Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba di Kota Bandung)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh : Marcelyna NIM. 41809231

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Rumusan Masalah Makro ... 8

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian... 9 1.4 Kegunaan Penelitian


(5)

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis... 10

1.4.2.1 Bagi Peneliti ... 10

1.4.2.2 Bagi Akademik ... 10

1.4.2.3 Bagi Masyarakat ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Relevan ... 12

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Budaya ... 17

2.1.3 Tinjauan Tentang Upacara Adat ... 19

2.1.4 Tinjauan Pernikahan ... 20

2.1.4.1 Definisi Pernikahan ... 20

2.1.4.2 Fungsi Pernikahan ... 20

2.1.5 Tinjauan tentang Interaksi Simbolik ... 22

2.1.5.1 Simbol ... 23

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal ... 24

2.1.6.1 Definisi Komunikasi Verbal ... 24


(6)

2.1.6.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal ... 26

2.1.6.2 Definisi Komunikasi Non Verbal ... 27

2.1.6.2.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal ... 29

2.1.7 Tinjauan Tentang Aktivitas Komunikasi ... 31

2.2 Kerangka Pemikiran... 33

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 37

3.1.1 Pernikahan Adat Batak Toba ... 37

3.1.1.1 Kekhasan Perkawinan Adat Batak Toba ... 39

3.1.1.2 Tahapan Pernikahan Adat Batak Toba ... 40

3.1 Metode Penelitian ... 41

3.2.1 Desain Penelitian ... 41

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 47

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 49

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 52

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian ... 53


(7)

3.2.6.2 Waktu Penelitian ... 53

BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1 Deskripsi Identitas Informan... 59

4.1.1 Identitas Informan ... 59

4.1.2 Identitas Informan Kunci ... 63

4.2 Hasil Penelitian ... 67

4.2.1 Situasi Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba ... 68

4.2.2 Peristiwa Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba ... 71

4.2.3 Tindakan Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba ... 74

4.3 Pembahasan... 77

4.3.1 Situasi Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba ... 78

4.3.1.1 Menyambut Kedatangan Hula-Hula ... 78

4.3.2 Peristiwa Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba ... 79


(8)

4.3.2.2 Menyerahkan Tudu Sipanganon ... 82

4.3.2.2.1 Tipe Peristiwa ... 83

4.3.2.2.2 Topik ... 84

4.3.2.2.3 Fungsi dan Tujuan ... 85

4.3.2.2.4. Setting ... 85

4.3.2.2.5. Partisipan ... 86

4.3.2.2.6.Bentuk Pesan ... 87

4.3.2.2.7. Isi Pesan ... 87

4.3.2.2.8. Urutan Tindakan ... 89

4.3.2.2.9. Kaidah Interaksi ... 90

4.3.2.2.10. Norma-Norma Interpretasi ... 90

4.3.3 Tindakan Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba ... 90

4.3.3.1 Pembagian Jambar ... 91

4.3.3.2 Mempelai Saling Menyuapi ... 92

4.3.3.3 Proses Pengambilan Amplop ... 93

4.3.3.4 Sinamot ... 94

4.3.3.5 Mangulosi ... 96


(9)

4.3.4 Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Adat Btak Toba ... 97

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran ... 100

5.2.1 Saran Bagi Masyarakat Batak Toba ... 100

5.2.1 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 106


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Relevan ... 15

Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian ... 48

Tabel 3.2 Daftar Informan Kunci ... 49

Tabel 3.3 Waktu Penelitian ... 54

Tabel 4.1 Jadwal Wawancara ... 57


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran...36

Gambar 3.1 Penarikan Kesimpulan Kualitatif...50

Gambar 4.1 Informan A.Simarmata...61

Gambar 4.2 Informan J.Limbong...62

Gambar 4.3 Informan M.Simanjorang...63

Gambar 4.4 Informan Kunci A.Sinaga...64

Gambar 4.5 Informan Kunci R.Limbong...66

Gambar 4.6 Informan Kunci S.Nainggolan...67

Gambar 4. 7 Orang tua menjemput kedatangan hula-hula...79

Gambar 4.8 Marsibuhai-Buhai...81

Gambar 4.9 Tudu Sipanganon...82

Gambar 4.10 Tempat Duduk Pihak Wanita dan Pria...86

Gambar 4.11 Pembagian Jambar...91

Gambar 4.12 Mempelai Saling Menyuapi...92

Gambar 4.13 Mempelai Wanita Mengambil Segenggam Amplop...93

Gambar 4.14 Pemberin Ulos Hela...96


(12)

DAFTAR LAMPIRAN - LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Persetujuan Menjadi Pembimbing Skripsi ...107

Lampiran 2 Surat Rekomendasi Sidang...108

Lampiran 3 Berita Acara Bimbingan...109

Lampiran 4 Lembar Revisian Usulan Penelitian...110

Lampiran 5 Transkrip Observasi...111

Lampiran 6 Pengajuan Pendaftaran Ujian Sidang Sidang Sarjana...112

Lampiran 7 Pertanyaan Penelitian...113

Lampiran 8 Biodata Informan...115

Lampiran 9 Biodata Informan Kunci...118

Lampiran 10 Hasil Wawancara...121


(13)

vi

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke khadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Namun atas izin Tuhan YME, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang peneliti terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Peneliti mengucapkan terima kasih dan rasa bangga kepada kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat pada peneliti dan juga memberikan doa serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya penulisan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama Yang Terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah mengeluarkan surat

2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM sekaligus sebagai Dosen Wali IK-6 2009 yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan.


(14)

vii

4. Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis selama melaksanakan bimbingan Skripsi.

5. Bapak Sangra Juliano P., S.,Ikom., M.I.Kom., selaku Dosen Pembina Kemahasiswaan yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan. 6. Khususnya Kepada, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Ibu Ditha Prasanti M.IKom., Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Bapak Yadi Supriyadi S.Sos., M.Phil., Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom., Dr.Drs.H.M.Ali Syamsuddin Amin,S.Ag.,M.Si., Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung. 7. Ibu Retno W., A.Md.,selaku Sekertaris Dekan dan Astri Ikawati,

A.Md, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang selama ini telah banyak membantu dalam mengurus surat perizinan mulai dari kerja praktek sampai akhir masa perkuliahan ini.


(15)

viii

Vida teman-teman terbaiku yang dibanggakan dan yang selalu memberikan motivasi semangat, arahan, membantu ketika kesusahan, keceriaan dan kebersamaan untuk selalu berbagi dalam suka maupun duka. Semangat teman-temanku tahun 2013 kita wisuda. Amin.

10. Teman-Teman IK HUMAS 3 Ayo semangat… teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terus maju pantang mundur ayo IK Humas 3.

11. Teman-Teman Seperjuangan Angkatan 2009 IK Humas 1, IK Humas 2, IK Jurnal 1, & IK Jurnal 2 Ayo semangat…teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terima kasih semuanya. 12. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan


(16)

ix

berarti. Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna dimasa yang akan datang. Amin.

Syalom.

Bandung, Juli 2013 Penulis

Marcelyna NIM.41809231


(17)

102 Bandung

Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Prenada Media Group, Jakarta

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Denzin K, Norman. 2009. Handbook of Qualitative Research, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

E.H Tambunan, 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan Kebudayaannya, Tarsito, Bandung

Effendy, Onong Uchjana. 1994. Ilmu teori & filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti, Bandung

Ibrahim Syukur, 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi, Usaha Nasional, Surabaya

Iman Sudiyat, 1981. Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta

Littlejhon, 2009. Teori Komunikasi “ Theories of Human Communication” ,

Salemba Humanika, Jakarta

Meleong, Lexy.2007. Metode Penelitian Kualitatif . PT Rosdakarya, Bandung

Mulyana, Deddy.2003. Komunikasi Antar Budaya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Mulyana, Deddy.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung


(18)

103

Rajamarpondang, Gultom,D.J .1992. Dalihan Na tolu Nilai Budaya Suku Batak , Armanda, Medan

Raja Na Pogos, 2008

Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. . PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Satori, Djam’an. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung

Soerjono, 1967. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. PT. Gunung Agung, Jakarta


(19)

104 http://berlipro.com/index6.html

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.html http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/602/jbptunikompp-gdl-mauludindw-30053-9-unikom_m-i.pdf

http://female.kompas.com/read/2010/08/18/12331977/makna.dalam.pernikahan.a dat.batak

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/IP-TM4_KOMUNIKASI_VERBAL.pdf

http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-budaya-dan-kebudayaan.html

http://media.kompasiana.com/buku/2011/06/17/perkawinan-adat-batak-toba-373729.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan_Adat_Batak_Toba

http://www.gobatak.com/9-proses-perkawinan-dalam-budaya-batak-toba/ http://titinsetya.wordpress.com/2011/12/07/komunikasi-antar-budaya/ http://gumonounib.wordpress.com/buku-elektronik/etnografi/ (e-book)

http://marintania.blogspot.com/2012/10/acara-adat-pernikahan-batak-toba.html http://eprints.undip.ac.id/17269/1/EVALINA.pdf


(20)

105

Penelitian Relevan

Dinda Ramadhanti NIM. 41808133, Perpustakaan UNIKOM Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Debus Di Kebudayaan Banten (Studi Etnografi Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Debus Di Desa Petir Kabupaten Serang Banten)

Septian Restu Unggara; NIM. 41808037/Ilmu komunikasi UNIKOM:2012 Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya)

Sylviana Uli Fransisca Sihite ,Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara: 2012. Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)


(21)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan paling indah bagi setiap pasangan yang akan menikah. Bagi setiap orang pernikahan merupakan suatu proses pendewasaan diri. Pernikahan merupakan proses menyatukan dua insan manusia menjadi satu. Hal ini merujuk pada pribadi yang berbeda sifat, watak, kepribadian, sikap, latar belakang, menjadi satu bagian utuh dalam mahligai pernikahan untuk membentuk keluarga baru.

Pasangan yang akan melangsungkan pernikahan biasanya melakukan beberapa tahap atau proses pengenalan lebih lanjut antara pribadi yang satu dengan satu yang lain. Sehingga ketika sudah mencapai tingkat hubungan yang matang maka mereka biasanya akan memutuskan untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih serius yakni pernikahan.

Proses penyatuan kedua insan tersebut juga bermuara pada penyatuan keluarga dari masing-masing pasangan yang bersangkutan. Misalnya, keluarga pihak laki-laki dengan pihak keluarga perempuan menjalin secara tidak langsung hubungan keluarga yang dahulu tersekat atau terpisah menjadi satu lantaran proses pernikahan yang telah dijalani.

Hal itu disebabkan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga yang merestui hubungan pasangan tersebut untuk bersatu dalam ikatan pernikahan. Kesepakatan yang dijalin biasanya dilalui dari beberapa tahap atau proses yang


(22)

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk saling mengenal antara satu keluarga dengan yang lain.

Pernikahan memiliki unsur-unsur terpenting di dalamnya, seperti agama dan budaya. Begitu halnya dengan Indonesia yang memiliki beragam suku di dalamnya atau yang biasa disebut dengan multikultur. Unsur budaya tidak dapat dilepaskan dari pernikahan khususnya di Indonesia.

Setiap Budaya mempunyai ciri-ciri khas tertentu, seperti dalam sebuah pernikahan mempunyai ciri khas tertentu di dalamnya, mulai dari acaranya atau ritual yang terjadi pada saat proses upacara pernikahan tersebut, Pernikahan merupakan bagian dari upacara pada suatu Budaya. Hal senada dikatakan E.B. Tylor (1871) dalam E.H Tambunan

“Kebudayaan pada perkembangannya di era globalisasi, seolah dikalahkan oleh adanya kemajuan teknologi yang dapat menghadirkan berbagai macam corak budaya dan setidaknya hal itu yang di rasakan masyarakat pada masa sekarang ini. Namun tidak dapat dipungkiri hal tersebut didukung pula oleh arus globalisasi yang seharusnya diimbangi dengan berkembanganya kebudayaan asli. Walaupun teknologi di era globalisasi ini merupakan faktor dominan dalam kultur kehidupan manusia masa kini dan merupakan ketergantungan yang hebat, budaya pun diartikan sebagai keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta segala kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

Salah satu kebudayaan di Indonesia adalah Suku Batak. Suku Batak mayoritas tersebar di wilayah Sumatera Utara. Suku Batak yang terbagi menjadi beberapa sub suku yakni Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Silindung, Batak Mandailing, Batak Humbang, Batak Angkola, Batak Padang Lawas, Batak Pakpak, Batak Pakpak Bharat.


(23)

Menurut legenda yang dipercayai sebagian masyarakat Batak bahwa suku batak berasal dari pusuk buhit daerah sianjur Mula Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran danau toba, suku batak sebagai salah satu golongan etnis di sumatera sejak dahulu sampai kini selalu menempuh kebudayaannya menurut identitasnya.

Tampaknya modernisasi yang terjadi tidak mengubah kepribadian atau identitas budayanya, karena orang-orang Batak di kota tetap berpedoman pada filsafat leluhur yang tertuang di atas Landasan Dalihan Na Tolu. Hal yang dimaksudkan adalah sebuah demokrasi Batak yang tertua. Begitu teguhnya prinsip yang mengikat batin individu dari setiap orang Batak dengan Dalihan Na Tolu, sehingga mereka baik secara golongan tetap mendasarkan hidupnya pada falsafah itu sejak dahulu hingga sekarang.

Diantara berbagai Suku Batak, Batak Toba memiliki tradisi tersendiri dalam hal pernikahan. Prosesi yang dilakukan pada pernikahan adat Batak Toba memiliki rangkaian acara yang cukup panjang, yakni dilakukan selama satu hari penuh.

Upacara pernikahan adat Batak yang mempunyai ciri khas di dalamnya. Dalam proses upacara adat pernikahan ini terjadi komunikasi antar kedua belah pihak. Upacara pernikahan adat Batak Toba tersebut erat kaitannya dengan studi etnografi. Etnografi merupakan kajian khusus yang membahas tentang kebudayaan atau sistem kepercayaan di suatu daerah.

Adanya penjelasan etnografi dalam buku Metode penelitian komunikasi


(24)

pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi , dan berbagai macam deskripsi kebudayaan.” ( Kuswarno, 2008:32 )

Metode etnografi juga dapat digunakan dalam masyarakat yang kompleks seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat kota yang memiliki kelompok subkultur tersendiri.

Hal ini menjadi istimewa karena terdapat unsur komunikasi yang melatari dan menggerakan tradisi adat pernikahan khususnya pada Suku Batak Toba. Mengenai hal tersebut lebih fokus dibahas dalam ranah komunikasi khususnya etnografi komunikasi.

Engkus Kuswarno dalam bukunya metode etnografi komunikasi juga

mengemukakan bahwa “Etnografi komunikasi melihat perilaku dalam konteks sosiokultural, mencoba menemukan hubungan antara bahasa, komunikasi, dan

konteks kebudayaan dimana peristiwa komunikasi itu berlangsung.” (Kuswarno,

2008:17).Seperti halnya Gumperz dalam Engkus Kuswarno yang menyatakan:

“Perlunya untuk melihat konteks sosial politik yang lebih besar dimana sebuah proses komunikasi berlangsung, karena itu akan mempengaruhi pola komunikasi yang digunakan. Pemolaan dalam kajian etnografi disebut juga sebagai hubungan antara komponen komunikasi dan peristiwa

komunikasi.” (Kuswarno,2008:18)

Pola kajian etnografi ini terjadi di semua tingkat komunikasi yakni masyarakat, kelompok, dan individual. Pada tingkat masyarakat, komunikasi biasanya berpola dari segi fungsinya, kategori bicara, dan sikap dan konsepsi tentang bahasa dan speaker. Suara yang dihasilkan harus dalam urutan bahasa-khusus tapi biasa jika mereka harus ditafsirkan sebagai pembicara bermaksud;


(25)

urutan mungkin dan bentuk kata-kata dalam sebuah kalimat dibatasi oleh aturan tata bahasa, dan bahkan definisi baik wacana terbentuk ditentukan oleh budaya.

Perilaku komunikasi yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu, ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan linguistik, keterampiran interaksi, dan keterampilan budaya, ketiganya disebut sebagai kompetensi komunikasi yang dalam model etnografi disebut juga peristiwa komunikasi yang menghasilakan pemolaan komunikasi.

Seperti yang telah di bahas sebelumnya mengenai etnografi komunikasi, studi etnografi komunikasi merupakan salah satu dari sekian studi penelitian kualitatif, yang mengkhususkan pada penemuan berbagai pola komunikasi yang di gunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur, untuk sampai kepada pemahaman etnografi komunikasi, baik sebagai landasan teori maupun sebagai studi penelitian, sebenarnya berawal dari isu isu dasar yang melahirkannya yaitu Bahasa, Komunikasi, dan Kebudayaan, karena ketiga itulah yang tergambar dalam kajian etnografi komunikasi.

“Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuknya.” ( Kuswarno,2008:10)

Definisi bahasa yang di gunakan oleh para ahli antropologi adalah sandi konseptual sistem pengetahuan, yang memberikan kesanggupan kepada penutur penuturnya guna menghasilkan dan memahami ujaran. Adapun ciri pokok yang membedakan manusia dari spesies lain yang lebih rendah adalah kemampuan untuk melakukan simbolisasi dan berbicara. Adapun pemikiran filsafat yang di


(26)

wakili oleh Susanne Langer, filosofi ini mengatakan bahwa setiap makhluk hidup di dominasi oleh instink, pada manusia instink ini di lengkapi dengan instink untuk memiliki konsep dan simbol terutama bahasa.

Menurut Mead dalam LittleJhon mengatakan:

“Sesuatu yang bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa (dapat juga

berupa gerak tubuh non verbal ketika ada makna yang dibagi) menjadi nilai dari simbol yang signifikan. Masyarakat ada karena ada

simbol-simbol yang signifikan.” (LittleJhon, 2009:233)

Adapun LittleJohn pada buku metode penelitian komunikasi mengatakan bahasa yaitu di artikan :

“Sebagai simbol yang kompleks, karena terbentuk dari proses pengkombinasian dan pengorganisasian simbol-simbol, hingga memiliki arti khusus yang berbeda jika simbol itu berdiri sendiri, karena bahasa menghubungkan simbol-simbol ke dalam proposisi, jadi merupakan refleksi dari realitas, sehingga melalui bahasa, manusia memahami realitas, berkomunikasi, berfikir dan merasakan.” ( Kuswarno 2008 : 3)

Menurut mead dalam littlejhon “ Masyarakat terdiri atas sebuah jaringan

interaksi sosial di mana anggota-anggotanya menempatkan makna bagi tindakan mereka dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol-simbol. Bahkan, institusi institusi masyarakat yang beragam di bangun oleh interaksi manusia yang terlibat dalam institusi-institusi tersebut” ( Littlejhon, 2009 : 234).

Dalam penelitian ini pernikahan adat batak toba memiliki simbol simbol tertentu yang menciptkan kebudayaan tersendiri khususnya dalam upacara adat pernikahan.

Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan dalam simbol- simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial. Menurut Mead dalam Deddy Mulyana, interaksi simbolik adalah kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.


(27)

Aktivitas komunikasi masuk ke dalam ranah etnografi komunikasi. Pada etnografi komunikasi, yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku komunikasi menurut ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi. (Kuswarno, 2008:35).

Hymes dalam buku Engkus Kuswarno, mengatakan bahwa aktivitas komunikasi yakni:

“Aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa -peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi, adalah peristiwa-peristiwa yang

khas dan berulang.” (Kuswarno, 2008:42)

Adapun yang di katakan oleh Hymes pada aktivitas komunikasi memiliki unit-unit diskrit yakni situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. Situasi komunikasi merupakan konteks terjadinya komunikasi. Situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktivitas yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi disana. unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk interaksi, dalam seting yang sama.dan sebuah peristiwa komunikatif dinyatakan berakhir, ketika terjadi perubahan partisipan, adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh. Tindakan komunikatif yakni


(28)

fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan pernyataan yang jelas, tegas, dan konkrit mengenai masalah yang akan diteleliti, adapun rumusan masalah ini terdiri dari pertanyaan makro dan pertanyaan mikro, yaitu sebagai berikut :

1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan inti dari permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba ?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Untuk memudahkan pembahasan hasil penelitian, maka inti masalah tersebut peneliti jabarkan dalam beberapa sub-sub masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana Situasi Komunikatif dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba ?

2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba ?

3. Bagaimana Tindakan Komunikatif dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba ?


(29)

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian

Pada penelitian inipun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian dari penelitian sebagai ranah kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut:

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian dimaksudkan untuk menggambarkan secara mendalam

tentang “Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba”. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini mencapai hasil yang optimal maka terlebih dahulu perlu tujuan yang terarah dari penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Situasi Komunikatif dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba.

2. Untuk mengetahui Peristiwa Komunikatif dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba.

3. Untuk mengetahui Tindakan Komunikatif dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba

4. Untuk mengetahui Aktivitas Komunikasi dalam upacara pernikahan adat batak toba.


(30)

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara teoritis Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai rujukan bagi peneltian selanjutnya sehingga mampu menunjang perkembangan dalam bidang ilmu komunikasi dan menambah wawasan serta referensi pengetahuan tentang Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun hasil penelitian ini secara praktis, diharapkan bisa memberikan suatu masukan atau referensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi pertimbangan. Dan kegunaan secara praktis pada penelitian ini sebagai berikut:

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti sebagai pengetahuan wawasan yang baru dan menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Komunikasi khususnya, yaitu tentang Aktivitas Komunikasi dalam penelitian Etnografi Komunikasi.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Akademik

Penelitian yang dilakukan berguna bagi mahasiswa Unikom secara umum, mahasiswa ilmu komunikasi konsentrasi humas secara khusus sebagai literature terutama pada peneliti yang melakukan penelitian pada kajian yang sama yaitu etnografi komunikasi.


(31)

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

Semoga penelitian ini dapat memberikan kesadaran dan wawasan kepada masyarakat agar lebih tahu nilai-nilai historis yang masih tersimpan di Masyarakat dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba, karena sebagai aset pengetahuan, serta pewarisan budaya bagi generasi mendatang.


(32)

11

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan mengenai penelitian ini, serta study literature, dokumen atau arsip yang mendukung, yang telah dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan pra penelitian.

2.1.1 Penelitian Relevan

Penelitian Relevan adalah referensi yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian Relevan yang dijadikan sebagai bahan acuan antara lain sebagi berikut:

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan secara mendalam tentang Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Untuk menjabarkannya, maka fokus masalah tersebut peneliti dibagi ke dalam beberapa sub-sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dalam upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori subtantif yang diangkat yaitu interaksi simbolik dan pemusatan simbolis. Subjek penelitian adalah masyarakat Kampung Naga yang mengikuti upacara Hajat Sasih sebanyak 5 (lima) orang, terdiri dari 3 (tiga) informan dan 2 (dua) informan kunci yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan, studi kepustakaan, dokumentasi dan internet searching. Teknik uji keabsahan data dengan cara peningkatan ketekunan pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi dan pengecekan anggota. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, Situasi Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat


(33)

Sasih ini bersifat sakral, tempat pelaksanaannya yaitu Sungai Ciwulan, Bumi Ageung serta Hutan yang dikeramatkan. Peristiwa Komunikatif dalam upacara Hajat Sasih yaitu perayaan dalam bentuk ritual khusus yang dilaksanakan satu tahun enam kali berdasarkan hari-hari besar Islam yang bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhurnya, sedangkan Tindakan Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih yaitu berbentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal. Simpulan dari penelitian ini bahwa aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaannya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula. (Septian Restu Unggara; NIM. 41808037/Ilmu komunikasi UNIKOM:2012)

Penelitian ini berjudul Komunikasi Masyarakat Batak Toba dalam Upacara Pernikahan Adat (Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya upacara pernikahan adat Batak Toba di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara dan mengetahui pergeseran simbol yang mungkin terjadi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penelitian yang dilakukan secara terperinci tentang seseorang (individu) atau suatu unit sosial selama kurun waktu tertentu. Metode ini menggunakan analisis deskriptif dan pendekatan induktif dalam menganalisa datanya serta dilengkapi oleh teknik triangulasi untuk mengembangkan validitas data. Lokasi penelitian ini berada di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara dan Medan. Hasil penelitian


(34)

menunjukkan bahwa identitas etnis yang dimiliki oleh informan yaitu sense of belonging yang tinggi, namun pemahaman yang kurang terhadap proses upacara pernikahan adat Batak Toba. Terdapat pergeseran simbol dalam upacara pernikahan adat Batak Toba, namun hal tersebut tidak menjadi hambatan untuk melanjutkan upacara pernikahan adat Batak Toba. Persiapan yang dilakukan oleh masing-masing pasanga berbeda satu dengan yang lainnya sehingga proses yang dilangsungkan juga berbeda. Dalam upacara pernikahan adat Batak Toba, membutuhkan komunikasi yang dilangsungkan dari sebelum pernikahan dilangsungkan sampai akhir pernikahan adat Batak Toba. Kesadaran informan untuk melestarikan nilai budaya Batak Toba dilangsungkan lewat pernikahan dengan istri/suami yang juga berasal dari suku Batak Toba sehingga komunikasi lebih dapat dipahami dibandingkan pernikahan dengan suku lain. (Sylviana Uli Fransisca Sihite , Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara: 2012 )

Adapula untuk mengetahui Makna Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Debus mengetahui makna ekspresi wajah,waktu, ruang/tempat, gerakan, busana dan sentuhan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi dengan informan yang berjumlah lima orang. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi pustaka, dokumentasi, internet searching, dan juga tringulasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa makna komunikasi nonverbal yang ada pada kesenian debus di


(35)

kebudayaan banten antara lain terdapat makna nonverbal pada ekpresi wajah dari kesenian debus yang mengartikan sikap ramah tamah, waktu dimana pada pelaksanaanya kesenian debus tidak harus sesuai dan tidak dibatasi, debus banten hanya dilakukan pada ruangan tertentu seperti dipanggung, makna nonverbal gerakan pula terlihat pada gerakan-gerakan para pemain mulai dari gerakan di Kebudayaan Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pembukaan, gerakan rampak sekar, gerakan berpasangan, dan dilanjutkan pada atraksi debus. makna pada pakaian yang dikenakan para pemain debus memiliki arti kekuatan dan kebersihan hati yang ikhlas. dan yang utama dalam kesenian debus banten adalah bertujuan untuk mempererat tali siratirahim serta menjaga dan melestarikan budaya debus jangan sampai punah. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa makna nonverbal juga ada didalam tradisi dan budaya, yang terdapat dalam kebudayaan yaitu kesenian debus. Dimana setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang berbeda, dan memiliki isi makna yang terkandung didalamnya yang disampaikan melalui Kesenian debus Banten karena tahapan dan prosesnya tidak semua orang mengetahuinya. Akhirnya peneliti menyarankan agar alangkah baiknya kita yang terlahir dari tanah sunda maupun pendatang untuk terus melestarikan debus sehingga debus tidak hilang tertelan zaman. (Dinda Ramadhanti NIM. 41808133, Perpustakaan UNIKOM)


(36)

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Relevan

Aspek

Nama Peneliti Septian Restu Unggara Sylviana Uli Fransisca

Sihite

Dinda Ramadhanti

Universitas Universitas Komputer Indonesia Bandung Universitas Sumatera Utara Universitas Komputer Indonesia Bandung Judul Penelitian Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya)

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada

Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Debus Di Kebudayaan Banten (Studi Etnografi Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Debus Di Desa Petir

Kabupaten Serang Banten)

Jenis Penelitian

Kualitatif Studi Etnografi

Komunikasi Kualitatif Studi Deskriptif

Kualitatif Studi Etnografi komunikasi


(37)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Situasi Komunikatif dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya, Untuk mengetahui Peristiwa Komunikatif dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya, Untuk mengetahui Tindakan Komunikatif dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya.

untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya upacara pernikahan adat Batak Toba di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara dan mengetahui pergeseran simbol yang mungkin terjadi. untuk pembukaan, gerakan rampak sekar, gerakan berpasangan, dan dilanjutkan pada atraksi debus. makna pada pakaian yang dikenakan para pemain debus memiliki arti kekuatan dan

kebersihan hati yang ikhlas. dan yang utama dalam kesenian debus banten adalah bertujuan untuk mempererat tali siratirahim serta menjaga dan melestarikan budaya debus jangan sampai punah.

Hasil Penelitian

Situasi Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih ini bersifat sakral, tempat

pelaksanaannya yaitu Sungai Ciwulan, Bumi Ageung serta Hutan yang

identitas etnis yang dimiliki oleh informan yaitu sense of belonging yang tinggi, namun pemahaman yang kurang terhadap proses upacara pernikahan adat Batak

makna komunikasi nonverbal yang ada pada kesenian debus di kebudayaan banten antara lain terdapat makna nonverbal pada


(38)

dikeramatkan. Peristiwa Komunikatif dalam upacara Hajat Sasih yaitu perayaan dalam bentuk ritual khusus yang dilaksanakan satu tahun enam kali berdasarkan hari-hari besar Islam yang bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk

menghormati leluhurnya, sedangkan Tindakan Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih yaitu berbentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal.

Toba. Terdapat pergeseran simbol dalam upacara pernikahan adat Batak Toba, namun hal tersebut tidak menjadi hambatan untuk melanjutkan upacara pernikahan adat Batak Toba. Persiapan yang dilakukan oleh masing-masing pasanga berbeda satu dengan yang lainnya sehingga proses yang dilangsungkan juga berbeda.

ekpresi wajah dari kesenian debus yang mengartikan sikap ramah tamah, waktu dimana pada

pelaksanaanya kesenian debus tidak harus sesuai dan tidak dibatasi, debus banten hanya

dilakukan pada ruangan tertentu seperti dipanggung, makna nonverbal gerakan pula terlihat pada

gerakan-gerakan para pemain mulai dari gerakan di Kebudayaan Banten. Sumber : Data Peneliti 2013

2.1.2 Tinjauan Komunikasi Antar Budaya

Bila orang awam berfikir tentang budaya, biasanya mereka berfikir tentang cara-cara orang berpakaian, kepercayaan-kepercayaan yang mereka miliki dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka praktekkan. Tanpa menggunakan definisi yang komprehensif, kita dapat mengakui bahwa hal di atas merupakan aspek budaya, tapi definisi tersebut belum menyeluruh, baik dilihat dari sudut teori maupun dari sudut praktek. Kata “budaya”


(39)

berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “kaal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai “ hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal”. Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata “colere” yang artinya adalah “mengolah atau mengerjakan”, yaitu dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah menjadi culture diartikan sebagai “segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Adapun Dalam Buku Dasar-Dasar Komunikasi menurut Lustig dan Koester Intercultural Communication Competence, 1993) :

Komunikasi Antarbudaya adalah suatu proses Komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual, yang dilakukan oleh sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu, memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang di sampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan.

Komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan :

1. Dengan Negosisasi untuk melibatkan manusia didalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema ( penyampaian tema melalui simbol)


(40)

2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi sebuah keputusan dibuat utuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.

3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita

4. Menunjukan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara. ( Liliweri, 2003 : 11)

2.1.3 Tinjauan Tentang Upacara Adat

Berbicara mengenai upacara adat tentunya tidak terlepas dari sebuah bentuk kebudayaan atau juga adat istiadat yang sering dilakukan oleh suatu kumpulan masyarakat di suatu daerah tertentu yang memiliki suatu adat istiadat yang harus dapat di pertahankan secara turun-temurun, karena dapat dikatakan bahwa kebudayaan atau istiadat yang dimilki oleh suatu masyarakat di daerah tertentu merupakan sebuah warisan dari para leluhur yang harus dipertankan sampai seterusnya. Pengertian upacara adat itu sendiri adalah suatu bentuk kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan atau adat-istiadat yang sering dilakukan oleh suatu anggota masyarakat yang ada di daerah tertentu, dapat dikatakan juga merupakan sebuah tradisi yang selalu dilakukan secara turun-temurun atau juga merupakan warisan kebudayan dari para leluhur yang harus dapat dipertahankan, dan juga merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu yang ada disuatu daerah, yang memiliki aturan, dan nilai yang


(41)

sangat sakral yang harus dijunjung dan apabila melanggarnya dengan sendirinya akan mendapat sanksi.1

2.1.4 Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.4.1 Definisi Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan pernikahan sampai ajal menjemput. Semua agama resmi di Indonesia memandang pernikahan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya. Oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua telah selesai bila anaknya telah memasuki jenjang pernikahan.

Menurut Soerojo Wignjodipoero Pernikahan adalah suatu pristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat, sebab pernikahan tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, bahkan keluarga kedua mempelai. 2

2.1.4.2 Fungsi Pernikahan

Adapun fungsi pernikahan menurut Dr. Harold Shryock (seorang anatomi di sekolah Kedokteran Universitas Loma Linda, California, Amerika Serikat) dalam buku E.H Tambunan berjudul Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya, mengemukakan

1

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/602/jbptunikompp-gdl-mauludindw-30053-9-unikom_m-i.pdf

2


(42)

empat dasar kebahagiaan yang dianggap sebagai fungsi fungsi wajar dalam sebuah pernikahan, diantaranya yaitu ;

1. Pernikahan itu dimaksudkan untuk memberi jaminan, baik segi finansial dan emosional. Keinginan hayati manusia yang ingin hidup tenteram, itu pula yang mendorong ia untuk nikah. Di samping itu pula, keinginan untuk mendapat keamanan di bidang finansial, sejahtera dalam ekonomi rumah tangga, seirama dalam membelanjakan uang, setujuan dalam filsafat hidup mendorong ia ingin bersatu dengan pasangan pilihannya.

2. Pernikahan adalah untuk memberikan pertumbuhan rohani dan kultural kepada segenap anggota keluarga. Keluarga itu merupakan bagian kecil dari masyarakat yang membentuk satu negara. Jadi kedalaman rohani dan kultural masyarakat keluarga itu menentukan tingkat masyarakat bangsa. Baik buruknya pengaruh yang tercipta dalam rumah tangga itu sangat menentukan nilai rohani dan kultural masyarakat. Bukankah anak-anak dan tingkat rohani mereka ditentukan pula oleh ibu bapa mereka?

3. Pernikahan adalah untuk meneruskan dan menyebarkan cita-cita, tanggung jawab pribadi dan partisipasi yang menjadikan tulang punggung peradaban bangsa. Dalam usaha inilah ibu bapa harus tetap mempertahankan keutuhan itu dapat dipertahankan, sudah pastilah hal itu akan menyebar ke lingkungan terdekat dari kedua insan itu, mula-mula kepada anak, kemudian kepada tetangga, dan terus kepada lingkungan masyarakat yang lebih luas. Budi luhur yang terbina dalam rumah tangga sangat menentukan generasi manusia pada generasi mendatang. Persiapan-persiapan hidup anak yang akan membentuk rumah tangga kemudian hari mendasari tingkat keluhuran ahlak manusia dalam masyarakat ditentukan dalam cita-cita yang telah tertanam, diperkembang dalam rumah tangga.

4. Pernikahan yang dihubungkan dengan kelangsungan hidup satu bangsa. Kalau ada orang yang berpendapat bahwa pernikahan itu hanyalah untuk sebatas memperbanyak keturunan saja, maka gagalah sebuah rumah tangga guna mencapai tujuan, yakni kebahagiaan. Tetapi banyak orang yang menyadari bahwa sebuah rumah tangga tidak merasakan kebahagian itu kalau di sana tidak terdapat anak yang akan menjadi tumpuan kasih sayang sebagai refleksi kasih sayang suami tehadap istri dan sebaliknya, oleh sebab itu, anak- anak dalam rumah tangga sangat menetukan kebahagiaan sebuah pernikahan. Anak-anak itu kelak yang akan meneruskan perkembangan bangsa. Baik buruknya kehidupan dan pembinaan mereka menentukan hari depan bangsa yang lebih aman.


(43)

2.1.5 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik

Menurut teoritisi interaksi simbolik yang di kutip dari buku Deddy Mulyana, yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif adalah Kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Secara ringkas interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:

1. Individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Ketika mereka mengahadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat mekanis. Tidak pula ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Jadi individulah yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.

2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindak atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindak atau peristiwa itu), namun juga gagasan yang abstrak.


(44)

3. Makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukaan. (Mulyana, 2008: 71-72)

Adapun menurut Blummer dalam buku Engkus Kuswarno interkasi simbolik mengacu pada tiga premis utama, yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu pada mereka.

2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain. dan,

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung. (Kuswarno, 2008:22).

Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia harus lebih kritis, peka, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial, penafsiran yang tepat atas simbol tersebut turut menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan, sebaliknya, penafsiran yang keliru atas simbol dapat menjadi petaka bagi hidup manusia dan lingkungannya.

2.1.5.1 Simbol

Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus menunjukkan tinggi kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis (verbal)


(45)

maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (nonverbal). Simbol membawa pernyataan dan diberi arti oleh penerima, karena itu memberi arti terhadap simbol yang dipakai dalam berkomunikasi. bukanlah hal yang mudah, melainkan suatu persoalan yang cukup rumit. Proses pemberian makna terhadap simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi, selain dipengaruhi faktor budaya, juga faktor psikologis, terutama pada saat pesan di decode oleh penerima. Sebuah pesan yang disampaikan dengan simbol yang sama, bisa saja berbeda arti bilamana individu yang menerima pesan itu berbeda dalam kerangka berpikir dan kerangka pengalaman. Hal ini di dapat dari hasil kerja manusia itu pula, dimana yang menunjukan manusia memiliki keistimewaan sehingga hanya dialah yang dapat menciptakan komunikasi baru yang mampu menyimpan berbagai ide dan gagasan dalam human memory yang pada gilirannya tidak mudah dilupakan. ( Alo Liliweri : 2011 )

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal 2.1.6.1 Definisi Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah salah satu bentuk komunikasi yang ada dalam kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya. Pengertian Komunikasi Verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan atau dengan tertulis. Peranannya sangat besar karena sebagian besar dengan komunikasi verbal ide-ide, pemikiran atau keputusan lebih mudah


(46)

disampaikan secara verbal dibandingkan non verbal. Komunikan juga lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan dengan komunikasi verbal ini.3

2.1.6.1.1 Pesan dan Bahasa dalam Komunikasi Verbal

Pesan yang disampaikan berupa pesan verbal yang terdiri atas kode-kode verbal. Dalam penggunaannya kode-kode-kode-kode verbal ini berupa bahasa. Bahasa adalah seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi kumpulan kalimat yang mengandung arti. Bahasa ini memiliki tiga fungsi pokok, yaitu :

1. Untuk mempelajari tentang segala hal yang ada di sekeliling kita.

2. Untuk membina hubungan yang baik dalam hubungan manusia sebagai makhluk sosial antara satu individu dengan individu lainnya.

3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam perjalanan kehidupan manusia.

Bahasa dapat dipelajari dengan beberapa cara. Hal ini dijelaskan dalam beberapa teori, seperti teori Operant Conditioning, teori kognitif, dan yang terakhir adalah mediating theory.

a. Menurut teori operant conditing bahasa dipelajari dengan adanya stimulus dari luar yang menyebabkan seseorang pada akhirnya

3


(47)

berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh orang yang memberinya stimulan.

b. Dalam teori kognitif bahasa merupakan pembawaan manusia sejak lahir yang merupakan pembawaan biologis. Di sini ditekankan bahwa manusia yang lahir ke dunia berpotensi untuk bisa berbahasa.

c. Mediating theory dikenal dengan istilah teori penengah. Di sini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak hanya sekadar sebagai reaksi dari adanya stimulus dari luar, tapi juga dipengaruhi proses internal yang terjadi dalam diri manusia itu sendiri.

Tanpa bahasa manusia tidak bisa berfikir, bahasalah yang mempengaruhi persepsi serta pola-pola pikir yang ada pada seseorang. Hal tersebut dinyatakan oleh Benyamin Lee Whorf dan Edward Sapir dalam hipotesa yang dibuatnya.4

2.1.6.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal

Dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Komunikan pun dapat memberikan feedback dengan komunikasi verbal pula. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan penggunaan komunikasi verbal ini, kesalahan persepsi komunikasi atau

4


(48)

miss communication dapat diminimalisir. Oleh karena itu, kemampuan dalam berbahasa merupakan bagian yang sangat penting untuk seorang komunikator. Semakin banyak bahawa yang dikuasai maka semakin besar pula potensi untuk menjadi seorang komunikator dan komunikan yang baik untuk mencapai komunikasi efektif yang dibutuhkan dalam kehidupan kita dalam segala bidang.

2.1.6.2 Definisi Komunikasi Non Verbal

Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal juga memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343) menuturkan bahwa :

“Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”. Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension). Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual,


(49)

pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.”(Mulyana, 2007:344)

Serupa juga dengan apa yang diungkapkan T. Hall mengenai silent language terkait komunikasi non verbal, Albert Mehrebian (1981) didalam bukunya “Silent Messages: Implicit Communication of Emotions and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan 55% ekspresi wajah. (Sendjaja, 2004:6.1)

Adapun Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E. Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human Communication: A Theoritical Approach” menawarkan satu definisi tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. (Sendjaja, 2004:6.3-6.4).

Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad (2002:130) menyebutkan bahwa :

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”. (Suranto, 2010:146)

Terlepas dari berbagai definisi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh para ahli, komunikasi non verbal acapkali dipergunakan


(50)

untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal tidak menunjukkan kekuatan pesan maka anda dapat menerima tanda – tanda non verbal lainnya sebagai pendukung. Komunikasi non verbal acapkali disebut : komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata – kata). (Liliweri, 1994:89)

2.1.6.2.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal

Asente dan Gundykust (1989) dalam (Liliweri, 1994:97-100) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya.

Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interpretasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus menggunakan sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap perilaku non verbal melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis (penulis : sosiologi, antropologi, psikologi, etnologi, dan lain – lain) seperti teori sistem, interaksionisme simbolis dan kognisi. Pemaknaan terhadap perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness.

Adapun yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik komunikator baik / buruk, positif / negatif, jauh dekat. Pendekatan yang didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang


(51)

seseorang maupun objek yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif hingga ke negatif.

Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya.

Pendekatan terakhir adalah pendekatan responsiveness yang menjelaskan makna perilaku non verbal sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang berada di sekelilingnya Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu.

Dimensi – dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog dengan pemaknaan verbal daro Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas.

Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya sehingga budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik verbal maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada pertanyaan : bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan pesan non verbal.

Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek – aspek penting yang diperhatikan adalah informasi,


(52)

keteraturan, pernyataan keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu tujuan komunikasi non verbal.

2.1.7 Tinjauan Tentang Aktivitas Komunikasi

Sebagai makhluk sosial kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Dalam pengertiannya Aktivitas komunikasi adalah aktivitas rutin serta otomatis dilakukan, sehingga kita tidak pernah mempelajarinya secara khusus, seperti bagaimana menulis ataupun membaca secara cepat dan efektif ataupun berbicara secara efektif .

Adapun pengertian Aktivitas Komunikasi menurut Hymes dalam buku Engkus Kuswarno adalah aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks yang tertentu pula. (Kuswarno, 2008:42)

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi, perlu menangani unit-unit deskrit aktivitas komunikasi yang memiliki batasan-batasan yang bisa diketahui. Unit-unit analisis yang dikemukakan oleh Dell Hymes (1972), antara lain :

1. Situasi Komunikatif, merupakan konteks terjadinya komunikasi. Contohnya, gereja, pengadilan, pesta, lelang, kereta api, atau kelas disekolahnya. Situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, seperti dalam kereta, bus, atau mobil, atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat


(53)

itu pada saat yang berbeda. Situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktifitas yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi disana.

2. Peristiwa Komunikatif, merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk interaksi, dalam seting yang sama. Sebuah peristiwa berakhir apabila terdapat perubahan dalam partisipan utama, misalnya perubahan posisi duduk atau suasana hening.

(Kuswarno, 2008:41). Analisis peristiwa komunikatif dimulai dengan deskripsi komponen-komponen penting, yaitu :

a. Genre, atau tipe peristiwa (misalnya, lelucon, cerita, ceramah, salam, percakapan).

b. Topik, atau fokus referensi.

c. Tujuan atau fungsi, peristiwa secara umum dan dalam bentuk tujuan interaksi partisipan secara individual.

d. Setting, termasuk lokasi, waktu, musim, dan aspek fisik situasi itu (misalnya, besarnya ruang, tata letak perabot).

e. Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial, atau kategori lain yang relevan, dan hubungannya satu sama lain.

f. Bentuk Pesan, termasuk saluran vokal dan nonvokal, dan hakekat kode yang digunakan (misalnya, bahasa yang mana, dan varietas yang mana).


(54)

g. Isi pesan, mencakup apa yang dikomunikasikan, termasuk level konotatif dan refenesi denotatif atau

h. Urutan tindakakan, atau urutan tindak komunikatif atau tindak tutur, termasuk alih giliran atau fenomena percakapan.

i. Kaidah interaksi, atau properti apakah yang harus diobservasikan. j. Norma-norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum,

kebiasaan kebudayaan, nilai yang dianut, tabu-tabu yang harus dihindari, dan sebagainya.

3. Tindakan Komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal (Kuswarno, 2008:41) makna.

2.2 Kerangka Pemikiran

Etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan bahasa, keterampilan komunikasi, dan keterampilan budaya. Bahasa hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak dikomunikasikan.

Dalam etnografi komunikasi terdapat unsur bahasa yang tidak bisa tepisahakan dalam kajian kebudayaan tersebut. Bahasa menjadi inti dari komunikasi sekaligus sebagai pembuka realitas bagi manusia. Kemudian dengan komunikasi, manusia membentuk masyarakat dan kebudayaannya


(55)

sehingga bahasa secara tidak langsung turut membentuk kebudayaan pada manusia.

Kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang realita yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya, sangat tergantung pada bahasa.

Kaitan antara bahasa, komunikasi, dan kebudayaan melahirkan hipotesis relativitas linguistik dari Edward Safir dan Benjamin Lee Wholf, yang berbunyi “Struktur bahasa atau kaidah berbicara suatu budaya akan menentukan perilaku dan pola pikir dalam budaya tersebut.” (Kuswarno, 2008:9)

Hipotesis tersebut diperkuat oleh pandangan etnografi yang menyebutkan bahwa:

“Bahasa menjadi unsur pertama sebuah kebudayaan, karena bahasa akan menentukan bagaimana masyarakat penggunanya mengkategorikan pengalamannya. Bahasa akan menentukan konsep dan makna yang dipahami oleh masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan pengertian mengenai pandangan hidup yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, makna budaya yang mendasari kehidupan masyarakat, terbentuk dari hubungan antara simbol-simbol atas bahasa.”(Kuswarno, 2008:9) Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuknya.

Pada etnografi komunikasi terdapat pemaknaan terhadap simbol-simbol yang disampaikan secara verbal maupun nonverbal, sehingga


(56)

memunculkan sebuah interaksi yang didalamnya terdapat simbol-simbol yang memiliki makna tertentu.

Pada penelitian ini terlihat ketika proses dalam upacara pernikahan adat batak Toba, dimana terdapat aktivitas komunikasi baik komunikasi verbal dan non verbal, yang khas dan kompleks serta terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi. Peristiwa komunikasi tersebut melibatkan tindakan komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu, sehingga proses komunikasi disini menghasilkan peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang.

Dalam medeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi, maka diperlukan sebuah unit-unit diskrit aktivitas komunikasi tersebut, seperti yang dikatakan oleh Hymes yaitu dengan mengetahui situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.

Seperti di dalamnya terdapat berbagai simbol-simbol yang muncul, ketika masuk ke dalam tempat upacara adat tersebut telah terjadi tindak-tindak komunikatif. Ketika masuk ke dalam tempat acara terdapat berbagai tahapan yang harus dilakukan, dan para tamu dalam menempati tempat duduk harus mengikuti tata letak yang telah ditentukan dari adat batak. Dimana ada tempat yang sudah diatur untuk para tamu dari pihak laki laki dan perempuan. begitu juga simbol simbol yang digunakan ketika proses pernikahan adat batak toba, dari dulu hingga sekarang selalu digunakan, sehingga simbol simbol tersebut sudah menjadi bagian yang harus ada setiap proses pernikahan adat batak toba.


(57)

Dari pemaparan diatas dapat digambarkan tahapan-tahapan model penelitian, seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1

Alur Kerangka Pemikiran

Sumber : Data Peneliti 2013

Etnografi Komunikasi

Kajian Peranan bahasa,budaya,komunikasi dalam perilaku suatu masyarakat Hymes

dalam Kuswarno 2008:22

Aktivitas Komunikasi

Aktivitas khas yang komplek. Hymes dalam

Kuswarno 2008:41 Situasi Komunikatif Konteks terjadinya komunikasi Peristiwa Komunikatif

Unit dasar untuk tujuan deskriptif / termasuk komponen komunikasi Tindakan Komunikatif Fungsi interaksi tunggal Upacara Pernikahan Adat Batak Toba

Interaksi Simbolik

Pertukaran pesan yang menggunakan simbol yang memiliki makna-makna tertentu.

Blummer dalam Kuswarno 2008:22


(58)

37 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Pernikahan Adat Batak Toba

Masyarakat Batak Toba pada umumnya menganut prinsip keturuanan masyarakat Batak Toba adalah Patrilineal, maksudnya garis keturunan dari anak laki-laki. Menurut hukum adat, pernikahan dapat merupakan urusan pribadi, urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, tergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan.1 Pernikahan bagi masyarakat adat Batak Toba adalah sakral dan suci maksudnya perpaduan hakekat kehidupan antara laki laki dan perempuan menjadi satu dan bukan sekedar membentuk rumah tangga dan keluarga.2

Untuk menggambarkan sesuatu yang bersifat sakral dalam pernikahan hanya dapat dilihat; dirasa dari sikap prilaku; dan budaya rasa pernikahan itu sendiri. Budaya rasa yang demikian diwarisi secara rohani dari generasi ke generasi yang menyebabkan pernikahan adat Batak Toba tetap hidup dan dilaksanakan oleh masyarakat adat Batak termasuk mereka yang tinggal menetap di perantauan. Pernikahan pada masyarakat adat Batak Toba adalah tanggungjawab keseluruhan kerabat kedua belah pihak calon mempelai yang pelaksanaannya sesuai dengan falsafah Dalihan Na Tolu sehingga pernikahan adat Batak Toba mempunyai aturan yang lengkap mulai dari meminang, pemberian

1

Iman Sudiyat; Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta,1981

2


(59)

jujur sampai upacara perkawinan. Salah satu ciri khas dari masyarakat adat Batak Toba adalah merantau dan tetap memegang teguh adat istiadat dimanapun dia berada, karena umumnya masyarakat Batak mempunyai ikatan lahir dan batin yang sangat kuat terhadap tanah leluhur.

Pernikahan dalam adat Batak Toba pada asasnya bertujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal untuk mendapatkan anak sebagai penerus garis keturunannya yaitu dari anak laki-laki. Pernikahan juga mempertahankan kehidupan persekutuan setempat/ masyarakat desa dan persekutuan wilayah selaku kesatuan tata susunan rakyat.

Pentingnya inisiasi (masa peralihan) dan peran-peran yang terlibat, pernikahan juga menyangkut aspek ekonomi dengan segala macam kepentingan di dalamnya, termasuk dalam hal perencanaan pesta pernikahan yang akan dilaksanakan. Peranan dasar aspek ekonomi ini, misalnya, tampak jelas dalam menetapkan jumlah uang, pembayaran, pengembalian pembayaran: harga pengantin (sinamot), pembayaran para pelayanan pengantin selama upacara pernikahan berlangsung.

Konsep “pembayaran” dalam pernikahan adat mencakup “pembayaran” oleh pihak pengantin laki-laki. Pembayaran ini bahkan merupakan bagian utama dari pengesahan pernikahan menurut adat Batak Toba. Bila pertukaran ini sudah terpenuhi, maka pernikahan itu menjadi sah dan keluarga yang baru itu sudah mandiri; dan bila sebaliknya yang terjadi, maka pengantin pria harus membaktikan diri untuk keluarga wanita sampai tuntutan nikah ini terpenuhi.,


(60)

artinya yaitu pengesahan suatu pernikahan mencakup seluruh rangkaian “prestasi” : suatu tindakan membayar apa yang dituntut adat / tuntutan adat untuk membayar sesuatu yang berasal dari usaha atau kemampuan seseorang. Dalam upacara pernikahan adat Batak Toba, hal ini dijelaskan dalam tindakan simbolik pembagian makanan, ulos, uang, dan diatas semuanya itu ada tata cara yang dilakukan.

3.1.1.1 Kekhasan Pernikahan Adat Batak Toba

Proses pernikahan dalam adat kebudayaan Batak-Toba menganut hukum eksogami (pernikahan di luar kelompok suku tertentu). Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam masyarakat Batak-Toba: orang tidak mengambil isteri dari kalangan kelompok marga sendiri (namariboto), perempuan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami, dan bersifat patrilineal, dengan tujuan untuk melestarikan jalur suami di dalam garis lelaki. Hak tanah, milik, nama, dan jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis laki-laki.


(61)

3.1.1.2 Tahapan Pernikahan Adat Batak Toba

Semua upacara perkawinan (ulaon unjuk) mempunyai tahapan-tahapan di dalam pelaksanaannya. Berikut adalah tata geraknya:3

1. Memanggil liat ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk. Mengenai tempat duduk di dalam upacara perkawinan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu.

2. Mempersiapkan makanan,

3. Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon

4. Parboru menyampaikan dengke (ikan, biasanya ikan mas), 5. Doa makan,

6. Membagikan Jambar, 7. Marhata adat

8. Pasahat sinamot 9. Mangulosi, dan 10.Padalan Olopolop.

11.Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.

3

http://female.kompas.com/read/2010/08/18/12331977/makna.dalam.pernikahan.a dat.batak


(62)

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan studi etnografi komunikasi, teori subtantif yang diangkat yaitu interaksi simbolik, dimana untuk menganalisis aktivitas komunikasi dalam upacara pernikahan adat batak toba.

Tradisi etnografi komunikasi dalam penjelasannya, memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari interaksi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai mahluk sosial. Ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan linguistic, keterampilan interaksi, dan keterampilan budaya. (Kuswarno, 2008:18).

Dengan demikian tradisi etnografi komunikasi membutuhkan alat atau metode penelitian yang bersifat kualitatif untuk mengasumsikan bahwa perilaku dan makna yang dianut sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui analisis atas lingkungan alamiah (natural setting) mereka.

Menurut David Williams (1995) dalam buku Lexy Moleong menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah” (Moleong, 2007:5)

Adapun pengertian kualitatif lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Denzin dan Lincoln (1987) dalam buku Lexy Moleong, menyatakan:


(63)

“Bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada” (Denzin dan Lincoln dalam Moleong, 2007:5)

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Sebagai bentuk penunjang dari penelitian yang valid tidak hanya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, melainkan informasi-informasi dalam bentuk data yang relevan dan dijadikan bahan-bahan penelitian untuk di analisis pada akhirnya. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan, sebagai berikut :

1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban pertanyaan itu (Moleong, 2007 : 135).

Wawancara juga dimaksudkan untuk memverifikasi khususnya pengumpulan data. Wawancara yang akan dilakukan secara terstruktur bertujuan mencari data yang mudah dikualifikasikan, digolongkan, diklasifikasikan dan tidak terlalu beragam, dimana sebelumnya peneliti menyiapkan data pertanyaan. Wawancara dalam etnografi komunikasi dapat berlangsung selama peneliti melakukan observasi partisipan, namun seringkali perlu juga wawancara khusus dengan beberapa responden. Khusus yang dimaksud adalah dalam waktu dan


(1)

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan – kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari wawancara mendalam, observasi partisipatif patif, dokumentasi, studi pustaka, internet searching. Pada penulisan laporan demikian, peneliti mengananlisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya, mengapa, alasan apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya.

III. PEMBAHASAN

Prosesi yang dilakukan ketika upacara pernikahan adat batak toba berlangsung merupakan suatu warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Pernikahan adat batak ini sejak dulu hingga sekarang masih terus digunakan bahkan masih dipatuhi, seperti mulai tahapan-tahapan yang harus dilakukan, dan suatu simbol yang mempunyai arti tersendiri bagi mereka sampai sekarang tetap mereka pegang teguh.

Ketika manusia berkomunikasi tekadang mereka hanya mengetahui bahwa komunikasi hanya mengobrol dengan lawan bicaranya. Dan kebanyakan orang hanya mengetahui bahwa komunikasi hanya dilakukan dengan teman sekeliling, disini peneliti akan memaparkan hasil dari penelitian tentang aktivitas komunikasi dalam upacara pernikahan adat batak toba.

Dalam keilmuan komunikasi yang semakin hari semakin kaya dengan kajian komunikasinya. Dalam ranah keilmuan, ilmu komunikasi tidak hanya mempelajari suatu interaksi dengan sesamanya, komunikasi juga mempelajari interaksi dengan Tuhan atau leluhurnya yang ditransferkan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti khusus tersendiri bagi mereka atau budayanya tersebut. Situasi yang terjadi ketika peneliti melakukan penelitian pada pernikahan adat batak toba yaitu Situasi Komunikatif dalam Upacara Pernikahan adat batak Toba Setelah melakukan


(2)

wawancara dengan para informan serta hasil observasi langsung ke lapangan, dapat peneliti analisis bahwa situasi komunikatif dalam upacara Pernikahan adat Batak terdapat situasi yang terjadi ketika upacara perikahan adat berjalan, situasi yang sakral dimana pernikahan adat Batak toba dalam pelaksanaannya harus dihadiri oleh tulang atau paman dari sang mempelai dan juga paman dari kedua orang tua mempelai, karena peran tulang atau hula-hula begitu penting bagi masyarakat Batak Toba, maka ketika menyambut kedatangan hula-hula orang tua mempelai menyambut hula-hula dengan penuh rasa hormat dan sakral. Dalam pernikahan Adat Batak Toba terjadi Peristiwa Komunikatif dalam Upacara Pernikahan adat batak toba, Untuk menganalisis peristiwa komunikatif dalam upacara pernikahan adat Batak Toba terdapat beberapa komponen yang perlu diuraikan, yaitu: tipe peristiwa, topik peristiwa komunikatif, tujuan dan fungsi, setting, partisipan, bentuk pesan seperti bahasa yang digunakan, isi pesan dan urutan tindakan, serta kaidah interaksi dan norma-norma interpretasi. Analisis komponen-komponen tersebut dapat menelaah dalam upacara pernikahan adat Batak Toba sebagai peristiwa komunikatif. Peristiwa yang terjadi dalam pernikahan adat batak Toba mempunyai makna dan arti tersendiri dalam masyarakat Batak Toba, seperti yang dikatakan Blummer dalam buku Kuswarno terdapat premis utama dalam interaksi Simbolik yaitu : “Makna itu di peroleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain.” Begitu juga dengan masyarakat Batak Toba mempunyai simbol-simbol yang sudah diartikan dan mempunyai makna tertentu bagi masyarakat Batak Toba. Begitu juga dalam Aktivitas Komunikasi pernikahan adat Batak Toba terjadi Tindakan Komunikatif Tindakan komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal, dalam hal ini peneliti akan membahas serta manganalisis tindakan komunikatif dalam upacara pernikahan adat batak toba,


(3)

berdasarkan hasil dari komponen-komponen yang terdapat dalam peristiwa komunikatif, dikarenakan tindakan komunikatif erat kaitannya dengan komponen-komponen yang terdapat dalam peristiwa komunikatif. Dalam Teori Interaksi Simbolik yang diungkapkan oleh Blummer dalam buku Kuswarno yaitu “Makna-Makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial sedang berlangsung”. Begitu juga dengan Tindakan Komunikatif yang terjadi pada saat pernikahan Adat Batak Toba, Dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam Upacara Pernikahan Adata Batak Toba, masyarakat tersebut melakukan tindakan seperti mangulosi atau memberikan ulos sejenis kain bata kepada pengantin, dalam tindakan tersebut, simbol dan tindakan yang dilakukan sebagai makna bahwa kedua mempelai yang sudah mempunyai keluarga baru menjadi keluarga yang selalu ingat dan berpegang teguh akan adat Batak Toba.

IV SIMPULAN

1. Situasi Komunikatif yang terjadi saat upacara pernikahan adat batak toba cukup lama prosenya, karena terdapat tahapan proses-proses yang harus di jalankan, dimana dalam setiap tahap pelaksanaannya terdapat banyak keluarga dari pihak mempelai wanita dan pria yang ikut serta dalam berjalannya proses pernikahan,

2. Peristiwa Komunikatif Upacara pernikahan adat batak toba bermula dari nenek moyang atau leluhur yang sudah menjalankan pernikahan adat batak toba dengan cara mereka, sehingga masyarakat toba menggunakan tata cara pernikahan adat batak toba tersebut hingga sekarang.

3. Tindakan Komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal, bentuk perintah dan pernyataan yang ada bahwa upacara


(4)

pernikahan adat batak toba dilaksanakan karena aturan adat dan kebiasaan hidup nenek moyang yang diwariskan kepada mereka secara turun temurun. bentuk perilaku non verbal yang terdapat dalam upacara pernikahan adat batak toba ketika pemberian ulos hela dari orang tua mempelai wanita untuk mempelai, terkhususkan untuk menantunya ini agar menjaga anak wanitanya ini dengan baik, dan dengan ulos ini sebagai makna untuk menghangatkan keluarga baru mereka dan kelak berada di kota lain agar tetap menjaga Adatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alo liliweri, 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Prenada Media Group, Jakarta Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Denzin K, Norman. 2009. Handbook of Qualitative Research, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta

E.H Tambunan, 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan Kebudayaannya, Tarsito, Bandung

Effendy, Onong Uchjana. 1994. Ilmu teori & filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti, Bandung

Ibrahim Syukur, 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi, Usaha Nasional, Surabaya

Iman Sudiyat, 1981. Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta

Littlejhon, 2009. Teori Komunikasi “ Theories of Human Communication” , Salemba Humanika, Jakarta

Meleong, Lexy.2007. Metode Penelitian Kualitatif . PT Rosdakarya, Bandung


(5)

Mulyana, Deddy.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran, Bandung

Punguan Saurdot. Mangalap Boru. Jakarta

Rajamarpondang, Gultom,D.J .1992. Dalihan Na tolu Nilai Budaya Suku Batak , Armanda, Medan

Raja Na Pogos, 2008

Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. . PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Satori, Djam’an. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung

Soerjono, 1967. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. PT. Gunung Agung, Jakarta Tigor Edward, 2003. Toba Samosir . Sumatera Utara

Internet

carapedia.com/budaya_falsafah_batak_info1897.html, tanggal 19 April, Jam 10.16 http://berlipro.com/index6.html

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.html http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/602/jbptunikompp-gdl-mauludindw-30053-9-unikom_m-i.pdf

http://female.kompas.com/read/2010/08/18/12331977/makna.dalam.pernikahan.adat.bat ak

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/IP-TM4_KOMUNIKASI_VERBAL.pdf

http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-budaya-dan-kebudayaan.html

http://media.kompasiana.com/buku/2011/06/17/perkawinan-adat-batak-toba-373729.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan_Adat_Batak_Toba


(6)

http://titinsetya.wordpress.com/2011/12/07/komunikasi-antar-budaya/ http://gumonounib.wordpress.com/buku-elektronik/etnografi/ (e-book)

http://marintania.blogspot.com/2012/10/acara-adat-pernikahan-batak-toba.html http://eprints.undip.ac.id/17269/1/EVALINA.pdf


Dokumen yang terkait

Upacara Adat Peutron Anuek (Studi Etnografi Mengenai Adat Peutron Anuek Pada Masyarakat Aceh Di Desa Perlak Asan Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie)

9 149 113

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Temanten Pada Pernikahan Adat Jawa Timur (Studi Etnografi Komunikasi mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Temanten Pada Pernikahan Adat Jawa Timur di Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik)

1 30 90

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung)

2 23 79

Aktivitas Komunikasi Dalam Tradisi Nyawer Pada Proses Pernikahan Adat Sunda di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Tradisi Nyawer Pada Proses Pernikahan Adat Sunda di Kota Bandung)

2 70 112

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Temanten Pada Pernikahan Adat Jawa Timur (Studi Etnografi Komunikasi mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Temanten Pada Pernikahan Adat Jawa Timur di Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik)

6 39 90

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Mapag Panganten di Kota Bandung)

2 6 1

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adata Moponika (studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Moponika Di KOta Gorontalo)

0 37 82

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Babarita (studi etnografi komunitas mengenai aktivitas komunikasi dalam upacara adat babarit Di Desa Sagarahiang Kabupaten Kuningan)

7 65 99

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo di Kota Bandung)

7 36 104