Pengaruh Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

(1)

1

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, belanja modal dan dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data sekunder atas variabel tersebeut diambil dari kabupaten dan kota yang ada di Indonesia periode 2011-2012.

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan verifikatif dengan metode analisa regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana perimbangan dan PAD secara parsial berpengaruh secara positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Belanja modal secara positif namun tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Selanjutnya dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan belanja modal secara simultan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci : pendapatan asli daerah, belanja modal, dana perimbangan, pertumbuhan ekonomi, produk domestik regional bruto

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pada tahun 1999 dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kemudian tahun 2004 direvisi menjadi UU No. 31 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-undang ini secara langsung mengubah pola pengelolaan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi pada hakikatnya memberi kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan kondisi dan potensi daerahnya.

Desentralisasi fiskal adalah salah satu pendukung pelaksanaan otonomi daerah karena kemampuan keuangan daerah merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan otonomi daerah (Fransiscus dan Santo, 2013). Desentralisasi fiskal diharapkan dapat berdampak positif bagi perkembangan pemerintah daerah. Memasuki era desentralisasi fiskal sekarang ini, diharapkan adanya peningkatan pelayanan di berbagai sektor salah satunya adalah sektor publik, dengan adanya peningkatan dalam layanan di sektor publik akan dapat menambah daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya di daerah (Menurut Harianto dan Adi, 2007).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang bersumber dan dipungut daerah didasarkan pada Peraturan Daerah yang berlaku. PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Tujuan daripada PAD yakni memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam pendanaan otonomi daerah yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing (Ni Putu, 2014). Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki agar dapat meningkatkan PAD sehingga dapat membiayai pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana daerah. Semakin baik PAD suatu daerah maka semakin besar pula alokasi belanja modalnya (Ardhani 2011).

Setiap daerah dituntut untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah tapi, tidak semua daerah dapat membiayainya menggunakan PAD, karena kemampuan masing-masing daerah untuk menyediakan pendanaan bergantung pada kemampuan daerah dalam merealisasikan potensi ekonomi yang menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan mengakibatkan tidak meratanya pertumbuhan daerah (Darwanto dan Yulia, 2006).

Belanja modal pemerintah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Alexiou, 2009). Pertumbuhan Ekonomi merupakan parameter dari suatu kegiatan pembangunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat mengukur tingkat perkembangan aktivitas pada sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian (Hasan, 2012).

Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan memepengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004).

Penelitian ini juga dimotivasi karena adanya perbedaan hasil dari penelitian sebelumnya, dimana menurut Winda (2013) PAD berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan menurut Santosa (2013) PAD tidak berpengatuh signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Menurut Guntur (2014) DAK berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi akan tetapi dengan arah yang


(2)

2

mencoba untuk melakukan penelitian sejenis dengan objek penelitian yang berbeda serta modifikasi pada variabel independen dan dengan lokasi penelitian yang berbeda serta penggunaan data sekunder yang lebih besar.

Objek penelitian yang dipilih adalah Kabupaten/Kota di Indonesia dengan periode anggaran 2011-2012.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Dana

Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi”. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.

2. Masih tidak meratanya kekuatan infrastruktur penunjang perekonomian daerah, sehingga pertumbuhan ekonomi hanya berkembang di perkotaan saja.

3. Pengaruh belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan hasil yang berbeda-beda.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah dana perimbangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

2. Apakah PAD berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

3. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

4. Apakah dana perimbangan, PAD dan belanja modal bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganilisis pengaruh dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Indonesia periode 2011-2012.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi; 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi;

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi;

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dana perimbangan, PAD dan belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi..

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu sebagai tambahan masukan bagi satuan kerja pemerintah daerah dalam menganalisis penerimaan dana perimbangan dan peningkatan pendapatan asli daerah dan pengalokasian belanja modal, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota.

1.4.2 Kegunaan Akademis a. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai pengaruh dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi. Serta dapat menambah pengalaman dan sarana latihan dalam memecahkan masalah dilapangan.

b. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat berguna untuk peneliti lain dalam menambah ilmu dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

II. Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal bertujuan agar tidak terjadinya kesenjangan antar pemerintah daerah di berbagai sektor. Dalam penyelenggaraaan desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah harus mampu memberikan fasilitas pelayanan publik yang lebih baik untuk masyarakat lokal (Phentury, 2011).

Agar terciptanya pelaksanaan desentralisasi fiskal yang baik diperlukankannya efisiensi dalam pelakasanaannya, menurut Vazquez dan McNab (2001) ada dua alasan mengenai efisiensi desentralisasi fiskal;


(3)

3

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (17) yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan dengan rincian sebagai berikut: 1. Pendapatan daerah

2. Belanja Daerah 3. Pembiayaan 2.1.3 Dana Perimbangan

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.

Kebijakan perimbangan keuangan atau ditekankan pada empat tujuan utama, yaitu:

1. Memberikan sumber dana bagi daerah otonom untuk melaksanakan urusan yang diserahkan yang menjadi tanggungjawabnya;

2. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah;

3. Meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan dan pelayanan publik antar daerah; serta

4. Meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya daerah, khususnya sumber daya keuangan.

2.1.3.1 Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU

bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan

kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari: Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi dan Dana Alokasi

Umum untuk daerah kabupaten/korta (DPJK).

2.1.3.2 Dana Alokasi Khusus

DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Budi Santosa, 2013)

2.1.3.3 Dana Bagi Hasil

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan, Dana Bagi Hasil selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas; PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PPh WPOPDN (Pajak Penghasilan Wajib Orang Pribadi Dalam Negeri) dan PPh Pasal 21.

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Indra Bastian, 2002).

Peningkatan PAD menjadi sangat penting dalam era otonomi daerah, karena kemandirian keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah (Halim, 2007).

Sumber pendapatan asli daerah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 6 terdiri dari hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.

2.1.4.1 Pajak Daerah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi


(4)

4

Adapun besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001. Besarnya tarif definitif untuk pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksuimum yang telah ditentukan dalam UU (www.djpk.depkeu.go.id).

2.1.4.2 Retribusi Daerah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu;

1. Retribusi Jasa Umum

Menurut PP No. 66 Tahun 2001 Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat danikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi Jasa Usaha

Sedangkan Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta (PP No. 66 Tahnun 2001).

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Menurut PP No. 66 Tahun 2004 Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan

2.1.4.3 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Hessel Nogi (2012,149) menyatakan Yang dimaksud dengan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah antara lain hibah atau penerimaah dari daerah provinsi atau daerah kabupaten atau kota lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

2.1.5 Belanja Modal

Menurut Nordiawan (2006), belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tertentu. Alokasi belanja modal ini akan meningkatkan sarana penunjang aktifitas masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian masyarakat. Peningkatan perekonomian masyarakat ini lahir karena fasilitas pendukung yang diberikan pemerintah dakam bentuk belanja modal dapat meningkatkan daya tarik investasi dari masyarakat. Sebagai bagian dari belanja daerah, belanja modal pada hakikatnya memiliki peranan yang penting dalam upaya meningkatkan pembangunan daerah.

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat diaktegorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu:

1. Belanja Modal Tanah

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5. Belanja Modal Fisik Lainnya

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.6.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut para ahli ekonomi klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo, ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut;

1. Jumlah penduduk;

2. Persediaan barang-barang modal; 3. Luas tanah dan kekayaan alam; 4. Penerapan Teknologi.

2.1.6.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Schumpeter

Peranan pengusahan atau wirausahawan sangat penting dalam memengaruhi pertumbuha ekonomi. Itulah salah satu hal yang ditekankan Schumpeter dalam teorinya. Pengusaha akan terus menerus malakukan inovasi untuk mendapatkan hal-hal baru yang berguna bagi usahanya dan dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh.


(5)

5

Investasi yang terjadi pada tahun tertentu akan menyebabkan peningkatan barang modal pada tahun berikutnya. Agar seluruh penambahan barang modal tersebut digunakan seluruhnya maka total pengeluaran harus meningkat sebesar penambahan barang modal tersebut. Kenaikan total pengeluaran menyebabkan kenaikan pendapatan nasional (PDB). Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya peningkatan PDB dari suatu negara atau masyarakat. Oleh karena itu, investasi harus terus mengalami kenaikan agar tingkat pertumbuhan ekonomi juga ikut mengalami kenaikan.

2. Teori pertumbuhan ekonomi Solow

Berdasarkan teori pertumbuhan neoklasik yang dikembangkan oleh Abramovitz dan Soloe, pertumbuhan ekonomi tergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi. Bisa juga dikatakan bahwa teori ini lebih melihat dari sisi penawaran atau sisi produksi.

Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2000).

2.1.6.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi terdiri atas beberapa tahap berikut; 1. Perekonomian Tradisional (The traditional Society).

2. Perekonomian Transisi (The Precondition for Take Off).

3. Perekonomian Lepas Landas (The Take Off).

4. Perekonomian Menuju Kedewasaan ( The drive to maturity).

5. Perekonomian dengan Tingkat Konsumsi yang Tinggi (The Age of High Mass Consumption).

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Penelitian yang dilakukan Yulian Rinawaty dkk (2009) menganalisis pengaruh dana perimbangan terhdap pertumbuhan ekonomi di provinsi Sulawesi Tengah, menemukan bahwa dana perimbangan secara keseluruhan dimana melibatkan komponen-komponenya yaitu DAU, DAK dan DBH berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian Santosa (2013) mengatakan bahwa DAK dan DBH berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkatkan pelayanan publik. Demikian juga dengan DBH adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sehingga pengaruh DAK, dan DBH terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah memang semestinya signifikan.

2.2.2 Pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Setyawati (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dikarenakan semakin tinggi PAD, maka semakin meningkat laju pertumbuhan ekonominya. Karena pajak dan retribusi daerah dikembalikan kepada masyarakat untuk mengembangkan dan menumbuhkan perekonomian daerah.

2.2.3 Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Guntur (2013) dalam penelitiannya mengatakan belanja modal berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah yang positif. Hal ini bermakna bahwa apabila terjadi kenaikan nilai modal maka akan menyebabkan peningkatan pula pada capaiaan pertumbuhan ekonomi. Sarana dan prasarana infrastruktur ekonomi sebagai modal dasar berkembangnya aktivitas ekonomi serta yang menjadi daya tarik bagi investor merupakan hasil pengadaan aset yang direalisasikan melalui anggaran belanja modal. Oleh karena itu strategi alokasi anggaran belanja modal yang tepat sasaran untuk infrastruktur ekonomi yang mampu menjadi trigger/katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang optimal.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian adalah sebagai berikut:

Hipotesis 1 : Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Hipotesis 2 : PAD berpengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Hipotesis 3 : Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Hipotesis 4 : Dana Perimbangan, PAD, dan Belanja Modal berpengaruh terhadap Pertumbuhan

Ekonomi.

III. Objek Dan Metode Penelitian 3.1 Objek Penelitian


(6)

6

3.2 Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2011:2) menyatakan bahwa Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik deskriptif dan verifikatif.

3.2.1 Desain Penelitian

Menurut Indrianto Nur dan Supomo Bambang (2002: 249), desain penelitian adalah rancangan utama oenelitian yang menyatakan metode-metode dan prosedur-prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam pemilihan, pengumpulan, dan analisis data.

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Menurut Narimawati Umi (2008:30) operasionalisasi variabel adalah adalah proses penguraian variabel penelitian ke dalam sub variabel, dimensi, indikator sub variable, dan pengukuran. Adapun syarat penguraian operasionalisasi dilakukan bila dasar konsep dan indikator masing-masing variable sudah jelas, apabila belum jelas secara konseptual maka diperlukan analisis faktor.”

Agar lebih jelas mengenai variabel-variabel yang diteliti, maka dapat dituangkan dalam tabel operasional variabel pada tabel 3.1.

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.4.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka atau bilangan yang dapat diolah menggunakan perhitungan matematika.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) kabupaten/kota yang ada di Indonesia periode tahun anggaran 2011-2012 yang dipublikasikan oleh Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan.

3.2.4.2 Teknik Penentuan Data

Untuk menudukung hasil penelitian, maka peneliti akan mengelompokkan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di Indonesia. Data yang digunakan adalah selama dua tahun, dimulai dari tahun 2011 sampai 2012. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui populasi data awal adalah sebanyak 980 data, Namun data yang didapat penulis bahwa hanya ada 434 laporan keuangan yang sudah dipublikasikan pada website resmi DPJK. Adapun rincian datanya adalah 234 LRA pada tahun 2011, 200 LRA pada tahun 2012, sehingga jumlah data yang akan diolah pada penelitian ini adalah 434 LRA dari 490 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia dengan periode anggaran 2011 sampai dengan 2012.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2013:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut..

Data Pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia menunjukkan jumlah kabupaten/kota yang ada di Indonesia per tahun 2011 adalah sebanyak 490 kabupaten/kota. Rincian data Laporan Realisasi Anggaran periode anggaran 2011-2012 adalah sebanyak 434 data kabupaten/kota di Indonesia.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu: 1. Dokumentasi

Menurut Narimawati Umi (2010:40) pengumpulan data dilakukan dengan menelaah dokumen-dokumen yang terdapat pada perusahaan. Dokumentasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengenai Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2010-2014. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan dengan mengumpulkan data dan teori dari membaca literatur-literatur, bahan pustaka lainnya seperti artikel, jurnal, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Serta penggunaan media internet sebsgai media pendukung dalam penelusuran informasi mengenai teori maupun data yang diperlukan.

3.2.5 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi dengan persamaan linear regresi berganda untuk menganalisis pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

3.2.6 Uji Asumsi Klasik

Asumsi-asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.


(7)

7

dari R2 auxiliary regressions maka dalam model tidak terdapat multikolinieritas. 3.2.7.3 Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Ghozali (2006) untuk mendeteksi keberadaan heteroskedasisitas dapat dilakukan dengan melihat grafikscatterplot.

3.2.7.4 Uji Autokorelasi

Menurut Imam Ghozali (2005), uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). 3.2.7 Uji Hipotesis

3.2.8.1 Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (R2) berguna mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan

variasi variabel independen. Menurtu Ghozali (2006), semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel independen.

3.2.8.2 Uji F (Simultan)

Menurut Ghozali (2006), uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh bersama-sama terhadap variabel independen. Caranya dengan membandingkan nilai kritis F (F-tabel) dengan nilai F-hitung (F RATIO) pada tabel Analysis Variance dari hasil perhitungan. Dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan ukuran 5% atau 1%. Jika Probabilitas yang ditunjukkan >5%, maka model ditolak, sedangkan jika <5%, maka model diterima.

3.2.8.3 Uji Statistik t (Uji Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).

Memiliki kesimpulan, jika t-hitung>t-tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, dan jika t-hitung<t-tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.

IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Analisis Deskriptif

Analisis ini bertujuan utnuk mengetahui karakter data sampel secara menyeluruh, data yang telah diolah dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata dan standar deviasi dari tiap variabel.

4.1.2 Hasil Analisis Verivikatif 4.1.2.1 Uji Asumsi Klasik

1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel terdistribusi normal atau tidak. Hal ini dapat dideteksi melalui analisis statistik. Salah satu uji normalitas yaitu dengan grafik P-P Plot. Data yang baik adalah data yang berditribusi normal, dan titik-titik data pada grafik P-P Plot tidak melenceng ke kiri ataupun kekanan, melainkan menyebar di sekitas garis diagonal.

Pada grafik P-P Plot dapat ditarik kesimpulan bawa pada penelitian ini data berdistribusi normal. 2. Hasil Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas bertujuan menguji korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik tidak terjadi

korelasi antar variabel bebas. kedasarkan tabel 4.2 nilai tolerance pada variabel DP, PAD dan BM

menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,10 yaitu Belanja Modal sebesar 0,968, Dana Perimbangan sebesar 0,307 dan Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,312. Kemudian untuk seluruh variabel independen dalam penelitian ini yaitu DP, PAD dan BM memiliki angka variance inflaction factor (VIF) lebih kecil dari 10,00, BM memiliki angka 1,033, DP sebesar 3,258 dan PAD sebesar 3,208. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak adanya gejala multikolonieritas pada variabel independen di penelitian ini.

3. Hasil Uji Auto Korelasi

Tujuan dari uji ini adalah menguji ada atau tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah model yang bebas dari autokorelasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data didapat nilai Durbin Watson (D-W) sebesar 2,119, sementara dari tabel d pada tingkat kekeliruan 5% untuk jumlah variabel bebas = 3 dan jumlah data = 433 diperoleh batas bawah

nilai tabel (dL) = 1,83236 dan batas atasnya (dU) = 1,85105. Karena nilai Durbin Watson model regresi

(2,119) berada diantara dU dan 4-dU, yaitu daerah tidak ada autokorelasi sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi pada model regresi.


(8)

8

besar dari 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa pada ketiga variabel independen tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan uji asumsi klasik di atas, diketahui bahwa semua pengujian data tidak ditemukan adanya pelanggaran asumsi klasik, sehingga data dapat dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda.

4.1.2.2 Persamaan Regresi Linear Berganda

Berdasarkan tabel 4.5 hasil analisis regresi diatas maka diperoleh persamaan sebagai berikut: PDRB = 0,007+ 0,058DP + 0,142PAD + 0,28BM

Keterangan:

1. Konstanta sebesar 0,007 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen (PAD, DP, dan BM) maka tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0007

2. Koefisiesn regresi dana perimbangan (β1DP) = 0,0058 menunjukkan bahwa jika dana perimbangan mengalami perubahan nilai 1 dan variabel independen lainnya mengalami perubahan dengan nilai 0, maka

Dana Perimbangan akan mengalami peningkatan sebesar PDRB = 0,007+ 0,058(1) + 0,142(0) +

0,28(0)=0,065.

3. Koefisien regresi variabel Pendapatan Asli Daerah (β2PAD) sebesar 0,058 artinya jika variabel PAD

mengalami perubahan nilainya 1 dan DP dan BM mengalami perubahan nilainya 0 maka Laju Pertumbuhan

akan mengalami peningkatan sebesar PDRB = 0,007+ 0,058(0) + 0,142(1) + 0,28(0)=0,149.

4. Koefisien regresi variabel Belanja Modal (β3PAD) sebesar 0,28 artinya jika variabel BM mengalami

perubahan nilainya 1 dan DP dan PAD mengalami perubahan nilainya 0 maka Laju Pertumbuhan akan

mengalami peningkatan sebesar PDRB = 0,007+ 0,058(0) + 0,142(0) + 0,28(1)=0,287.

4.1.2.3 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) berfungsi mengukur sejauh mana model dapat menerangkan variabel independen.

Tabel 4.6 menunjukkan nilai koefisien (R) sebesar 0,048 yang berarti hubungan antara laju pertumbuhan dengna variabel independen Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal adalah lemah. Angka 0,048 berarti 4,8% faktor-faktor laju pertumbuhan dapat dijelaskan oleh variabel independen Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Sedangkan selebihnya 95,2% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.

4.1.2.4 Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, maka dilakukan uji t (parsial).

Pada tabel 4.7 diperoleh nilai thitung variabel Dana Perimbangan sebesar 2,269 dengan nilai signifikansi 0,024. Nilai tabel yang digunakan sebagai nilai kritis pada uji t (parsial) sebesar 1,966. Maka nilai thitung (2,269) > ttabel (1,966) pada tingkat kekeliruan 0,05 diputuskan untuk menolak Ho dan Ha1 diterima. Maka dapat disimpulkan dengan tingkat kepercayaan 95% dana perimbangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

4.1.2.5 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Uji parsial selanjutnya dilakukan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

Pada tabel 4.7 diperoleh nilai thitung variabel PAD sebesar 4,042 dengan nilai signifikansi 0,00. Nilai tabel yang digunakan sebagai nilai kritis pada uji t (parsial) sebesar 1,966. Maka nilai thitung (4,041) > ttabel (1,966) pada tingkat kekeliruan 0,05 diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha1. Maka dapat disimpulkan dengan tingkat kepercayaan 95% variabel pendapatan asli daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhdap pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

4.1.2.6 Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Uji parsial selanjutnya dilakukan untuk mengetahui pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

Pada tabel 4.7 diperoleh nilai thitung variabel belanja modal sebesar 1,440 dengan nilai signifikansi 1,41. Nilai tabel yang digunakan sebagai nilai kritis pada uji t (parsial) sebesar 1,966. Maka nilai thitung (1,440) < ttabel (1,966) pada tingkat kekeliruan 0,05 diputuskan untuk menerima Ho dan menolak Ha1. Maka dapat disimpulkan dengan tingkat kepercayaan 95% variabel belanja modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

4.1.2.7 Pengaruh Dana Perimbangan, PAD, dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mengetahui hubungan variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan dengan menggunakan uji F. Hasil uji ANOVA atau F-test pada tabel 4.8 menunjukkan nilai F hitung sebesar 7,189 dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan F tabel adalah 2,63 dengan tigkat signifikansi 0,05 sehingga Fhitung(7,189) > Ftabel (2,63) dengan tigkat signifikansi penelitian 0,00. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan belanja modal secara simultan berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Indonesia.


(9)

9

ekonomi. Dapat disimpulkan bahwa pemerintahan daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada dan transfer dari pemerintah pusat.

4.2.2 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Hasil penelitian pengaruh pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi berdasar pada uji t dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah memiliki hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat BAPENAS.

4.2.3 Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa variabel belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Anasmen (2009) yang mengatakan bahwa belanja modal pemerintah tidak signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi namun memiliki koefisein positif. Berdasarkan hasil analisis regresi berarti menolak hipotesis pada bab 1.

4.2.4 Pengaruh Dana Perimbangan, PAD, dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengaruh tiga variabel independen terhadap satu variabel dependen secara simultan memiliki hasil yang menyatakan bahwa semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

V. Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten atau kota yang ada di Indonesia periode anggaran 2011 dan 2012, maka peneliti menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Dana perimbangan sangat berpengaruh dan berdampak secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten dan kota di Indonesia. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal yang menyatakan adanya hubungan antar variabel. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah di Indonesia masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.

2. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Maka semakin besar pendapatan asli daerah yang diperoleh maka laju pertumbuhan ekonomi suatu daerahpun akan meningkat.

3. Belanja modal secara positif namun tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini konsisten dengan penelitian Bati (2009). Hal ini diduga karena porsi belanja modal pemerintah yang tidak terlalu besar.

4. Dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan belanja modal secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

5.2 Saran

Terkait hasil penelitian dan kesimpulan di atas, dapatlah dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Saran Praktis / Operasional

Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan dapat memberikan porsi yang lebih besar kepada belanja modal karena hal ini sangat dapat mendukung perekonomian masyarakat di daerah. Pada pendapatan asli daerah pemerintah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan yang potensial di daerahnya. Sehingga dapat terwujud otonomi daerah dan terwujudnya daerah yang mandiri.

2. Saran Akademis

Analisis penelitian ini hanya sebagian kecil dari komponen APBD yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, oleh sebab itu disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menambahkan variabel-variabel lain yang terkait yang tidak dibahas pada penelitian ini. Penelitian ini hanya dilakukan pada dua tahun anggaran saja, sehingga belum mampu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh terkait pertumbuhan ekonomi. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu meneliti dengan periode anggaran yang lebih lama sehingga dapat memberikan dampak yang lebih nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Alexiou Constantinous. 2009. Government Spending and Economic Growth : Econometric Evidence from the South Eastern Europe (SSE). Journal of Economic and Social Reasearch 11(1) : 1-16


(10)

10

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2013.

___. Deskripsi dan Analisis APBD 2013. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2014.

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2013. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2014.

___. Deskripsi dan Analisis APBD 2012. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2013.

Fransiskus Randa dan Santo Paledung. 2013, Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah (Studi Fenomenologi pada Kabupaten Poso), Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal 53-81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar Halim, Abdul.2007. Akuntansi Keuangan Daerah.Jakarta: Salemba Empat

Imam, Ghozalli. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit-Undip

Indarto, Muhammad. Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja Transfer ke Daerah dalam APBN terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Tesis program MPKP. Universitas Indonesia. 2011.

Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. ANDI Yogyakarta. 2002.

Mulyana, Subkhan & Slamet. (2006). Keuangan Daerah; Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia. Jakarta: LPKAP Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPKP).

Nogi, Hessel. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo

Pujiati Amin. 2008. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karaasidenan Semarang era Desentralisasi Fiskal


(11)

11

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Santosa, Budi. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Daerah terhadap Pertumbuhan, Pengangguran, dan Kemiskinan 33 Provinsi di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 5, No. 2, Juli 2013.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif R&D. Bandung: Cv.Alfabeta

Sukirno Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Kencana.

Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Teori Dan Aplikasi.Bandung: Agung Media

___. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

___. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan ___. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ___. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

___. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


(12)

12 Pendapatan Asli

Daerah (X1)

Pendapatan asli daerah meliputi: a. Hasil pajak daerah

b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Rasio Observasi

Dana Perimbangan (X2)

Dana Perimbangan meliputi: a. Dana Alokasi Umum b. Dana Alokasi Khusus c. Dana Bagi Hasil

Rasio Observasi

Belanja Modal (X3) Belanja Modal Meliputi:

a. Belanja Modal Tanah

b. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

c. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

d. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

e. Belanja Modal Aset tetap Lainnya

Rasio Observasi

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Laju pertumbuhan PDRB Rasio Observasi

(BAB III, halaman 56)

Tabel 3.2

Populasi Kabupaten/Kota di Indonesia

No Tahun Jumlah

Kabupaten/Kota

1 2011 490

2 2012 490

Total 980

(BAB III, halaman 58)

Tabel 4.1 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pendapatan Asli Daerah 434 .004 .760 .08052 .083118

Belanja Modal 434 .000 .516 .14109 .086109

Dana Perimbangan 434 .152 .974 .78072 .115695

Laju Pertumbuhan Ekonomi 434 -.270 .354 .06691 .034623 Valid N (listwise) 434


(13)

13 (BAB IV, halaman 66)

Tabel 4.2 Uji Multikolinieritas Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 Belanja Modal .968 1.033

Dana Perimbangan .307 3.258 Pendapatan Asli Daerah .312 3.208 a. Dependent Variable: Laju Pertumbuhan Ekonomi

(BAB IV, halaman 66)

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi Durbin-Watson

2.119

a. Predictors: (Constant), BM, DP, PAD b. Dependent Variable: PDRB

(BAB IV, halaman 68)

Tabel 4.4

Uji Heterokodesitas dengan Glejser Model

Statistics t Sig. 1 (Constant)

DP .970 .336

PAD 1.797 .077

BM 1.286 .203

a. Dependent Variable: abs_re (BAB IV, halaman 69)


(14)

14

.007 .022 .295 .768

.028 .019 .069 1.440 .151 .058 .025 .193 2.269 .024 .142 .035 .341 4.042 .000 a. Dependent Variable: Laju Pertumbuhan Ekonomi

(BAB IV, halaman 70)

Gambar 4.1

Model analisis regresi berganda

(BAB IV, halaman 71)

(BAB IV, halaman 72)

Tabel 4.7

Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .007 .022 .295 .768

Dana Perimbangan .058 .025 .193 2.269 .024

Pendapatan Asli Daerah .142 .035 .341 4.042 .000

Belanja Modal .028 .019 .069 1.440 .151

a. Dependent Variable: Laju Pertumbuhan Ekonomi (BAB IV, halaman 72)

Tabel 4.6

Analisis Koefisien Determinasi

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .219a .048 .041 .03390355305

a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Dana Perimbangan

b. Dependent Variable: Laju Pertumbuhan Ekonomi

(+)0,28 (+)0,058 (+)0,142 DP

PAD BM


(15)

15

Total .519 433

a. Predictors: (Constant), Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan b. Dependent Variable: Laju Pertumbuhan Ekonomi


(16)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Raisya Yunisa

Tempat, Tanggal Lahir : Aek Nabara, 10 September 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Golongan Darah : B

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Bandung : Komplek Griya Caraka Blok AA1 no.12 Alamat Rumah : Komplek Pelangi Indah Blok C 5 no. 3 Padang Nomor Telepon : 081223091960

Email : raisyayunisa@gmail.com

DATA PENDIDIKAN

1. 1997-1998 : TK Tunas Bangsa 2. 1998-2004 : SD Adabiah 3. 2004-2007 : SMP N 1 Padang 4. 2007-2010 : SMA N 1 Padang

5. 2010-2015 : Akuntansi Universitas Komputer Indonesia. 6. 2013-2015 : Youngsan University


(17)

(18)

11

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Desentralisasi Fiskal

Menurut Undang-Unang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi didefinisikan sebagai “penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Daerah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Terdapat beberapa alasan untuk dilaksanakannya sistem pemerintahan yang bersifat desentraliasi: (1) Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga negara untuk berpartisipasi secra langsung pada keutusan yang akan mempengaruhi daerah, (2) Tidak dapat dipraktekkannya pembuatan keputusan yang tersentralisasi, adalah tidak realistis pada pemerintahan yang sentralistis untuk membuat keputusan mengenai semua pelayanan rakyat seluruh negara, terutama pada negara yang berpenduduk besar seperti Indonesia, (3) Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll, (4) Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya dapat difasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi dan pembuat kebijakan pada tingkat lokal (Simanjuntak, 2001).


(19)

Berdasarkan sasaran tersebut dsesentralisasi fiskal diharapkan dapat memotivasi pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik, kesadaran masyarakat untuk mengembangakan potensi daerahnya.

Desentralisasi fiskal bertujuan agar tidak terjadinya kesenjangan antar pemerintah daerah di berbagai sektor. Dalam penyelenggaraaan desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah harus mampu memberikan fasilitas pelayanan publik yang lebih baik untuk masyarakat lokal (Phentury, 2011).

Agar terciptanya pelaksanaan desentralisasi fiskal yang baik diperlukankannya efisiensi dalam pelakasanaannya, menurut Vazquez dan McNab (2001) ada dua alasan mengenai efisiensi desentralisasi fiskal;

1. Apabila pemerintah lokal cerdas dan mampu membaca keinginan konstituennya maka akan mudah dalam mengadaptasikan kebijakan pengeluarannya, sehingga dengan hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan individu (consumer efficiency).

2. Pembelanjaan dan di tingkat lokal akan mendorong “producer efficiency” akibat pelayanan yang lebih murah dalam penyediaan infrastruktur.

Salah satu pendapat dilakukannya desentralisasi fiskal adalah bahwa desentralisasi fiskal menyebabkan efisiensi dalam perekonomian, yaitu terjadinya efisiensi dalam alokasi sumber daya publik (Oates, 1972)

Desentralisasi fiskal merupakan salah satu pendukung pelaksanaan otonomi daerah karena kemampuan keuangan daerah merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan otonomi daerah (Fransiskus dan Santo, 2013).


(20)

Desentralisasi merupakan suatu kebijakan publik yang bertujuan mengurangi kesenjangan yang terjadi antar pemerintah daerah dalam kemampuan fiskal.

Bahl (1998) mengemukakan adanya prinsip-prinsip untuk melaksanakan desentralisasi fiskal, yaitu;

1. Desentralisasi fiskal adalah sebuah sistem yang kemprehensif yang melibatkan level pemerintahan dan mendukung desentralisasi secara umum. 2. Prinsip money follow function, dimana pelimpahan wewenang harus diikuti

dengan anggaran yang memadai untuk melaksanakan wewenang tersebut. 3. Adanya kemampuan yang kuat untuk memonitor dan mengevaluasi

pelaksanaan desentralisasi dari pemerintah pusat.

4. Harus memperhatikan karakteristik dan kemampuan masing-masing daerah dalam memberikan wewenang.

5. Harus ada taxing power yang kuat dari pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas desentralisasi.

6. Pemerintah pusat harus konsisten dalam melaksanakan desentralisasi dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.

7. Dibuat sesederhana mungkin dengan formula yang tidak rumit terutama dalam pelimpahan wewenang,

8. Desain dana perimbangan harus seusai dengan tujuan dari desntralisasi fiskal.


(21)

9. Desentralisasi fiskal harus memperhatikan keperntingan-kepentingan dari tiap level pemerintahan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan wewenang.

10. Sistem yang dikembangkan dalam dana perimbangan bisa disesuaikan dengan perkembangan yang ada.

11. Harus ada daerah yang sukses dan menjadi daeerah percontohan utnuk pelaksanaan desentralisasi fiskal.

Mulyana, Subkhan dan Slamet (2006;29) mengemukakan bahwa ada beberapa elemern yang harus diperhatikan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi fiskal, yaitu;

1. Pendelegasian/Pendistribusian tanggung jawab pengeluaran (the assignments of expenditure responsibility).

2. Pendistribusian sumber perpajakan (assignment of tax resoutces).

3. Transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (intergovernmental fiscal transfer)

4. Defisit daerah, pinjaman dan utang (subnational deficit, horrowing, and debt).

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan dalam


(22)

pasal 1 butir (17) yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Halim (2001;159) mendefinisikan APBD sebagai rencana kegiatan pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk satu periode anggaran. Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menerjemahkan perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output dalam suatu keuangan (Darwanto dan Kartikasari,2007). Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Adapun beberapa fungsi dari APBD yaitu;

o Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan; o Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan;

o Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

o Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan


(23)

pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;

o Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;

o Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan dengan rincian sebagai berikut:

1. Pendapatan daerah

a. Pendapatan asli daerah; b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan yang sah. 2. Belanja Daerah

a. Organisasi; b. Fungsi; dan c. Jenis belanja. 3. Pembiayaan

a. Penerimaan pembiayaan; dan b. Pengeluaran pembiayaan.

2.1.3 Dana Perimbangan

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada


(24)

Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.

Kebijakan perimbangan keuangan atau ditekankan pada empat tujuan utama, yaitu:

1. Memberikan sumber dana bagi daerah otonom untuk melaksanakan urusan yang diserahkan yang menjadi tanggungjawabnya;

2. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah;

3. Meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan dan pelayanan publik antar daerah; serta

4. Meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya daerah, khususnya sumber daya keuangan.

2.1.3.1Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari: Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi dan Dana Alokasi Umum untuk daerah kabupaten/korta (DPJK).


(25)

Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota (Christy dan Adi, 2009). Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

Pemberian DAU kepada daerah bertujuan untuk mengatasi ketimpangan fiskal antardaerah dalam semangat pemerataan ekonomi yang dicanangkan pemerintah (Gede, 2013). Ada beberapa tahapan dalam penghitungan DAU yaitu;

1. Tahapan Akademis

Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia.

2. Tahapan Administratif

Dalam tahapan ini Depkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan.


(26)

Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.

4. Tahapan Politis

Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah dengan Panja Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU.

Formulasi penghitungan DAU menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan kapasitas fiskal (fiscal capcity) daerah dan Alokasi Dasar (AD) berapa jumlah gaji PNS daerah

DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)

AD= Gaji PNS Daerah CF = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

2.1.3.2Dana Alokasi Khusus

Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai


(27)

kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Budi Santosa, 2013)

Seusai dengan PP Nomor 55 tahun 2005, pada DAK terdapat kriteria-kriteia yang digunakan dalam penentuan daerah penerima dan penentuan besaran alokasi DAK, terdiri dari:

1. Kriteria Umum

Kriteria umum adalah kriteria fiskal (keuangan) yaitu kemampuan keuangan daerah (KKD), yang dicerminkan daeri penerimaan umum APBD dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah.

KKD = Penerimaan Umum APBD – Belanja PNSD Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + (DBH – DBHDR) 2. Kriteria Khusus

Kriteria khusus adalah kriteria kewilayahan yang dirumuskan berdasarkan: a. Peraturan perundang-undangan Otonomi Khusus Papua dan Papua

Barat; dan

b. Karakteristik daerah, yang memperhitungkan Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan dan Daerah Pesisir atau Kepulauan.

3. Kriteria Teknis

Kriteria Teknis adalah kriteria kondisi sarana dan prasarana masing-masing DAK yang disusun dari Indikator Teknis yang ditetapkan oleh masing-masing K/L penanggungjawab bidang atau sub bidang DAK.


(28)

Kegiatan yang didanai dengan DAK adalah kegiatan yang besifat kegiatan fisik, oleh karena itu penerima DAK wajib membuat anggaran dana pendamping minimal 10% dari alokasi DAK yang diterima.

2.1.3.3Dana Bagi Hasil

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan, Dana Bagi Hasil selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas; PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PPh WPOPDN (Pajak Penghasilan Wajib Orang Pribadi Dalam Negeri) dan PPh Pasal 21.

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Indra Bastian, 2002).

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keungan menyatakan tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah, yaitu:

“Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang bersumber dari

hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang


(29)

bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi”.

Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi (Herlina Rahman, 2005).

Setiap daerah memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengoptimalkan pendapatan daerahnya sehingga dapat melaksanakan otonomi daerah.

Peningkatan PAD menjadi sangat penting dalam era otonomi daerah, karena kemandirian keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah (Halim, 2007).

Sumber pendapatan asli daerah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 6 terdiri dari hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.

2.1.4.1Pajak Daerah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan


(30)

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sesuai ketentuan UU No. 28 Tahun 2009 pasal 2, pajak daerah terdiri dari Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Adapun jenis-jenis pajak daerah yaitu; 1. Pajak Provinsi terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas di Atas Air;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan g. Pajak Parkir.

Adapun besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001. Besarnya tarif definitif untuk pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah


(31)

(Perda), namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksuimum yang telah ditentukan dalam UU (www.djpk.depkeu.go.id).

2.1.4.2Retribusi Daerah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu;

1. Retribusi Jasa Umum

Menurut PP No. 66 Tahun 2001 Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat danikmati oleh orang pribadi atau badan. Yang termasuk dalam retribusi Jasa Umum yaitu;

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil;

d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

f. Retribusi Pelayanan Pasar;

g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; dan


(32)

j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2. Retribusi Jasa Usaha

Sedangkan Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta (PP No. 66 Tahnun 2001). Retribusi Jasa Usaha terdiri dari;

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan;

d. Retribusi Terminal;

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;

f. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa; g. Retribusi Penyedotan Kakus;

h. Retribusi Rumah Potong Hewan; i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal; j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; k. Retribusi Penyeberangan di Atas Air; l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; dan m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu

Menurut PP No. 66 Tahun 2004 Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,


(33)

pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi atas kegiatan tertentu terdiri dari;

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; dan

d. Retribusi Izin Trayek.

2.1.4.3Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan bagian/salah satu komponen yang membentuk akun Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam struktur Anggaran Pendapadan dan Balanja Daerah (APB). Menurut Abdul Halim (2009;124) berdasarkan objek pendapatannya, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi:

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daeraah/BUMD.

2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN.

3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.


(34)

2.1.4.4Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Hessel Nogi (2012,149) menyatakan Yang dimaksud dengan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah antara lain hibah atau penerimaah dari daerah provinsi atau daerah kabupaten atau kota lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

2.1.5 Belanja Modal

Menurut Nordiawan (2006), belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tertentu. Alokasi belanja modal ini akan meningkatkan sarana penunjang aktifitas masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian masyarakat. Peningkatan perekonomian masyarakat ini lahir karena fasilitas pendukung yang diberikan pemerintah dakam bentuk belanja modal dapat meningkatkan daya tarik investasi dari masyarakat. Sebagai bagian dari belanja daerah, belanja modal pada hakikatnya memiliki peranan yang penting dalam upaya meningkatkan pembangunan daerah.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran dalam pencapaian aset tetap serta asset lainnya yang dapat memberikan dampak positif lebih dari satu periode akuntansi.

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta


(35)

meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat diaktegorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/


(36)

pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/ peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, bukubuku, dan jurnal ilmiah.

Mengacu pada pengertian belanja modal tersebut, selain pengadaan aset-aset fisik yang dikuasai oleh pemerintah, sebenarnya terdapat beberapa belanja yang berkarakteristik sebagai belanja modal yang menghasilkan aset, tetapi tidak menjadi milik Pemerintah, antara lain:

1. Biaya untuk pelaksanaan tugas pembantuan; 2. Biaya jasa konsultan untuk kekayaan intelektual; 3. Biaya jasa profesi untuk capacity building;

4. Biaya pemeliharaan untuk mempertahankan nilai aset; 5. Biaya pengadaan aset yang diserahkan kepada masyarakat.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan parameter dari suatu kegiatan pembangunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat mengukur tingkat


(37)

perkembangan aktivitas pada sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian (Hasan, 2012). Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kondisi kegiatan dalam perekonomian yang meyebabkan produksi barang dan jasa bertambah sehingga terjadinya peningkatan kemakmuran masyarakat. Salah satu tujuan pemerintah daerah adalah pertumbuhan ekonomi yang meningkat setiap tahunnya. Salih (2012) dengan penelitiannya di Sudan, berpendapat bahwa Pertumbuhan PDB riil per kapita memiliki hubungan yang searah dengan pangsa belanja pemerintah terhadap PDB.

2.1.6.1Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut para ahli ekonomi klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo, ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut;

1. Jumlah penduduk;

2. Persediaan barang-barang modal; 3. Luas tanah dan kekayaan alam; 4. Penerapan Teknologi.

Dari keempat faktor tersebut, para ahli ekonomi klasik menitikberatkan teorinya pada pertambahan penduduk dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan asumsi faktor luas tanah dan penerapan teknologi adalah tetap. Berikut akan disajikan gambaran atas teori pertumbuhan ekonomi klasik tersebut; 1. Pertumbuhan ekonomi tergolong tinggi saat jumlah penduduk masih sedikit,

persediaan barang modal cukup banyak, dan tersedianya lahan tanah yang masih luas.


(38)

2. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi tergolong tidak berkembang (stationary state) saat produktivitas penduduk menurun karena berkurangnya kapasitas produksi sehingga kemakmuran masyarakat dan frekuensi kegiatan ekonomi pun ikut menurun.

2.1.6.2Teori Pertumbuhan Ekonomi Schumpeter

Peranan pengusahan atau wirausahawan sangat penting dalam memengaruhi pertumbuha ekonomi. Itulah salah satu hal yang ditekankan Schumpeter dalam teorinya. Pengusaha akan terus menerus malakukan inovasi untuk mendapatkan hal-hal baru yang berguna bagi usahanya dan dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh. Adapun bentuk inovasi-inovasi yang dilakukan oleh pengusaha antaraa lain mencari lokasi pasar yang baru, meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi, dan mencari sumber bahan mentah. Untuk menjalankan inovasi yang telah ditemukan tentu membutuhkan modal. Pengusaha akan meminjam modal tersebut untuk keperluan investasi usahanya. Akibat dari investasi tersebut adalah kenaikan pendapatan nasional yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Karena konsumsi meningkat berarti kapasitas produksi pengusaha pun ikut meningkat dan menimbulkan investasi baru oleh pengusaha. Ada dua jenis investasi yang timbul, yaitu sebagai berikut;

1. Investasi otonom adalah investasi yang timbul akibat adanya kebutuhan modal untuk keperluan inovasi.

2. Investasi terpengaruh adalah investasi yang timbul akibat kenaikan pendapatan nasional yang mendorong terciptanya investasi baru.


(39)

Menurut Schumpeter, ketika tingkat kemajuan ekonomi semakin tinggi maka kemungkinan untuk melakukan inovasi semakin terbatas. Sulitnya melakukan inovasi membuay pertumbuhan ekonomi berjalan lambat hingga ankhirnya berhenti pada titik tertentu. Keadaan ini disebut stationary state.

Berbeda dengan aliran klasik yang berpendapat bahwa keadaan stationary state terjadi pada saat tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, Schumpeter berpendapat bahwakeadaan stationary state terjadi pada saat tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi.

2.1.6.3Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik

Beberapa teori pertumbuhan ekonomi dari aliran neoklasik adalah sebagai berikut;

1. Teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar

Ada empat asumsi yang digunakan oleh teori ini dalam menganalisis faktor faktor pendukung pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut;

a. Barang modal telah digunakan secara penuh;

b. Besarnya tabungan proporsional dengan fluktuasi pendapatan nasional; c. Perbandingan antara modal dan hasil produksi (capital output

ratio)adalah tetap;

d. Perekonomian hanya terdiri dari dua sektor (perekonomian tertutup). Investasi yang terjadi pada tahun tertentu akan menyebabkan peningkatan barang modal pada tahun berikutnya. Agar seluruh penambahan barang modal tersebut digunakan seluruhnya maka total pengeluaran harus meningkat sebesar penambahan barang modal tersebut. Kenaikan total pengeluaran menyebabkan


(40)

kenaikan pendapatan nasional (PDB). Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya peningkatan PDB dari suatu negara atau masyarakat. Oleh karena itu, investasi harus terus mengalami kenaikan agar tingkat pertumbuhan ekonomi juga ikut mengalami kenaikan.

2. Teori pertumbuhan ekonomi Solow

Berdasarkan teori pertumbuhan neoklasik yang dikembangkan oleh Abramovitz dan Soloe, pertumbuhan ekonomi tergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi. Bisa juga dikatakan bahwa teori ini lebih melihat dari sisi penawaran atau sisi produksi. Berdasarkan teori ini, ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu;

(a) pertumbuhan modal;

(b) pertumbuhan penduduk; dan (c) pertumbuhan teknologi.

Dari ketiga faktor di atas, faktor pertumbuhan teknologi dianggap sebagai faktor yang paling menentukan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang ada, 80%-90% pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang terjadi pada pertengahan abad 19 dan 20 disebabkan adanya perkembangan teknologi. Sedangkan menurut hasil penelitian, peranan pertumbuhan modal terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negraa maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Inggris hanya sebesar 25%. 18%, adn 21% pada tahun 1950-1962.

Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas


(41)

dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2000).

2.1.6.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi terdiri atas beberapa tahap berikut; 1. Perekonomian Tradisional (The traditional Society).

Ciri-ciri suatu perekonomian pada tahap ini adalah sebagai berikut;

a. Teknologi yang digunakan dalam kegiatan produksi masih sederhana; b. Produksi yang dihasilkan rendah sehingga hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan sendiri.

c. Kegiatan produksi dilakukan secara tradisional. 2. Perekonomian Transisi (The Precondition for Take Off).

Ciri-ciri suatu perekonomian telah mencapai tahap ini adalah sebagai berikut;

a. Timbulnya pemikiran mengenai pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.

b. Terjadinya perubahan nilai-nilai dan struktur kelembagaan yang berlaku di dalam masyarakat.

c. Perekonomian mulai menciptakan kerangka ekonomi yang kokoh untuk mencapai tingkat perekonomian yang lebih maju.

3. Perekonomian Lepas Landas (The Take Off).

Ciri-ciri suatu perekonomian telah mencapai tahap ini adalah sebagai berikut;


(42)

a. Kegiatan ekonomi berlangsung secara terus-menerus dengan hasil yang memuaskan.

b. Nilai investasi yang bersifat produktif meningkat sebesar sepuluh persen dari nilai produk nasional neto.

c. Terciptanya kondisi yang dapat membuat semua lembaga dapat berfungsi sesuai dengan harapan masyarakat.

d. Terciptanya kestabilan di bidang politik dan sosial. 4. Perekonomian Menuju Kedewasaan ( The drive to maturity).

Ciri-ciri suatu perekomonian telah mencapai tahap ini adalah sebagai berikut;

a. Tenaga kerja yang terlibat pada proses produksi bersifat profesional. b. Berkurangnya peranan dari sektor pertanian, sedangkan sektor industri

dan jasa memiliki peranan yang semakin dominan.

c. Adanya perubahan di dalam struktur organisasi perusahaan, dimana jabatan manajer sebagai pengambil keputusan tertinggi tidak lagi dipegang oleh pemilik perusahaan, melainkan oleh tenaga-tenaga profesional yang dipekerjakan oleh perusahaan.

d. Timbulnya kesadaran di dalam masyarakat untuk memelihara dan melestarikan lingkungan.

5. Perekonomian dengan Tingkat Konsumsi yang Tinggi (The Age of High Mass Consumption).

Ciri-ciri suatu perekonomian telah mencapai tahap ini adalah sebagai berikut;


(43)

a. Sektor industri yang telah berjalan dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah pada kegiatan produksi.

b. Tujuan utama konsumsi masyarakat adalah untuk meningkatkan arti hidup, sehingga masyarakat lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan tersier dibanding kebutuhan primer dan sekunder;

c. Timbulnya usaha-usaha untuk menciptakan kesejahteraan yang merata. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan pajak progresif yang bertujuan untuk mentransfer pendapatan dari penduduk kaya ke penduduk miskin.

2.1.7 Penelitian Terdahulu

Untuk mendukung penelitian ini berikut disajikan daftar penelitian terdahulu beserta teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya sehingga dapat membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian 1 Winda

Amiga Permanasari (2013) Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-1.Variabel Independen: DAU, DAK, PAD, Belanja Modal 2.Pertumbuhan Ekonomi Uji Asumsi Klasik Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sedangkan DAK dan Belanja Modal berpengaruh tidak


(1)

81

DAFTAR PUSTAKA

Alexiou Constantinous. 2009. Government Spending and Economic Growth : Econometric Evidence from the South Eastern Europe (SSE). Journal of Economic and Social Reasearch 11(1) : 1-16

Anasmen. 2009. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Barat 2000-2006. Tesis Program MPKP. Universitas Indonesia.

Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia 2009-2013.

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2013.

___. Deskripsi dan Analisis APBD 2013. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2014.

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2013. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2014.

___. Deskripsi dan Analisis APBD 2012. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan, 2013.

Fransiskus Randa dan Santo Paledung. 2013, Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah (Studi Fenomenologi


(2)

pada Kabupaten Poso), Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal 53-81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar

Halim, Abdul.2007. Akuntansi Keuangan Daerah.Jakarta: Salemba Empat

Imam, Ghozalli. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit-Undip

Indarto, Muhammad. Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja Transfer ke Daerah dalam APBN terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Tesis program MPKP. Universitas Indonesia. 2011.

Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. ANDI Yogyakarta. 2002.

Mulyana, Subkhan & Slamet. (2006). Keuangan Daerah; Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia. Jakarta: LPKAP Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPKP).

Nogi, Hessel. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo

Pujiati Amin. 2008. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karaasidenan Semarang era Desentralisasi Fiskal

Putro, Nugroho Suratno. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota DI Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan


(3)

83

Santosa, Budi. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Daerah terhadap Pertumbuhan, Pengangguran, dan Kemiskinan 33 Provinsi di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 5, No. 2, Juli 2013.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif R&D. Bandung: Cv.Alfabeta

Sukirno Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Kencana.

Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Teori Dan Aplikasi.Bandung: Agung Media

___. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

___. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

___. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

___. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

___. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


(4)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi”. Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan dalam mata kuliah Skripsi guna mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Komputer Indonesia.

Pada kesempatan ini Peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec. Lic selaku dekan Fakultas ekonomi dan Dr. Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak., CA selaku Ketua Program Studi Akuntansi atas keikhlasannya memberikan bimbingan, mengarahkan Peneliti sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Terimakasih juga peneliti ucapkan kepada :

1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Ananto Kusuma Seta selaku kepala BPKLN Kemendikbud yang telah memberikan beasiswa kepada peneliti.

3. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si. selaku Penanggung Jawab Beasiswa Unggulan sekaligus wali dosen kelas Beasiswa Unggulan Universitas Komputer Indonesia.

4. Dr. Jae Dae-Sik, M.Pd. selaku pembimbing di Departemen Bisnis Asia di Universitas Youngsan.


(5)

vii

5. Seluruh dosen pengajar Universitas Youngsan dan dosen pengajar Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan ilmu kepada peneliti.

6. Kedua orang tua, Ibu Nurmaini dan Bapak Rustam Endy yang selalu memberikan dukungan dalam segala bentuk, baik secara materi, kasih sayang, doa dan semangat yang tiada henti. Semoga menjadi pemberat amal Ibu dan Bapak di akhirat kelak.

7. Kakak-kakak dan adik atas segala dukungan semangat selama penulisan skripsi berlangsung.

8. Keluarga Woojin Tech Korea yang telah memberi dukungan moral dan materi.

9. Kelas Aku Pemerintahan 2011 Unikom atas segala dukungan, semangat dan kekompakan yang terjalin selama ini.

10.Teman-teman “33 Bintang” yang telah berjuang bersama-sama selama kurang lebih dua tahun di Busan, Korea Selatan.

11.Teman sekamar Ventideria Marsha dan Lusi Agustiani atas kesedian dan keikhlasanya mendengar keluhan peneliti.

12.Sahabat-sahabat Zelika, Ayunda, Della, Wici atas dukungan dan doanya semoga persahabatan yang telah dijalin selama ini dapat terus terjada dengan baik.

13.Semua pihak yang tidak peneliti sebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan yang tulus.


(6)

viii

Tidak ada sesuatu yang berharga yang mampu peneliti berikan atas semua bantuan yang begitu besar, kecuali ucapan terima kasih yang tulus, dan doa kiranya Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan ini.

Tidak ada gading yang tak retak, dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati peneliti mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, terutama pembaca. Besar harapan peneliti, agar skripsi ini dapat mendatangkan manfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandung, Agustus 2015 Peneliti

Raisya Yunisa 21110192


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pedapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Terhadap Pengalokasian Belanja Modal

0 7 77

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Pegawai Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kota Surakarta

0 3 8

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN BELANJA MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota Di Provins

0 8 19

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN BELANJA MODAL TERHADAP Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2013.

0 2 17

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta).

0 1 16

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta).

0 1 13

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH,PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL.

0 3 7

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI.

0 3 47

PENGARUH DANA PERIMBANGAN, DANA SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN (SILPA) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI

0 0 10