Perancangan Media Promosi Perhiasan Khas Suku Aceh Sebagai Warisan Nasional

(1)

฀aporan Pengantar Tugas Akhir

฀ERANCANGAN MEDIA INFORMASI ฀ERHIASAN KHAS SUKU ACEH MENJADI SALAH SATU WARISAN NASIONAL

DK 38315/ TugasAkhir Semester II 2013-2014

Oleh :

T. Odi Muda 51909291

฀rogram Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOM฀UTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

฀i ฀AFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS………..ii

SURAT KETERANGAN HAK EKSKLUSIF………iii

KATA PENGANTAR………iv ABSTRAK………v ฀BSTR฀CT……….vi ฀AFTAR ISI……….vii ฀AFTAR GAMBAR………...………viii KOSAKATA/GLOSSARY………...ix

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah...1

I.2. Identifikasi Masalah...2

I.3. Rumusan Masalah...2

I.4. Tujuan Penelitian...3

Bab II Sejarah Perhiasan-Perhiasan Khas Suku Aceh II.1. Sejarah Perhiasan-Perhiasan Khas Suku Aceh...4

II.2. Perhiasan khas Suku Aceh saat ini ...6

II.2.1 Perhiasan Pinto Aceh...7

II.2.2 Perhiasan Keuresang/ Kerosang/ Kerongsang/ Bros ...15

II.2.3 Perhiasan Patam Dhoe ...15

II.2.4 Perhiasan Subang Aceh ...16

II.2.5 Perhiasan Simplah ...17

II.2.6 Perhiasan Gleueng Gaki (Gelang Kaki) ...17

II.2.7 Culok Ok (Tusuk Konde)...18

II.3 Penyebab ketidaktahuannya masyarakat tentang Perhiasan Aceh...18


(3)

II.4.1 Tinjauan Analisis ...19

II.5. Solusi Permasalahan ...21

II.5.1 Media Buka Informasi Mini...21

II.5.2 Tujuan Pembuatan Buku Informasi ...22

II.5.3 Target Sasaran dari Informasi ...22

II.5.4 Data Primer ...22

Bab III Strategi Perancangan dan Konsep Visual III.1. Strategi Perancangan...26

III.1.1. Target Audience...26

III.1.2. Strategi Komunikasi...28

III.1.3. Strategi Kreatif...29

III.1.4. Strategi Visual...29

III.1.5. Strategi Media...29

III.2. Konsep Visual...30

III.3. Pemilihan Media ...33

Bab IV Teknis Produksi Media IV.1฀ Proses Perancangan Media Buku Informasi Perhiasan Khas Aceh...34

IV.2. Media Utama...38

IV.2.1.Buku Informasi Perhiasan Khas Suku Aceh...38

IV.3. Media Pendukung ...39

IV.3.1. Brosur...40

IV.3.2. Poster...41

IV.3.3. Mini X-banner ...41

IV.3.4. Sticker...42

IV.3.5. Pin...43

IV.3.6. Gelas/Mug ...43


(4)

8


(5)

฀฀

฀AFTAR PUSTAKA

Buku:

Bahany, Nab, A.s., (2012) ฀enyelamat Warisan Budaya. Banda Aceh, :Yayasan Pendidikan Haji Keuchik Leumiek.

Interview:

201฀ ( 1฀ Juni) Rizaldi, Akbar. Interview. Anggota KAMABA 201฀ (26 Juni) Hernita, Maia. Interview. Anggota KAMABA. Website:

Atjehcyber Team. 2011 ( 11 Nov ) “฀into Aceh”, Sang ฀rimadona ฀erhiasan. Tersedia di: http://www.atjehcyber.net/2011/11/pinto-aceh-sang-primadona-perhiasan.html [ 25 Mei 201฀ ]

Borel, F. 199฀. The Splendor of Ethnic Jewelry from the Colette and Jean-Pierre

Ghysels Collection. Tersedia di: http://id.wikipedia.org/wiki/perhiasan [16 Januari

201฀.]

Hokky Saavedra. 2012 ( 26 November ) Motif ฀intu Aceh฀Tersedia di: http://budaya-indonesia.org/Motif-Pintu-Aceh/

WB, Gallery. ฀erhiasan khas Aceh 2012 Tersedia di:

http://galleryaceh.blogspot.com/2012/02/perhiasan-khas-aceh.html [ 2013 ]


(6)


(7)

(8)

฀IWAYAT HIDUP

Nama : T. Odi Muda

NIM : 51909291

Tempat Tanggal Lahir : Banda Aceh , 25 Agustus 1987

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Jurusan : Desain Komunikasi Visual

Jenjang : Strata 1

Fakultas : Desain Dan Seni

Alamat : Desa Prada Kecamatan Lamgugob. Jln. Prada 1

Lr. Cendana No.06 Kota Banda Aceh

Contact : 081360611118


(9)

฀iwayat Pendidikan

Tahun Pendidikan

1995-2000 SDN 65 Lampineung, Banda Aceh

2001-2003 SMPN 6 Lampineung, Banda Aceh

2004-2006 SMN Negeri 4 Lampineung, Banda Aceh 2009-2014 Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM)


(10)

฀v

฀ATA PENGANTAR

Puj฀ dan Syukur penul฀s haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah member฀kan kesempatan kepada penul฀s agar dapat menyelesa฀kan Tugas Akh฀r ฀n฀, karena d฀ber฀kan kesempatan untuk menul฀skan dan memaparkan satu pen฀nggalan kebudayaan yang menjad฀ c฀r฀ khas Suku Aceh. Dengan waktu yang telah terlewat฀ saat pengerjaan Tugas Akh฀r ฀n฀. Kebudayaan merupakan adaptas฀ manus฀a terhadap l฀ngkungan d฀mana d฀a berada dan yang telah d฀adaptas฀kan, kebudayaan yang ada nant฀nya akan terus ada ataupun tergant฀kan oleh kebudayaan yang telah d฀komb฀nas฀kan atau mungk฀n tergant฀kan oleh budaya la฀n. Dengan perkembangan teknolog฀ ฀nformas฀ yang ada semoga t฀dak menjad฀kan kebudayaan yang telah ada menjad฀ pudar, malah harus b฀sa menjad฀ leb฀h d฀kenal bahkan meluas h฀ngga ke luar daerah atau bahkan ke luar neger฀.

Tugas Akh฀r ฀n฀ menjelaskan pent฀ngnya mewar฀skan kebudayaan, sebaga฀ kekayaan yang d฀ m฀l฀k฀ Nusantara ฀n฀. Kebudayaan yang d฀angkat dalam Tugas Akh฀r ฀n฀ adalah perh฀asan-perh฀asan khas suku Aceh yang mana juga merupakan salah satu war฀san kebudayaan yang menjad฀ salah satu c฀r฀ khas dar฀ keberagaman yang ada pada Neger฀ Bh฀neka Tunggal Ika ฀n฀.

Akh฀r kata, kepada khalayak pembaca, penul฀s mengharapkan kr฀t฀k dan saran pada penel฀t฀an ฀n฀, untuk kesempurnaan kebudayaan Negara Indones฀a.

Bandung, 10 Jun฀ 2014 Teuku Od฀ Muda


(11)

35 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Proses Perancangan Media Buku Informasi tentang Perhiasan Khas Aceh

Proses awal perancangan media informasi berupa buku Perhiasan Khas Suku Aceh adalah melakukan proses divergen atau analisi data. Setelah semua didapatkan, maka barulah melakukan proses konvergen atau mengolah data untuk mencari keunikan dan keindahan. Demi pencapaian intuisi cita rasa yang tinggi penulis memakai konsep gambar dengan teknik rendering.

Tahap 1

Tahap awal adalah membuat sebuah sketsa konsep untuk cover dan isi buku. Konsep cover membuat suatu visual transisi dari ilustrasi ke proses modeling dengan memunculkan sedikit penjelasan tentang perhiasan khas suku Aceh tersebut.


(12)

36

Gambar 4.2 Sketsa Tangan Isi Buku

Tahap 2

Tahap selanjutnya adalah proses tracing dan modeling dari perhiasan yang telah dikumpulkan dengan menggunakan software adobe photoshop/ adobe illustrator.

Gambar 4.3 Proses Tracing dan Modeling Cover Buku


(13)

37 Tahap 3

Setelah proses modeling untuk melanjutkan ke proses editing dan layout. Sofware yang digunakan adalah Adobe Photoshop.


(14)

38


(15)

39 IV.2 Media Utama

IV.2.1 Buku InformasiPerhiasanKhas Aceh

Media utama yang dipakai di dalam perancangan media informasi ini adalah buku, dengan memberikan penjelasan akan perhiasan-perhiasan khas Aceh tersebut.

Spesifikasi:

Media : Buku Informasi

Ukuran : 18x22 cm

Material Cover : Art Paper260 Gram/ LaminasiDoff Material Isi Buku : Art Paper 150 Gram

Cetak : Offset printing


(16)

40

Gambar 4.8 Isi Buku

IV.3 Media Pendukung IV.3.1 Brosur

Brosur adalah media informasi yang disediakan untuk memberitahukan tentang apa yang mesti diketahui oleh masyarakat agar mendapatkan informasi sesuai dengan pihak komunikator coba sampaikan kepada audience. Ukuran brosur ini berukuran 29,7 cm x 21 cm dengan bahan art paper dengan laminasi doff agar lebih menonjolkan kesan classic dan elegan pada desain tersebut.


(17)

41 IV.3.2 Poster

Poster yang digunakan berukuran A3, 42 cm x 29.7 cm, dan menggunakan bahan kertas Art Paper 260 gram dengan teknis produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.11 Poster

IV.3.3 Mini X-Banner

Mini x-banner yang akan diletakkan pada counter-counter toko buku yang memiliki ukuran 25cm x 40cm, menggunakan bahan flexi korea dengan format warna CMYK. Desain mini x-banner ini tidak jauh dengan cover yang berisikan sedikit pemaparan akan perhiasan khas yang menjadi salah satu cirri khas kebudayaan Aceh pada masa silam.


(18)

42

Gambar 4.11 Mini X-banner

IV.3.4 Sticker

Media yang kecil dan sederhanana muncukup penting sebagai merchandise yang dapat disandingkan bersamaan dengan brosur yang diberikan kepada pengunjung, dengan ukuran 21 cm x 7,5 cm menggunakan kertas sticker Graftec dengan format warna CMYK.


(19)

43 IV.3.5 Pin

Sebagai bonus merchandise menggunakan bahan plastic berdiameter 4cm dengan teknik produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.13 Gambar Pin

IV.3.6 Gelas / Mug

Ukuran gelas yang digunakan mempunyai tinggi 9,5cm dengan diameter lingkarannya 7,5cm. Gelas ini dibuat dengan gambar yang berukuran diemeternya 20cm x 8.5cm, menampilkan beberapa rangkaian perhiasan yang disusun dalam satu rangkaian.


(20)

฀A฀ II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sejarah Perhiasan-Perhiasan Khas Suku Aceh

“Perhiasan adalah sebuah benda yang digunakan untuk merias atau mempercantik diri. Perhiasan biasanya terbuat dari emas ataupun perak dan terdiri dari berbagai macam bentuk mulai dari cincin, kalung, gelang, liontin dan lain-lain. Biasanya perhiasan diberikan untuk hadiah. Perhiasan mempunyai bentuk beragam mulai dari bulat, hati, kotak,dan lain lain. Perhiasan biasanya berasal dari bahan tambang”. (฀ttp//:id.wikipedia.org/wiki/per฀iasan)

Setiap suku di dunia ini punya pakaian adat tersendiri. Itu menjadi ciri khas yang membedakan antara satu suku dengan lainnya. Misalnya pakaian adat suku Jawa berbeda dengan pakaian adat suku batak atau dengan pakaian adat orang Minang. Bagaimana pula bentuk pakaian adat Aceh. Pakaian adat Aceh baik yang digunakan kaum perempuan atau kaum lelaki, memiliki bentuk sendiri meskipun coraknya sama. Yang membedakannya adalah perlengkapan, baik itu pakaian adat resmi maupun yang digunakan keseharian.

Untuk pakaian adat yang dikenakan kaum laki-laki berwana hitam. Warna hitam bagi masyarakat Aceh bermakna kebesaran adat. Maka bila seseorang mengenakan baju dan celana hitam berarti orang tersebut dalam pandangan masyarakat Aceh sedang memakai pakaian kebesarannya. Ini bedanya dengan masyarakat di daerah lain, bila memakai pakaian warna hitam, itu bisa berarti mereka sedang berkabung karena sesuatu musibah yang dialaminya.

Di Aceh, jika seorang pengantin laki-laki Aceh (linto baro), secara adat ia diwajibkan memakai pakaian warna hitam dan tidak dibolehkan memakai pakaian warna lain. Begitu juga jika akan menghadiri upacara-upacara kebesaran resmi lainnya, kaum laki-laki Aceh diharuskan mengenakan pakaian berwarna hitam. Kecuali bila menghadiri acara-acara yang tidak resmi, itu bisa saja mengenakan pakaian warna lain.


(21)

5

Kenyataan sekarang ini pakaian adat itu tak lagi diperhatikan. Kita menjumpai penggunaan pakaian adat Aceh yang tidak lagi menurut adat itu sendiri; baik dari segi warna penyematan atribut (perhiasan) maupun tatacara menggunakannya. Misal, pemberian motif sulaman kasap pada bagian depan baju (bagian dada) dengan sulaman warna emas yang hampir penuh sampai ke leher baju. Motif seperti itu sebetulnya tidak perlu, karena pakaian (baju) adat Aceh telah dihiasi dengan atribut lain, seperti Ija Seumadah yang dilengkapi dengan Boh Ru, ayeum bajee, rencong atau siwah. Jadi kalau memakai atribut (hiasan) sulaman kasap pada baju adat Aceh cukup sulaman yang sederhana saja.

Demikian pula jika pengantin pria yang diharuskan mengenakan kupiah meukeutop lengkap dengan teungkulok dan tampok. Pada kupiah meukeutop ini juga dihiasi dengan hiasan prik-prik yang dipakai sebelah kanan kupiah sampai ke telinga untuk lebih indah kelihatannya. Pada pakaian linto baro juga dilengkapi dengan kain sarung yang dililit dari pinggang hingga atas lutut. Dan pada bagian pinggang diselipkan sebilah senjata tajam Aceh, yaitu rencong atau siwah. Secara adat, dalam satu prosesi kebesaran seperti upacara pesta perkawinan, senjata tajam yang digunakan seorang linto baro seharusnya adalah siwah, bukan rencong. Karena rencong adalah senjata yang melambangkan kepahlawanan. Namun saat sekarang ini kita akui, untuk mendapatkan siwah memang sangat sulit, karena jenis senjata tajam itu sudah sangat langka di temukan dalam masyarakat Aceh. Kalau pun ada jumlahnya sangat terbatas, hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja dari kaum bangsawan di Aceh. Apa lagi siwah ini sekarang nyaris tak ada lagi yang membuatnya. Maka dari sebab itulah linto baro di Aceh sekarang banyak yang mengenakan rencong daripada siwa฀.

Perhiasan-perhiasan khas suku Aceh yang digunakan oleh para kaum wanita di suku Aceh yang kini pun sememangnya merupakan salah satu warisan kebudayaan dari suku Aceh pada masa lampau, seiring dengan berjalannya zaman dan perkembangan yang ada, kini perhiasan suku Aceh mulai sedikit yang


(22)

6

mengetahuinya. Warisan kebudayaan suku Aceh yang berupa perhiasan-perhiasan yang biasa dikenakan oleh suku Aceh pada saat dulu, namun pada saat ini pun masih banyak juga yang masih memakainya, namun dengan pengaplikasian yang berbeda sesuai dengan mode yang ada sekarang.

II.2 Perhiasan khas Suku Aceh saat ini

Perhiasan-perhiasan khas suku Aceh pada saat ini mungkin terbilang banyak namun hanya sedikit saja yang mengetahui tentang keberadaannya, tentang asal usulnya, dan juga tentang apa yang terkandung dalam karya karya hasil tangan berupa perhiasan emas ini dan terlebih lagi, masih banyak yang kurang tahu akan pengaruh perhiasan-perhiasan khas suku Aceh dalam kebudayaan suku Aceh, dan juga sejauh mana pengaruhnya dalam kebudayaan suku Aceh. Mungkin tidak banyak yang tahu apa itu perbedaan antara perhiasan-perhiasan suku Aceh ini, ini semua karena memang karena kurangnya penginformasian akan perhiasan-perhiasan khas suku Aceh ini, karena sebagian kalangan ada juga yang berpendapat kalau perhiasan-perhiasan ini hanya untuk kalangan tertentu saja, dan tidak untuk semua kalangan, sehingga hanya kalangan yang memerlukannya saja yang mengetahui tentang perhiasan-perhiasan khas suku Aceh ini, karena memang perhiasan khas Aceh ini memang termasuk untuk kalangan yang berada saja dan bukan untuk umum, karena memang secara harga pun memang untuk kalangan menengah ke atas sesuai dengan kategori perhiasan yang untuk kalangan atas berbanding kalangan dengan ekonomi yang berkecukupan. Hal ini pun merupakan salah satu hambatan yang cukup membuat penginformasian akan perhiasan-perhiasan yang ada di suku Aceh ini menjadi sedikit tersendat karena oleh sebagian masyarakat tersebut, menganggap hal ini sangat tabu untuk mereka ketahui karena mereka tidak layak untuk mengetahuinya, padahal ini adalah salah satu warisan kebudayaan yang ada di Negeri Aceh sana. Anggapan miring sebagian masyarakat tersebut memang sudah sepatutnya dihilangkan karena dapat mengurangi minat untuk mengetahui seluk beluk dan juga apa itu perhiasan-perhiasan khas suku Aceh. Sebagai salah satu warisan kebudayaan dari Negeri sendiri, sudah sepatutnya harus diketahui dan tidak dibiarkan begitu saja, karena dalam atau pada perhiasan-perhiasan itu sendiri terdapat identitas suku Aceh pada


(23)

7

masanya dulu, mengapa ianya menjadi perhiasan-perhiasan tersebut, dan mengapa dia menjadi salah satu benda yang menjadi ciri khas suku Aceh. Tidak perlu memilikinya, sebagian masyarakat tersebut sebisa mungkin bisa mengetahui informasi tentang ini, karena ini adalah salah satu upaya pelestarian, supaya nantinya kalau sebagian masyarakat yang tahu itu kalau-kalau ada lagi suatu hal yang menyebabkan mereka yang tahu itu hilang, nanti siapa lagi yang akan menyimpan rahasia tersebut, rahasia yang ada di balik karya-karya hasil leluhur suku Aceh tersebut. Karena mau tidak mau atau suka atau tidak suka, setiap peninggalan baik itu peninggalan warisan suku yang baru ataupun yang lama, sebenarnya menyimpan rahasianya sendiri dan mempunyai makna akan sesuatu yang nantinya dapat membentuk karakter suku itu sendiri kalau suku tersebut mulai pudar akan adatnya dan lupa akan identitas darimana dia berasal, dan pada hal ini juga, pada saatnya atau masanya dulu, telah menjadi salah satu komponen pembentuk suku tersebut menjadi suku yang ada sekarang. Hal ini merupakan salah satu bagian inti dari suatu masyarakat yang ada itu.

Perhiasan-perhiasan yang ada di suku Aceh sebenarnya adalah sebuah bukti rekaman sejarah suku Banda Aceh yang ada sekarang, fakta ini merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan oleh suku Aceh, karena selain peninggalan Masjid ataupun ornament-ornamen rumah dan peninggalan lainnya yang ada di Aceh sana kini. Namun pada laporan tugas akhir ini, penulis akan memaparkan tentang perhiasan-perhiasan apa saja yang ada di Aceh sesuai dengan judulnya yaitu

“Perancangan Media Promosi Per฀iasan-Per฀iasan K฀as Suku Ace฀ Sebagai Sala฀ Satu Warisan Nasional” ini.

II.2.1 Perhiasan Pinto Aceh

Perhiasan Pinto Aceh merupakan salah satu perhiasan khas suku Aceh yang terbuat dari logam emas yang diukir sedemikian rupa yang dulu hanya belum memiliki variasi ukiran dengan bermacam-macam corak ukiran, seiring dengan berkembangnya zaman, kini perhiasan Pinto Aceh memiliki bermacam-macam corak ukiran yang indah dengan berbagai kombinasi yang kini mulai beragam dan memiliki keanggunan tersendiri. Perhiasan Pinto Aceh merupakan salah satu peninggalan dari suku Aceh besar yang kini keberadaaannya masih dapat dilihat


(24)

8

di Provinsi Aceh, yang menjadikan perhiasan ini menjadi salah satu warisan nasional yang juga memiliki daya jual dan daya pikat yang tidak jauh berbeda dengan perhiasan-perhiasan lainnya yang ada kini.

Perhiasan Pinto Aceh, yang telah menjadi warisan turun temurun dari leluhur suku Aceh yang menjadi salah satu perhiasan primadona yang sering dipakai, digunakan dalam acara resmi, acara adat ataupun acara lainnya, yang menjadi salah satu perhiasan yang sering digunakan oleh kaum wanita dan para gadis yang ada di Aceh karena keindahannya dan juga dapat diaplikasikan sebagai pemanis penampilan atau untuk menjadi penyeimbang fashion terutama fashion yang ada di Aceh sana. Selain itu dengan adanya perhiasan Pinto Aceh ini, penampilan mereka menjadi lebih modis dan lebih anggun karena keindahan yang dipancarkan dari perhiasan Pinto Aceh tersebut. Seperti yang dapat ditemui di Aceh sekarang, perhiasan Pinto Aceh ini telah menjadi salah satu kebutuhan tersier untuk beberapa kalangan mulai dari menengah ke atas (pada hal ini, kalangan menengah ke atas, dapat membeli perhiasan Pinto Aceh yang terbuat dari logam emas), dan adapun untuk kalangan menengah ke bawah itu dapat membeli atau menggunakan perhiasan Pinto Aceh yang terbuat dari logam perak, atau kuningan yang dapat terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah. Hal ini menjadikan Pinto Aceh ini cocok untuk digunakan oleh berbagai kalangan, namun seperti yang diketahui, perhiasan Pinto Aceh ini dikenakan oleh kaum wanita yang mana mereka menggunakan atau mengenakan perhiasan Pinto Aceh ini untuk mempercantik, mempermanis dan juga menambah kesan elegan terhadap balutan fashion yang mereka kenakan saat menghadiri sebuah event penting, resmi ataupun acara non-formal lainnya. Namun disini, kaum pria pun menyukai Pinto Aceh ini, dalam artian, bukan menyukai untuk memakainya akan tetapi menyukai perhiasan Pinto Aceh ini untuk berbagai alas an, seperti alasan untuk mahar (mas kawin) untuk mempelai wanitanya, untuk hadiah pernikahan, untuk hadiah ulang tahun ataupun untuk diberikan kepada orang yang dicintainya, keluarganya, handai taulan dan lain-lain.


(25)

9

Perhiasan Pinto Aceh yang merupakan karya seni dibuat oleh Uto฀ Mud seorang pengrajin/ tukang seni ukiran logam. Yang mana terbuat dari logam yang diukir dengan ukiran khas yang bernafaskan Islami, karena sesuai dengan adat yang ada di Aceh sana, seni pahat, seni ukir yang memiliki bentuk binatang ataupun bentuk manusia karena di Aceh sana masih memegang hadits tentang larangan membuat patung, ukiran, atau pahatan berbentuk mahluk hidup. Hal ini yang menyebabkan atau yang menjadi dasar kenapa ukiran yang ada pada perhiasan Pinto Aceh ini bercorak tumbuhan seperti sulur-sulur, atau ornament-ornamen yang berbentuk bunga atau dedaunan yang diukir dalam logam tersebut. Perhiasan Pinto Aceh yang kini ada mulai beragam bentuk dan corak ukirannya, mulai bermacam-macam variasi yang mulai dikembangkan dari bentuk perhiasan Pinto Aceh sebelumnya, hal ini merupakan inovasi dari keturunan Uto฀ Mud yang mulai mengembangkan dan mulai memperkenalkan kembali atau untuk mengingatkan akan adanya perhiasan Pinto Aceh ini di suku Aceh ini.

Perlunya pengenalan kembali atau penginformasian tentang kampanye sosial akan perhiasan Pinto Aceh ini memang dirasakan sangat perlu untuk disebarluaskan atau di informasikan keapda masyarakat, karena banyaknya gempuran kebudayaan dari luar yang baik langsung atau pun tidak langsung telah menjadi style dari sebagian generasi sekarang, karena mulai tergilasnya atau tergesernya kebudayaan yang ada di tengah gempuran yang ada sekarang. Hal ini merupakan salah satu ancaman besar yang datang sekarang di era modernisasi ini, karena era pasar bebas sudah dimulai beberapa tahun ke belakang mulai terasa kini, pergesaran budaya yang sangat tegas cukup terasa. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus dapat mengakibatkan bukan lagi pergeseran, bahkan penghapusan budaya atau budaya itu akan hilang dengan sendirinya karena, generasinya sendiri tidak menjaga atau tidak melestarikan budaya yang ada karena terlalu terlena dengan adanya budaya-budaya luar yang mulai masuk beserta gempuran merchandise yang konon merupakan barang branded yang kualitasnya lebih baik daripada hasil dari kebudayaan negeri sendiri. Alih-alih dengan nada sumbang mereka berupaya menghidupkan gaya vintage yang serba era sebelum modern,


(26)

10

namun mereka melupakan bahwa sebenarnya kebudayaan sendiri pun dapat diaplikasikan ke berbagai style busana yang ada pada saat ini.

Perhiasan Pinto Aceh sebenarnya dapat dipadukan dengan gaya trend masa kini asalkan bisa memadukannya dengan baik sesuai dengan keseimbangan warna agar

matc฀ing dengan perhiasan tersebut, namun pada hal ini perhiasan Pinto Aceh dapat dipadukan terhadap busana muslimah, busana tradisional yang diminati oleh kaum wanita sesuai dengan karakteristik mereka atau dengan tema yang mereka inginkan. Tanpa harus mengenyampingkan kebudayaan yang ada negeri sendiri, toh masih bisa tetap bergaya dengan trendy dan modis, tanpa harus melupakan kebudayaan bangsa sendiri dan karya seni hasil dari budaya bangsa yang tidak kalah apik, keren, dan anggun ini.

Pinto Aceh merupakan salah satu warisan budaya Aceh yang mempunyai nilai historis tersendiri, karena di dalamnya tersimpan juga bersamanya gambaran-gambaran masa lampau suku Aceh yang dimulai sejak zaman Sulthan Iskandar Muda dulu. Dan seperti yang diketahui sekarang, pengrajin perhiasan Pinto Aceh itu hanya dapat ditangani oleh para ahlinya yaitu para pengrajin atau tukang yang sering disebut sebagai Uto฀. Dan hal ini memang sepertinya memang tidak bisa tidak harus ditangani oleh ahlinya ataupun keturunannya, karena bukan sembarang orang yang dapat membuat ini, karena memerlukan ketelitian dan kesabaran yang sangat ekstra dalam proses pembuatannya, sehingga menghasilkan perhiasan Pinto Aceh berkualitas tinggi dan mengandung nilai seni yang cukup tinggi dan bernilai di mata nasional bahkan di internasional seperti selama ini perhiasan Pinto Aceh yang mana sememangnya terkenal di dunia luar, daripada di negeri sendiri. Secara kasar, memang sudah dapat dikatakan bahwa terkadang miris, karya seni budaya sendiri itu lebih terkenal di mata dunia daripada di dalam negeri sendiri, ini pun sebenarnya salah satu ancaman besar akan kelestarian kebudayaan yang ada itu sendiri. Hal ini harus segera ditindak lanjutkan ke fase yang lebih serius, yang membutuhkan peranan berbagai pihak dalam upaya untuk melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia tidak terkecuali salah satu warisan kebudayaan suku Aceh yaitu ukiran Pinto Aceh


(27)

11

ini. Walaupun gempuran kebudayaan lain mulai menggerogoti atau menggusur kebudayaan yang ada saat ini, namun di satu mata sisi juga kita harus mulai menyadari akan pentingnya penanaman kembali, penginformasian kembali akan Pinto Aceh ini sebagai salah satu warisan nasional.

Pelestarian akan kebudayaan yang ada ini merupakan salah satu langkah penting untuk menyelamatkannya dari kepunahan budaya, karena salah satu elemen penting dalam satu negeri atau Negara itu memang ada juga peranan dari kebudayaan dari bangsa itu sendiri, dan terlebih lagi di negeri seribu pulau ini yang memang terkenal akan banyaknya suku, budaya, bahasa dan kemajemukan yang terdapat di dalamnya. Dan harapan pun memang mulai muncul, kini pun mulai banyak lagi yang memulai kembali menggerakan local content (muatan local) dari berbagai suku yang berusaha untuk menyadarkan kembali atau mengingatkan kembali akan pentingnya kebudayaan yang ada, jangan sampai kita generasi penerus ini melupakan kebudayaan yang ada karena adanya pergeseran budaya baru yang mulai masuk dan menggantikan kebudayaan yang telah diturunkan turun temurun dari nenek moyang kita hingga saat ini. Mungkin secara sporadis, mulai tumbuh dan tersebar atau hidupnya kembali pergerakan para anak muda yang mulai memperkenalkan kembali akan pentingnya kebudayaan tersebut. Dan pada hal ini penulis kebetulan mulai ingin mengangkat kembali tentang salah satu karya seni hasil dari kebudayaan suku Aceh yang disebut Pinto Aceh ini. Sebab secara letak geografis memang Provinsi Aceh ini terbilang cukup jauh seperti mana halnya jauhnya negeri ujung Timur Papua yang memiliki jarak yang cukup jauh dari negeri yang ada di pulau Jawa ini. Maka penulis rasa, apa yang penulis ketahui bisa dicoba untuk dituangkan dan disajikan ke dalam karya tugas akhir ini, tentang kampanye sosial perhiasan Pinto Aceh sebagai salah satu warisan nasional ini. Seperti yang diketahui setiap karya seni dari satu kebudayaan memang banyak menyimpan kandungan historis, menyimpan suatu hal yang penting yang ingin para leluhur sampaikan kepada keturunannya kelak, yang memang pada kenyataannya merupakan salah satu upaya untuk mengingatkan bahwa walaupun zaman sudah berubahm tapi jangan sampai melupakan tanah air dimana kita dilahirkan dan dibesarkan, karena di negeri ini


(28)

12

kita tumbuh kembang bersama, dan merasakan suka duka nya di bumi dimana kita berpijak sekarang. Disinilah pentingnya penjagaan bahkan pelestarian yang harus nya segera ada, untuk menjaga kelestariannya, sehingga nantinya Indonesia itu tidak hanya dipandang hanya dari Ibu kota nya, pulau bali, Raja Ampat ataupun pulau Jawa saja, tapi nantinya semua bila ada lagi program yang seperti Visit Indonesia ataupu APEC ataupun event-event internasional lainnya yang diselenggarakan di Indonesia. Indonesia terkenal dengan berbagai pulaunya, dan kembalinya lagi sebutan Negeri Seribu Pulau yang punya berbagai ciri khas, keindahan serta keunikan tersendiri di mata dunia, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung, mengangkat kembali nama, harkat dan martabat bangsa di mata dunia, sehingga Negara Indonesia ini dapat disejajarkan dengan Negara-Negara lain yang ada di dunia, dan menjadi yang paling kaya akan keberagamannya.

Kembali lagi ke sejarahnya, Pinto Aceh (Pintu Aceh) sendiri adalah Sebuah perhiasan berupa leontin yang bermotif tradisional Aceh. Motif ini hanya salah satu dari ratusan motif perhiasan tradisional Aceh. Sekarang motif ini selain ada yang masih buatan tangan perajin emas, ada juga produksi massal, dan banyak dijual sebagai cindera mata yang banyak peminatnya.

Motif ini diciptakan tahun 1935 oleh Mahmud Ibrahim, perajin emas dari Blang Oi. Karena kepiawaiannya membuat perhiasan ia dipanggil orang dengan Utoh Mud. Utoh Mud memperoleh sertifikat resmi atas keterampilannya itu dari pemerintah Belanda di Kutaraja (Banda Aceh) pada tahun 1926. Saat itu ia hanya membuat satu jenis perhiasan dengan motif Pinto Aceh, yaitu bros. Kini sudah ada cincin, leontin dan tusuk sanggul dengan variasi motif Pinto Aceh ini.

Pinto Aceh berbentuk ramping dengan jeruji-jeruji yang dihiasi motif kembang ditambah lagi sebagai pelengkap dengan rumbai-rumbai sepanjang kedua sisi.


(29)

13

Gambar. 2.฀ Pinto Aceh (sumber : ฀ttp: //www.atje฀cyber.net)

Dan pada pembahasan masalah ini dipaparkan beberapa informasi yang telah diambil dari salah satu buku dari Perpustakaan Daerah Aceh yang membahas tentang perhiasan-perhiasan ini, yang dikutip dari sebuah buku biografi seorang pengrajin perhiasan atau Uto฀ yang membuat salah satu perhiasan suku Aceh yaitu Pinto Aceh ini yaitu H. Harun Kheucik Leumiek, yang mana peranannya pada masa sekarang adalah sebagai pembuat Pinto Aceh yang ada di Aceh. Penjelasan dan informasinya yang penulis dapat dari buku tersebut akan dipaparkan pada paragraf dibawah ini.

H. Harun Kheucik Leumik, bakat seni yang melekat pada dirinya sebenarnya adalah seni lukis, bakat seni lukis ini telahpun ada sejak Harun di sekolah Dasar. Saat itu Haun sering mendapat juara dalam pelajaran menggambar. Dan kegemaran lukisan yang dibuat Harun semasa mudanya dulu, lukisan-lukisannya tersebut kemudian banyak diminta oleh kawan-kawannya dari luar daerah. Dan kini lukisan-lukisannya yang masih ada padanya disimpan di gallery

pribadi rumahnya. Selain melukis, Harun juga memiliki keahlian seni tempahan (seni kerajinan), terutama kerajinan tempahan emas. Bakat mendesain tempahan yang dimilikinya boleh dikatakan sebagai bakat seni warisan yang diturunkan oleh


(30)

1฀

orang tuanya H. Kheucik Lemiek yang dikenal sebagai seorang ahli dalam membuat berbagai tempahan motif perhiasan emas di Banda Aceh. Harun belajar seni tempahan ini sejak masih remaja, yaitu di awal-awal iam mulai membantu orang tua nya di took emas, hingga seni tempahan ini benar-benar dijiwainya. Bahkan ia sudah mampu menciptakan motif-motif terbaru dalam menempa emas. Salah satu ciptaannya yang sampai saat ini masih sangat disukai di pasaran dan bahkan selalu dicari pembelinya adalah Manek Kerawang. Nama perhiasan (Manek Kerawang ini adalah nama yang diberikan oleh H. Harun sendiri. Dia terilhami dari emas-emas suku Aceh tempo doeloe. Motif-motif yang ada pada perhiasan Aceh dulu dikombinasikan dengan motif-motif terbaru, sehingga menciptakan suatu bentuk perhiasan khas Aceh yang lebih indah, menarik dan memiliki nilai seni yang sangat tinggi. Manek Kerawang ini menurutnya adalah sebentuk perhiasan yang agak bundar yang di dalamnya penuh dengan motif Kerawang yang sangat halus yang mana diantara kerawang yang satu dengan lainnya disisipi dengan manek-manek. Mengenai perhiasan Pinto Aceh sebagai perhiasan emas khas Aceh yang sudah sangat dikenal masyarakat, tak hanya di Aceh dan secara nasional di Indonesia, dan bahkan perhiasan emas khas Aceh ini juga sudah termasyhur hingga ke mancanegara. Menurut Harun perhiasan Pinto Ace฀ ini pada awal diciptakan oleh seorang uto฀ –seorang pandai emas- dari Desa Blang Oie, Banda Aceh, namanya Mahmud Ibrahim, karena ia pandai menempa emas, maka dalam kebiasaan oran Aceh, setiap orang yang pandai menukangi ata menempa sesuatu dalam masyarakat Aceh dipanggil utoh. Demikian juga Mahmud Ibrahim yang dianggap sangat pandai menukangi emas, maka ia lebih dikenal dengan nama Uto฀ Mud. Beliaulah yang mula-mula menciptakan perhiasan Pinto Aceh sekitar tahun 1935. Waktu itu seorang petinggi Belanda di Aceh, meminta Uto฀ Mud agar beliau dapat menciprakan sesuatu perhiasan Aceh dari emas yang mirip dengan Pinto K฀op. Pinto Khop adalah suatu bangunan yang berbentuk pintu yang dibangun semasa Sultan Iskandar Muda dalam komplek Istana kerajaan Aceh, konon Pinto Khop ini adalah pintu belakang istana kerajaan Aceh yang menghubungkan antara istana dengan taman istana –yang sering digunakan oleh permaisuri Sultan Putro P฀ang (Putri Phang) untuk bersantai dengan dayang-dayangnya di dalam taman. Sampai sekarang Pinto


(31)

15

Khop ini dapat dilihat bangunannya dari Pendopo Gubernur Aceh, yang sekarang sudah dijadikan sebagai taman kota Banda Aceh. Tapi ketika itu pembuatan perhiasan Pinto Khop yang kemudian lebih dikenal dengan perhiasan Pinto Aceh yang dibuat Utoh Mud masih dalam bentuk liontin atau bros, atau masih seperti Pinto Khop itu sendiri, begitulah asal-muasal perhiasan Pinto Aceh yang dituturkan oleh H. Harun. (Buku H. Harun K฀eucik Leumiek – Penyelamat Warisan Budaya).

II.2.2 Perhiasan Keuresang/ Kerosang/ Kerongsang/ ฀ros

Keureusang adalah perhiasan yang memiliki ukuran panjang 10 cm dan lebar 7,5 cm. Perhiasan dada yang disematkan di baju wanita (sejenis bros) yang terbuat dari emas bertahtakan intan dan berlian. Bentuk keseluruhannya sepert hati yang dihiasi dengan permata intan dan berlian sejumlah 102 butir. Keureusang ini digunakan sebagai penyemat baju (seperti peniti) di bagian dada. Perhiasan ini merupakan barang mewah dan yang memakainya adalah orang-orang tertentu saja sebagai perhiasan pakaian harian.

(sumber dari : ฀ttp:\\tano฀ace฀.com) II.2.3 Perhiasan Patam Dhoe

Patam Dhoe adalah salah satu perhiasan dahi wanita Aceh. Biasanya dibuat dari emas ataupun dari perak yang disepuh emas. Bentuknya seperti mahkota. Patam Dhoe terbuat dari perak sepuh emas. Terbagi atas tiga bagian yang satu sama lainnya dihubungkan dengan engsel. Di bagian tengah terdapat ukuran kaligrafi dengan tulisan-tulisan Allah dan di tengahnya terdapat tulisan Muhammad, motif


(32)

16

ini disebut Bungong Kalimah yang dilingkari ukiran bermotif bulatan-bulatan kecil dan bunga.

(sumber dari : koleksi pribadi) II.2.4 Perhiasan Subang Aceh

Subang Aceh memiliki diameter dengan ukuran 6 cm. Sepasang Subang yang terbuat dari emas dan permata. Bentuknya seperti bunga matahari yang dengan ujung kelopaknya yang runcing-runcing. Bagian atas berupa lempengan yang berbentuk bunga Matahari disebut “Sigeudo Subang”. Subang ini disebut juga

Subang Bungong Mata Uro (Bunga Matahari).


(33)

17 II.2.5 Perhiasan Simplah

Simplah merupakan suatu perhiasan dada untuk wanita. Terbuat dari perak sepuh emas. Terdiri dari 2฀ buah lempengan segi enam dan dua buah lempengan segi delapan. Setiap lempengan dihiasi dengan ukiran motif bunga dan daun serta permata merah di bagian tengah. Lempengan-lempengan tersebut dihubungkan dengan dua untai rantai Simplah yang mempunyai ukuran panjang sebesar 51 cm, dan lebar sebesar 5 cm.

(sumber dari : ฀ttp://tano฀ace฀.com) II.2.6 Gleueng Gaki (Gelang Kaki)

(sumber dari : dokumentasi pribadi)

Bagian dari seperangkat perhiasan yang dikenakan wanita Aceh dalam upacara adat. Gleueng gaki(gelang kaki)adalah satu-satunya perhiasan yang dikenakan pada kaki kaki kiri dan kanan. Gelang ini terbuat dari tembaga berlapiskan perak sepuh. Pada kedua bagian ujungnya agak pipih dan saling bertindih. Gelang ini dihiasi dengan motif pilin tali dengan teknik cane intan (menggunakan jalur-jalur yang mengkilap). T.J. Veltman, menyebutkan gelang ini dengan nama "gleueng meusagoe" (gelang bersegi).


(34)

18 II.2.7 Culok Ok (Tusuk Konde)

(sumber dari : dokumentasi pribadi) Culok Ok (Tusuk Konde) ada empat jenis yaitu:

1. Culok Ok Ulat Sangkadu (Tusuk konde yang melingkar seperti ulat) 2. Culok Ok Bungong Sunteng (Tusuk konde kelopak bunga)

3. Culok Ok Bungong Keupula (Tusuk konde bunga tanjung) ฀. Culok Ok Bintang Pecah (Tususk konde bintang pecah)

Keempat jenis Tusuk konde diatas sebagai penghias sanggul rambut, bisa dimasukkan rambut atau dimasukkan kesamping.

II.3 Penyebab ketidaktahuannya masyarakat tentang Perhiasan-perhiasan Aceh

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada kenyataannya memang perhiasan-perhiasan khas suku Aceh belum banyak yang mengetahuinya, dan hanya dari kalangan menengah atas saja yang mengetahuinya, itu bila dipandang di lingkup daerah Aceh itu sendiri, dan belum lagi bila cangkupannya diperluas hingga seluruh Indonesia, hal yang berhubungan dengan Perhiasan-perhiasan khas suku Aceh ini memang belum banyak diketahui oleh masyarakat, karena memang terbenturnya masalah jarak Aceh yang memang terbilang cukup jauh, seperti jauhnya negeri Papua sana, sehingga penginformasian tentang hal ini sulit didapatkan. Dan belum lagi searangan merchandise-merchandise budaya luar, atau hasil produk modern yang ada sekarang mulai menutupi atau mulai menggeser dan menggantikan produk-produk kebudayaan yang telah pun ada


(35)

19

sebelumnya. Hal ini bila dibiarkan terlalu lama, memang dapat menyebabkan, kehilangannya identitas budaya itu sendiri. Ketidak peduliannya masyarakat Aceh akan salah satu warisan nasional ini bila dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan pengetahuan dan penginformasian Perhiasan-perhiasan khas suku Aceh ini akan tergerus habis dan nantinya tidak akan ada lagi yang mengetahui tentang perhiasan-perhiasan ini lagi.

II.4 Analisa Pembahasan

Berdasarkan dari analisa pembahasan dia atas dan beberapa wawancara yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa kurangnya informasi dan tersendatnya penginformasian yang ada tentang perhiasan-perhiasan khas suku Aceh yang dapat menyebabkan punahnya perhiasan-perhiasan khas suku Aceh ini karena kurangnya media informasi, dan juga mulai masuknya merchandise-merchandise, juga hasil karya kebudayaan luar yang mulai menyerang terutama pada era pasar bebas ini, dengan segala produknya termasuk juga perhiasan dari luar yang mulai meyeruak masuk yang juga menyebabkan anggapan sebagian orang menganggap bahwa perhiasan-perhiasan ini kuno dan mereka merasa malu untuk mengenakannya karena kuno dan beberapa alasan lainnya.

II.4.1 Tinjauan Analisis

Tinjauan analisis menggunakan metode analisa SWOT (strength, weakness, opportunities, threat) untuk menunjang karya desain media informasi tentang perhiasan-perhiasan suku Aceh dan berdasarkan penelitian hasil survey, maka dapat diketahui kelebihan/ kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki Perhiasan-perhiasan suku Aceh, antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Strength (Kekuatan)

- Sebuah karya yang mempunyai ciri khas dan keberadaanya di mata Negara tetangga dan di mata dunia sudah dikenal dan masyhur.

- Telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.

- Merupakan bagian dari warisan nasional bangsa Indonesia yang menjadi salah satu komponen pembentuk suku Aceh.


(36)

20 - Weakness (Kelemahan)

- Masyarakat yang tahu tentang perhiasan-perhiasan yang ada di Aceh mulai sedikit seiring berjalannya waktu.

- Kurangnya minat masyarakat untuk melestarikan perhiasan-perhiasan suku Aceh ini yang mana sebenarnya adalah warisan nasional.

- Kurangnya generasi penerus yang mau ambil tahu tentang perhiasan-perhiasan khas suku Aceh, dan terlebih lagi penerus yang mau meneruskan menjadi Uto฀. - Kurangnya media-media pengetahuan tentang perhiasan-perhiasan khas suku Aceh yang menyebabkan pengetahuan dan informasi tidak tersampaikan kepada yang belum tahu dan kepada yang kurang faham.

- Opportunity (Peluang)

Peluang untuk menjadi salah satu perhiasan yang dapat menjadi salah satu perhiasan terkemuka di dunia dengan cirri khas tradisional warisan dari leluhur suku Aceh yang mempunyai sesuatu yang beda dengan perhiasan-perhiasan yang lain, karena nilai historis yang terdapat di dalamnya.

- Threats (Ancaman)

Hasil kebudayaan modern yang serentak masuk bersama adanya pasar bebas, dan juga mulai masuknya produk-produk perhiasan dan merchandise-merchandise produk luar yang mulai mendominasi Indonesia menjadi salah satu ancaman besar dalam pelestarian dan untuk penarikan minat masyarakat Indonesia, tidak hanya terpatok pada kalangan Ibu-Ibu atau wanita Indonesia yang sebagian nya kini pun telah menjadi para kaum sosialita yang lebih mementingkan brand dan gengsi dalam kesehariannya, dan terlebih lagi para generasi muda yang menganggap bahwa perhiasan-perhiasan khas suku Aceh itu ketinggalan zaman dan tidak cocok dengan apa yang ada di zaman modern ini.


(37)

21 II.5. Solusi permasalahan

II.5.1 Media ฀uku Informasi Mini

Seperti yang telah diketahui buku adalah kumpulan dari tulisan-tulisan yang dirangkai atau disusun oleh penulis, yang berupa menuangkan, menyebarkan, ataupun berbagi tentang informasi tentang ilmu yang didapat oleh penulisnya, agar bisa diketahui oleh orang lain atau orang banyak secara lebih luas. Buku yang juga menjadi salah satu jendela informasi untuk bahan referensi bacaan, sumber ilmu pengetahuan berbentuk fisik yang tertulis rapih, terdesain rapih, antik, unik dan berbagai macam bentuknya, yang mencangkup ilmu-ilmu yang telah ada. Maka dari itu, dari dulu hingga sekarang, media informasi berbentuk buku tidak akan lekang oleh zaman, karena akan senantiasa ada dan akan selalu ada dalam bentuk yang bersesuaian dengan zamannya.

Maka pada kesempatan ini, sepertinya memang dirasakan cukup tepat untuk menjadikan buku informasi mini kecil sebagai media utama untuk memperkenalkan, menyebarluaskan dan mengingatkan kembali tentang perhiasan-perhiasan khas suku Aceh kepada orang-orang Aceh, namun disini penulis akan memulakan untuk berusaha menyebarkan informasi dalam bentuk buku ini ke dalam komunitas KAMABA yang ada di Bandung ini, namun memang setelah ini tercapai dan diketahui oleh para mahasiswa Aceh yang ada di Bandung ini, semoga ke depannya dapat menyebar lebih cepat dengan bantuan kawan-kawan sesama dari Aceh ini, dalam penyebaran sumber informasi tentang referensi pengetahuan akan perhiasan khas Aceh ini.

Buku informasi ini dirasa pantas dan memang tepat juga semoga cepat untuk memberikan penjelasan tentang perhiasan khas suku Aceh yang menjadi artefak suku Aceh ini. Dan semoga informasi singkat yang berusaha penulis sampaikan kepada orang Aceh yang ada di Bandung ini secara khususnya dapat mengenal kembali dan mulai menyimpan informasi akan hal ini, dan semoga dijadikan bahan obrolan atau cerita turun temurun kepada anak cucunya, bahwa negeri Aceh pun memiliki perhiasan khas yang memang terkenal hingga ke mancanegara, yang menjadi kebanggaan tersendiri untuk rakyat Aceh, dan juga mewakili keluarga


(38)

22

besar Bhineka Tunggal Ika ini, sebagai salah satu warisan nasional yang patut dibanggakan lagi dilestarikan.

II.5.2 Tujuan Pembuatan ฀uku Informasi

1. Meningkatkan pemahaman tentang perhiasan khas suku Aceh untuk mereka yang sebelumnya telah mengetahui tentang perhiasan khas suku Aceh ini dan memberikan pemahaman kepada mereka yang belum faham, dan targetnya terutama para generasi muda, karena nantinya di masa depan yang menjadi penyambung lidahnya generasi sekarang adalah mereka semua. Terutama untuk KAMABA (Keluarga Masyarakat Aceh Bandung) yang kebetulan menjadi mahasiswa di sini, atau mungkin juga dapat diperluas untuk diberikan atau ditujukan kepada para orang Aceh yang telah lama merantau dari Aceh sana, dan berdomisili disini, dan juga tidak tertutup kemungkinan disebarluaskan di Aceh atau ke seluruh Indonesia sebagai bahan Pustaka tambahan sebagai partisipasi dalam menjaga kelestarian pustaka yang masih ada atau menyimpan tentang perhiasan khas Aceh ini.

2. Memberikan informasi tentang adanya warisan nasional yang ada sejak tahun 1935 di negeri Aceh kepada masyarakat umumnya dan khususnya kepada remaja. 3. Mengajak masyarakat khususnya remaja untuk belajar dan melestarikan warisan leluhur salah satu suku yang ada di Indonesia telah menjadi salah satu warisan Nasional.

II.5.3 Target Sasaran dari Informasi

Target sasaran dari media informasi berbentuk buku ini dipilih berdasarkan sumber-sumber dan data yang di peroleh berupa:

II.5.3.1 Data Primer

Proses pencarian data yang di peroleh dari penulis yaitu dengan mendatagi langsung dengan mewawancarai beberapa orang yang ada di Aceh dan beberapa orang Aceh yang ada di perkumpulan mahasiswa Aceh yang berasal dari (KAMABA, Keluarga Masyarakat Aceh Bandung) yang ada di Bandung ini


(39)

23

dengan memberikan kuisioner kepada mereka berikut data yang diperoleh dari wawancara dan kuisioner berupa:

a.Wawancara

Dan adapun perhiasan khas suku Aceh yang diketahui oleh masyarakat dapat diketahui bahwa masih sedikit saja yang mengetahuinya, setelah melakukan wawancara ke beberapa orang Aceh yang ada, 7 dari 10 orang saja yang tahu akan apa itu Pinto Aceh, 7 dari 10 orang itu diantaranya adalah 3 orang laki-laki dan ฀ orang perempuan, dan dari 3 laki-laki tersebut mereka menyebutkan bahwa, mereka pernah mendengar dan memang tahu tentang perhiasan khas suku Aceh sebagai perhiasan Aceh yang terbuat dari emas dan mereka mengatakan bahwa perhiasan khas suku Aceh itu sering digunakan di acara-acara adat, ataupun resmi. Dan juga mereka mengatakan bahwa perhiasan khas suku Aceh ini memang sangat bagus dan dapat dijadikan sebuah mas kawin untuk mempelai wanita. Dan adapun dari ฀ orang perempuan yang lainnya tersebut, diantaranya 2 orang gadis usia 20 tahun, dan 1 orang ibu mudah usia 26 tahun dan ibu-ibu paruh baya berusia ฀7 tahun, mereka mengatakan bahwa perhiasan perhiasan khas suku Aceh memang adalah khas Aceh, dan menurut mereka perhiasan perhiasan khas suku Aceh ini tergolong mewah, dan memang ditujukan untuk kalangan menengah ke atas, karena dari segi ekonomis, harga perhiasan khas suku Aceh ini sangat mahal dan tidak terjangkau bagi mereka yang berekonomi menengah ke bawah. Dan mereka pun mengatakan bahwa memang perrhiasan khas suku Aceh ini sangat cocok untuk digunakan dalam pernikahan, acara-acara formal dan adat. Juga sepatutnya dalam wawancara lapangan tersebut ke 7 orang itu mengatakan bahwa sebenarnya perhiasan khas suku Aceh ini sudah seharusnya dilestarikan karena ini menjadi salah satu cirri khas negeri Aceh yang kini masih ada, dan sepatutnya dilestarikan karena merupakan salah satu warisan nasional yang berharga.

b. Kuisioner

Kuisioner yang berupa pertanyaan-pertanyaan 2 orang laki-laki Aceh yang menjadi mahasiswa di Bandung. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden 10 orang sebagai sample nya, dapat disimpulkan sebagian remaja tersebut mengetahui perhiasan khas suku Aceh, dan sebagian lainnya malah tidak mengetahui sama sekali tentang perhiasan khas suku Aceh ini. Maka target


(40)

2฀

sasaran yang dijadikan objek penelitian adalah remaja yang mulai ingin melestarikan budaya nasional dan mereka yang memiliki rasa seni dan rasa nasionalis yang tinggi. Dengan tujuan untuk memudahkan untuk menentukan target audien dan segmentasi.

1. Target primer

Target audience : Para generasi muda yang belum mengetahui tentang perhiasan khas suku Aceh sebagai salah satu warisan Nasional ini yang ada di Indonesia. 2. Target Sekunder : Kalangan masyarakat usia dewasa dan pra-dewasa yang belum sadar tentang pentingnya pelestarian warisan nasional termasuk perhiasan khas suku Aceh.

3. Segmentasi a. Demografi

Target utama yaitu remaja yang berusia 16 tahun – 25 tahun di Indonesia, laki-laki dan perempuan dengan status pelajar dan ekonomi menengah kebawah.

b. Psikologi

Segmentasi buku informasi perhiasan khas suku Aceh adalah remaja yang masih berprofesi sebagai mahasiswa dan atau juga pelajar. Menurut Stanley hall masa remaja merupakan masa dimana diangap sebagai masa topan badai dan stress (storm and stress) karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, kalau terarah dengan baik maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggungjawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang tidak memiliki masa depan dengan baik.


(41)

25 c. Geografis

Remaja dalam ruang lingkup di kawasan sekolah, kampus ataupun tempat yang menjadi tempat ฀angout mereka, agar tersedianya media informasi selagi mereka melakukan aktifitas seperti biasa.


(42)

26

BAB III

STRATEGI DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan sangat di butuhkan termasuk dalam mempromosikan dan menyebarkan informasi, begitu pula halnya untuk perhiasan khas suku Aceh ini agar dapat lebih dikenal masyarakat. Hal tersebut mesti dilakukan dalam menunjang dan memperkenalkan khalayak ramai dengan cara menginformasikan, mengingatkan dan memperkenalkan perhiasan khas suku Aceh kepada masyarakat. Dengan memberikan sebuah media informasi untuk memberikan penerangan terhadap masyarakat yang belum tahu akan ukiran perhiasan khas suku Aceh ini, dan adapun kalau sebagian orang sudah mengetahui hal ini, semoga menjadi lebih faham akan ukiran perhiasan khas suku Aceh ini, karena perhiasan khas suku Aceh ini merupakan salah satu peninggalan leluhur suku Aceh agar menjadi salah satu national heritage (warisan nasional) yang mesti diketahui, dan dijaga, bahkan kalau bisa diperkenalkan kepada masyarakat yang ada di Indonesia, dan diharapkan nantinya dapat diperkenalkan ke dunia bahwa perhiasan khas suku Aceh ini merupakan satu dari sekian banyak produk peninggalan masa silam bernilai tinggi dari banyaknya budaya yang ada di negeri Indonesia ini.

III.1.1 Target audience 1. Khalayak sasaran primer

Target audience primer merupakan target utama strategi promosi nantinya, dan terbagi menjadi demografis, geografis, psikografis, behavioristis.

a. Demografis

Secara demografis target audience meliputi dua gender, yaitu laki-laki dan perempuan dengan batasan umur mulai dari 14 tahun dengan pendidikan minimal kelas 3 SMP hingga ke remaja usia 19 tahun dengan tidak memandang kelas sosial masyarakat,


(43)

27

dan siapapun yang ada di Indonesia mencangkup semua suku, ras dan agama agar dapat menambah referensi terhadap salah budaya Indonesia.

b. Geografis

Secara geografis target audience adalah yang bertempat tinggal di Bandung, dan juga ke kota-kota besar yang ada di Indonesia. Namun tidak tertutup kemungkinan akan disebarkan juga ke daerah yang belum ada koneksi internet.

c. Psikografis

Secara psikografis untuk dikenalkan ukiran Pinto Aceh ini kepada mereka yang berminat besar dan yang sangat mencintai kebudayaan Negeri ini, dan ingin melestarikan dan mengenal berbagai peninggalan kebudayaan suku-suku lain yang ada di Indonesia.

d. Behavioristis

Target audience behavioristis adalah semua orang yang memiliki minat besar terhadap kebudayaan Indonesia, yang sangat menyukai budaya, sesuatu hal yang bersifat tradisional dan mencintai peninggalan yang berasal dari leluhurnya.

2. Khalayak sasaran sekunder

Target audience sekunder merupakan target tambahan di luar target audience utama atau primer, dimana target audience ini juga memiliki minat dalam melestarikan kebudayaan Indonesia. Para target sekunder ini meliputi orang tua dan masyarakat dari berbagai kalangan.


(44)

28

III.1.2 Strategi Komunikasi

Dengan menggunakan pendekatan secara emosional karena kebanyakan tindakan manusia didasarkan pada emosi, sehingga harus memberikan pendekatan komunikasi emosional untuk berusaha menggali motif-motif tersebut dengan kata dan ungkapan yang mengandung makna motifasional dan ajakan dengan tujuan agar masyarakat tertarik dan melakukan tindakan yang sesuai dengan bahasa komunikasi. Strategi komunikasi ditujukan kepada khalayak sasaran primer dan khalayak sasaran sekunder.

a. Pendekatan Verbal

Pendekatan verbal dilakukan dengan menggunakan bahasa yang tepat untuk remaja, strategi bahasa yang digunakan yaitu bahasa verbal yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan pengambilan bahasa yang mengandung kata-kata motifasional sehingga dapat membantu memperkuat visual yang ditampilkan.

b. Pendekatan Komunikasi

Pada pendekatan komunikasi, penulis lebih menitik beratkan kepada pengenalan perhiasan khas suku Aceh dan sekaligus memberikan informasi tentang Pinto Aceh lebih rinci dan jelas dengan komunikasi visualnya. Pada strategi komunikasi ini ditujukan kepada khalayak sasaran primer dan khalayak sasaran sekunder.

c. Materi Pesan

Berupa ajakan yang disampaikan kepada target audience, agar lebih mencintai kebudayaan lokal dan produk peninggalannya terutama ukiran perhiasan khas suku Aceh ini, seperti mana yang diketahui negeri ini memiliki banyak ragam budaya dan ciri khas pada tiap sukunya, yang menjadikan hal tersebut merupakan salah satu kebanggaan yang ada pada bangsa Indonesia ini. Sehingga para remaja dapat mengetahui tentang salah satu peninggalan yang menjadi salah satu batang tubuh dari negeri Bhineka tunggal Ika ini.


(45)

29

III.1.3 Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang dipilih berupa penjelasan ukiran perhiasan khas suku Aceh dengan visualiasi yang dikemas dengan unsur fotografi, tipografi dan ilustrasi yang sesuai, dan juga disampaikan dengan beberapa media pendukung untuk memberikan informasi sekaligus mengajak lapisan masyarakat terutama remaja untuk meningkatkan minta dalam melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia terutama tentang perhiasan khas suku Aceh ini sekaligus memperkenalkan kepada orang-orang diluar Aceh akan peninggalan perhiasan khas suku Aceh ini. Berdasarkan data penelitian yang telah di analisa, maka dalam perancangan akan dilakukan pendekatan komunikasi dengan mengungkapkan fakta-fakta yang erat dengan adanya perhiasan khas suku Aceh ini serta menggunakan hal-hal yang berubungan dekat dengan dunia seni ukiran yang ada di Indonesia. Dalam pendekatan komunikasi yang akan dilakukan, maka dilakukan pendekatan verbal dan pendekatan visual.

III.1.4 Strategi Visual

Strategi visual yang ditampilkan adalah menggunakan visual penjelasan, dengan menggunakan unsur visual dan penegasan dengan menggunakan vector ilustrasi vektor perhiasan-perhiasana dengan kalimat yang efektif dan gambar yang menstimulasi hingga menarik minat masyarakat Aceh dan mengenai atau tepat sasaran kepada target audience yang dituju terutama kaum wanita.

III.1.5 Strategi Media

Setelah merancang strategi komunikasi dan strategi kreatif, maka selanjutnya bagaimana merancang strategi media komunikasi dalam menyiapkan suatau pesan penting yang akan disamapikan ke khalayak umum, maka dari itu diperlukan juga media, pemilihan media ini bertujuan agar pesan yang dsampaikan bisa dirasakan oleh target sasaran yang dituju maupun khalayak umum.


(46)

30

Penggunaan media untuk kegiatan promosi ini yaitu media primer dan sekunder. Media primer adalah media yang memimpin atau diutamakan dalam sebuah promosi, sedangkan media sekunder adalah media-media yang menjadi penunjang atau pelengkap terhadap media primer yang telah ada sebelumnya.

III.2. Konsep Visual

Konsep visual yang penulis ambil terdiri dari : - Ilustrasi

- Warna - Tifografi a. Ilustrasi

Ilustrasi yang digunakan berupa vektor dan ilustrasi gambar seorang wanita yang mengenakan perhiasan khas suku Aceh agar tersampaikan informasi tentang hal ini, karena penulis rasa target audience remaja cenderung lebih suka melihat, atau membaca sebuah informasi yang menggunakan grafik atau gambar dalam penyampaiannya, dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan juga, akan dibuat juga sebuah infografik yang menerangkan tentang sejarah Ukiran Pinto Aceh dalam infografik tersebut, dan infografik ini yang akan menjadi salah satu media utama yang dicetak besar dalam karya tugas akhir ini.


(47)

31

b. Tipografi

Tipografi yang akan digunakan adalah huruf yang bersifat elegant namun memiliki sentuhan modern dan pas untuk anak usia remaja, pada hal ini akan digunakan jenis huruf Josefin Sans untuk mewakili hal modern dan elegantnya untuk anak remaja dan font Indonesiana agar lebih terasa kental lagi ciri khas Indonesia pada karya tugas akhir ini nanti.

Josefin Sans STD

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890!@#$%^&*()

Indonesiana serrifserif free Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890!@#$%^&*()

c. Warna

Warna yang akan dipakai akan lebih cenderung menggunakan warna hitam yang menujukan kesan dab bersifat elegan dan paduan emas dan juga cahaya yang melengkapi kesan mewah dan elegan. Namun pada hal ini akan lebih ditekankan ke warna yang cocok untuk para remaja, agar para remaja dapat tertarik dengan visual yang diusung pada karya tugas akhir ini. Mode warna yang digunakan adalah mode kalibrasi berupa CMYK karena dikerjakan secara media digital.


(48)

32

Gambar 3.2. Skema warna yang akan dipakai

Kuning artinya adalah warna matahari, cerah, membangkitkan energi dan mood, warna yang penuh semangat dan vitalitas, komunikatif dan mendorong ekspresi diri.

Merah artinya Dapat membangkitkan energi, hangat, komunikatif, optimis, antusias, dan bersemangat. Memberi kesan sensual dan mewah, meningkatkan aliran darah dalam tubuh, dan berkaitan dengan ambisi.

Biru artinya Tidak bisa lepas dari elemen air dan udara, berasosiasi dengan alam, melambangkan keharmonisan, memberi kesan lapang. Pemakaian warna biru dapat menimbulkan perasaan tenang dan dingin, melahirkan perasaan sejuk, tentram, hening, dan damai, memberi kenyamanan dan perlindungan. Warna ini juga diasosiasikan dengan kesan etnik, country-style.

Warna Coklat Merupakan warna netral yang natural, hangat, membumi dan stabil, menghadirkan kenyamanan, memberi kesan anggun dan elegan. Dapat memberi keyakinan dan rasa aman, warna yang akrab dan menenangkan, bisa mendorong komitmen.melahirkan perasaan sejuk, tentram, hening, dan damai, memberi


(49)

33

kenyamanan dan perlindungan. Warna ini juga diasosiasikan dengan kesan etnik, country-style.

Warna Coklat Merupakan warna netral yang natural, hangat, membumi dan stabil, menghadirkan kenyamanan, memberi kesan anggun dan elegan. Dapat memberi keyakinan dan rasa aman, warna yang akrab dan menenangkan, bisa mendorong komitmen.

III.2.1 Pemilihan Media

Didasarkan pada permasalahan yang dihadapi, maka dalam pemilihan suatu media diharapkan dapat menjadi solusi dan menjawab permasalahan. Media yang digunakan terbagi pada dua jenis yaitu primer dan sekunder. Untuk media primer yaitu :

Media cetak : Buku informasi sebagai media primer atau utama,yang memberi informasi dan mengajak masyarakat khususnya target sasaran untuk mengetahui tentang ukiran Perhiasan khas suku aceh, pada hal ini ditargetkan untuk masyarakat yang masih belum punya gadget dan untuk alternative menjangkau masyarakat yang lebih luas (berjaga kalau belum ada koneksi internet pada suatu wilayah).

Media traffic : poster, banner, umbul- umbul dan sebagainya yang di tempatkan dipinggir jalan raya agar dapat dilihat para remaja yang berangkat sekolah, mahasiswa yang berangkat ke kampus, dan para pekerja yang melakukan aktifitas seperti biasa.


(50)

34

Media sekunder yaitu :

Media cetak : Flyer, brosur, mini banner dan kalender.

Media gimmick : media ini digunakan karena biaya lebih rendah serta media ini langsung dapat diterima oleh target sasaran. Di aplikasikan melalui media media yang memiliki kegunaan seperti pin, mug, brosur, stiker, dan t-shirt.


(51)

35 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Proses Perancangan Media Buku Informasi tentang Perhiasan Khas Aceh

Proses awal perancangan media informasi berupa buku Perhiasan Khas Suku Aceh adalah melakukan proses divergen atau analisi data. Setelah semua didapatkan, maka barulah melakukan proses konvergen atau mengolah data untuk mencari keunikan dan keindahan. Demi pencapaian intuisi cita rasa yang tinggi penulis memakai konsep gambar dengan teknik rendering.

Tahap 1

Tahap awal adalah membuat sebuah sketsa konsep untuk cover dan isi buku. Konsep cover membuat suatu visual transisi dari ilustrasi ke proses modeling dengan memunculkan sedikit penjelasan tentang perhiasan khas suku Aceh tersebut.


(52)

36

Gambar 4.2 Sketsa Tangan Isi Buku

Tahap 2

Tahap selanjutnya adalah proses tracing dan modeling dari perhiasan yang telah dikumpulkan dengan menggunakan software adobe photoshop/ adobe illustrator.

Gambar 4.3 Proses Tracing dan Modeling Cover Buku


(53)

37 Tahap 3

Setelah proses modeling untuk melanjutkan ke proses editing dan layout. Sofware yang digunakan adalah Adobe Photoshop.


(54)

38


(55)

39 IV.2 Media Utama

IV.2.1 Buku InformasiPerhiasanKhas Aceh

Media utama yang dipakai di dalam perancangan media informasi ini adalah buku, dengan memberikan penjelasan akan perhiasan-perhiasan khas Aceh tersebut.

Spesifikasi:

Media : Buku Informasi

Ukuran : 18x22 cm

Material Cover : Art Paper260 Gram/ LaminasiDoff Material Isi Buku : Art Paper 150 Gram

Cetak : Offset printing


(56)

40

Gambar 4.8 Isi Buku

IV.3 Media Pendukung IV.3.1 Brosur

Brosur adalah media informasi yang disediakan untuk memberitahukan tentang apa yang mesti diketahui oleh masyarakat agar mendapatkan informasi sesuai dengan pihak komunikator coba sampaikan kepada audience. Ukuran brosur ini berukuran 29,7 cm x 21 cm dengan bahan art paper dengan laminasi doff agar lebih menonjolkan kesan classic dan elegan pada desain tersebut.


(57)

41 IV.3.2 Poster

Poster yang digunakan berukuran A3, 42 cm x 29.7 cm, dan menggunakan bahan kertas Art Paper 260 gram dengan teknis produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.11 Poster

IV.3.3 Mini X-Banner

Mini x-banner yang akan diletakkan pada counter-counter toko buku yang memiliki ukuran 25cm x 40cm, menggunakan bahan flexi korea dengan format warna CMYK. Desain mini x-banner ini tidak jauh dengan cover yang berisikan sedikit pemaparan akan perhiasan khas yang menjadi salah satu cirri khas kebudayaan Aceh pada masa silam.


(58)

42

Gambar 4.11 Mini X-banner

IV.3.4 Sticker

Media yang kecil dan sederhanana muncukup penting sebagai merchandise yang dapat disandingkan bersamaan dengan brosur yang diberikan kepada pengunjung, dengan ukuran 21 cm x 7,5 cm menggunakan kertas sticker Graftec dengan format warna CMYK.


(59)

43 IV.3.5 Pin

Sebagai bonus merchandise menggunakan bahan plastic berdiameter 4cm dengan teknik produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.13 Gambar Pin

IV.3.6 Gelas / Mug

Ukuran gelas yang digunakan mempunyai tinggi 9,5cm dengan diameter lingkarannya 7,5cm. Gelas ini dibuat dengan gambar yang berukuran diemeternya 20cm x 8.5cm, menampilkan beberapa rangkaian perhiasan yang disusun dalam satu rangkaian.


(60)

(61)

(1)

40

Gambar 4.8 Isi Buku

IV.3 Media Pendukung IV.3.1 Brosur

Brosur adalah media informasi yang disediakan untuk memberitahukan tentang apa yang mesti diketahui oleh masyarakat agar mendapatkan informasi sesuai dengan pihak komunikator coba sampaikan kepada audience. Ukuran brosur ini berukuran 29,7 cm x 21 cm dengan bahan art paper dengan laminasi doff agar lebih menonjolkan kesan classic dan elegan pada desain tersebut.


(2)

41 IV.3.2 Poster

Poster yang digunakan berukuran A3, 42 cm x 29.7 cm, dan menggunakan bahan kertas Art Paper 260 gram dengan teknis produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.11 Poster

IV.3.3 Mini X-Banner

Mini x-banner yang akan diletakkan pada counter-counter toko buku yang memiliki ukuran 25cm x 40cm, menggunakan bahan flexi korea dengan format warna CMYK. Desain mini x-banner ini tidak jauh dengan cover yang berisikan sedikit pemaparan akan perhiasan khas yang menjadi salah satu cirri khas kebudayaan Aceh pada masa silam.


(3)

42

Gambar 4.11 Mini X-banner

IV.3.4 Sticker

Media yang kecil dan sederhanana muncukup penting sebagai merchandise yang dapat disandingkan bersamaan dengan brosur yang diberikan kepada pengunjung, dengan ukuran 21 cm x 7,5 cm menggunakan kertas sticker Graftec dengan format warna CMYK.


(4)

43 IV.3.5 Pin

Sebagai bonus merchandise menggunakan bahan plastic berdiameter 4cm dengan teknik produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.13 Gambar Pin

IV.3.6 Gelas / Mug

Ukuran gelas yang digunakan mempunyai tinggi 9,5cm dengan diameter lingkarannya 7,5cm. Gelas ini dibuat dengan gambar yang berukuran diemeternya 20cm x 8.5cm, menampilkan beberapa rangkaian perhiasan yang disusun dalam satu rangkaian.


(5)

(6)