Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung)

(1)

Komersial di Saritem Bandung )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Gelar Strata Satu (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh,

RYANDY PURNAWAN NIM : 41808142

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah Makro ... 10

1.2.2. Rumusan Masalah Mikro ... 10

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian ... 11

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 12


(3)

xi

2.1.1. Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu ... 14

2.1.2. Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1. Definisi Komunikasi ... 16

2.1.2.2. Tujuan Komunikasi ... 17

2.1.2.3. Komponen Komunikasi ... 19

2.1.2.4. Proses Komunikasi ... 21

2.1.2.5. Fungsi Komunikasi ... 22

2.1.3. Tinjauan Tentang komunikasi Antar Pribadi 2.1.3.1. Definisi Komunikasi Antar Pribadi …………... 24

2.1.3.2. Tujuan Komunikasi Antar Pribadi ……….. 25

2.1.3.3. Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Proses Transaksional ………...………... 27

2.1.3.4. Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi ………… 28

2.1.4. Tinjauan Tentang Psikologi Komunikasi 2.1.4.1. Definisi Psikologi Komunikasi... ... 31

2.1.4.2. Ciri Pendekatan Psikologi Pendekatan Komunikasi ... 33

2.1.4.3. Penggunaan Psikologi Komunikasi ... 34

2.1.4.4. Faktor-Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku ... 35


(4)

xii

Dramaturgi... 37

2.1.5.2. Kajian Dramaturgi ... 43

2.1.5.3. Panggung Pertunjukan ... 46

2.1.6. Presentasi Diri Dan Pengelolaan Kesan ... 49

2.1.7. Tinjauan Tentang Pekerja Seks Komersial 2.1.7.1. Definisi PSK... 52

2.1.7.2. Sejarah PSK di Indonesia... ... 52

2.1.7.3. 2.2. Kerangka Pemikiran 2.2.1. Kerangka Teoritis ... 53

2.2.2. Kerangka Konseptual ... 55

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian 3.1.1. Sejarah Saritem ... 58

3.1.2. Lokasi Saritem... 59

3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Desain Penelitian ... 61

3.2.2. Tekhnik Pengumpulan Data 3.2.2.1.Studi Pustaka ... 68


(5)

xiii

3.2.4. Teknik Analisa Data ... 75 3.2.5. Uji Keabsahan Data ... 77 3.2.6. Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.5.1.Lokasi Penelitian ... 81 3.2.5.2.Waktu Penelitian ... 81 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Identitas Informan dan key Informan

4.1.1. Identitas Key Informan .. ... 87 4.1.2. Identitas Informan Pendukung ………... 93 4.2. Deskriptif Hasil Penelitian

4.2.1. Panggung Depang Pekerja Seks Komersial ……… 96 4.2.2. Panggung Tengah Pekerja Seks Komersial …..………. 108 4.2.3. Panggung Belakang Pekerja Seks Komersial ………… 116 4.3. Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1. Panggung Depan (Front Stage) ………. 128 4.3.2. Panggung Tengah ( Middle Stage) ………. 132 4.3.3. Panggung Belakang ( Back Stage) ………. 134 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ………...…. 138


(6)

(7)

xv

Hal Tabel 2.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu / Penelitian Sejenis

... 14

Tabel 3.1 Informan Kunci Penelitian ... 73

Tabel 3.2 Informan Pendukung Penelitian ... 73

Tabel 3.3 Tabel Penelitian ... 81

Tabel 4.1 Jadwal Wawancara Informan ………... 83


(8)

xvi

Gambar 2.1 Proses Komunikasi ... 21

Gambar 2.2 Model Alur Kerangka Pemikiran ... 55

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisis Data : Model Kualitatif . 75 Gambar 3.2 Uji Keabsahan Data dalam Penelitian Kualitatif ... 77

Gambar 4.1 Informan Penelitian ………. 86

Gambar 4.2 Informan Penelitian ………. 90

Gambar 4.3 Informan Penelitian ………. 92


(9)

xvii

Lampiran 1 Surat Penugasan Pembimbing ... 146

Lampiran 2 Lembar Revisi UP …………. ... 147

Lampiran 3 Berita Acara Bimbingan ……... 148

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Pembimbing ... 149

Lampiran 5 Lembar Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 150

Lampiran 5 Lampiran Revisi Sidang Skripsi ... 151

Lampiran 7 Lembar CV Informan Penelitian dan Informan Kunci .. 152

Lampiran 8 Pedoman Observasi ………... ... 156

Lampiran 9 Pedoman dan Transkip Wawancara ... 158


(10)

142

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdurrachman, Oemi. 2001.Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Citra. Cangara. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers.

Effendy, Onong.U. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : CV Mandar Maju.

--- 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Remaja.

--- 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Heryawan, RMA. 1986. Dramaturgi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2008. MetodePenelitianKualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya. --- 2008. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Pitoyo. 2013. The End of Saritem. Bandung : Simbiosa.

Purnomo & Bachtiar. 2007. Bisnis Prostitusi. Yogyakarta : Pinus.

Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(11)

--- 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

--- 1986. Teori-Teori Komunikasi. : Remaja Karya CV. Soemantoe, 1987.PsikologiPendidikan

Satori, Djam’an. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

--- 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

2. Sumber Karya Ilmiah

Aan Mulyadi, 2008, Pengelolaan kesan Pengamen Topeng di Kota Bandung(Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung).Skripsi : UNIKOM Bandung.

Tri Arthi Bagja Koesmayadi, 2009, Presentasi Diri “Poison”Grup Cross Cover Dance Musik Pop Korea di Kota Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri “Poison” Grup Cross Cover Dance Musik Pop Korea di Kota Bandung). Skripsi : UNIKOM Bandung.

Pundra Rangga Adhitia, 2006, Presentasi Diri Seorang Mami Kampus. Skripsi : UNISBA Bandung.

3. Sumber Online

http://psychologymania.com/2012/09/pengertian-pekerja-seks-komersial.html, diakses pada tanggal 28/02/2014 jam 14:46


(12)

http:// estehhangat.wordpress.com/2012/09/29/dramaturgi-erving-goffman-2/diakses padatanggal 3/3/2014 jam 15:56

http://risvianna.wordpress.com/2011/03/29/teori-erving-goffman/diaksespadatanggal 3/3/2014 jam 20:55

http://qiky-violetta.blogspot.com/2012/06/dramaturgi-peran-pekerja-seks-komersial diaksespadatanggal 4/3/2014 jam 16:50

http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/01/teori-dramaturgi-erving-goffmandiaksespadatanggal 4/3/2014 jam 22:45

http://meiliemma.wordpress.com/2008/01/27/dramaturgi/diaksespadatanggal 4/3/2014 jam 23:12

http://wordsanduniverse.wordpress.com/2012/05/09/dramaturgi-erving-goffman/diaksespadatanggal 5/3/2014 jam 02:18


(13)

(14)

vi

Bismillah’hir rahman’nir’

rahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas semua rahmat dan hidayah-nya, peneliti dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yag berjudul “PRESENTASI DIRI SEROANG PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di SaritemKota Bandung)”.

Peneliti juga ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Jajat Sudrajat dan Ibu Masriyani Lubis yang telah melahirkan dan membesarkan peneliti. Terimakasih atas semua kasih sayang yang telah diberikan serta dorongan dan semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini tepat pada waktunya.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak luput darisegala macam kesulitan dan hambatan. Namun kesulitan dan hambatan tersebut dapat diminimalkan karena banyaknya pihak-pihak yang memberikan bantuan. Dalam kesempatan kali ini perkenankanlah peneliti dengan segala kerendahan hati untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiahini kepada :


(15)

vii

2. Yth. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo., Drs., M.A selaku Dekan FISIP yang telah mengeluarkan surat pengantar penelitian.

3. Yth. Drs. Manap Solihat., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pengesahan untuk melaksanakan sidang dan untuk seluruh ilmu pengetahuanyang telah diberikan selama perkuliahan.

4. Yth. Melly Maulin P., S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi dan selaku Dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bantuan dan tentunya ilmu yang telah diberikan kepada peneliti.

5. Yth. Sri Dewi Setiawati, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan segala bimbingan, arahan, waktu, dan semangat selama peneliti mengerjakan sampai dengan menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Peneliti sangat berterimakasih atas kesediaan waktu yang telah banyak diberikan untuk membimbing peneliti selama ini.

6. Yth. DesayuEka Surya, S.Sos., M.Si selaku Dosen Wali yang telah memberikan segala perhatian, waktu, dan bimbingannya selama peneliti menempuh studi hingga saat ini.


(16)

viii

yang telah memberikan kemudahan dalam proses administrasi sampai dengan peneliti menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.

9. Yth. Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi & Public Relations yang telah mengurus semua keperluan administrasi selama peneliti melakukan penyusunan karya ilmiah ini.

10. Kepada Lucky Hermawan, Kartina, Ricka Dewi Rafsanjani, Ibu Mahyuni Lubis, Om Pepen, Nisa, Tifani, dan Itfia yang telah selalu memberikan suport kepada peneliti hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.

11. Sahabat-sahabat peneliti khususnya rasyid, gent-gent, ferry, awis, imam, dan sahabat peneliti lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, yang selalu memberikan suport kepada peneliti dan untuk teman sahabar di kelas Jurnal. Terimakasih juga untuk doa yang telah diberikan untuk peneliti.

12. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Mohon maaf atas segala kekurangan peneliti.

13. Terimakasih sedalam-dalamnya juga kepada Sani Anggraeni, yang dengan kesabarannya telah mendukung dan membantu banyak lah dama proses pembuatan skripsi ini.


(17)

ix

Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih.

Bandung, Maret 2014 Peneliti,

Ryandy Purnawan NIM. 41808142


(18)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Ryandy Purnawan

Nama Panggilan : Cemonk

Tempat, Tanggal lahir : Cimahi, 17 Juni 1989

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Telepon : 082117451321

Alamat : Komplek Nata Endah, Jl. Nata Asri 1, I

104, Rt 05/06, Kelurahan Margahayu

Status : Belum Menikah


(19)

PENDIDIKAN FORMAL

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2008 – Sekarang Mahasiswa Program Studi Ilmu

Komunikasi Konsentrasi

Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

-

2. 2004 – 2007 SMA Pasundan 1 Cimahi Berijazah

3. 2001 – 2004 SMP Negri 47 Bandung Berijazah

4. 1995 – 2001 SD Negri Cimahi XII Berijazah

PELATIHAN DAN SEMINAR

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2009 Mentoring Agama Islam Bersertifikat

2. 2009 Strategi mendidik anak dalam era

Globalisasi

Berssertifikat

3. 2009 Workshop Penyiaran Radio Bersertifikat

4. 2009 Table Manner – The Jayakarta

Suite Hotel & Spa

Bersertifikat

5. 2009 Peningkatan kualitas keilmuan,

keterampilan ICT dan


(20)

kewirausahaan sebagai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

6. 2010 Study Tour Ke Media Massa

Metro TV

Bersertifikat

7. 2010 Seminar Budaya PRENEURSHIP

“Meningkatkan budaya melalui jiwa Enterpreneurship” yang di adakan oleh pusat inkubator bisnis mahasiswa unikom

Bersertifikat

8. 2012 Seminar Pelatihan Video Dslr (

mengupas Video Dslr)

Bersertifikat

9. 2012 Bedah buku “ Handbook of public

relations” dan seminar “ how to be a good writer”

Bersertifikat

10. 2013 PELATIHAN MEMBUAT

TOKO ONLINE

Bersertifikat

PENGALAMAN KERJA

No. Tahun Keterangan

1. 2010 Kickfest 2009 at Wadezig


(21)

3. 2011 Admin at Chambers Distribution Bandung

4. 2013 Kickfest 2013 at Aktor Gaspol

5. 2013 Manager at Cambridge

6. 2014 Jackloth 2014 at Cambridge x Vulkanix

7. 2014 Owner at BAMKS!

Hormat saya, Peneliti

Ryandy Purnawan NIM. 41808142


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kita sering menyebut wanita penjual jasa pelayanan seksual dengan istilah PSK (Pekerja Seks Komersial), “menurut arti pada setiap katanya, istilah PSK berarti orang yang mempunyai pekerjaan untuk melayani kebutuhan seksual bagi orang-orang yang membutuhkannya, dengan tujuan komersial atau mencari keuntungan” (Ragil, 2009). Sedangkan menurut (Subadara, 2007), “Pekerja Seks Komersil adalah seorang wanita yang menjual dirinya, dengan melakukan hubungan seks dan bertujuan mendapatkan imbalan yaitu uang”.¹

Di Indonesia sendiri PSK sebagai wanita pemikat lelaki hidung belang sangatlah banyak, faktor-faktor penyebab adanya PSK bila dilihat dari buku (Bisnis Prostitusi, Reno Bahctiar & Edy Purnomo 2007:80) diantaranya adalah karena faktor ekonomi, permasalahan ekonomi yang sangat menyesakkan bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi mapan, jalan pintas mereka tempuh sehingga lebih mudah untuk mendapatkan uang. Hal ini merupakan tuntutan hidup praktis mencari uang sebanyak-banyaknya yang bermodalkan tubuh/fisik.

Faktor kemalasan, mereka malas untuk berusaha lebih keras dan berfikir lebih inofatif dan kreatif untuk keluar dari kemiskinan. Kemalasan ini diakibatkan oleh faktor psikis dan mental rendah, tidak memiliki norma agama, dan susila ¹ Sumber : www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-pekerja-seks-komersial.html,


(23)

menghadapi persaingan hidup. Tanpa memikirkan semua itu, hanya modal fisik, kecantikan, kemolekan tubuh, sehingga dengan mudah mendapatkan uang.

Faktor pendidikan, mereka yang tidak bersekolah mudah sekali terjerumus menjadi PSK. Daya pikir yang lemah menyebabkan mereka menjadi PSK tanpa ada rasa malu, mungkin kebodohan telah menuntun mereka menekuni profesi ini. Hal ini terbukti ketika ditemukan pelacur belia berusia belasan tahun di lokalisasi.

Faktor niat lahir batin, hal ini telah muncul dibenak mereka untuk menjadi PSK dengan alasan menjadi PSK adalah jalan terbaik. Niat lahir batin diakibatkan oleh lingkungan keluarga yang berantakan, tidak ada didikan dari orang tua yang baik, atau pengaruh dari diri sendiri terhadap kenikmatan duniawi.

Faktor kekerasan seksual, penelitian menunjukan banyak faktor menyebabkan perempuan menjadi seorang PSK diantaranya karena mengalami kekerasan seksual seperti perkosaan. Faktor Penipuan, Penipuan dan pemaksaan berkedok agen penyalur tenaga kerja, atau kasus penjualan anak dibawah umur.

Faktor persaingan, kompetisi yang keras di perkotaan, membuat kebimbangan untuk bekerja dijalan yang benar. Kemiskinan, kebodohan dan kurangnya bekerja disektor formal, membuat mereka para wanita bertindak menjadi seorang PSK, karena bisa cepat mendapatkan uang, maka menjadi seorang PSK dianggap sebagai solusi.

Faktor sakit hati, seperti gagalnya sebuah perkawinan atau perceraian yang membuat mereka sakit hati dan melampiaskannya menjadi seorang PSK. Faktor tuntutan keluarga, seorang PSK mempunyai tanggung jawab terhadap orang tuanya maupun anaknya yang berada di kampung halamannya. Kadang-kadang


(24)

ada orang tua yang mengantarkan mereka kepada mucikari untuk bekerja menjadi PSK.

Biasanya PSK memberikan pelayanan dengan menyewakan atau menjual tubuhnya. Menurut (Reno Bachtiar & Edy Purnomo, Bisnis Prostitusi 2007:67) tugas dan kewajiban seorang PSK sudah jelas, yaitu menyenangkan dan memuaskan pria hidung belang, mereka hanya berfikir untuk uang bukan seks. Dikalangan masyarakat Indonesia, PSK dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap PSK sebagai sesuatu yang buruk dan sangatlah jahat, tetapi sangat dibutuhkan oleh para lelaki hidung belang.

Dengan begitu seringnya PSK menyewakan atau menjual tubuhnya, tak jarang banyak PSK yang terkena penyakit kelamin, dan bahkan tertular penyakit AIDS. Oleh karena itu banyak PSK yang dianjurkan untuk memeriksakan kesehatannya minimal sebulan sekali. Salah satu tempat PSK untuk memeriksakan kesehatannya di Bandung adalah klinik Mawar.

Klinik Mawar adalah suatu LSM yang bergerak dibidang sosial, berdasarkan data dari klinik Mawar selaku LSM yang bergerak dibidang sosial, jumlah PSK di Kota Bandung sendiri terdapat kurang lebih seribu sembilan ratus PSK sampai akhir tahun 2009 sebelum ada perda. Akan tetapi pada tahun 2007 dengan ditutupnya lokalisasi terbesar di Kota Bandung yaitu Saritem, sangat mempengaruhi PSK di Kota Bandung yang berkurang sangat drastis. Pada saat itu Walikota Bandung Dada Rosada menutup kawasan lokalisasi Saritem tepat


(25)

nya pada tanggal 17 April 2007, dengan moto Bandung bermartabat (The end of Saritem, Pritoyo).

Akan tetapi penutupan itu tidak bertahan lama, karena hanya selang beberapa bulan Saritem dibuka kembali, dari data yang di dapat, dari tahun 2006 s/d 2009 PSK di Saritem terdapat kurang lebih delapan ratus orang dari dua RW, dan sesudah adanya perda dari Pemerintah Kota Bandung, PSK di Saritem berkurang karena ada beberapa rumah ditempat lokalisasi yang ditutup.

Tahun 2011 s/d 2012 PSK yang didata oleh klinik Mawar ada sekitar enam ratus orang PSK yang bekerja di Saritem, dan terakhir dari data survei sekitar awal tahun 2014 ini, baru terdata sekitar tiga ratus lima puluh orang dari dua RW di Sartiem. Tetapi dari data tersebut dapat dilihat, terjadi regenerasi PSK yaitu semakin sekarang PSK yang berada di Saritem semakin muda usianya.

Pada awalnya Saritem didirikan oleh orang-orang belanda sekitar tahun 1838. Bisa dibilang Saritem adalah salah satu cikal bakal dari tempat lokalisasi di Kota Bandung, keberadaan Saritem ini menjadi salah satu surga dunia bagi para laki-laki hidung belang, dan Saritem pun menjadi salah satu tempat mata pencaharian yang sangat baik bagi para PSK. PSK yang berada di Saritem berasal bukan hanya dari Kota Bandung, tetapi berasal dari luar kota Bandung seperti Sumedang, Tasik, Subang, Garut, Purwakarta dan kota-kota lainnya. Saritem merupakan salah satu tempat lokalisasi terbesar di Indonesia dan Saritem sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda.

Lokasi Saritem sangat lah unik karena lokasinya berada diantara Kantor Polisi dan Pesantren. Bisa dibilang berada di tengah-tengah diantara kantor Polisi


(26)

dan Persantren. Hal tersebut yang menjadi satu alasan kenapa peneliti sangat tertarik melakukan penelitian di Saritem Bandung.

Pada saat peneliti melakukan prapenelitian, peneliti menemukan perbedaan antara PSK di Saritem dan PSK yang berada di jalan ABC Bandung, :

1. PSK di Saritem lebih bersih dalam berpenampilan di bandungkan dengan PSK yang berada di jalan ABC Bandung.

2. PSK di Saritem lebih menarik dalam menarik pelanggan di bandingkan dengan PSK yang berada di jalan ABC bandung.

3. Tarif PSK di jalan ABC bisa di nego ataupun di tawar, sedangkan tarif PSK di Saritem tidak dapat di nego ataupun di tawar.

4. Cara pelayanan PSK di Saritem lebih memuaskan si pelanggan di bandingkan dengan PSK yang berada di jalan ABC Bandung. 5. PSK di Saritem lebih banyak pilihan di bandingkan dengan PSK

yang berada di jalan ABC Bandung karena PSK di jalan ABC hanya satu atau dua saja tidak seperti di Saritem.

yang membedakan PSK di Saritem dengan PSK ditempat lainnya adalah PSK di Saritem dipilih dahulu oleh para mucikari dengan berbagai tes. Salah satu tesnya adalah tes kesehatan, oleh karena itu PSK di Saritem bisa dibilang lebih bersih dari PSK ditempat lain. Karena memiliki dokter agar terhindar dari penyakit kelamin atau penyakit AIDS, walaupun sebenarnya tetap takjarang banyak yang terkena penyakit tersebut di Saritem, dan para PSK yang berada dijalanan dan ditempat lain adalah para PSK yang tidak lulus tes di Saritem.


(27)

Uang merupakan tuntutan hidup bagi setiap umat manusia, begitu juga dengan PSK, ketika PSK menyadari bahwa tidak semua lingkungan mampu untuk menerima kehadirannya, maka ia melakukan pemeranan karakter-karakter tertentu. Ada suatu pengelolaan pesan yang ia ciptakan untuk memberikan pemahaman kepada lingkungan tertentu, sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Pada dasarnya semua manusia juga melakukan suatu pemeranan karakter dalam kehidupannya, seperti dijelaskan oleh Goffman, “norma-norma, nilai-nilai, dan infrmasi budaya memberi meeka suatu peran seperti insinyur, polisi atau istri, ini dilaksanakan sesuai dengan tuntutan “skenario” dimana aktor tersebut harus memenuhi peran tersebut”. Namun ketika seorang individu menjadikan individu lain atau komunitas tertentu sebagai “sasaran” melalui kumpulan simbol-simbol presentasi dirinya, individu atau komunitas lain itu bisa “tertipu” dan hanya mengasumsikan pada apa yang terlihat di “permukaanya” saja.

Begitu pula halnya dengan PSK, dalam Presentasi diri seorang PSK dapat memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan untuk mendefinisikan sesuatu yang ingin di tonjolkan dari dirinya. Ada simbol-simbol tertentu yang tercakup dalam presentasi dirinya diciptakan, baik itu berupa komunikasi verbal maupun nonverbal yang dapat digunakan untuk memperkuat identitas peran yang ia mainkan. Presentasi diri itulah yang dijelaskan Goofman sebagai bagian dari pesan seorang individu sebagai aktor yang bermain diatas panggung sesuai dengan tuntutan skenario.

Pengelolaan kesan (Impression Management) di temukan dan dikembangkan oleh Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah dipaparkan dalam


(28)

bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”. Pengelolaan kesan juga secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan pada tindakan mengontrol persepsi orang lain dengan cepat, dengan mengungkapkan aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim.

Presentasi Diri ini dilakukan ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dan mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, melalui sebuah pertunjukan diri yang mengalami setting di hadapan khalayak. Dalam sebuah pertunjukan ini kebanyakan menggunakan atribut, busana, make-up, pernak-pernik, dan alat dramatik lainnya.

Goffman menyebut pertunjukan (performance) merupkan aktivitas untuk mempengaruhi orang lain. Sebuah pertunjukan yang ditampilkan seseorang berdasarkan atas perhitungan untuk memperoleh respon dari orang lain. Penampilan serta perilaku seseorang dalam sebuah interaksi merupakan suatu proses interpretif, yang dimana tujuannya agar terbentuknya sebuah persepsi yang merupakan hasil dari suatu interpretasi yang dilakukan orang lain (Mulyana, 2008: 113).

Goffman memandang ini dengan perspektif Dramaturgi. Berdasarkan hasrat dasar manusia, secara ilmiah manusia memiliki kekuatan yang dapat menguasai sikap dan tindakannya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya. Untuk itu dia menempuh jalan bertemu dengan orang lain yang melakukan pertunjukan dan memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali (Harymawan, 1986: 194).


(29)

Menurut Moulton (dalam Harymawan, 1986: 1) menyebutkan bahwa presentasi (presented) diartikan sebagai sebuah drama, yaitu “hidup yang dilukiskan dengan gerak”. Maksud dari presented disini adalah suatu kehidupan yang bukan hanya bersifat fantasi manusia, namun kehidupan yang bersifat fantasi tersebut diekspresikan secara langsung (live) atau nyata.

Bertolak pada pengertian dramaturgi menurut RMA. Harymawan (1986) dalam bukunya yang berjudul Dramaturgi, dramaturgi adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum dan konvensi drama. Hukum-hukum drama tersebut mencakup tema, alur (plot), karakter (penokohan), dan latar (setting).

Dramaturgi yang diperkenalkan oleh Goffman adalah perspektif yang didalami berdasar dari segi sosiologi, dan menyatakan :

“Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif pertunjukan teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan membahas cara individu menampilkan dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang pertunjukan di hadapan orang lain.” (Mulyana,2008: 107)

Pada pernyataan Goffman tersebut mengartikan bahwa kehidupan manusia diibaratkan seperti teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas panggung yang dimana seseorang akan seperti seorang aktor yang memainkan peran-peran tertentu saat berhadapan dengan orang lain. Dalam perspektif dramaturgi, Goffman membagi kehidupan sosial menjadi dua bagian yaitu “wilayah depan” (front region) dan “wilarah belakang” (back region). Saat individu menampilkan diri-nya dengan peran tertentu di hadapan penonton atau khalayak, maka individu tersebut dianggap seperti sedang berada di depan


(30)

panggung (front stage), dan saat individu sedang tidak bermain peran atau sedang mempersiapkan diri-nya untuk menjalani peran, maka di wilayah ini adalah panggung belakang (back stage), serta panggung tengah (middle stage) yang dimana daerah ini merupakan wilayah seorang individu melakukan persiapan untuk ke panggung depan (Mulyana, 2008: 58)

Dalam kata lain, ketika seorang PSK dihadapkan pada khalayak ramai, ada peran, simbol, identitas atau presentasi diri yang berlainan antara kondisi yang satu dengan yang lainnya. Di satu sisi ketika ia memerankan sosok wanita pada umumnya, presentasi diri yang ia bangun menggunakan pakaian, accesoris, sepatu, gaya bicara, isi pesan, bahasa tubuh akan sesuai jalur selayaknya sosok wanita pada umumnya saat bersosialisasi. Namun ketika ia berada pada posisi PSK presentasi diri yang ia bangun akan berbeda dari presentasi diri yang ia tonjolkan ketka ia berada pada diri seorang wanita pada umumnya.

Kesimpulannya, PSK memiliki berbagai pola interaksi sosial yang mencakup pengelolaan kesan dalam presentasi diri yang berbeda di keadaan, kondisi dan situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Ada suatu upaya untuk menyamarkan hal-hal tertentu yang sebaiknya tidak diperlihatkan dalam interaksi sosial tertentu. Seorang PSK lebih jauhnya laksana seorang aktor yang berperan di atas panggung sandiwara, menciptakan suatu pandangan, identitas dan realitas sosial yang berbeda bagi setiap khalayak yang ditemuinya.


(31)

Inti dari penelitian ini adalah mencoba untuk menelaah dan menguak lebih jauh tentang presentasi diri yang dibangun oleh PSK dengan melihat wilayah peran yang disembunyikan dan peran yang ditonjolkan, dan peneliti merasa cocok bahwa penelitian ini dilakukan di Saritem Bandung. Peneliti memilih PSK di Saritem sebagai penelitian karena Saritem merupukan tempat prostitusi terbesar di bandung. Peneliti menggunakan metodologi kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas serta masalah yang akan diteliti, maka peneliti membuat sebuah rumusan masalah yaitu :

1.2.1. Rumusan Masalah Makro

“Bagaimana Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung?”

1.2.2. Rumusan Masalah Mikro

Berikut rumusan masalah mikro yang telah dirumuskan oleh peneliti secara lebih spesifik :

1. Bagaimana front stage (panggung depan) Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.

2. Bagaimana middle stage (panggung tengah) Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.


(32)

3. Bagaimana back stage (panggung belakang) Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung:

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menjelaskan, menjawab, dan menguraikan tentang bagaimana Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui jumlah keseluruhan dari rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui front stage (panggung depan) Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.

2. Untuk mengetahui middle stage (panggung tengah) Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.

3. Untuk mengetahui back stage (panggung belakang) Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung.


(33)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Saritem Bandung adalah sebagai berikut :

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan kajian keilmuan yaitu secara umumnya Ilmu Komunikasi dan Psikologi Komunikasi khususnya yang menekankan pada presentasi diri dan pengelolaan kesan (studi dramaturgi).

1.4.2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini dilakukan dengan harapan memiliki kegunaan unutuk segala pihak. Kegunaan praktis yang telah peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

A. Untuk peneliti hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis tentang pengaplikasian dramaturgi dikehidupan sosial. Selain itu juga presentasi diri yang merupakan salah satu macam perilaku sosial yang ada di masyarakat.

B. Untuk akademisi penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi program Studi Ilmu Komunikasi untuk dijadikan sebagai referensi atau literature sebagai salah satu sumber pengetahuan untuk dijadikan penelitian dengan tema yang sama.


(34)

C. Untuk masyarakat kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi lebih jelas tentang bagaimana kehidupan sosial itu terdapat proses presentasi diri yang sebelumnya dikelola terlebih dahulu, kesan untuk mendapatkan kesan yang diinginkan pada tiga panggung kehidupan, yaitu panggung depan, tengah, dan belakang.


(35)

14 2.1. Tinjauan Pustaka

Bab ini, akan menjelaskan mengenai teori teori yang relevan mengenai penelitian ini, serta study literature, dokumen atau arsip yang mendukung, yang telah dilakukan sebagai pedoman penelitian.

2.1.1. Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu / Penelitian Sejenis Tabel 2.1 No Nama Peneliti Judul Penelitian Pendekatan Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Penelitian Pebedaan Penelitian

1 Aan

Mulyadi (UNIKOM Bandung) Pengelolaan kesan Pengamen Topeng di Kota Bandung

Dramaturgi Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui Bagaimana Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Di Kota Bandung (Studi Persamaan penelitian sama sama menggunakan studi kualitatif metode Dramaturgi Perbedaan diskripsi ini terletak pada perbedaan objek penelitian


(36)

Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung). 3 Tri Arthi

Bagja Koesmayadi

Presentasi Diri “Poison” Grup Cross Cover Dance Musik Pop

Korea di Kota Bandung

Dramaturgi Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui Bagaimana Presentasi Diri “Poison” Grup Cross Cover Dance Musik Pop Korea di Kota Bandung Persamaan penelitian sama sama menggunakan studi kualitatif metode Dramaturgi Perbedaan diskripsi ini terletak pada perbedaan objek penelitian

2 Pundra

Rangga

Presentasi Diri Seorang

Dramaturgi Penelitian ini bermaksud

Persamaan penelitian

Perbedaan diskripsi ini


(37)

Adhitia (UNISBA Bandung) Mami Kampus untuk mengetahui Presentasi Diri seorang mami kampus sama sama menggunakan studi kualitatif metode Dramaturgi terletak pada perbedaan objek penelitian

2.1.2. Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1. Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau communicationberasal dari bahasa latin, yaitu communicatusyang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya communisyang bermakna umum atau bersama-sama. Berdasarkan Buku Ilmu Komunikasi Teori & Praktik terdapat beberapa definisi komunikasi.

Harold Lasswell dan Mulyana (2007:69) mengatakan “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut), Who Says What in Which

Channel To Whom With What Effect ?” atau siapa mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana ?

Komunikasi menurut Everett M. Rogers & Lawrence Kincaid (1981:18) menyatakan :

“Bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam”


(38)

Bernald Berelson dan Gary A Steiner dalam Mulyana (2007:68) menyebutkan bahwa “komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi”.

Berelson dan Steiner (1964), komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lainnya.

Definisi-definisi sebagaimana dikemukakan diatas, tentu belum mewakili semua definisi yang telah dibuat oleh para ahli. Namun paling tidak kita telah memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud komunikasi, walaupun masing-masing definisi memiliki pengertian yang luas dan beragam satu sama lainnya. Dari definisi diatas juga ditekankan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan tersebut mempunyai tujuan yakni mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya yang menjadi sasaran komunikasi.

2.1.2.2 Tujuan Komunikasi

Kegiatan dan upaya komunikasi yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari tentunya memiliki suatu tujuan, Gordon


(39)

I. Zimmerman dalam mulyana (2007:4) merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar, yaitu :

1. Kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita, seperti untuk memberi makan dan pakaian kepada diri sendiri, memuaskan kepenasaran kita akan lingkungan, dan menikmati hidup. 2. Kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk

hubungan orang lain.

Thomas M. Scheidel dalam Mulyana (2007:4)

mengemukakan bahwa manusia berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang disekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau berprilaku seperti yang kita inginkan

Membangun atau menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyutujui tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial.

A. Perubahan Sikap (attitude change)

Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai keinginan kita.


(40)

B. Perubahan pendapat (opinion change)

Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman, ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksud komunikator maka akan tercipta pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.

C. Perubahan perilaku (behavior change)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan seseorang.

D. Perubahan sosial (social change)

Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meninggkatkan kadar hubungan interpersonal. 2.1.2.3. Komponen-Komponen Komunikasi

A. Communicator (Komunikator)

Yaitu komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. Komunikator akan menjadi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan, ini berarti ia memformulasikan pikiran dan perasaannya kedalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan.


(41)

Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya dikala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif.

B. Message (Pesan)

Yaitu pesan merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. Penyampaian pesan dapat dilakukan secara verbal yakni dengan menggunakanalat, isyarat, gambar atau warna untuk mendapatkan umpan balik (feedback) dari komunikan. C. Channel (Media)

Yaitu saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung

mampu “menerjemahkan” pikiran dan perasaan

komunikator kepada komunikan.

D. Communicant, Communicate, Receiver, Recipent

(Komunikan)

Yaitu orang yang menerima pesan dari komunikator. Komunikan akan memberikan umpan balik (feedback) terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.


(42)

Umpan balik mempermainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang diutarakan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif atau negatif.

E. Effect, Impact,Influence (Efek)

Yaitu tanggapan, seperangkat reaksi kepada komunikan setelah menerima pesan dari komunikator terhadap isi pesan, yang dapat menimbulkan reaksi dari kedua belah pihak.

2.1.2.4. Proses Komunikasi

Gambar 2.1 Proses Komunikasi Sumber : Mulyana 4.9 Keterangan Gambar 2.1 :

Encoder : Pembentuk kode-kode pesan Encoder

Interpreter Decoder

Decoder Interpreter

Encoder Message


(43)

Decoder : Pemecah kode-kode pesan

Interpreter: Penginterpretasi kode-kode pesan Message : Pesan

Bagan tersebut merupakan model Schramm, menggambarkan tentang “How Communication Works”, dapat dijelaskan bahwa setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai encoder dan decoder. Seseorang secara konstan menyandi-balik tanda-tanda dari lingkungan sekitarnya, menafsirkan tanda-tanda tersebut, dan menjadi sesuatu sebagai hasilnya. Tegasnya, seseorang menjadi penerima dan penyampai pesan. Makna yang dilakukan dengan memberikan sandi oleh seseorang dari penyandi lainya yang dilakukannya akan membuatnya menjadi balik. Misalnya begitu mendengar teriakan “api”, maka seseorang mungkin akan segera berteriak “Tolong!” apa yang disandi oleh seseorang bergantung pada pilihan orang tersebut atas berbagai respons yang tersedia dalam situasi tersebut dan berhubungan dengan makna tadi.

Proses kembali dalam model diatas disebut umpan balik (feedback) yang memainkan peran sangat penting dalam komunikasi, karena hal itu member tahu kita bagaimana pesan kita ditafsirkan, baik dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, wajah yang melengos, dan sebagainya.


(44)

2.1.2.5. Fungsi Komunikasi

Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesan/ide; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri: ada media dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan. Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan.

Fungsi komunikasi :

A. Membangun konsep diri (Estabilishing Self-Concept) B. Eksistensi Diri (Self Existence)

C. Kelangsungan Hidup (Live Concinuity)

D. Memperoleh Kebahagiaan (Obtaining Happiness) Terhindar dari tekanan dan ketegangan (Free from pressure and stress).

Kegiata dan upaya komunikas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari tentunya memiliki suatu tujuan. Gordon I Zimmerman dalam Mulyana (2007:4) merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar, yaitu :

 Kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita, seperti untuk memberi makan dan pakaian kepada diri sendiri, memuaskan kepenasaran kita akan lingkungan, dan menikmati hidup.


(45)

 Kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan orang lain.

Thomas M. Scheidel dalam Mulyana (2007:4)

mengemukakan bahwa manusia berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangunkontak sosial dengan orang disekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa,berfikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan.

2.1.3. Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi 2.1.3.1. Definisi Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar kegiatan komunikasi berlangsung dlam situasi komunikasi antar pribadi. Melalui komunikasi antar pribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain, kita dapat mengetahui dunia luar, bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna, bisa memperoleh hiburan dan menghibur orang lain dan sebagainya.

Menurut Joseph A. Devito Berdasarkan Buku Ilmu Komunikasi Teori & Praktik mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai berikut :

“Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”


(46)

Berdasarkan definisi itu, komunikasi antar pribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan atau antara dua orang dalam suatu pertemuan.

Komunikasi antar pribadi pada hakikatnya

merupakanproses sosial seperti yang diuraikan diatas, dimana orang-orangyang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Komunikasi antarpersonal dianggap efektif untuk mengubah sikap, pendapat danperilaku seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan.

Dari definisi diatas, maka komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang, dimana komunikasinya bersifat dialogis, lebih akrab dan terbuka, komunikator dapat melihat feedback secara langsung.

2.1.3.2. Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam tujuan komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri sendiri.

Dengan memperbincangkan diri kita sendiri pada orang lain, kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. A. Mengenal diri sendiri dan orang lain


(47)

Nasihat seorang filsuf terkenal Socrates yaitu : cogito ergosum yang memiliki arti kurang lebih ”kenalilah dirimu”. Salah satu cara untuk mengenal diri kita sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi.

B. Mengetahui dunia luar

Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek dan kejadian-kejadian orang lain.

C. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain.

D. Mengubah sikap dan perilaku

Dengan komunikasi antar pribadi sering kita berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain.

E. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan.

F. Membantu

Psikiater, psikolog klinik dan ahli terapi adalah contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain.


(48)

2.1.3.3. Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Proses Transaksional

Komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses yang sangat unik, artinya tidak seperti kegiatan lainnya. Selain itu, komunikasi antar pribadi juga menuntut adanya tindakan saling memberi dan menerima diantara pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

A. Komunikasi Antar Pribadi sebagai Proses

Sebagai suatu proses, komunikasi antar pribadi merupakan rangkaian tindakan, kejadian dan kegiatan yang terjadi secara terus menerus atau bisa dibilang merupakan suatu yang dinamis.

B. Komponen-komponen dalam Komunikasi Antar Pribadi Saling Tergantung

Komponen-komponen dalam komunikasi antar pribadi saling berkaitan dan tergantung satu sama lain. Setiap komponen komunikasi antar pribadi mempunyai kaitan baik dengan komponen lain maupun dengan komponen secara keseluruhan.

C. Para pelaku dalam Komunikasi Antar Pribadi Bertindak dan Bereaksi


(49)

Di dalam proses tradisional, setiap orang, melakukan tindakan memberi reaksi tindakan sebagai manusia yang utuh. Orang tidak dapat bertindak hanya dengan pikiran dan emosi saja, tetapi melibatkan pikiran, emosi, sikap, gerakan tubuh, pengalaman sebelumnya, dan lain-lain.

2.1.3.4. Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi

Karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi antar pribadi ini oleh Joseph A Devito dilihat dari dua perspektif, yaitu : A. Humanistis, meliputi sifat-sifat :

1) Keterbukaan

Aspek keterbukaan menunjuk paling tidak pada 2 aspek tentang komunikasi antar pribadi. Pertama kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Kedua keterbukaaan untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur.

2) Perilaku Suportif

Jack R. Gibb menyebutkan tiga perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yakni :

a) Deskriptif, suasana yang deskriptif akan menimbulkan suportif dibanding dengan suasana yang evaluatif.


(50)

b) Spontanitas, orang yang spontan dalam berkomunikasi adalah orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkan.

c) Provisionalisme, seseorang yang memiliki sifat ini adalah orang yang memiliki sifat berpikir terbuka. 3) Perilaku Positif

Komunikasi antar pribadi akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap orang lain dan berbagai situasi komunikasi.

4) Empatis

Empati adalah kemauan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain.

5) Kesamaan

Hal ini mencakup dua hal, pertama kesamaan bidang pengalaman diantara para pelaku komunikasi.

B. Pragmatis, meliputi sifat-sifat : 1) Bersikap yakin

Komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila seseorang mempunyai keyakinan diri.

2) Kebersamaan

Seseorang bisa meningkatkan efektivitas komunikasi antar pribadi dengan orang lain bila ia bisa membawa ras kebersamaan.


(51)

3) Manajemen Interaksi

Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak.

4) Perilaku Ekspresif

Perilaku ekspresif memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain.

5) Orientasi Pada Orang Lain

Untuk mencapai efektivitas komunikasi, seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain.

2.1.4. Tinjauan tentang Psikologi Komunikasi

Psikologi Humanistik menyebutkan bahwa “humanistic

psychology is not just the study of human being it is a commitment to

human becoming”. Menurut pandangan kaum humanistik bahwa hakikat manusia adalah bukan sekedar human being tetapi human becoming. Manusia menjadi lebih bermakna jika dirinya dipandang sebagai “menjadi manusia” (human becoming) bukan hanya atas dasar “kemanusiaannya” (human being)saja. Sebuah “proses yang menjadi” itulah bagian dari hakikat diri manusia.

Sebuah proses adalah sebuah pilihan. Dengan mengamati “proses menjadi”, kita akan dapat lebih memahami mengapa banyak


(52)

orang yang memilih jalan hidup dengan menjadi PSK. Ketika seseorang sudah menentukan pilihan jalan hidupnya dengan menjadi PSK, walaupun diakuinya bahwa itu bukan pilihan jalan hidupnya. Bagaimana sebuah proses terjadi yang dialami PSK sehingga dia menjadi seorang PSK, akan membawa kita pada penjelasan tentang latar belakang atau alasan dan motif PSK menjadi PSK.

2.1.4.1. Definisi Psikologi Komunikasi

Hovland, Janis, dan Kellysemuanya psikolog, mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the

behavior of other individuals (the audience” (1953:12).

Kamus Psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian komunikasi, yaitu :

1. Penyampaian perbahan energi dari satu tempat ketempat yang lain, seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.

2. Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme.

3. Pesan yang disampaikan.

4. (Teori Komunikasi) proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melaluli peraturan signal-signal yang disampaikan.


(53)

5. (K. Lewin) pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan dengan wilayah lainnya.

6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi Daftar pengertian diatas menunjukan rentangan makna komunikasi sebagaimana digunakan dalam dunia psikologi. Bila diperhatikan dalam psikologi, komunikasi mempunyai makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi.

Jadi, psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indra ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme.

Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental adalah apa yang disebut Fisher (internal mediation of stimuli), sebagainya akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa yang tampak ketika orang berkomunikasi.


(54)

2.1.4.2. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan menciba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan. Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respons yang akan datang.

Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi, yaitu :

1. penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli).

2. proses yang mengantarai stimulus dan respons (internal mediation of stimuli).

3. prediksi respons (prediction of response).

4. peneguhan respons (reinforcement of responses).

Psikologi komunkasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dari sinilah timbul perhatian pada gudang memori (memory storage) dan set (penghubung masa lalu dan masa sekarang).


(55)

2.1.4.3. Penggunaan Psikologi Komunikasi

Komunikasi efektif seperti dinyatakan Ashley Montagu, kita belajar menjadi manusia melalui komunikasi. Manusia bukan dibentuk oleh lingkungan, tetapi oleh caranya menerjemahkan pesan-pesan lingkungan yang diterimanya.

Kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu juga komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita.

Bagaimana tanda-tanda komunikasi yang efektif? Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974:9-13) paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu :

1. Pengertian

Pengetian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimulus seperti yang dimaksud oleh komunikator.

3. Kesenangan

Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic

communication), dimaksudkan untuk menimbulkan

kesenangan.

4. Memengaruhi sikap

Paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain.


(56)

5. Hubungan sosial yang baik

Adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan

mempertahankan hubungan yang memusatkan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (kontrol), dan cinta serta kasih sayang (affection).

6. Tindakan

Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, tindakan adalah hasil komulatif seluruh proses komunikasi.

2.1.4.4. Faktor-Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Faktor biologis, manusia adalah mahluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain, faktor bilogis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis.

Menurut wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah di program secara genetis dalam jiwa manusia, program ini disebut sebagai epigenetic, mengatur perilaku manusia sejak kecenderungan menghindari incest, kemampuan memahami ekspresi wajah sampai kepada persaingan politik.

Faktor faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang terpenting dari motif


(57)

biologi antara lain, ialah kebutuhan makan, minum, istirahat, kebutuhan seksual dan kebetuhan memelihara kelangsungan hidup. Walau demikian manusia bukan sekedar mahluk biologis, kalau sekedar mahluk biologis ia tidak berbeda dengan binatang.

Faktor sosiopsikologis, karena manusia mahluk sosial. Dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya, kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen.

Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan untuk bertindak, komponen afektif terdiri atas motif sosiogenis, sikap, dan emosi.

2.1.4.5. Motif

Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin di penuhi oleh manusia tersebut, atau suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian suatu tujuan (soemanti, Psikologi pendidikan 1987).

Motif bertalian dengan tiga hal :

1. Keadaan yang mendorong tingkah laku

2. Tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut 3. Tujuan dari pada tingkah laku tersebut


(58)

2.1.5. Tinjauan Tentang Dramaturgi

2.1.5.1. Interaksi Simbolik Sebagai Induk dari Teori Dramaturgis

“An actor performs on a setting which is constructed of a

stage and a backstage; the props at either setting direct his action; he is being watched by an audience, but at the same

time he is an audience for his viewers' play”. (The

Presentation of Self in Everyday Life, Erving Goffman, 1959) Interaksi simbolik merupakan pembahasan penting karena tidak bisa dilepaskan dari dramaturgi. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia. Maka, jika menyinggung mengenai masalah dramaturgi tidak lepas dari konteks interaksi simbolik. Interaksi simbolik dapat dikatakan berupa pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2008: 68). Hal ini berhubungan dengan permainan peran oleh individu tertentu.

Munculnya suatu studi tentang interaksi simbolik dipengaruhi oleh teori evolusi milik Charles Darwin. Darwin menekankan pandangan bahwa semua perilaku organisme, termasuk perilaku manusia, bukanlah perilaku yang acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka masing-masing. Teori evolusi juga menyatakan bahwa setiaporganisme dan lingkungannya serasi dalam suatu hubungan dialektik. Artinya, cara lingkungan berpengaruh terhadap organisme antara lain dibentuk oleh alam, pengalaman lalu, dan aktifitas yang dilakukan organisme saat itu.


(59)

Beberapa ilmuwan mempunyai andil sebagai perintis dari interaksionisme simbolik, yaitu James Mark Baldwin, William James, Charles Horton Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan George Herbert Mead. Mead adalah sebagai peletak dasar teori tersebut. Pada masa Herbert Blumer, istilah interaksi simbolik dipopulerkan pada tahun 1937. Dalam interaksi simbolik, Blumer melihat individu sebagai agen yang aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit serta sulit diramalkan dan memberi tekanan pada sebuah mekanisme yang disebut interaksi diri yang dianggap membentuk dan mengarahkan tindakan individu. Interaksi diri memberikan pemahaman bahwa pemberian makna merupakan hasil pengelolaan dan perencanaan dari aspek kognitif dalam diri individu. Ketika individu itu melakukan suatu proses olah pikir sebelum makna itu disampaikan melalui simbol-simbol tertentu, interpretasi makna bisa dipastikan akan berjalan dengan yang diharapkannya.

Interaksi simbolik menurut Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antarmanusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi juga menafsirkan dan mendefenisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidaklangsung, selalu didasarkan atas makna penilaian tersebut. Maka dari itu, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan


(60)

makna tindakan oran lain. Dalam konteks itu, menurut Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke arah mana tindakannya.

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2008: 68). Perspektif ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.

Dalam bukunya yang berjudul “Symbolic Interactionism;

Perspective and Method”, Blumer (dalam Puspa, 2011) menekankan tiga asumsi yang mendasari tindakan manusia, yaitu:

1. Human being act toward things on the basic of the meaning that the things have for them (manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimilikinya). 2. The meaning of the things arises out of the social

interactions one with one’s fellow (makna tersebut muncul atau berasal dari interaksi individu dengan sesamanya). 3. The meaning of things are handled in and modified

through an interpretative process used by the person in dealing with the thing he encounters (makna diberlakukan


(61)

atau diubah melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya).

Dari pendapat Blumer di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna tidak melekat pada benda, melainkan terletak pada persepsi masing-masing terhadap benda tersebut.

Menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol -simbol”. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol -simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan (Mulyana, 2008).

Tindakan individu mengenai bagaimana tampilan dirinya yang ingin orang lain ketahui memang akan ditampilkan se-ideal mungkin. Perilakunya dalam interaksi sosial akan selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Ketika individu tersebutmenginginkan identitas lain yang ingin ditonjolkan dari identitas yang sebenarnya, di sinilah terdapat


(62)

pemeranan karakter seorang individu dalam memunculkan simbol-simbol relevan yang diyakini dapat memperkuat identitas pantulan yang ingin ia ciptakan dari identitas yang sesungguhnya (lebih jauh perkembangan ini melahirkan studi dramaturgi).

Pada perkembangannya, selain dari aspek kognitif, interaksi simbolik juga mendapatkan kritik berkaitan dengan pengklarifikasian dari konteks di mana proses komunikasi itu berlangsung. Penggunaan interaksi simbolik yang hanya dalam suatu presentasi diri dan dalam konteks tatap muka, seolah-olah menganggap keberhasilan suatu makna ditentukan oleh pengelolaan simbol yang sudah terencana. Jadi makna tersebut dapat diciptakan dan disampaikan oleh individu pengirim pesan saat proses interaksi berlangsung.

Erving Goffman, salah seorang yang mencoba memperjelas dari pengklarifikasian dari proses interaksi simbolik. Pandangan Blumer bahwa individu-lah yang secara aktif mengontrol tindakan dan perilakunya, bukan lingkungan, dirasa kurang tajam pada masanya. Interaksi simbolik hanya sebatas pada “individu memberi makna”, Goffman memperluas pemahamannya bahwa ketika individu menciptakan simbol, disadari atau tidak, individu tersebut bukan lagi dirinya.

Menurut Goffman, ketika simbol-simbol tertentu sebelum dipergunakan oleh individu sebagai sebuah tindakan yang disadari (dalam perencanaan), berarti ia juga telah menjadikan dirinya sebagai


(63)

“orang lain”, karena ketika individu tersebut mencoba symbol-simbol yang tepat untuk mendukung identitas yang akan ditonjolkannya, ada simbol-simbol lain yang disembunyikan atau “dibuang”. Ketika individu tersebut telah memanipulasi cerminan dirinya menjadi orang lain, berarti ia telah memainkan suatu pola teateris, peng-aktor-an yang berarti dia merasa bahwa ada suatu panggung dimana ia harus mementaskan suatu tuntutan peran yang sebagaimana mestinya telah ditentukan dalam skenario, bukan lagi pada tuntutan interaksi dirinya, simbol-simbol yang diyakini dirinya mampu memberikan makna, akan terbentur pada makna audiens. Artinya bukan dirinya lagi yang memaknai identitasnya, tetapi bergantung pada orang lain. Pengelolaan simbol-simbol pada bagian dari tuntutan lingkungan (skenario).

Maka berangkat dari sinilah yang memicu Erving Goffman untuk mengoreksi dan mengembangkan Teori Interaksionisme Simbolik secara lebih jauh dengan mengklarifikasikan konteks dari berlangsungnya interaksi tersebut. Bertindak dalam cara yang berbeda dan dalam pengaturan yang berbeda, yaitu secara teateris. Melalui pandangannya terhadap interaksi sosial, dijelaskan bahwa pertukaran makna di antara individu-individu tersebut disebabkan pada tuntutan pada apa yang orang harapkan dari kita untuk kita lakukan. Lalu, ketika dihadapkan pada tuntutan itu, maka orang melakukan pertunjukan(performance) di hadapan khalayak, bukan lagi individu


(64)

lain. Memainkan simbol dari peran tertentu di suatu panggung pementasan.

2.1.5.2. Kajian Dramaturgis

Kenneth Duva Burke (1945) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode yang bersifat analogis dan teoretis untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Dengan kata lain model dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Burke memandang perilaku sosial sebagai interaksi atau rasio antara lima unsur daramatis (yakni, lakon, adegan, agent, agency, tujuan) atau penggunaan strategi simbolis dalam memanipulasikan bahasa (Rahmat, 1986 : 327-328).

Menurut pandangan Burke, cara yang paling baik untuk meneropong kehidupan sosial manusia adalah melalui pendekatan drama (Mulyana, 2008: 158). Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.


(65)

Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”.

Erving Goffman (1959), salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20 telah memperkenalkan dramaturgi dalam


(66)

bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life. Konsep dramaturgiGoffman ini lebih bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

Inti dari drmaturgi adalah menghubungkan tindakan dengan maknanya, dan dalam pandangan dramaturgis tentang kehidupan sosial, makna bukanlah warisan budaya, sosialisasi, atau tatanan kelembagaan, atau perwujudan dari potensi psikologis dan biologis, melainkan pencapaian problematik interaksi manusia dan penuh dengan perubahan, kebaruan, dan kebingungan. Namun yang lebih penting lagi, makna bersifat behavioral, secara sosial terus berubah, abitrer, dan merupakan ramuan interaksi manusia. Maka atas suatu simbol penampilan atau perilaku sepenuhnya bersifat serba mungkin, sementara atau situasional. Dapat dikatakan juga pendekatan dramaturgi Goffman khususnya berintikan pandangan bahwa ketika


(67)

manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, fokuspendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya (Mulyana, 2008: 107). 2.1.5.3. Panggung Pertunjukan

Melalui perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, perilaku manusia dalam sebuah interaksi sosial mirip dengan sebuah pertunjukan di atas panggung dengan menampilkan berbagai peran yang dimainkan oleh sang aktor.

Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) ataw kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan (Mulyana, 2008: 114). Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung(“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalahadanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kitasebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan


(68)

dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.¹

Lebih jelas akan dibahas tiga panggung pertunjukan dalam studi dramaturgi:

1. Front Stage (Panggung Depan)

Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan mereka. Melalui aspek front stage, back stage, dan aspek middle stage yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian yang mengkaji tentang presentasi diri yang dikemukakan oleh Goffman, peneliti dapat menganalisa presentasi diri dari PSK dalam perspektif dramaturgi. 2. Middle Stage (Panggung Tengah)


(69)

Middle Stage merupakan sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat sang aktor mengkomunikasikan pesan-pesannya, yakni panggung depan (front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan segala atribut atau perlengkapan untuk ditampilkan di panggung depan (Mulyana, 2008: 58). Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di atas panggung, untuk menutupi identitas aslinya. panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. panggung ini juga yang menjadi tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukannya. Baik itu tata rias, peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa. 3. Back Stage (Panggung Belakang)

Panggung belakang merupakan wilayah yang berbatasan dengan panggung depan, tetapi tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan, dan oleh karena itu khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali dalam keaadaan darurat. Di panggung inilah individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya (Mulyana, 2008: 115).


(70)

2.1.6. Presentasi Diri dan pengelolaan Kesan (impression management) Presentasi diri dapat diartikan sebagai cara individu dalam menampilkan dirinya sendiri dan aktifitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan segala hal yang memungkinkan atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang pertunjukannya di hadapan orang lain (Mulyana, 2008: 107).

Bertolak pada gagasan diri menurut Cooley yang menyatakan bahwa diri terdiri dari tiga komponen yakni yang pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan kita. Ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Berdasarkan gagasan tersebut Goffman mencoba mengembangan dan mengartikan bahwa diri adalah suatu hasil kerja sama (collaborative manufacture) yang harus diproduksi baru dalam peristiwa interaksi sosial.

Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada (Mulyana, 2008: 110).


(1)

mereduksi data setelah melakukan pengumpulan data, hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti selama dilapangan. Sehingga hal ini memudahkan peneliti untuk melanjutkan analisa data pada tahap berikutnya.

3. Penyajian Data atau Analisis data, yakni penyusunan penyajian kategori jawaban informan dalam tabel/ tabulasi serta gambar / kecenderungan dari informan disertai analisis awal terhadap berbagai temuan data di lapangan sebagai proses awal dalam pengolahan data. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami. 4. Proses akhir penarikan kesimpulan, yaitu dilakukannya pembahasan

yang berdasarkan pada rujukan berbagai teori yang digunakan dimana di dalamnya ditentukan suatu kepastian mengenai aspek teori dan kesesuaian / ketidaksesuaian dengan fakta hasil penelitian di lapangan dimana peneliti juga membuat suatu analisis serta membuat tafsiran atas tampilan data sesuai dengan permasalahan penelitian serta memberikan verifikasi teoritis temuan penelitian mengenaiperilaku komunikasi Pekerja Seks Komersial di Kota Bandung.

3.2.5.Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Menurut Sugiono (2005:270) cara pengujian


(2)

kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi data, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative, dan membercheck.Tetapi memilih beberapa saja sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian yang dilakukan. Seperti yang digambarkan dibawah ini :

Gambar 3.2

Uji Keabsahan Data dalam Penelitian Kualitatif

Sumber : Sugiono (2005:270)

A. Perpanjangan Pengamatan (Prolonged engagement)

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data

Uji

Keabsahan Data

Perpanjangan Pengamatan

Peningkatan Ketekunan

Triangulasi

Diskusi dengan Teman Sejawat


(3)

yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk raport, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian. Dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajari. (Sugiyono, 2012:270)

B. Meningkatkan Ketekunan (Persistent observation)

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak. (Sugiyono, 2012:272)

C. Triangulasi

Diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara megecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda. Misalnya data diperoleh dengan


(4)

wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. (Sugiono, 2012:273).

D. Diskusi dengan teman sejawat.

Jika penelitian itu dilakukan oleh tim, peneliti dapat mendiskusikan hasil temuan sementaranya dengan teman sejawat peneliti. Atau dapat dilakukan dalam suatu moment pertemuan sumber data lalu dilakukan diskusi untuk mendapatkan data yang benar-benar teruji. Meleong (2006:334) mengungkapkan bahwa diskusi dengan teman sejawat akan menghasilkan : (1) pandangan kritis terhadap hasil penelitian, (2) temuan teori substantive, (3) membantu mengembangkan langkah berikutnya, (4) pandangan lain sebagai pembanding. (Satori, 2009:172)

E. Membercheck

Data itu harus diakui dan diteruma kebenarannya oleh sumber informasi. Data itu juga harus dibenarkan oleh sumber atau informan lainnya. Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada informan, tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian data yang diberikan oleh pemberi data. Apabila para pemberi data sudah menyepakati data yang diberikan berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel. Akan tetapi menjadi sebaliknya yaitu tidak valid dan kredibel apabila para pemberi data justru meragukan data dan peneliti tidak melakukan diskusi lebih lanjut dengan informan. Dengan demikian, perlu


(5)

dilakukan diskusi lebih lanjut apabila ditemukan ketidakcocokan antara data yang sudah dikolaborasi oleh peneliti dengan penjelasan lebih lanjut dari informannya. Dalam kasus ini, peneliti harus menyesuaikan dengan pemberi data, sehingga data atau informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud informan.

Membercheck dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapatkan suatu temuan, atau kesimpulan. Hal tersebut dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Dalam diskusi peneliti menyampaikan temuan kepada pemberi data. Data yang disampaikan peneliti mungkin ada yang dikurangi, ditambah, disepakati, atau ditolak. Untuk kelengkapan bukti kepercayaan, peneliti perlu mendokumentasikan moment ini dan membuat formal administrative sebagai kelengkapan administrasi penelitian. (Sugiono, 2008 : 276)

3.2.6.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1. Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian yang bertempat di Saritem Kota Bandung. Lokasi penelitian beralamatkan diJalan AndirBandung Jawa Barat

3.2.6.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2014.


(6)

Tabel 3.3 Tabel Penelitian

Sumber : Catatan Peneliti, 2014

No Kegiatan

Bulan

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul

2 Penulisan Bab 1

Bimbingan

3 Penulisan Bab II

Bimbingan

4 Pengumpulan Data

Lapangan

5 Penulisan Bab III

Bimbingan

6 Seminar UP

7 Penulisan BAB IV

Bimbingan

8 Penulisan BAB V

Bimbingan

9 Penyusunan

Keseluruhan Draft


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : Psk Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan)

1 74 108

Hubungan Sosiodemografi, Pengetahuan, dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau

0 80 120

Pandangan Waria Penjaja Seks Komersial Tentang Kesehatan (Studi Administrasi Kesehatan di Pelabuhan Belawan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003)

0 31 85

Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentanginfeksi Menular Seksual (IMS) Di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

4 49 92

Gambaran Konsep Diri Pekerja Seks Komersial di Kota Medan.

9 78 138

Hubungan Perilaku Pekerja Seks Komersial Dengan Kejadian Penyakit Sifilis Dan HIV Di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008

1 58 92

Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS Dan VCT Di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009

1 44 97

Prilaku Komunikasi Pekerja Seks Komersial (Studi Deksriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Pekerja Seks Komersial di Cafe Dengan pelanggannya di Kota Bandung)

1 6 1

Pekerja Seks Komersial Di Sekitar Kawasan Wisata Bandungan

6 298 126

PRESENTASI DIRI PEKERJA SEKS KOMERSIAL EMPORIUM JAKARTA (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta) - FISIP Untirta Repository

1 1 123