Eksistensi Lengser Dalam Upacara Adat Mapag Panganten Di Kota Bandung (Studi Etnografi Mengenai Eksistensi Lengser Di Kota Bandung)

(1)

(2)

EKSISTENSI LENGSER DALAM UPACARA ADAT

MAPAG PANGANTEN DI KOTA BANDUNG

(Studi Etnografi Mengenai Eksistensi Lengser di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

FEBRY VALENTINA NIM. 41808112

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

(4)

iv ABSTRAK

EKSISTENSI LENGSER DALAM UPACARA ADAT MAPAG

PANGANTEN DI KOTA BANDUNG

(Studi Etnografi Mengenai Eksistensi Lengser di Kota Bandung)

Oleh : Febry Valentina

NIM. 41808112

Skripsi ini dibawah bimbingan : Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Eksistensi

Lengser Dalam Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung. Untuk menjawab masalah diatas maka peneliti mengangkat sub fokus Mengakui, Menerima dan Menghargai, untuk mengukur variabel penelitian yakni Eksistensi.

Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan metode etnografi. Data

diperoleh melalui studi pustaka yang terdiri dari dokumentasi dan internet searching, serta wawancara, dan observasi. Informan penelitian adalah masyarakat yang menghadiri upacara adat Mapag Panganten dan pelepasan siswa/i SMP BPI 1 Bandung, sebanyak 4 (empat) orang yang diperoleh melalui teknik accidental dan key informan berjumlah 2 (dua) orang, yang diperoleh melalui teknik purposive. Teknik analisa data adalah reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan evaluasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata masih ada masyarakat

yang menerima kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten maupun upacara-upacara lainnya, selain itu masyarakat juga menerima kehadirannya sebagai tokoh yang menjadi panutan masyarakat Sunda, sehingga dalam setiap acara yang mengundang Lengser baik acara formal maupun informal, kehadiran

Lengser sangat dihargai dan ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

Kesimpulan penelitian bahwa antusiasnya masyarakat dengan

kehadiran Lengser menunjukan bahwa masyarakat mengakui, menerima dan menghargai kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten, sehingga dengan demikian eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten masih tetap bertahan hingga saat ini.

Saran penelitian adalah agar masyarakat Sunda terus melestarikan

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten agar tokoh tersebut tidak hilang tertelan perkembangan zaman, sehingga generasi muda berikutnya masih bisa melihat Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten maupun acara-acara lainnya.


(5)

v

(Ethnography Study About Existencion Lengser in Bandung City)

By : Febry Valentina

NIM. 41808112

This undergraduate thesis is guidance : Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., M.Si

This researched is purpose to get to know how existence Lengser at ceremony adat Mapag Panganten in Bandung City. To answer about that problem so the researcher take a focus sub knowing, accepting and appreciating, to value the researcher variable is existence.

This researched approach is qualitative using a ethnography method. Getting the data by literate study from documentation and internet searching, also interview and observation. Researched informan is people who attend ceremony adat Mapag Panganten and release student SMP BPI 1 Bandung, as much as four people that get by accidental technique and key informan as much as two people that getting by purposive technique. Analysis technique is using data reduction, giving a data, take a result and evaluation.

The researched result show there still a society who accept Lengser presence in adat Mapag Panganten ceremony event in other ceremony, beside that society also accept the presence as prominent which is being figure in Sunda society, so in every ceremony also inviting Lengser event in formal and informal situation event, the presence of Lengser appreciate and waited by the society.

The researched conclusion show that antuasim of society with Lengser presence seing society really admit, accept and appreciate Lengser presence in adat Mapag Panganten ceremony, so then the existencion Lengser in adat Mapag Panganten ceremony still hang on in thue day situation.

The researched suggest for Sunda people keep avvoid Lengser in adat Mapag Panganten ceremony so it will never drowning as long as century. So as a next young generation still can see Lengser in adat Mapag Panganten ceremony or event other ceremony.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Bissmillahirohmanirahim,

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Tidak lupa penulis panjatkan Syalawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabatanya serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Eksistensi Lengser Dalam Upacara

Adat Mapag Panganten Di Kota Bandung (Studi Etnografi Mengenai

Eksistensi Lengser di Kota Bandung)”. Penyusunan Skripsi ini merupakan salah

satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Strata-1 (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas, Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda H. Maryani Yakin dan ibunda tercinta Hj. Yusrowati, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dorongan serta dukungan sepenuhnya kepada penulis, baik moril maupun non moril. Sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan, dan penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang tidak

henti-hentinya mendo’akan penulis.

Dalam melaksanakan Skripsi ini, tidak sedikit penulis mendapatkan kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Allah S.W.T, usaha, semangat, bantuan, dorongan, dukungan serta do’a dari ayahanda


(7)

vii

ingin menyampaikan rasa hormat, terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yth. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A, selaku Dekan FISIP

Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah memberikan pengesahan pada Skripsi ini.

2. Yth. Drs. Manap Solihat, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi

FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung yang memberikan ilmu dan pengetahuan serta telah memberikan pengesahan pada Skripsi ini.

3. Yth. Melly Maulin P, S.Sos, M.Si, selaku Sekretariat Prodi Ilmu

Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung sekaligus sebagai Dosen Wali IK-3 2008 yang telah memberikan ilmu dan semangat kepada peneliti.

4. Yth. Dr. Mahi Hikmat, Drs. M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang

telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi serta memberikan nasehat, dorongan, motivasi, arahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat dan membangun bagi penulis.

5. Yth. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi,

Khususnya Konsentrasi Humas, Ibu Rismawati, S.Sos., M.Si, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si, Bapak Adiyana Slamet, S.IP.,


(8)

viii

M.Si, Bapak Arie Prasetyo, S.Sos., M.I.Kom, Bapak Yadi Supriadi, S.Sos., M.Phil, Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.Si, Bapak Sangra Juliano, S.I.Kom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Ibu

Tine A. Wulandari, S.I.Kom., yang telah memberikan begitu banyak

ilmu bagi penulis selama kuliah di UNIKOM

6. Yth. Astri Ikawati, A.M.Kom dan Rr Sri Intan Fajarini, S.I.Kom,

selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM. Terima kasih atas kesabaran, pengertian dan bantuannya kepada penulis selama kuliah di Unikom.

7. Yth. Ratna Widi Astuti A.Md. selaku Sekretaris Dekan FISIP

Universtas Komputer Indonesia Bandung yang telah membantu semua keperluan penulis sebelum dan sesudah penulis melakukan penelitian ke lapangan.

8. Yth. Seluruh Staf Perpustakan Unikom yang telah memberikan

banyak bantuan kepada penulis dalam mencari referensi buku-buku.

9. Kakak-kakak ku tercinta Yuliana, SE. beserta suami Brig. Pol.

Agus Patra Akbar, Risdianto, SE. beserta istri Maria Fransiska, Amd., Hardiansyah, dan keponakan-keponakan ku tersayang Ratih Ayu Patricia, Hardica Raya Nugraha dan Faqih Akram

Rayyan terimakasih atas semua kasih sayang, do’a serta dukungannya

selama ini baik moril maupun materiil.

10.Untuk Teman Spesial, Randi Sastra Jendra, beserta keluarga,


(9)

ix

Sylvi „kiply‟, Windy „ndul‟, Arif „jurip‟, Yogi „igoy‟ yang telah mendukung, memberikan semangat dan berbagi canda-tawa serta bertukar pikiran kepada penulis selama menyelesaikan Skripsi ini, makasih banyaakkk pleennnd.

12.Untuk sahabat-sahabat ku Rangga “dodoys”, Bogel, terimakasih

atas persahabatannya selama 6 tahun ini, serta dukungan, semangat dan canda tawanya, thank uu massbroo.

13.Kepada sahabat IK 3 angkatan 2008 (Dahniar „nia‟) terimakasih

dukungan dan semangat yang telah diberikan.

14.Dan untuk teman-teman “seperjuangan” di UNIKOM, terutama

IK-Humas 2 „08‟, yang telah mendukung penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

15.Semua pihak yang telah membantu sebelum dan selama

penyusunan Skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis berharap Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, khususnya untuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas Universitas Komputer Indonesia dan pembaca lain pada umumnya. Untuk itu sekiranya penulis mengharapkan dan sangat membutuhkan masukan, saran serta kritik yang dapat membangun dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik lagi demi kesempurnaan Skripsi ini.


(10)

x

Dengan ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan pada Skripsi ini. Semoga dengan semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Bandung, Juli 2012


(11)

xi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ... ABSTRAK ...

ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian ... 1.3.2 Tujuan Penelitian ... 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 1.4.2 Kegunaan Praktis ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

2.1.1 Definisi Komunikasi ... 2.1.2 Fungsi Komunikasi ... 2.1.3 Proses Komunikasi ...

i ii iii iv v vi xi xiv xv xvii 1 10 10 10 11 11 11 13 14 18


(12)

xii

2.1.4 Unsur-unsur Komunikasi ... 2.1.4.1Sumber ... 2.1.4.2Pesan (Message) ... 2.1.4.3Media (Media) ... 2.1.4.4Penerima ... 2.1.4.5Efek (Effect) ... 2.1.4.6Umpan Balik ... 2.1.4.7Lingkungan ... 2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarbudaya

2.1.5.1Definisi Komunikasi Antarbudaya ... 2.1.5.2Fungsi Komunikasi Antarbudaya ... 2.1.5.3Prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya ... 2.1.6 Tinjauan Tentang Eksistensi

2.1.6.1Definisi Eksistensi ... 2.1.7 Tinjauan Tentang Etnografi

2.1.7.1Definisi Etnografi ... 2.1.7.2Elemen-elemen Etnografi ... 2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Teoritis ... 2.2.2 Kerangka Konseptual ...

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Subjek Penelitian

3.1.1 Sejarah Lengser ... 3.1.2 Sejarah Mapag Panganten ... 3.1.3 Pakaian Yang di Kenakan Oleh Lengser ... 3.1.4 Peran Lengser Dalam Proses Upacara Adat Mapag

Panganten ... 3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Desain Penelitian ... 3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

19 20 20 21 21 21 22 22 23 25 28 31 33 34 35 38 41 43 44 46 50


(13)

xiii

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.5.1Lokasi Penelitian ... 3.2.5.2Waktu Penelitian ...

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Identitas Informan dan Key Informan

4.1.1 Identitas Informan ... 4.1.2 Identitas Key Informan ... 4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Pengakuan Masyarakat akan Kehadiran Lengser ... 4.2.2 Penerimaan Masyarakat akan Kehadiran Lengser ... 4.2.3 Penghargaan Masyarakat akan Kehadiran Lengser ... 4.3 Pembahasan ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 5.2.2 Saran Bagi Masyarakat ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...

56 58 58 62 69 73 76 80 83 90 91 92 94 96 181


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upacara adat Mapag Panganten dari masa pertumbuhannya hingga sekarang semakin diminati masyarakat Sunda di Jawa Barat, khususnya Kota Bandung. Hampir di setiap desa maupun kota, baik itu kelas bawah maupun kelas atas, setiap perayaan perkawinan selalu menggunakan upacara adat

Mapag Panganten. Keberadaan seperti ini seakan-akan menjadi suatu keharusan dan menjadi ciri khas salah satu kesenian dari Jawa Barat. Masyarakat Sunda sebagai pendukung upacara adat Mapag Panganten, terus melaksanakan ritual ini sampai sekarang.

Upacara Adat Mapag Panganten merupakan salah satu ritual yang menjadi bagian dari seluruh rangkaian upacara adat perkawinan dalam masyarakat Sunda. Secara etimologi, kata Mapag dalam bahasa Sunda berarti menjemput atau menyambut, dan Panganten berarti pengantin. Dulu upacara adat Mapag Panganten dilaksanakan ketika menyambut kedatangan pengantin pria, karena pada umumnya upacara perkawinan masyarakat Sunda dilaksanakan di kediaman keluarga pengantin perempuan. Akan tetapi sekarang banyak yang menggunakan upacara adat Mapag Panganten setelah selesai acara ijab kabul.

Perkembangan kebudayaan dan atau kesenian tradisi tergantung pada masyarakat pendukungnya, artinya disatu sisi budaya dan kesenian tradisi hidup dan berkembang sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan nilai-nilai


(15)

sosial yang berkembang pada masyarakat secara umum. Upacara adat Mapag Panganten telah dilaksanakan sejak zaman Kerajaan Padjadjaran, sekitar abad ke-14. Pada zaman itu upacara ini hanya dilaksanakan ketika ada putri Raja atau keluarga Kerajaan yang akan menikah. Tidak ada rakyat biasa yang boleh melaksanakan upacara ini. Namun setelah keruntuhan Kerajaan Padjadjaran, upacara-upacara ritual yang tadinya hanya diselenggarakan di lingkungan Kerajaan, mulai dilaksanakan oleh masyarakat biasa.

Menurut salah seorang yang mempelopori upacara adat Mapag Panganten, Wahyu Wibisana, awalnya upacara ini ditujukan untuk upacara penjemputan pejabat pemerintah, yang ternyata mendapat sambutan dari masyarakat dan kemudian dipergunakannya sebagai bentuk upacara penjemputan atau Mapag Panganten. Pada perkembangan selanjutnya, karena upacara ini kwantitasnya semakin tinggi, orang menyebutnya sebagai upacara adat. Padahal apabila ditilik dari latar belakangnya seperti yang telah disinggung di atas, upacara tersebut merupakan sebuah kreasi baru.1

Dalam galura (upacara) adat Mapag Panganten kaya dengan berbagai atraksi seni dan melibatkan banyak seniman. Ada aneka tarian, salah satu nya adalah Tari Merak (Tarian ini menggambarkan gerakan burung merak yang sedang memamerkan keindahan bulu sayapnya yang memiliki gradasi aneka warna), seni karawitan, bodoran (komedi), pelajaran tentang kehidupan yang ditunjukan simbol-simbol kesenian, dan lain-lain. Salah satu yang menarik perhatian dalam upacara adat Mapag Panganten adalah Lengser. Lengser

1


(16)

3

merupakan salah satu tokoh dalam cerita Padjadjaran atau Mundinglaya Di Kusumah. Dalam upacara adat Mapag Panganten, Lengser terdiri dari

Lengser sendiri, Panayagan (pemain musik), Pamaya (penari), dan

Punggawa (prajurit penjaga).

Seperti yang kita ketahui peran Lengser ini biasanya dilakoni oleh seorang pria, kalau pun ada Lengser wanita hanyalah berperan sebagai pendamping Lengser pria. Karena peranannya sebagai sosok panutan masyarakat yang dituakan, dan juga sebagai simbol penasihat dalam pernikahan, maka Lengser lebih sering diperankan sebagai seorang kakek-kakek. Upacara adat Mapag Panganten biasanya tidak berlangsung lama, karena fungsinya hanya untuk menyambut kedatangan kedua mempelai dan mengantarkannya ke kursi pelaminan.

Eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten sudah tidak diragukan lagi, pasalnya dalam setiap pernikahan kita sering menjumpai

Lengser dalam acara tersebut. Lengser tidak hanya kita jumpai didalam acara pernikahan saja, karena ternyata Lengser juga bisa digunakan dalam acara-acara yang lainnya, seperti : khitanan, perpisahan sekolah, penyambutan para petinggi pemerintah daerah, dan lain-lain. Dan kehadiran Lengser sangat ditunggu-tunggu oleh para penonton.

Penelitian mengenai upacara perkawinan adat Sunda sudah banyak sekali dilakukan, namun penelitian yang mengkhususkan tinjauan tentang

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten tampaknya jarang dilakukan, padahal masalah tersebut sangat menarik, sebab nantinya diharapkan dapat


(17)

memperlihatkan bagaimana Eksistensi Lengser Dalam Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan meneliti tentang Eksistensi Lengser Dalam Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung. Dalam upacara adat ini, Lengser berperan sebagai pemimpin upacara memberi tanda kepada para Panayagan (pemain musik), Pamaya (penari),

Punggawa (prajurit penjaga) untuk menjemput pengantin ke pelaminan. Menurut Abidin Zaenal (dalam Hasinta, 2012)2, eksistensi yaitu :

“Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh sebab itu, arti istilan eksistensi analog dengan „kata kerja’ bukan „kata benda’.”

Lain hal nya dengan Conny Setiawan (dalam Rismawaty, 2008 : 29), yang menyebutkan bahwa :

“Manusia hidup antara dua kutub eksistensi, yaitu kutub eksistensi individual dan kutub eksistensi sosial, dimana keduanya amat terjalin dan tampaknya menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dalam diri manusia (individualisasi dan sosialisasi). Pada suatu pihak ia berhak mengemukakan dirinya (Kutub eksistensi individual), ingin dihargai, diakui dan diterima tetapi pada pihak lain ia harus mampu menyesuaikan diri pada ketentuan-ketentuan yang berlaku didalam masyarakat didalam lingkungan sosialnya (kutub eksistensi sosial). Bila kedua kutub ini ada keseimbangan, maka ia akan mencapai suatu kondisi mental sehat.”

Eksistensi berasal dari kata eksis yang awal mulanya adalah kata dari bahasa Inggris exist yang berarti ada, berwujud. Eksistensi adalah perwujudan dari kualitas dan kemampuan seseorang. Eksistensi dapat ditunjukkan atau

2


(18)

5

diperoleh dengan prestasi, karena terkadang tanpa kita perlu tunjukkan eksistensi atau pengakuan diri kita kepada orang lain akan keberadaan kita akan muncul seiring dengan prestasi, hasil yang kita lakukan. Sehingga diri kita dapat menjadi pusat perhatian, dan dapat menarik perhatian orang lain. Seperti hal nya Lengser, dengan gaya nya yang khas Lengser dapat membuat para penontonnya terhibur. Dengan pembawaannya yang berwibawa, dekat dengan masyarakat sehingga Lengser banyak dikenal oleh masyarakat Sunda.

Setiap tokoh pasti memiliki eksistensinya masing-masing, begitu juga dengan Lengser. Dengan sering tampilnya Lengser dalam upacara adat

Mapag Panganten tentu saja masyarakat Sunda sudah mengenalnya. Dengan begitu eksistensi Lengser sudah tidak diragukan lagi.

Kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten sangat ditunggu-tunggu oleh para penontonnya, pasalnya disetiap pertunjukannya

Lengser dapat menarik perhatian para penonton dan menghibur mereka dengan gayanya yang khas. Dengan pembawaan Lengser yang bersahabat, ramah, lucu sehingga Lengser dapat diterima, diakui serta dihargai oleh para penontonnya.

Seperti yang di ungkapkan oleh Conny Setiawan (dalam Rismawaty, 2008 : 29) bahwa seseorang ingin kehadirannya diakui, diterima dan dihargai oleh masyarakat sekitarnya, begitu juga yang dialami oleh Lengser. Tentu saja seorang Lengser ingin kehadirannya diakui, dimana dengan diakuinya

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten ia akan menjalankan kewajibannya untuk membuka acara dengan sukacita, dan totalitas, sehingga


(19)

banyak penonton yang merasa terhibur. Dengan banyaknya penonton yang berpartisipasi untuk melihat Lengser, ini menunjukkan bahwa Lengser

diterima oleh para penonton. Dengan diakui dan diterimanya Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten sudah membuktikan bahwa Lengser dihargai oleh orang-orang disekitar yang melihatnya, penghargaan tersebut dapat diukur dari seberapa banyak orang yang masih memakai Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten maupun di acara-acara lainnya.

Dalam setiap kebudayaan yang salah satunya adalah upacara adat tentunya sangat erat kaitannya dengan komunikasi, karena komunikasi merupakan salah satu proses penghubung untuk berinteraksi. Karena dengan adanya komunikasi kita akan mengetahui tentang sesuatu hal masing-masing antara satu dengan yang lainnya. Menurut Bernard Berelson dan Gary A.

Steiner (dalam Mulyana, 2002 : 62) komunikasi adalah proses transmisi

informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dan sebagainya. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat, kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan.

Interaksi dan komunikasi harus berjalan satu dengan yang lainnya, apakah sudah saling mengenal atau pun belum pernah berjumpa apalagi berkenalan. Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman kebudayaan


(20)

7

sering sekali menemui masalah atau hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.

Menurut Edward T. Hall bahwa komunikasi adalah budaya, dan budaya adalah komunikasi. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara “horizontal” dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma atau nilai-nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu (Lusiana, 2002 : 3)3.

Menurut Carley H.Dood (dalam Lusiana, 2002 : 2)4 intercultural communication is the sending and receiving of message within a context of cultural differences producing differential effects (Komunikasi antarbudaya adalah pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda).

Defenisi di atas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan

3

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3785/1/komunikasi-lusiana.pdf (selasa, 06/03/2012, 16:35)

4

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3785/1/komunikasi-lusiana.pdf (selasa, 06/03/2012, 16:37)


(21)

perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya tetap terhadap proses komunikasi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi. Begitu juga yang terdapat di Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten, dimana para pemain Mapag Panganten

saling berinteraksi satu sama lainnya.

Dalam Lengser yang terdapat di upacara adat Mapag Panganten

termasuk komunikasi antarbudaya. Lengser tidak hanya di nikmati oleh masyarakat Sunda saja, akan tetapi ternyata ada masyarakat yang bukan berasal dari tanah Sunda melihat Lengser tersebut dalam upacara adat Mapag Panganten. Seperti peneliti yang bukan asli dari tanah Sunda, awalnya peneliti aneh melihat Lengser tersebut karena di daerah asal peneliti yaitu Lampung tidak ada upacara adat seperti demikian, karena pada dasarnya setiap daerah mempunyai berbagai macam upacara adat yang tentunya berbeda-beda.

Setelah melakukan wawancara pra penelitian, secara tidak langsung peneliti melakukan komunikasi antarbudaya dengan informan dan key informan, dimana dalam wawancara pra penelitian peneliti ingin mengetahui seberapa eksis Lengser di masyarakat Sunda. Karena seperti yang kita ketahui bahwa Lengser seringkali tampil dalam upacara adat Mapag Panganten

maupun acara-acara yang lainnya.

Menurut A.R. Radcliffe-Brown dan Bronislaw Malinowski (dalam


(22)

9

“Etnografi merupakan kajian khusus yang membahas mengenai kebudayaan suatu daerah. Secara harfiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun.”

Etnografi berkaitan dengan asal-usul ilmu antropologi. Metode etnografi modern seperti yang umum dijalankan orang pada masa kini, baru muncul pada 1915-1925, dan dipelopori oleh dua ahli antropologi sosial Inggris, Brown dan Malinowski (dalam Spradley, 2006 : vii )

Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa, dan di antara makna yang diterima banyak yang disampaikan hanya secara tidak langsung melalui kata-kata dan perbuatan. Sekalipun demikian, di dalam setiap masyarakat, orang tetap menggunakan sistem makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk memahami diri mereka sendiri dan orang lain, serta untuk memahami dunia tempat mereka hidup. Sistem makna ini merupakan kebudayaan mereka, dan etnografi selalu mengimplikasikan teori kebudayaan. (Spradley, 2006 : 3-5).

Penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi, etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi lebih dari itu, etnografi belajar dari masyarakat.


(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Pertanyaan Makro

“Bagaimana Eksistensi Lengser Dalam Upacara Adat Mapag

Panganten di Kota Bandung?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana masyarakat Mengakui kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung?

2. Bagaimana masyarakat Menerima kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung?

3. Bagaimana masyarakat Menghargai kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam mengenai Eksistensi Lengser dalam upacara adat


(24)

11

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian mengenai Eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui masyarakat Mengakui kehadiran Lengser

dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui masyarakat Menerima kehadiran Lengser

dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui masyarakat Menghargai kehadiran Lengser

dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penulis berharap penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan literatur bagi penelitian selanjutnya, sehingga mampu menunjang pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum dan Ilmu Humas khususnya mengenai Eksistensi Lengser dalam upacara adat

Mapag Panganten di Kota Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini memberikan wawasan baru bagi penulis akan berbagai tradisi kebudayaan Sunda yang belum peneliti ketahui,


(25)

khususnya dalam memahami Eksistensi Lengser dalam upacara adat

Mapag Panganten di Kota Bandung.

2. Bagi Akademik

Kegunaan penelitian ini berguna bagi mahasiswa/i Universitas Komputer Indonesia secara umum, dan untuk mahasiswa/i Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas secara khusus diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pengembangan bagi penelitian sejenis untuk masa yang akan datang.

3. Bagi Masyarakat

Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum yakni, ingin memberikan informasi dan pengetahuan mengenai Eksistensi


(26)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Komunikasi

Menurut Deddy Mulyana dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (2003 : 41) :

“Kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication

berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata

communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.”

Para pakar komunikasi mendefinisikan komunikasi secara berbeda, berikut definisi menurut para pakar :

Rogers dan D. Lawrence Kincaid (dalam Cangara, 2008 :

20), menyebutkan bahwa, “Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling

pengertian yang mendalam”.

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (dalam Mulyana,

2003 : 62), mendefinisikan “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan


(27)

menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya”.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa komunikasi memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia baik itu komunikasi secara verbal (langsung) maupun non verbal (tidak langsung).

2.1.2 Fungsi Komunikasi

Menurut Lasswell (dalam Cangara, 2008 : 59), komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Manusia dapat mengontrol lingkungannya

2. Beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada

3. Melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya.

William I. Gorden (dalam Mulyana, 2003 : 5-33)

mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu: 1. Komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja


(28)

15

sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita.Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita.

b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan


(29)

harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan.

2. Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan (emosi) kita. Komunikasi berfungsiuntuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal.

3. Komunikasi Ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage,mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau


(30)

17

perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritual-ritual lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku,bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumentalmempunyai beberapa tujuan umum, yaitu : menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Komunikasi berfungsisebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan-tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.


(31)

2.1.3 Proses Komunikasi

Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja (2004 : 22) menyebutkan bahwa secara linier proses komunikasi sedikitnya melibatkan empat elemen atau komponen sebagai berikut :

1. Sumber atau pengirim pesan atau komunikator, yakni seseorang atau sekelompok orang atau suatu organisasi atau institut yang mengambil inisiatif menyampaikan pesan.

2. Pesan, berupa lambang atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar, angka, gesture.

3. Saluran, yakni sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian atau pengiriman pesan (misalnya telepon, radio, surat, surat kabar, majalah, TV, gelombang udara dalam konteks komunikasi antarpribadi secara tatap muka).

4. Penerima atau komunikan, yakni seseorang atau sekelompok orang atau organisasi/institusi yang menjadi sasaran penerima pesan.

Disamping keempat elemen tersebut diatas (lazim disebut sebagai model S-M-C-R atau Source-Message-Channel-Receiver), ada tiga elemen atau faktor lainnya yang juga penting dalam proses komunikasi yakni :

1. Akibat atau dampak atau hasil yang terjadi pada pihak penerima atau komunikan.


(32)

19

2. Umpan-balik atau feedback, yakni tanggapan balik dari pihak penerima atau komunikan atas pesan yang diterimanya.

3. Noise atau gangguan, yakni faktor-faktor fisik ataupun psikologis yang dapat mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi.

2.1.4 Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan manusia dapat terjadi jika didalamnya ada unsur-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi itu sendiri. Unsur komunikasi itu sendiri terdiri dari berbagai elemen diantaranya adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Prof.

Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc dalam bukunya, kalau unsur-unsur

komunikasi itu dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Unsur Unsur Komunikasi

Sumber : Cangara, 2008

Sumber

Umpan Balik

Efek Penerima

Media Pesan


(33)

Unsur-unsur yang digambarkan oleh Hafied cangara diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :

2.1.4.1 Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia sumber bisa terdiri dari satu orang akan tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok. Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau dalam bahasa inggrisnya disebut

source, sender, atau encoder.

2.1.4.2 Pesan (Message)

Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message,

content, atau information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri.

Cangara (2008 : 24),menjelaskan bahwa :

”Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah

sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau


(34)

21

2.1.4.3 Media (Media)

Media pada proses komunikasi adalah ”Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada

penerima”. (Cangara, 2008 : 25)

Di dalam proses komunikasi media yang digunakan bermacam-macam, tergantung pada konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi tersebut.

2.1.4.4 Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.

Penerima biasanya disebut dengan berbagai macam istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan atau dalam bahasa inggrisnya disebut audience, atau receiver.

2.1.4.5 Efek (Effect)

Efek atau pengaruh, merupakan salah satu bagian dari proses komunikasi. Efek juga dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan antara dua manusia atau lebih.

Menurut De Fleur, 1982 (dalam Cangara, 2008 : 26), yaitu :


(35)

”Perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan

dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap,

dan tingkah laku seseorang”.

Oleh sebab itu, Cangara (2008 : 26) mengatakan,

”Pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang

sebagai akibat penerimaan pesan”.

2.1.4.6 Umpan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk dari pada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik juga bisa berasal dari unsur lain seperti pesan, dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.

2.1.4.7 Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah fakor-fakor tertentu yang dapa mempengaruhi jalannya proses komunikasi. Fakor ini dapat digolongkan atas 4 (empat) macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.


(36)

23

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarbudaya

2.1.5.1 Definisi Komunikasi Antarbudaya

Kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta

buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal.

Kata lain dalam bahasa Inggris yang juga berarti kebudayaan adalah culture, yang berasal dari kata latin colere

yang artinya “mengolah atau mengerjakan” atau dapat diartikan “segala daya dan upaya manusia untuk mengolah alam”. (Riswandi, 2009 : 91)

Menurut Liliweri (2003 : 13), menjelaskan komunikasi antarbudaya sebagai berikut :

“Proses komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Komunikasi antarbudaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses

komunikasi.”

Menurut Philipsen (dalam Prakosa, 2007)6, mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.

6

http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html (kamis, 22/03/2012, 19:22)


(37)

Menurut Stewart L. Tubbs (dalam Bidamalva, 2012)7, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Jadi secara umum kebudayaan dapat diartikan sebagai seluruh cara hidup dalam suatu masyarakat. Upacara adat

Mapag Panganten merupakan salah satu kebudayaan Sunda yang sudah turun-temurun dilakukan, dan Lengser merupakan salah satu yang terdapat di dalam upacara adat tersebut.

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten sangat erat kaitannya dengan komunikasi, karena secara tidak langsung

Lengser melakukan interaksi dengan para penontonnya melalui gerakan tubuhnya. Dalam Mapag Panganten, Lengser

melakukan komunikasi antarbudaya, dimana ada beberapa orang dari penontonnya bukan berasal dari tanah Sunda. Meskipun Lengser tidak berbicara secara langsung, melainkan ia berbicara melalui gerakan tubuhnya yang mungkin banyak orang tidak mengetahui apa makna yang disampaikan oleh

Lengser dalam gerakannya tersebut.

7

http://bidamalva.wordpress.com/2012/03/02/komunikasi-antarbudaya/ (kamis, 22/03/2012, 19:27)


(38)

25

2.1.5.2 Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Menurut Liliweri (2003 : 36-42) dalam bukunya Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya mempunyai dua fungsi, yakni :

1. Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.

a. Menyatakan Identitas Sosial

Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.

b. Menyatakan Integrasi Sosial

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antar kelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah


(39)

satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan.

c. Menambah Pengetahuan

Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antar budaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar

Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada


(40)

27

perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.

2. Fungsi Sosial a. Pengawasan

Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antar budaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan.

Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

b. Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka


(41)

pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh berbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.

c. Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

d. Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.

2.1.5.3 Prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya

Menurut Devito (1997 : 488) dalam bukunya Komunikasi Antarmanusia, menyebutkan bahwa prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya adalah :

1. Relativitas Bahasa

Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa


(42)

29

karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

2. Bahasa Sebagai Cermin Budaya

Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).

3. Mengurangi Ketidak-pastian

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas dalam komunikasi.


(43)

Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.

4. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.

5. Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya

Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah


(44)

31

persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.

6. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Dalam komunikasi antarbudaya, seperti dalam semua komunikasi kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi.

2.1.6 Tinjauan Tentang Eksistensi

2.1.6.1 Definisi Eksistensi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Artinya setiap upacara adat pasti keberadaan atau kehadirannya di akui oleh setiap masyarakatnya, termasuk juga

Lengser.8

Conny Setiawan (dalam Rismawaty, 2008 : 29),

mengemukakan bahwa :

“Manusia hidup antara dua kutub eksistensi, yaitu kutub eksistensi individual dan kutub eksistensi sosial, dimana keduanya amat terjalin dan tampaknya menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dalam diri manusia (individualisasi dan sosialisasi). Pada suatu pihak ia berhak mengemukakan dirinya (Kutub eksistensi individual), ingin dihargai, diakui dan diterima tetapi pada pihak lain ia harus mampu menyesuaikan diri pada ketentuan-ketentuan yang berlaku didalam masyarakat didalam lingkungan sosialnya (kutub eksistensi sosial). Bila

8


(45)

kedua kutub ini ada keseimbangan, maka ia akan mencapai suatu kondisi mental sehat.”

Eksistensi dapat ditunjukkan atau diperoleh dengan prestasi, karena terkadang tanpa kita perlu tunjukkan eksistensi atau pengakuan diri kita kepada orang lain akan keberadaan kita akan muncul seiring dengan prestasi, hasil yang kita lakukan. Sehingga diri kita dapat menjadi pusat perhatian, dan kehadiran kita akan diakui, diterima serta dihargai, seperti hal nya Lengser.

Dalam Mapag Panganten keberadaan dan kehadiran

Lengser dalam upacara tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh para penonton atau tamu undangan, pasalnya para penonton merasa terhibur dengan adanya Lengser. Dengan munculnya

Lengser ditiap upacara adat Mapag Panganten, membuat

Lengser menjadi terkenal dan selalu eksis di mata masyarakat Sunda.

Dari adanya kehadiran seseorang tentunya sangat menarik perhatian orang lain yang ada disekitarnya, apa lagi kalau orang tersebut sudah tidak asing lagi di mata masyarakat, seperti Lengser.


(46)

33

2.1.7 Tinjauan Tentang Etnografi

2.1.7.1 Definisi Etnografi

Etnografi berasal dari kata “ethnos” yang berarti bangsa dan “graphein” yang berarti tulisan atau uraian. Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti tulisan tentang atau mengenai bangsa.

Menurut Brown & Malinowski (dalam Spradley, 2006 : vii), dalam buku Metode Etnografi, bahwa :

“Etnografi merupakan suatu kajian khusus yang membahas mengenai kebudayaan di suatu daerah. Secara harfiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun.”

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa, dan di antara makna yang diterima banyak yang disampaikan hanya secara tidak langsung melalui kata-kata dan perbuatan. Sekalipun demikian, di dalam setiap masyarakat, orang tetap menggunakan sistem makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk memahami diri mereka


(47)

sendiri dan orang lain, serta untuk memahami dunia tempat mereka hidup. Sistem makna ini merupakan kebudayaan mereka, dan etnografi selalu mengimplikasikan teori kebudayaan. (Spradley, 2006 : 3-5)

2.1.7.2 Elemen-elemen Etnografi

Menurut Creswell (dalam Kuswarno, 2008 : 34) dalam buku Etnografi Komunikasi ada enam elemen penting dalam penelitian etnografi, yaitu :

1. Menggunakan penjelasan yang detil.

2. Gaya laporannya seperti bercerita (story telling).

3. Menggali tema-tema kultural, terutama tema-tema yang berhubungan dengan peran (roles) dan perilaku dalam masyarakat tertentu.

4. Menjelaskan “everyday life of person”, bukan peristiwa -peristiwa khusus yang sudah sering menjadi pusat perhatian.

5. Format laporan keseluruhannya merupakan gabungan antara deskriptif, analitis dan interpretatif.

6. Hasil penjelasannya bukan pada apa yang menjadi agen perubahan, tetapi bagaimana sesuatu itu menjadi pelopor untuk berubah karena sifatnya yang memaksa.


(48)

35

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Teoritis

Budaya merupakan suatu hal yang pasti dimiliki oleh setiap daerah yang ada di Indonesia. Kebudayaan disuatu daerah sudah turun-temurun dilakukan, dan sudah menjadi tradisi disetiap daerahnya. Kebudayaan tersebut tentunya ditiap daerah berbeda-beda. Seperti yang sudah dibahas pada tinjauan etnografi, etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Etnografi ada kaitannya dengan eksistensi, dimana eksistensi di miliki oleh setiap kebudayaan. Dengan adanya eksistensi, kebudayaan dapat dikenal oleh masyarakat luas.

Dalam penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana Eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung sebagai studi etnografi mengenai eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung. Seperti yang sudah di bahas di latar belakang masalah dalam bab sebelumnya, peneliti menitik beratkan penelitian pada Eksistensi Lengser dalam upacara adat

Mapag Panganten di Kota Bandung.

Eksistensi merupakan sebuah filsafat yang memandang segala gejala yang berpangkal pada keberadaan (eksistensi) dan titik sentralnya adalah manusia. Terdapat tiga dimensi dalam eksistensi Lengser,


(49)

dimana ketiga dimensi tersebut peneliti jadikan sub fokus dari eksistensi, yaitu : Mengakui, Menerima dan Menghargai.

Berikut adalah penjelasan mengenai sub fokus dari eksistensi :

- Mengakui

Mengakui memang mempunyai arti tersendiri, dimana mengakui adalah wujud nyata dari adanya seseorang yang berada disekitar kita. Dengan mengakui kehadiran orang-orang tersebut, kita dapat mengetahui seberapa eksis mereka atau seberapa terkenalnya mereka.

- Menerima

Menerima merupakan keadaan dimana seseorang menerima kehadiran orang lain yang berada didekatnya. Menerima kehadiran seseorang tentu tidak semudah mengakui kehadirannya, karena jika seseorang tidak menyukai orang lain tersebut, tentu saja ia tidak menerima kehadirannya. Misalkan saja Lengser, para penonton yang melihatnya tentu saja mengakui kehadirannya, akan tetapi belum tentu menerima kehadirannya dalam upacara adat Mapag Panganten. Namun karena pembawaan Lengser yang ramah, bersahabat, dan dapat membuat orang lain yang berada disekitarnya terhibur, maka ia dapat diterima kehadirannya. Dengan adanya penerimaan diri Lengser dapat kita ketahui


(50)

37

seberapa eksis Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

- Menghargai

Menghargai kehadiran seseorang merupakan hal yang dilakukan oleh orang lain atas apa yang dilakukan orang tersebut. Dalam upacara adat Mapag Panganten, Lengser dapat menghibur para penontonnya, sehingga kehadirannya dihargai oleh orang-orang yang melihatnya. Ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang antusias melihat Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten.

Eksistensi atau pengakuan, adalah suatu keadaan dimana orang lain mengakui, menerima dan menghargai diri kita, bukan merupakan wujud abstrak atau materi namun selalu dicari dan dikejar oleh manusia. Dalam penelitian ini dimana orang lain menanti kehadiran

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten, sehingga kita dapat mengukur eksistensi dari Lengser. Dengan kehadiran Lengser dalam upacara adat tersebut tentu saja akan menarik perhatian penonton, sehingga para penonton pun mengakui, menerima, dan menghargai kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.


(51)

2.2.2 Kerangka Konseptual

Eksistensi Lengser Dalam Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung adalah untuk menunjukkan bagaimana keberadaan

Lengser dalam upacara adat ini dapat diakui, diterima, dan dihargai oleh masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti dapat mengetahui seberapa dikenalnya tokoh Lengser ini. Karena disetiap acara pernikahan ataupun acara-acara yang lainnya, tokoh Lengser ini sangat ditunggu-tunggu oleh para penonton. Karena dengan gaya humornya menjadikan Lengser dikenal oleh masyarakat Sunda dan masyarakat luar Sunda.

Seperti yang kita ketahui eksis merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita, dengan diri yang eksis kita dapat diakui, diterima dan dihargai kehadirannya, seperti Lengser. Kehadiran

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten sangat ditunggu-tunggu oleh para penontonnya, dengan ciri khasnya Lengser mampu menarik perhatian para penontonnya, sehingga banyak penonton yang antusias sekali dengan kehadiran Lengser dalam upacara adat tersebut.

Dalam setiap kebudayaan tentunya mempunyai eksistensinya masing-masing, dimana dalam penelitian ini peneliti membagi eksistensi kedalam tiga dimensi yang dijadikan sub fokus, yakni : Mengakui, Menerima dan Menghargai. Pada kerangka konseptual ini peneliti akan mengaplikasikan sub fokus tersebut dengan uraian yang dapat dilihat berikut ini :


(52)

39

Tabel 2.1

Kerangka Pemikiran Konseptual

1. Etnografi mendeskripsikan suatu kebudayaan Mapag Panganten

dalam adat Sunda, dengan tujuan untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli, dimana yang diteliti disini adalah Lengser.

2. Eksistensi suatu keadaan dimana orang lain mengakui dan

menghargai diri kita, yang dalam penelitian ini adalah Lengser. Sumber : Peneliti, 2012

Etnografi

Masyarakat Mengakui Lengser dalam Upacara Adat Mapag Panganten

di Kota Bandung

Masyarakat Menerima Lengser dalam Upacara Adat Mapag Panganten

di Kota Bandung

Masyarakat Menghargai Lengser dalam Upacara Adat Mapag Panganten

di Kota Bandung Eksistensi


(53)

Dalam setiap kebudayaan tentu saja mempunyai eksistensinya masing-masing, begitu juga dengan Mapag Panganten yang di dalamnya terdapat Lengser yang sudah di kenal oleh masyarakat Sunda.

3. Mengakui kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag

Panganten berhubungan dengan pengakuan terhadap diri seseorang dari orang lain.

4. Menerima kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag

Panganten. Penerimaan diri berhubungan dengan bagaimana

Lengser membentuk citra diri yang positif sehingga Lengser dapat diterima oleh masyarakat.

5. Mengakui kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag

Panganten berhubungan dengan seberapa banyak masyarakat yang masih menggunakan Lengser dalam upacara adat tersebut. Artinya, makin banyak masyarakat yang menggunakan Lengser, maka makin eksislah Lengser tersebut, begitupun sebaliknya. Makin sedikit orang yang menggunakan Lengser, maka makin pudarlah eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.


(54)

41 BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

3.1.1 Sejarah Lengser

Setiap penggemar pantun Sunda tentu mengenal betul siapa

Lengser. Dia sering disebut Lengser saja, tetapi juga Si Lengser, Ki Lengser atau Mama Lengser, bahkan Batara Lengser. Lengser adalah orang suruhan Raja. Ia bertugas melaksanakan perintah-perintah Raja ke luar istana.

Tidak di ketahui secara pasti awal mulanya sejarah Lengser ini, namun menurut penuturan keyinforman yang biasa memerankan tokoh

Lengser menyebutkan bahwa Lengser bermula dari syair atau cerita pantun Sunda Mundinglaya Di Kusumah. Lengser ini merupakan sebuah kreasi dan inovasi yang berkembang sesuai perkembangan zaman yang diangkat dari cerita pantun Sunda dan kemudian masuk ke dalam upacara adat Mapag Panganten.9

Pada zaman Kerajaan Padjadjaran, Lengser merupakan salah satu tokoh yang menjadi tangan kanan atau orang kepercayaan dari Prabu Siliwangi. Lengser dipercaya oleh Prabu Siliwangi untuk memberitahu pada masyarakat sekitar apabila akan diadakan suatu

9


(55)

acara atau kegiatan yang berhubungan dengan Kerajaan, dan Lengser

pula lah yang mengatur jalannya acara tersebut.

Gambar 3.1

Lengser

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2012

Menurut Jakob Sumardjo dalam bukunya Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda (2003 : 246), Kata “Lengser” sendiri berarti “turun”. Tentu saja bukan karena tugas Lengser adalah turun dari istana ke luar istana, tetapi “turun” dalam arti yang lebih tinggi. Lengser turun dari dunia atas ke dunia manusia (Panca Tengah).

Lengser merupakan lambang kesatuan yang paling tinggi dan yang paling rendah dalam sistem keberadaan kosmologi Sunda. Dia amat dekat dengan Raja Padjadjaran, tetapi juga sangat dekat dengan


(56)

43

rakyat kebanyakan. Lengser tak pernah sedih dan susah. Selalu gembira dan penuh canda. Dia adalah Sang Sukacita. Maka suasana humor selalu mengiringi munculnya Lengser dalam setiap pertunjukan.

Seperti yang kita ketahui peran Lengser ini biasanya dilakoni oleh seorang pria, kalau pun ada Lengser wanita hanyalah berperan sebagai pendamping Lengser pria. Karena peranannya sebagai sosok panutan masyarakat yang dituakan, dan juga sebagai simbol penasihat dalam Kerajaan Padjadjaran.

3.1.2 Sejarah Mapag Panganten

Upacara Adat Mapag Panganten merupakan salah satu ritual yang menjadi bagian dari seluruh rangkaian upacara adat perkawinan dalam masyarakat Sunda. Secara etimologi, kata Mapag dalam bahasa Sunda berarti menjemput atau menyambut, sedangkan Panganten

berarti pengantin.

Upacara adat Mapag Panganten telah dilaksanakan sejak zaman Kerajaan Padjadjaran, sekitar abad ke-14. Pada zaman itu upacara ini hanya dilaksanakan ketika ada putri Raja atau keluarga Kerajaan yang akan menikah. Tidak ada rakyat biasa yang boleh melaksanakan upacara ini. Namun setelah keruntuhan Kerajaan Padjadjaran, upacara-upacara ritual yang tadinya hanya diselenggarakan di lingkungan Kerajaan, mulai dilaksanakan oleh masyarakat biasa. Bahkan sekarang


(57)

pejabat, acara peresmian gedung, dan acara lainnya. Lengser didalam berbagai acara sangat disenangi oleh masyarakat Sunda, bahkan sangat ditunggu-tunggu kehadirannya.

Menurut salah seorang yang mempelopori upacara adat Mapag Panganten, Wahyu Wibisana, awalnya upacara ini ditujukan untuk upacara penjemputan pejabat pemerintah, yang ternyata mendapat sambutan dari masyarakat dan kemudian dipergunakannya sebagai bentuk upacara penjemputan atau Mapag Panganten. Pada perkembangan selanjutnya, karena upacara ini kwantitasnya semakin tinggi, orang menyebutnya sebagai upacara adat. Padahal apabila ditilik dari latar belakangnya seperti yang telah disinggung di atas, upacara tersebut merupakan sebuah kreasi baru dari upacara adat Mapag Panganten pada zaman Kerajaan Padjadjaran.10

3.1.3 Pakaian Yang di Kenakan Oleh Lengser

Setiap tokoh memiliki ciri khasnya masing-masing, baik itu dari tingkah laku, penampilan dan lain sebagainya. Begitu juga dengan

Lengser, Seperti yang kita ketahui ciri khas dari tokoh Lengser tersebut bisa dilihat dari penampilannya. Lengser seringkali memakai baju

kampret, celana pangsi, totopong dan aksesoris pendukung lainnya. 1. Celana pangsi adalah celana model lebar atau gombyor. Ada juga

yang menyebutnya celana kulot. Ukuran panjangnya biasanya di

10


(58)

45

atas mata kaki. Di bagian pinggangnya menggunakan model serut. Jadi, bisa dikenakan oleh siapapun.

Gambar 3.2

Celana Pangsi

Sumber : http://batikindonesia.com/batik/celana-pangsi-batik-tulis-megamendung-dobel-ungu?ap_id (jumat, 22/06/2012, 09:30)

2. Totopong adalah kain penutup kepala, biasanya bercorak batik yang biasa digunakan para leluhur Sunda terdahulu. totopong

memiliki makna filosofis yakni dapat dimaknai sebagai upaya seseorang mengikat perbuatan baik dalam dirinya. Kepala, dalam budaya masyarakat Sunda, merupakan bagian tubuh terpenting seseorang. Kepala kerap diidentikan dengan kemuliaan yang difitrahkan.


(59)

Gambar 3.3

Totopong

Sumber : http://batikindonesia.com/batik/celana-pangsi-batik-tulis-megamendung-dobel-ungu?ap_id (jumat, 22/06/2012, 09:35)

3.1.4 Peran Lengser Dalam Proses Upacara Adat Mapag Panganten

Awal mulanya Lengser yang berada ditengah-tengah penonton membuka upacara tersebut dengan membaca bismillah, yang kemudian dilanjutkan dengan rajah (yaitu bagian awal cerita biasanya dalam lakon pantun. Sesungguhnya rajah itu berisi puji, permohonan, permintaan izin kepada Yang Agung, kepada Dewata, kepada Leluhur, untuk memohon perlindungan, izin dan permohonan maaf), diteruskan dengan membakar kemenyan yang berfungsi untuk mengusir setan atau

bala yang ada di sekitar tempat acara pernikahan tersebut, kemudian dilanjutkan kembali dengan mempersilahkan para Punggawa (prajurit penjaga) untuk mengawal pengantin kepelaminan, selanjutnya Lengser

Tampak samping Tampak depan


(60)

47

bertugas untuk menetralisir jalan dari penonton yang akan di lalui oleh pengantin sambil dilagukan dan menari, kemudian Lengser

memberikan isyarat kepada pengantin bahwa semuanya sudah siap dan setelah itu Lengser menugaskan pembawa payung dan para Pamaya

sambil menari menyambut pengantin, lalu Lengser mempersilahkan pengantin kepelaminan. Setelah pengantin sampai di pelaminan, langsung dipersilahkan duduk sambil menikmati tarian persembahan, diakhir upacara adat tersebut Lengser berpamitan kepada pengantin sambil mendoakan dengan kawih (syair doa) yang di lagukan.

Gambar 3.4

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten


(61)

Gambar 3.5

Para Pamaya dalam upacara adat Perpisahan SMP BPI 1

Bandung

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2012

Kehadiran Lengser biasanya menjadi sosok yang menarik perhatian penonton atau tamu undangan. Pasalnya dialah yang mengarahkan jalannya upacara tersebut. Begitu rombongan kedua mempelai datang ke gedung atau tempat resepsi, kemudian Lengser

mempersilahkan para Punggawa untuk mengawal pengantin beserta rombongan. Setelah petuah-petuah yang disampaikan oleh Lengser, para Pamaya (penari) yang terdiri dari enam orang kemudian menyambut kedatangan rombongan dengan tarian dan tabur bunga yang diiringi oleh Panayagan (pemain musik).

Pakaian yang dikenakan Lengser biasanya terdiri dari : baju

kampret, celana pangsi dilengkapi dengan sarung yang diselendangkan, dan totopong (ikat kepala). Dengan memperlihatkan giginya yang ompong dan gerakan tari yang lucu, kehadirannya tak pelak selalu


(62)

49

mengundang tawa penonton atau tamu undangan, akan tetapi Lengser

juga terkadang bisa berwibawa.

Berikut isi syair pantun rajah bubuka menurut Dedi Koswara :

Astagfirullohaladzim Asrtagfirullohaladzim Astagfirullohaladzim Astagfirullohaladzim Astagfirullohaladzim Astagfirullohaladzim

Bul kukus mendung

nyambuang ka awang-awang ka manggung neda papayung ka dewata neda maaf

ka pohaci neda suci

Mengawan dupa ke manggung

semerbak ke angkasa raya ke manggung minta pelindung kepada dewata minta maaf kepada pohaci minta suci

Kuring dek diajar ngidung

nya ngidung carita pantun ngahudang carita anu baheula nyilokakeun nyukcruk laku nu rahayu mapay lampah nu baheula

Aku kan belajar ngidung

berkidung cerita pantun membangun cerita dahulu menamsilkan

menyusur perilaku dulu menyusuri perbuatan lama

Pun sapun

ka luhur ka Sang umuhun ka handap ka Sang Nugraha kawula amit rek ngukus ka nu alus lmbut putih ka Pangeran Suryaparat ka Pangeran Karangsipat

Pun ampun

ke atas kepada Sang Rumuhun ke bawah kepada Sang Nugraha

aku permisi akan membakar dupa kepada yang baik lembut putih kepada Pangeran Suryaparat kepada Pangeran Karangsipat

Ka Pangeran Karangsipat Nugraha Ratu nu geuleuh bul kukus ngawitanana canana camaya putih

teges kawula cunduk ka Nu Agung dongkap ka Nu Kawasa mangga saur

Kepada Pangeran Karangsipat Nugraha Ratu yang jijik mengawan dupa mulanya cendana cemara putih jelas aku menyembah Yang tiba kepada Tuhan panggillah Sumber : Dedi Koswara, (kamis, 22/03/2012, 18:23)11

11

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/195906141986011-DEDI_KOSWARA/RACIKAN_SASTRA_BARU/BAB_III_CARITA_PANTUN.pdf (kamis, 22/03/2012, 18:23)


(63)

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi, menurut Bodgan dan Taylor (dalam Moleong, 2000 : 3), penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan didasari oleh orang atau perilaku yang diamati.

Dengan metode etnografi yang menggambarkan bagaimana eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

Menurut Brown & Malinowski (dalam Spradley, 2006 : vii), dalam buku Metode Etnografi, bahwa :

“Etnografi merupakan suatu kajian khusus yang membahas mengenai kebudayaan di suatu daerah. Secara harfiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun.”

Dengan menggunakan metode etnografi yang peneliti lakukan bertujuan untuk dapat menggambarkan eksistensi Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung, sehingga dapat diketahui seberapa eksis tokoh Lengser tersebut.


(64)

51

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

3.2.2.1 Studi Pustaka

Studi pustaka (studi literatur) adalah metode pengumpulan data dari objek (sumber) yang tertulis maupun dokumen atau penjaringan data hasil penelitian yang berhubungan dan sumber data lainnya yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Studi pustaka merupakan salah satu cara mengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara mempelajari buku atau referensi lainnya sebagai penunjang penelitian serta mempelajari data-data tertulis yang dibutuhkan.

Selain itu, studi pustaka dijadikan sebagai pendayagunaan sumber informasi yang terdapat diperpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh rujukan teoritis yang dapat menjelaskan gejala-gejala empiris yang didapat dari lapangan dan berkaitan dengan penelitian. Studi pustaka juga dilengkapi dengan dokumentasi dan internet searching.

1. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1996 : 148) menyebutkan bahwa “dalam memperoleh informasi, kita memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan kertas atau orang (people).”


(65)

Dalam mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan inilah kita telah menggunakan metode dokumentasi.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dokumentasi dapat berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi digunakan untuk memperkuat pada saat waktu wawancara

2. Internet Searching

Dengan perkembangan teknologi saat ini, internet menjadi media informasi untuk mencari atau mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Karena itu peneliti memilih internet sebagai salah satu alat bantu dalam tenik pengumpulan data. Selain itu internet menjadi wadah informasi yang dapat menampung berbagai data termasuk data untuk penelitian ini.

Peneliti menggunakan internet searching dalam penelitian ini, karena dalam internet terdapat banyak informasi, bahan dan sumber data yang beragam dan dinamis yang kemungkinan belum ada dalam bentuk fisiknya dimasyarakat. Dibantu dengan fungsi internet itu


(66)

53

sendiri sebagai media jejaring di seluruh dunia, maka data yang diperoleh pun dapat dibandingkan atau ditambahkan dengan beragam data atau informasi dari daerah, bahkan Negara di dunia.

3.2.2.2 Studi Lapangan

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

“Wawancara mendalam adalah teknik mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam.” (Ardianto, 2010 : 178)

Elvinaro Ardianto menambahkan bahwa

wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Pada wawancara mendalam ini, pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respons informan. Artinya, informan bebas memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Caranya dengan mengusahakan wawancara berlangsung informal seperti sedang mengobrol.

Dengan wawancara mendalam ini, peneliti melakukan wawancara penelitian dengan informan dan


(67)

seberapa eksis dan seberapa diakui, diterima serta dihargainya Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung.

2. Observasi

“Observasi lapangan atau pengamatan lapangan (field observation) adalah kegiatan yang setiap saat dilakukan, dengan kelengkapan pancaindra yang dimiliki sebagai alat bantu utamanya.” (Ardianto, 2010 : 179)

Peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan, dengan cara melakukan pendekatan dengan informan yang ada di lokasi pertunjukan dimana Lengser

bermain, seperti dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi didua tempat, yakni di acara pernikahan dan acara pelepasan siswa/i SMP BPI 1 Bandung, sehingga data mengenai eksistensi Lengser yang peneliti peroleh dapat menjadi lebih lengkap dan dapat diketahui pula bagaimana keberadaan Lengser dimata para penontonnya.

3.2.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik accidental, yaitu teknik penentuan informan yang ditentukan pada saat di lapangan. Oleh karena peneliti menentukan kriteria dasar dari orang-orang yang akan peneliti pilih untuk menjadi


(68)

55

informan dalam penelitian ini. Informan tersebut adalah masyarakat yang melihat upacara adat ini, sehingga dapat diketahui seberapa eksis

Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten di Kota Bandung. Meskipun banyak masyarakat yang antusias melihat Lengser

dalam upacara adat Mapag Panganten dan acara pelepasan siswa/i di SMP BPI 1 Bandung, namun peneliti mendapatkan kesulitan dalam mencari para informan yang akan diteliti, oleh karena itu peneliti membatasi informan yang akan peneliti wawancara.

Sedangkan teknik penelitian yang digunakan untuk key informan

adalah purposive, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud di sini adalah pertimbangan yang peneliti lakukan untuk memilih key informan. Key informan tersebut adalah orang yang benar-benar mengetahui dan memahami tokoh Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten, serta

key informan harus mengetahui makna-makna yang terdapat dalam

Mapag Panganten. Berikut ini adalah tabel data informan dan key informan :

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No. Nama Usia Pekerjaan


(1)

Lokasi Penelitian

Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

observasi di SMP BPI 1 Kota Bandung

dan Hotel Poster

Waktu penelitian dilaksanakan selama 5

bulan. Terhitung dari bulan Februari 2012

sampai bulan Juli 2012. Mulai dari

persiapan, pelaksanaan hingga ke


(2)

Eksistensi Lengser di Kota Bandung tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar yang terus melestarikan Lengser. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang mengakui, menerima, serta

menghargai kehadiran Lengser, sehingga tidak heran jika Lengser masih tetap eksis dalam setiap acara-acara formal maupun informal

Banyaknya masyarakat yang masih antusias melihat Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten, artinya mereka mengakui kehadiran Lengser dalam upacara adat tersebut. Dengan

mengakui Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten berarti masyarakat mengakui

Lengser sebagai warisan asli Sunda yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Padjadjaran.

Mengakui

Semakin banyaknya masyarakat yang antusias menyambut kehadiran Lengser tersebut, itu sudah berarti masyarakat menerima kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten dan acara-acara lainnya. Hal ini dikarenakan kepribadian Lengser yang bisa

membaur dengan masyarakat sekitar, dan dengan sifatnya yang lucu serta berwibawa, sehingga tidak heran banyak masyarakat yang mengagumi dan selalu menanti kehadirannya

dalam setiap acara yang mengundang Lengser

Menerima

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa masyarakat juga menghargai kehadiran Lengser. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat pendukung yang terus menggunakan Lengser dalam setiap acara formal maupun informal, sehingga secara tidak langsung masyarakat telah

melestarikan tokoh panutan dari zaman Kerajaan Padjadjaran tersebut.

Menghargai


(3)

Kesimpulan dan Saran

Agar masyarakat Sunda terus melestarikan Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten agar tokoh tersebut tidak hilang tertelan perkembangan zaman, sehingga generasi muda berikutnya masih bisa melihat Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten maupun acara-acara lainnya.

Saran

Masih banyak masyarakat yang mengakui, menerima dan menghargai kehadiran Lengser dalam upacara adat Mapag Panganten, sehingga dengan demikian eksistensi Lengser dalam upacara adat

Mapag Panganten sudah semakin jelas.

Kesimpulan


(4)

Peneliti dengan ibu Nurlaela

1

Peneliti dengan ibu Lilis

2

Peneliti dengan bapak Eman

3

Peneliti dengan bapak Yedi

(

Lengser

)

4

Peneliti dengan bapak Lili

(Budayawan)


(5)

D

O

K

U

M

E

N

T

A

S

I


(6)

Dokumen yang terkait

Eksistensi diri durmmer indie di Kota Bandung :(studi deskriptif mengenai eksistensi diri drummer indie di Kota Bandung)

1 8 13

Fenomena gaya hidup kelompok skateboard di Kota Bandung : studi deskriptif mengenai gaya hidup kelompok skateboard di Kota Bandung sebagai suatu eksistensi diri

0 6 1

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung)

2 23 79

Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba di Kota Bandung)

5 44 112

Eksistensi Komunitas Cosplay Shinsen Gumi di Kota Bandung(Studi Deskriptif mengenai Eksistensi Komunitas Cosplay Shinsen Gumi di Kota Bandung)

2 11 1

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung)

2 6 1

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adata Moponika (studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Moponika Di KOta Gorontalo)

0 37 82

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo di Kota Bandung)

7 36 104

ANALISIS EKSISTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DI KOTA BANDUNG.

4 9 45

FUNGSI TARI DALAM PROSESI MAPAG PANGANTEN KARYA NYENTRIK PRODUCTION DI KOTA BANDUNG - repository UPI S STR 1202169 Title

0 0 8