KELAYAKAN USAHATANI PADI DAN JAGUNG DENGAN IRIGASI POMPA DI DESA NGEPOSARI KECAMATAN SEMANU

(1)

KELAYAKAN USAHATANI PADI DAN JAGUNG DENGAN IRIGASI POMPA

DI DESA NGEPOSARI KECAMATAN SEMANU

Skripsi

Disusun Oleh : Ahmad Mustofa

20120220055 Program Studi Agribisnis

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

KELAYAKAN USAHATANI PADI DAN JAGUNG DENGAN IRIGASI POMPA

DI DESA NGEPOSARI KECAMATAN SEMANU

Skripsi

Disusun Oleh : Ahmad Mustofa

20120220055 Program Studi Agribisnis

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

PERSEMBAHAN

Berkah rahmah dan hidayah Allah SWT yang telah memberikan saya nikmat sehat sehingga dapat menyelesaikan studi ini dengan lancar. Dukungan orang tua, saudara, dosen dan teman yang selalu mengisi ulang semangat dan memberikan saya

kekuatan lahir dan batin sehingga saya mampu menempuh studi dan dapat selesai sesuai target. Saya sadar tidak ada yang dapat menggantikan segala sesuatu yang telah

diberikan.

Untuk itu, saya PERSEMBAHKAN skripsi ini kepada:

Bp Tukimin dan Ibu Rasiem yang selalu bekerja keras mengisi ulang motivasi, tujuan, semangat dan terutama membiayai pendidikan dari awal hingga ke jenjang ini. Saudara saya Lek Teguh, Nur, Eko, Riski, Tika, Ata, Isnaeni, Susi, Nisa, Tri Rahmat, Lia, Fauzi, dan semua saudaraku yang telah mendukung keputusan saya

untuk melanjutkan pendidikan dan memberikan dukungan moril serta materiil. Bp. Widodo, Bp. Aris, Bu Eni, Bu Pujas, Bu Yusi, Bu Yayuk, Bu Francy, Pak Indardi, Pak Fachru, Pak Tris, Bu Woro, dan semua co. ass. yang telah meluangkan waktu di sela- sela kesibukanya yang sangat padat untuk membimbing selama jenjang

pendidikan saya ini.

Nisa, Murni, Intan, Elkana, Alfi, Teguh, Candra, Rina, Adi, Aep, Sigit, Nay, Friska, Gita, Carlita, Dian, Khasan, Riski, Eva, dan semua kawan seperjuangan Agribisnis 2012 yang takkan terlupakan entah apa jadinya tanpa bantuan kalian semua. Akhirnya kita menuju babak baru perjalan hidup kita semoga kita semua selalu memiliki semangat untuk mencerahkan masa depan Nusantara dan Agama.

Teman sekontrakan Adri, Rudi, Elkana, Alfi yang telah memberikan support selama menjalani pendidikan ini sehingga tak terasa 4 tahun sudah kita bersama

dalam suka dan duka.

Teman sekampung halaman Mr Jack, Sidiq, Doni, Ari, Dwi, Dani, dan semua karang taruna KB Wetan yang telah membantu terselesaikannya jenjang pendidikan

ini.

Teman- teman KKN, Magang, PKM, HIMASEPTA, dan semua yang saya kenal serta bekerja sama memahami berbagai ilmu yang tak didapatkan di tempat lain.

Akhirnya, hanya ribuan terima kasih yang dapat saya berikan semoga kalian tidak pernah terlupakan serta Allah SWT selalu memberikan kalian yang terbaik,


(4)

KELAYAKAN USAHATANI PADI DAN JAGUNG DENGAN IRIGASI POMPA

DI DESA NGEPOSARI KECAMATAN SEMANU

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Disusun Oleh : Ahmad Mustofa

20120220055

Program Studi Agribisnis HALAMAN JUDUL

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(5)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi robbil „alamin, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “KELAYAKAN USAHATANI PADI DAN JAGUNG

DENGAN IRIGASI POMPA DI DESA NGEPOSARI KECAMATAN SEMANU”, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyusunan ini dapat berjalan lancar brkat dukungan dari semua pihak. Oleh karena dukungan dan bantuannya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya Ibu Rasiem dan Bapak Tukimin serta ketiga kakak saya yang telah memberikan dukungan moril serta meteriil, dosen pembimbing Dr. Ir. Widodo, MP dan Dr. Aris Slamet Widodo, SP. M. Sc yang senantiasa memberikan bimbingan dari awal hingga akhir skripsi, teman- teman seperjuangan Agribisnis yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun, teman- teman kontrakan yang telah memberikan semangat, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan agar skripsi ini dapat memberikan lebih banyak manfaat dan pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, 8 Juni 2016


(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

INTISARI ... ix

Abstract ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 6

A.Tinjauan Pustaka... 6

1. Sistem dan Jaringan Irigasi ... 6

2. Irigasi Air Tanah ... 7

3. Irigasi Daerah Aliran Sungai ... 8

4. Tanaman Padi (Oryza sativa L) ... 9

5. Tanaman Jagung (Zea mays L.) ... 11

6. Usahatani ... 13


(7)

v

III. METODE PENELITIAN ... 21

A.Teknik Pengambilan Sampel ... 21

B. Teknik Pengumpulan Data ... 22

C. Asumsi ... 23

D.Pembatasan Masalah... 23

E. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ... 24

F. Teknik Analisis Data ... 26

1. Biaya dan Pendapatan Usahatani ... 26

2. Analisis Kelayakan ... 29

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 31

A.Keadaan Fisik Daerah ... 31

B. Kependudukan ... 33

C. Penggunaan Lahan ... 33

D.Keadaan Iklim... 34

E. Keadaan Hidrologi ... 35

F. Keadaan Pertanian ... 35

G.Keadaan Pengairan ... 36

1. Irigasi Sumur Pompa ... 37

2. Irigasi Pompa DAS ... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A.Profil Petani ... 39

1. Umur ... 39

2. Pengalaman Bertani ... 40

3. Anggota Keluarga ... 41

4. Status Lahan Garapan ... 43

B. Input Usahatani ... 44

1. Lahan ... 44

2. Irigasi ... 45

3. Benih ... 48

4. Tenaga Kerja... 51

5. Pupuk ... 53

C. Biaya Usahatani ... 54


(8)

vi

E. Kelayakan ... 60

VI. PENUTUP ... 64

A.Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(9)

vii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kenaikan Harga Solar ... 3

Tabel 2. Klasifikasi Jaringan Irigasi... 7

Tabel 3. Kebutuhan Air pada Berbagai Varietas Tanaman Padi ... 11

Tabel 4. Populasi Penelitian Petani di Desa Ngeposari ... 22

Tabel 5. Kepadatan Penduduk dan Persentasi Buruh di Gunungkidul tahun 2010 ... 33

Tabel 6. Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Semanu Tahun 2007 (Hektar) ... 34

Tabel 7. Produksi dan Luas Panen Komoditas Pertanian Padi dan Palawija di Kecamatan Semanu Tahun 2010 ... 36

Tabel 8. Sebaran Petani Berdasarkan Umur ... 39

Tabel 9. Sebaran Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani ... 41

Tabel 10. Sebaran petani berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 42

Tabel 11. Sebaran Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Pertanian ... 43

Tabel 12. Sebaran Petani Menurut Luas Lahan Pertanian ... 45

Tabel 13. Intensitas Irigasi pada Ketiga Kelompok Usahatani Responden ... 46

Tabel 14. Data Volume Penggunaan Benih pada Ketiga Kelompok Responden. ... 50


(10)

viii

Tabel 16. Penggunaan pupuk pada ketiga kelompok responden ... 53

Tabel 17. Penggunaan Biaya Usahatani pada Ketiga Kelompok Usahatani Responden (Rp) ... 55

Tabel 18. Penerimaan, pendapatan, dan keuntungan usahatani (Rp) ... 59

Tabel 19. Kelayakan Usahatani pada Ketiga Kelompok Usahatani Responden ... 60

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 20

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Skripsi ... 70

Lampiran 2. Data Profil dan Status Lahan Petani Responden ... 73

Lampiran 3. Peta Desa Ngeposari ... 75

Lampiran 4. Keadaan Irigasi Sumur Pompa di Desa Ngeposari ... 76

Lampiran 5. Keadaan Irigasi Pompa DAS di Desa Ngeposari ... 78


(11)

ix INTISARI

KELAYAKAN USAHATANI PADI DAN JAGUNG DENGAN IRIGASI POMPA DI DESA NGEPOSARI KECAMATAN SEMANU (Skripsi dibimbing oleh Bp WIDODO dan Bp Aris S.W.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan input usahatani, pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari, Semanu, Gunungkidul. Penelitian menggunakan metode purposive sampling non proporsional dengan melibatkan 60 petani responden. Data dianalisis menggunakan empat indikator analisis kelayakan yaitu : RC Rasio, produktifitas lahan, produktifitas modal, dan produktifitas tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya input tertinggi terdapat pada biaya tenaga kerja dan biaya irigasi. Rata- rata penggunaan input usahatani pada usahatani padi dan jagung dengan irigasi sumur pompa lebih tinggi dari usahatani jagung dengan irigasi DAS. Selain indikator produktifitas tenaga kerja, nilai kelayakan usahatani jagung dengan irigasi pompa DAS merupakan yang terkecil. Untuk nilai produktifitas tenaga kerja pada usahatani jagung sumur pompa dan pompa DAS tidak berbeda nyata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usahatani pada sistem irigasi sumur pompa maupun pompa DAS menguntungkan dan layak diusahakan.


(12)

(13)

x Abstract

THE FEASIBILITY OF RICE AND CORN FARMING WITH PUMP IRRIGATION AT NGEPOSARI VILLAGE, SEMANU SUBDISTRICT. This study aims to determine the use of farm input, revenue, profit, and the feasibility of rice and corn farming with pump irrigation at Ngeposari Village, Semanu, Gunung Kidul. This research is using non-proportional purposive sampling method involving 60 farmer respondents. Data is analyzed with four indicators of feasibility analysis RC ratio, land productivity, capital productivity and labor productivity . The result shows that labor cost and irrigation cost are the highest farm input costs. The average usage of farm input in rice and corn farmingwith wells pump irrigation is higher than corn farming with DAS irrigation. Except indicators of labor productivity , the value of the feasibility of corn farming with irrigation pump is the smallest. The value of labor productivity in corn farming with DAS and wells pumps were not significantly different . Therefore , it can be concluded that farming with wells and DAS pump irrigation systems are profitable and viable .


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok khususnya beras. Berdasarkan data yang diolah dari BPS 2012, Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton. China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54%. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan negara eksportir beras hanya berkontribusi 5,4% dan 3,9%. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang begitu tinggi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras dari negara penghasil pangan lain seperti Thailand. Salah satu penyebab utamanya adalah jumlah penduduk yang sangat besar dengan bahan makanan pokok berupa beras, sehingga kebutuhan beras di Indonesia menjadi sangat besar.

Indonesia adalah negara yang mengkonsumsi beras terbesar di dunia dengan nilai konsumsi 154 kg per kapita per tahun. Nilai konsumsi beras per kapita di Indonesia cenderung tinggi jika dibandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg (BPS 2012).


(15)

2

Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri dan harus mengimpornya dari negara lain. Berdasarkan data ekspor – impor pada triwulan pertama BPS 2012, Indonesia masih harus melakukan import beras sekitar 770 ribu ton sedangkan nilai ekspor hanya berkisar 63 ton Oleh karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan produksi padi melalui berbagai program swasembada pangan.

Program swasembada pangan pemerintah meliputi tiga komoditas utama yaitu beras, jagung, dan kedelai. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah menyiapkan anggaran untuk peningkatan tiga komponen utama yaitu irigasi, peralatan, dan benih. Selain untuk mencapai swasembada pangan, program- program tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu program yang paling dirasakan manfaatnya di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul adalah program pembangunan sistem irigasi sumur pompa. Program ini telah dimulai sejak tahun 1999 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi padi ladang dengan cara merubah pola tanam petani. Awalnya, pola tanam petani di Kecamatan Semanu adalah padi- palawija- palawija. Namun dengan adanya program ini, pola tanam petani menjadi padi- padi- palawija. Dengan demikian, dalam satu tahun petani di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu dapat menanam padi sebanyak dua kali.

Keberadaan sistem irigasi memang sangat penting dalam usahatani padi khususnya di lahan yang semula merupakan lahan tadah hujan. Keberadaan jaringan irigasi dapat mensuplai kebutuhan air pada tanaman pangan khususnya


(16)

3

padi yang merupakan tanaman semi-aqua. Pada masa tanam kedua (MT 2), jumlah hari hujan sangat rendah khususnya di bulan Mei, Juni dan Juli. sedangkan kebutuhan air tanaman padi cukup tinggi. Keberadaan irigasi ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan air ketika hujan tidak turun sehingga tanaman padi dapat terus dibudidayakan dengan menggunakan sistem irigasi sumur pompa yang menggunakan bahan bakar solar. Namun demikian, seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia dari mulai berjalannya sistem irigasi ini yaitu tahun 1999 sampai 2015 biaya irigasi mengalami kenaikan harga yang signifikan. Kenaikan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Kenaikan Harga Solar

Tahun Harga BBM Solar (Rupiah) Persentase Kenaikan

1998 550 -

2.000 600 9,1%

2001 900 50,0%

2002 1.150 27,8%

2003 1.890 64,3%

2005 – Maret 2.100 11,1%

2005 – Oktober 4.300 104,8%

2006 5.500 27,9%

2009 4.500 -18,2%

2013 – Juni 5.500 22,2%

2014 – November 7.500 36,4%

2015 – Januari 7.250 -3,3%

2015 - Januari(19) 6.400 -11,7%

2015 – Maret 6.900 7,8%

2015 – Oktober 6.700 -2,9%

2016 – Januari 5.650 -16%

Sumber : Radar Surabaya 16 Januari (2015)

Kenaikan harga solar rata- rata mencapai 23 % dari harga semula atau sekitar 20 % per tahun. Kenaikan ini tidak sebanding dengan harga jual gabah kering sehingga pendapatan petani semakin menurun setiap ada kenaikan bahan bakar solar. Kenaikan harga solar secara langsung mempengaruhi biaya irigasi. Hal ini disebabkan karena 70 % dari biaya irigasi dibentuk oleh harga bahan


(17)

4

bakar. Kenaikan biaya irigasi menyebabkan menurunnya pendapatan petani sehingga sebagian petani beralih menanam komoditas lain yang membutuhkan pengairan lebih sedikit dari komoditas padi. Komoditas yang banyak diminati oleh petani adalah jagung. Petani lebih memilih komoditas jagung karena membutuhkan biaya irigasi yang lebih rendah daripada padi.

Meskipun sebagian besar petani lebih memilih menanam palawija khususnya jagung daripada padi pada musim tanam kedua namun belum ada penelitan yang menyatakan bahwa usahatani jagung lebih menguntungkan daripada usahatani padi pada MT 2. Penelitian membandingkan kelayakan antara usahatani padi dan jagung dengan sumur pompa dan usahatani jagung dengan irigasi pompa pada daerah irigasi aliran sungai pada MT 2 untuk mengetahui : 1. Bagaimana penggunaan input produksi pada usahatani padi dan jagung

dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu MT 2?

2. Berapa pendapatan dan keuntungan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu MT 2?

3. Bagaimana kelayakan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu MT 2?


(18)

5 B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui penggunaan input produksi pada usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu MT 2.

2. Mengetahui pendapatan dan keuntungan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu MT 2.

3. Mengetahui kelayakan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu MT 2.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Mahasiswa untuk dapat lebih memahami ilmu yang telah dipelajari pada perkuliahan dan berbagai penerapannya dalam dunia agribisnis.

2. Petani sebagai acuan untuk memanfaatkan irigasi sumur pompa secara optimal.

3. Instansi terkait sebagai referensi pada program- program strategis selanjutnya dalam rangka mencapai produktifitas usahatani dan kesejahteraan petani.


(19)

6 A. Tinjauan Pustaka

1. Sistem dan Jaringan Irigasi

Dalam PP No. 23/1982 Ps.1 dijelaskan mengenai pengertian irigasi, jaringan irigasi, daerah irigasi, dan petak irigasi yaitu sebagai berikut :

a. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.

b. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, dan penggunaannya.

c. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

d. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.

Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Pengairan tahun 1986 mengklasifikasikan saluran irigasi dalam tiga jenis berdasarkan cara pengaturan, ukuran aliran air, dan fasilitas yaitu : Irigasi sederhana, irigasi semi teknis, dan irigasi teknis. Adapun klasifikasi jaringan irigasi secara rinci dapat dilihat pada table berikut ini.


(20)

Tabel 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Klasifikasi jaringan irigasi

Teknis Semiteknis Sederhana

1 Bangunan Utama Bangunan permanen

Bangunan permanen atau semi permanen

Bangunan sementara 2 Kemampuan

bangunan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Jelek

3 Jaringan saluran Saluran irigasi dan pembuangan terpisah

Saluran irigasi dan pembuangan tidak sepenuhnya terpisah

Saluran irigasi dan pembuangan jadi satu

4 Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya

Belum

dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan 5 Efisiensi secara

keseluruhan

Tinggi 50- 60% Sedang 40- 50% Kurang <40% 6 Ukuran Tidak ada batasan Sampai dengan 2.000

Ha

Tak lebih dari 500 Ha

7 Jalan usahatani Ada ke seluruh areal

Hanya sebagian areal Cenderung tidak ada 8 Kondisi O & P Ada instansi yang

menangani dan dilaksanakan teratur

Belum teratur Tidak ada O & P

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi DPU- Dirjen Pengairan (1986)

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu : bangunan utama, jaringan pembawa (saluran air), petak tersier, dan sistem pembuang (drainase) (DPU- Dirjen Pengairan 1986).

2. Irigasi Air Tanah

Dalam PP No. 20 tahun 2006 menyebutkan jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air tanah termasuk bangunan di dalamnya. Kegiatan operasi pada jaringan irigasi air tanah direncanakan dan dilaksanakan langsung oleh P3AT (Perkumpulan Petani Pemakai Air Tanah).


(21)

Kegiatan operasi meliputi rencana tata tanam, cara pemberian air, pelaksanaan pemberian air serta perhitungan kebutuhan air. Kegiatan operasi pada jaringan distribusi air tanah direncanakan dan dilaksanakan langsung oleh P3AT meliputi rencana tata tanam, cara pemberian air, pelaksanaan pemberian air serta kebutuhan air.

Irigasi sumur pompa merupakan sistem irigasi yang bersumber pada akuifer (lapisan tanah pengandung air). Irigasi sumur pompa dapat diartikan sebagai usaha pengambilan air dari bawah permukaan tanah dengan menggunakan bantuan pompa air, sehingga dapat didistribusikan dan digunakan untuk keperluan irigasi petani. Dalam suatu jaringan irigasi sumur pompa setidaknya memiliki 3 syarat utama yaitu : sumber air, pompa air, dan saluran air. Pompa air yang digunakan pada irigasi sumur pompa menggunakan energi listrik. Energi listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa air dapat berasal dari genset diesel, PLN, atau pembangkit energi listrik lainnya.

3. Irigasi Daerah Aliran Sungai

Sungai merupakan suatu alur yang umumnya terbentuk secara alami pada permukaan bumi yang mampu menampung dan mengalirkan sisa air hujan setelah proses penguapan dan perembesan. Daerah yang mengalirkan sisa air ke sungai adalah daerah aliran sungai selanjutnya disebut dengan DAS. Dalam PP No 37 tentang Pengelolaan DAS Pasal 1 disebutkan bahwa DAS adalah wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami


(22)

Sistem irigasi daerah aliran sungai adalah suatu sistem pengairan yang memanfaatkan sungai sebagai sumber mata air. Sistem irigasi DAS dapat dilakukan dengan pembangunan DAM atau bendungan kemudian dialirkan ke lahan pertanian. Pengaliran air sungai ke lahan dapat dilakukan dengan bantuan sistem mekanik tertentu seperti kincir air, pompa listrik, pompa hidram, pompa diesel/ bensin, dan lainnya.

Berkaitan dengan DAS di Daerah Gunungkidul, studi kasus yang dilakukan oleh Gatot Irianto dan N Puji Lestari (2002) menunjukkan bahwa pertanian pada lahan kering Gunungkidul dengan memanfaatkan DAS (Daerah Aliran Sungai) Bunder sebelum pengembangan teknologi panen hujan dan aliran permukaan merupakan pertanian kurang produktif yang hanya ditanami ubi kayu, kacang tanah dan sebagian kecil dapat ditanami padi terutama pada musim penghujan. Produktifitas pertanian wilayah ini sangat rendah dibandingkan sarana produksi dan tenaga kerja yang diperlukan, resiko pertanian dan gagal panen yang tinggi akibat kekeringan, karena ketersediaan air sangat terbatas terutama pada musim kemarau.

4. Tanaman Padi (Oryza sativa L)

Padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun. Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat, dimana terdapat 20- 30 atau lebih anakan/ tunas- tunas baru (Siregar, 1981).


(23)

Dalam taksonomi tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk famili Gramineae, subfamili Oryzidae, dan genus Oryzae. Dari 20 spesies anggota genus Oryzae yang sering dibudidayakan adalah Oryza sativa L dan O. glaberima Steund. Berdasarkan pengamatan Lu dan Chang dalam Karim Makarim dan E Suhartatik menyimpulkan bahwa Oryza sativa dan Oryza glaberima berasal dari leluhur yang sama, yakni Oryza parennis Moench, dengan Gondwanaland sebagai habitat asal. Dalam perjalanan evolusi, padi berkembang menjadi tiga ras ecogeographic, yakni Sinica (Japonica), Indica, dan Javanica.

Dalam siklus hidup tanaman, padi terbagi dalam tiga fase, yaitu: fase vegetatif dari mulai perkecambahan sampai bakal malai/ primordial); fase reproduktif yang ditandai dari mulai terbentuknya malai/ primordial sampai dengan pembungaan); dan fase pematangan yang ditandai dari mulai pembungaan sampai gabah matang.

Menurut Prihatman (2008), padi dapat dibedakan menjadi padi sawah dan padi gogo. Padi sawah biasanya ditanam di daerah dataran rendah yang memerlukan penggenangan, sedangkan padi gogo dapat ditanam di dataran tinggi pada lahan kering. Namun demikian tidak terdapat perbedaan morfologis dan biologis antara padi sawah dan padi gogo, yang membedakan hanyalah tempat tumbuhnya (siregar, 1981).

Padi gogo memiliki kelebihan lebih tahan terhadap kondisi kering dibandingkan dengan padi sawah. Padi gogo memiliki sifat adaptif yang tinggi terhadap penurunan suplai air dalam tanah. Kebutuhan air komulatif varietas padi gogo rata- rata 200 mm/ bulan selama tiga bulan berturut- turut. Kekurangannya


(24)

adalah produktifitasnya yang cenderung rendah dibandingkan dengan padi sawah. Produktifitas padi gogo pada pemeliharaan tidak intensif hanya berkisar 1- 3 ton/Ha sedangkan padi sawah mencapai lebih dari 6 ton/ Ha. Intensifikasi padi khususnya dengan adanya jaringan irigasi yang baik padi gogo hanya dapat mencapai produktifitas 5 ton/ Ha.

Tabel 2. Kebutuhan Air pada Berbagai Varietas Tanaman Padi

Desa Varietas Umur

panen (Hari)

Curah hujan

*) Keb. air irigasi *)

Produksi **)

Tanjungrasa kidul Cikapundung 85 333 270 3,2

Tanjungrasa kaler Cisadane 100 420 310 4,3

Kondang Cisadane 100 415 325 4,0

Kondang IR54 90 373 309 2,6

Sumber : Didiek Setiobudi dan Achmad M. Fagi (2009) *)

dinyatakan dalam mm/ bulan **)

dinyatakan dalam Ton/ Ha; kadar air 14%

Hasil penelitian Fagi dkk (1987) menunjukkan secara rinci kebutuhan air komulatif dan efisiensi produksi air dari varietas padi yang berbeda fenotipe dan umurnya di daerah irigasi Barugbug. MK 1985. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kontribusi curah hujan terhadap konsumsi air sekitar 50% dari ketiga varietas tersebut.

5. Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman berkeping tunggal atau monokotil yang memiliki akar serabut. Akar tanaman jagung terbagi dalam tiga macam, yaitu: (1) akar seminal yaitu akar yang berkembang dari radikula dan embrio; (2) akar adventif yaitu akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian seterusnya sampai 7 hingga 10 buku dibawah permukaan tanah; (3)


(25)

akar kait atau penyangga yaitu akar adventif yang muncul pada 2- 3 buku di atas permukaan tanah dan berfungsi sebagai penyangga tanaman agar tidak mudah rebah.

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang merupakan jenis rumputan/ gramineae. Batang jagung terdiri dari buku dan ruas dimana daun tumbuh pada setiap buku secara berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah dalam satu tanaman sehingga dapat disebut penyerbukan silang. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apical di ujung tanaman. Bunga betina muncul dari axillary apices tajuk. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apical bunga tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal, 2.000).

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol tergantung dari varietasnya. Tongkol diselimuti oleh daun kelobot dan rambut jagung (silk) yang merupakan pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Setiap tongkol terdiri dari 10- 16 baris biji yang jumlahnya selalu genap.

Biji jagung memiliki dinding ovary atau perikarp yang menyatu dengan biji membentuk dinding buah. Biji jagung terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu: (1) perikarp yang merupakan lapisan kulit tipis biji dan berfungsi melindungi biji dari organisme pengganggu; (2) endosperm yang merupakan bagian utama sebagai tempat penyimpan cadangan makanan yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; (3) embrio (lembaga) merupakan


(26)

miniatur tanaman yang terdiri dari plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus dalam Nuning Argo S, dkk).

Berdasarkan bentuk dan struktur biji jagung, Nuning Argo S. mengklasifikasinya menjadi 8 macam, yaitu: (1) jagung mutiara (flint corn) berbentuk bulat licin, mengkilap, dank eras; (2) jagung gigi kuda (dent corn) berbentuk besar, pipih, dan berlekuk; (3) jagung manis (sweet corn) mengandung kadar gula tinggi dan berbentuk keriput dan transparan; (4) jagung pod terbungkus oleh kelobot yang berukuran kecil dan tidak dibudidayakan secara komersil; (5) jagung berondong (pop corn) berbentuk kecil dan mengandung pati keras lebih banyak dibanding pati lunak yang terletak di dalam endosperm; (6) jagung pulut (waxy corn) memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin; (7) jagung QPM (Quality Protein Maize) berwarna gelap karena memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi; (8) jagung minyak tinggi (high oil) memiliki kandungan minyak paling tinggi mencapai 6 % dimana kadar minyak jagung pada umumnya hanya berkisar 3,5- 5%.

6. Usahatani

Berusahatani adalah suatu kegiatan untuk memperoleh produksi dan pendapatan di bidang pertanian. Pendapatan berupa selisih nilai produksi atas biaya-biaya yang secara eksplisit dikeluarkan petani dalam usahatani. Dalam hal ini salah satu cara yang dapat dilakukan petani dalam efisiensi usahatani yaitu dengan meminimumkan biaya untuk suatu tingkat produksi tertentu (Nicholson 1991).


(27)

Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien dengan tujuan memperoleh keuntungan yang maksimal pada saat tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dengan sebaik- baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995).

Dari hasil penelitian Arpan Dalimunthe (2012) terdapat perbedaan tahapan-tahapan pengelolaan usahatani antara petani padi sawah sistem irigasi dengan sistem tadah hujan; terdapat perbedaan biaya produksi usahatani antara petani padi sawah sistem irigasi dengan sistem tadah hujan. Terdapat perbedaan produksi, produktivitas, penerimaan, dan pendapatan usahatani antara petani padi sawah sistem irigasi lebih tinggi dibandingkan sistem tadah hujan; Masalah yang dihadapi petani sistem irigasi seperti masalah hama, sedangkan sistem tadah hujan seperti masalah air dan hama.

a. Biaya Usahatani

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani (Soekartawi, 1990). Menurut Gilarso (1993) biaya adalah semua pengorbanan dalam proses produksi, dinyatakan dalam bentuk uang menurut harga pasar yang berlaku. Biaya usahatani terdiri dari biaya eksplisit dan implisit. Untuk menghitung biaya usahatani dapat digunakan rumus sebagai berikut:


(28)

TC= TEC + TIC Keterangan :

TC = Total Cost (Biaya Total)

TEC = Total Explicit Cost (Total Biaya Eksplisit) TIC = Total Implicit Cost (Total Biaya Implisit)

Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan dalam usahatani. Contoh biaya eksplisit meliputi biaya penyusutan, biaya irigasi, pembelian benih, biaya pembelian pupuk, pembelian pestisida, dan upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan, biaya implisit adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan, contohnya : upah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), biaya sewa lahan sendiri, dan bunga modal sendiri.

Biaya penyusutan merupakan salah satu biaya eksplisit yang dihitung dari nilai penggunaan alat pertanian selama proses usahatani. Biaya penyusutan dapat dihitung dengan rumus :

Biaya Penyusutan = Harga Beli (Rp) - Nilai sekarang (Rp) Umur Alat

Biaya irigasi merupakan salah satu biaya eksplisit yang dikeluarkan sebagai kompensasi penyediaan air ke lahan petani. Untuk menghitung biaya irigasi per jam dapat digunakan rumus sebagai berikut :

IC = IP x D Keterangan :

IC = Irrigation Cost (Biaya Irigasi) (Rp) IP = Irrigation Price (Harga Irigasi) (Rp/jam) D = Duration (durasi ) (jam)


(29)

b. Pendapatan

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya eksplisit (Soekartawi 2006). Penerimaan adalah hasil penjualan seluruh produk pada harga yang disepakati. Penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

R = P x Q Keterangan :

R = Revenue (penerimaan) (Rp) P = Price (harga)(Rp)

Q = Quantity (kuantitas)(Kg)

Nilai pendapatan dapat dinyatakan dalam satuan per musim atau per bulan. Dengan mengetahui nilai pendapatan, maka dapat diketahui apakah usahatani tersebut menguntungkan. Nilai pendapatan juga dapat digunakan untuk mengetahui layak tidaknya usahatani dengan cara membandingkannya dengan nilai upah minimum yang berlaku pada satuan waktu yang sama. Jika pendapatan usahatani lebih dari nilai upah minimum maka usahatani dinyatakan layak untuk diusahakan. Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus :

NR = TR- TEC Keterangan :

NR : Net return (pendapatan) (Rp)

TR : Total revenue (total penerimaan) (Rp) TEC : Total explicit cost (total biaya eksplisit) (Rp)

c. Keuntungan

Keuntungan merupakan hasil dari penerimaan dikurangi biaya ekspisit dan biaya implisit. Keuntungan dapat dihitung dengan rumus :


(30)

B = TR- (TEC+TIC) Keterangan :

B = Keuntungan

TR = Total revenue (total penerimaan) TEC = Total explicit cost (total biaya eksplisit) TIC = Total implisit cost (total biaya implisit)

d. Kelayakan Usahatani

Kelayakan usahatani digunakan untuk menguji apakah usahatani layak dilanjutkan atau tidak, serta dapat mendatangkan keuntungan bagi pengusaha atau petani yang merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai. Kelayakan usahatani ini dapat diukur dengan cara melihat nilai keuntungan, RC Rasio (Revenue Cost Ratio), produktifitas lahan, produktifitas tenaga kerja, dan produktifitas modal.

RC Rasio lebih dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Suatu usaha dikatakan layak apabila nilai RC Rasio> 1, dan apabila nilai RC Rasio< 1 maka usaha tersebut tidak layak dilanjutkan. (Soekartawi, 1995)

RC Rasio digunakan untuk menentukan kelayakan usahatani padi di Desa Cibongas pada penelitian yang dilakukan oleh Avenia Nur Aulia (2008) bahwa usahatani padi di Desa Cibongas menguntungkan secara financial dengan RC Rasio lebih besar dari satu yaitu 2,86. Pada penelitian lainnya oleh FX Agus (2006) di Kabupaten Bantul, analisis RC Rasio menunjukan nilai 1,81. Nilai tersebut lebih besar dari 1, sehingga dapat dinyatakan bahwa usahatani padi organik layak dilakukan. Nilai RC Rasio = 1,81 memberikan arti bahwa dengan mengeluarkan modal Rp.1,- akan mampu menghasilkan pendapatan Rp.1,81,-


(31)

Dari sini dapat dilihat bahwa usahatani padi organik layak karena pendapatan yang diperoleh masih lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (1,81 > 1).

Produktifitas lahan merupakan perbandingan antara pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan sendiri dengan luas lahan. Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas lahan lebih besar dari sewa lahan.

Produktifitas lahan = Pendapatan – nilai TKDK – bunga modal Luas lahan

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas modal besar dari bunga tabungan bank. Produktifitas modal dapat dihitung dengan rumus :

Produktifitas modal = Pendapatan – Sewa lahan sendiri – Nilai TKDK Biaya eksplisit

Keterangan :

Nilai TKDK = Tenaga kerja dalam keluarga (Rp)

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas tenaga kerja lebih besar dari upah minimum regional. Produktifitas tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus :

Produktifitas tenaga kerja = Pendapatan – Sewa lahan sendiri – bunga modal

TKDK (HKO)

B. Kerangka Pemikiran

Padi adalah komoditas penting dalam upaya swasembada pangan. Tingginya konsumsi pada komoditas padi menyebabkan Indonesia masih import dari Negara lain. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk meningkatkan produksi padi melalui berbagai kebijakan pembangunan. Salah satu kebijakan yang paling dirasakan manfaatnya adalah pembangunan jaringan irigasi sumur pompa.


(32)

Dalam usahatani padi, ketersediaan air sangat penting karena padi merupakan tanaman semi-aqua. Kebutuhan air pada tanaman padi cenderung tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lain seperti palawija. Kebutuhan air pada tanaman padi di MT 2 tidak dapat tercukupi jika hanya mengandalkan turunnya hujan. Oleh karena itu, pemerintah membangun jaringan irigasi di Desa Ngeposari. Dengan adanya sistem irigasi ini, kebutuhan air tanaman padi pada musim tanam kedua dapat terpenuhi dengan membayar biaya irigasi.

Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, biaya irigasi menjadi semakin mahal. Sebagian petani yang tidak memiliki modal cukup tinggi lebih memilih komoditas lain yang intensitas irigasinya lebih rendah daripada padi misalnya jagung. Dengan demikian, petani yang merupakan petani subsisten akan beralih ke komoditas selain padi.

Biaya input produksi bersama dengan pendapatan secara langsung mempengaruhi kelayakan usahatani padi maupun jagung. Pada awalnya, biaya irigasi akan mempengaruhi biaya eksplisit kemudian biaya eksplisit mempengaruhi total biaya. Akhirnya, total biaya dan penerimaan secara bersama- sama akan mempengaruhi kelayakan usahatani.

Dengan mengetahui pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usahatani pada masing- masing kelompok responden, akan dapat disimpulkan usahatani yang layak. Apabila usahatani padi lebih menguntungkan daripada usahatani jagung maka program- program pemerintah dalam meningkatkan produksi padi dengan mengubah pola tanam dari yang semula padi- palawija- palawija menjadi padi- padi- palawija perlu dikembangkan. Namun, jika usahatani padi tidak lebih


(33)

menguntungkan daripada usahatani jagung baik pada jaringan irigasi sumur pompa maupun jaringan irigasi DAS maka perlu adanya evaluasi pada program pola tanam tersebut serta meningkatkan efisiensi pada sistem irigasi sumur pompa agar dapat mendukung program- program terkait peningkatan produksi padi.

Sistem irigasi sumur pompa

Lahan Irigasi Harga Pasar

Penerimaan

Kelayakan Usahatani RC Rasio Prod. Lahan Prod. Modal Prod. Tenaga Kerja Biaya

Eksplisit

Pupuk Tenaga Kerja

Benih

Profil Petani

Total Biaya Usahatani

Keuntungan Pendapatan

Biaya Implisit Jumlah

Produksi

Sistem irigasi pompa DAS


(34)

(35)

Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode ini digunakan untuk menggali fakta- fakta di lapangan kemudian dianalisis dan dideskripsikan secara objektif mengenai penggunaan input produksi, pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu.

A. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling nonproporsional. Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja kepada 3 kelompok petani yaitu:1). Petani yang menanam padi dengan irigasi dengan irigasi sumur pompa; 2). Petani yang menanam jagung dengan irigasi sumur pompa; 3). Petani yang menanam jagung dengan irigasi pompa DAS di Desa Ngeposari pada musim tanam kedua tahun 2015. Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan rekomendasi dari ketua kelompok tani sehingga dapat diketahui petani- petani yang komunikatif dan representatif untuk dijadikan sampel mengingat rentang waktu yang cukup lama antara waktu usahatani (MT2 2015) dan pelaksanaan observasi (April 2016).

Dalam memilih sampel, ketua kelompok tani mempertimbangkan kemampuan komunikasi, kemampuan ingatan, dan teknik usahatani pada MT2 2015. Dari segi kemampuan komunikasi dan ingatan, banyak petani yang sudah


(36)

sebagian lainnya tidak memungkinkan untuk mengingat secara rinci berkaitan dengan usahatani yang dilakukan pada MT2 2015. Dari segi teknik usahatani, ada beberapa petani yang menanam jagung bersamaan dengan komoditas lain seperti kacang dengan metode tumpang sari sehingga akan menyulitkan proses penelitian. Atas dasar pertimbangan tersebut maka ketua kelompok tani merekomendasikan petani sampel. Adapun jumlah populasi petani yang berhasil dihimpun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Populasi Penelitian Petani di Desa Ngeposari Populasi Petani Jumlah Petani

(Orang)

Jumlah Responden (Orang)

Petani padi dengan irigasi sumur pompa 45 20

Petani jagung dengan irigasi sumur pompa

24 20

Petani jagung dengan irigasi DAS 46 20

Sumber : Data primer

Pada populasi tersebut dibagi dalam tiga sub populasi yaitu populasi petani yang menanam padi dengan irigasi sumur pompa, populasi petani yang menanam jagung dengan irigasi sumur pompa dan populasi petani yang menanam jagung dengan irigasi pompa di daerah aliran sungai pada MT 2 tahun 2015. Pada setiap sub populasi masing- masing diambil 20 sampel petani.

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelititan ini akan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari petani responden di Desa Ngeposari . Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara langsung untuk menggali fakta- fakta yang dibutuhkan. Pertanyaan yang diajukan meliputi profil singkat responden, input


(37)

menggunakan data- data sekunder yang diperoleh dari lembaga- lembaga yang terkait meliputi Kelompok Tani Marsudi Rejeki, P3A Agung Rejeki, dan Pemerintah Desa Ngeposari.

C. Asumsi

1. Harga pasar yang berlaku diasumsikan stabil dan menggunakan harga rata- rata yang berlaku di pasar tradisional Kecamatan Semanu tahun 2015.

2. Tingkat teknologi dan keterampilan petani dianggap sama dalam penelitian ini.

3. Harga sewa lahan sendiri setiap hamparan dalam penelitian ini dianggap sama.

4. Hasil usahatani padi dijual seluruhnya oleh petani dalam bentuk gabah kering. 5. Bantuan dari dinas yang berupa input produksi dianggap petani membeli

dengan harga yang berlaku di waktu dan tempat penelitian.

6. Debit air yang diterima oleh setiap petak lahan petani baik di hulu maupun di hilir dianggap sama.

D. Pembatasan Masalah

1. Data biaya usahatani yang digunakan adalah data hasil usahatani padi pada MT 2 tahun 2015.

2. Harga input produksi dihitung berdasarkan tingkat harga yang berlaku di daerah penelitian.


(38)

1. Irigasi sumur pompa adalah sistem pengairan yang bersumber pada air tanah (akuifer) dengan cara mengangkat air dari bawah permukaan tanah dengan menggunakan sistem pompa air kemudian mendistribusikannya untuk keperluan pertanian.

2. Irigasi pompa DAS adalah sistem irigasi yang menggunakan pompa air yang bersumber pada daerah aliran sungai.

3. Irigasi adalah salah satu input usahatani penyediaan air ke lahan pertanian selama satu musim tanam dalam satuan luasan lahan tertentu dinyatakan dalam satuan Rupiah/ Ha.

4. Lahan adalah salah satu input usahatani berupa lahan garapan usahatani padi dan jagung yang dinyatakan dalam satuan hektar (Ha).

5. Benih adalah benih padi dan jagung yang digunakan pada usahatani padi dan jagung dihitung dalam satuan kilogram (Kg) dan dinilai dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha).

6. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi dan jagung dalam satu musim tanam, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Semua tenaga kerja dikonversikan ke dalam tenaga kerja pria dan diukur dalam HKO, sedangkan nilai tenaga kerja berdasarkan upah dalam rupiah per HKO (Rp/HKO).

7. Pupuk adalah jenis dan jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi dan jagung dengan lahan irigasi pompa yang diukur dalam satuan kilogram atau liter dan dinilai dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha).


(39)

persiapan lahan, tanam, perawatan, sampai panen dalam luasan tertentu diukur dalam satuan Rupiah/ Ha (Rp/Ha).

9. Biaya Eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan dalam bentuk uang selama satu musim tanam pada luasan lahan tertentu dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/Ha).

10. Biaya Implisit adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan tetapi diikutsertakan dalam proses produksi misalnya upah tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan sendiri, dan bunga modal sendiri pada luasan lahan tertentu dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/ Ha).

11. Harga pasar adalah harga jual komoditas usahatani padi dan jagung yang berlaku di tempat penelitian selama musim tanam ke-2 tahun 2015 dinyatakan dalam rupiah/ Kg (Rp/ Kg).

12. Jumlah produksi adalah banyaknya hasil produksi usahatani padi dan jagung dalam satu musim tanam yang dinyatakan dalam Kg/ Ha.

13. Penerimaan merupakan hasil dari perkalian antara jumlah produksi dan harga pasar dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/Ha).

14. Pendapatan adalah hasil dari penerimaan dikurangi total biaya eksplisit dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/Ha).

15. Kelayakan usahatani adalah kriteria untuk mengukur apakah usahatani layak untuk dilanjutkan atau tidak dengan melihat indikator kelayakan.

16. RC Rasio adalah salah satu indikator kelayakan yang didapatkan dari perbandingan antara penerimaan dan total biaya usahatani.


(40)

mana menyatakan kemampuan setiap satu satuan luas lahan dalam menghasilkan pendapatan yang dinyatakan dalam satuan (Rp/Ha).

18. Produktifitas modal adalah salah satu dari indikator kelayakan usahatani di mana menyatakan persentase pertambahan modal yang diguakan untuk membiayai usahatani dalam satu musim tanam yang dinyatakan dalam persen (%).

19. Produktifitas tenaga kerja adalah salah satu dari indikator kelayakan usahatani di mana menyatakan besaran uang yang diterima oleh pelaku usahatani selama satu musim tanam yang dinyatakan dalam satuan (Rp/Ha).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan penggunaan input produksi pada usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari. Analisis kuantitatif digunakan untuk menyajikan data tabulasi berkaitan dengan pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari.

1. Biaya dan Pendapatan Usahatani

Untuk dapat mengetahui pendapatan usahatani perlu diketahui total biaya dan penerimaan. Total biaya terbentuk dari biaya eksplisit dan implisit sedangkan penerimaan terbentuk dari jumlah produksi yang terjual dengan harga pasar yang berlaku. Biaya usahatani terdiri dari berbagai biaya yang timbul atas kompensasi


(41)

biaya sewa lahan, biaya irigasi, biaya benih, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, dan biaya modal. Untuk menghitung biaya usahatani dapat menggunakan rumus- berikut ini.

a. Biaya Sewa Lahan

Biaya sewa lahan timbul atas kompensasi penggunaan lahan sebagai tempat untuk berusahatani.

Biaya sewa lahan (Rp) = Luas lahan (Ha) x Harga sewa (Rp/Ha)

b. Biaya Irigasi

Biaya irigasi timbul atas kompensasi penggunaan air pada proses pengairan. Biaya irigasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

IC = IP x D Keterangan :

IC = Irrigation cost (Biaya irigasi) (Rp) IP = Irrigation price (Harga irigasi) (Rp/jam) D = Duration (durasi ) (jam)

c. Biaya Benih

Biaya benih adalah besaran uang yang dikeluarkan oleh petani dalam pengadaan benih tanaman. Biaya benih dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


(42)

Biaya tenaga kerja adalah semua biaya yang dikeluarkan sebagai kompensasi penggunaan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan- kegiatan dalam usahatani dari mulai persiapan lahan sampai panen. Biaya tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus:

Biaya tenaga kerja (Rp) = ∑ Hari kerja orang (HKO) x Upah (Rp/HKO)

e. Biaya Pupuk

Biaya pupuk adalah biaya yang untuk pengadaan sejumlah pupuk dari mulai persiapan lahan sampai panen. Biaya pupuk dapat dihitung dengan rumus :

Biaya pupuk (Rp) = ∑ Pupuk x Harga pupuk

f. Total Biaya

Untuk menghitung biaya usahatani dapat digunakan rumus sebagai berikut:

TC= TEC + TIC Keterangan :

TC = Total cost (biaya total)

TEC = Total explicit cost (total biaya eksplisit) TIC = Total implicit cost (total biaya implisit)

g. Penerimaan

Penerimaan usahatani dapat dihitung dengan rumus : R = P x Q

Keterangan :

R = Revenue (penerimaan) P = Price (harga)


(43)

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus : NR = R- TEC

Keterangan :

NR : Net return (pendapatan)

R : Total revenue (total penerimaan)

TEC : Total explicit cost (total biaya eksplisit)

Sebelumnya, model tersebut telah diketahui besarnya biaya eksplisit yang berasal dari penjumlahan antara biaya irigasi, biaya modal, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja.

2. Analisis Kelayakan

Kelayakan usahatani digunakan untuk menguji apakah usahatani layak dilanjutkan atau tidak, serta dapat mendatangkan keuntungan bagi pengusaha atau petani yang merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai. Kelayakan usahatani ini dapat diukur dengan cara melihat nilai keuntungan, RC Rasio (Revenue Cost Ratio), produktifitas lahan, produktifitas tenaga kerja, dan produktifitas modal.

a. RC Rasio

Untuk mengetahui RC Rasio dapat digunakan rumus : RC Rasio = TR/TC Keterangan :

RC Rasio = Revenue cost ratio

TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya)

Ketentuan :

Jika RC Rasio>1 maka usahatani padi dengan irigasi sumur pompa layak untuk diusahakan.

Jika RC Rasio<1 maka usahatani padi dengan irigasi sumur pompa tidak layak untuk diusahakan.


(44)

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas lahan lebih besar dari sewa lahan di lokasi penelitian yaitu Rp 600.000,-/ 2.000 m2.

Produktifitas lahan = Pendapatan – nilai TKDK – bunga modal Luas lahan

Keterangan :

Nilai TKDK = Tenaga kerja dalam keluarga (Rp)

c. Produktifitas Modal

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas modal besar dari bunga tabungan bank yaitu 4% per musim tanam.

Produktifitas modal = Pendapatan – Sewa lahan sendiri – Nilai TKDK Biaya eksplisit

Keterangan :

Nilai TKDK = Tenaga kerja dalam keluarga (Rp)

d. Produktifitas Tenaga Kerja

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas tenaga kerja lebih besar dari upah minimum regional di Kabupaten Gunungkidul yaitu Rp 40.000,-.

Produktifitas lahan = Pendapatan – Sewa lahan sendiri – bunga modal TKDK (HKO)


(45)

31

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Daerah

Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km2 terletak antara 7 46’- 8 09’ Lintang Selatan dan 110 21’ – 110 50’ Bujur Timur. Di sebelah utara Gunungkidul berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten, Sukoharjo, dan Jawa Tengah. Di sebelah timur, gunungkidul berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri dan Jawa Tengah. Di sebelah selatan, Gunungkidul berbatasan dengan Samudra Indonesia sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman (BPS, 2011).

Kabupaten Gunungkidul adalah kabupaten yang termasuk dalam kars pegunungan seribu. Gunungkidul memiliki berbagai jenis tanah, karakteristik daerah dan hidrologi. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi tiga zona, yaitu:

1. Zona Utara (Zona Batur Agung) memiliki ketinggian sekitar 200-700 mdpal. Bentang alamnya berbukit-bukit dan terdapat sungai di atas permukaan tanah. Arah pengembangan zona utara yaitu ke bidang pertanian serta sebagai daerah konservasi sumber daya air. Zona utara terdiri dari Kecamatan Patuk, Nglipar, Gedangsari, Ngawen, Semin, dan Ponjong Utara.

2. Zona Tengah (Zona Ledoksari) memiliki ketinggian 150-200 mdpal. Terdapat sungai di atas tanah meskipun airnya kering saat musim kemarau, namun masih terdapat sumber mata air dalam tanah yang dapat ditemukan pada kedalaman 60-120 meter dari permukaan tanah. Zona tengah diarahkan untuk pengembangan


(46)

32

pertanian, eko-wisata, industri rumah tangga dan industri taman hutan rakyat, serta wisata pra sejarah. Zona tengah terdiri dari Kecamatan Playen Selatan, Paliyan Utara, Wonosari, Karangmojo, Semanu Utara, dan Ponjong Selatan. 3. Zona Selatan (Zona Karst Gunungsewu) dengan ketinggian 100-300 mdpal. Keadannya berbukit-bukit kapur serta banyak telaga genangan air hujan, tidak terdapat sungai di atas tanah namun banyak ditemukan sungai bawah tanah. Arah pengembangan zona selatan adalah untuk budidaya pertanian lahan kering, perikanan laut, ekowisata karst, serta akomodasi wisata seperti penginapan, hotel, dan restoran. Zona selatan terdiri dari Kecamatan Purwosari, Rongkop, Panggang, Paliyan Selatan, Saptosari, Semanu Selatan, Tanjungsari, Tepus, dan Girisubo.

Kecamatan Semanu khususnya Desa Ngeposari termasuk dalam daerah Semanu Utara. Desa Ngeposari memiliki karakteristik Zona Tengah yaitu Zona Ledoksari. Sungai di Ngeposari memang tidak memiliki debit air yang berlimpah namun Ngeposari memiliki banyak sumber mata air di dalam tanah yang berlimpah pada kedalaman 60- 120 m di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu, pengembangan Desa Ngeposari adalah untuk daerah pertanian dan eko-wisata. Dari tahun ke tahun, pengembangan pertanian gencar dilaksanakan khususnya dengan pembangunan jaringan irigasi sumur pompa dan bendungan untuk menampung curah hujan dan mempertahankan debit air sungai.

Untuk mengatur dan mengembangkan sistem irigasi tersebut, petani Desa Ngeposari membentuk Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Sekaligus lembaga ini menjadi wadah petani untuk berkomunikasi antar petani maupun petani ke instansi terkait.


(47)

33 B. Kependudukan

Berdasarkan sensus penduduk 2010, Gunungkidul memiliki jumlah penduduk 675.382 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Tabel berikut menunjukkan data kependudukan di Semanu Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 1. Kepadatan Penduduk dan Persentasi Buruh di Gunungkidul tahun 2010

Kriteria Semanu Gunungkidul

Luas Wilayah (Km2) 108,39 1.485,36

Jumlah Penduduk (Jiwa) 51.737 675.382

Kepadatan (Jiwa/Km2) 477 454

Persentasi Buruh/ Karyawan (%) 16,64

Pengusaha Dibantu Buruh Bayaran(%) 1,71

Pengusaha Tanpa Dibantu Buruh (%) 10,04

Sumber : BPS Gunungkidul (Susenas 2010 KOR) dalam Gunungkidul dalam angka

Kecamatan Semanu sebagai kecamatan paling luas di Gunungkidul menduduki peringkat ketiga untuk jumlah penduduk yaitu 51.737 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 477 jiwa/ Km2. Kecamatan Semanu bukan merupakan daerah padat penduduk sehingga diarahkan untuk pengembangan pertanian dan eko- wisata.

Sebagian besar penduduk Gunungkidul bekerja sebagai pekerja keluarga sebesar 33,34% dari total penduduk yang bekerja. Persentasi pengusaha yang telah menggunakan buruh luar keluarga masih sangat kecil hanya sekitar 1,71%(BPS- Gunungkidul Dalam Angka, 2011).

C. Penggunaan Lahan

Lahan dapat dimanfaatkan menjadi berbagai kegunaan baik sebagai lahan pertanian maupun non pertanian. Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah dan


(48)

34

lahan non sawah. Adapun lahan non sawah terdiri dari lahan tegalan/ ladang, hutan rakyat, dan lainnya misalnya pekarangan. Lahan non pertanian adalah lahan yang tidak dimanfaatkan atau tidak bisa digunakan sebagai areal pertanian tetapi untuk kepentingan lain misalnya tempat tinggal, ruang terbuka hijau, hutan negara, akses transportasi, dan lahan tandus.

Tabel 2. Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Semanu Tahun 2007 (Hektar)

No Penggunaan Lahan Luasan (Ha)

1 Lahan Sawah 195

Jumlah 195

2 Lahan Bukan Sawah

a. Tegalan/ Ladang 7.342

b. Hutan Rakyat 312

c. Lainnya (pekarangan, dll) 817

Jumlah 8.471

3 Lahan non Pertanian

a. Tempat Tinggal 1.225

b. Hutan Negara 559

c. Lainnya (Jalan, Sungai, Danau, Lahan Tandus,dll.) 389

Jumlah 2.173

Jumlah Total 10.839

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Gunungkidul

Berdasarkan data penggunaan lahan di atas, diketahui bahwa sebagian besar lahan di Semanu dimanfaatkan sebagai lahan tegalan/ ladang seluas 7.342 Ha, sedangkan pemanfaatan lahan sebagai sawah sangat sempit yaitu 195 Ha.

D. Keadaan Iklim

Iklim dapat diartikan sebagai keadaan rata- rata cuaca di suatu daerah dalam waktu yang relatif lama. Iklim dapat dipengaruhi oleh unsur- unsur alam yaitu temperatur udara, curah hujan, penguapan dan radiasi matahari. Temperatur udara di Kecamatan Semanu berkisar antara 22˚ C – 26˚ C dengan rata- rata curah hujan per tahun 2.046 mm. mengenai klasifikasi iklim, menurut Astri Handayani


(49)

35

(2007), dengan menggunakan rumus perhitungan curah hujan dari tahun 1998- 2007, menunjukkan daerah Semanu termasuk iklim golongan D yaitu beriklim sedang.

Dengan kondisi iklim demikian, pola tanam yang dilakukan sebagian besar petani adalah padi- palawija- palawija. Namun setelah adanya pembangunan jaringan irigasi sumur pompa di beberapa titik areal pertanian, pola tanam petani dapat meningkat mejadi padi- padi- palawija.

E. Keadaan Hidrologi

Keadaan hidrologi di Semanu terdiri dari air permukaan dan air bawah permukaan. Adapun yang dimaksud dengan air permukaan adalah kumpulan curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju suatu muara dapat berupa sungai, waduk, atau laut. Umumnya air permukaan di lokasi penelitian berupa sungai. Adapun air bawah permukaan adalah sumber mata air yang berasal dari resapan air permukaan.

Sungai permukaan yang terdapat di daerah penelitian Desa Ngeposari memiliki karakter debit kecil, mudah kering pada musim kemarau panjang, dan jarang dijumpai. Bahkan menurut Astri Handayani (2009) beberapa sungai di Semanu mengalir masuk ke dalam tanah menjadi sinkriver kemudian menjadi sungai bawah tanah.

F. Keadaan Pertanian

Luas lahan pertanian di wilayah Semanu terdiri dari lahan sawah dan tegalan/ ladang. Lahan sawah di Semanu mencapai 195 hektar sedangkan luas


(50)

36

lahan tegalan mencapai 7.342 Ha. Oleh sebab itu, pemerintah daerah fokus pada pengembangan lahan tegalan dengan pembangunan sistem jaringan irigasi yang memanfaatkan sungai bawah tanah atau lapisan tanah pengandung air (akuifer) maupun berbasis sungai permukaan (DAS).

Keadaan pertanian di lokasi penelitian Kecamatan Semanu sebagian besar merupakan pertanian lahan kering sehingga lebih banyak pada usahatani padi ladang dan palawija. Tabel berikut ini menyajikan data produksi dan luas panen tanaman pangan padi dan palawija di Kecamatan Semanu pada tahun 2010.

Tabel 3. Produksi dan Luas Panen Komoditas Pertanian Padi dan Palawija di Kecamatan Semanu Tahun 2010

Padi Ladang

Padi Sawah

Jagung Kacang Tanah

Luas Panen (Ha) 3.139 177 5.607 5.662

Produksi (Ton) 14.904 1.014 17.903 5.445

Rata- rata produksi (Kw/Ha) 47,48 57,29 31,93 9,62 Sumber : Dinas T. Pangan dan Hortikultura Kab. Gunungkidul dalam GDA 2011

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa hasil pertanian di Kecamatan Semanu adalah komoditas jagung dan padi ladang sebesar 17.903 Ton dan 14. 904 Ton. Sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Semanu dimanfaatkan untuk menanam padi ladang dan kacang tanah. Meskipun demikian, komoditas jagung justru memberikan nilai produksi yang lebih tinggi dibanding kacang tanah.

G. Keadaan Pengairan

Pengairan di Kecamatan Semanu khususnya di Desa Ngeposari terdiri dari dua macam, yaitu pengairan yang bersumber pada air bawah tanah (akuifer) atau biasa di sebut sumur pompa dan pengairan yang bersumber pada aliran sungai permukaan (DAS).


(51)

37 1. Irigasi Sumur Pompa

Pemanfaatan sungai bawah tanah dimulai sekitar tahun 2.000-an untuk meningkatkan produksi padi. Melimpahnya debit air pada sungai bawah tanah (akuifer) adalah karakter dari karst pegunungan seribu dimana air tidak hanya meresap ke dalam tanah melainkan juga mengalir melalui rongga- rongga bebatuan kapur masuk ke lapisan bawah tanah.

Untuk mendapatkan debit yang cukup, pengeboran sumur pompa dilakukan sampai kedalaman sekitar 130 m dari permukaan tanah. Kemudian air diangkat menggunakan pompa air bertenaga besar untuk dialirkan ke petak tersier. Pompa air yang digunakan membutuhkan bahan bakar solar sebanyak 7 liter/jam dengan kemampuan rata- rata mengalirkan air 25- 30 liter/ detik dengan biaya kompensasi sekitar Rp 60.000,- /jam.

Jaringan yang ada pada sumur pompa di lokasi penelitian terdiri dari pipa primer, pipa distributor, bak valve (bak pembagi)11-12, jaringan parit beton, dan pintu air (rincian dapat dilihat pada lampiran keadaan irigasi sumur pompa). Pipa primer digunakan untuk mengalirkan air dari mesin pompa air bawah tanah menuju permukaan. Selanjutnya, dari pipa primer dialirkan ke pipa distributor menuju bak pembagi. Sumur pompa di lokasi penelitian memiliki 11 bak pembagi. Setiap bak akan mengairi 1 blok areal lahan melewati jaringan parit beton. Pada masing- masing lahan petani yang dilewati jaringan parit beton ini memiliki pintu air yang dapat dibuka ketika akan melakukan irigasi. Kemudian pintu air tersebut harus ditutup kembali ketika selesai melakukan pengairan.


(52)

38

Management pengairan dilakukan oleh pengurus P3A Agung Rejeki. Di dalam pengurus tersebut ada fungsional operator yang bertugas sebagai pengatur yang berwenang membuat jadwal irigasi sesuai kesepakatan dengan petani. Operator juga bertugas mengumpulkan biaya pembayaran irigasi dari petani. 2. Irigasi Pompa DAS

Sungai permukaan sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai sumber irigasi bagi petani yang memiliki lahan radius 200 m di sekitar sungai. Sistem irigasi yang digunakan adalah pompa air tenaga motor diesel/bensin milik petani. Pemilik pompa irigasi juga dapat menyewakan kepada petani lain dengan biaya kompensasi sekitar Rp 22.500,-/jam. Pompa air yang digunakan rata- rata memiliki kekuatan 4 Hp yang mampu mengalirkan air maksimal 10 liter/ detik dengan komsumsi bahan bakar ± 2,5 liter/jam.

Sistem irigasi pompa DAS menggunakan bendungan setinggi ±150 cm kemudian air pada bendungan sungai dipompa ke area lahan petani menggunakan selang air berdiameter 4 inchi. Tidak ada pengurus yang mengatur waktu pengairan melainkan petani itu sendiri. Oleh karena itu sering terjadi beberapa petani bersama- sama menggunakan air pada bendungan sungai yang hanya ±150 cm. Akibatnya, debit air menurun sehingga air tidak cukup untuk mengairi lahan pertanian (rincian dapat dilihat pada lampiran keadaan irigasi pompa DAS).


(53)

39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Petani

Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas dan kuantitas hasil pertanian dipengaruhi oleh pemikiran pelaku usahatani tersebut, yaitu petani. Pada proses usahatani, petani menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. Kemampuan ini dapat diukur dari profil petani yaitu umur, pengalaman bertani, dan jumlah keluarga.

1. Umur

Usahatani membutuhkan kekuatan fisik yang cukup berat. Ketika umur petani sudah tidak produktif, kekuatan fisik pun semakin melemah sehingga kemampuan dalam mengolah lahan pertanian untuk menghasilkan produk pertanian yang maksimal dari segi kualitas maupun kuantitas semakin menurun.

Tabel 1. Sebaran Petani Berdasarkan Umur Umur

(Th)

UT Padi dengan Irigasi Sumur Pompa

UT Jagung dengan Irigasi Sumur Pompa

UT Jagung dengan Irigasi Pompa DAS Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

32-47 7 35 4 20 6 30

48-63 9 45 6 30 9 45

>63 4 20 10 50 5 25

Jumlah 20 100 20 100 20 100


(54)

40

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa usahatani jagung dengan irigasi sumur pompa dilakukan oleh petani dengan usia lanjut. Hal ini dikarenakan usahatani jagung dengan irigasi sumur pompa tidak membutuhkan sumber daya yang besar. Usahatani padi membutuhkan intensitas pekerjaan yang lebih tinggi serta modal yang cukup besar. Kedua, lokasi lahan sumur pompa terletak dekat dengan pemukiman penduduk sehingga masih mampu dijangkau oleh petani lanjut.

Di sisi lain, petani dengan usia matang (47- 63 tahun) memilih usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa DAS. Kecenderungan petani tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kemampuan petani yang masih optimal secara fisik maupun mental sehingga memilih usahatani yang membutuhkan intensitas pekerjaan yang tinggi dan terletak cukup jauh dari tempat tinggal.

2. Pengalaman Bertani

Usahatani membutuhkan pengalaman untuk dapat mengenali iklim, keadaan tanah, dan organisme pengganggu tanaman (OPT) di lokasi pertanian. Dengan mengetahui hal tersebut, petani dapat mengambil keputusan dalam mengalokasikan faktor- faktor input produksi demi mendapatkan hasil yang maksimal. Pengalaman bertani dapat diukur dari lama bertani. Semakin lama bertani semakin banyak pengalaman dan keterampilan yang diperoleh. Tabel berikut menunjukkan pengalaman bertani pada ketiga kelompok responden.


(55)

41

Tabel 2. Sebaran Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani Lama

Bertani

UT Padi dengan irigasi sumur pompa

UT jagung dengan irigasi sumur pompa

UT jagung dengan irigasi pompa DAS Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

0- 15 6 30 4 20 5 25

16- 30 6 30 4 20 7 35

>30 8 40 12 60 8 40

Jumlah 20 100 20 100 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan menunjukkan bahwa petani pada ketiga kelompok responden merupakan petani yang berpengalaman lebih dari 31 tahun. Mayoritas petani tidak mengalami regenerasi sehingga petani yang sekarang masih merupakan petani tradisional. Petani- petani tersebut telah bertani sebelum adanya pembangunan jaringan irigasi. Oleh sebab itu, petani tersebut telah memiliki banyak pengalaman dan keterampilan.

3. Anggota Keluarga

Usahatani membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan aktivitas farming baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Petani yang memiliki banyak anggota keluarga akan memiliki banyak ketersediaan tenaga kerja. Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja dapat meringankan pekerjaan petani serta meningkatkan pendapatan. Tabel berikut ini menunjukkan sebaran berdasarkan jumlah anggota keluarga dalam kategori sangat sedikit, sedikit , cukup, dan banyak.


(56)

42

Tabel 3. Sebaran Petani Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Jumlah

Keluarga (Orang)

UT Padi dengan Irigasi Sumur Pompa

UT Jagung dengan Irigasi Sumur Pompa

UT Jagung dengan Irigasi Pompa DAS Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1 5 0 0 1 5

2 9 45 6 30 4 20

3 6 30 8 40 8 40

>3 4 20 6 30 7 35

Jumlah 20 100 20 100 20 100

Sumber : Data primer

Anggota keluarga merupakan sumber tenaga kerja dalam keluarga potensial. Usahatani padi membutuhkan intensitas pekerjaan yang tinggi khususnya pada aktivitas tanam, sehingga idealnya memiliki anggota keluarga yang lebih banyak agar dapat mengurangi biaya upah tenaga kerja luar keluarga. Kondisi di lapangan menyatakan bahwa beberapa petani dibantu oleh anggota keluarga baik anak, menantu, ataupun saudara (kakak/adik) pada aktivitas tertentu yaitu pada saat tanam dan panen.

Berdasarkan data di atas, jumlah keluarga petani usahatani jagung dengan irigasi sumur pompa dan DAS rata- rata sebanyak 3 orang/petani. Jumlah ini lebih ideal jika dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga petani UT padi dengan irigasi sumur pompa yang hanya 2 orang/petani.

Namun secara keseluruhan jumlah anggota rata- rata petani jagung dengan irigasi DAS lebih banyak dibandingkan petani jagung dengan irigasi sumur pompa. Dengan demikian, dari segi penggunaan TKLK dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung dengan irigasi DAS berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan usahatani jagung dengan irigasi pompa DAS karena upah yang harus dibayarkan secara nyata lebih sedikit.


(57)

43 4. Status Lahan Garapan

Usahatani membutuhkan media tanam yang menyediakan unsur hara tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi. Tidak semua petani memiliki hak milik terhadap lahan pertanian. Petani yang tidak memiliki lahan dapat mengolah lahan dengan menyewa lahan milik orang lain atau instansi yang ada. Sebagian petani yang memiliki cukup modal dan sumber daya dapat memperluas areal pertanian dengan menyewa lahan. Tentunya sewa lahan membutuhkan kompensasi sejumlah uang sebagai biaya sewa. Harga sewa pertahun pada waktu penelitian (tahun 2015) di lokasi penelitian mencapai ± Rp 10.000.000,00 /ha. Selain sewa, petani dimungkinkan mengolah lahan lungguh yaitu lahan pertanian yang didapatkan selama menjabat sebagai perangkat desa. Tabel di bawah ini menunjukkan data pemilikan lahan petani.

Tabel 4. Sebaran Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Pertanian Status

Lahan

UT Padi dengan Irigasi Sumur Pompa

UT Jagung dengan Irigasi Sumur Pompa

UT Jagung dengan Irigasi Pompa DAS Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

Sewa 5 25 9 45 3 15

Hak Milik 14 70 10 50 16 80

Lungguh 1 5 1 5 1 5

Jumlah 20 100 20 100 20 100

Sumber : Data primer

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas petani mengolah lahan non sewa. Status non sewa terdiri dari lahan lungguh dan hak milik. Lahan hak milik maupun lungguh merupakan asset yang berharga dan berpotensi mendapatkan pendapatan yang maksimal karena tidak harus membayar uang sewa.


(58)

44

Dari ketiga kelompok usahatani tersebut, kelompok usahatani jagung dengan irigasi sumur pompa adalah kelompok petani yang paling banyak mengolah lahan sewa dibandingkan kelompok usahatani padi dengan irigasi sumur pompa dan UT jagung dengan irigasi pompa DAS. Petani yang mengolah lahan sewa berpotensi memiliki pendapatan yang paling sedikit karena harus membayar uang sewa lahan.

B. Input Usahatani

Input usahatani adalah segala masukan yang dialokasikan oleh petani untuk memperoleh produksi yang maksimal. Penambahan kuantitas salah satu input tidak selalu meningkatkan jumlah maupun kualitas produksi. Adapun faktor produksi yang dialokasikan dalam penelitian ini adalah luas lahan, intensitas irigasi, benih, tenaga kerja, pupuk, dan modal.

1. Lahan

Lahan merupakan faktor penting dalam usahatani yaitu sebagai media tumbuh tanaman pangan. Pada lahan yang luas dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi pula. Tabel di bawah ini menunjukkan data luas lahan yang diolah petani.


(59)

45

Tabel 5. Sebaran Petani Menurut Luas Lahan Pertanian Luas

Lahan (m2)

UT Padi dengan Irigasi Sumur Pompa

*)

UT Jagung dengan Irigasi Sumur Pompa

**)

UT Jagung dengan Irigasi Pompa DAS

***) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

<1000 9 45 6 30 4 20

1000-1999 7 35 12 60 8 40

2.000-2999 3 15 1 5 4 20

≥3000 1 5 1 5 4 20

Jumlah 20 100 20 100 20 100

Sumber : Data Primer

Catatan : *) Luas lahan rata- rata 0,113 ha; **) Luas lahan rata- rata 0,113 ha; ***) Luas lahan rata-rata 0,185 ha

Berdasarkan data di atas, secara keseluruhan mayoritas petani hanya mengolah lahan 1000- 1999 m2. Kelompok usahatani jagung dengan irigasi DAS memiliki jumlah petani pemilik lahan di atas 2.000 m2 paling banyak. Luas lahan petani jagung dengan irigasi pompa DAS seluas 1.850 m2 paling tinggi di antara usahatani padi dan jagung dengan irigasi sumur pompa yang hanya seluas 1.130 m2 Dengan demikian, dari segi luas lahan dapat disimpulkan bahwa petani UT jagung dengan irigasi pompa DAS berpotensi memperoleh produksi yang tinggi. 2. Irigasi

Tanaman pangan membutuhkan air untuk melarutkan nutrisi dan diserap ke setiap bagian tanaman. Kebutuhan air pada tanaman pangan padi dan jagung cukup tinggi. Pada MT 2 hujan curah hujan tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan tanaman sehingga membutuhkan irigasi dari sumur pompa atau daerah aliran sungai.


(60)

46

Intensitas irigasi dapat diperbandingkan pada skala per hektar untuk mengetahui usahatani mana yang membutuhkan intensitas irigasi paling banyak. Tabel di bawah menunjukkan data penggunaan irigasi dari ketiga kelompok usahatani.

Tabel 6. Penggunaan Irigasi pada Ketiga Kelompok Usahatani Responden UT Padi dengan

Irigasi Sumur Pompa *)

UT Jagung dengan Irigasi Sumur Pompa **)

UT Jagung dengan Irigasi Pompa DAS ***)

Irigasi (Jam/UT) 7,7 5,7 14,6

Rata- Rata Irigasi

(Jam/2.000m2) 13,67 10,11 15,81

Sumber : Data Primer

Catatan : *) Luas lahan rata- rata 0,113 ha; **) Luas lahan rata- rata 0,113 ha; ***) Luas lahan rata-rata 0,185 ha

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa UT jagung dengan irigasi pompa DAS memiliki intensitas irigasi yang paling tinggi karena sistem irigasi yang berbeda dari sistem irigasi sumur pompa. Sistem irigasi DAS menggunakan pompa pribadi yang ukurannya tidak selalu sama pada setiap petani serta debit airnya lebih kecil dari sistem irigasi sumur pompa.

Kemampuan sistem irigasi DAS cenderung kecil yaitu hanya mampu mengairi lahan sekitar 395,72 m2/jam sedangkan sistem irigasi sumur pompa mampu mengairi lahan 1.130 m2/jam. Besaran kompensasi yang dibayarkan pada sistem irigasi DAS sebesar Rp 22.500,- /Jam sedangkan pada sistem irigasi sumur pompa mencapai Rp 60.000,-. Dengan biaya senilai Rp 60.000,-, sistem irigasi DAS dapat mengairi lahan seluas 1055,28 m2. Perhitungan tersebut hanya berdasarkan pada aktual lapangan bukan pada besaran debit air yang masuk ke lahan pertanian, sehingga dapat dikatakan bahwa dari segi biaya sistem irigasi sumur pompa lebih murah daripada sistem irigasi pompa DAS.


(61)

47

Namun demikian, sistem irigasi DAS tidak dapat digunakan pada musim kemarau panjang dikarenakan debit air yang terlalu kecil. Lain halnya dengan sistem irigasi sumur pompa yang memiliki debit air melimpah meskipun pada musim hujan . Hal ini dikarenakan air yang digunakan bersumber pada aquifer dalam tanah sedalam 130 m2. Aquifer tersebut menampung debit air yang besar sehingga tetap tersedia meskipun kemarau panjang sekalipun. Di lain pihak, sistem irigasi pompa pada DAS yang bersumber pada aliran sungai permukaan hanya menampung resapan curah hujan sehingga akan surut jika dieksploitasi berlebihan. Jika sungai tersebut surut dapat menyebabkan ketinggian permukaan air sungai menurun sehingga air tidak dapat dimanfaatkan ke lahan pertanian menggunakan pompa air. Bahkan pada MT2 yang masih terdapat curah hujan, sungai tersebut sering mengalami surut ketika beberapa petani menggunakan pompa air secara bersama- sama. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi yang baik antar petani pengguna pompa air pada DAS.

Oleh sebab itu, perlu adanya suatu lembaga yang mengatur penggunaan air sungai tersebut agar dapat dimanfaatkan secara bergiliran dan teratur. Dengan demikian, pemanfaatan irigasi DAS oleh petani dapat merata dan optimal karena debitnya cukup. Lembaga tersebut juga dapat menjadi sarana untuk pengembangan sistem irigasi DAS misalnya melalui pembangunan bendungan dan pompa air kelompok.

Pada sistem irigasi sumur pompa, usahatani padi membutuhkan intensitas irigasi yang lebih tinggi dibanding usahatani jagung. Hal ini dikarenakan umur panen padi lebih lama serta tanaman padi merupakan tanaman semi-aqua yang


(62)

48

membutuhkan lebih banyak air dibanding tanaman jagung. Kebutuhan air tanaman padi yang harus segera terpenuhi adalah ketika memasuki fase generatif ditandai dari awal pembungaan sampai menjelang panen. Pada fase tersebut, curah hujan pada MT 2 juga menurun sehingga petani harus melakukan pengairan secara rutin 5- 7 hari sekali agar tanaman padi berproduksi secara optimal.

3. Benih

Benih merupakan input awal yang paling menentukan dalam usahatani. Benih membawa sifat- sifat genetik yang nantinya akan menentukan bagaimana karakteristik produk pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Jenis benih yang digunakan di lokasi penelitian cukup beragam. Setiap jenis benih memiliki keunggulan dan kelemahan sehingga tergantung dari masing- masing individu petani.

Mayoritas petani (75%) menggunakan benih Inpari. Hal ini dikarenakan benih Inpari adalah benih yang diberikan Dinas Pertanian Gunungkidul dalam program Optimasi Lahan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi beras Gunungkidul. Petani lainnya yang tidak menggunakan benih inpari adalah petani yang lebih memilih membeli benih lain agar mendapatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi yang diharapkan. Benih Inpari merupakan benih yang relatif baru bagi sebagian besar petani di Desa Ngeposari sehingga tidak semua petani bersedia mencoba benih tersebut.

Pada usahatani jagung dengan irigasi sumur pompa, petani lebih memilih menggunakan jagung Bisi- series yang merupakan benih hibrida dari perusahaan dengan merk dagang “Kapal Terbang”. Adapun usahatani jagung dengan irigasi


(63)

49

pompa DAS mayoritas menggunakan benih P- series yang dikeluarkan oleh perusahaan benih dengan merk dagang “Pioneer”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan petani menggunakan benih hibrida untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi.

Jenis benih jagung yang digunakan juga dipengaruhi oleh tujuan usahatani petani jagung. Petani jagung yang bertujuan untuk menjual hasil berupa pakan ternak tentunya menggunakan benih yang relatif lebih murah seperti benih merk “Bisma” dan “Bisi- series”. Selain itu, petani yang bertujuan menjual berupa pakan ternak menanam dengan jumlah benih lebih banyak pada setiap lubang tanam serta jarak tanam yang lebih sempit. Pada umumnya penggunaan benih jagung (untuk produksi buah) dalam satu lubang antara 1-2 butir, tetapi pada usahatani untuk pakan ternak petani di lokasi penelitian menggunakan 3-4 butir per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan pada usahatani jagung untuk pakan ternak juga lebih dekat 5 cm dari jarak usahatani jagung produksi buah. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung untuk pakan ternak memiliki volume penggunaan benih yang lebih besar.

Di sisi lain jika dilihat dari persepsi volume penggunaan benih, penambahan jumlah benih pada lahan pertanian tidak selalu menghasilkan peningkatan produksi sehingga pada titik tertentu di mana penambahan benih yang berlebihan justru mengurangi hasil produksi. Tabel berikut ini menyajikan data volume penggunaan benih pada kelompok responden.


(64)

50

Tabel 7. Data Volume Penggunaan Benih pada Ketiga Kelompok Responden. UT Padi dengan

Irigasi Sumur Pompa *)

UT Jagung dengan Irigasi Sumur

Pompa **)

UT Jagung dengan Irigasi Pompa DAS ***) Rerata penggunaan

benih (Kg/UT) 2,225 2,15 2,45

Penggunaan Benih (Kg/2.000 m2)

3,94 3,81 2,65

Sumber : Data Primer

Catatan : *) Luas lahan rata- rata 0,113 ha; **) Luas lahan rata- rata 0,113 ha; ***) Luas lahan rata-rata 0,185 ha

Berdasarkan data di atas, penggunaan benih tertinggi terdapat pada usahatani padi dengan irigasi sumur pompa yaitu mencapai 3,94 kg/ha. kebutuhan benih usahatani padi memang lebih tinggi dari usahatani jagung.

Di sisi lain usahatani jagung dengan irigasi sumur pompa menggunakan benih yang jauh lebih banyak dari pada usahatani usahatani jagung dengan irigasi pompa DAS. Penggunaan benih yang lebih banyak disebabkan oleh perbedaan kebiasaan tanam antara petani pada lahan irigasi sumur pompa dan petani pada lahan irigasi DAS. Petani sumur pompa terbiasa menggunakan benih dalam jumlah yang cukup banyak.

Selain itu, jenis benih yang digunakan pada usahatani dengan irigasi pompa DAS juga berpengaruh terhadap jumlah penggunaan benih. Petani jagung dengan irigasi pompa DAS rata- rata menggunakan benih P-series yang harganya relatif lebih mahal dari benih yang digunakan oleh petani jagung dengan irigasi sumur pompa yaitu Bisi-series. Oleh sebab itu, petani jagung dengan irigasi pompa DAS menggunakan jumlah benih yang lebih sedikit.


(1)

13 KB Wetan 58 30 2 Hak milik 1.000 Blok 5

14 KB Wetan 40 15 4 sewa 750 Blok 1

15 Ngepos 55 15 4 sewa 750 Blok1

16 KB Lor A 33 11 3 Hak milik 1.000 Blok 2 17 Ngepos 63 40 4 lungguh 1.500 Blok 1

18 Keblak 65 35 2 sewa 2.000 Blok 4

19 Kangkung A

65 25 2 Hak milik 3.000 Blok 2 20 KB Wetan 66 40 3 Hak milik 1.500 Blok 5

C. Petani Jagung dengan Irigasi DAS

Profil Status Lahan

No Responden

Alamat Umur Lama

Bertani

Jml Kel.

Status Luas Lokasi

1 KB Wetan 38 18 2 Hak milik 700 Bulak 2 Ngepos 63 40 4 Hak milik 2.000 Bulak 3 Gunungsari 56 30 4 Hak milik 5.000 Bulak 4 Gunungsari 49 15 4 Hak milik 5.000 Bulak 5 Gunungsari 75 60 3 Hak milik 2.000 Bulak 6 Gunungsari 40 15 3 Hak milik 1.000 Bulak 7 Kranggan 43 15 3 Hak milik 1.500 Bulak 8 Gunungsari 52 30 5 Lungguh 2.000 Bulak

9 KB Wetan 42 20 3 Sewa 3.000 Bulak

10 KB Wetan 32 15 4 Hak milik 1.000 Bulak 11 KB Wetan 50 20 4 Hak milik 3.000 Bulak 12 KB Wetan 73 55 4 Hak milik 2.500 Bulak 13 KB Wetan 74 60 2 Hak milik 1.200 Bulak 14 KB Wetan 69 46 1 Hak milik 600 Bulak 15 KB Wetan 52 25 3 Hak milik 600 Bulak 16 KB Wetan 68 40 2 Hak milik 400 Bulak

17 KB Wetan 58 40 3 Sewa 1.500 Bulak

18 Ngaglik 59 30 2 Sewa 1.500 Bulak

19 KB Lor A 33 11 3 Hak milik 1.000 Bulak 20 KB Wetan 55 38 3 Hak milik 1.500 Bulak


(2)

Lampiran 3. Peta Desa Ngeposari

Lokasi Penelitian Sungai

Peta Lokasi Penelitian Lokasi Sumur Pompa


(3)

Lampiran 4. Keadaan Irigasi Sumur Pompa di Desa Ngeposari


(4)

Sumur pompa Bak pembagi


(5)

Lampiran 5. Keadaan Irigasi Pompa DAS di Desa Ngeposari


(6)

Keadaan daerah aliran sungai