar Lampung, dan SMA Negeri 3 Bandar

Lampung. Instrumen yang digunakan adalah lembar angket analisis kebutuhan guru dan siswa. Angket analisis kebutuhan diberikan terhadap satu orang guru


(48)

30

bidang studi khususnya kimia yang mengajar di kelas X dan tiga orang siswa kelas XI MIA, perwakilan dari masing-masing sekolah tersebut. Angket analisis

kebutuhan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui LKS seperti apa yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Angket analisis kebutuhan juga digunakan untuk mengidentifikasi LKS kimia pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit yang digunakan di SMA tersebut.

2. Perencanaan dan pengembangan produk

a. Penyusunan LKS kimia

Acuan dalam perencanaan dan pengembangan LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit adalah hasil dari analisis

kebutuhan yang telah dilakukan. Penyusunan LKS ini didasarkan pada literatur yang diperoleh terkait penyusunan LKS. Hal yang dilakukan dalam perencanaan dan pengembangan produk ini adalah:

1. Menganalisis materi atau kompetensi inti yang akan dijadikan bahan pengembangan LKS berbasis multipel representasi.

2. Mengumpulkan bahan yang dapat digunakan sebagai referensi pengembangan LKS berbasis multipel representasi.

3. Mengembangkan LKS hal yang pertama dilakukan yaitu mendesain cover luar LKS yang dapat menarik minat pembaca untuk melihat dan membacanya. Desain cover disertai gambar-gambar yang mengacu pada materi yang akan dipelajari.

4. Menyusun LKS yang berisikan konsep-konsep yang akan dipelajari. LKS disusun berbasis multipel representasi.


(49)

31

5. LKS disusun menjadi beberapa kegiatan. Setiap kegiatan, berisi fase-fase model pembelajaran SiMaYang Tipe II, yaitu fase orientasi, eksplorasi- imajinasi, internalisasi dan evaluasi.

b. Validasi produk dan revisi produk

Setelah selesai dilakukan penyusunan draft LKS 1 kimia berbasis multipel

representasi, kemudian draft LKS 1 tersebut divalidasi oleh 3 validator ahli yaitu 3 dosen pendidikan kimia yang memiliki jenjang pendidikan minimal Strata 2 (S2). Validasi ini merupakan proses penilaian kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan LKS. Setelah divalidasi ahli, kemudian draft LKS 1 tersebut direvisi sesuai dengan saran yang diberikan oleh validator, kemudian mengonsultasikan hasil revisi dan dihasilkan draft LKS 2, setelah itu draft LKS 2 hasil revisi tersebut dapat diuji cobakan secara terbatas.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan setelah pelaksanaan uji ahli adalah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis terhadap hasil uji ahli.

2. Melakukan perbaikan/revisi berdasarkan analisis hasil uji ahli. 3. Mengonsultasikan hasil perbaikan.

3. Evaluasi produk untuk uji kepraktisan dan keefektivan

Evaluasi produk meliputi uji coba produk secara terbatas dan revisi setelah uji coba produk secara terbatas.


(50)

32

a. Uji coba produk secara terbatas

Setelah dihasilkan LKS berbasis multipel representasi yang telah divalidasi oleh ahli dan telah dilakukan revisi, maka dilakukan uji coba produk secara terbatas di Setelah dihasilkan LKS berbasis multipel representasi yang telah divalidasi oleh ahli dan telah dilakukan revisi, maka dilakukan uji coba produk secara terbatas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung, uji coba ini dimaksudkan untuk menguji kepraktisan dan keefektivan LKS yang dikembangkan. LKS ini diuji cobakan pada satu kelas siswa X MIA 6 dan satu orang guru mata pelajaran Kimia. Teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu teknik cluster random sampling. Pengambilan sampel ditentukan dengan cara menentukan kelas uji coba terbatas dengan cara random untuk memilih 1 dari 5 kelas yang ada lalu diperoleh kelas X MIA 6.

Prosedur uji coba terbatas adalah sebagai berikut:

1. Pengujian kepraktisan LKS berbasis multipel representasi dilihat dari keterlaksanaan LKS:

a. Memperlihatkan produk hasil pengembangan LKS berbasis multipel representasi kepada 2 orang observer.

b. Observer mengisi lembar observasi keterlaksanaan LKS saat kegiatan belajar mengajar menggunakan LKS berbasis multipel representasi untuk mengetahui keterlaksanaan LKS tersebut.

2. Pengujian kepraktisan LKS berbasis multipel representasi dilihat dari penilaian guru:


(51)

33

representasi kepada guru.

b. Guru mengisi angket uji coba terbatas penilaian guru terhadap aspek kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan.

3. Pengujian kepraktisan dilihat dari respon siswa:

a. Memperlihatkan produk hasil pengembangan LKS berbasis multipel representasi kepada siswa.

b. Siswa mengisi angket tentang aspek keterbacaan dan aspek kemenarikan LKS berbasis multipel representasi yang dikembangkan.

4. Pengujian keefektivan dilihat dari aktivitas siswa:

a. Mengamati aktivitas siswa dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran. b. Mangisi lembar pengamatan aktivitas siswa.

5. Pengujian keefektivan dilihat dari efikasi diri:

a. Siswa mengisi angket efikasi diri pada awal pembelajaran pertemuan pertama.

b. Siswa mengisi angket efikasi pada akhir pembelajaaran pertemuan ketiga. 6. Pengujian keefektivan dilihat dari penguasaan konsep siswa:

a. Siswa mengerjakan soal uraian pretes pada awal pembelajaran pertemuan pertama.

b. Siswa mengerjakan soal postes pada akhir pembelajaaran pertemuan ketiga.

b. Revisi produk setelah uji coba terbatas

Dari beberapa tahap yang telah dilakukan, maka tahap akhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah revisi dan penyempurnaan LKS berbasis multipel

representasi. Revisi dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil keterlaksanaan LKS, hasil penilaian guru, dan hasil respon siswa.


(52)

34

C. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket analisis kebutuhan, instrumen uji validitas LKS, lembar observasi keterlaksanaan LKS, angket penilaian guru, angket respon siswa, lembar pengamatan aktivitas siswa, angket efikasi diri dan instrumen tes penguasaan konsep.

1. Angket analisis kebutuhan

Angket analisis kebutuhan ini terdiri dari angket analisis kebutuhan guru dan angket analisis kebutuhan siswa. Angket analisis kebutuhan dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai LKS yang digunakan oleh beberapa sekolah yang bersangkutan. Angket analisis kebutuhan ini juga

digunakan untuk memperoleh informasi mengenai kekurangan-kekurangan LKS yang digunakan di sekolah, sehingga menjadi referensi untuk mengembangkan LKS berbasis multipel representasi.

2. Instrumen uji validitas LKS

Instrumen ini terdiri dari angket kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan terhadap LKS berbasis multipel representasi. Instrumen ini digunakan untuk menguji kesesuaian isi materi pada LKS berbasis multipel representasi (terdiri dari kesesuaian isi materi dengan KI-KD dan kesesuaian isi materi dengan multipel representasi), konstruksi (terdiri dari konstruksi sesuai format LKS yang ideal dan konstruksi sesuai dengan SiMaYang Tipe II) dan yang terakhir untuk menguji


(53)

35

terhadap aspek keterbacaan LKS berbasis multipel representasi hasil pengembangan.

Instrumen uji validitas LKS ini (terdiri dari angket kesesuaian isi, kemenarikan, dan keterbacaan) terdiri dari pernyataan-pernyataan terkait dengan tingkat kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan terhadap LKS yang dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom untuk menuliskan kritik maupun saran terhadap LKS.

3. Lembar observasi keterlaksanaan LKS

Kepraktisan LKS dapat ditinjau dari keterlaksanaan LKS, suatu LKS dikatakan memiliki kepraktisan yang tinggi, bila pengamat berdasarkan pengamatannya menyatakan bahwa tingkat keterlaksanaan LKS termasuk ke dalam kategori tinggi (Nieveen dalam Sunyono,2012). Instrumen keterlaksanaan ini terdiri dari

pernyataan-pernyataan terkait dengan tingkat keterlaksanaan LKS yang dikembangkan. Lembar observasi ini dikembangkan oleh peneliti dengan mengonsultasikan dengan dosen pembimbing.

4. Instrumen penilaian guru

Instrumen penilaian guru ini (terdiri dari angket kesesuaian isi, kemenarikan, dan keterbacaan) terdiri dari pernyataan-pernyataan terkait dengan tingkat kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan terhadap LKS yang dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom untuk menuliskan kritik maupun saran terhadap LKS.


(54)

36

5. Angket respon siswa

Angket yang diberikan (terdiri dari angket keterbacaan dan kemenarikan) terdiri dari pernyataan-pernyataan terkait dengan tingkat keterbacaan dan kemenarikan terhadap LKS yang dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom untuk menuliskan kritik maupun saran terhadap LKS.

Angket ini bertujuan untuk memperoleh respon mengenai LKS berbasis multipel representasi dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

6. Lembar pengamatan aktivitas siswa

Lembar pengamatan aktivitas siswa yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini disusun dengan mengadopsi instrumen yang dikembangkan oleh Sunyono (2014).

7. Angket efikasi diri

Indikator efikasi diri yang akan diukur adalah seperti yang terdapat dalam bandura (1997) ada tiga indikator efikasi diri yaitu: 1) magnitude suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia lakukan, 2) strength suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu, 3) generality sebagai keleluasaan dari bentuk efikasi diri yang dimiliki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda. Data yang diungkap dalam penelitian ini adalah data mengenai efikasi diri, dengan menggunakan instrumen dalam bentuk angket. Angket efikasi diri ini


(55)

37

dikembangkan oleh peneliti dengan mengonsultasikan dengan dosen pembimbing dan divalidasi oleh tiga dosen psikologi. Indikator instrumen efikasi diri yang digunakan dalam penelitian disusun dengan mengadopsi dari Bandura (1997), dapat dilihat dari Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Indikator Instrumen Efikasi Diri.

8. Instrumen Tes Penguasaan konsep

Tes penguasaan konsep yang terdiri dari soal pretes dan postes. Soalpretes dan postes pada penelitian ini tentang materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang terdiri dari 7 butir soal uraian.

No. Indikator No. Pernyataan Jumlah

A Magnitude/ Tingkat kesulitan

1 Memiliki pandangan yang optimis 1(f), 14(u), 26(f) 3

2 Berminat terhadap tugas 2(u), 15(f), 27(u) 3

3 Memandang tugas sebagai tantangan bukan sebagai beban

3(u), 16(f), 28(f) 3

4 Merencanakan penyelesaian tugas 4(f), 29(u) 2

5 Mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar 5(u), 17(u), 30(f) 3

6 Kemampuan dalam menyelesaikan tugas 6(u), 18(f), 31(u) 3

7 Berkomitmen dalam melaksanaka tugas 7(f), 19(f), 32(u) 3

B. Strength

1 Bertahan menyelesaikan soal dalam kondisi apapun

8(u), 20(u), 33(f) 3

2 Memiliki keuletan dalam menyelesaikan soal / ujian

9(u), 21(u), 34(f) 3

3 Yakin akan kemampuan yang dimiliki 10(f), 22(f), 35(u) 3

4 Belajar dari pengalaman 11(f), 23(u), 36(f) 3

C. Generality

1 Menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan cara yang baik dan positif.

12(u), 24(f) 2

2 Memiliki cara menangani stres dengan tepat 13(f), 25(u) 2


(56)

38

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari validator, observer, guru dan siswa. Pada tahap studi pendahuluan, sumber data diperoleh dari hasil pengisian angket analisis kebutuhan satu orang guru kimia dan angket analisis kebutuhan tiga orang siswa kelas IX dari tiga sekolah yaitu SMA Negeri 3 Bandar Lampung, SMA Perintis 1 Bandar Lampung, dan SMA Perintis 2 Bandar Lampung. Pada tahap validasi, sumber data diperoleh dari hasil validasi kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan oleh validator. Pada tahap uji coba terbatas sumber data diperoleh dari hasil lembar observasi keterlaksanaan LKS oleh observer dan guru kimia, penilaian guru kimia kelas X MIA 6, hasil lembar pengamatan aktivitas siswa, hasil angket respon siswa, hasil angket efikasi diri siswa, dan hasil tes penguasaan konsep siswa kelas X MIA 6 di SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket (kuisioner). Menurut Sugiyono (2008), kuisoner merupakan teknik pengumpulan data dengan memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Observasi secara sempit diartikan sebagai kegiatan memperhatikan sesuatu dengan mata. Observasi dalam pengertian yang lebih luas, observasi disebut juga pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh panca indera.

Observasi dilakukan dengan mengamati keterlaksanaan LKS yang digunakan untuk membelajarkan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dan lembar aktivitas siswa. Kuasioner dilakukan pada validasi dan pada uji terbatas LKS berbasis keterampilan multipel representasi materi larutan elektrolit dan


(57)

non-39

elektrolit. Validasi LKS terdiri dari validasi ahli oleh 3 dosen Pendidikan Kimia. Pada validasi kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan, pengumpulan data dilakukan dengan menunjukan LKS berbasis multipel representasi yang

dikembangkan, kemudian meminta validator untuk mengisi angket validasi ahli LKS yang dikembangkan. Pada uji terbatas untuk mengetahui kepraktisan LKS, pengumpulan data dilakukan dengan menunjukkan LKS, kemudian meminta penilaian guru dan respon siswa mengisi angket yang telah disediakan. Pada uji coba terbatas untuk mengetahui keefektivan LKS, pengumpulan data dilakukan dengan meminta siswa mengisi angket efikasi dan pretes pada awal pembelajaran pertemuan pertama dan mengisi angket efikasi akhir dan postes pada akhir pembelajaran pertemuan ketiga.

E. Teknik Analisis Data

1. Teknik analisis data angket analisis kebutuhan

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data angket analisis kebutuhan dilakukan dengan cara:

a. Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan pertanyaan angket analisis kebutuhan.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pertanyaan angket analisis kebutuhan dan banyaknya sampel. c. Menghitung frekuensi jawaban, berfungsi untuk memberikan informasi tentang

kecenderungan jawaban yang banyak dipilih siswa dalam setiap pertanyaan angket.


(58)

40

d. Menghitung persentase jawaban, bertujuan untuk melihat besarnya persentase setiap jawaban dari pertanyaan sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut :

% 100

% 

N J

Jin i (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Jin = Persentase pilihan jawaban-i pada LKS berbasis multipel representasi

Ji= Jumlah responden yang menjawab jawaban-i N = Jumlah seluruh responden

2. Teknik analisis data uji validitas LKS

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data uji validitas LKS berbasis multipel representasi menggunakan cara sebagai berikut:

a. Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan pertanyaan angket. Dalam pengkodean data ini dibuat buku kode yang merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak diukur, pertanyaan-pertanyaan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode jawaban setiap pertanyaan tersebut dan rumusan jawabannya.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). c. Memberi skor jawaban responden.


(59)

41

Tabel 3. Penskoran pada Angket Uji Validitas.

No Pilihan Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (ST) 4

3 Kurang Setuju (KS) 3

4 Tidak setuju (TS) 2

5 Sangat tidak setuju (STS) 1

d. Mengolah jumlah skor jawaban responden

Pengolahan jumlah skor (

S) jawaban angket adalah sebagai berikut: 1) Skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS)

Skor = 5 x jumlah responden 2) Skor untuk pernyataan Setuju (S)

Skor = 4 x jumlah responden 3) Skor untuk pernyataan Ragu (RG)

Skor = 3 x jumlah responden

4) Skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

5) Skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

e. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% 100

% 

maks in

S S

X (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Xin = Persentase jawaban angket-i pada LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit


(60)

42

S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

f. Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat validitas pada LKS berbasis multipel representasi dengan rumus sebagai berikut:

n X Xi

% in

% (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Xi = Rata-rata persentase angket-i pada LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

%Xin= Jumlah persentase angket-i pada LKS berbasis multipel representasi

n = Jumlah butir soal

g. Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia (Marzuki, 1997).

h. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Arikunto (1997).

Tabel 4. Tafsiran Skor (Persentase) Validitas LKS.

Persentase Kriteria

80,1%-100% Sangat tinggi

60,1%-80% Tinggi

40,1%-60% Sedang

20,1%-40% Rendah


(61)

43

3. Teknik analisis data keterlaksanaan LKS

Adapun teknik analisis data uji keterlaksanaan menggunakan cara sebagai berikut: a. Menghitung persentase keterlaksanaan LKS setiap pertemuan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

% Ji = (ΣJi / N) x 100%

Keterangan: %Ji = Persentase ketercapaian dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i

ΣJi = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat pada pertemuan ke-i

N= Skor maksimal (skor ideal)

b. Menghitung rata-rata presentase ketercapaian untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat.

c. Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase ketercapaian keterlaksanaan LKS sebagaimana Tabel 5. (Ratumanan dalam Sunyono, 2012a).

Tabel 5. Tafsiran Skor (Persentase) Keterlaksanaan LKS. Persentase Kriteria

80,1% - 100% Sangat tinggi

60,1% - 80% Tinggi

40,1% - 60% Sedang

20,1% - 40% Rendah

0,0% - 20% Sangat rendah

4. Teknik analisis penilaian guru

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data penilaian guru menggunakan cara sebagai berikut:


(62)

44

a. Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan pertanyaan angket.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). c. Memberi skor jawaban responden.

Tabel 6. Penskoran pada Penilaian Guru.

No Pilihan Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (ST) 4

3 Kurang Setuju (KS) 3

4 Tidak setuju (TS) 2

5 Sangat tidak setuju (STS) 1

d. Mengolah jumlah skor jawaban responden

Pengolahan jumlah skor (

S) jawaban angket adalah sebagai berikut: 1) Skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS)

Skor = 5 x jumlah responden 2) Skor untuk pernyataan Setuju (S)

Skor = 4 x jumlah responden 3) Skor untuk pernyataan Ragu (RG)

Skor = 3 x jumlah responden

4) Skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

5) Skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

e. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(63)

45

% 100

% 

maks in

S S

X (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Xin = Persentase jawaban angket-i pada LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

f. Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui penilaian guru pada LKS berbasis multipel representasi dengan rumus sebagai berikut:

n X Xi

% in

% (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Xi = Rata-rata persentase angket-i pada LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

%Xin = Jumlah persentase angket-i pada LKS berbasis multipel representasi

n = Jumlah butir soal

g. Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia (Marzuki, 1997).

h. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Arikunto (1997).


(64)

46

Tabel 7. Tafsiran Skor (Persentase) Penilaian Guru.

Persentase Kriteria

80,1%-100% Sangat tinggi

60,1%-80% Tinggi

40,1%-60% Sedang

20,1%-40% Rendah

0,0%-20% Sangat rendah

5. Teknik analisis data angket respon siswa

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data angket respon siswa LKS berbasis multipel representasi menggunakan cara sebagai berikut:

a. Mengkode atau klasifikasi data.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). c. Memberi skor jawaban responden.

Tabel 8. Penskoran pada Angket Uji Respon Siswa.

No Pilihan Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (ST) 4

3 Kurang Setuju (KS) 3

4 Tidak setuju (TS) 2

5 Sangat tidak setuju (STS) 1

d. Mengolah jumlah skor jawaban responden

Pengolahan jumlah skor (

S) jawaban angket adalah sebagai berikut: 1) Skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS)

Skor = 5 x jumlah responden 2) Skor untuk pernyataan Setuju (S)


(65)

47

Skor = 4 x jumlah responden 3) Skor untuk pernyataan Ragu (RG)

Skor = 3 x jumlah responden

4) Skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

5) Skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

e. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% 100

% 

maks in

S S

X (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Xin = Persentase jawaban angket-i pada LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

f. Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat respon siswa pada LKS berbasis multipel representasi dengan rumus sebagai berikut:

n X Xi

% in

% (Sudjana, 2005)

Keterangan: %Xi = Rata-rata persentase angket-i pada LKS berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non- elektrolit


(1)

52

8. Teknik analisis data tes uji penguasaan konsep

Analisis deskriptif juga dilakukan melalui data nilai gain ternormalisasi (n-Gain) yang diperoleh siswa. Perhitungan nilai n-Gain g dilakukan dengan

menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hake (dalam Sunyono, 2014a), dengan rumus:

g =

x100 =

Kriteria n-Gainnya adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran dengan nilai n-Gain “tinggi”, jika gain > 0,7

b. Pembelajaran dengan nilai n-Gain “sedang”, jika gain terletak antara 0,3 < gain ≤ 0,7

c. Pembelajaran dengan nilai n-Gain “rendah”, jika gain ≤ 0,3 (Hake dalam Sunyono, 2014a).


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. LKS berbasis multipel representasi menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II valid (layak) untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan kategori

“sangat tinggi”.

2. LKS berbasis multipel representasi menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II praktis untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan kategori “sangat tinggi”. 3. LKS berbasis multipel representasi menggunakan model pembelajaran

SiMaYang Tipe II efektif untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan kategori “tinggi”.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat saran yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian sebagai berikut:


(3)

91

1. Penelitian ini hanya menghasilkan suatu produk berupa LKS berbasis multipel representasi dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Oleh karena itu penelitian

selanjutnya diharapkan dapat dilakukan pada materi kimia yang lain dengan penyempurnaan produk.

2. LKS berbasis multipel representasi menggunakan model SiMaYang Tipe II pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit mampu meningkatkan efikasi diri siswa secara signifikan pada semua aspek magnitude, strength, dan generality. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih ditingkatkan pada aspek strength indikator keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki dan pada aspek magnitude indikator perencanaan dalam penyelesaian tugas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth. 2008. The Educational Value of Multiple-Representations when Learning Complex Scientific Concepts. In (Gilbert, J.K., Reiner, M., Nakhleh, M. Eds) Visualisation: Theory and practice in science education. U.K., Springer.

Arends, R.L. 1997. Classroom instruction and management. McGraw-Hill Book Co. New York.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Arsyad, A. 2004. Media Pembelajaran. Raja Grafindo. Jakarta.

Bandura. 1997. Self Efficay The Exercise of Control. W.H Freeman and Company. New York.

Bandura. 1993. Perceived Self-Efficacy in Cognitive Development and Functioning. Lawrence Erlbaum Associates, Inc. 28(2), 117-148. Borg, W.R. and M. D. Gall. 2003. Educational Research. Allyn and Bacon.

United States of America.

Chang, M. and Gilbert, J.K. 2009. Towards a Better Utilization of Diagram in Research Into the Use of Representative Levels in Chemical Education. Model and Modeling in Science Education., Multiple Representations in Chemical Educations. Springer Science+Business Media B.V. p.55-73. Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata pelajaran Ilmu Kimia. Depdikbud. Jakarta.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. SPs-UPI Bandung. Bandung.


(5)

93

Harahap, D. 2008. Analisis Hubungan Antara Efikasi Diri Siswa Dengan Hasil Belajar Kimianya. (Skripsi). UMTS. Padangsimpuan.

Haruo, O., Hiroki, F., & Manabu, S., 2009. Development of a lesson model in

chemistry through “Special Emphasis on Imagination leading to Creation” (SEIC). Chemical Education Journal (CEJ). 13, (1). p. 1-6. Heuvelen, V. and Zou. X.L. 2001. Multiple Representations of Work-energy

Processes. American Journal of Physics. 69, (2). p 184.

Johnstone, A. H. 1993. The Development of Chemistry Teaching : A Changing Response to Changing Demand. Jornal of Chemical Education, 70. No. 9. p. 701-705.

Marzuki. 1997. Metodologi Riset. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.

Meltzer, E.D. 2005. Relation Between Students’ Problem-Solving Performance and Representational Format. American Journal of Physics. 73. (5). p. 463.

Meirina, A. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Animasi Berbasis Multipel Representasi pada Sub Materi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pergeseran Kesetimbangan Kimia. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nieveen. 1999. Prototyping to Reach Product Quality, In Alker, Jan Vander,

“Design Approaches and Tools in Education and Training”. Kluwer

Academic Pubhlisher. Dordrecht.

Schonborn, K.J., and Anderson, T.R.. 2006. A Model of Factors Determining Studens’ Ability to Iinterpret External Representations in Biochemistry. International Journal of Science Education.31, (2).p.193-232.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta.

Bandung.

Sujadi, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rinekacipta. Jakarta.

Sunyono, Wirya, I.W., Suyadi,G., dan Suyanto,. E., 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Berorientasi Keterampilan Generic Sains pada Siswa SMA di Provinsi Lampung. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I – dikti, Jakarta.


(6)

Sunyono, Wirya, I.W., Suyadi,G., dan Suyanto,. E., 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Berorientasi Keterampilan Generic Sains pada Siswa SMA di Provinsi Lampung. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun II – dikti, Jakarta.

Sunyono. 2012. Analisis Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi dalam Membangun Model Mental Stoikiometri Mahasiswa. Laporan Hasil Penelitian Hibah Disertasi Doktor_2012. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.

Sunyono. 2012. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi (Model SiMaYang). Aura Publishing. Bandar lampung.

Sunyono. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi dalam Menumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya : tidak diterbitkan.

Sunyono dan Yulianti, D. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia SMA Berbasis Multipel Representasi dalam Menumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelas X. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Tasker, R & Dalton, R. 2006. Research Into Practice : Visualization of the

Molecular World Using Animations. Chem. Educ. Res. Prac. 7, 141-159. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan

Bagian III : Pendidikan Disiplin Ilmu. Penerbit Imtima. Bandung. Tim Penyusun. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.

Penerbit Universitas Lampung. Bandarlampung.

Treagust, D.F., Chittleborough, G.D., & Mamiala. 2003. The role of

submicroscopic and symbolic representations in chemical explanations. Int. J. Sci. Educ., 25, (11). p. 1353-1368.

Widjajanti, E. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah Seminar Pelatihan penyusunan LKS untuk Guru SMK/MAK pada Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Jurusan Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Widodo, A. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Keterampilan Proses Sains pada Materi Asam Basa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Zimmerman, B. 2000. Self-Efficacy: An Essential Motive to Learn. Contemporary Educational Psychology. 25, 82-91


Dokumen yang terkait

LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI DENGAN MODEL SiMaYang TIPE II UNTUK MENUMBUHKAN MODEL MENTAL DAN PENGUASAAN KONSEP ASAM-BASA

5 49 73

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SiMaYang TIPE II BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI DALAM MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

7 29 72

LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI MENGGUNAKAN MODEL SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP ASAM BASA

0 15 73

PEMBELAJARAN DENGAN MODEL SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN MODEL MENTAL DAN PENGUASAAN KONSEP MATERI IKATAN KIMIA

0 19 53

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II DENGAN PBL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN EFIKASI DIRI PADA LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

0 17 78

PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN LARUTAN NON-ELEKTROLIT

1 8 72

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROIT

2 9 71

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II DENGAN DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN PENGUASAAN KONSEP LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

0 20 76

PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II DALAM MENINGKATKAN MODEL MENTAL DAN EFIKASI DIRI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELKETROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

2 23 67

Pengaruh Scaffolding dalam Pembelajaran SiMaYang untuk Meningkatkan Efikasi diri dan Penguasaan Konsep

0 0 12