Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS Dan VCT Di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009
PERSEPSI PEKERJA SEKS KOMERSIAL TERHADAP
PEMANFAATAN KLINIK IMS DAN VCT DI KLINIK VCT KANTOR
KESEHATAN PELABUHAN BELAWAN
KOTA MEDAN TAHUN 2009
SKRIPSI
Oleh :
DHANI SYAH PUTRA BUKIT
NIM : 051000061
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
ABSTRAK
VCT ( Voluntary Counseling and Testing ) merupakan program pencegahan
sekaligus jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus dan perawatan, dukungan, dan Pengobatan bagi ODHA. Layanan VCT harus mencakup pre-test konseling, Testing HIV, dan post-test konseling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan. Di Kota Medan saat ini terdapat beberapa klinik VCT yang di sediakan untuk pelayanan di Kota Medan salah satunya terdapat di Belawan. Sampai saat ini penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual masih merupakan salah satu masalah kesehatan di lingkungan pelabuhan Belawan oleh karena pelayanan seks oleh para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang melakukan penawaran servis seks atau transaksi seks pada setiap ABK yang berlabuh di pelabuhan Belawan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggambarkan persepsi pekerja seks komersial terhadap pemanfaatan klinik IMS dan VCT di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview). Informan dalam penelitian ini adalah pekerja seks komersial yang berkerja di wilayah Medan Belawan dipilih dengan metode kesesuaian dan kecukupan sebanyak 5 informan. Pengolahan data dilakukan dengan EZ-Text.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya pengetahuan informan mengenai VCT hanya sebatas kegiatan untuk mengetahui apakah seseorang mengidap penyakit atau tidak dan untuk mengetahui apakah ada penyakit HIV atau penyakit lain yang terdeteksi dalam tubuhnya .Semua informan mengaku sikap petugas selama melakukan VCT bersikap ramah, baik, sopan dan lembut kemudian keseluruhan informan tidak ada yang datang kembali setelah melakukan VCT dikarenakan informan telah mengetahui hasil uji laboratorium adalah negatif dan mereka tidak memiliki waktu untuk kembali. Keseluruhan informan mengatakan mendapatkan informasi mengenai VCT dari rekan kerjanya atau teman dekatnya dan informasi dari media cetak dan elektronik.
Klinik VCT KKP Belawan diharapkan lebih memaksimalkan sosialisasi mengenai perilaku beresiko dikalangan masyarakat Medan Belawan. Diharapkan dukungan dari lintas sektoral khususnya pemerintah dalam upaya peningkatan pemanfaatan VCT di Medan Belawan
(3)
ABSTRACT
VCT (Voluntary Counseling and Testing) is a prevention program as well as a bridge to access case management services and maintenance, support, and treatment for people living with HIV. VCT services should include pre-test counseling, HIV testing, and post-test counseling. Test activities and test results of patients must be run on the principle of confidentiality. In the city of Medan today there are several clinics that provide VCT for service in Medan is one of Belawan. Until now the disease is transmitted through sexual intercourse is still one environmental health problem in Belawan port because sexual services by commercial sex workers (commercial sex workers) who did offer sexual services or sex in any transaction crew docked at the port of Belawan.
This research is a qualitative study describing the perceptions of commercial sex workers to the use of STI clinics and VCT at VCT clinics Health Office of Medan Belawan using in-depth interview method (depth interviews). Informants in this study were commercial sex workers working in Medan Belawan area selected with suitability and adequacy of the method by 5 informants. Data processing done by the EZ-Text.
The results showed that in general knowledge about VCT informants only limited activities to determine whether a person has a disease or not and to determine whether HIV is a disease or other diseases were detected in his body. The informant claimed his officers during the VCT being friendly, kind, polite and soft and overall the informants did not come back after doing VCT because informants had known the results of laboratory tests were negative and they do not have time to return. Overall informant told to get information about VCT from co-workers or friends nearby, and information from print and electronic media.
Belawan KKP VCT clinic expected to maximize the socialization of risk behaviors among Medan Belawan community. It is expected that cross-sectoral support from the government especially in efforts to increase utilization of VCT in Medan Belawan
(4)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dhani Stah Putra Bukit Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/ 26 April 1987
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 6 orang
Anak ke : 3 dari 4 orang bersaudara
Alamat Rumah : Jl Veteran Gg Kalihara No 10 Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara
Riwatat Pendidikan :
1. SD Negeri No 6 Kabanjahe, Tamat Tahun 1999 2. SLTP Negeri 1 Kabanjahe, Tamat Tahun 2002 3. SMA Negeri 1 Kabanjahe, Tamat Tahun 2005 4. FKM USU Tahun 2005-2010
Riwayat Organisasi :
1. Wakil Sekretaris Umum Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda HMI Komisariat FKM USU Tahun 2007
2. Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda HMI Komisariat FKM USU Tahun 2008
3. Ketua Bidang KPP HMI Komisariat FKM USU Tahun 2008
4. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Advoasi Pemerintahan Mahasiswa FKM USU Tahun 2007
5. Kepala Dinas Advokasi Pemerintahan Mahasiswa FKM USU Tahun 2007 6. Gubernur Pemerintahan Mahasiswa FKM USU Tahun 2007
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dengan taufiq dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS dan VCT di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009” dapat hadir kedepan para pembaca.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dan merupakan hasil dari study yang dilakukan penulis selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang berusaha dipersembakan untuk dunia pendidikan dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman MKM dan Ibu Dra. Syarifah MS selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, motivasi dimana penulis banyak belajar dari beliau dan dalam kesempatan ini penulis memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada beliau yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
3. Bapak Drs Eddy Sahrial MS selaku dosen pembimbing akademik yang dalam kesempatan ini penulis memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada beliau yang selalu dan senantiasa memberikan arahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
4. Seluruh Bapak/Ibu dosen pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat, terkhusus bagi dosen pengajar di departemen PKIP (Pak Kintoko, Bu Linda, Bu Lita, Pak Alam, Pak Eddy) yang telah membimbing para Mahasiswa khususnya penulis, sehingga mahasiswa mampu berpikir dan berkreasi.
(6)
5. Kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan yang telah memberikan izin dan dukungan terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti
6. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang tiada terhingga, motivator, guru dan pahlawan terbesar bagi penulis mejalani hari-hari dalam menggapai cita-cita, serta tidak penah merasa bosan untuk mendoakan penulis agar menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara.
7. Kepada saudara-saudaraku (Faisal, Endang, Cyntia) dimana mereka selalu memberikan semangat kepada penulis tanpa kenal lelah.
8. Kepada abang-abang senior yang telah memberikan masukan selama proses kehidupan kampus (Bg Hamid. Bg surya, Bg budi, Bg dika, Bg ozy, Bg ahmad, Bg ari, Bg roni) yang selalu menjadi teman berdiskusi dan mengembangkan ilmu.
9. Kepada kawan-kawan 05 seperjuangan, yang telah menghabiskan waktu bersama selama berkuliah di FKM USU (Ika, Rima, Ratna, Rina, Izal, Welly, Dyta, Danil, Tania, Ade, Nisa, Hendy dan yang lainnya) yang selalu menjadi teman berdiskusi dan mengembangkan ilmu bersama-sama untuk mewujudkan mimpi dalam hidup.
10.Kepada adik-adik seperjuangan (Andre, Amru, Afdal, Dilla, Yuni, Desy, Ajem, Darly, Putri, Linda, dll) yang memberikan semangat dalam menjalani kehidupan kampus.
11.Kepada pengurus HMI Komisariat FKM USU Periode 2007-2008 yang telah banyak memberikan pengalaman kepada penulis untuk memahami pentingnya berinteraksi dengan orag lain dan memahamkan kepada penulis pentingnya menghargai perbedaan.
12.Kepada pengurus PEMA FKM USU Periode 2008-2009 yang selalu dapat memberikan senyum kepada penulis ketika penulis mulai jenuh dengan kondisi yang ada.
Demikian skiripsi ini diperbuat, semoga dapat bermanfaat bagi penulis maupun untuk penelitian berikutnya.
(7)
Medan, Januari 2010
(8)
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak ...ii
Daftar Riwayat Hidup ...iii
Kata Pengantar ...v
Daftar Isi ...viii
Daftar Matriks ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 9
1.3.Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1.Tujuan Umum ... 9
1.3.2.Tujuan khusus ... 9
1.4.Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Persepsi ... 11
2.1.1. Pengertian ... 11
2.1.2. Reaksi Persepsi Terhadap Stimulus ...12
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi ...13
2.1.4. Obyek Persepsi ...17
2.2. Teori Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan ...17
2.2.1. Perilaku Kesehatan Andersen ...18
2.3. Pekerja Seks Komersil ...20
2.3.1. Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran...22
2.4. HIV/AIDS...23
2.4.1. Sejarah HIV/AIDS ...23
2.4.2. Penularan HIV/AIDS ...25
2.4.3. Masalah Yang Psikososial Penderita HIV/AIDS ...27
2.4.4. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS ...28
2.5. Konseling ...29
2.6. Voluntary Counseling and Test (VCT)...29
2.6.1. Proses Konseling ...30
2.6.2. Tahapan Konseling ...31
2.6.3. Pentingnya VCT ...33
(9)
BAB III METODE PENELITIAN ...34
3.1. Jenis Penelitian ...34
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ...34
3.2.1. Lokasi ...34
3.2.2. Waktu Penelitian ...34
3.3. Pemilihan Informan ...34
3.4. Metode Pengumpulan Data ...36
3.6. Metode Analisa Data ...36
BAB IV HASIL PENELITIAN ...37
4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...37
4.2. Karakteristik Informan ...40
4.3. Faktor Internal ...41
4.3.1. Pengetahuan tentang VCT ...41
4.4. Faktor Eksternal ...48
4.4.1. Teman Seprofesi ...48
4.4.2. Media massa ...49
BAB V PEMBAHASAN ...53
5.1. Gambaran Karakteristik Informan ...53
5.2.Faktor Intenal ...54
5.2.1. Pengetahuan Tentang VCT...54
5.2.2. Sikap Petugas ...58
5.2.3. Kepercayaan ...66
5.3. Faktor Eksternal ...70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...75
6.1. Kesimpulan...75
6.2. Saran ...76
Pedoman Wawancara
Hasil Penelitian dalam Bentuk EZ-text
(10)
DAFTAR MATRIKS
Matriks 4.1 Pengetahuan mengenai VCT ... 41
Matriks 4.2 Pengetahuan informan mengetahui tempat VCT yang lain... 43
Matriks 4.3 Persepsi pekerja seks komersial terhadap pelayanan klinik
IMS dan VCT ... 44
Matriks 4.4 Sikap petugas dalam menangani keluhan informan ... 46
Matriks 4.5 Informasi yang didapatkan informan tentang VCT dari teman
seprofesinya... 48
Matriks 4.6 Informasi yang didapatkan informan tentang VCT dari
(11)
ABSTRAK
VCT ( Voluntary Counseling and Testing ) merupakan program pencegahan
sekaligus jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus dan perawatan, dukungan, dan Pengobatan bagi ODHA. Layanan VCT harus mencakup pre-test konseling, Testing HIV, dan post-test konseling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan. Di Kota Medan saat ini terdapat beberapa klinik VCT yang di sediakan untuk pelayanan di Kota Medan salah satunya terdapat di Belawan. Sampai saat ini penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual masih merupakan salah satu masalah kesehatan di lingkungan pelabuhan Belawan oleh karena pelayanan seks oleh para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang melakukan penawaran servis seks atau transaksi seks pada setiap ABK yang berlabuh di pelabuhan Belawan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggambarkan persepsi pekerja seks komersial terhadap pemanfaatan klinik IMS dan VCT di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview). Informan dalam penelitian ini adalah pekerja seks komersial yang berkerja di wilayah Medan Belawan dipilih dengan metode kesesuaian dan kecukupan sebanyak 5 informan. Pengolahan data dilakukan dengan EZ-Text.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya pengetahuan informan mengenai VCT hanya sebatas kegiatan untuk mengetahui apakah seseorang mengidap penyakit atau tidak dan untuk mengetahui apakah ada penyakit HIV atau penyakit lain yang terdeteksi dalam tubuhnya .Semua informan mengaku sikap petugas selama melakukan VCT bersikap ramah, baik, sopan dan lembut kemudian keseluruhan informan tidak ada yang datang kembali setelah melakukan VCT dikarenakan informan telah mengetahui hasil uji laboratorium adalah negatif dan mereka tidak memiliki waktu untuk kembali. Keseluruhan informan mengatakan mendapatkan informasi mengenai VCT dari rekan kerjanya atau teman dekatnya dan informasi dari media cetak dan elektronik.
Klinik VCT KKP Belawan diharapkan lebih memaksimalkan sosialisasi mengenai perilaku beresiko dikalangan masyarakat Medan Belawan. Diharapkan dukungan dari lintas sektoral khususnya pemerintah dalam upaya peningkatan pemanfaatan VCT di Medan Belawan
(12)
ABSTRACT
VCT (Voluntary Counseling and Testing) is a prevention program as well as a bridge to access case management services and maintenance, support, and treatment for people living with HIV. VCT services should include pre-test counseling, HIV testing, and post-test counseling. Test activities and test results of patients must be run on the principle of confidentiality. In the city of Medan today there are several clinics that provide VCT for service in Medan is one of Belawan. Until now the disease is transmitted through sexual intercourse is still one environmental health problem in Belawan port because sexual services by commercial sex workers (commercial sex workers) who did offer sexual services or sex in any transaction crew docked at the port of Belawan.
This research is a qualitative study describing the perceptions of commercial sex workers to the use of STI clinics and VCT at VCT clinics Health Office of Medan Belawan using in-depth interview method (depth interviews). Informants in this study were commercial sex workers working in Medan Belawan area selected with suitability and adequacy of the method by 5 informants. Data processing done by the EZ-Text.
The results showed that in general knowledge about VCT informants only limited activities to determine whether a person has a disease or not and to determine whether HIV is a disease or other diseases were detected in his body. The informant claimed his officers during the VCT being friendly, kind, polite and soft and overall the informants did not come back after doing VCT because informants had known the results of laboratory tests were negative and they do not have time to return. Overall informant told to get information about VCT from co-workers or friends nearby, and information from print and electronic media.
Belawan KKP VCT clinic expected to maximize the socialization of risk behaviors among Medan Belawan community. It is expected that cross-sectoral support from the government especially in efforts to increase utilization of VCT in Medan Belawan
(13)
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Dewasa ini HIV/AIDS sudah menjadi penyakit yang pendemik, menyerang
jutaan penduduk dunia. Hampir di setiap negara HIV/AIDS menjadi masalah
nasional, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Bukan saja
pemerintah tetapi seluruh lapisan masyarakat termasuk Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang memiliki perhatian terhadap masalah ini.
Acquired Immuno Deficiency Sindrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala (sindrom) dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang dapat menghancurkan kekebalan tubuh dan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi dan kanker yang fatal (Nasution, dkk, 2000).
Di Indonesia, sampai Maret 2009 tercatat 17.988 orang pengidap HIV dan
AIDS. Jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya dan masih akan
terus meningkat. Berdasarkan estimasi Departemen Kesehatan pada tahun 2002,
terdapat 90.000–130.000 orang Indonesia yang telah tertular HIV. Kelompok terbesar
penderita HIV/AIDS berusia produktif diantara 20-29 tahun yang menyumbangkan
sekitar 53,8% dari keseluruhan penderita HIV/AIDS. Depkes RI tahun 2005
memprediksi pada tahun 2010 penderita HIV/AIDS akan mencapai 93.968 hingga
130.000 orang. (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2009).
Di Sumatera Utara, secara kumulatif, pengidap HIV dan kasus AIDS tahun
1994-2007 terdiri dari 1157 orang, dimana 683 orang penderita HIV, dan 474 orang
(14)
sebanyak 232 orang, dan yang tidak diketahui identitasnya sebanyak 24 orang.
Kebanyakan pengidap HIV/AIDS adalah pada rentang umur 20-29 tahun, yaitu
berjumlah 621 orang. Kota Medan menempati urutan pertama dari 1157 orang yang
teridentifikasi HIV/AIDS, yakni terdiri dari HIV berjumlah 310 orang dan AIDS
berjumlah 556 orang. Dimana sumbangan terbesar pengidap HIV/AIDS di Sumatera
Utara adalah para pengguna narkoba suntik, yaitu berjumlah 483 orang (DinKes
Propinsi Sumatera Utara, 2007).
Peningkatan kasus HIV/AIDS Di Sumatera Utara masih terbilang kecil bila
dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Namun hal penting yang menjadikan
Sumatera Utara sangat potensial dalam peningkatan penyebaran HIV/AIDS adalah
kedekatan provinsi Sumatera Utara secara geografis dengan negara-negara tetangga
yang mempunyai kasus infeksi HIV/AIDS yang tinggi seperti Thailand dan Kamboja
(KPAND, 2006).
Data di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 menunjukkan hingga bulan
September 2007 kasus AIDS telah mencapai 10.384 orang dan yang terinfeksi HIV
4.527 orang. Jumlah orang yang rawan terhadap penularan HIV diperkirakan 13
sampai 20 juta orang. Kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya
adalah 52,6% pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA), dengan
jarum suntik dan melalui hubungan seksual 41,7% (Dinkes Kota Medan, 2007).
Dari 416 kasus HIV/AIDS yang ada di Sumatera Utara, 191 berada pada
stadium AIDS dan diketahui 77 orang telah meninggal dunia. Kota Medan
merupakan penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS dengan jumlah 360 kasus.
(15)
HIV/AIDS. Penyebaran virus ini sangat dipengaruhi dari perilaku individu berisiko
tinggi terutama perilaku seks heteroseks, merebaknya peredaran narkoba khususnya
pengguan jarum suntik (Ditjen PPM/PL depkes RI ,September 2007). Terjadi
peningkatan kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara tahun 2008 yaitu sejumlah 1238
(google Medan Kita.Com).
Penularan HIV/AIDS juga dapat ditularkan melalui hubungan Seksual dengan
Pekerja Seks Komersil, menurut Daili (2001), PSK adalah kelompok resiko tinggi
untuk terinfeksi PMS. Menurut Kartono (2003) PSK adalah suatu pekerjaan atau
profesi dengan melacurkan diri, penjualan diri dengan jalan memperjual belikan
badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan
nafsu-nafsu seks dengan imbalan bayaran. Alasan komersial mereka siap melakukan apa
saja untuk kepuasan pelanggan sampai pada perilaku seks yang tidak sehat, sehingga
kelompok ini berisiko tinggi untuk terkena HIV/AIDS.
Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia sulit ditelusuri sumbernya sebab tidak
pernah di lakukan registrasi terhadap penderita yang di temukan. Jumlah penderita
yang sempat terdata hanya sebahagian kecil yang dari jumlah penderita yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, sulit untuk melakukan penelusuran sumber
penyebarannya jika di temukan penderita baru. Di sejumlah Negara maju PSK terdata
sedemikian rupa sehingga mudah di telusuri dari mana suatu penyakit ditularkan saat
ditemukan penderita baru. Hal ini juga mempermudah penanganan penderita
HIV/AIDS.Tempat-tempat hiburan, seperti bar, warung-warung, karaoke, café, pub,
(16)
dirinya, atau menjadi tempat mereka bekerja, biasanya para PSK berpindah-pindah
dari satu lokasi ke lokasi lain, baik dalam maupun propinsi lain (Ariyanto,2005).
Hasil statistik menunjukan bahwa kurang lebih 75% dari pelacur adalah
wanita-wanita muda dibawah umur 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki
dunia pelacuran yaitu pada usia 13-24 tahun, dan yang paling banyak adalah pada
usia 17-21 tahun (kartono, 2003).
Hal ini menunjukan bahwa bukan hanya wanita dewasa yang menjadi PSK
akan tetapi wanita dibawah umur juga ada yang menjadi PSK. Hasil penelitian
Arianto (2005) yang di lakukan di Medan khususnya daerah Belawan, menunjukan
bahwa 42% wanita pekerja seks yaitu pada umur 14-24 tahun.
Medan sebagai Ibukota propinsi Sumatera Utara termasuk Kota nomor tiga
terbesar di Indonesia, bahkan sudah menjadi Kota metropolitan. Yang sangat tinggi
berpotensi budaya free seks sama seperti kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya dan lainnya.
Dilihat dari segi geografisnya Sumatera Utara bertetanggaan dengan
negara-negara seperti Thailand, Kamboja yang mempunyai kasus infeksi HIV/AIDS yang
tinggi. Dan hal ini Kota Medan sangatlah beresiko tinggi terhadap penyebaran
penyakit AIDS. Penyebaran virus ini sangat dipengaruhi dari perilaku individu
berisiko tinggi terutama periaku seks, narkoba khususnya pengguna jarum
suntik(Komisi Penanggulangan AIDS Daerah, SUMUT, 2005).
Salah satu Kecamatan Kota Medan yang menjadi tempat keberadaan para
(17)
Pelabuhan adalah tempat banyak pendatang baik itu dalam maupun luar negeri,
sehingga terindentifikasi adanya Wanita Pekerja Seks(WPS).
Data diperoleh dari Yayasan Jaringan Kesejakteraan/Kesehatan (JKM) sampai
dengan Juli 2007 jumlah WPS yang beroprasi di Belawan diperkirakan 250 orang
yang terdiri dari WPS langsung yaitu yang melayani transaksi atau menjajankan
dirinya secara terang-terangan dan WPS tidak langsung yaitu WPS yang beroprasi
secara terselubung,yang biasanya bekerja pada bidang-bidang tertentu.Mereka
tersebar di berbagai tempat di Belawan seperti hotel dan Bar Budi, massage,
pela-pela, mariana Bar, Santa Karaoke, Hotel Pardede, Arisfa Kafe, kantin pelabuhan
Penumpang dan Kantin pelabuhan Kontainer (Ringkai).
Situasi yang dihadapi penderita HIV/AIDS sangat kompleks, selain harus
menghadapi penyakitnya sendiri, mereka juga menghadapi stigma dan diskriminasi,
sehingga mengalami masalah pada fisik, psikis dan sosial sehingga diperlukan
intervensi komprehensif (medikamentosa, nutrisi, dukungan sosial maupun
psikoterap/konselingi). Voluntry counseling and test (VCT) salah satu pilihan terapi
untuk mereka yang merasa mendekati kematian, terisolasi, maupun mengalami
masalah psikis lainnya sehingga akan mengalami keselarasan/ harmoni internal
maupun eksternal. Pada terapi ini penderita HIV/AIDS diarahkan untuk
mengembangkan diri dengan perubahan kesadaran agar nantinya dapat mengelola
emosinya secara mandiri sehingga dapat melakukan aktivitas seperti layaknya orang
(18)
Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kurang berisiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan
pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses
mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling
merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola
kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri. Layanan konseling dan
testing HIV/AIDS sukarela dapat dilakukan di sarana kesehatan dan sarana kesehatan
lainnya, yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Layanan
konseling dan testing HIV/AIDS sukarela ini harus berlandaskan pada pedoman
konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, agar mutu layanan dapat dipertanggung
jawabkan.(Pegangan Konselor, 2003).
Di samping kegiatan – kegiatan tersebut, dilakukan juga koordinasi dengan
institusi terkait lainnya dalam upaya meningkatkan upaya penanggulangan kasus
HIV/AIDS khususnya di Kota Medan. Namun respon masyarakat khusus kelompok
resiko tinggi HIV/AIDS terhadap kegiatan yang dilakukan pemerintah sangat rendah,
bahkan mereka (kelompok resiko tinggi HIV/AIDS) merasa kegiatan tersebut
menyebabkan dirinya menjadi dianggap rendah atau malu dan bahkan di kucilkan
oleh masyarakat jika diketahui bahwa dirinya mengidap HIV/AIDS dan hal ini sangat
mengganggu kenyamanannya.
VCT ( Voluntary Counseling and Testing ) merupakan program pencegahan
sekaligus jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus (MK) dan CST (Care
(19)
VCT harus mencakup pre-test konseling, Testing HIV, dan post-test konseling.
Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan.
Di Kota Medan saat ini terdapat beberapa klinik VCT (voluntary counselling
and test) yang di sediakan untuk pelayanan di Kota Medan. Klinik VCT tersebut adalah klinik VCT RSUP H Adam Malik, Klinik VCT RSU Dr Pirngadi, Klinik VCT
Bina Usy-Syifa RS Haji, Klinik VCT RS Bayangkara, Rutan Kelas I Medan, VCT
Bestari Medan, Puskesmas Padang Bulan, Puskesmas Polonia, Klinik VCT Kartika
RS. Rumkitdam dan Klinik Counseling Service Kantor Kesehatan Pelabuhan
Belawan. Hingga September 2006 telah dikunjungi oleh 938 orang dan 66 orang
dinyatakan positif. Berdasarkan data jumlah kunjungan ke Klinik VCT yang ada di
Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik Medan sejak Agustus berjumlah 74 orang,
September 31 orang, sedangkan jumlah kunjungan di Klinik VCT Rumah Sakit
Umum Pirngadi Medan sejak Agustus jumlahnya meningkat menjadi 129 orang,
September berjumlah 98 orang, sementara jumlah kunjungan ke Klinik VCT Rumah
sakit Haji Medan sejak Agustus berjumlah 98 orang, September berjumlah 78 orang,
begitu juga jumlah kunjungan di Klinik VCT Rumah Sakit Bhyangkara Poldasu sejak
Agustus jumlahnya meningkat berjumlah 110 orang, bahkan September jumlahnya
lebih menunjukkan peningkatan berjumlah 320 orang (DinKes Propinsi Sumatera
Utara, 2006).
Data Kota Medan hingga Juni 2008 telah dikunjungi oleh 1538 orang dan 165
orang dinyatakan positif. Setiap klinik memiliki paling sedikit 2 orang konselor untuk
melayani setiap masyarakat yang datang untuk melakukan konseling secara
(20)
Sampai saat ini penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual masih
merupakan salah satu masalah kesehatan di lingkungan pelabuhan Belawan oleh
karena pelayanan seks oleh para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang melakukan
penawaran servis seks atau transaksi seks pada setiap ABK yang berlabuh di
pelabuhan Belawan. Hal ini merupakan faktor resiko yang tinggi dan rawan terhadap
kejadian penyakit IMS bahkan terhadap penularan HIV/AIDS mengingat rute lalu
lintas perjalanan kapal yang sering berganti haluan ke seluruh pelabuhan yang ada di
Indonesia bahkan ke luar negeri. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari kunjungan
VCT KKP Medan didapati bahwa pada tahun 2007 saat kelompok beresiko
melakukan kunjungan ke klinik VCT Belawan yaitu sebanyak 149 kunjungan
terdapat 3 kasus HIV postif (VCT KKP Medan, 2008).
Permasalahan diatas semakin bertambah dengan adanya persepsi yang keliru
oleh sebagian masyarakat dan ketidaktahuan untuk apa klinik IMS dan VCT di Kota
Medan khususnya wilayah kerja Belawan menyebabkan klinik IMS dan VCT tersebut
kurang mendapat respon yang positif dari masyarakat, maka untuk itu perlu dilakukan
penelitian tentang persepsi pekerja seks komersial terhadap pemanfaatan Klinik IMS
dan VCT di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan dalam
(21)
1.2Rumusan masalah
Adapun masalah dalam penelitian adalah belum diketahuinya persepsi pekerja
seks komersial terhadap pemanfaatan klinik IMS dan VCT di klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pekerja
seks komersial terhadap pemanfaatan klinik IMS dan VCT di klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja seks komersial tentang klinik IMS
dan VCT di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan
Tahun 2009.
2. Untuk mengetahui persepsi pekerja seks komersial terhadap pelayanan klinik
IMS dan VCT di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota
Medan Tahun 2009.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pekerja seks
komersial terhadap pemanfaatan klinik IMS dan VCT di klinik VCT Kantor
(22)
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai kontribusi terhadap Tim penanggulangan AIDS Kota Medan dalam
pengembangan VCT untuk HIV/AIDS.
2. Memberikan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan dalam
rangka pengembangan Pelayanan VCT bagi masyarakat Kota Medan.
3. Memberikan masukan kepada pihak KKP Belawan dalam rangka
pengembangan Pelayanan VCT bagi masyarakat Kota Medan
4. Untuk memberikan informasi bagi peneliti lain, yang ingin melakukan
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi
2.1.1 Pengertian
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Setiap orang
mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian
persepsi juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra
penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Menurut Scheerer yang dikutip oleh Sarwono (2000) menyatakan bahwa
persepsi adalah representasi fenomenal tentang obyek-obyek distal sebagai hasil
pengorganisasian objek distal itu sendiri, medium dan ransang proksimal. Bruner
menyatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi . Organisasi diransang oleh
suatu masukan tertentu (obyek-obyek diluar, peristiwa, dan lain-lain) dan organisme
ini berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori
(golongan) obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa.
Manusia mengamati suatu objek psikologik dengan kacamatanya sendiri yang
diwarnai oleh kepribadiannya. Sedangkan objek psikologik itu sendiri dapat berupa
kejadian , ide, atau situasi tertentu. Faktor-faktor pengalaman, proses belajar atau
sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat. Sedangkan
cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Melalui komponen
akan timbul ide, kemudian konsep mengenai apa yang dilihat. Selanjutnya komponen
(24)
objek. Atas dasar tindakan ini maka situasi yang semula kurang seimbang menjadi
seimbang kembali . keseimbangan ini berarti bahwa objek yang dilihat sesuai dengan
penghayatan dimana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional
dan emosional. Jika situasi ini tercapai maka individu menolak dan reaksi yang
timbul adalah sikap apatis dan acuh tak acuh. Keseimbangan ini dapat kembali jika
persepsi dapat diubah melalui komponen kognisi (Jalaluddin, 2005).
2.1.2 Reaksi Persepsi Terhadap Stimulus
Menurut Sudjana (1995), reaksi persepsi terhadap suatu stimulus (ransangan)
dapat terjadi dalam bentuk :
1. Reciving / attending, yaitu semacam kepekaan menerima stimulus dari luar
dalam bentuk masalah, situasi, gejala. Dalam tipe ini termasuk kesadaran
keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau ransangan
luar.
2. Responding (Jawaban), yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulus yang datang dari luar, hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan,
keputusan dalam menjawab stimulus dari luar dirinya.
3. Valuing (Penilaian), yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus yang diterima, termasuk kesediaan menerima nilai, latar
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai kesepakatan terhadap nilai
tersebut.
4. Organisasi, yaitu pengembangan dan nilai ke dalam suatu sistem organisasi,
(25)
nilai yang dimilikinya termasuk konsep tentang nilai dan organisasi sistem
nilai.
5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua system
yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya, termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya (Apulina, 2008).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Persepsi ditentukan oleh dua faktor yaitu :
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan lain-lain
yang termasuk dengan apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli itu. Faktor-faktor fungsional
yang mempengaruhi persepsi ini lazim disebut sebagai kerangka rujukan, sedang
didalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang
memberikan makna pada pesan yang diterimanya. Misalnya seorang ahli komunikasi
tidak akan memberikan pengertian apa-apa apabila ahli kedokteran berbicara tentang
Flour albud, adnesti, dan lain-lain, karena ahli komunikasi tidak memiliki kerangka rujukan untuk memahami istilah-istilah kedokteran.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek
saraf yang di timbulkannya pada system saraf individu. Bila kita mempersepsikan
sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan, bukan melihat
(26)
kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dan dalam masalah
yang dihadapinya (Jalaluddin, 2005).
Dengan melihat kedua faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut, maka
Krech dan Cruchfield (1977), Notoatmodjo (2003) membuat empat dalil tentang
persepsi yaitu :
1. Persepsi bersifat selektif secara fungsional
2. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan lebih di beri arti.
3. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur pada umumnya ditentukan
oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan.
4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau
menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi bagian dari struktur yang
sama.
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005) ada dua faktor yang mempengaruhi
persepsi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang
melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada
orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.
a) Faktor eksternal
1. Kontras : cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras
baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
2. Perubahan intensitas : suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya
yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.
3. Pengulangan (repetition) : iklan yang diulang-ulang akan lebih menarik perhatian
(27)
pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam
rentang perhatian kita, maka akhirnya akan mendapat perhatian kita.
4. Sesuatu yang baru (novelty) : suatu stimulus yang baru akan lebih menarik
perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui.
5. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak : suatu stimulus yang menjadi
perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita.
b) Faktor internal
Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana
seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus
yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. Contoh faktor internal adalah :
1. Pengalaman /pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang
sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.
Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan
terjadinya perbedaan interpretasi.
1.Harapan atau expectation
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.
2. Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara
berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan
merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan
merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah .
(28)
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasi
untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu
yang negatif.
4. Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang
ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan
semuanya serba indah.
5. Budaya
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan
orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan
mempersepsikan orang-orang diluar kelompoknya sebagai sama saja.
2.1.4. Obyek Persepsi
Sebagaimana disebutkan bahwa persepsi itu merupakan proses pengamatan
maka hal-hal yang diamati dapat dibedakan atas dua bentuk dan disebut sebagai objek
dari persepsi itu.
Adapun objek dari persepsi itu adalah :
1. Manusia termasuk didalamnya kehidupan sosial manusia, nilai-nilai kultural
dan lain-lain. Dalam hal ini digunakan istilah persepsi interpersonal.
2. Benda-benda mati seperti balok, pohon dan lain-lain. Dalam hal ini digunakan
istilah persepsi obyek (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Teori Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996),
(29)
secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit
sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya pelayanan
kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak akan tercapai
derajat kesehatan yang optimal. (Azwar, 1996)
Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
pola-pola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat
dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik
demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting
yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan
kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat
diukur berdasarkan unit keluarga. (Sarwono, 1992).
Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya :
2.2.1. Perilaku Kesehatan Andersen
Perilaku kesehatan juga dapat ditinjau dari model andersen (1968), suatu
pendekatan konseptual yang banyak digunakan dalam survei pemanfaatan pelayanan
kedokteran. Kerangka asli model itu menggambarkan suatu sekuensi determinan
individu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga dan menyatakan
bahwa hal itu tergantung pada :
(30)
Mencakup karakteristik keluarga sebelum kejadian penyakit, dimana terdapat
kecenderungan yang berbeda dalam penggunaan pelayanan kesehatan seperti
umur, jenis kelamin, status keluarga, pendidikan, suku bangsa, sikap dan
kepercayaan terhadap perawatan medis, dokter, dan penyakit (termasuk stres
serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan).
b. Kemampuan mereka untuk melaksanakannya
Andersen mengemukakan bahwa meskipun keluarga memberikan predisposisi
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, namun beberapa faktor harus
tersedia untuk menunjang pelaksanaanya, yaitu : faktor kemampuan, baik dari
keluarga (misalnya, penghasilan dan simpanan, asuransi kesehatan) dan dari
komunitas (misalnya, tersedianya fasilitas dan tenaga pelayanan kesehatan,
lamanya menunggu pelayanan serta lamanya waktu yang digunakan untuk
mencapai fasilitas pelayanan tersebut).
c. Kebutuhan mereka terhadap jasa pelayanan tersebut
Jika faktor predisposisi keluarga dan kemampuan tersebut ada maka variasi
persepsi terhadap penyakit atau kemungkinan kejadiannya serta cara orang
menanggapi penyakit atau kemungkinan sakit akan menentukan dalam
penggunaan pelayanan kesehatan.
Model ini telah digunakan dalam beberapa penelitian yang melibatkan
sejumlah besar responden. Dalam penelitian yang dilakukan Andersen (1968),
berdasarkan survei terhadap 2367 keluarga pada tahun 1964, model tersebut
menjelaskan 43 % varians penggunaan pelayanan kesehatan. Mengenai komponen
(31)
1) Faktor besar keluarga (15 %) berkaitan dengan hampir semua varian dari
faktor-faktor predisposisi, dan hanya sedikit kontribusi dari variabel struktur
sosial. Sedangkan faktor kepercayaan tentang kesehatan tidak menunjukkan
pengaruh yang berarti.
2) Faktor kemampuan memperlihatkan pengaruh pada penggunaan pelayanan
kesehatan yakni faktor asuransi kesehatan (2%), penggunaan fasilitas
kesejahteraan (1 %) dan sumber pelayanan reguler (3 %).
3) Faktor kebutuhan berperan lebih besar (20 %) dimana persepsi terhadap
penyakit (diukur dengan jumlah hari tidak bisa kerja) merupakan faktor yang
paling berpengaruh (14 % dari varian tersebut)
(Muzaham, 1995).
2.3. Pekerja Seks Komersil
Pelacuran dari bahasa latin pro-stituare atau pri-stuaree yang berarti
membiarkan diri berzina, melakukan persundalan, pencabulan, dan pergendakan.
Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan
perbuatan seksual sebagai mata pencaharian, penjualan diri ini sebagai profesi atau
mata pencaharian sehari-hari dengan jalan melayani relasi-relasi seksual, karena
berhubungan dengan mata pencaharian maka orang sering menyebut prostitusi
sebagai sebuah pekerjaan. Menurut Amstel yang dikutip Kartono (2003), prostitusi
adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.
Menurut May yang dikutip Kartono (2003), menekankan masalah barter atau
(32)
uang, hadiah atau barang-barang berharga lainnya. Juga mengemukakan
promiskuitas, yaitu hubungan seks bebas, dan ketidakacuhan emosional, melakukan
hubungan seks tanpa emosi, tanpa perasaan cinta dan kasih. Pihak pelacur
mengutamakan motif-motif komersial atau alasan keuntungan materiil. Karena motif
komersialnya itu maka pelacur juga disebut sebagai PSK.
Prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya, yaitu terdaftar dan terorganisir,
dan yang tidak terdaftar. Prostitusi yang terdaftar, pelakunya diawasi oleh bagian
seperti Vice Control dari kepolisian yang dibantu dan bekerjasama dengan jawatan
sosial dan jawatan kesehatan. Pada umumnya ini dilokalisir dalam satu daerah
tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau
petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan sebagai tindakan
kesehatan dan keamanan umum. Prostitusi yang tidak terdaftar, termasuk dalam
kelompok ini adalah mereka melakukan prostitusi secara gelap dan liar. Perbuatannya
tidak terorganisir, tempat pun tidak tentu. Mereka tidak pernah mencatatkan diri
kepada yang berwajib, sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena mereka
belum tentu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter atau petugas kesehatan.
Statistik menunjukkan bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah
wanita-wanita muda dibawah umur 30 tahun. Mereka itu umumnya memasuki dunia
pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13 sampai 24 tahun, dan yang paling banyak
adalah usia 17 – 21 tahun (Kartono, 2003).
Menurut Kartono (2003), 60-80% dari jumlah pelacur itu memiliki intelektual
(33)
akademi dan perguruan tinggi. Mereka bertingkah laku immoral karena didorong oleh
motivasi- motivasi sosial dan ekonomi.
2.3.1. Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran :
Menurut Kartono (2003), ada beberapa motif yang melatarbelakangi seseorang
menjadi pelacur diantaranya sebagai berikut:
a. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, adanya pertimbangan-pertimbangan
ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidup, khususnya dalam
usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.
b. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan, ketamakan,
terhadap pakaian-pakaian indah dan mewah, namun malas bekerja.
c. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga seperti ayah dan ibu
bercerai, suami dan isteri cerai.
d. Adanya ambisi-ambisi yang besar pada wanita untuk mendapatkan status
sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa
keterampilan khusus.
e. Pekerjaan pelacur tidak memerlukan keterampilan, intelegensi tinggi,
mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan,
kemudahan dan keberanian. Tidak hanya wanita normal, wanita yang agak
(34)
f. Adanya pengalaman traumatis seperti gagal dalam bercinta ataupun
perkawinan, pernah dikecewakan sehingga muncul kematangan seks yang
terlalu dini dan abnormalitas seks.
g. Banyaknya tindakan trafficking dan perdagangan perempuan yang terjadi.
Biasanya para perempuan ini tertipu dengan iming-iming pekerjaan yang
layak di suatu tempat, yang akhirnya terjebak dalam dunia prostitusi. Dinas
Sosial Propinsi Sumatera Utara mengakui masih banyak anak-anak yang
dilacurkan yang belum terdata atau cenderung memalsukan umurnya.
Diperkirakan 200-400 anak usia 13-18 tahun setiap tahunnya dijual ke
berbagai daerah dan negara tujuan prostitusi seperti Batam, Tanjung Balai
Karimun, Dumai, Malaysia dan Singapura.
Menurut Kartono (2003) menjelaskan, PSK adalah kelompok yang
mempunyai risiko tinggi terkena atau menimbulkan dan menyebarluaskan PMS.
Apalagi dengan alasan komersil, mereka siap melakukan apa saja untuk kepuasan
pelanggan sampai kepada perilaku seks yang tidak sehat, sehingga kelompok ini
berisiko tinggi untuk terkena PMS.
2.4. HIV/AIDS
2.4.1 Sejarah HIV/AIDS
Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute Pasteur Paris yaitu Dr. L.
Montaigner pada tahun 1981 dari seorang penderita dengan gejala Lymphadenopathy
syndrome. Pada tahun 1984, Gallo dari National Institute of Health, USA
(35)
Type III ). Kedua virus ini masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab AIDS karena dapat diisolasikan dari penderita di Amerika, Eropa, dan Afrika Tengah.
Penyelidikan lebih lanjut akhirnya membuktikan bahwa kedua virus tersebut adalah
sama. Pada Tahun 1986 International Committee on Taxonomy of Viruses
memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama
LAV ( Lhymphadenopathy Associated Virus ) dan HTLV – III ( Depkes RI, 1997 ).
Penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) mulai pada pertengahan
hingga akhir 1970-an, tetapi dianggap ada di Afrika selama bertahun-tahun
sebelumnya. Kasus pertama diketahui di Afrika Tengah tetapi kematian disalahkan
pada tuberkulosis dan penyakit lain. Penelitian epidemiologi penyakit HIV dimulai
pada 1981 setelah perjangkitan pertama suatu bentuk kanker yang jarang, sarkoma
Kaposi, dan pneumonia Pneumocystis carinii di beberapa Kota di Ameriaka Serikat.
Pada 1982, Centres for Disease Control and Prevention (CDC), di Atllanta, Amerika
Serikat, mendefenisikan sindrom kanker dan penyakit menular sebagai Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS): sebagaimana pengertian tentang gejala lanjutan infeksi HIV muncul dan terjadi perubahan pada diagnosis, defenisi AIDS
beberapa kali diubah. Pada 1983, virus penyebab AIDS dikenal di Perancis: pada
awalnya diberi nama HTLV-III atau LAV dan kemudian diubah menjadi HIV. Tes
untuk menemukan antibodi pada HIV dikembangkan pada 1984, dan ini
memungkinkan penyelidikan epidemiologi pada orang dengan AIDS atau mereka
dengan bentuk penyakit HIV atau tanpa gejala.
Pengalaman global menunjukkan bahwa kendati geografi dapat melambatkan
(36)
dasawarsa belakangan ini, telah menyebar ke lebih 190 negara di semua benua,
UNAIDS memperkirakan bahwa, pada akhir 2000, ada 36, 1 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS, dengan 90% di negara berkembang. Jumlah kematian karena
AIDS sejak awal epidemi menjadi 21,8 juta. Pada awal epidemi HIV/AIDS, di dunia
berkembang, hampir seluruh infeksi HIV terjadi pada pria. Ini tidak berlaku lagi
dengan wanita lebih sering terinfeksi HIV. Pada 2000, UNAIDS memperkirakan
lebih dari 16,4 juta wanita di seluruh dunia terinfeksi HIV. Data saat ini mengesankan
bahwa AIDS muncul sebagai penyebab utama kematian orang dewasa berusia 24-44
tahun di daerah yang sangat luas di dunia maju dan berkembang (The Centre for
Harm Reduction, 2001).
2.4.2. Penularan HIV/AIDS
Virus HIV terdapat di dalam darah, mani, cairan vagina, air mata, air ludah,
cairan otak, air susu, dan air seni penderita HIV, namun penyakit AIDS ditularkan
hanya melalui virus HIV yang terdapat dalam darah, air mani, dan cairan vagina.
Penularan virus ini adalah melalui hubungan seksual, suntikan jarum yang
terkontaminasi HIV. Transfusi darah atau komponen darah terkontaminasi HIV, Ibu
yang hamil ke bayi yang dikandungnya dan sperma terinfeksi HIV yang di simpan di
bank sperma, yang dimaksud hubungan seksual adalah hubungan seksual dengan
jenis (lelaki – perempuan ), hubungan homoseksual ( lelaki-lelaki) atau biseksual,
yaitu lelaki kadang-kadang berhubungan seksual dengan lelaki dan kadang-kadang
(37)
Walaupun secara umum semua orang dapat tertular AIDS namun beberapa
kelompok mempeunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku
seksualnya.
AIDS adalah penyakit yang fatal, sudah banyak penderita AIDS yang
meninggal. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
penyakit AIDS. Obat yang ada sekarang ini hanya bermanfaat mengurangi
penderitaan, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup penderita
AIDS. Pembagian tingkat klinis infeksi HIV tersebut adalah : (1) Tingkat klinik 1
(Asimtomatik/LPG); (2) Tingkat klinik 2 (dini); (3) tingkat klinik3 (Menengah) dan
(4) Tingkat klinik 4 (lanjut). Ada pula yang membagi gambaran klinik AIDS dalam 3
kelompok yaitu : (1) Akibat langsung HIV; (2) Gejala infeksi Opurtunistik dan (3)
kanker (Djoerban, 2001).
Masyarakat menjadi sasaran program kegiatan penanggulangan HIV/AIDS
dibedakan berdasarkan resiko, yaitu: (1) kelompok resiko tinggi yang mencakup:
pekerja seks komersil, pengguna narkotika dengan jarum suntik yang bergantian,
orang yang bekerja di tempat-tempat hiburan (pub, diskotik, café, dll), mitra pekerja
seks komersil, penggemudi barang, nelayan dan narapidana. (2) Kelompok resiko
rendah yang mencakup remaja/generasi muda, pasangan usia subur, calon pasangan
suami-istri, tenaga kerja wanita, karyawan ( Pegawai Negeri dan Swasta) dan aparat
keamanan (TNI/Polri) (Djoerban, 2001).
Berdasarkan pengelompokan masyarakat tingkat resiko tertular penyakit
(38)
rendah, tetapi pengguna narkoba dengan jarum suntik dan orang yang bekerja sebagai
mitra pekerja seks komersil merupakan kelompok resiko tinggi. (Djoerban, 2001).
2.4.3 Masalah Yang Psikososial Penderita HIV/AIDS
Beberapa masalah yang psikososial yang dihadapi penderita HIV/AIDS adalah :
1. Kendala Pengobatan
Penderita AIDS memerlukan pelayanan kesehatan seperti penderita penyakit
menahun lainnya, mereka memerlukan pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan san pemantauan yang seksama untuk mengobati dan
mencegah agar penyakit infeksinya tidak berlarut-larut dan menyebabkan
cacat. Beban lain yang harus ditanggung oleh pasien HIV/AIDS adalah biaya
pengobatan yang amat mahal.
2. Aspek kerahasiaan
Keingintahuan seseorang tentang cara penularan AIDS adalah sikap yang
amat positif, agar ia tahu orang lain dapat terhindar dari penularan HIV.
Namun sebaliknya keingintahuan akan identitas seseorang penderita AIDS
atau seseorang yang terinfeksi HIV seringkali berakibat buruk, misalnya
penderita bias menghilang dari rumahnya. Penderita HIV/AIDS seharusnya
dilindungi dari masalah tersebut, karena dampaknya akan buruk sekal
terhadap penderita keluarga maupun masyarakat ( Djoerban, 2001 ).
Masalah psikososial ini muncul karena perbedaan masyarakat dalam
menyikapi penyakit AIDS tersebut. Seseorang menunjukan sikap yang berbeda dalam
(39)
perasaan, konasi dan afeksi yang selanjutnya membentuk persepsi terhadap objek
tersebut. (Djoerban, 2001).
2.4.4. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS
Masalah AIDS telah menjadi masalah internasional, World Health
Organization (WHO) mengambil keputusan untuk menghadapi masalah AIDS dengan program khusus secara terpadu yang disebut Global Program on AIDS (GPA)
yang memberikan bantuan kepada setiap negara anggota untuk mengembangkan
program AIDS nasional dengan memperhatikan srategi global WHO yaitu dengan
menginterogasikannya kedalam sistem yang ada dan bersifat kecil edukatif dan
preventif agar setiap orang dapat melindungi dirinya dari HIV/AIDS.
Dalam menanggulangi masalah ini pemerintah membuat suatu rancangan
dalam masalah perawatan penderita HIV/AIDS yaitu program pelayanan konseling
dan testing sukarela atau disebut juga voluntary counseling and test (VCT) . program
ini dijalankan dalam lembaga rumah sakit sampai tingkat puskesmas dan bekerjasama
dengan pihak pihak lembaga swadaya masyarakat.
Konseling ini bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan
sesudah tes darah di laboratorium. tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu
memahami dan menandatangani inform consent yaitu surat persetujuan setelah
(40)
2.5. Konseling
Pengertian konseling menurut beberapa defenisi.
1. Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan
orang lain. (Depkes RI, 2000:32).
2. Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap,
dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan
untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang
sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.(Saifudin, Abdul Bari dkk, 2001:39 )
3. Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam
membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui
pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien.
(Saraswati, Lukman, 2002:15)
2.6. Voluntary Counseling and Test (VCT) atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS)
Voluntary Counseling and testing (VCT), dalam bahasa Indonesia disebut konseling dan tes sukarela, VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan
rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di Laboratorium.
(41)
informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapat penjelasan yang lengkap dan benar(KPAI,2007)
2.6.1. Proses Konseling
Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien yang
membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan dukungan
mental-emosional kepada klien. proses konseling mencakup upaya-upaya yang
realistik dan terjangkau serta dapat dilaksanakan.
Proses konseling hendaknya mampu :
1. Memastikan klien mendapatkan informasi yang sesuai fakta.
2. Menyediakan dukungan saat kritis.
3. Mendorong perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah atau membatasi
penyebaran infeksi.
4. Membantu klien memusatkan perhatian dan mengenali kebutuahan jangka
pendek serta jangka panjang dirinya sendiri.
5. Mengajukan tindakan nyata yang sesuai untuk dapat diadaptasikan klien
dalam kondisi yang berubah.
6. Membantu klien memahami informasi peraturan perundang-undangan tentang
kesehatan dan kesejahteraan.
7. Membantu klien untuk menerima informasi yang tepat, dan menghargai serta
menerima tujuan tes HIV baik secara teknik, sosial, etika dan implikasi
hukum.
Selama proses konseling konselor bertindak sebagai pantulan cermin bagi
(42)
keluar yang diyakininya. konseling sering kali diperlukan, tergantung dari masalah
dan kebutuhan klien.
2.6.2. Tahapan Konseling a. Konseling pra tes
Tahapan ini adalah permulaan pengenalan konseling dengan klien, hal – hal
apa saja yang akan dilakukan selama proses konseling dimulai dari tahap ini. tahapan
ini adalah awal dari VCT. Dimulai dari pengenalan karakteristik klien, sampai ke
pemahaman klien terhadap HIV/AIDS. Dalam tahap ini konselor harus dapat
memahamkan klien tentang :
1. Implikasi mengenai status serologi
2. Cara beradaptasi dengan informasi baru
3. Membuat persetujuan tes (informed consent)
4. Dilakukan sebelum menjalani test, berisi :
- Pemahaman HIV/AIDS dan tes
- Pemahaman profil risiko klien
- Diskusi seksualitas, relasi, perilaku seksual
- Perilaku berkaitan dengan penggunaan Napza
- Cara Prevensi
b. Konseling pasca test
Tahapan ini dilakukan setelah klien selesai melakukan tes darah di
laboratorium. Konseling pada tahapan ini sangat penting karena pada tahap ini
emosional klien akan sangat terungkap pada konseling, konseling ini seharusnya :
(43)
2. Tujuan utama adalah memahami hasil tes dan mulai beradaptasi dengan
status serelogiknya.
Bila hasil Positif (+)
1. Hasil segera disampaikan kepada klien dengan jelas dan nada suara datar,
lakukan dukungan emosional pada klien dan diskusikan tentang cara
menghadapinya
2. Pastikan klien mempunyai dukungan emosional cukup dan segera dari orang
dekatnya
3. Diskusi hubungan seks aman
4. Konseling memberikan dukungan akan perlunya terapi perawatan diri – gaya
hidup sehat
5. Bagi keluarga yang membutuhkan konseling agar dapat mendukung klien dan
diri sendiri
Bila hasil Negatif (-)
1. Diskusikan perubahan perilaku kearah hidup sehat
2. Motivasi klien untuk mengubah perilaku dengan memberikan akses rujukan
pelayanan
3. Hasil negatif bukan berarti tak terinfeksi, ulangi tes 1 – 3 bulan lagi.
2.6.3. Pentingnya VCT
VCT sangat penting karena :
(44)
2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif,
dengan fokus pada pemberian dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan
terkini atas HIV/AIDS.
3. Mengurangi stigma masyarakat.
4. Merupakan pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik dan mental
5. Memudahkan akses keberbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik
(45)
2.7. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Faktor Internal
Pengetahuan Kepercayaan Sikap
Pekerjaan Pendidikan
VCT Faktor Eksternal
Teman Seprofesi Media massa
Persepsi Pekerjs Seks
Komersial terhadap VCT
Dari bagan diatas bahwa faktor internal yang melekat pada informan yaitu
Pengetahuan, kepercayaan, sikap, pendidikan, pekerjaan. Faktor eksternal adalah
lingkungan, media massa yang mempengaruhi informan untuk melakukan VCT yang
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk
mengetahui Persepsi kelompok beresiko terhadap pemanfaatan klinik IMS dan VCT
di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009.
3. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada salah satu klinik Voluntary Counseling and
Test (VCT) yang ada di Kota Medan yaitu Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November tahun 2009.
3.3. Pemilihan Informan
Informan adalah kelompok beresiko tinggi HIV/AIDS yaitu Pekerja Seks
Komersial (PSK) yang ada di wilayah kerja di Klinik VCT Kantor Kesehatan
Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009 yang sudah melakukan VCT yang
(47)
kecukupan dan kesesuaian penelitian. Jumlah informan 5 orang yang terdiri dari 5
informan perempuan dengan pekerjaan sehari-hari sebagai pekerja seks komersial.
Informan pertama diperoleh setelah beberapa hari peneliti melakukan observasi di
Kecamatan Medan Belawan.
Setelah peneliti mewawancarai informan pertama, dari informan tersebutlah
peneliti mendapatkan informan kedua, peneliti meminta kepada informan pertama
agar mengenalkan peneliti dengan informan yang lainnya yang sesuai menurut
peneliti, dengan senang hati informan pertama mau mengenalkan peneliti dengan
informan berikutnya. Berhubung karena hari sudah sore peneliti hanya sebentar
berbincang-bincang dengan informan yang telah dikenalkan oleh informan pertama,
sambil mengutarakan maksud dan tujuan peneliti datang menemui informan. Waktu
yang ditunggupun tiba peneliti berkunjung kerumah informan, sebelum mulai
penelitian peneliti menanyakan kembali kesediaan informan untuk jadi informan
dalam penelitian ini.
Penelitian pun berlangsung baik dan informan pun menjawab semua yang
peneliti tanyakan. Peneliti kembali mendatangi informan pertama setelah selesai
dengan informan kedua dan kembali meminta tolong untuk mencarikan informan
berikutnya yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kebetulan pada hari itu
informan yang diharapkan jadi informan tidak ada dirumah sehingga peneliti
menunda untuk bertemu informan. Karena tidak bertemu dengan informan yang
diharapkan, peneliti mencari informan lagi yang bersedia untuk dijadikan sebagai
informan, setelah mencari informasi dan observsasi, maka peneliti pergi kesuatu
(48)
peneliti bertemu dengan informan selanjutnya yang bersedia untuk diwawancarai,
setelah berbinang-bincang dengan informan dan ia pun besedia untuk peneliti
wawancarai. Dari informan ini peneliti bertemu dengan informan yang selanjutnya,
tapi informan ini tidak langsung peneliti jadikan sampel, dikarenakan hari sudah
malam sehingga tidak memungkinkan bagi peneliti untuk melalukan penelitian.
Sebelum pulang peneliti mengatakan kepada informan maksud dan tujuan peneliti,
informan itu setuju untuk peneliti wawancarai.
Pada keesokan harinya peneliti mencoba untuk menjumpai informan yang
sebelumnya yang tidak sempat bertemu, dan ketika peneliti menjumpai informan
tersebut, informan tersebut bersedia setelah peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
serta informan sangat antusias dalam menjawab seluruh pertanyaan dari peneliti.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam ( indepth interview )
dengan menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun, seluruh informan
diwawancarai pada waktu yang terpisah. Untuk itu peneliti menggunakan alat bantu
tulis dan alat perekam.
3.5. Metode Analisa Data
Data hasil wawancara mendalam diolah dengan menggunakan metoda
EZ-TEXT dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan
menjelaskan secara mendalam berdasarkan jawaban dan keterangan informan. Dan
(49)
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Belawan terletak di Kecamatan Medan
Belawan, dengan batas wilayah :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Belawan I
b. Sebelah Timur : Kelurahan Bagan Deli
c. Sebelah Selatan : Kelurahan Bagan Bahari
d. Sebelah Barat : hamparan Belawan I
Dalam melaksanakan kegiatannya, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
Belawan melayani 6 kelurahan yang ada di kecamatann Medan Belawan, yaitu :
1. Kelurahan Belawan I
2. Kelurahan Belawan II
3. Kelurahan Bahagia
4. Kelurahan Bahari
5. Kelurahan Sicanang
6. Kelurahan Bagan Deli
Visi dan Misi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Belawan
Visi : Terwujudnya KKP Belawan yang tangguh dan prima dalam mencegah
masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit potensial wabah menuju
(50)
Misi :
1. Lingkungan Pelabuhan, bandara bebas dari vektor penularan penyakit
2. Terbebasnya alat angkut beserta isinya dan masyarakat di sekitar
pelabuhan, bandara dari penyakit karantina dan penyakit potensial wabah.
3. Profesionalisme Sumber Daya Manusia Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) Belawan
Tugas Pokok Kantor Kesehatan Pelabuhan
KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya
penyakit, penyakit potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan,
pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan
OMKABA serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul
kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
Fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, KKP
menyelenggarakan 16 (enam belas) fungsi yaitu :
1. Pelaksanaan kekarantinaan.
2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan.
3. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat Negara.
4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru,
(51)
5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan
kimia.
6. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit
yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional.
7. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan
matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk.
8. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara,
pelabuhan dan lintas batas darat negara;
9. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan
alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi
persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor.
10.Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya.
11.Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat Negara.
12.Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara,
pelabuhan dan lintas batas darat Negara.
13.Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat Negara.
14.Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan
surveilans kesehatan pelabuhan.
15.Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas
(52)
16.Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP.
Dalam hal ini KKP Medan yang berinduk di Pelabuhan Belawan Medan
mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai filter (penyaring) untuk melakukan
tindakan cegah tangkal dan deteksi dini terhadap penyakit karantina (Pes, Yellow
fever, cholera) dan penyakit menular potensial wabah sebagai tupoksi dari KKP
Kelas II Medan itu sendiri, mengingat Pelabuhan merupakan “Port de entre” dari
beberapa penyakit menular yang berpotensi berkembang ke seluruh wilayah diluar
pelabuhan.
Oleh karena itu KKP Medan secara aktif ikut terlibat di dalam
penatalaksanaan HIV/AIDS yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi dan
mencegah timbulnya penyebaran penyakit HIV/AIDS lebih lanjut dengan membuat
klinik Voluntary Concelling and Testing (VCT) pada lokalisasi pelacuran di sekitar
pelabuhan dan juga masyarakat yang bermukim di sekitar pelabuhan Belawan.
Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh Dinas Kesehatan Tingkat I Propinsi Sumatera
Utara. VCT KKP Medan mulai beroperasi pada bulan September 2006 dimana klinik
VCT KKP Medan sudah melakukan konselling sekaligus melakukan test sample
darah dan memiliki 3 orang petugas.
Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan
dukungan, jika klien membutuhkan terapi ARV akan dirujuk ke Rumah Sakit Adam
Malik. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat
dan bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain. Pemeriksaan dini terhadap
(53)
kebutuhan bagi mereka yang diidentifikasi terinfeksi karena HIV/AIDS belum
ditemukan obatnya, dan cara penularannya pun sangat cepat.
ALUR VCT KKP Belawan. Konseling
Individual pra-testing
Rujukan untuk dukungan proses yang sedang
berjalan, termasuk Support group
Periksa Darah dg Rapid
Testing
Konseling Dukungan dan
rujukan
Hasil & konseling Pasca Tes
Alur VCT di KKP Belawan yaitu klien di konseling Individual pra-testing
terlebih dahulu kemudian dilakukan periksa darah dengan rapid testing. Setelah itu
klien menerima hasil dan konseling pasca tes kemudian dilakukan konseling
dukungan dan rujukan pelayanan Kesehatan dan MK kemudian klien mendapatkan
(54)
4.2. Karakteristik Informan
Dari hasil wawancara dilapangan diperoleh enam orang informan yang
memiliki karakteristik yang dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Distribusi karakteristik informan No Umur Jenis
Kelamin Pendidikan Pekerjaan
1 31 P SMP PSK
2 32 P SMA PSK
3 21 P SMA PSK
4 20 P SMP PSK
5 24 P SMP PSK
Berdasarkan matrix karakteristik informan di atas memperlihatkan bahwa umur informan bervariasi antara 20 – 32 tahun, terdiri dari 5 orang perempuan, latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari SMP sampai dengan SMA dan keseluruhan informan bekerja sebagai pekerja seks komersial.
(55)
4.3. Faktor Internal
4.3.1. Pengetahuan tentang VCT
Matriks 4.1
Pengetahuan mengenai VCT Informan Jawaban
Setau saya ya,,, pereksa darah supaya tau penyakit HIV,,, itu supaya kita tau kita ne kena HIV ato nggak,,, ya dari si “bunga” dia yang ngajak kesana,,, katanya gak diapa-apakan kok makanya aku mau,,, kalo nggak ya mana aku mau gitu lho,,,ya,,, disana diajak ngomong-ngomong sama orang itu kan,,, abis itu baru diambil darah dan dibilangnya hasilnya negatif makanya aku senang dengan hasilnya itu,,,
1
Apa tentang penyakit itu ya,,, HIV itu ya,,, yang periksa darah,,, supaya kita tau kena HIV apa nggak,,, ya dari “melati” dia yang ngajak,,, dia itu kawan dekat ku,,, kemana aja kami sama
2
Yang saya ketahui tentang positi eh,,, VCT begini kan banyak kejadian-kejadian kan maklum la,,, apa lagi ini bangsa kita sudah terkena e,,, kesadarannya pun kurang,,, karena kejadiannya itu pun terjadi dari kebanyakan dari Negara luar yaitu maka jangan takut maka diadakan eee,,, tetes apa namanya terkena apa nggak masalahnya,,, jangan sampe bertukar pasangan yang tidak kita inginkan,,, ya saya baca dari surat kabar,,, ditipi pun sering disiarkan tentang HIV AIDS,,, saya taunya dari kepala lingkungan sebagai presidennya di lingkungan
3
VCT tu Yang mana,,, yang tempat periksa-periksa itu ya,,, kalo setaunya saya kek mana ya kalo dibilang gak-gak ccVCT namanya Cuma dibilang orang kalo kita mau periksa tau kena HIV ato nggak,,, kemaren itu waktu kesana kemaren itu diperiksa-periksa gitu,,, katanya untuk tau kena kena HIV itu atau nggak,,, kemaren ada kawan yang bilang coba diperiksa kesana eee,,, takutnyakan tau la,,, kerjaan kayak mana,,, kena HIV ato nggak jadi percaya nggak percaya juga si kemaren tapi karena diajakin sama kawan itu makanya ya udah lah ikut kesana
4
VCT oh,,, VCT itu kan kemaren kata teman saya itu lho,,, yang kita disuruh periksa-periksa mana tau ada kena HIV AIDS gitu ya,,, kita diperiksa diliatkan kena HIV AIDS ato nggak tapi yah gitulah untung-untung dapatnya ya,,, nggak lah,,, ya,,, ada,,, kalo nggak diceritai ya,,, ndak tau lah diperiksa nanti gimana,,, dari kawan-kawan juga ada
(56)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa
keseluruhan informan mengatakan bahwa VCT adalah kegiatan dimana informan
diperiksa untuk mengetahui apakah informan terkena HIV atau tidak, kemudian
informan mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi mengenai VCT tersebut
sebagian besar mengatakan dari teman atau rekan seprofesinya selain itu ada surat
kabar seperti Pos Metro, televisi dan ada juga dari kepala lingkungan yang dianggap
(57)
Matriks 4.2
Pengetahuan informan mengetahui tempat VCT yang lain Informan Jawaban
Gak tau,,, ya namanya juga disini ada,,, ada semuanya lengkap ya disini la,,, ngapai jaoh-jaoh lagi
1
Tak tau,,, dekat,,,karena saya kan tinggalnya dekat sini dan gak pernah kemana-mana ya mas,,,
2
Mmmm Saya taunya Kecamatan Medan Belawan aja,,, karena jarak rumah saya dengan KKP Belawan tidak terlalu jauh,,, dan orang sini udah kenal semua sama saya,,, kayak artisnya gitu lho mas,,, heheh,,,,
3
Maksudnya tempat-tempat periksa gitu lagi,,, eeee kurang tau ya gitu mas ya taunya pun Cuma disini,,, itupun Cuma dibilangin kawan itu,,, ya toh taunya Cuma disitu,,, dan karena tempat tinggal saya lumayan dekat,,, kalopun ada yang laen ya,,, kalopun ada mungkin jauh dari sini ya udah disini aja, Karena ajakan teman gitu,,, karena kata teman disana itu gak diapa-apain Cuma diperiksa aja Cuma diajak-ajakin ngomong sayakan kalo misalnya disuruh ngapa-ngapain kan saya juga takut mas tapi karena katanya Cuma diajak ngomong terus diperiksa biasa aja ya makanya saya mau ikut gitu
4
Nggak,,, akupun juga dibawa kawan keBelawan ini,,, la wong orang sini juga jadi taunya Belawan ini ya jadinya bawa Belawan sini,,, wong inilah kan dekat sama tempat ya kan
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang tempat VCT lain
keseluruhan informan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa ada lokasi
lain selain di Belawan, alasan informan mau melakukan VCT di Belawan karena
lokasi yang dekat dengan tempat tinggal mereka dan orang-orangnya sudah dikenal
(1)
5. Pernahkan Anda mendengar tentang VCT dari teman seprofesi Anda? Probing :
‐ Seberapa yakin Anda dengan informasi yang diberikan? ‐ Kenapa Anda bersikap demikian?
6. Pernahkan Anda mendengar tentang VCT dari media massa? Probing :
‐ Dari media apa?
(2)
Respondent ID:
Pengetahuan mengenai VCT
1 Setau saya ya,,, pereksa darah supaya tau penyakit HIV,,, itu supaya kita tau kita ne kena HIV ato nggak,,, ya dari si “bunga” dia yang ngajak kesana,,, katanya gak diapa-apakan kok makanya aku mau,,, kalo nggak ya mana aku mau gitu lho,,,ya,,, disana diajak ngomong-ngomong sama orang itu kan,,, abis itu baru diambil darah dan dibilangnya hasilnya negatif makanya aku senang dengan hasilnya itu,,,
2 Apa tentang penyakit itu ya,,, HIV itu ya,,, yang periksa darah,,, supaya kita tau kena HIV apa nggak,,, ya dari “melati” dia yang ngajak,,, dia itu kawan dekat ku,,, kemana aja kami sama
Yang saya ketahui tentang positi eh,,, VCT begini kan banyak kejadian-kejadian kan maklum la,,, apa lagi ini bangsa kita sudah terkena e,,, kesadarannya pun kurang,,, karena kejadiannya itu pun terjadi dari kebanyakan dari Negara luar yaitu maka jangan takut maka diadakan eee,,, tetes apa namanya terkena apa nggak masalahnya,,, jangan sampe bertukar pasangan yang tidak kita inginkan,,, ya saya baca dari surat kabar,,, ditipi pun sering disiarkan tentang HIV AIDS,,, saya taunya dari kepala lingkungan sebagai presidennya di lingkungan
3
4 VCT tu Yang mana,,, yang tempat periksa-periksa itu ya,,, kalo setaunya saya kek mana ya kalo dibilang gak-gak ccVCT namanya Cuma dibilang orang kalo kita mau periksa tau kena HIV ato nggak,,, kemaren itu waktu kesana kemaren itu diperiksa-periksa gitu,,, katanya untuk tau kena kena HIV itu atau nggak,,, kemaren ada kawan yang bilang coba diperiksa kesana eee,,, takutnyakan tau la,,, kerjaan kayak mana,,, kena HIV ato nggak jadi percaya nggak percaya juga si kemaren tapi karena diajakin sama kawan itu makanya ya udah lah ikut kesana
5 VCT oh,,, VCT itu kan kemaren kata teman saya itu lho,,, yang kita disuruh periksa-periksa mana tau ada kena HIV AIDS gitu ya,,, kita diperiksa diliatkan kena HIV AIDS ato nggak tapi yah gitulah untung-untung dapatnya ya,,, nggak lah,,, ya,,, ada,,, kalo nggak diceritai ya,,, ndak tau lah diperiksa nanti gimana,,, dari kawan-kawan juga ada
Respondent ID:
Pengetahuan informan mengetahui tempat VCT yang lain
1 Gak tau,,, ya namanya juga disini ada,,, ada semuanya lengkap ya disini la,,, ngapai jaoh-jaoh lagi
2 Tak tau,,, dekat,,,karena saya kan tinggalnya dekat sini dan gak pernah kemana-mana ya mas,,,
(3)
3 Mmmm Saya taunya Kecamatan Medan Belawan aja,,, karena jarak rumah saya dengan KKP Belawan tidak terlalu jauh,,, dan orang sini udah kenal semua sama saya,,, kayak artisnya gitu lho mas,,,
heheh,,,,
4 Maksudnya tempat-tempat periksa gitu lagi,,, eeee kurang tau ya gitu mas ya taunya pun Cuma disini,,, itupun Cuma dibilangin kawan itu,,, ya toh taunya Cuma disitu,,, dan karena tempat tinggal saya lumayan dekat,,, kalopun ada yang laen ya,,, kalopun ada mungkin jauh dari sini ya udah disini aja, Karena ajakan teman gitu,,, karena kata teman disana itu gak diapa-apain Cuma diperiksa aja Cuma diajak-ajakin ngomong sayakan kalo misalnya disuruh ngapa-ngapain kan saya juga takut mas tapi karena katanya Cuma diajak ngomong terus diperiksa biasa aja ya makanya saya mau ikut gitu 5 Nggak,,, akupun juga dibawa kawan keBelawan ini,,, la wong orang
sini juga jadi taunya Belawan ini ya jadinya bawa Belawan sini,,, wong inilah kan dekat sama tempat ya kan
Persepsi pekerja seks komersial terhadap pelayanan klinik IMS dan VCT
Respondent ID:
1 Ya,,, kan bagus untuk kita,,, jadi kita mengetahui penyakit itu,,, aaa,,, ada nggaknya dibadan kita,,, ya,,, sekitar taon 2008 bulan 12,,, ya,,, perubahannya ya,,, tenang karena kita tau gak ada apa-apa dalam badan kita, ya,,, kalo ada apa-apa kan susah kita
2 Biar tau kena HIV apa tidak,,, bulan berapa itu ya 2008 bulannya saya lupa,,, ya senang aja kalo kita tau kita nggak ada penyakit nya, jadi kita bisa tenang kerja,,,kalo kita nggak kerja dari mana kita makan
3 Saya melakukan VCT karena,,, e,,, gini saya ingin tau apakah ada terjadi yang tidak kita kehendakin karena ini menyangkut diri pribadi kita,,, sempat lah terjadi ini sama saya rasanya ,,, apa namanya dikatakan sangat susah sekali lah,,, jangan sampe terjangkit sama orang laen,,, masalah berganti,,, karena kan gini kan,,, kalo lah kita ada kawan kita yang kena terjangkit HIV kita pun bisa terkena ketularan dari dia,,, taon 2008 bulan dua,,, alhamdulillah sudah terjadinya saya diperiksa sampe eee,,, ketetes darah ternyata negatif memang saya sehat,,, sampe sekarang
4 Ya,,, ya,,, kayak itu tadi toh mas,,, kan dibilangnya kerjaan itu kan kayak mana ya,,, gak usah dijelasin pun udah sama-sama tau aja apa kerjanya,,, karena kan kalo pelanggan-pelanggan itukan gak
semuanya kan mau dibilangin kayak yang kita bilang takutnya ya itu kena HIV,,, ya,,, katanya sampe sekarang juga gak ada obatnya ya,,,mas ya,,,aaaa itu udah lama ya,,, berapa lama ya dibilangnya,,, udah lama lah mas,,, bisa mungkin pun ya ,,, sekitar udah ampir ada setahun lah,,, ya gak ada,,, ya gitu-gitu aja Cuma ngomong-ngomong aja diperiksa ya udah cuman gitu aja kok disitu
(4)
5 Ya wong ditakut-takuti katanya nanti kena HIV AIDS lah,,, namanya juga orang kan bandel-bandel ya udahlah periksa takut juga kena HIV AIDS,,, kapan ya ,,, waktu ,,, taon lalulah pokoknya taon lalu waktu mau lebaran kayak gitu,,, apa ,,, kita kan diajari tu kalo apa ya,,, harus pake kondom gitu kan ya udah jadi kalo ada yang gak mau pake kondom ya aku nggak mau,,, takut juga,,, ya tukut lah kita ,,, kita juga masi mau idop kok
Respondent ID:
Sikap petugas dalam menangani keluhan informan
1 Baik ,,, ramah,,,lebut sabar,,,bisa cepat dia melakukannya,,,lebih enak lebih nyaman,,,ya biasa-biasa aja Cuma ditanya-tanya abis itu di tes darahnya ya abis itu pulang,,, gak ada apa-apa, ya,,, baik kok orang itu,,, sudah bagus semua,,, itu ada,,, tapi aku kan udah dapat hasil kalo aku gak kena penyakit jadi ngapai aku kesana lagi,,,ya disanakan Cuma bedua aja dan yang nanya juga cewek kok,,, kalo cowok ya malu aku kan mas,,,,,, pokoknya udah mantap la,,,, kan aku Cuma mau tau kalo aku kena penyakit ato nggak Cuma itu aja kok 2 Ramah bagus ,,, pemberitahuan lah tentang penyakit apa-apa aja,,,
cara pencegahannya,,, apa obatnya,,, bagus,,, pelayanan ya lebih ramah lagi,,, la orang itu ya,,, ada tapi aku gak sempat,,, banyak kerjaan,,, kan tau sendiri kalo malam itu kerjanya lembur,,, jadi abis itu ya istirahat,,, kan mana sempat,,, kalo gak istirahat ya mana kuat ntar kerjanya,,, kalo gak mana bisa cari duit untuk makan
3 Eee,,, kalo itu ramah-ramah kok,,, bagus ,,, e,,, kemampuan petugas kalo bisa apa namanya kalo bisa petugas VCT beramai-ramai lah datang ke KKP biar masyarakatnya tau tentang penyakit HIV dan mau datang maklum lah daerah kita ini daerah pesisir pantai kurang berpendidikan,,, Ada,,, cuman bagaimananya saya pun sibuk sebagai ibu rumah tangga ya agak terlambat sedikit la,,, ya memang ,,, ngapai la saya datang lagi orang kondisi tubuh saya sudah baik ngapain lagi saya datang
4 Keluhan ya mas ya,,, kayaknya kemaren itu gak ngeluh Cuma disuruh datang aja datang terus diajak ngobrol-ngobrol sama merekanya ya baik si petugasnya tapi ya gimana dibilang baik pun Karena Cuma diajak ngobrol-ngobrol doang kok,,,ramah mau ngajak kita ngomong walaupun mereka tau profesi kita itu apa kerjanya apa ,,, tapi kalo kita ngomong tetap ditenggepin kok,,, kalo eee,,, saya keknya mereka emang udah biasa ya kalo udah banyak ngomong sama banyak orang nanyak-nanyak tentang eee pekerjaan-pekerjaan terus ya ya masalah-masalah pribadi lainnya ya itu tadi dia mas kayaknya orang itu ramah terus ya biasa lah ngomong-ngomong nanyak-nanyak baik-baik kok merekanya,,,ya bingung juga yam as jawabnya karena saya juga nggak gitu paham gini itu manfaatnya untuk apa tapi kalopun boleh ngasi saran ya maunya eee semua semua lah gitu kan supaya tau juga bisa kena apa nggak jadi ya
(5)
kita-kita pun tau,,,siapa kawan-kawan yang kena HIV jadi bukannya maksudnya apa ya cuman sekedar tau aja lah,,, maksudnya disuruh datang balek gitu mas ya,,,kayaknya ada lah,,, ada kayaknya,,, dibilang,,, aaa pernah dibilangkan gitu,,, yah buat apa balek kan kemaren tu mas ya dari hasil ngomong-ngomong terus diperiksa juga dari orangnya si mereka bilangnya saya gak HIV ya udah ngapai balek
5 Opo yo,,, biasa aja lah ya,,,bagus-bagus lah mas ramah,,, ya biasa aja,,, nggak usah muluk-muluk ya kan mereka juga yang penting-penting aja yang ditanyai yang kek gini-gini yang kek gini yang ini jangan mbak ya nanti dikasi tau kek gini-gini dah gak masalah,,, nyambung kok wong ramah kok enak bagus ya biasa aja lah dibilang hebat kali ya nggak ya Cuma ramah ,,,ramah ya cemana ya ,,, ya owes lah gitu aja nggak usah yang muluk-muluk,,, ada,,, ada,,, ada,,, disuruh katanya kan aku diperiksa tu kata dia nggak ya Cuma harus tetep kek gini-gini kata dia ya udah,,, nggak aku nggak dating ya malas aja,,, ya pokoknya diperiksa aku nggak katanya kan,,,mbak negatif kata negatif itu nggak kan mas kan,,, terus ,,,toh aku ngak ngelakuin yang dilarang dia kok aku ngerasa gak kena juga ngapai lagi aku datang
Respondent ID:
Informasi yang didapatkan informan tentang VCT dari teman seprofesinya
1 Karena kawan yang kasi tau karena jarang-jarang yang ada itu gak setiap taon sehari-hari ada itu
2 Ya pernah dari kawan yakin karena udah dekat lha makanya aku mau,,,
3 Pernah,,, kawan kerja lha,,, yakin ya karena sekarang ini kan banyak yang terjadi ntah dari kita apa itu ada dari tempat duduk,,, ya karena udah kenal
4 Ya kan tadi dari awalnya saya kan juga taunya juga dari kawan ya mas ya dari ya kawan yang sama-sama kerja sama kayak gini memang taunya dari dia,,, dibilang yakin ya gimana mas ya kawan saya itu katanya udah pernah kesitu katanya untuk tau kita itu kenaknnya HIV apa nggak eee yakin gak yakin tapi setelah kesitu ya,,, yakin lah orang saya juga hasil tesnya negatif katanya
5 Lho wong aku taunya dari kawan aku kok,,, makanya kesana,,, ia,,, kawan-kawan aku juga,,,yah,,, yakin lah mas wong aku takut yakin lah timbang kena aku nggak bisa idop lah wong sing ene aku juga mo idup kan
Respondent ID:
Informasi yang didapatkan informan tentang VCT dari media massa 1 Gak pernah
(6)
3 Pernah,,, eee dari surat kabar “waspada”,,, “Metro” yakin ,,, bisa memang karena udah ada kejadian
4 Alah saya ini orang bodoh mas,,, jarang baca Koran,,,tapi pernah dengar dari ini si,,, dari tv,,, saya pernah liat dari tv,,, katanya ada HIV-HIV gitu,,,katanya,,, penyakitnya itu belum ada obatnya
makanya saya takut,,, gimana ya mas ya kayaknya kan kalo tv itukan medianya besar gitu terus orang itukan yang buat juga gak
sembarangan a,,, pastikan udah ada yang sebelum-sebelumnya ya mas ya jadi ya yakin lah
5 Pernah ,,, Cuma nggak ya aku kurang suka si liatin iklan,,, paling baca itupun nggak-nggak suka kali ya itupun kalo ada waktu luang aja,,, yakin aja,,, kalo yang berhubungan dengan kesehatan aku ya aku yakin aja