Hubungan Perilaku Pekerja Seks Komersial Dengan Kejadian Penyakit Sifilis Dan HIV Di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008

(1)

HUBUNGAN PERILAKU PEKERJA SEKS KOMERSIAL DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT SIFILIS DAN HIV DI LOKALISASI

PERBATASAN KECAMATAN BAGAN SINEMBAH

KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2008

TESIS

Oleh

TRI BUANA TUNGGA DEWI

067010021/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

HUBUNGAN PERILAKU PEKERJA SEKS KOMERSIAL DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT SIFILIS DAN HIV DI LOKALISASI

PERBATASAN KECAMATAN BAGAN SINEMBAH

KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2008

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TRI BUANA TUNGGA DEWI

067010021/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PERILAKU PEKERJA SEKS KOMERSIAL DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SIFILIS DAN HIV DI LOKALISASI PERBATASAN KECAMATAN BAGAN SINEMBAH KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Tri Buana Tungga Dewi

Nomor Pokok : 067010021

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) Ketua

(dr. Josia Ginting, Sp. PD, KPT) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 30 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

Anggota : 1. dr. Josia Ginting, Sp. PD, KPT

2. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK 3. Andi Ilham, SKM, M.KM


(5)

ABSTRAK

TRI BUANA TUNGGA DEWI (067010021) Hubungan Perilaku Pekerja Seks Komersial dengan Kejadian Penyakit Sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

Peningkatan insidens PMS diberbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup cepat, hal ini di pengaruhi oleh dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol PMS belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan sikap dan perilaku. PSK merupakan kelompok masyarakat berisiko tinggi terhadap penularan penyakit sifilis dan HIV/AIDS dan penyakit ini sangat diberhubungan dengan perilaku PSK. Salah

satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka

prevalensi penyakit menular seksual khususnya penyakit HIV/AIDS.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan hubungan antara faktor

predisposing, enabling dan reinforsing terhadap ranah perilaku PKS dan hubungan

perilaku PSK tersebut terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan tipe cross sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara langsung kepada PSK dengan berpedoman pada kuesioner dan hasil spesimen pemeriksaan darah. Populasi adalah seluruh PSK yang ada di lokalisasi perbatasaan antara Kabupaten Rokan Hilir dengan Propinsi Sumatra Utara.

Berdasarkan hasil penelitian faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing

yang berhubungan dengan ranah pengetahuan adalah masa kerja (p=0,027); ranah sikap adalah masa kerja (p=0,377), penghasilan (p=0,002), pendidikan (p=0,000), dan ketersediaan pelayanan kesehatan (p=0,000) dan sumber informasi (p=0,029); sedangkan ranah tindakan adalah tingkat penghasilan (p=0,031), sumber informasi (p=0,002), dan ketersediaan pelayanan kesehatan (p=0,000). Dan Ranah perilaku yang berhubungan kejadiaan sifilis dan HIV adalah tindakan (p=0,018).

Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir khususnya Dinas Kesehatan dan KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) agar dapat mengambil kebijakan dalam upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan penyakit menular seksual khususnya penyakit sifilis dan HIV. Dukungan untuk pengentasan prostitusi diperlukan dari berbagai lapisan masyarakat seperti LSM, ahli hukum, Kepolisian, Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan dan media massa. Dinas Kesehatan Rokan Hilir perlu kiranya lebih proaktif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada PSK baik pelayanan medis maupun non medis seperti bahan bacaan, konseling dan penyuluhan serta pendampingan pada PSK.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT, berkat rahmat dan karuniaNYA penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “HUBUNGAN PERILAKU PEKERJA SEKS KOMERSIAL DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SIFILIS DAN HIV DI LOKALISASI PERBATASAN KECAMATAN BAGAN SINEMBAH KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2008”.

Dalam menyusun tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTMH & Sp.A (K).

Selanjutnya kepada Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Ibu dr. Halida Sari Lubis, MKKK selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu dr. Josia Ginting, Sp. PD, KPT selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu dr. Halida Sari Lubis, MKKK dan Bapak Andi Ilham, SKM, M.KM selaku Komisi Pembanding yang telah bersedia menjadi pembanding dan telah memberikan kritikan dan saran serta bimbingan demi kesempurnaan tesis ini.


(7)

Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberi motivasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juni 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Tri Buana

Tungga Dewi

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/3 Maret 197

Anak ketiga dari lima bersaudara

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Pertiwi di Medan tahun 1976 s/d 1982.

2. SMP Negeri IX di Medan tahun 1982 s/d 1985.

3. SMA Negeri III di Medan tahun 1985 s/d 1988.

4. Dokter di Universitas Sumatera Utara Medan tahun 1988 s/d 1996.

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Kepala Puskesmas Sapat Kabupaten Indragiri Hilir (PTT) tahun 1996 s/d 1999.

2. Staf RSUD Bagansiapiapi Juli 2000 s/d Januari 2001.

3. Kepala Puskesmas Bagansiapiapi Kabupaten Rokan Hilir Februari 2001 s/d April

2002.

4. Kasie PKM Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir Mei 2002 s/d November 2008.

5. Kepala Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penanggulangan Bantuan


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 5

1.3. Tujuan Penelitian ……….. …….. 5

1.4. Hipotesis Penelitian ……….…… 6

1.5. Manfaat Penelitian ……….. 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……….. 8

2.1. Pekerja Seks Komersial………..……... 8

2.2. Penyakit Sifilis... 10

2.2.1. Pengertian Penyakit Sifilis ……….…….…………. 10

2.2.2. Gejala dan Tanda... ………..……… 11

2.2.3. Cara Penularan………...……… 13

2.2.4. Cara Pencegahan………...……... 13

2.3. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)... 14

2.3.1. Pengertian AIDS……….…….…………... 14

2.3.2. Gejala dan Tanda... ………..……… 14

2.3.3. Cara Penularan………...………. 14

2.3.4. Cara Pencegahan………...…….…… 16

2.4. Landasan Teori ... 16

2.5. Kerangka Konsep Penelitian………... 20

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN... 21

3.1. Jenis Penelitian ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21

3.2.1. Lokasi Penelitian... .. 21


(10)

3.3. Populasi dan Sampel ... 22

3.4. Metode Pengumpulan Data... 22

3.4.1. Data Primer... 22

3.4.2. Data Sekunder... 24

3.5. Variabel Penelitian... 24

3.6. Definisi Operasional... 24

3.7. Metode Pengukuran... 25

3.8. Pengolahan dan Analisa Data... 28

3.9. Informed Consent... 29

BAB 4. HASIL... 30

4.1. Gambaran Umum... 30

4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas... 32

4.3. Pengujian Persyaratan Analisis... 34

4.4. Analisis Univariat... 35

4.5. Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen……... 36

4.6. Tabulasi Silang, Nilai P-Value dan Spearman Correlation Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan……… 39

4.6.1. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Pengetahuan... 39

4.6.2. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Sikap... 42

4.6.3. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Tindakan... 45

4.7. Tabulasi Silang Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Sifilis dan HIV ... 48

4.8. Tabulasi Silang, Nilai P-Value dan Spearman Correlation Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terhadap Sifilis dan HIV... 51

BAB 5. PEMBAHASAN... 53

5.1. Hubungan Faktor Predisposing (Umur, Pendidikan, Masa Kerja dan Penghasilan) terhadap Ranah Perilaku; Pengetahuan Sikap dan Tindakan PSK di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008... 53

5.1.1. Umur... 53

5.1.2. Pendidikan... 54

5.1.3. Masa Kerja ... 56

5.1.4. Penghasilan... 57

5.2. Hubungan Faktor Enabling (Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan) terhadap Ranah Perilaku Pengetahuan, Sikap dan Tindakan PSK di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008……….... 59


(11)

5.3. Hubungan Faktor Reinforcing (Sumber Informasi) terhadap Ranah Perilaku Pengetahuan, Sikap dan Tindakan PSK di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah

Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008………... 61

5.4. Hubungan Ranah Perilaku Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terhadap Kejadian Penyakit Sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008... 62

5.4.1. Pengetahuan... . 62

5.4.2. Sikap... 64

5.4.3. Tindakan ... 65

BAB 6. KEIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran... 70


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Gambaran Variabel Penelitian... 27

4.1. Nilai Validitas dan Reabilitas Variabel Pengetahuan, Sikap dan Tindakan...………. 33

4.2. Nilai Normality Variabel Independen dan Dependen... 34

4.3. Univariat Semua Variabel Penelitian………... 35

4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Umur……….. 36

4.5. Distribusi Frekuensi Variabel Tingkat Pendidikan …..………. 36

4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Masa Kerja …………... 36

4.7. Distribusi Frekuensi Variabel Penghasilan ……… 37

4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Ketersediaan Pelayanan Kesehatan ……….…………... 37

4.9. Distribusi Frekuensi Variabel Sumber Informasi……….. 37

4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan …………... 38

4.11. Distribusi Frekuensi Variabel Sikap………... 38

4.12. Distribusi Frekuensi Variabel Tindakan …………... 38

4.13. Distribusi Frekuensi Variabel Sifilis dan HIV... 39

4.14. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Umur terhadap Pengetahuan………... 39

4.15. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Tingkat Pendidikan terhadap Pengetahuan………. 40

4.16. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Masa Kerja terhadap Pengetahuan………. 40


(13)

4.17. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Penghasilan

terhadap Pengetahuan………... 41

4.18. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Ketersediaan

Pelayanan Kesehatan terhadap Pengetahuan………. 41

4.19. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Sumber Informasi

terhadap Pengetahuan………. 42

4.20. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Umur terhadap Sikap... 42

4.21. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Tingkat Pendidikan

terhadap Sikap... 43

4.22. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Masa Kerja terhadap

Sikap... 43

4.23. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Penghasilan terhadap

Sikap... 44

4.24. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Ketersediaan

Pelayanan Kesehatan terhadap Sikap... 44

4.25. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Sumber Informasi

terhadap Sikap... 45

4.26. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Umur terhadap

Tindakan... 45

4.27. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Pendidikan terhadap

Tindakan... 46

4.28. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Masa Kerja terhadap

Tindakan... 46

4.29. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Penghasilan terhadap

Tindakan... 47

4.30. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Ketersediaan

Pelayanan Kesehatan terhadap Tindakan... 47

4.31. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Sumber Informasi


(14)

4.32. Tabulasi Silang Umur terhadap Sifilis dan HIV... 48

4.33. Tabulasi Silang Pendidikan terhadap Sifilis dan HIV... 49

4.34. Tabulasi Silang Masa Kerja terhadap Sifilis dan HIV... 49

4.35. Tabulasi Silang Penghasilan terhadap Sifilis dan HIV... 49

4.36. Tabulasi Silang Ketersediaan Pelayanan Kesehatan terhadap Sifilis dan HIV... 50

4.37. Tabulasi Silang Sumber Informasi terhadap Sifilis dan HIV... 50

4.38. Tabulasi Silang, Nilai P-Value dan Spearman Correlation Pengetahuan terhadap Sifilis dan HIV... 51

4.39. Tabulasi Silang, Nilai P-Value dan Spearman Correlation Sikap terhadap Sifilis dan HIV... 51

4.40. Tabulasi Silang, Nilai P-Value dan Spearman Correlation Tindakan terhadap Sifilis dan HIV... 52


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Klasifikasi Penyakit Sifilis... 10


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 75

2. Surat Izin Penelitian... 80 3. Surat Rekomendasi Riset... 81


(17)

ABSTRAK

TRI BUANA TUNGGA DEWI (067010021) Hubungan Perilaku Pekerja Seks Komersial dengan Kejadian Penyakit Sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

Peningkatan insidens PMS diberbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup cepat, hal ini di pengaruhi oleh dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol PMS belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan sikap dan perilaku. PSK merupakan kelompok masyarakat berisiko tinggi terhadap penularan penyakit sifilis dan HIV/AIDS dan penyakit ini sangat diberhubungan dengan perilaku PSK. Salah

satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka

prevalensi penyakit menular seksual khususnya penyakit HIV/AIDS.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan hubungan antara faktor

predisposing, enabling dan reinforsing terhadap ranah perilaku PKS dan hubungan

perilaku PSK tersebut terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan tipe cross sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara langsung kepada PSK dengan berpedoman pada kuesioner dan hasil spesimen pemeriksaan darah. Populasi adalah seluruh PSK yang ada di lokalisasi perbatasaan antara Kabupaten Rokan Hilir dengan Propinsi Sumatra Utara.

Berdasarkan hasil penelitian faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing

yang berhubungan dengan ranah pengetahuan adalah masa kerja (p=0,027); ranah sikap adalah masa kerja (p=0,377), penghasilan (p=0,002), pendidikan (p=0,000), dan ketersediaan pelayanan kesehatan (p=0,000) dan sumber informasi (p=0,029); sedangkan ranah tindakan adalah tingkat penghasilan (p=0,031), sumber informasi (p=0,002), dan ketersediaan pelayanan kesehatan (p=0,000). Dan Ranah perilaku yang berhubungan kejadiaan sifilis dan HIV adalah tindakan (p=0,018).

Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir khususnya Dinas Kesehatan dan KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) agar dapat mengambil kebijakan dalam upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan penyakit menular seksual khususnya penyakit sifilis dan HIV. Dukungan untuk pengentasan prostitusi diperlukan dari berbagai lapisan masyarakat seperti LSM, ahli hukum, Kepolisian, Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan dan media massa. Dinas Kesehatan Rokan Hilir perlu kiranya lebih proaktif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada PSK baik pelayanan medis maupun non medis seperti bahan bacaan, konseling dan penyuluhan serta pendampingan pada PSK.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit menular seksual (PMS) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan secara global, karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua negara.

Pada dekade terakhir ini, insidens PMS diberbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup cepat. Peningkatan insidens PMS dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol PMS belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan sikap dan perilaku (Daili, 2003). Salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka prevalensi penyakit menular seksual khususnya penyakit HIV/AIDS.

Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di beberapa provinsi. Pada periode ini peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS masih rendah namun sejak akhir 2002 terlihat kenaikkan yang sangat tajam dari jumlah AIDS dan di beberapa daerah pada sub-populasi beresiko tinggi prevalensi sudah mencapai 5%, sehingga sejak saaat itu Indonesia dimasukkan ke dalam kelompok Negara dengan epidemik terkonsentrasi. Peningkatan kasus AIDS terus


(19)

terjadi di mana akhir Desember tahun 2004 terdapat 2.682 dan pada akhir Desember 2005 naik hampir 2 kali lipat menjadi 5.321 dan pada akhir September 2006 jumlah kasus sudah menjadi 6.871. Estimasi tahun 2006 jumlah orang yang mengidap HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan sebanyak 196.000-231.000 orang. Sampai 31 Maret 2007 pengidap infeksi HIV/AIDS ini terus bertambah mencapai angka 14.628 orang dengan jumlah kematian 1.994 orang (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2007).

Jumlah ini bukan menunjukkan keadaan yang sebenarnya karena pada kasus HIV/AIDS merupakan sebuah fenomena gunung es, di mana jumlah kasus yang tampak lebih sedikit dari pada kasus yang tidak tampak.

Cara penularan penyakit Sifilis dan HIV/AIDS yang paling menonjol adalah melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Negara berkembang merupakan tempat yang paling banyak terjadi masalah HIV/AIDS ini terlihat dari seluruh infeksi HIV, 90% terjadi pada negara berkembang seperti Thailand, India, Myanmar, dan China bagian Selatan (Koentjoro, 1995).

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengemukakan bahwa pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebagian besar diketemukan diantara Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000-270.000 orang. Jumlah orang yang diperkirakan rawan tertular HIV sebanyak 13-20 juta orang, kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya adalah penjaja seks (homo/hetero), dan pengguna Napza suntik. Penderita HIV pada wanita berisiko tinggi ini cukup tinggi (Baharuddin, 2008; http://baharuddin70.blogspot.com/).


(20)

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. K. Tuti Parwati Merati menyatakan faktor resiko utama penularan HIV/AIDS terdapat perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Papua dan Propinsi Riau misalnya hampir seluruh penularan melalui hubungan seksual heteroseks

indonesia).

Di Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi cenderung mengalami

peningkatan 10% sedangkan kelompok resiko rendah meningkat 2% sifilis juga

merupakan faktor terjadinya infeksi HIV, sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS (Farida, 2002).

Sifilis dan HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi organisme. Namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola perilaku. Jadi bisa dikatakan bahwa sifilis dan HIV/AIDS juga merupakan penyakit perilaku (Komisi Penanggulangan AIDS, 2002). Menurut Soekidjo (2003) model Perilaku Kesehatan berdasarkan Lawrence Green (1980), menyatakan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: 1) faktor presdisposisi (predisposing factors), 2) faktor pendukung (enabling factors), 3) faktor pendorong (reinforcing factors).

Seluruh propinsi di Indonesia tersentuh oleh infeksi HIV/AIDS. Saat ini, sebanyak enam propinsi mendapat prioritas penanggulangan HIV/AIDS seperti


(21)

Papua, DKI Jakarta, Riau, Jawa Barat, Bali dan Jawa Timur (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2005).

Jumlah penderita HIV/AIDS yakni Kota Pekanbaru 112 orang, menyusul Kabupaten Rokan Hilir (9), Indragiri Hilir (4), Kota Dumai, (2) Kampar (1), Indragiri

Hulu (1), Bengkalis (1) dan Siak (1). Kabupaten Rokan Hilir tercatat sebagai

Kabupaten nomor dua se-Propinsi Riau yang memiliki kasus HIV/AIDS terbanyak setelah Kota Pekanbaru. Dari jumlah kasus yang tercatat sebanyak 9 orang (88,88%) ditemukan pada PSK (Dinkes Kabupaten Rokan Hilir, 2007).

Lokalisasi Perbatasan di Kecamatan Bagan Sinembah merupakan salah satu lokalisasi yang terbesar di Kabupaten Rokan Hilir di mana banyak mempekerjakan PSK yang jumlahnya setiap tahun terus meningkat. Tahun 2006 terdapat 85 orang PSK dan pada akhir Desember 2007 jumlah tersebut meningkat menjadi +104 PSK. Tapi angka ini bukanlah suatu angka yang pasti, dikarenakan adanya kesulitan yang relatif tinggi untuk dapat mengumpulkan data yang tepat dan akurat serta tingginya

turn over PSK dari satu kota ke kota lain. Pada tahun 2006 telah dilakukan

pemeriksaan serosurve pada 44 PSK di lokalisasi tersebut, dari hasil pemeriksaan ditemukan 2 sampel menderita HIV/AIDS dan 4 sampel menderita sifilis (SubDin P2PL Dinkes Rokan Hilir, 2006).

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, PSK yang bekerja di Lokalisasi Perbatasan tersebut berpotensi terkena penyakit sifilis dan HIV. Di samping tingkat pendidikan mereka rata-rata rendah, pengetahuan mereka tentang penyakit sifilis dan HIV juga masih rendah. Hal ini terbukti dengan adanya anggapan


(22)

bahwa penyakit sifilis dan HIV hanya menular pada kaum homoseksual saja. Di samping itu PSK juga beranggapan bahwa penyakit sifilis dan HIV timbul setelah adanya gejala-gejala seperti rasa sakit sewaktu buang air kecil, dan gatal-gatal pada kemaluan. Salah satu PSK juga mengakui bahwa pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan kondom alat pengaman seperti kondom.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian hubungan perilaku PSK terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir menjadi penting dilakukan, mengingat PSK sangat berisiko terhadap penularan penyakit sifilis dan HIV.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, PSK merupakan kelompok masyarakat berisiko tinggi terhadap penularan penyakit sifilis dan HIV dan penyakit ini sangat berhubungan dengan perilaku PSK. Maka peneliti dengan ini mengangkat permasalahan dalam penelitian ini dalah bagaimana hubungan perilaku PSK terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008 .

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara faktor


(23)

perilaku PSK tersebut terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor predisposing (umur, pendidikan, masa kerja dan penghasilan) terhadap perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) PSK di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

2. Ada hubungan antara faktor enabling (ketersediaan pelayanan kesehatan)

terhadap perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) PSK di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008. 3. Ada hubungan antara faktor reinforsing (sumber informasi) terhadap perilaku

(pengetahuan, sikap dan tindakan) PSK di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

4. Ada hubungan pengetahuan PSK dengan kejadian penyakit sifilis dan HIV

di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

5. Ada hubungan sikap PSK dengan kejadian penyakit sifilis dan HIV

di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir tahun 2008.


(24)

6. Ada hubungan tindakan PSK dengan kejadian penyakit sifilis dan HIV di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah

Kabupaten Rokan Hilir khususnya Dinas Kesehatan dan KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) dalam mengambil kebijakan dalam upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan penyakit menular seksual khususnya penyakit sifilis dan HIV.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pekerja Seks Komersial

Pekerja seks komersial sering juga disebut dengan wanita tuna susila (WTS), pelacur bahkan dalam masyarakat umum sering disebut dengan sebutan “lonte”. Menurut Soedjono (1977) kata pelacuran yang identik dengan kata asing prostitusi berasal dari Bahasa Latin prostituo yang artinya sebagai perilaku terang-terangan menyerahkan diri pada perzinaan.

Pelacuran adalah pemberian akses seksual pada basis yang tidak diskriminatif untuk memperoleh imbalan baik berupa barang atau uang, tergantung pada kompleksitas sistem ekonomi lokal. Secara keseluruhan dapat dikatakan terdapat tiga elemen utama dari pelacuran antara lain: ekonomi, seksual dan psikologis (struktur

psiko-individual, emosional) (Truong, 1992). Definisi lain menempatkan pelacuran di bawah isu pekerjaan, kelangkaan akan pelayanan dan ketrampilan seksual.

Menurut Bonger dalam Mudjijono (2005) prostitusi adalah gejala sosial

ketika wanita menyediakan dirinya untuk perbuatan seksual sebagai mata

pencahariannya. Commenge dalam Soedjono (1977) prostitusi adalah suatu

perbuatan di mana seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki yang datang membayarnya dan wanita tersebut tidak ada mata pencaharian nafkah lain dalam hidupnya kecuali yang diperoleh dengan melakukan hubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang.


(26)

Prostitusi secara etimologis berasal dari kata prostitutio yang berarti hal menempatkan, dihadapkan, hal menawarkan. Adapula arti lainnya menjual, menjajakan, namun secara umum diartikan sebagai penyerahan diri kepada banyak macam orang dengan memperoleh balas jasa untuk pemuasan seksual orang itu.

Beberapa pengertian lainnya dari prostitusi (Simanjuntak, 1981)

a) Paulus Moedikdo Moeljono, pelacuran adalah penyerahan badan wanita dengan

menerima bayaran kepada orang banyak guna pemuasan nafsu seksuil orang itu, b) Budisoesetyo, pelacuran adalah pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada

umum untuk perbuatan kelamin dengan mendapat upah,

c) Warouw, prostitusi adalah mempergunakan badan sendiri sebagai alat pemuas

seksuil untuk orang lain dengan mencapai keuntungan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapatlah ditarik esensi dari perbuatan melacur sebagai berikut:

a) Unsur ekonomis yang berupa pembayaran sebagai tegen prestasi,

b) Unsur umum yang berupa patner yang tidak bersifat selektif, dengan kata lain

siapa saja diterima asal diberi uang,

c) Unsur kontiniu yang dilakukan beberapa kali.

Menurut Soedjono (1973), pelacuran dapat diartikan sebagai penyerahan badan wanita dengan pembayaran, kepada laki-laki guna pemuasan nafsu seksual orang-orang itu. Adapun bentuk dan polanya bermacam-macam, ada yang langsung di rumah-rumah (rumah bordil), biasanya pelacur yang di rumah bordil ini dipelihara oleh germo, dan oleh sigermo diatur dan harus menurut kehendak sigermo.


(27)

2.2. Penyakit Sifilis

2.2.1. Pengertian Penyakit Sifilis

Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema

pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis

bersifatkronik, sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Saiful, 2000). Schaudinn dan Hoffman (1905), berhasil menemukan penyebab sifilis yaitu

Treponema pallidum. Organisme ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, famili

Spirochaetaceae dan genus Treponema dengan tingkat virulensi yang tinggi

Treponema pallidum berbentuk spiral yang teratur rapat dengan jumlah lekukan

sebanyak 8 – 24. Panjangnya berkisar 6 – 15 μm dengan lebar 0,15 μm. Apabila

difiksasi, Treponema pallidum terlihat seperti gelombang dengan panjang gelombang sebesar 1,1μm dan amplitudo 0,2 – 0,3 mm (Djuandi. A, 2000).

Stadium DINI MENULAR 2 tahun Stadium LANJUT TAK ENULAR Stadium Rekuren

S.t. S I S II S III

2-4 6-8

minggu minggu

3-10 tahun

Sifilis laten dini Sifilis laten lanjut

Menular Tidak menular


(28)

Keterangan : S. t = Sanggama tersangka S I = Sifilis stadium I S II = Sifilis stadium II S III = Sifilis stadium III

Gambar 2.1. Klasifikasi Penyakit Sifilis

2.2.2. Gejala dan Tanda

Lesi primer (Chancre=ulcus durum) biasanya muncul 3 minggu setelah

terpajan. Lesi biasanya keras (indurasi), tidak sakit, terbentuk ulcus dengan

mengeluarkan eksudat serosa di tempat masuknya mikroorganisme. Masuknya mikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum lesi primer muncul, biasanya ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe (bubo) regional, tidak sakit, keras non fluktuan. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya ulcus durum yang jelas, misalnya kalau infeksi terjadi di rectum atau cervik. Walaupun tidak diberi pengobatan ulcus akan hilang sendiri setelah 4-6 minggu. Sepertiga dari kasus yang tidak diobati akan mengalami stadium generalisata, stadium dua, di mana muncul erupsi kulit yang kadangkala disertai dengan gejala kontitusional tubuh. Timbul makolo popular biasanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfa denopati. Erupsi sekunder ini merupakan gejala klasik dari Sifilis yang akan hilang spontan dalam beberapa minggu atau sampai 12 bulan kemudian. Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang tidak diobati akan masuk ke dalam fase laten selama berminggu-minggu bahkan selama bertahun-tahun.


(29)

Pada awal fase laten sering muncul lesi infeksius yang berulang pada selaput lendir. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan akhirnya timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadangkala berlangsung seumur hidup. Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5-20 tahun setelah infeksi terjadi lesi aorta yang sangat berbahaya (sifilis kardiovaskuler) atau guma dapat muncul di kulit, saluran pencernaan tulang atau pada permukaan selaput lendir.

Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau disabilitas

yang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek umur, menurunkan kesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi kerja. Mereka yang terinfeksi sifilis dan pada saat yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung akan menderita sifilis SSP.

Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal pada saat mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan frekuensinya makin jarang pada ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada saat mengandung bayinya. Infeksi pada janin dapat berakibat aborsi, stillbirth, atau kematian bayi karena lahir prematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau mati karena menderita penyakit sistemik. Infeksi congenital dapat berakibat munculnya manifestasi klinis yang muncul kemudian berupa gejala neurologis terserangnya SSP. Dan kadangkala infeksi konginital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik yang dapat menimbulkan stigmasasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson, saddlenose (hidung pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang), keratitis


(30)

interstitialis dan tuli. Sifilis congenital kadangkala asimtomatik, terutama pada minggu-minggu setelah lahir (James Chin, 2006).

2.2.3. Cara Penularan

Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan eksud. Sifilis tiat infeksius dari lesi awal kulit dan selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis konginetal jarang sekali terjadi. Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalam kandungan ibu menderita sifilis.

Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis pada stadium awal. Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara teoritis bisa terjadi namun kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Petugas kesehatan pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada tangan mereka setelah melakukan pemeriksaan penderita sifilis dengan lesi infeksius (James Chin, 2006).

2.2.4. Cara Pencegahan

Adapun cara pencegahan penyakit sifilis adalah sebagai berikut: 1. Selalu menjaga higienis (kebersihan/kesehatan) organ ginetalia.

2. Jangan lupa menggunakan kondom bila melakukan hubungan seks.

3. Mintalah jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang


(31)

2.3. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)

2.3.1. Pengertian AIDS

AIDS merupakan “kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya yahan tubuh makin melemah dan mudah terjangkit infeksi”. Virus HIV, yang digolongkan sebagai jenis yang disebut retrovirus yang menyerang sel darah putih dan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh.

2.3.2. Gejala dan Tanda

Orang yang terinfeksi HIV biasanya masih tampak sehat, segar bugar dalam 5-10 tahun sesudah virus ini mulai bersarang di dalam tubuhnya. Pada waktu 5-10 tahun umumnya seorang pengidap virus HIV mulai merasakan berbagai gejala, termasuk mudah sekali terserang berbagai penyakit infeksi, dari infeksi jamur sampai berbagai infeksi lain yang jauh lebih berbahaya.

2.3.3. Cara Penularan

Penularan HIV/AIDS terjadi terutama melalui: 1) hubungan seks tanpa perlindungan kondom dengan sesorang yang mengidap HIV, 2) penggunaan alat suntik yang tidak steril secara bergantian dengan seseorang yang pengidap HIV, terutama Napza/narkoba suntik, 3) ibu pengidap HIV ke bayi (dalam rahim, selama proses persalinan, atau lewat ASI), 4) transfusi darah, atau pencangkokan organ tubuh dari donor pengidap HIV (KPA Nasional, 2005).


(32)

James Chin dalam I Nyoman Kandun (2000) menyatakan bahwa Virus

HIV/AIDS kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin dan secret bronkial, penularan sesudah kontak dengan secret ini belum pernah dilaporkan. Resiko dari penularan HIV melalui hubungan seks lebih rendah dibandingkan dengan PMS lainnya. Namun adanya penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual terutama penyakit seksual dengan luka seperti chancroid, besar kemungkinan dapat menjadi pencetus penularan HIV. Determinan utama dari penularan melalui hubungan seksual adalah pola dan prevalensi dari orang-orang dengan “sexual risk behavior” seperti

melakukan hubungan seks yang tidak terlindungi dengan banyak pasangan seks.

Carriers sering tanpa gejala, mereka tidak sadar akan status mereka. Tidak ada bukti

epidemiologis atau laboratorium yang menyatakan bahwa gigitan serangga bisa menularkan infeksi HIV.

Selanjutnya James Chin dalam I Nyoman Kandun (2000), mengemukakan

bahwa dari 15-35% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV (+) terinfeksi melalui plasenta: pengobatan wanita hamil dengan antivirus seperti zidovudine mengurangi kejadian penularan kepada bayi secara bermakna. Obat yang dapat mencegah infeksi perinatal adalah azidothimidine (AZT), diberikan peroral pada kehamilan usia 14 minggu dan diteruskan sampai menjelang kelahiran, diberikan secara intravena pada saat melahirkan, diberikan secara oral pada bayi baru lahir pada 6 minggu pertama. Cara-cara ini menurunkan transmisi perinatal sebesar 66%, sedangkan pemberian


(33)

2.3.4. Cara Pencegahan

Sebagai cara yang paling efektif mencegah infeksi HIV lewat hubungan seksual:

1. “A” = anda menjauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan

jangka panjang dengan pasangan (Abstinesia).

2. “B” = bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan

atau hubungan tetap jangka panjang (Be faithful).

3. “C” = cegah dengan memakai kondom secara benar dan konsisten untuk

pekerja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom).

2.4. Landasan Teori

Perilaku secara umum diartikan masyarakat sebagai tingkah laku seseorang dalam kehidupannya. Menurut Sitepu (2002) perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dalam prakteknya perilaku bisa diartikan sebagai respon seseorang pada rangasangan dari luar subjek. Respon ini ada 2 bentuk yaitu:

a) Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan

secara tidak langsung dapat dilihat orang lain yaitui berfikir, memberi tanggapan, dan lain-lain.

b) Bentuk Aktif adalah perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Bloom (1974) membedakan pengetahuan, sikap dan perilaku sebagai berikut: kognitif (menyangkut kesadaran atau pengetahuan), afektif (sikap dan emosi) dan psikomotor (tindakan atau gerakan). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, setelah dilakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yakni dengan indera


(34)

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan perasaan. Sikap merupakan respon seseorang yang tertutup pada suatu objek. Tindakan diwujudkan dengan sikap menjadi perbuatan nyata.

Menurut Soekidjo (1985), bentuk operasional dari perilaku manusia dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

a) Pengetahuan adalah mengenal, mengetahui situasi atau ransangan dari luar. b) Sikap adalah tangga batin terhadap suatu ransangan dari luar diri si subyek. c) Tindakan adalah perbuatan (action) yang sudah kinkrit terhadap situasi atau

ransangan dari luar.

Dengan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara (Notoatmojo, 1997).

Perilaku dalam bentuk pengetahuan adalah individu dapat mengenal situasi atau rangsangan yang datang dari luar individu tersebut. Tingkatan pengetahuan seseorang berbeda dengan orang lainnya karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Sikap adalah proses mental yang berlaku individual yang akan menentukan respons-respons, baik yang nyata ataupun yang potensial, dari setiap orang yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut berarti sikap adalah daya mental manusia untuk bertindak atau menentang ke arah suatu obyek atau nilai tertentu (Sitepu, 2002).

Definisi sikap dari beberapa para ahli, sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau


(35)

tidak memihak (Berkowitz, 1972). Menurut Notoatmojo (1997) sikap merupakan reaksi yang masih tertutup sehingga tdak terlihat secara langsung. Menurut Mar’at (1982) sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Sikap relatif konstan dan agak sukar berubah sehingga jika ada perubahan dalam sikap berarti adanya tekanan yang kuat.

Perilaku adalah “niat” yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Menurut ensiklopedi Amerika perilaku diartikan sebagai aksi dan reaksi terhadap

lingkungannya. Robert Kwick (1974) dalam Notoatmojo (1997) menyatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.

Menurut teori aksi dari Weber, individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas situasi atau objek stimulus tertentu. Oleh karena itu, perilaku individu tergantung pada keadaan lingkungannya. Perilaku sekelompok orang yang berbeda ada kemungkinan berbeda pula, demikian juga dengan perilaku seksual (Soekidjo, 1993).

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan landasan teori yaitu sebagai berikut:

Perilaku sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Menurut Gochman dalam Notoatmodjo (2003), perilaku sehat (health behavior) dapat dilihat:


(36)

”sebagai atribut-atribut personal seperti kepercayaan-kepercayaan, harapan-harapan, motif-motif, nilai-nilai, persepsi dan unsur-unsur kognitif lainnya, sebagai karakteristik individu meliputi unsur-unsur dan keadaan afeksi dan emosi dan sebagai

pola-pola perilaku yang tampak (overt) yakni tindakan-tindakan dan

kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan mempertahankan, memelihara dan untuk meningkatkan kesehatan.

Green (1980) menjelaskan secara umum bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan, sedangkan kesehatan dipengaruhi oleh perilaku dan gaya hidup serta lingkungan. Perilaku dan gaya hidup dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

a) Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.

b) Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

c) Faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(37)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori maka dapat dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisfosing

1. Umur

2. Pendidikan

3. Masa kerja

4. Penghasilan

Faktor Enabling Ketersediaan Fasilitas Yankes

Faktor Reinforcing Sumber Informasi

Perilaku

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Tindakan

Penyakit Sifilis dan HIV


(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sentinel bersifat deskriptif analitik dengan tipe

cross sectional, untuk menganalisis hubungan perilaku PSK terhadap kejadian

penyakit sifilis dan HIV di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah, merupakan lokalisasi yang berada di perbatasan antara Kabupaten Rokan Hilir dengan Propinsi Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian membutuhkan waktu 6 (enam) bulan terhitung Maret sampai dengan Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PSK yang ada di lokalisasi di Kecamatan Bagan Sinembah, yaitu sebanyak 104 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian (total sampling).


(39)

Jika dihitung jumlah sampel (Notoatmodjo, 2003) =

Di mana:

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

D = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, ditetapkan sebesar 0,10 Diperoleh besar sampel sebanyak 50,98 = 60 orang responden.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner dan hasil spesimen pemeriksaan darah.

Spesimen pemeriksaan darah adalah darah yang diambil dari pembuluh darah

vena cubiti. Prosedur pemeriksaan darah responden sebagai berikut:

a) Responden dalam keadaan duduk dengan posisi lengan diletakkan mendatar.

b) Lengan atas diikat dengan tali, jari-jari tangan mengepal sehingga pembuluh darah vena tampak menonjol dan lebih jelas.

c) Vena yang akan diambil dibersihkan dulu dengan kapas steril kemudian

ditusuk searah dengan panjang lengan dengan jarum penyedot darah dan lubang jarum menghadap ke atas.

      N   

    1 + N (d)2  n    = 


(40)

d) Jarum sudah masuk vena, darah disedot pelan-pelan sejumlah 10 cc.

e) Setelah selesai, jarum segera ditarik, dilepas hati-hati, bekas tusukan diberi kapas steril ditekan secukupnya hingga darah tidak keluar lagi.

f) Mengeluarkan darah dari alat penyedot, jarum harus dilepaskan dulu dengan

sangat pelan, tidak boleh disemprotkan ataupun terjadi gelembung udara akibat pengeluaran yang terlalu cepat.

g) Penyimpanan spesimen. Darah sejumlah 10 cc dimasukkan ke tabung yang

hanya tertera dengan nomor responden dan disimpan pada suhu kamar. Kira-kira 2 jam kemudian serum dipisah menjadi 2 bagian. Bagian pertama untuk pemeriksaan VDRL/TPHA sedangkan bagian kedua untuk pemeriksaan HIV.

h) Pengiriman Spesimen.

Pemeriksaan VDRL/TPHA pada tabung harus memakai nomor yang bisa

dikaitkan dengan pemilik spesimen agar dapat dilakukan follow up untuk

pengobatannya. Sedangkan untuk pemeriksaan HIV harus menggunakan kode tertentu agar prinsip unlynked anonymour dan kerahasiaan pemilik spesimen tetap terjaga. Selanjutnya spesimen dikirim ke Labotarium Kesehatan Daerah di Pekanbaru guna dilakukan pemeriksaan Selanjutnya spesimen dikirim ke Labotarium Kesehatan Daerah di Pekanbaru guna dilakukan pemeriksaan. Kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 10 responden untuk mengetahui validitas dan reabilitas data. Uji validitas dilakukan dengan cara mengukur korelasi setiap item pertanyaan dengan skor total variabel analisa item


(41)

valid dan sebaliknya. Sedangkan reliabilitas data diukur dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, dengan ketentuan jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan relialibel.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir dan Puskesmas serta buku, jurnal, makalah, laporan dan referensi-referensi lain yang berkaitan erat dengan tema penelitian.

3.5. Variabel Penelitian

a) Variabel pendahulu (antecendent variable): umur, pendidikan, masa kerja, penghasilan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan sumber informasi.

b) Variabel bebas (independent variable): pengetahuan, sikap dan tindakan. c) Variabel terikat (dependent variable): penyakit Sifilis dan HIV.

3.6. Definisi Operasional

a) Umur adalah ulang tahun terakhir responden pada saat dilakukan penelitian.

b) Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang diperoleh responden saat

dilakukan penelitian.

c) Masa kerja adalah jumlah tahun berprofesi sebagai PSK.

d) Penghasilan adalah jumlah uang yang didapat dari pekerjaannya sebagai PSK


(42)

e) Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan adalah ada tidaknya fasilitas atau alat pengaman dari institusi pelayanan kesehatan di lokalisasi PSK bekerja.

f) Sumber Informasi adalah adanya dukungan dan pemberian pesan kepada PSK

untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit menular seksual.

g) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang

penyakit sifilis dan HIV.

h) Sikap adalah tanggapan atau respon terhadap penyakit sifilis dan HIV.

i) Tindakan adalah bentuk nyata dari PSK untuk melakukan pencegahan

penyakit sifilis dan HIV.

j) Penyakit Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi

Treponema pallidum menular melalui hubungan seksual/transmisi vertikal.

k) HIV adalah Virus yang menyerang sel darah putih yang menyebabkan

penurunan sistem kekebalan tubuh manusia.

3.7. Metode Pengukuran

Metode pengukuran variabel pendahulu dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Variabel umur dikur menggunakan skala ratio, kemudian dilakukan perhitungan

rata-rata lamanya bekerja dan dikategorikan dan skalanya interval.

2. Variabel pendidikan diukur menggunakan skala ordinal yang terdiri dari (1) tamat pendidikan dasar (2) tamatan SMA, (3) tamatan D-II/S-I.

3. Variabel masa kerja dikur menggunakan skala ratio, kemudian dilakukan


(43)

4. Variabel penghasilan perbulan dapat di ukur dengan skala ordinal dengan menggunakan kategori sebagai berikut:

(1) Rendah jika penghasilan < Rp 500.000,-

(2) Sedang jika penghasilan Rp 500.000,- s.d. Rp 1.000.000-, (3) Tinggi jika penghasilan > Rp 1.000.000-,

5. Ketersediaan fasilitas diukur menggunakan skala ordinal, dengan kategori (1) TIDAK DAN (2) YA.

6. Sumber informasi diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori (1) Tidak

ada, (2) Masyarakat (3) Media cetak dan Media elektronik (4) petugas kesehatan. Metode pengukuran variabel bebas dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Variabel pengetahuan diukur menggunakan skala ordinal dengan membuat 8 buah

pertanyaan, dengan alternatif jawaban lebih dari 1 (satu), dan dilakukan kategori BENAR (bobot nilai 2), dan SALAH (bobot nilai 1), kemudian dilakukan penjumlahan dan dikategorikan menjadi (Pratomo, 1986):

a. Baik, jika responden memperoleh nilai > 60% dari total nilai. b. Kurang, jika responden memperoleh nilai < 60% dari total nilai.

2. Variabel Sikap diukur menggunakan skala ordinal dengan membuat 8 buah

pertanyaan, dengan alternatif jawaban SETUJU (bobot nilai 3), KURANG SETUJU (bobot nilai 2) dan TIDAK SETUJU (bobot nilai 1), kemudian dilakukan penjumlahan dan dikategorikan menjadi (Pratomo, 1986):

a. Baik, jika responden memperoleh nilai > 60% dari total nilai. b. Kurang, jika responden memperoleh nilai < 60% dari total nilai.


(44)

3. Variabel Tindakan diukur menggunakan skala ordinal dengan membuat 5 buah pertanyaan, dengan alternatif jawaban SELALU (bobot nilai 3), JARANG (bobot nilai 2) dan TIDAK PERNAH (bobot nilai 1), kemudian dilakukan penjumlahan dan dikategorikan menjadi (Pratomo, 1986):

a. Baik, jika responden memperoleh nilai > 60% dari total nilai. b. Kurang, jika responden memperoleh nilai < 60% dari total nilai.

Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1. Gambaran Variabel Penelitian

Variabel Cara dan

Alat Ukur Kategori Range

Skala Ukur Variabel Antencendent Karakteristik PSK tdd :

1.Umur Wawancara/

Kuesioner Data dikelompokkan Data dikelompokkan Interval 2. Pendidikan Wawancara/

Kuesioner

1. Tamat Sekolah Dasar 2. Tamat SLTA 3. Tamat D-3 /S-1

1. Tamat Sekolah Dasar 2. Tamat SLTA 3. Tamat D-3 /S-1

Ordinal 3. Masa Kerja Wawancara/

Kuesioner Data dikelompokkan Data dikelompokkan Interval 4.Penghasilan Wawancara/

Kuesioner

1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi

1. <Rp.500.000 2. Rp.500.000 s.d. Rp 1.000.000 3. > Rp. 1.000.000

Ordinal

5. Ketersediaan Yankes

Wawancara/

Kuesioner 1. Ada

2. Kadang-kadang 3. Tidak ada

1. Tidak ada

2. Ada Ordinal

6. Sumber informasi

Wawancara/ Kuesioner

1. Tidak ada 2. Masyarakat 3. Media cetak Media elektronik 4. Petugas kesehatan

1. Tidak ada 2. Masyarakat 3. Media cetak Media elektronik


(45)

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Independen Perilaku tdd :

1. Pengetahuan Wawancara / Kuesioner

1. Benar 2. Salah

1. Baik

2. Kurang Ordinal 2. Sikap Wawancara /

Kuesioner

1. Setuju 2. Kurang setuju 3. Tidak setuju

1. Baik

2. Kurang Ordinal 8. Tindakan Wawancara /

Kuesioner

1. Selalu 2. Jarang 3. Tidak pernah

1. Baik

2. Kurang Ordinal

Variabel Dependen Penyakit Sifilis dan HIV Pemeriksaan Specimen Daerah

1. Tidak ada 2. Ada

1. Tidak ada

2. Ada Ordinal

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

1. Data yang dikumpulkan diolah, dirapikan, diseragamkan sehingga terlihat

jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut (editing), di mana data yang dikategorikan, diberikan nilai tertentu sesuai dengan kriteria yang ada pada

daftar pertanyaan (coding), dan dikelompokkan sesuai dengan sifat yang

dimiliki dan dipindahkan kedalam suatu tabel (Tabulasi).

2. Data-data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji statistik. Analisis

univariat, analisis ini dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi setiap

variabel penelitian. Analisis bivariat untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, uji yang digunakan adalah uji Pearson (jika data berdistribusi normal) atau Spearmen (jika data tidak berdistribusi normal). Dengan menggunakan analisis didapat nilai koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan antara dua variabel. Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 s.d. 1 atau -1.


(46)

Di mana semakin mendekati 1 atau -1 nilainya, maka kekuatan korelasinya semakin tinggi. Sebaliknya apabila nilai koefisien mendekati 0, akan semakian rendah korelasinya.

Terdapat 5 klasifikasi nilai r :

0,000 – 0,199 = berkorelasi sangat rendah 0,200 – 0,399 = berkorelasi rendah

0,400 – 0,599 = berkorelasi cukup 0,600 – 0,799 = berkorelasi tinggi 0,800 – 1,000 = berkorelasi sangat tinggi

3.9. Informed Consent

Informed consent dibuat agar memenuhi implikasi etik eksperimentasi pada

manusia dan menghindari tuntutan hukum. Kerahasiaan data (confidentiality) dari subjek penelitian akan dijaga, seluruh data akan disajikan dalam bentuk statistik. Apabila subjek penelitian keberatan untuk diambil darahnya dalam penelitian ini ataupun subjek penelitian keberatan untuk data yang lainnya maka akan dilakukan pembatalan. Sedangkan subjek penelitian yang berpartisipasi untuk penelitian ini diharapkan untuk menandatangin pernyataan dan diberikan tanda terima kasih atas partisipasinya.


(47)

BAB 4 H A S I L

4.1. Gambaran Umum

Kecamatan Bagan Sinembah memiliki luas wilayah + 847,35 Km2, dengan

jumlah penduduk 104.916 jiwa dan memiliki 17 kepenghuluan. Mempunyai batas administratif sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Simpang Kanan.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bangko Pusako.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pujud dan Kab. Rokan Hulu.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.

Kecamatan Bagan Sinembah merupakan Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir yang memiliki kawasan industri terbesar dan penduduk terpadat. Daerah ini banyak dihuni oleh pekerja buruh perkebunan, migas dan pabrik yang pada umumnya adalah pendatang dan sebagian besar adalah kelompok laki-laki usia produktif. Lokasi yang berada di lintas Timur berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara sehingga mobilitas penduduknya sangat tinggi. Kecamatan Bagan Sinembah ini memiliki 2 lokalisasi yang mana salah satu diantaranya adalah lokalisasi Perbatasan.

Lokalisasi Perbatasan terletak sekitar 6 Km dari ibukota kecamatan yakni Kota Bagan Batu, didirikan pada tahun 2003 oleh pemuda setempat. Di mana tujuan awalnya adalah untuk mencegah para pekerja seks individual menjajakan dirinya atau beroperasi secara terbuka di pinggir jalan sepanjang jalan Kota Bagan Batu. Luas


(48)

Lokalisasi ini + 2,3 Ha, di mana lokalisasi ini dikelilingi oleh tembok setinggi 4 meter sehingga para PSK maupun tamu tidak dapat keluar masuk dengan mudahnya. Di lokalisasi ini terdapat 3 buah kantin dan 19 buah bangunan permanen berupa rumah yang masing-masing bangunan dihuni oleh + 6 atau 7 PSK dengan di bawah pengawasan 1 orang pengasuh (germo).

Jumlah penghuni yang bermukim di kawasan ini sampai pada bulan Juni 2008 tercatat sebanyak +104 PSK dengan 12 pengasuh dan 1 orang pemilik lokalisasi. Jumlah ini bukanlah angka yang pasti mengingat adanya kesulitan untuk dapat mengumpulkan data yang tepat karena tingginya turn over PSK dari satu kota ke kota lain. PSK yang bekerja di sana adalah kebanyakan berasal dari Propinsi Sumatera Utara, khususnya berasal dari Aekkanopan dan Rantau Perapat, namun demikian ada juga yang berasal dari Jawa seperti Banyuwangi dan Cianjur.

Sistem pendapatan mereka adalah bagi hasil, di mana pendapatan PSK dari melayani tamu biasanya disetorkan kepada pengasuh sekitar 20%-30%, untuk pemilik lokalisasi biasanya memperoleh pendapatan dari makan maupun minuman dari para tamu, di sini PSK juga di bebani dengan kewajiban untuk membayar iuran listrik dan keamanan.

Pelayanan Kesehatan yang rutin diperoleh dari PSK di sana adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir bekerjasama dengan Puskesmas Bagan Batu.

Minimal setiap bulan sekali diadakan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan untuk para PSK. Pemeriksaan rutin ini dilakukan atas kerjasama dengan pihak


(49)

pengelola. Di samping pemeriksaan kesehatan juga dilakukan pembekalan berupa penyuluhan guna memberikan pengetahuan kepada PSK di mana kerapkali para PSK menyebutnya “sekolah” bulanan.

3.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji instrumen ini terdiri dari uji kesahihan (validitas) dan kehandalan (reliabilitas) dengan keterangan sebagai berikut:

a. Uji Validitas; menurut Masri Singarimbun Validitas adalah suatu keadaan

yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur (instrumen) itu mengukur apa yang ingin diukur. Dengan kata lain bahwa uji validitas ini digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya tiap-tiap instrumen. Perhitungan uji validitas terhadap butir-butir pengamatan dari

masing-masing item pertanyaan digunakan korelasi modul moment (r). Dikatakan

valid apabila nilai dari r lebih besar dari 0,250.

b. Uji Reliabilitas; reliabilitas adalah ketepatan dan kehandalan suatu alat

ukur. Instrumen dikatakan reliabel apabila dapat dipercaya, konsisten dan stabil.

Reliabilitas yang dimaksud pada dasarnya menunjukkan sejauhmana instrumen itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan kembali untuk mengukur subjek yang sama. Perhitungan uji reliabilitas dilakukan setelah butir-butir amatan yang tidak valid dibuang (gugur/drop), artinya uji reabilitas dilakukan setelah dilakukan uji validitas terlebih dahulu. Perhitungan untuk uji


(50)

reliabilitas terhadap butir-butir amatan instrumen dari masing-masing variabel

digunakan rumus koefisien Alpha Cronbach. Dikatakan instrumen realibel apabila

nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar dari 0,6.

Tabel 4.1. Nilai Validitas dan Reabilitas Variabel Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Variabel Pertanyaan

Ke Corrected Item-Total Correlation Status Cronbach's Alpha if Item Deleted Status

Pengetahuan 1 0,608 Valid 0,843 Reliabel

2 0,555 Valid 0,850 Reliabel

3 0,570 Valid 0,847 Reliabel

4 0,363 Valid 0,872 Reliabel

5 0,872 Valid 0,809 Reliabel

6 0,493 Valid 0,855 Reliabel

7 0,714 Valid 0,831 Reliabel

8 0,729 Valid 0,832 Reliabel

Sikap 1 0,405 Valid 0,783 Reliabel

2 0,452 Valid 0,775 Reliabel

3 0,562 Valid 0,758 Reliabel

4 0,472 Valid 0,772 Reliabel

5 0,417 Valid 0,781 Reliabel

6 0,604 Valid 0,753 Reliabel

7 0,552 Valid 0,761 Reliabel

8 0,557 Valid 0,758 Reliabel

Tindakan 1 0,557 Valid 0,732 Reliabel

2 0,478 Valid 0,763 Reliabel

3 0,685 Valid 0,690 Reliabel

4 0,406 Valid 0,779 Reliabel

5 0,644 Valid 0,700 Reliabel

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua nilai r dari masing-masing item instrumen lebih besar dari 0,250 sehingga instrumen pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid. Dan koefisien alpha cronbach dari semua variabel lebih besar dari 0,6 sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen dari masing-masing variabel sudah realibel.


(51)

4.3. Pengujian Persyaratan Analisis

Sebelum dilakukan menguji hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan yang disebut juga sebagai asumsi klasik pada penelitian. Uji normalitas dipergunakan untuk melihat apakah data yang digunakan berdistribusi normal.

Pengujian normalitas menggunakan uji Multifaction Shapiro-Wilk. Uji normalitas

galat diawali dengan menentukan taksiran atas kesalahan-kesalahan yang diperoleh

dari persamaan regresi dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data normal

adalah nilai dari uji Kolmogorov-Smirnov lebih kecil nilai tabel atau nilai signifikansi lebih besar dari 0,5.

Tabel 4.2. Nilai Normality Variabel Independen dan Dependen

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Variabel Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Umur .129 83 .002 .947 83 .002

Pendidikan .501 83 .000 .450 83 .000

Masa Kerja .210 83 .000 .880 83 .000

Penghasilan .266 83 .000 .773 83 .000

Pelayanan Kesehatan .471 83 .000 .531 83 .000

Sumber informasi .415 83 .000 .643 83 .000

Pengetahuan .537 83 .000 .283 83 .000

Sikap .519 83 .000 .400 83 .000

Tindakan .399 83 .000 .617 83 .000


(52)

Berdasarkan perhitungan Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai Sig 2-tailed untuk semua variabel tidak berdistribusi normal karena nilai sig di bawah 0,5.

4.4. Analisis Univariat

Tabel 4.3. Univariat Semua Variabel Penelitian

Umur Pen- didikan Masa Kerja Peng- hasilan Pelayanan Kes. Sum-ber Info Penge- tahu- an

Sikap Tinda- kan

Sifilis & HIV

N Valid 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 1.69 1.18 1.30 2.10 2.76 3.45 1.93 1.87 1.61 1.10

Median 2.00 1.00 1.00 2.00 3.00 4.00 2.00 2.00 2.00 1.00

Mode 2 1 1 3 3 4 2 2 2 1

Std. Deviation .643 .446 .557 .850 .430 .914 .261 .341 .490 .297

Variance .413 .199 .311 .722 .185 .835 .068 .116 .240 .088

Minimum 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1

Maximum 3 3 3 3 3 4 2 2 2 2

Sum 140 98 108 174 229 286 160 155 134 91

Dari Tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa nilai Mean umur 2,69; tingkat pendidikan 1,18; masa kerja 1,30; penghasilan 2,10; ketersediaan pelayanan kesehatan 2,76; sumber informasi 3,45; pengetahuan 1,93; sikap 1,87; tindakan 1,61; sifilis dan HIV 1,01. Nilai Median umur 2,00; tingkat pendidikan 1,0; masa kerja 1,0; penghasilan 2,00; ketersediaan pelayanan kesehatan 3,00; sumber informasi 4,00; pengetahuan 2,00; sikap 2,00; tindakan 2,00; sifilis dan HIV 1,00. Nilai Mode umur 2; tingkat pendidikan 1; masa kerja 1; penghasilan 3; ketersediaan pelayanan kesehatan 3; sumber informasi 4; pengetahuan 2; sikap 2; tindakan 2; sifilis dan HIV 1. Nilai Standar deviasi umur 0,643; tingkat pendidikan 0,446; masa kerja 0,557;


(53)

penghasilan 0,850; ketersediaan pelayanan kesehatan 0,430; sumber informasi 0,914; pengetahuan 0,261; sikap 0,341; tindakan 0,490; sifilis dan HIV 0,297.

4.5. Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Umur

Variabel Kategori Frekuensi Persen

15 – 21 tahun 34 41,0%

22 – 28 tahun 41 49,4%

29 – 35 tahun 8 9,6%

Umur

Total 83 100,0 %

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden terbesar berada pada kelompok umur 22-28 tahun sebanyak 41 orang (49,6%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Variabel Tingkat Pendidikan

Variabel Kategori Frekuensi Persen

1. Tamat sekolah dasar 70 83,4%

2. Tamat SMA 11 13,3%

3. Diploma/ S1 2 2,4%

Tingkat pendidikan

Total 83 100,0 %

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 70 orang (84,3%) telah menyelesaikan pendidikan dasar.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Masa Kerja

Variabel Kategori Frekuensi Persen

1 – 12 bulan 62 74,7%

13 – 24 bulan 17 20,5%

25 – 36 bulan 4 4,8%

Masa kerja


(54)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden terbesar berada pada kelompok masa kerja 1 - 12 bulan sebanyak 62 orang (74,7%).

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Variabel Penghasilan

Variabel Kategori Frekuensi Persen

1.Rendah ≤ Rp. 500.000, 26 31,3 %

2.Sedang Rp. 500.000, 23 27,7 %

3.Tinggi ≥ Rp. 1.000.000, 34 41,0 %

Penghasilan

Total 83 100,0 %

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 34 orang (41,0%) penghasilan rata-rata lebih besar dari Rp. 1.000.000,-/bulan,

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Ketersediaan Pelayanan Kesehatan

Variabel Kategori Frekuensi Persen

1. Tidak ada 20 24,1 %

2. Ada 63 75,9 %

Ketersediaan Pelayanan Kesehatan

Total 83 100 %

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 63 orang (75,9%) menyatakan tersedianya pelayanan kesehatan.

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Variabel Sumber Informasi

Variabel Kategori Frekuensi Persen

1. Tidak ada 4 4,8 %

2. Masyarakat 12 14,5 %

3. Media cetak dan elektronik 10 12,0 %

4. Petugas kesehatan 57 68,7 %

Sumber Informasi


(55)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 57 orang (68,7%) menyatakan mendapatkan informasi dari petugas kesehatan.

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan

Variabel Kategori Frekuensi Persen

Kurang 6 7,2 %

Baik 77 92,8 %

Pengetahuan

Total 83 100,0 %

Berdasarkan tabel di atas dengan jumlah responden 83 orang, di mana hasil penelitian menunjukkan sebanyak 77 orang (92,8%) berpengetahuan baik.

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Variabel Sikap

Variabel Kategori Frekuensi Persen

Kurang 11 13,3%

Baik 72 86,7 %

Sikap

Total 83 100,0 %

Berdasarkan tabel di atas jumlah responden adalah sebanyak 83 orang, di mana hasil penelitian menunjukkan sebanyak 72 orang (86,7%) bersikap baik.

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Variabel Tindakan

Variabel Kategori Frekuensi Persen

Kurang 32 38,6%

Baik 51 61,4%

Tindakan

Total 83 100,0%

Berdasarkan tabel di atas jumlah responden adalah sebanyak 83 orang, di mana hasil penelitian menunjukkan sebanyak 51 orang (86,7%) bertindak baik.


(56)

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Variabel Sifilis dan HIV

Variabel Kategori Frekuensi Persen

Tidak ada 75 90,6%

Ada 8 9,6%

Sifilis dan HIV

Total 83 100,0%

Berdasarkan tabel di atas jumlah responden adalah sebanyak 83 orang, di mana hasil penelitian menunjukkan 8 orang (9,6%) mengidap sifilis dan HIV.

4.6. Tabulasi Silang, Nilai P-Value dan Spearman Correlation Faktor

Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

4.6.1. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Pengetahuan

Tabel 4.14. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Umur terhadap Pengetahuan

Pengetahuan

Variabel Umur Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. 15 – 21 tahun 2 2,4% 32 38,6%

2. 22 – 28 tahun 3 3,6% 38 45,8%

3. 29 – 35 tahun 1 1,2% 7 8,4%

Total 6 7,2% 77 92,8%

0,594 0,059

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk umur (0,594; 0,059) berarti tidak terdapat hubungan yang


(57)

Tabel 4.15. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Pendidikan terhadap Pengetahuan

Pengetahuan

Variabel Pendidikan Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Tamat sekolah dasar 5 6,0% 65 78,3%

2. Tamat SMA 1 1,2% 10 12,0%

3. Diploma/S1 0 0% 2 2,4%

Total 6 7,2% 77 92,8%

0,967 0,005

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk pendidikan (0,967; 0,005) berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan dengan pengetahuan.

Tabel 4.16. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Masa Kerja terhadap Pengetahuan

Pengetahuan

Variabel Masa Kerja Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. 1 – 12 bulan 2 2,4% 60 72,3%

2. 13 – 24 bulan 4 4,8% 13 15,7%

3. 25 – 36 bulan 0 0% 4 4,8%

Total 6 7,2% 77 92,8%

0,027 0,243

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk masa kerja (0,027;0,243) berarti terdapat hubungan yang


(58)

Tabel 4.17. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Penghasilan terhadap Pengetahuan

Pengetahuan

Variabel Penghasilan Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Rendah 3 3,6% 23 27,7%

2. Sedang 2 2,4% 21 25,3%

3. Tinggi 1 1,2% 33 39,8%

Total 6 7,2% 77 92,6%

0,198 0,143

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk penghasilan (0,198; 0,143) berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara penghasilan dengan pengetahuan.

Tabel 4.18. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Ketersediaan Pelayanan Kesehatan terhadap Pengetahuan

Pengetahuan Variabel Ketersediaan

Pelayanan Kesehatan Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Tidak ada 3 3,6% 17 20,5%

2. Ada 3 3,6% 60 72,3%

Total 6 7,2% 77 92,6%

0,127 0,169

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (0,127; 0,169) berarti tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan pelayanan kesehatan dengan pengetahuan.


(59)

Tabel 4.19. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Sumber Informasi terhadap Pengetahuan

Pengetahuan Variabel

Sumber Informasi Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Tidak ada 0 0% 4 4,8%

2. Masyarakat 0 0% 12 14,5%

3. Media cetak & elektronik 4 4,8% 6 7,2%

4. Petugas kesehatan 2 2,4% 55 66,3%

Total 6 7,2% 77 92,6%

0,232 0,133

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk sumber informasi (0,232; 0,133) berarti tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara sumber informasi dengan pengetahuan.

4.6.2. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Sikap

Tabel 4.20. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Umur terhadap Sikap

Sikap

Variabel Umur Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1.15 – 21 tahun 5 6,0% 29 34,9%

2.22 – 28 tahun 4 4,8% 37 44,6%

3.29 – 35 tahun 2 2,4% 6 7,2%

Total 11 13,3% 72 86,7%

0,947 0,007

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk umur (0,947; 0,007) berarti tidak terdapat hubungan yang


(60)

Tabel 4.21. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Pendidikan terhadap Sikap

Sikap

Variabel Pendidikan Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Tamat Sekolah Dasar 11 13,3% 59 71,1%

2. Tamat SMA 0 0% 11 13,3%

3. Diploma/S1 0 0% 2 2,4%

Total 11 13,3% 72 86,7%

0,129 0,168

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk pendidikan (0,129; 0,168) berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan dengan sikap.

Tabel 4.22. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Masa Kerja terhadap Sikap

Sikap

Variabel Masa Kerja Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1.1 – 12 bulan 4 4,8% 58 69,9%

2.13 – 24 bulan 4 4,8% 13 15,7%

3.25 – 36 bulan 3 3,6% 1 1,2%

Total 11 13,3% 72 86,7%

0,000 0,377

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk masa kerja (0,000; 0,377) berarti terdapat hubungan yang


(61)

Tabel 4.23. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Penghasilan terhadap Sikap

Sikap

Variabel Penghasilan Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Rendah 8 9,6% 18 21,7%

2. Sedang 2 2,4% 21 25,3%

3. Tinggi 1 1,2% 33 39,8%

Total 11 13,3% 72 86,7%

0,002 0,335

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk penghasilan (0,002; 0,335) berarti terdapat hubungan yang

signifikan antara penghasilan dengan sikap, dengan korelasi yang kuat.

Tabel 4.24. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Bivariat Ketersediaan Pelayanan Kesehatan terhadap Sikap

Sikap Variabel Ketersedian

Pelayanan Kesehatan Kurang Persen Baik Persen P-Value

Spearman Correlation

1. Tidak ada 8 9,6% 12 14,5%

2. Ada 3 3,6% 60 72,3%

0,000 0,444

Total 11 13,3% 72 86,7%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai P-Value dan Spearman

Correlation untuk Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (0,00; 0,444) berarti terdapat

hubungan yang signifikan antara Ketersediaan Pelayanan Kesehatan dengan Sikap, dengan korelasi yang kuat.


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari seluruh faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing yang diteliti dalam penelitian ini dengan jumlah responden 83 dan alfa 0,05 diperoleh hasil bahwa hanya masa kerja yang berhubungan secara signifikan terhadap pengetahuan.

2. Sedangkan yang berhubungan secara signifikan terhadap sikap adalah masa kerja, penghasilan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan sumber informasi. Dan yang paling berhubungan terhadap pembentukan sikap adalah ketersediaan pelayanan kesehatan dengan korelasi kuat.

3. Dan yang berhubungan secara signifikan terhadap tindakan adalah tingkat penghasilan, sumber informasi, dan ketersediaan pelayanan kesehatan. Dan yang paling berhubungan dalam membentuk tindakan PSK adalah ketersediaan pelayanan kesehatan dengan korelasi kuat.

4. Ranah perilaku yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian sifilis dan HIV adalah tindakan dengan korelasi rendah.

6.2. Saran


(2)

kesehatan seksual dan reproduksi harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan peningkatan kerjasama lintas sektoral dan penanganan yang serius dalam upaya mencari solusi terbaik bagi prostitusi dan permasalahannya.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir khususnya Dinas Kesehatan, Unit Pelayanan Kesehatan, KPAD dan yayasan atau lembaga dan semua sektor terkait agar dapat menjalin kemitraan dan mengambil kebijakan dalam upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan penyakit menular seksual khususnya penyakit sifilis dan HIV berdasarkan permasalahan dan potensi yang dimiliki.

3. Meningkatkan kemampuan petugas dan institusi kesehatan dan sektor terkait (Capacity Building) dalam penanggulangan sifilis dan HIV termasuk pelatihan dan pengorganisasian. Dan pendidikan (penyuluhan dan pelatihan) yang tepat dan berkelanjutan mengenai kesehatan seksual dan reproduksi bagi PSK dan germo.

4. Dinas Kesehatan perlu kiranya lebih proaktif dalam promosi kesehatan dan pelayanan kesehatan kepada PSK baik pelayanan medis maupun non medis seperti bahan bacaan, penyediaan dan penjelasan mengenai kondom serta keterampilan menggunakannya dan melakukan konseling perubahan perilaku serta pendampingan dan pertemuan berkala dengan PSK.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya. BJ. “Kerentanan Perempuan terhadap HIV/AIDS”. Jurnal Perempuan, No.

43, hal. 7-21, Tahun: 2005. dalam

Adra. Waspadai Penularan HIV Saat Penanganan Kedaruratan, Jurnal SIMPOSIA –

Vol. 6 No. 8, Maret 2007, dalam

Allgeier, R Albert; Allgeier, R Elizabeth. Sexual Interactions. 4th Edition. Toronto:

D.C Heath and Company. 1995.

Antz. Awas Penyakit Menular Seks, dalam http://www.doktertomi.com /2006/04 /02/awas-penyakit-menular-seks/, 2008.

ASA - PKBI Jateng. Evaluasi Kegiatan Outreach pada Kelompok Dampingan.

Semarang: ASA – PKBI, Jateng. 2001.

Azim, Abdul. Hubungan Pemanfaatan Beberapa Media Komunikasi dengan Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Wanita Tuna Susila tentang HIV/AIDS di Lokalisasi Sunan Kuning Kodya Semarang. Semarang: FKM UNDIP. Skripsi. Tidak dipublikasikan. 1997.

Bambang Prasetyo. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: 2005.

Bandura A. Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New York: Prentice Hall. 1986.

Bandura A. Perceived Self-efficacy in The Exercise of Control Over AIDS Infection.

Eval Program Plann 1990; 13: 9–17.


(4)

Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 1997.

Farida A. Survei Penyakit Sifilis dan Infeksi HIV pada Pekerja Seks Komersial Resosialisasi Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun 2002. Jurnal.

Jaka. 2009. Pengidap HIV/AIDS di Rohil Tidak Terdata (http://www.potretnews. com/rohil_teks.php?idberitateks=1766).

James Chin. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Penerbit Infomedika. 2006.

Kartono. K. Patologi Sosial. Jilid 1. Edisi Baru. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers. 1992.

Kementerian Koord Bid. Kesejahteraan Rakyat RI, Buku Pedoman Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Kabupaten dan Kota. Jakarta: KPA Nasional. 2005.

Kohler. 2008. Pendidikan Seks Tekan Angka Kelahira

Komite Penanggulangan AIDS Nasional. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual Lainnya di Indonesia : Tantangan dan Peluang Untuk Bertindak. Jakarta: KPAN RI. 2001.

Kusumaryani. Pengetahuan dan Persepsi Kelompok Pria Beresiko Tinggi terhadap Penularan HIV/AIDS, Info demografi, Nomor : 1 - Tahun ke XVII – 2008. La Pona. Pekerja Seks Jalanan: Potensi Penularan Penyakit Seksual. Yogyakarta:

Pusat Penelitian Kependudukan UGM. 1998.

Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. 1998.

Nasution. AIDS Kita Bisa Kena Kita Bisa Cegah. Yayasan Humaniora. Penerbit Monora. 2000.


(5)

Nasution. RH. AIDS dan Narkoba Dikenal untuk Dihindari Pedoman untuk Pendidik Sebaya. Penerbit Yayasan Humaniora dan AusAID. 2000.

Noor. NNH. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 2006.

Pandji, A. Psikologi Kerja. Yogyakarta: Penerbit Liberty. 2001.

Purnama. A , KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA). Pos Kupang: Ojek Sikka

‘perangi’ AIDS dan narkoba, dalam

Diakses 8 Pebruari 2008.

Qomariyah, Nurul. 2003. Penyakit Menular Seksual. Terjemahan dari: U.S. Department of Health and Human Services Public Health Service, Rockville, MD 20857; The Upjohn Company; Contraceptive Technology by R. Hatcher et al, Chapter 4, 16th Revised Ed., 1994; Medical Institute for Sexual Health, P. O. Box 4919, Austin, TX, 78765; MedicineNet.com; Centers for Disease Control (CDC).

Ravianto, J. Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. 1990.

Satoto. “The Right Condom On The Right Place”. dalam Seminar Regional Sehari Kondom Sebagai Salah Satu Langkah Pencegahan PMS dan HIV/AIDS Antara Harapan dan Kenyataan. Semarang: 2001.

Syahrial. 2007. Pola Pemeriksaan Kesehatan dan Pengobatan Secara Rutin Pekerja Seks Komersial (PSK) pada Pelayanan Kesehatan di Lokalisasi Payo Sigadung Kota Jambi, pdf&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id.

Siegel, S. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 1994.


(6)

Siyaranamual. Etika, Hak Asasi, dan Pewabahan AIDS. Seri Kesehatan Reproduksi, Kebudayaan, dan Masyarakat.Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan. 1997. Suryoputro Antono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di

Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 29-40.

Truong Thanh Dam. Seks, Uang dan Kekuasaan. Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara. Jakarta: Penerbit LP3ES. 1992.


Dokumen yang terkait

Kelapa Sawit Rakyat: Hubungannya Dengan Perkembangan Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir Tahun 1981-2000

0 26 149

Hubungan Sosiodemografi, Pengetahuan, dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau

0 80 120

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIAL) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIRI DARI HIV/AIDS DI LOKALISASI ‘X’ KABUPATEN MALANG

5 36 22

Karakteristik pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi desa Puger kulon kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 5 67

Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dan Karakteristik Kepala Keluarga Serta Perilaku Penghuni dengan Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2015

0 4 137

EVALUASI PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR LUAR DI KECAMATAN BAGAN SINEMBAH KABUPATEN ROKAN HILIR.

2 16 25

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KECAMATAN BAGAN SINEMBAH KABUPATEN ROKAN HILIR.

0 3 37

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU SEKSUAL PEKERJA SEKS KOMERSIAL PEREMPUAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DAN HIV/AIDS (Studi Kasus pada Pekerja Seks Komersial Perempuan Lokalisasi Gang Dolly, Surabaya).

0 0 19

STANDAR MORALITAS PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI LOKALISASI CANGKRING DESA KEBONAGUNG KECAMATAN RENGEL KABUPATEN TUBAN.

0 2 104

PAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN BAGAN SINEMBAH KABUPATEN ROKAN HILIR

0 0 9