Buku Cerita Bergambar Untuk Anak Tentang Pamali Di Masyarakat Sunda

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK ANAK TENTANG PAMALI DI MASYARAKAT SUNDA

DK 38315/Tugas Akhir Semester I 2014-2015

Oleh:

M. Febryan Taufiq 51910002

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga perancangan tugas akhir yang berjudul “Buku Cerita Bergambar Untuk Anak Tentang Pamali Di Masyarakat Sunda” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Tugas Akhir jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Desain Universitas Komputer Indonesia. Berbagai macam hambatan dan kesulitan banyak ditemui selama pengerjaan laporan ini. Namun atas bantuan, dorongan berbagai pihak, laporan ini dapat berhasil diselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan laporan ini, baik dari penyampaian materi maupun teknis penyajiannya, mengingat kekurangan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.

Harapan penulis kata pengantar terakhir, tulisan ini semoga bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi para pihak yang membutuhkanya. Semoga perancangan buku cerita bergambar ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, Februari 2015


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………. i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS……… ii

KATA PENGANTAR…………iii

ABSTRAK………. iv

ABSTRACT……… v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR GAMBAR……… vii

DAFTAR TABEL…………viii

DAFTAR LAMPIRAN…………ix

KOSAKATA/GLOSSARY……… x

BAB I PENDAHULUAN 1 I.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

I.2 Identifikasi Masalah……….. 4

I.3 Rumusan Masalah……… 5

I.4 Batasan Masalah………...5

I.5 Tujuan Perancangan ………. 5

BAB II BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK ANAK TENTANG PAMALI DI MASYARAKAT SUNDA 6 II.1 Pamali………. 6

II.1.1 Pamali yang Mengandung Nilai-nilai Edukasi, Moral dan Kepercayaan di Masyarakat Sunda ………..... 7

II.2 Anak………. 16

II.3 Kelisanan / Bahasa Lisan ………... 17

II.4 Etika………... 18

II.4.1 Definisi etika ditinjau dari pengertian dibagi menjadi 3 …………... 18

II.5 Moral………... 21


(6)

II.7 Buku Bergambar………...22

II.7.1 Jenis-jenis Buku Bergambar………... 22

II.8 Ilustrasi………...27

II.9 Buku Cerita Bergambar Tentang Pamali………... 28

II.8 Kesimpulan dan Solusi………...28

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 30 III.1 Strategi Perancangan……… 30

III.1.1 Target Audiens….……… 30

III.1.2 Pendekatan Komunikasi……… 31

III.1.3 Strategi Kreatif………... 34

III.1.4 Strategi Media………... 35

III.1.4 Strategi Distribusi………... 37

III.2 Konsep Visual………... 38

III.2.1 Format Desain………... 38

III.2.2 Tata Letak………... 39

III.2.3 Tipografi………... 40

III.2.4 Ilustrasi………... 41

III.2.4.1Studi Karakter………...41

III.2.4.2 Studi Properti………...42

III.2.4.3 Studi Latar………... 44

III.2.5 Studi Warna………... 46

BAB IV TEKNIK PRODUKSI MEDIA 47 IV.1 Media Utama……….. 47

IV.2 Media Pendukung………...49

IV.2.1 Poster………... 49

IV.2.2 Flyer………... 50

IV.2.3 X-Banner………... 51

IV.2.4 Pin………... 52

IV.2.5 Pembatas Buku………...53


(7)

IV.2.7 Stiker………... 55


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Istilah pamali di masyarakat Indonesia memang sudah lama dikenal, meliputi beberapa suku dan adat. Beberapa suku dan adat memiliki pamali yang berbeda-beda. Fenomena yang terjadi terhadap pamali pada masyarakat Sunda adalah kurangnya pemaham melalui istilah pamali itu sendiri meskipun hingga saat ini pamali masih digunakan oleh orang tua untuk mendidik anaknya. Dalam pamali banyak sekali terkandung nilai adat, pendidikan dan kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Pemali artinya adalah pantangan atau larangan berdasarkan adat. Sedangkan dalam Kamus Basa Sunda kata pamali yang artinya adalah “larangan sepuh anu maksudna teu meunang ngalakukeun hiji pagawean lantaran sok aya matakna”. Biasanya pamali/pantangan tersebut sering diungkapkan oleh para leluruh kepada anak cucunya.

Menurut Dr. Nia Dewi Mayakania, S.Kar, M.Hum. dosen universitas STSI Bandung saat di wawancara pada tanggal 11 November 2014, pamali adalah suatu wujud dari kearifan lokal dari kebudayaan Sunda yang sebetulnya berupa petuah atau pendidikan bagi generasi penerus supaya bisa menjaga warisan adat Sunda dari para leluhurnya.

Tentu ada alasan dibalik pamali yang para leluhur ajarkan dan percayai itu. Alasan itu bisa merupakan hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai norma dan etika supaya menuntun ke arah yang benar dan baik. Kadang-kadang kata pamali jauh lebih ampuh dibanding dengan hukum atau aturan udang-undang. Jika ditelusuri alasan dibalik kata pamali, memang ada pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Pamali pada masyarakat Sunda sering digunakan oleh para orang tua mengajarkan norma,etika dan pendidikan terhadap anak melalui pamali tersebut. Sebagai contoh “ulah nambihan sangu deui lamun aya keneh sangu dina piring” yang berarti katanya nanti bakal mempunyai anak tiri. Dalam segi etika, pamali tersebut


(9)

mengajarkan bahwa jangan menambah makan sebelum makanan tersebut habis, agar tidak kelihatan rakus yang berlebihan.

Contoh lainnya adalah “Ulah nyesakeun sangu dina piring”, yang berarti nanti bakal tidak punya sawah. Dalam segi etika dan norma dengan memahami pamali tersebut, saat makan harus menghabiskan makanan tersebut jangan sampai tersisa agar makanan tersebut tidak mubazir. Dalam segi adat dan kepercayaan, untuk tidak menyisakan nasi setelah makan adalah untuk menghormati dewi “Sri Pohaci”, yaitu dewi padi atau dewi pemberi hasil alam di masyarakat Sunda.

Kepercayaan pada masyarakat Sunda memang erat dengan hubungannya dengan adat dan kebudayaan. Salah satunya adalah masyarakat Sunda sangat menghormati dewi padi yaitu “Sri Pohaci”, karena masyarakat Sunda percaya bahwa dewi “Sri pohaci” lah yang menghasilkan panen untuk padi di sawah masyarakat Sunda. Kebutuhan sehari-hari masyarakat Sunda memang sangat tergantung terhadap alam.

Unsur kepercayaan banyak berpengaruh dalam interaksi sosial atau kelompok masyarakat. Bahkan, unsur kepercayaan ini dapat menjadi ciri khas suatu masyarakat dalam melakukan interaksi sosial dan cara-cara masyarakat berkomunikasi. Hal ini mempengaruhi pola pikir suatu masyarakat tradisional bahkan masyarakat yang sudah modern. Kepercayaan tidak dapat dipisahkan dari nilai adat dan kebudayaan.

Anak-anak memang sangat suka bermain di usianya yang masih muda dan hampir tidak mengenal waktu, oleh karena itu biasanya orang tua menyuruh anak-anak untuk pulang jika bermainnya terlalu lama. Dikarenakan anak-anak suka bermain sampai larut malam, salah satu cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya yaitu dengan cara pamali. Di usianya yang masih muda, anak-anak mempunyai permasalahan-permasalahan yang terkadang sulit untuk dipahami. Kepribadiaan anak-anak cenderung aktif dan memiliki kreativitas yang sangat tinggi. Selain itu, sifat keingintahuannya sangat tinggi. Hubungan orang tua dan lingkungannya sangat berpengaruh dengan perkembangan seorang anak. Mendidik anak memang lebih baik dilakukan sejak dini, supaya kelak anak tersebut bisa memiliki kepribadian dan perilaku yang baik. Dengan mendidik anak menggunakan cara


(10)

pamali, bukan hanya anak-anak ditakut-takuti oleh pamali tersebut. Akan tetapi demi kebaikan anak tersebut dimasa depan.

Dalam mendidik anak, orang tua di masyarakat Sunda mengajarkan pendidikan untuk anak-anak bukan hanya melalui pamali saja, tetapi melalui cerita, lagu, puisi, dan aturan adat seperti kakawihan, pupuh, dan peribahasa. Seperti contoh dalam kakawihan adalah “ayang-ayang gung” yang dalam isi kakawihan tersebut memiliki arti untuk saling gotong royong membantu sesama. Contoh lainnya adalah kakawihan “punten mangga”, memang tidak ada arti khusus dari kakawihan tersebut, namun dalam kakawihan tersebut seperti permainan kata-kata yang secara tidak langsung mendidik anak untuk melatih pengetahuan dan daya rangsang terhadap bahasa yang digunakan.

Orang tua di masyarakat Sunda juga mengajarkan pendidikan pada anak melalui pupuh. Salah satu contoh adalah pupuh “kinanti”. Dalam pupuh tersebut memiliki makna untuk tetap menjaga warisan budaya dari para leluhur agar tidak hilang, jika sampai hilang maka suatu kebudayaan tersebut akan hancur. Dalam segi peribahasa juga terdapat makna dan nilai pendidikan yang sangat besar, seperti istilah “Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh” yang berarti masyarakat Sunda harus saling menghormati, menjaga dan menyayangi terhadap sesama dan lingkungannya termasuk kebudayaan.

Dengan adanya media buku yaitu salah satu media yang sering digunakan dalam mengabadikan sebuah informasi. Salah satu inovasi dalam tempat penyimpanan informasi. Bisa dinikmati oleh semua kalangan dari anak kecil hingga orang tua. Beragam jenis buku diciptakan karena informasi didalamnya perlu diabadikan dan juga agar informasi tersebut dapat terus disampaikan turun-temurun. Salah satunya adalah buku mengenai budaya. Di Indonesia banyak sekali buku yang membahas tentang budaya-budaya yang terdapat dari sabang sampai merauke. Namun jika diperhatikan secara lebih mendalam, buku cerita begambar yang bertemakan tentang budaya lokal khususnya pamali masih jarang ditemukan. Buku cerita bergambar tentang budaya di Indonesia lebih banyak bertema disekitaran cerita fiksi, legenda, mitos, dan sejenisnya saja.


(11)

Di Kota Bandung sendiri masih jarang buku cerita bergambar mengenai pamali, terlihat dari sulitnya mancari buku-buku cerita tersebut di toko-toko buku yang ada di Kota Bandung. Kebanyakan buku cerita tersebut berisi tentang fabel, legenda, mitos, dongeng, dan cerita-cerita rakyat.

Akan tetapi dibalik pantangan sebuah pamali terdapat nilai-nilai etika dan norma-norma adat yang secara tidak langsung anak-anak nanti akan pahami. Alasan kenapa orang tua mengajarkan anak-anaknya dengan cara pamali adalah demi kebaikan anak tersebut supaya anak tersebut menjadi anak yang baik dan menghormati nilai-nilai budayanya sendiri. Pamali memang terkait satu sama lain terhadap nilai adat, etika, pendidikan dan kepercayaan, sehingga tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai tersebut. Menurut Dr. Nia Dewi Mayakania, S.Kar, M.Hum. dosen universitas STSI Bandung saat di wawancara, kearifan lokal di kehidupan masyarakat Sunda, segala sesuatu itu memiliki sebuah makna untuk kehidupan, dan budaya pamali tidak akan hilang selama kepercayaan itu masih dijaga.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas dapat disimpulkan beberapa identifikasi masalah, diantaranya:

 Kurangnya pemahaman terhadap pamali itu sendiri, sehingga pamali hanya dianggap hal yang tabu saja.

 Buku cerita yang membahas tentang pamali masih jarang, dibanding dengan buku ilustrasi cerita tentang legenda, cerita rakyat dan dongeng.

 Masih ada anak yang tidak mengetahui maksud dari sebuah pamali dan mengartikan pamali hanya sebuah larangan saja.


(12)

I.3 Rumusan Masalah

 Bagaimana merancang media informasi tentang nilai-nilai pamali yang bisa dimanfaatkan oleh orang tua dalam mengajarkan nilai edukasi, moral dan etika yang terkandung di dalam pamali kepada anak-anaknya di masyarakat Sunda.

 Bagaimana visualisasi yang tepat untuk mengajarkan nilai edukasi, moral dan etika yang terkandung di dalam pamali kepada anak-anak di masyarakat Sunda.

I.4 Batasan Masalah

Setelah rumusan masalah diatas, maka batasan masalah yang digunakan adalah:

 Menginformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pamali kepada anak-anak dari fenomena budaya pamali tersebut kedalam media buku cerita bergambar.

 Menggunakan gaya ilustrasi kartun sebagai pendekatan visual karena dengan gaya tersebut sangat cocok untuk anak-anak terutama anak SD supaya lebih mudah diterima, menarik, dan bisa diminati.

I.5 Tujuan Perancangan

 Menginformasikan nilai-nilai pamali yang berkaitan dengan perilaku anak-anak, supaya pamali oleh anak bukan hanya hal yang untuk ditakut-takuti atau hal yang tabu, akan tetapi dibalik pamali terdapat nilai-nilai edukasi, moral dan kepercayaan dari kebudayaan Sunda yang memiliki arti dalam kehidupan.

 Membuat sebuah media informasi berupa buku cerita bergambar yang ditujukan kepada anak-anak


(13)

BAB II

BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK ANAK TENTANG PAMALI DI MASYARAKAT SUNDA

II.1 Pamali

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Pemali artinya adalah pantangan atau larangan berdasarkan adat. Sedangkan dalam Kamus Basa Sunda kata pamali yang artinya adalah “larangan sepuh anu maksudna teu meunang ngalakukeun hiji pagawean lantaran sok aya matakna” yang artinya tidak boleh melakukan perbuatan tertentu karena nanti akan ada akibatnya. Biasanya pamali/pantangan tersebut sering diungkapkan oleh para leluruh kepada anak cucunya.

Menurut Mustapa Hasan R.H. (1985, h.189) dalam bahasa Sunda kata pamali berasal dari kata bali dalam arti lain balik “harus disertai dengan perlakuan” dan malik harus disertai dengan perbuatan. Tapi dalam hal ini, artinya pamali, pa alat yang dipakai untuk membalikkan, maksudnya segala sesuatu yang harus dipantang karena pamali kelak tidak akan dipantang oleh orang karena sudah malik.

Di masyarakat Sunda, memang sangat menghormati kepercayaan yang ada di kebudayaan Sunda adalah sebagai warisan dari para leluhurnya. Sehingga salah satu pamali yang terdapat dalam salah satu unsur kepercayaan Sunda bukan hanya untuk menjaga kepercayaan tersebut, tetapi dibalik pamali tersebut memiliki nilai-nilai moral, kepercayaan dan simbol dari kebudayaan Sunda. Salah satu pamali tersebut adalah “Ulah nincak nyiru, bisi balewatangan” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Jangan menginjak nampan, nanti suka difitnah orang”. Maksud pamali tersebut bukan hanya supaya anak-anak tidak bermain dan sampai merusak nampan untuk padi, akan tetapi dalam pamali tersebut memiliki nilai-nilai moral, kepercayaan dan simbol dari kebudayaan Sunda. Nilai-nilai-nilai tersebut berupa penghormatan kepada “Dewi Sri” yaitu dewi padi atau dewi pemberi hasil panen para petani yang memberikan kekuatannya untuk menghasilkan tanaman bagi para petani.


(14)

Dalam pamali juga terdapat nilai etika, etika moral dan etika pendidikan. Salah satu contohnya adalah pamali “Ulah lalanggiran, bisi indung Maot”. Dalam bahasa Indonesia yang berarti “Jangan mengangkat kaki saat sedang tengkurap, nanti ibu bisa meninggal”. Dalam arti logika memang tidak masuk akal hanya karena mengangkat kaki sambil tengkurap, ibu bisa meninggal. Tetapi dalam segi etika di masyarakat Sunda, mengangkat kaki itu disebut tidak sopan, terlebih lagi mengangkat kaki sampai kepala. Etika di masyarakat Sunda, kepala lebih tinggi derajatnya daripada kaki. Sehingga secara tidak langsung pamali juga memiliki nilai pendidikan, mengajarkan anak untuk bertatakrama dan berperilaku dengan baik.

II.1.1 Pamali yang Mengandung Nilai-nilai Edukasi, Moral dan Kepercayaan di Masyarakat Sunda

Dibawah ini berikut adalah contoh-contoh pamali di masyarakat Sunda

“Ulah diukdilawang panto, bisi nongtot jodoh”

(Jangan duduk di depan pintu, nanti susah dapat jodoh)

Pamali tersebut memiliki nilai etika untuk tidak duduk di depan pintu karena akan menghalangi jalan, juga apabila dilihat dari segi tatakrama juga tidak sopan.

“Tong hudang sare siang teuing, bisi hese meunang rezeki” (Jangan bangun tidur terlalu siang, nanti susah dapat rezeki)

Pamali tersebut memiliki nilai etika dan pendidikan, pamali tersebut secara tidak langsung mengajarkan bahwa tidak baik jika bangun tidur terlalu siang, karena sifat tersebut adalah kebiasaan buruk. Pagi-pagi harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari segi logika juga memang pamali tersebut mengajarkan hal yang benar, pagi-pagi harus mencari rezeki, karena kalau tidak mencari rezeki dari pagi, maka rezeki tersebut akan terdahului oleh orang lain.


(15)

“Ulah lalanggiran, bisi indung maot”

(Jangan mengangkat kaki sambil tiduran, nanti ibu meninggal)

Dalam arti logika pamali tersebut memang tidak masuk akal hanya karena mengangkat kaki sambil tengkurap, ibu bisa meninggal. Tetapi dalam segi etika di masyarakat Sunda, mengangkat kaki itu disebut tidak sopan, terlebih lagi mengangkat kaki sampai kepala. Etika di masyarakat Sunda, kepala lebih tinggi derajatnya daripada kaki. Pamali tersebut juga mengajarkan untuk berperilaku dengan baik.

“Ulah nyepengan hulu ku dua leungeun, bisi bapa maot”

(Jangan memegang kepala dengan kedua tangan, nanti ayah meninggal) Pamali ini sama halnya seperti “Lalanggiran”, Dalam arti logika memang tidak masuk akal hanya karena memegang kepala dengan kedua tangan, ayah bisa meninggal. Tetapi dalam segi etika di masyarakat Sunda, memegang kepala memang tidak pantas. Juga supaya tidak dianggap pemalas oleh orang lain jika sering memegang kepala dengan kedua tangan.

“Ulah dahar bari di tanggeuy, bisi dewi padi ngambek (Dewi Sri Pohaci)”

(Jangan makan dengan piring di tangan, nanti dewi padi marah)

Dalam pamali ini terdapat nilai-nilai etika, pendidikan dan juga kepercayaan.

Dari segi etika, memang tidak pantas dan tidak sopan apabila makan sambil memegang piring ditangan.

Dari segi pendidikan, apabila makan sambil memegang piring ditangan akan beresiko piring tersebut jatuh, sehingga lebih baik makan ditempat seperti meja.

Dari segi kepercayaan, jika melakukan makan sambil dengan piring ditangan, itu berarti dianggap tidak menghormati dewi “Sri Pohaci” yang memberikan hasil kekayaan alam di masyarakat Sunda.


(16)

“Ulah nambahan sangu mun aya keneh sangu dina piring, bisi boga budak tere”

(Jangan menambah nasi lagi apabila masih ada nasi dalam piring, nanti suka punya anak tiri)

Pamali tersebut terdapat nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan jika saat sedang makan dan masih ada nasi dalam piring, orang lain akan beranggapan jika seperti itu orang tersebut adalah orang yang rakus. Dalam segi pendidikan, pamali tersebut mengajarkan untuk makan yang secukupnya, diperbolehkan untuk menambah lagi makan asalkan makanan yang di piring sudah habis. Juga apabila melakukan hal dalam pamali tersebut, kemungkinan nanti akan kekenyangan saat makan, dan makanan tersebut tidak sempat habis dimakan.

“Ulah dahar di piring leutik, bisi di alas ku batur (sagalana di atur ku atur)”

(Jangan makan di piring kecil, nanti suka di atur orang lain)

Dalam pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika, pendidikan dan kepercayaan. Pamali tersebut mengajarkan kepada anak untuk makan yang banyak, karena anak dalam usia tersebut adalah proses pertumbuhan. Jika makan di piring kecil, kemungkinan tidak akan kenyang. Dalam segi kepercayaan masyarakat Sunda, jika makan di piring kecil, berarti tidak menghormati dewi padi “Sri Pohaci” yang telah memberikan kekayaan alam yang melimpah. Juga untuk menghormati dan tidak menyianyiakan pemberian dari dewi “Sri Pohaci” tersebut.


(17)

“Ulah nyesakeun sangu mun dahar, bisi teu boga sawah”

(Jangan menyisakan nasi kalau sedang makan, nanti tidak punya sawah) Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika, pendidikan dan kepercayaan. Pamali tersebut mengajarkan untuk tidak menyianyiakan makanan dan menghargai rezeki yang telah diterima. Dalam segi kepercayaan masyarakat Sunda, jika nasi atau makanan tidak dihabiskan semua, berarti tidak menghormati dewi padi “Sri Pohaci” yang telah memberikan kekayaan alam yang melimpah. Juga untuk menghormati dan tidak menyianyiakan pemberian dari dewi “Sri Pohaci” tersebut.

“Ulah dahar bari sare, bisi gede hulu”

(Jangan makan sambil tidur, nanti kepalanya besar)

Mungkin orang tua akan memberitahukan kepada anak apabila makan sambil tidur, makanan yang dimakannya tidak akan sampai ke dalam perut, akan tetapi makanannya akan sampai ke dalam kepala sehingga kepalanya nanti akan besar karena dipenuhi oleh makanan. Akan tetapi dalam pamali tersebut sebenarnya terdapat nilai etika dan pendidikan. Jika melakukan makan sambil tertidur memang tidak pantas dan juga tidak sopan. Jika melakukan makan sambil tertidur dikhawatirkan nanti akan tersedak, selain itu makanan yang dimakannya kemungkinan akan jatuh. Dalam segi etika jika hendak makan, lakukanlah dengan seharusnya.

“Ulah dahar tungir hayam, bisi maot ngora keneh”

(Jangan makan pantat ayam, nanti meninggal masih muda)

Pamali memiliki nilai pendidikan, pamali tersebut mengajarkan untuk tidak sering memakan daging pantat ayam, karena pantat ayam sangat mengandung banyak lemak, sehingga apabila dikonsumsi yang banyak bisa menimbulkan kolesterol dan tidak baik untuk kesehatan terutama bagi anak-anak.


(18)

“Ulah nincak nyiru, bisi balewatangan (difitnah kubatur)” (Jangan menginjak tempayan, nanti suka difitnah)

Pamali tersebut memiliki nilai-nilai etika, pendidikan dan kepercayaan. Dalam segi etika, mengajarkan kepada anak supaya tidak bermain-main dengan peralatan dapur, karena peralatan seperti itu hanya digunakan oleh orang tua. Maksud pamali tersebut bukan hanya supaya anak-anak tidak bermain dan sampai merusak nampan untuk padi, akan tetapi dalam pamali tersebut memiliki nilai-nilai moral, kepercayaan dan simbol dari kebudayaan Sunda. Nilai-nilai tersebut berupa penghormatan kepada “Dewi Sri” yaitu dewi padi atau dewi pemberi hasil panen para petani yang memberikan kekuatannya untuk menghasilkan tanaman bagi para petani.

“Ulah ngadiukan bantal, bisi bisul”

(Jangan menduduki bantal, nanti suka bisul)

Pamali tersebut mengajarkan nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika dan pendidikan, selain untuk menjaga supaya bantal tersebut tidak rusak, bantal digunakan untuk kepala, sehingga tidak baik jika bantal tersebut untuk di duduki. Karena di masyarakat Sunda derajat kepala itu lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya.

“Ulah make sendal sisirangan, bisi boga pamajikan/salaki dua”

(Jangan memakai sandal berbeda-beda, nanti suka punya istri/suami dua) Dari segi etika, pamali tersebut menjelaskan bahwa memang tidak pantas jika memakai sesuatu yang dipakai berbeda satu sama lain. Dalam segi pendidikan secara tidak langsung pamali tersebut mengajarkan kepada anak kelak di masa depannya anak tersebut untuk tidak melakukan poligami, atau senang dengan sesuatu yang berbeda-beda.


(19)

“Ulah nyician cai pinuh teuing, bisi dikulak mitoha (sagalana diatur ku mitoha)”

(Jangan mengisi air terlalu penuh, nanti segalanya di atur oleh mertua) Dalam pamali tersebut terdapat nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika, pamali tersebut mengajarkan kalau mengisi air jangan terlalu penuh, karena kalau mengisi air khususnya dalam ember sampai penuh, kemungkinan saat dibawa air tersebut akan tumpah dan airnya akan berceceran. Dari segi pendidikan, anak diajarkan untuk melakukan sesuatu harus sesuai dengan prosedur yang ada dan disesuaikan dengan kemampuannya, jangan terlalu dipaksakan. Maksud dari “segalanya diatur oleh mertua” adalah anak tersebut terlihat seperti tidak bisa melakukan hal yang benar, dan harus selalu dilakukan oleh orang tua.

“Ulah ngagunting rambut ku sorangan, bisi ngajurungkeun maot” (Jangan menggunting rambut oleh sendiri, nanti menyuruh mati sendiri) Pamali tersebut memiliki nilai etika dan pendidikan. Dari segi pendidikan, memang tidak baik untuk menggunting rambut oleh diri sendiri, karena kemungkinan bisa melukai dirinya. Memang tidak baik jika anak-anak menggunakan benda tajam oleh diri sendirinya, benda tajam seperti gunting bisa membahayakan keselamatannya. Dari segi etika, jika hendak menggunting rambut, hendaklah meminta bantuan orang lain yang lebih ahli, sehingga tidak melukai diri sendiri.

“Ulah sare sarep na pas magrib, osok rudet pas hudang na (ambek-ambekan hudang na)”

(Jangan tidur saat magrib, nanti saat bangunnya suka marah-marah)

Pamali tersebut terdapat nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika, memang tidak baik untuk tidur saat magrib, untuk agama Islam, magrib biasanya waktunya untuk salat dan mengaji. Dari segi pendidikan, jika hendak untuk tidur, tidurlah sesuai pada waktunya. Untuk anak-anak biasanya waktu tidur adalah jam 8 malam.


(20)

“Ulah sasapu ditengah imah ku sapu nyere, sok aya nu gelo asup imah” (Jangan menyapu ditengah rumah oleh sapu lidi, nanti suka ada orang gila masuk rumah)

Pamali tersebut terdapat nilai pendidikan, jika hendak menyapu gunakanlah sapu biasa jangan menggunakan sapu lidi, karena jika menyapu lantai menggunakan sapu lidi, maka hasilnya tidak akan bersih masih ada sisa debu atau kotoran. Maksud dari “Orang gila masuk rumah” adalah karena rumah yang kotor dan tidak bersih, sehingga dapat mengundang orang gila untuk masuk ke dalam rumah.

“Lamun sasapu ulah dituluykeun ku batur, bisi suami/istri nikah deui” (Jangan menyapu dilanjutkan oleh orang lain, nanti suami/istri nya suka nikah lagi)

Pamali tersebut memiliki nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika, memang tidak baik jika melakukan sesuatu tidak di bereskan oleh diri sendiri. Jika dilanjutkan dan dibereskan oleh orang lain, artinya orang yang tidak membereskan sesuatu tersebut dianggap sebagai orang yang pemalas. Dari segi pendidikan, mengajarkan kepada anak untuk berusaha keras dan tidak mengabaikan pekerjaannya. Jika tidak seperti itu dan dianggap pemalas, maka kelak nanti akan dijauhi oleh orang lain karena sifat pemalas tersebut.

“Ulah sare bari disimut ku samak, bisi nitahkeun maot”

(Jangan tidur sambil diselimuti oleh tikar, nanti menyuruh meninggal) Pamali tersebut memiliki nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika, memang tidak pantas kalau tertidur diselimuti oleh tikar, karena nanti saat tertidur tidak akan nyenyak. Etika lainnya adalah jika tidur dengan diselimuti oleh tikar, menandakan seperti orang yang dibungkus oleh kain kafan, sehingga seperti orang yang meninggal. Dari segi pendidikan, jika hendak tidur, tidurlah di tempat yang seharusnya supaya tidurnya bisa nyenyak.


(21)

“Mun keur dahar ulah pindah tempat, bisi boga indung tere” (Kalau sedang makan jangan pindah tempat, nanti punya ibu tiri)

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan ketika sedang makan lalu berpindah tempat. Jadi makanlah di tempat yang nyaman. Dan jika berpindah tempat, dikhawatirkan makanan tersebut terjatuh. Dari segi pendidikan, memang tidak baik saat sedang makan lalu berpindah tempat, saat makan mungkin tidak akan merasa nyaman karena kondisi perut yang tidak diam tetapi bergerak.

“Ulah dahar dina coet, bisi boga suami/istri kolot (aki-aki / nini-nini)” (Jangan makan di cobekan, nanti punya suami/istri nya

kakek-kakek/nenek-nenek)

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan dan tidak pantas apabila makan dalam cobekan, karena cobekan adalah tempat untuk mengulek bumbu. Oleh karena itu makanlah di tempat atau pada tempat yang sesuai. Dalam segi pendidikan, memang tidak pantas untuk makan di cobekan, karena cobekan terbuat dari batu yang keras Dan dikhawatirkan saat makan di cobekan, kerikil dalam cobekan tersebut termakan.

“Ulah milihan serah tina nyiru panduaan, bisi boga mitoha cerewet” (Jangan milih gabah dari nampan berdua, nanti suka punya mertua cerewet)

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan jika seseorang khususnya perempuan yang sedang memilih gabah, lalu memilih gabah milik dari orang lain. Karena gabah yang sedang di ayak seseorang adalah tugas dari orang tersebut. Dari segi pendidikan, anak perempuan diajarkan untuk fokus pada pekerjaannya, jangan sampai terganggu oleh orang lain. Jika melakukan hal tersebut, maka orang tersebut dianggap tidak fokus dalam pekerjaannya. Maksud dari “Mertua cerewet” adalah supaya kelak nanti jika anak tersebut


(22)

memiliki keluarga tidak selalu dimarahi oleh mertua, karena anak tersebut bisa fokus dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga bisa membahagiakan mertua.

“Ulah osok ngegelan kuku, bisi pondok umur”

Jangan suka menggigit kuku, nanti mempunyai umur pendek

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan jika seseorang suka menggigit kuku. Untuk anak perilaku seperti ini tidak baik karena jika kebiasaan tersebut terus

dilakukan, kuku anak tersebut akan rusak dan melukai kukunya. Dari segi pendidikan jika anak suka menggigit kuku terlebih lagi kuku anak tersebut kotor, dikhawatirkan kotoran tersebut termakan oleh anak. Dan jika anak suka bermain tanah, dikhawatirkan juga anak tersebut terjangkit cacingan.

“Ulah ulin wanci magrib, bisi diculik ku jurig”

(Jangan bermain setelah maghrib, nanti diculik oleh hantu)

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak pantas jika anak-anak bermain larut sampai magrib. Karena jika bermain sampai larut malam, orang tua pasti khawatir dan berbahaya bagi keselamatan anak tersebut karena sudah malam. Juga magrib bagi agama Islam adalah waktunya untuk salat dan mengaji. Dari segi pendidikan, magrib adalah waktunya anak untuk belajar, karena siang harinya sudah bermain. Anak-anak juga bisa menghargai waktu kapan untuk pulang ke rumahnya.

“Ulah ngadahar cau pang sisina, bisi kapopohokeun”

(Jangan makan pisang yang paling ujung, nanti suka jadi dilupakan (oleh orang.))

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan. Pisang yang paling ujung memang memiliki ukuran yang lebih besar, maksud dari pamali tersebut adalah makanlah mulai dari yang kecil terlebih dahulu, lalu baru boleh


(23)

makan yang ukurannya besar. Dengan pamali tersebut, anak diajarkan untuk tidak rakus dalam memilih sesuatu.

“Budak lalaki ulah nyo’o beas, bisi dijual ku uwa (dijadikeun budak)” (Anak laki-laki jangan bermain beras, nanti akan dijual oleh

paman/bibinya menjadi budak.)

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan jika anak laki-laki bermain beras, karena mengayak beras, menanak nasi adalah tugas seorang perempuan. Tugas laki-laki adalah mencari pekerjaan untuk keluarga. Dari segi pendidikan, tugas mengayak beras, menanak nasi adalah tugas seorang perempuan (istri) dan sebagai laki-laki (suami) bertugas untuk menafkahi keluarga. Laki-laki memang tidak pantas untuk mengerjakan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan.

Data ini diperoleh saat mengadakan wawancara kepada responden yaitu orang tua yang mengetahui tentang pamali. Survey dilakukan di berbagai daerah di Kota Bandung. Seperti Di Kopo, Cicadas, dan Dipatiukur. Juga dilakukan wawancara kepada Dr. Nia Dewi Mayakania, S.Kar, M.Hum. selaku dosen universitas STSI Bandung mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam pamali.

II.2 Anak

Menurut Kak Seto (Okky, 2008, h.24), definisi anak-anak bisa dilihat secara psikologis dan hukum. Secara hukum (konvensi anak), usia yang termasuk kategori anak-anak adalah usia 18 tahun kebawah dan kemudian ketentuan ini sudah disahkan menjadi Undang-undang Perlindungan Anak. Dalam UU tersebut dengan jelas disebutkan defenisi usia anak-anak adalah 18 tahun kebawah. Definisi anak secara hukum tentunya berbeda dengan definisi anak dilihat dari sisi psikologis. Dari sisi psikologis, pengertian usia seseorang anak sebenarnya adalah 12 tahun kebawah. Selepas usia 12 tahun (12-15 tahun) adalah masa praremaja, usia 15-18 tahun adalah remaja, 18-21 tahun adalah memasuki masa dewasa muda, dst. Menurut Hurlock (1980), manusia berkembang melalui beberapa tahapan yang berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo


(24)

perkembangan yang tertentu dan bias berlaku umum. Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian tersebut: - Masa pra-lahir : Dimulai sejak terjadinya konsepsi pra-lahir - Masa jabang bayi: satu hari-dua minggu. - Masa Bayi : dua minggu-satu tahun. - Masa anak : - masa anak-anak awal : 1 tahun-6 bulan, Anak-anak lahir : 6 tahun-12/13 tahun (Lesmana).

Anak-anak memang sangat suka bermain di usianya yang masih muda dan hampir tidak mengenal waktu. Kepribadiaan anak-anak cenderung aktif dan memiliki kreativitas yang sangat tinggi. Selain itu, sifat keingintahuannya sangat tinggi. Hubungan orang tua dan lingkungannya sangat berpengaruh dalam perkembangan seorang anak. Mendidik anak memang lebih baik dilakukan sejak dini, supaya kelak anak tersebut bisa memiliki kepribadian dan perilaku yang baik. Bila anak belum siap belajar, upaya untuk mengajar pada anak hanya akan membuang buang waktu, hal itu akan menimbulkan perilaku yang justru tidak diinginkan, misalnya belajar kebiasaan buruk atau malas dan tidak mau belajar. Sebaliknya apabila anak sudah siap belajar, tetapi tidak didorong untuk melakukannya, maka minat mereka akan hilang. Dengan mendidik anak menggunakan cara pamali, bukan hanya anak-anak ditakut-takuti oleh pamali tersebut. Akan tetapi demi kebaikan anak tersebut dimasa depan.

II.3 Kelisanan / Bahasa Lisan

Cerita adalah peristiwa bahasa lisan yang dituturkan, bukan dituliskan. Sebagai tuturan, cerita rakyat bekerja dengan dan melalui kombinasi berbagai kualitas suara manusia – misalnya, vokal dan konsonan, tinggi-rendah suara, panjang-pendek suara, jeda, tekanan, warna suara, dan sebagainya. Kombinasi berbagai kualitas suara manusia tersebut hadir serentak dalam peristiwa lisan. Selain dari itu, tuturan juga bekerja dengan melibatkan tanda-tanda non-kebahasaan, seperti roman muka, gerak tubuh dan anggota badan, serta bisa dibantu pula dengan kehadiran benda-benda. Dengan demikian, peristiwa lisan sejatinya merupakan peristiwa pengungkapan dan penafsiran tanda-tanda aural, visual, maupun verbal. Cerita lisan lahir dari masyarakat tradisional yang masih memegang teguh tradisi lisannya. Cerita lisan bersifat anonim sehingga sulit untuk diketahui sumber aslinya serta tidak memiliki bentuk yang tetap. Cerita lisan sebagian besar dimiliki


(25)

oleh masyarakat tertentu yang digunakan sebagai alat untuk menggalang rasa kesetiakawanan dan alat untuk memperkuat nilai-nilai sosial budaya yang ada dan berlaku dalam masyarakat tersebut. Sebagai produk sosial cerita lisan mempunyai kesatuan dinamis yang bermakna sebagai nilai dan peristiwa pada jamannya (Goldman, dalam Sapardi Djoko Darmono, 1984: 42).

II.4 Etika

Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Etika adalah ajaran tentang baik–buruk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan, kewajiban. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah–masalah yang berkaitan dengan nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baik–buruk perbuatan manusia. Etika (kesusilaaan) lahir karena kesadaraan akan adannya naluri-solidaritas sejenis pada makhluk hidup untuk melestarikan kehidupannya,kemudian pada manusia etika ini menjadi kesadaran sosial ,memberi rasa tanggungjawab dan bila terpenuhi akan menjelma menjadi rasa bahagia. (A.A Djelantik, Estetika Sebuah Pengantar.hal-4).

Menurut William Benton Etika adalah studi yang sistematis dari konsep-konsep nilai baik, buruk,harus,benar, salah dan sebagainya atau prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita dalam penerapannya dalam segala hal yang disebut juga filsafat moral (Encyclopedia Britannica, 1972).

II.4.1 Definisi etika ditinjau dari pengertian dibagi menjadi 3 yaitu :

Etika Deskriptif, Dalam pengertian ini etika bersangkutan dengan nilai dan ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Etika bersangkutan dengan pencatatan terhadap corak-corak predikat serta


(26)

tanggapan-tanggapan kesusilaan yang dapat ditemukan dalam masyarakat. Sehingga ilmu ini hanya bersifat pemaparan atau penggambaran saja.

Etika Normatif, Etika sering dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran-ukuran atau norma-norma yang dapat dipakai untuk menanggapi atau menilai perbuatan dan tingkah laku seseorang dalam bermasyarakat. Etika normatif ini berusaha mencari ukuran umum bagi baik dan buruknya tingkah laku.

Etika Kefilsafatan, Analisis tentang apa yang orang maksudkan bilamana mempergunakan predikat-predikat kesusilaan. Apa yang disebut perbuatan etis, tidak etis dan sebagainya. Analisis ini diperoleh dengan mengadakan penyelidikan tentang penggunaan yang sesungguhnya dari predikat-predikat yang terdapat dalam pernyataan secara lebih jelas kefilsafatan mempersoalkan tentang arti-arti yang dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipergunakan oleh orang dalam membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.

Dari teori-teori diatas dapat dirangkum etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Etika di masyarakat Sunda sangat menjunjung tinggi terhadap etika tersebut, seperti tatakrama dan sopan santun. Tingkatan sosial sangat berperan penting di masyarakat Sunda, seperti orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua baik dari segi perilaku, tutur bahasa, umur dan etika.

Salah satu unsur etika perilaku di masyarakat Sunda adalah :

 Gestur Tubuh

Biasanya masyarakat Sunda melakukan rengkuh (mencondongkan tubuh kedepan).


(27)

Masyarakat Sunda saat berkomunikasi selalu menunjukkan wajah tersenyum.

Salah satu unsur etika tutur bahasa di masyarakat Sunda adalah :

 Bahasa Sunda Kasar

Bahasa ini biasanya digunakan oleh orang yang lebih tua untuk berbicara kepada orang yang lebih muda, tetapi dalam konteks yang masih wajar. Bahasa kasar juga digunakan oleh masyarakat Sunda apabila sedang marah atau sedang menjelaskan hal yang dilakukan oleh hewan.

 Bahasa Sunda Loma

Bahasa ini bahasa Sunda setengah halus atau sedang-sedang saja. Bahasa Sunda loma ini biasanya digunakan pada orang yang usianya sepantaran. Bahasa ini juga bisa digunakan untuk berbicara kepada orang yang lebih muda dalam konteks yang sopan.

 Bahasa Sunda Lemes

Bahasa Sunda halus yang digunakan untuk orang yang usianya di atas atau lebih tua. Bahasa Sunda halus ini memiliki nilai kesopanan yang sangat tinggi. Biasanya digunakan untuk berbicara dengan orang tua atau tingkatan status sosial yang lebih tinggi.

Apabila etika tersebut tidak ditanamkan dengan baik pada anak, akan sangat berpengaruh bagi masa depan anak tersebut. Jika seorang anak kurang peka dalam bermasyarakat, terlebih lagi bila anak tersebut menutup diri, maka anak tersebut akan kehilangan kesempatan untuk mampu bertatakrama sesuai dengan lingkungan di masyarakatnya, anak tersebut akan tercabut dari lingkungan budayanya dan pada akhirnya akan merasa asing di tengah masyarakat budayanya sendiri.

Oleh karena itu pengetahuan tentang etika di masyarakat Sunda itu harus secara sadar dilatih dan digunakan dalam hidup keseharian. Bukan hanya dilatih tetapi


(28)

dijadikan etika sebagai kebiasaan yang dipakai sehari-hari, hasil proses belajar yang terus menerus. Selanjutnya nanti diajarkan ke lingkungan sekelilingnya, mulai dari keluarga sampai masyarakat sekitarnya.

II.5 Moral

Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu kata mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan , tabiat, watak, akhlak, cara hidup) (Lorens Bagus, 1996:672). Secara etimologi kata moral sama dengan etika karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Jadi, moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Di masyarakat Sunda sangat menjunjung tinggi nilai etika, moral, sopan santun dan tata krama, karena memang kebudayaan Sunda menganut sistem hierarki dalam status sosial. Pendidikan moral sangat penting bagi anak-anak karena moral mengajarkan nilai-nilai perilaku yang baik supaya anak tersebut memiliki kepribadian yang baik. Moralitas anak sangat penting untuk diperhatikan, sebab akan menentukan nasib di masa depan anak tersebut atas kelangsungan hidup di lingkungan masyarakat. Anak-anak memang sangat suka bermain di usianya yang masih muda, di usianya yang masih muda, anak-anak mempunyai permasalahan-permasalahan yang terkadang sulit untuk dipahami. Kepribadiaan anak-anak cenderung aktif dan memiliki kreativitas yang sangat tinggi. Selain itu, sifat keingintahuannya sangat tinggi. Hubungan orang tua dan lingkungannya sangat berpengaruh dengan perkembangan seorang anak. Mendidik anak memang lebih baik dilakukan sejak dini, supaya kelak anak tersebut bisa memiliki kepribadian dan perilaku yang baik.

II.6 Kepercayaan

Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan


(29)

dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993). Di masyarakat Sunda kepercayaan adalah sebuah warisan dari para leluhurnya, memang masyarakat Sunda tidak bisa dipisahkan dengan kearifan-kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat Sunda.

Pada umumnya masyarakat Sunda memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa, karena menurut masyarakat Sunda, hasil alam yang dihasilkan adalah pemberian dari dewa-dewa tersebut. Pada zaman dahulu masyarakat Sunda menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda. Akan tetapi ada sementara pihak yang berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Dr. Nia Dewi Mayakania, S.Kar, M.Hum. dosen universitas STSI Bandung saat di wawancara pada tanggal 11 November 2014, masalah pamali, tabu memang sangat dominan di kehidupan masyarakat Sunda, meskipun sudah merambah teknologi, tapi dalam konteksnya di segelintir masyarakat Sunda tidak bisa menghilangkan sistem kepercayaan dari kebudayaan Sunda tersebut dan masih di percaya kepercayaan dari para leluhurnya.

II.7 Buku Bergambar

Buku bergambar adalah buku yang disajikan dengan menggunakan teks dan ilustrasi atau gambar. Buku ini biasanya ditujukan pada anak-anak. Untuk anak usia SD kelas rendah, gambar berperan penting dalam proses belajar membaca dan menulis. Buku bergambar lebih dapat memotivasi mereka untuk belajar. Dengan buku bergambar yang baik, anak-anak akan terbantu dalam proses memahami dan memperkaya pengalaman dari cerita (Rothlein, L., & Meinbach, A. M., 1991:132).


(30)

II.7.1 Jenis-jenis Buku Bergambar

Buku Abjad

Dalam buku alphabet, setiap huruf alphabet dikaitkan dengan suatu ilustrasi objek yang diawali dengan huruf. Ilustrasi harus jelas berkaitan dengan huruf-huruf kunci dan gambar objek dan mudah teridentifikasi. Beberapa buku alphabet diorganisasi pada sekitar tema khusus, seperti peternakan dan transportasi. Buku alphabet berfungsi untuk membantu, menstimulasi dan pengembangan kosakata.

Gambar II.1 Buku Mengenal Abjad

Sumber: https://lippocikarang.wordpress.com/2010/11/14/buku-untuk-bayi-baby-touch-and-feel/

Buku Mainan

Buku-buku mainan menggunakan cara penyajian yang tidak biasa. Buku mainan terdiri dari buku kartu papan, buku pakaian, dan buku pipet tangan. Buku mainan ini mengarahkan anak-anak untuk lebih


(31)

memahami teks, dapat mengeksplorasi konsep nomor, kata bersajak dan alur cerita. Buku mainan membantu anak-anak untuk mengembangkan keterampilan, meningkatkan kemampuan bahasa dan sosialnya.

Yang termasuk kedalam jenis buku mainan adalah :  Buku bergambar berlubang

 Buku bergambar pop-up  Buku bergambar berlipat

 Buku bergambar bersampul tebal

 Buku bergambar bersampul bantal (untuk bayi) / buku mainan

Gambar II.2 Buku pop-up Si Katak Bermulut Lebar Sumber : Pribadi

Buku Konsep

Buku konsep adalah buku yang menyajikan konsep dengan menggunakan satu atau lebih contoh untuk membantu pemahaman konsep yang sedang dikembangkan. Konsep-konsep yang ditekankan diajarkan melalui alur cerita atau dijelaskan melalui konsep warna, bentuk, ukuran, dapat didemonstrasikan sendiri dengan konsep yang


(32)

lainnya. Yang termasuk buku konsep adalah buku bergambar bertekstur

Gambar II.3 Buku Bathtime

Sumber : http://lippocikarang.files.wordpress.com/2010/11/baby2.jpg (Nopember 2010)

Buku Bergambar Tanpa Kata

Buku bergambar tanpa kata adalah buku yang menyampaikan suatu cerita melalui ilustrasi saja. Buku bergambar tanpa kata menjadi berkembang dan popular pada masyarakat generasi muda. Ini terdapat di televise, komik, dan bentuk visual dari komunikasi. Alur cerita disajikan dengan gambar yang diurutkan dan tindakan juga digambarkan dengan jelas. Buku ini terdiri dari berbagai bentuk, seperti buku berupa humor, buku serius, buku informasi atau buku fiksi. Buku ini mempunyai beberapa keunggulan seperti mengembangkan bahasa tulis dan lisan secara produktif pada saat anak membaca cerita melalui ilustrasi. Anak-anak dapat menganalisis maksud pengarang mengidentifikasi ide pokok dan memahami ceritanya.


(33)

Gambar II.4 Buku There’s An Aligator Under My Bed Sumber :

http://www.nrm.org/images/StephaniesStudents/5-14-2013/beds2.jpg (14 Mei 2013)

Buku Cerita Bergambar

Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis. Kedua elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak. Karakter dalam buku ini dapat berupa manusia atau binatang. Di sini ditampilkan kualitas manusia, karakter, dan kebutuhan, sehingga anak-anak dapat memahami dan menghubungkannya dengan pengalaman pribadinya.


(34)

Gambar II.5 Buku Petualangan Langlang

Sumber : http://manistebu.files.wordpress.com/2010/04/langlang-marah-baru.jpg (April 2010)

II.8 Ilustrasi

Ilustrasi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik gambar, lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk. Tujuan ilustrasi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantual visual, tulisan tersebut lebih mudah dicerna. Selain itu tujuan ilustrasi juga adalah untuk memperjelas tulisan atau teks seperti pada artikel koran atau media-media representatif lainnya.

Ilustrasi adalah lukisan atau gambar yang memiliki fungsi memperjelas atau memperindah sesuatu, tampil secara visual dalam bentuk individu, baik itu warna ataupun hitam putih, selalu membangkitkan rasa keingintahuan, menyentuh perasaan manusia, mengundang opini dan perdebatan dan terkadang memunculkan aksi atau tindakan (Robert Ross, Illustration Today)


(35)

Ilustrasi gambar adalah gambaran singkat alur cerita suatu cerita guna lebih menjelaskan salah satu adegan" (Kusmiyati,1999:46). Secara umum ilustrasi selalu dikaitkan dengan menjelaskan sebuah cerita.

II.9 Buku Cerita Bergambar Tentang Pamali

Di era modern yang erat akan perkembangan jaman dan teknologi, kebudayaan tumbuh beriringan dengan hal tersebut. Budaya yang berkembang kini semakin membaur antara kebudayaan milik bangsa sendiri dengan kebudayaan asing yang masuk mempengaruhi budaya lokal atau kearifan lokal. Hal ini membuat budaya lokal atau kearifan lokal sebagai suatu identitas suatu bangsa terkikis perlahan dan bisa saja hilang, akhirnya identitas sebagai suatu ciri khas bangsa tidak lagi bisa dilihat dan dikenali.

Saat melakukan survey di tiga tempat toko buku yang berada di Kota Bandung, yaitu Toko Buku Gunung Agung, Toko Buku Gramedia, dan Toko Buku Togamas peneliti jarang mendapatkan dan menemukan buku cerita bergambar tentang fenomena dalam budaya lokal atau kearifan lokal. Mayoritas buku cerita bergambar yang ditemukan adalah buku cerita tentang legenda, dongeng dan fabel dari berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia. Sayangnya tidak/belum ditemukan tentang buku cerita bergambar tentang cerita-cerita intisari dari sebuah kearifan lokal dari suatu kebudayaan yang seperti mitos atau pamali itu sendiri, yang benar-benar masih ada keberadaannya hingga pada jaman sekarang ini.

II.10 Kesimpulan dan Solusi

Berdasarkan penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar yang seharusnya menjadi salah satu media yang ampuh melestarikan sebuah budaya kurang dimanfaatkan. Terlihat dari masih sangat sedikit buku ilustrasi yang benar-benar mengangkat sebuah cerita dari sebuah budaya pamali yang ada serta masih dilakukan hingga saat ini di masyarakat. Terlebih lagi lebih banyak buku yang bercerita tentang legenda, mitos, dan fabel yang jelas-jelas belum tentu kebenarannya. Akan tetapi itu adalah satu wujud dari suatu kebudayaan.

Maka dari itu penjelasan terhadap makna dari pamali ini diharapkan menjadi solusi sebuah permasalahan yang ada di masyarakat Sunda, khususnya di Kota Bandung, yang hasil survey dari tiga toko buku besar disana jarang ditemukan


(36)

buku bertemakan budaya lokal khususnya membahas sebuah mitos atau pamali. Dan selain itu, hal-hal yang bersifat tabu yang dipersepsikan kurang baik di masyarakat jaman sekarang bisa berubah cara pandangnya menjadi sebuah bagian dari kearifan lokal yang menarik dan patut diketahui oleh bangsa dan budayanya sendiri. Diharapkan juga perancangan media buku ilustrasi ini, anak-anak bukan hanya mengenal pamali sebagai larangan saja, akan tetapi dibalik pamali tersebut memiliki makna dari kebudayaan untuk kehidupan dengan cara pendekatan visual untuk anak jaman sekarang yang menarik dan disukai oleh anak.


(37)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan

Strategi adalah siasat yang direncanakan dengan sebaik mungkin sehingga dalam sebuah pembuatan sesuatu akan berjalan dengan baik dan akan tepat sasaran. Dalam hal ini adalah membuat solusi media yang menarik tentang intisari cerita dari salah satu fenomena budaya di masyarakat Sunda, yaitu pamali. Perancangan media akan menggunakan pendekatan yang mudah diterima oleh masyarakat. Unsur budaya juga diharapkan bisa menjadi salah satu jati diri dari suatu kebudayaan tersebut sehingga kebudayaan tidak akan tergerus oleh perkembangan jaman. Dengan adanya perancangan ini diharapkan bisa menyumbang sebuah media berupa buku cerita bergambar yang mengangkat tema budaya lokal di budaya Sunda khususnya tentang pamali yang sebelumnya masih jarang ditemui.

III.1.1 Target Audiens

Target Audiens dari media informasi buku cerita tentang pawang hujan ini adalah sebagai berikut:

a. Demografis

 Usia : Anak 7-12 tahun

 Status Ekonomi : Menengah

 Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan

 Pekerjaan : Pelajar

 Pendidikan : Sekolah Dasar

 Warga Negara : Indonesia

Target Audiens dengan status ekonomi menengah dipilih karena media informasi tentang pamali ini cocok untuk diinformasikan kepada kalangan menengah karena biasanya lebih banyak berkembang diperkotaan dan pinggiran kota. Dan juga memiliki harga yang murah sehingga daya beli


(38)

target bisa dicapai. Tingkatan demografis tersebut dipilih karena pelajar pada status ekonomi menengah cenderung meluangkan waktu dan finansialnya untuk mencari wawasan baru dan hiburan.

b. Psikografis

Media yang akan dibuat ditujukan kepada anak yang menyukai cerita fantasi dan kehidupan sehari-hari.

c. Geografis

Anak yang berada di Kota Bandung khususnya wilayah perkotaan.

d. Target Sekunder

Target sekunder dari buku cerita ilustrasi pawang hujan ini adalah para orang tua dari anak yang suka mengunjungi toko buku dan mall.

III.1.2 Pendekatan Komunikasi

Dalam suatu penyampaian informasi dibutuhkan strategi untuk pendekatan komunikasinya agar mudah dimengerti oleh terget audiens. Penyampaian komunikasi bisa berupa komunikasi secara verbal maupun visual, bisa juga dengan keduanya. Pendekatan tersebut diharapkan memberikan ketertarikan kepada target audiens dengan komunikasi yang disajikan dalam media.

Pendekatan yang digunakan dalam media informasi tentang pamali adalah informasi yang dikemas melalui cerita berisikan tentang pamali yang sampai saat ini masih dipercayai, khususnya pada daerah Jawa Barat.

a. Tujuan Komunikasi

Memberikan informasi tentang aspek budaya, yaitu keberadaan pamali dengan cara pendekatan komunikasi yang akan lebih bisa diterima oleh anak-anak. Dan mengenalkan unsur-unsur budaya Sunda yang berkaitan dengan pamali. Sehingga dengan pendekatan tersebut, pamali bukan hanya sebagai


(39)

salah satu budaya dan kearifan lokal saja, diharapkan pamali tidak dianggap sebagai hal tabu saja dan menjadi sebuah warisan dari kebudayaan Sunda dan sebagai salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia.

b. Materi Pesan

Butir-butir materi pesan yang akan disampaikan adalah sebagai berikut:

 Nilai-nilai yang terkandung dalam pamali.

Pamali masih digunakan hingga saat ini.

 Penyajian cerita dilengkapi dengan unsur nilai pendidikan

c. Pendekatan Visual

Berdasarkan dari target sasaran utama adalah anak usia 7-12 tahun, maka pendekatan visual pada perancangan media informasi yaitu dengan visual yang mudah diterima dan memiliki daya tarik bagi anak-anak serta dapat dipahami dengan baik oleh anak tersebut. Gaya visual yang digunakan adalah ilustrasi. Karena sesuai dengan media yang akan dibuat berupa buku cerita, karena pada dasarnya para anak-anak lebih menyukai ilustrasi yang kaya akan warna dan gambar dibanding hanya dengan tulisan saja. Tetapi ilustrasi tersebut ditambahkan penjelasan berupa cerita terhadap makna dari pamali itu sendiri.

Gaya gambar dalam ilustrasi yang digunakan tidak akan terlalu rumit, sederhana, namun sesuai dengan gambar anak yang dapat diterima dan mudah dimengerti oleh para anak ketika melihatnya.


(40)

Referensi yang digunakan untuk gaya visual dan karakter mengambil dari buku cerita bergambar “Petualangan Qonita”

Gambar.III.1 Buku Cerita Bergambar “Petualangan Qonita” Sumber : Pribadi

d. Pendekatan Verbal

Pada perancangan buku cerita yang informatif mengenai nilai-nilai edukasi, moral dan kepercayaan yang terkandung dalam pamali di masyarakat Sunda, terdapat informasi yang harus disampaikan mengenai makna dibalik pamali tersebut. Teknik informasi pada buku cerita ini menggunakan bahasa yang sederhana, tidak rumit namun juga sesuai dengan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh para anak. Hal ini bertujuan agar para anak mengerti maksud dari penjelasan buku cerita tersebut, sehingga penjelasan dari buku tersebut lebih mudah dicerna dan diterima oleh para anak karena penggunaan bahasa sehari-hari yang tidak asing bagi mereka, dan juga anak tidak menganggap pamali sebagai larangan atau pantangan saja, tetapi terdapat makna moral dan kepercayaan dari sebuah pamali.


(41)

III.1.3 Strategi Kreatif

Pendekatan kreatif yang akan dilakukan adalah penyampaian informasi dengan cerita bergambar. Dalam cerita tersebut menjelaskan di masyarakat Sunda orang tua mengajarkan anak melalui pamali dan cerita tersebut diceritakan kembali berdasarkan pengalaman dari tokoh yang ada pada buku cerita tersebut. Juga di jelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam pamali tersebut. Penggabungan berbagai media sebenarnya dapat membantu untuk membuat buku cerita yang memiliki daya tarik yang berbeda dengan buku lainnya. Isi cerita akan disampaikan dan mudah dimengerti oleh anak, isi cerita tersebut bersifat informatif yang sesuai dengan kehidupan yang terjadi di masyarakat Sunda, sehingga para anak akan tertarik dan mengingat apa yang disampaikan oleh isi cerita dari buku cerita tersebut. Dengan begitu diharapkan anak-anak dengan membaca buku ini bukan hanya mengenal makna dan nilai yang terkandung dalam pamali, tetapi pamali tersebut memiliki unsur yang terkait satu sama lain dengan kebudayaan yang diwariskan dari para leluhurnya.

a. Gaya Ilustrasi

Gaya ilustrasi yang digunakan lebih sederhana, tidak terlalu rumit dan tidak juga realis atau yang biasa dikenal dengan gaya ilustrasi kartun. Gaya gambar disesuaikan dengan anak-anak yang menyukai ilustrasi bergaya kartun.

Berikut adalah gaya gambar penulis:

Gambar III.2 Gaya Gambar yang Digunakan Dalam Buku Cerita Bergambar Tentang Pamali.


(42)

III.1.4 Strategi Media

Media yang digunakan untuk strategi media adalah buku cerita bergambar yang berisi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pamali. Informasi akan disampaikan dan dikemas melalui cerita tentang kehidupan sehari-hari yang bisa menarik minat target audiens untuk membacanya, dan agar buku cerita ini dapat diterima dan dilihat oleh para anak.

a. Media Utama

Media utama yang terpilih adalah buku ilustrasi adalah media informasi yang sederhana, dan dapat dilihat dan dibaca kapan saja, media pemasaran buku ilustrasi tersebut adalah di toko-toko buku, seperti Gramedia, Gunung Agung, Togamas atau toko-toko buku lainnya. Target utama pemasaran buku cerita ini adalah anak-anak, tetapi juga ditujukan kepada target sekunder yaitu para orang tua. Karena jika hanya ditujukan untuk anak-anak saja, anak-anak kemungkinan tidak akan tertarik dengan hal-hal yang tabu seperti pamali. Anak-anak juga tidak akan mencari buku yang tidak sesuai dengan keinginannya, anak-anak cenderung membeli buku yang bergambar, seperti buku cerita bergambar, komik dan lain-lain. Oleh karena itu, tujuan orang tua membeli buku ini adalah buku ilustrasi ini bisa diberikan orang tua kepada anaknya supaya anak tersebut mengetahui hal-hal yang seperti pamali. Media pemasaran buku cerita ini memang di Kota Bandung dan isi cerita buku cerita ini tentang kebudayaan Sunda, akan tetapi buku ini tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Sunda saja, tetapi masyarakat dari kebudayaan lain juga bisa membaca buku ini. Sehingga kebudayaan lain bisa mengetahui kebudayaan yang ada di masyarakat Sunda.


(43)

b. Media Pendukung

Media pendukung adalah media yang berfungsi untuk memperkuat media utama. Media pendukung yang akan digunakan yaitu :

1. Tahap Informasi

 Flyer

Media yang bisa memberikan detail informasi dan bersifat personal. Terlebih lagi media ini bersifat luas dalam penyebarannya.

 Poster A3

Poster yang berisikan untuk menarik perhatian yang bersifat mengajak baik dari target audiens primer maupun sekunder.

 X-Banner

Dipasang pada letak buku-buku cerita bergambar sebagai lokasi media utama yang dipajang dan dipasarkan agar pembeli mudah melihat dari kejauhan.

2. Tahap Pengingat

Ditahap ini akan digunakan media-media yang sangat dekat dengan target audiens pada kesehariannya. Sehingga target audiens bisa selalu mengingat terhadap media utama dan isi dari media utama. Media pengingat yang akan diberikan tersebut akan memberikan kesan tersendiri untuk target audiens. Media yang akan digunakan adalah:

 Gantungan

Gantungan adalah benda yang sangat sering dipakai dan dibawa kemana-mana dan media ini dijadikan sebagai hadiah dari media utama.

Sticker

Sticker media yang bisa dimana saja diaplikasikan, maka dari itu stiker salah satu media pendukung yang tepat untuk dijadikan media pengingat.


(44)

 Pembatas Buku

Bagi seorang yang gemar membaca, pasti sangat erat denan pembatas buku yang selalu jadi pengingat dimana halaman terakhir dibaca. Pembatas buku didapatkan pada saat pembelian media utama.

 Pin

Pin media yang bisa ditempelkan, biasanya ditempelkan pada baju, tas dan sebagainya. Maka dari itu pin salah satu media pendukung yang tepat untuk dijadikan media pengingat. Pin didapatkan sebagai bonus dari pembelian media utama.

III.1.5 Strategi Distribusi

Untuk lebih memudahkan penyebaran distribusi, terdapat di wilayah penyebaran meliputi toko buku yang telah mempunyai nama besar di Indonesia khususnya kota-kota besar di Indonesia. Toko buku yang telah terkenal seperti Togamas, Gramedia dan Gunung Agung menjadi target pendistribusian buku cerita bergambar tentang pamali ini. Selain buku terdapat pula satu paket hadiah pembelian buku seperti stiker, gantungan kunci, pembatas buku, dan pin yang dapat dimiliki. Wilayah penyebaran tersebut sebagian besar adalah tempat dimana target biasa mencari atau membeli buku.


(45)

Tebel III.1Tabel Distribusi Media Sumber : Pribadi

III.2 Konsep Visual

Dalam sebuah media informasi yang menarik dan informatif, konsep visual sangat memegang peranan penting. Konsep visual dalam buku cerita bergambar tentang pamali ini menggunakan gaya gambar pribadi dan menggunakan metode menggambar manual lalu di tracing secara digital.

III.2.1 Format Desain

Format yang akan digunakan dalam perancangan membuat buku cerita bergambar ini adalah landscape, agar anak-anak nyaman untuk melihat seluruh bagian buku, ilustrasi-ilustrasi yang mudah dimengerti anak dan penulisan yang mempermudah keterbacaan anak serta bahasa yang digunakan mengunakan bahasa-bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti anak.

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Poster Flyer X-Banner Pin Stiker Gantungan Kunci Pembatas Buku Maret Jadwal Penyebaran Media

Waktu Penyebaran Media Media

Media Utama


(46)

III.2.2 Tata Letak

Penyusunan tata letak antara teks dan ilustrasi digabungkan agar mempermudah pembaca untuk menyesuaikan teks dengan gambar ilustrasi dalam buku cerita bergambar.

peletakan kurang lebih seperti gambar dibawah ini

Gambar III.3Tata Letak Setiap Halaman Sumber : Pribadi

Tata letak untuk sampul buku cerita bergambar kurang lebih seperti gambar dibawah ini.

Gambar III.4 Peletakan Desain Sampul Sumber : Pribadi

Gambar

Judul Buku

Pengarang Teks


(47)

III.2.3 Tipografi

Kebanyakan anak belajar membaca mulai dari huruf ke huruf, mulai dari bagaimana bunyi hurufnya lalu bentuk huruf yang cocok dengan bunyi tersebut hingga bisa menggabungkan bunyi dan bentuk huruf tersebut dan membentuk sebuah kata. Oleh karena itu orang yang baru belajar membanca dan membaca buku dengan lambat, usaha membaca tersebut dapat dipermudah dengan menggunakan huruf yang menarik dan mudah dibaca. Tipografi yang akan digunakan adalah CAC Moosedan AR CENA.

Tipografi ini terpilih karena cocok untuk anak-anak. Karena paling mudah dibaca terutama untuk orang yang baru mulai membaca.

a. Tipografi Untuk Sampul

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890

!@#$%^&*()-_=+,.<>/?

Tipografi ini terpilih karena cocok digunakan untuk judul buku, dari bentuknya yang tidak konsisten membuat huruf ini telihat tidak terlalu kaku disesuaikan dengan tema judul yaitu pamali.

b. Tipografi Untuk Konten Buku

Tipografi untuk konten menggunakan font AR CENA adalah terlihat simpel dan mudah terbaca oleh anak-anak.

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890


(48)

III.2.4 Studi Ilustrasi

Gaya ilustrasi disesuaikan dengan pendekatan verbal yang menggunakan gaya bahasa yang sederhana, tidak rumit namun juga sesuai dengan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh para anak. Juga gaya ilustrasi yang sederhana dan disetiap bagian cerita memunculkan ilustrasi dengan karakter ceritanya masing-masing.

III.2.4.1 Studi karakter

Dibawah ini adalah karakter yang akan digunakan dalam perancangan buku cerita bergambar tentang pamali.

Gambar.III.5 Sketsa Karakter Sumber : Pribadi


(49)

III.2.4.2 Studi Properti

Properti yang digunakan dalam buku cerita bergambar tentang pamali ini adalah benda-benda yang ada dalam sekitar rumah, alat tradisional dan benda yang anak suka mainkan. Properti-properti tersebut antara lain adalah kasur, meja makan, tampah dan kelereng. Adapun properti lain seperti baju tradisional, sendal, baju sehari-hari dan masih banyak lagi.

Gambar III.6 Tokoh Utama Sumber: Pribadi

Tokoh utama dalam buku cerita digambarkan seperti anak Sunda yang memakai pakaian khas Sunda yaitu pangsi dan memakai iket kepala dengan jenis “Buaya Ngangsar”. Tokoh utama dengan menggunakan pangsi mengambil referensi dari program pemerintah kota Bandung yaitu “rebo nyunda” atau “rabu nyunda”.


(50)

Gambar III.7 Pakaian Pangsi

Sumber: http://www.koko-ressy.com/detail.php?pid=109 (11 Februari 2015, 13:25)

Gambar III.8 Iket Buaya Ngangsar


(51)

III.2.4.3 Studi Latar

Latar yang digunakan kebanyakan mengambil dari lingkungan sekitar rumah, karena seperti sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

Gambar III.9 Suasana di Masyarakat Sunda

Sumber : http://m.kaskus.co.id/post/526e23bf1bcb173b3500000d

Suasana di masyarakat Sunda identik dengan suasana sederhana seperti rumah panggung dan terdapat halaman rumah.


(52)

Halaman rumah biasanya digunakan oleh anak-anak untuk bermain. Orang tua juga bisa mengawasi para anak saat mereka bermain.

Gambar III.10 Halaman Rumah Sumber : Pribadi

Ruangan rumah adalah tempat beraktifitas terutama bagi anak-anak, seperti menonton tv dan sebagainya.

Gambar III.11 Ruangan di dalam Rumah Sumber : Pribadi


(53)

III.2.5 Studi Warna

Teknik pewarnaa menggunakan gaya vector. Gaya pewarnaan didapat dari referensi gambar kartun, karena anak-anak lebih menyukai warna-warna yang cerah. Warna-warna bersifat natural, maksudnya adalah warna-warna yang ada di sekitar rumah seperti hijau, coklat, kuning, biru, dan sebagainya.

Gambar III.12 Studi Warna Sumber : Pribadi


(54)

BAB IV

TEKNIK PRODUKSI MEDIA IV.1 Media Utama

Media utama yang dipilih adalah buku cerita bergambar yang menceritakan dan menjelaskan tentang nilai-nilai pamali, dimana isi cerita adalah cerita fiksi yang diambil berdasarkan dari keadaan fakta lapangan tentang masih adanya keberadaan pamali. Kemudian dilanjutkan oleh pembuatan konsep cerita, storyboard dan study visual. Storyboard mempermudah untuk pengerjaan dan pengaturan alur cerita dan tata letak teks sehingga untuk mempermudah dalam menyusun halaman nantinya buku cerita bergambar ini dicetak. Sketsa dibuat dengan gambar tangan atau manual, setelah itu dilakukan tracing untuk mengubah menjadi vector juga pewarnaan dilakukan secara digital. Proses pengerjaan secara digital tersebut dilakukan pada software Adobe Photoshop CS6, Adobe Illustrator CS6.

Gambar IV.1 Hasil Jadi Setelah Gambar diubah Menjadi Digital. Sumber : Pribadi


(55)

Setelah itu gambar dimasukan pada aplikasi Adobe Ilustrator CS6 untuk dilakukan tata letak dan dimasukan teks narasi ditiap halamannya.

Gambar IV.2 Memasukan Teks Narasi Pada Halaman Gambar Ilustrasi. Sumber : Pribadi

Gambar disusun dengan ukuran A4 21x26cm dan akan dicetak menggunakan kertas HVS 100 gsm. Sedangkan untuk sampul dicetak pada kertas Art Papper 160 gsm dengan jenis softcover yang diberi laminasi doff.

Gambar IV.3 Sampul Depan dan Belakang Beserta Punggung Sampul. Sumber : Pribadi


(56)

IV.2 Media Pendukung

Media pendukung diperlukan sebagai pelengkap dan membantu dalam penyampaian informasi maupun promosi media utama.

IV.2.1 Poster

Gambar IV.4 Poster. Sumber : Pribadi

Poster tersebut berisi tentang penjelasan mengenai telah terbit buku cerita ini, informasi tentang sinopsis cerita, dan penjelasan dari media buku tersebut. Poster dicetak dalam ukuran A3 yang akan ditempatkan di tempat-tempat terjangkau seperti sekolah dan juga pada toko buku yang menjual buku ini.

 Ukuran: A3 (29,7 x 42 cm)


(57)

IV.2.2 Flyer

Gambar IV.5 Flyer. Sumber : Pribadi

Flyer memudahkan target audiens membaca informasi yang bersangkutan dengan media utama karena dengan ukurannya yang kecil dapat dibawa kemana-mana. Flyer akan disediakan di setiap toko buku yang menjual media utama tersebut.

 Ukuran: A5 (21 x 14,8 cm)


(58)

IV.2.3 X-Banner

Gambar IV.6 X-Banner. Sumber : Pribadi

X-Banner berfungsi sebagai penanda keberadaan media utama dalam suatu lokasi, seperti lokasi rak pada toko buku. Dengan adanya x-banner memudahkan konsumen mencari buku ini.

 Ukuran: 60 x 160 cm


(59)

IV.2.4 Pin

Gambar IV.7 Pin. Sumber : Pribadi

Pin adalah salah satu bonus disetiap pembelian buku. Pin dutujukan untuk pengingat terhadap media utama, selain itu juga pengingat untuk tidak melupakan pamali.


(60)

IV.2.5 Pembatas Buku

Gambar IV.8 Pembatas Buku. Sumber : Pribadi

Pembatas buku masih berkaitan dengan media utama, pembatas buku berguna saat pembaca menandai dimana halaman terakhir dibaca. Berbentuk persegi panjang menjadikan pembatas buku ini tidak rentan rusak.

 Ukuran: 21 x 4 cm


(61)

IV.2.6 Gantungan Kunci

Gambar IV.9 Gantungan Kunci. Sumber : Pribadi

Gantungan kunci adalah benda yang sederhana tetapi fleksibel dan tepat sebagai media pengingat. Sesuai dengan namanya, gantungan kunci akan selalu dibawa beriringan dan dapat dipasangkan di kunci, tas dan media lainnya, dengan begitu makin sering konsumen mengingat media utama saat membawa gantungan kunci tersebut kemanapun mereka pergi.

 Ukuran: Diameter 6x3 cm


(62)

IV.2.7 Stiker

Gambar IV.10 Stiker Vinyl Duratac. Sumber : Pribadi

Stiker sama fungsinya dengan gantungan kunci dan pin yaitu media pengingat dari media utama dan supaya tidak melupakan pamali. Stiker bisa ditempel dimana-mana dan dibawa kedimana-mana-dimana-mana. Dan biasanya stiker akan ditempelkan pada benda kesayangan ataupun benda yang sering konsumen bawa. Sehingga konsumen akan terus ingat dengan media utama dan nilai tentang pamali.

 Ukuran: 10x10cm


(63)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Danandjaja, J. (1984) Folkor Indonesia : Ilmu gosip, dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers.

Endraswara, S. (2005) Tradisi Lisan Jawa : Warisan abadi budaya leluhur. Yogyakarta: Narasi.

Koentjaradiningrat (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Kusmiati, Artini R dkk. (1999). Teori Dasar Disain Komunikasi Visual. Jakarta: Djambatan.

Kusrianto, Adi. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: C.V Andi

Kusumawati, S. (2009) Mitos Dalam Bisnis. Bandung: Ppm Manajemen. Mustapa Hasan R.H. (1985) Adat Istiadat Orang Sunda (Sastrawijaya Maryati) Bandung : Alumni. (Terbitan asli 1913).

Surjadi, H.A (2006) Masyarakat Sunda Budaya Dan Problema. Bandung: PT. Alumni.

Tabrani, Primadi (2005) Bahasa Rupa. Penerbit Kelir : Bandung.

Internet

Afifah. Sistem Kepercayaan Suku Sunda. Diperoleh 1 November 2014, dari: http://www.academia.edu/6275540/Sistem_Kepercayaan_Suku_Sunda Anonim. 2013 (10 April). Mengenal Iket Sunda. Diperoleh 10 November 2014,

dari: http://trifanews.com/mengenal-iket-sunda.html

Bambang. 2010 (24 April). Berproses Kreatif Menggagas Picture Book. Tersedia di:http://manistebu.files.wordpress.com/2010/04/langlang-marah-baru.jpg


(64)

Irawan. 2010 (14 November). Buku untuk Bayi - Baby Touch And Feel. Tersedia di:https://lippocikarang.wordpress.com/2010/11/14/buku-untuk-bayi-baby-touch-and-feel/

Jo Buku Bantal. (2012). Mengenal Abjad. Diperoleh 1 November 2014, dari: https://jobukubantal.wordpress.com/2012/06/28/buku-bantal-seri-buku-pertama-untuk-balita/mengenal-abjad-30ribu/

Kepoh. (2013). Dongeng Sunda Wa Kepoh. Diperoleh 11 Februari 2015,dari: http://m.kaskus.co.id/post/526e23bf1bcb173b3500000d

Lynn. (2013). Imagination Interacts With Text Words and Images in Children’s Picture Books. Tersedia di: http://www.nrm.org/2013/05/imagination- interacts-with-text-words-and-images-in-childrens-picture-books-by-lynn-chen/

Ressy. Stelan pangsi. Diperoleh 11 februari 2015, dari: http://www.koko-ressy.com/detail.php?pid=109

Rinaldo kiki. 2014 (3 Januari). Makalah Psikologi Perkembangan Masa Anak-Anak. Tersedia di: http://kikirinaldo.blogspot.com/2014/01/makalah-psikologi-perkembangan-masa.html

Wongso Andrie. 2008 (8 juni). Nilai Sebuah Kepercayaan. Tersedia di: http://www.andriewongso.com/artikel/aw_artikel/1443/Nilai_Sebuah_ Kepercayaan/


(65)

RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Febryan Taufiq

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 15 Februari 1992

Pendidikan : Formal

a. 2007 - 2010

SMA Pasundan 3 Bandung b. 2010 - Sekarang

Universitas Komputer Indonesia

Pengalaman : Freelance Designer untuk Desainer Grafis di Luxy Digital Design, Bandung. (6 Bulan)

Alamat : Jl. Holis No. 319 RT. 02/09 Kelurahan Babakan Bandung

Email : zack_a7x4life@yahoo.com


(66)

(1)

54 IV.2.6 Gantungan Kunci

Gambar IV.9 Gantungan Kunci. Sumber : Pribadi

Gantungan kunci adalah benda yang sederhana tetapi fleksibel dan tepat sebagai media pengingat. Sesuai dengan namanya, gantungan kunci akan selalu dibawa beriringan dan dapat dipasangkan di kunci, tas dan media lainnya, dengan begitu makin sering konsumen mengingat media utama saat membawa gantungan kunci tersebut kemanapun mereka pergi.

 Ukuran: Diameter 6x3 cm  Material: Acrylic


(2)

55 IV.2.7 Stiker

Gambar IV.10 Stiker Vinyl Duratac. Sumber : Pribadi

Stiker sama fungsinya dengan gantungan kunci dan pin yaitu media pengingat dari media utama dan supaya tidak melupakan pamali. Stiker bisa ditempel dimana-mana dan dibawa kedimana-mana-dimana-mana. Dan biasanya stiker akan ditempelkan pada benda kesayangan ataupun benda yang sering konsumen bawa. Sehingga konsumen akan terus ingat dengan media utama dan nilai tentang pamali.

 Ukuran: 10x10cm


(3)

56 DAFTAR PUSTAKA

Buku

Danandjaja, J. (1984) Folkor Indonesia : Ilmu gosip, dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers.

Endraswara, S. (2005) Tradisi Lisan Jawa : Warisan abadi budaya leluhur. Yogyakarta: Narasi.

Koentjaradiningrat (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Kusmiati, Artini R dkk. (1999). Teori Dasar Disain Komunikasi Visual. Jakarta: Djambatan.

Kusrianto, Adi. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: C.V Andi

Kusumawati, S. (2009) Mitos Dalam Bisnis. Bandung: Ppm Manajemen. Mustapa Hasan R.H. (1985) Adat Istiadat Orang Sunda (Sastrawijaya Maryati) Bandung : Alumni. (Terbitan asli 1913).

Surjadi, H.A (2006) Masyarakat Sunda Budaya Dan Problema. Bandung: PT. Alumni.

Tabrani, Primadi (2005) Bahasa Rupa. Penerbit Kelir : Bandung.

Internet

Afifah. Sistem Kepercayaan Suku Sunda. Diperoleh 1 November 2014, dari: http://www.academia.edu/6275540/Sistem_Kepercayaan_Suku_Sunda Anonim. 2013 (10 April). Mengenal Iket Sunda. Diperoleh 10 November 2014,

dari: http://trifanews.com/mengenal-iket-sunda.html

Bambang. 2010 (24 April). Berproses Kreatif Menggagas Picture Book. Tersedia di:http://manistebu.files.wordpress.com/2010/04/langlang-marah-baru.jpg


(4)

57 Irawan. 2010 (14 November). Buku untuk Bayi - Baby Touch And Feel. Tersedia

di:https://lippocikarang.wordpress.com/2010/11/14/buku-untuk-bayi-baby-touch-and-feel/

Jo Buku Bantal. (2012). Mengenal Abjad. Diperoleh 1 November 2014, dari: https://jobukubantal.wordpress.com/2012/06/28/buku-bantal-seri-buku-pertama-untuk-balita/mengenal-abjad-30ribu/

Kepoh. (2013). Dongeng Sunda Wa Kepoh. Diperoleh 11 Februari 2015,dari: http://m.kaskus.co.id/post/526e23bf1bcb173b3500000d

Lynn. (2013). Imagination Interacts With Text Words and Images in Children’s Picture Books. Tersedia di: http://www.nrm.org/2013/05/imagination- interacts-with-text-words-and-images-in-childrens-picture-books-by-lynn-chen/

Ressy. Stelan pangsi. Diperoleh 11 februari 2015, dari: http://www.koko-ressy.com/detail.php?pid=109

Rinaldo kiki. 2014 (3 Januari). Makalah Psikologi Perkembangan Masa Anak-Anak. Tersedia di: http://kikirinaldo.blogspot.com/2014/01/makalah-psikologi-perkembangan-masa.html

Wongso Andrie. 2008 (8 juni). Nilai Sebuah Kepercayaan. Tersedia di: http://www.andriewongso.com/artikel/aw_artikel/1443/Nilai_Sebuah_ Kepercayaan/


(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Febryan Taufiq

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 15 Februari 1992 Pendidikan : Formal

a. 2007 - 2010

SMA Pasundan 3 Bandung b. 2010 - Sekarang

Universitas Komputer Indonesia

Pengalaman : Freelance Designer untuk Desainer Grafis di Luxy Digital Design, Bandung. (6 Bulan)

Alamat : Jl. Holis No. 319 RT. 02/09 Kelurahan Babakan Bandung

Email : zack_a7x4life@yahoo.com


(6)