CERITA RAKYAT GUA JLAMPRONG DI DESA NGEPOSARI, KECAMATAN SEMANU KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

( Sebuah Studi Inventarisasi, Dokumentasi, dan Fungsi Folklor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : DONY SETIYAWAN

C 0105016

JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Nama : Doni Setyawan NIM : C 0105016

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul CERITA RAKYAT GUA JLAMPRONG DI DESA NGEPOSARI, KECAMATAN SEMANU KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Sebuah Studi Inventarisasi, Dokumentasi, dan Fungsi Folklor) adalah benar-benar karya sendiri bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Mei 2012 Yang membuat pernyataan

Doni Setyawan

MOTTO

Pelajari jalannya kemudian carilah jalan sendiri. (Biksu Tang dalam King of Monkey)

Aja dadi macan kang ora duwe siyung ’Jangan menjadi harimau yang tidak memiliki gigi taring’ (penulis)

Saat waktu tak berpihak hendaklah berteriak tapi jangan terdengar. ( penulis )

PERSEMBAHAN

Kepada Bapak dan Ibuku yang terhomat Almamater yang kubanggakan Kekasih hatiku tercinta Pembaca yang budiman

KATA PENGANTAR

Hanya kepada Allah SWT segala puji kehadiratNya dipanjatkan karena hanya Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya dan atas kasih-Nya yang melimpah kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesukaran. Namun berkat bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu sudah sepantasnyalah apabila dalam kesempatan ini dengan penuh ikhlas dan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D.,selaku Dekan Fakultas Sastra beserta staf yang telah mengijinkan penulis mengakhiri studi dengan pembuatan skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberi dorongan serta bimbingan untuk mengakhiri studi.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah dengan penuh perhatian dan kebijaksanaanya, serta yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang senantiasa

memberi motifasi dan dorongan dalam menempuh perkuliahan.

kesabaran, kegigihan, dan kedisiplinan mengarahkan penulis hingga selesainya skripsi ini.

6. Siti Muslifah, S.S., M.Hum., selaku pembimbing kedua, dengan penuh kesabaran mengarahkan dan memberi petunjuk yang sangat berguna bagi penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan

yang sangat berguna kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Masyarakat Desa Ngeposari, Semanu beserta jajaran pemerintahan yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian sebagai data skripsi

9. Teman-teman Mahasiswa Sastra Daerah beserta saudara-saudaraku Wiswakarman yang banyak membantu dan member masukan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan dari semua pihak tersebut di atas maupun yang tidak penulis sebut mendapat imbalan yang layak dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini walau telah diusahakan semaksimal mungkin, namun karena keterbatasan penulis, banyak kekurangan dan kekeliruan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun penulis terima dengan terbuka.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

: Sinopsis Cerita

Lampiran II

: Surat Penelitian

Lampiran III

: Data Informan atau Narasumber

Lampiran IV : Pertanyaan dan jawaban Informan atau Narasumber Lampiran V : Foto - Foto Lampiran VI

: Rekaman audio visual

2. Faktor Pengayatan Masyarakat terhadap Keberadaan Cerita

Gua Jlamprong........................................................................... 62

BAB V PENUTUP.......................................................................................... 68

A. Kesimpulan....................................................................................... 68

B. Saran.................................................................................................. 70 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 72 LAMPIRAN..................................................................................................... 74

Dony Setyawan. C 0105016. Cerita Rakyat Gua Jlamprong Di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta (Sebuah Studi Inventarisasi, Dokumentasi, dan Fungsi Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Alasan umum yang melatar belakangi penelitian cerita rakyat Cerita Rakyat Gua Jlamprong ini adalah, penelitian terhadap karya sastra dirasa kurang maksimal, dan sebagai bukti masih banyak karya sastra yang belum dijadikan obyek penelitian dan belum di kaji khususnya cerita rakyat Gua Jlamprong, cerita rakyat Gua Jlamprong mengandung ajaran yang berguna bagi pendukungnya dan cerita rakyat Gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti, bentuk dan isi serta fungsi yang terkandung di dalam cerita rakyat Gua Jlamprong dan bukti artefak serta fungsi mitos cerita Gua Jlamprong.

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana perbandingan isi cerita gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta? (2) Bagaimana bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat di Gua Jlamprong? (3) Bagaimana fungsi cerita bagi masyarakat yang terkandung didalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Dukuh Mojo, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta? (4) Adakah bukti-bukti artefak yang terkait dengan cerita rakyat Gua Jlamprong? dan (5) Apakah fungsi mitos dan penghayatan masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat Gua Jlamprong memiliki kekuatan budaya yang mampu menimbulkan tradisi-tradisi dalam masyarakat?

Penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui perbandingan isi cerita Gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Mendiskripsikan bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat di Gua Jlamprong. (3) Mengetahui fungsi cerita bagi masyarakat yang terkandung didalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Dukuh Mojo, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. (4) Mengetahui bukti-bukti artefak yang terkait dengan cerita rakyat Gua Jlamprong. (5) Mendiskripsikan fungsi mitos dan penghayatan masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat Gua Jlamprong memiliki kekuatan budaya yang mampu menimbulkan tradisi-tradisi dalam masyarakat.

Teori yang digunakan adalah teori folklor. Teori folklor diambil karena penelitian terhadap cerita rakyat Gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan tinjauan folklor.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta jenis penelitian folklor, Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta jenis penelitian folklor,

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Cerita rakyat Gua Jlamprong menceritakan asal-usul gua itu sendiri dan keberada gua di Desa Ngeposari. Profil masyarakat Desa Ngeposari yang merupakan daerah pedesaan dengan masyarakat yang kebanyakan hanya berpendidikan SD ini juga masih kuat menjunjung tradisi dan budaya dengan latar belakang masyarakat yang mayoritas muslim namun masyarakat juga meyakini budaya kejawen. (2) Bentuk dan Isi Cerita rakyat Gua Njlamprong ini mempunyai cerita tentang asal-usul Gua Jlamprong di desa Ngeposari dan cerita tentang asal-usul Cerita Gua Jlamprong itu sendiri yang disertai dengan tokoh legendarisnya yaitu Gus Bandol dan Jlamprong. Tokoh tersebut memiliki kekuatan-kekuatan magis yang disakralkan oleh masyarakat. Jlamprong ini adalah hewan harimau putih keturunan Kyai Kepek, masih melindungi mereka dan menjadi hewan piaraan sang penguasa di wilayah tersebut yaitu Gus Bandol dengan dua rekannya yang bernama Gus Kartijo, dan Gus Kartiman, ketiganya merupakan punggawa Majapahit yang saat itu tengah melakukan sasmito gaib di daerah yang banyak pohon Mojonya selain melakukan sasmito gaib mereka juga bergabung dengan rakyat dan melakukan bimbingan pertanian sehingga masyarakat bisa bercocok tanam sekalipun air sulit didapatkan disana, selain itu juga mengajarkan seni dan kebudayaan antara lain seni ukir batu ornamen yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh penduduk Ngeposari bahkan menjadikannya mata pencaharian. (3) Cerita rakyat Gua Njlamprong merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang hidup pada masyarakat di Kelurahan Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Fungsi Cerita rakyat gua Jlamprong terkandung ajaran diantaranya: a) Ajaran untuk mengetahui asal-usul nenek moyangnya. b) Ajaran untuk menghargai jasa orang yang telah melakukan perbuatan yang bermanfaat. c) Ajaran untuk melestarikan budaya. d) Ajaran untuk mengetahui asal-usul suatu tempat. (4) Bukti artefak dari cerita rakyat gua Jlamprong adalah gua Jlamprong itu sendiri yang hingga saat ini masih terpelihara dengan baik oleh masyarakat. (5) Penghayatan masyarakat dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat desa Ngeposari Kecamatan Semanu, masih banyak yang mengakui keberadaan Cerita Rakyat Gua Jlamprong. Masyarakat yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya seperti masyarakat desa Ngeposari ini menganggap Cerita Rakyat Gua Jlamprong merupakan warisan budaya dan leluhurnya yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sampai anak cucunya. Masyarakat desa Ngeposari mengadakan upacara Rasulan di gua Jlamprong pada setiap tahunnya yang tujuanya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat desa Ngeposari juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota masyarakat. Selain itu tradisi rasulan selalu dilakukan Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Cerita rakyat Gua Jlamprong menceritakan asal-usul gua itu sendiri dan keberada gua di Desa Ngeposari. Profil masyarakat Desa Ngeposari yang merupakan daerah pedesaan dengan masyarakat yang kebanyakan hanya berpendidikan SD ini juga masih kuat menjunjung tradisi dan budaya dengan latar belakang masyarakat yang mayoritas muslim namun masyarakat juga meyakini budaya kejawen. (2) Bentuk dan Isi Cerita rakyat Gua Njlamprong ini mempunyai cerita tentang asal-usul Gua Jlamprong di desa Ngeposari dan cerita tentang asal-usul Cerita Gua Jlamprong itu sendiri yang disertai dengan tokoh legendarisnya yaitu Gus Bandol dan Jlamprong. Tokoh tersebut memiliki kekuatan-kekuatan magis yang disakralkan oleh masyarakat. Jlamprong ini adalah hewan harimau putih keturunan Kyai Kepek, masih melindungi mereka dan menjadi hewan piaraan sang penguasa di wilayah tersebut yaitu Gus Bandol dengan dua rekannya yang bernama Gus Kartijo, dan Gus Kartiman, ketiganya merupakan punggawa Majapahit yang saat itu tengah melakukan sasmito gaib di daerah yang banyak pohon Mojonya selain melakukan sasmito gaib mereka juga bergabung dengan rakyat dan melakukan bimbingan pertanian sehingga masyarakat bisa bercocok tanam sekalipun air sulit didapatkan disana, selain itu juga mengajarkan seni dan kebudayaan antara lain seni ukir batu ornamen yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh penduduk Ngeposari bahkan menjadikannya mata pencaharian. (3) Cerita rakyat Gua Njlamprong merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang hidup pada masyarakat di Kelurahan Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Fungsi Cerita rakyat gua Jlamprong terkandung ajaran diantaranya: a) Ajaran untuk mengetahui asal-usul nenek moyangnya. b) Ajaran untuk menghargai jasa orang yang telah melakukan perbuatan yang bermanfaat. c) Ajaran untuk melestarikan budaya. d) Ajaran untuk mengetahui asal-usul suatu tempat. (4) Bukti artefak dari cerita rakyat gua Jlamprong adalah gua Jlamprong itu sendiri yang hingga saat ini masih terpelihara dengan baik oleh masyarakat. (5) Penghayatan masyarakat dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat desa Ngeposari Kecamatan Semanu, masih banyak yang mengakui keberadaan Cerita Rakyat Gua Jlamprong. Masyarakat yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya seperti masyarakat desa Ngeposari ini menganggap Cerita Rakyat Gua Jlamprong merupakan warisan budaya dan leluhurnya yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sampai anak cucunya. Masyarakat desa Ngeposari mengadakan upacara Rasulan di gua Jlamprong pada setiap tahunnya yang tujuanya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat desa Ngeposari juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota masyarakat. Selain itu tradisi rasulan selalu dilakukan

Dony Setyawan. C0105016. Cerita Rakyat Gua Jlamprong Di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta (Sebuah Studi Inventarisasi, Dokumentasi, dan Fungsi Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ingkang dados alêsan panalitèn cariyos rakyat Guwa Jlamprong inggih mênika amargi kirangipun panalitèn babagan karya sastra lan minangka bukti, taksih kathah karya sastra ingkang dèrèng dipun dadosakên objek panalitèn, utaminipun cariyos rakyat Guwa Jlamprong, ingkang ngandhut piwucal ingkang migunani tumrap masyarakatipun lan cariyos rakyat Guwa Jlamprong ing Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daèrah Istimewa Yogyakarta mênika sapangêrtosan panulis dèrèng wonten inkang nêliti, saking wujud lan wosing sarta kagunan ingkang kakandhut wonten ing cariyos rakyat Gua Jlamprong lan bukti artefak sarta kagungan mitos cariyos Gua Jlamprong.

Pêrkawis ingkang dipun wêdhar wontên ing panalitèn mênika (1) Kados pundi wosing cariyos Guwa Jlamprong ing Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta? (2) Kados punapa kemawon wujud lan wosing cariyos kaliyan mitos ingkang wontên ing Guwa Jlamprong? (3) Punapa kemawon kagunan cariyos kagêm masyarakat ingkang kaèmot ing cariyos Guwa Jlamprong ing Dukuh Mojo, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta? (4) punapa wontên bukti-bukti artefak ingkang wontên gandhèng cènèngipun kaliyan carios rakyat Guwa Jlamprong? Lan (5) punapa kagunan mitos lan penghayatan masyarakat tumrap wotênipun cariyos rakyat Guwa Jlamprong anggadhahi kêkiyatan budaya ingkang sagêd nuwuhakên tradisi-tradisi wontên ing masyarakat?

Panalitèn mênika anggadhahi ancas (1) mangêrtosi bèntênipun wosing cariyos Guwa Jlamprong ing Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) anggambarakên kaliyan wosipun cariyos sarta mitos ingkang wontên ing Gua Jlamprong. (3) mangêrtosi kagunan cariyos kagêm masyarakat ingkang kaèmot wontên ing cariyos rakyat Guwa Jlamprong ing Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. (4) ngawuningani bukti-bukti artefak ingkang wontên gandhèng cènèngipun kalihan cariyos rakyat Guwa Jlamprong. (5) anggambarakên pigunanipun mitos kalihan penghayatan masyarakat tumrap wontênipun cariyos rakyat Guwa Jlamprong anggadhahi kêkiyatan budaya ingkang sagêd nuwuhakên tradisi-tradisi wontên ing masyarakat.

Teori ingkang dipun têrapaken inggih mênika teori folklor, teori folklor mênika dipun pundhut amargi panalitèn crita rakyat Guwa Jlamprong ing Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta angginakakên tinjauan folklor.

dunungipun panalitèn wontên ing ing Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta kalêbêt wontên ing jenis panalitèn folklor, wujudipun panalitèn inggih mênika diskriptif kualitatif. Sumbêr data ingkang kapundhut inggih mênika saking informan kalihan buku. Data primer inggih mênika cariyos babagan Guwa Jlamprong kaliyan penghayatan dhumatêng cariyos rakyat kasêbat. Data sekunder inggih mênika informan sarta asil referensi ingkang sampun kasêrat. Tata cara ngêmpalakên data inggih mênika kanthi studi dokumèn, observasi langsung, wawancara, kalihan analisis wosing cariyos. Tata cara analisis data ingkang dipun agêm inggih mênika teknik analisis interaktif.

Dudutan saking panalitèn inggih mênika (1) cariyos rakyat Guwa Jlamprong nyariosakên asal-usul Gua mênika piyambak lan papan dunungipun Guwa wontên ing Desa Ngeposari. Profil masyarakat Desa Ngeposari minangka tlatah padesan ingkang masyarakatipun langkung kathah naming saking lulusan SD mênika taksih anglêluri tradisi lan budaya. Mayoritas masyarakatipun muslim, ewadene taksih mêmêtri budaya Jawi. (2) wujud lan wosipun cariyos rakyat Guwa Jlamprong mênika awujud asal-usul Guwa Jlamprong wontên ing Desa Ngeposari kanthi paraganipun Gus Bandol kaliyan Jlamprong. Paraga mênika anggadhahi kadigdayan ingkang dipunugêmi dening masyarakat. Jlamprong mênika inggih awujud sima pêthak taksih turun Kyai Kepek, ingkang dados klangênanipun Gus Bandol ingkang dipun kancani kalian rowangipun inggih mênika Gus Kartijo kaliyan Gus Kartiman, têtiganipun mênika prajurit Majapahit ingkang dipun wastani Mojo. Botên namung samadi, para paraga mênika inggih maringi piwucal babagan pêrtanian. Saklintunipun inggih mênika maringi piwucal babagan sêni lan budaya inggih mênika sêni ukir sèla ornamen ingkang ngantos samênika taksih dipun lêluri kaliyan masyarakat Ngeposari dados pakaryanipun. (3) cariyos rakyat Guwa Jlamprong minangka salah satunggalipun bagean saking kabudayang ingkang taksih gêsang wontên ing masyarakat Kalurahan Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta lan sakiwa têngênipun. Kaginan cariyos Guwa Jlmaprong angandhut piwucal inggih mênika : a) piwucal kagêm mangêrtosi lêluhuripun. b) piwucal kagêm ngajèni tumrap jasanipun tiyang ingkang migunani tumrap pagêsangan. c) piwucal kagêm anglêluri budaya. d) piwucal kagêm mangêrtosi asalipun papan panggenan. (4) bukti artefak saking cariyos rakyat Guwa Jlamprong ingih mênika awujud guwa, Guwa Jlamprong mênika piyambak ingkang dumugi samênika taksih dipun ruwat kanthi sae dening masyarakat. (5) panghayatan masyarakat ingkang sagêd dipunsimpulakên inggih mênika masyarakat desa Ngeposari Kecamatan Semanu, taksih kathah ingkang ngakèni kawontênan cariyos rakyat Guwa Jlamprong. Masyarakat ingkang taksih nganggêp cariyos Guwa Jlamprong mênika taksih ngugêmi tradisi dumugi samênika. Kabudayan mênika tumrapipun masyarakat desa Ngeposari dipunanggêp tilaran saking lêluhur lan kedah lêluri nagntosa putra wayah. Masyarakat Desa Ngeposari ngawontênakên upacara rasulan wontên ing Gua Jlamprong sabên satunggal tahun sêpisan, ingkang nggadahi wêrdi mêmêtri arwah para leluhur lan sarana ngrukunakên para warga. Sanèsipun

Biasanipun ritual rasulan mênika dipun adhani sabibaripun panèn.

2 Drs. Christiana Dwi W, M.Hum. 3 Siti Muslifah, S.S., M.Hum. bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat di Gua Jlamprong. (3) Mengetahui fungsi cerita bagi masyarakat yang terkandung

didalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Dukuh Mojo, Desa

ABSTRAK

Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. (4) Mengetahui bukti-bukti artefak yang

2012. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni terkait dengan cerita rakyat Gua Jlamprong. (5) Mendiskripsikan Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

fungsi mitos dan penghayatan masyarakat terhadap keberadaan Alasan umum yang melatar belakangi penelitian cerita rakyat

cerita rakyat Gua Jlamprong memiliki kekuatan budaya yang Cerita Rakyat Gua Jlamprong ini adalah, penelitian terhadap karya

mampu menimbulkan tradisi-tradisi dalam masyarakat. sastra dirasa kurang maksimal, dan sebagai bukti masih banyak

Teori yang digunakan adalah teori folklor. Teori folklor diambil karya sastra yang belum dijadikan obyek penelitian dan belum di

karena penelitian terhadap cerita rakyat Gua Jlamprong di Desa kaji khususnya cerita rakyat Gua Jlamprong, cerita rakyat Gua

Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Jlamprong mengandung ajaran yang berguna bagi pendukungnya

Istimewa Yogyakarta menggunakan tinjauan folklor. dan cerita rakyat Gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan

Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari Semanu Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta

penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di desa sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti, bentuk dan isi

Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah serta fungsi yang terkandung di dalam cerita rakyat Gua

Istimewa Yogyakarta jenis penelitian folklor, bentuk penelitian Jlamprong dan bukti artefak serta fungsi mitos cerita Gua

deskriptif kualitatif. Sumber data yaitu informan dan buku. Data Jlamprong .

primer yaitu cerita tentang Gua Jlamprong dan penghayatan Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana

terhadap cerita rakyat tersebut dan data sekunder yaitu informan perbandingan isi cerita gua Jlamprong di Desa Ngeposari, serta hasil referensi tertulis. Teknik pengumpulan data dengan Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa studi dokumen, observasi langsung, wawancara, dan analisis isi. Yogyakarta? (2) Bagaimana bentuk dan isi cerita serta mitos yang Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis terdapat di Gua Jlamprong? (3) Bagaimana fungsi cerita bagi interaktif. masyarakat yang terkandung didalam cerita rakyat Gua Jlamprong Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Cerita rakyat Gua di Dukuh Mojo, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Jlamprong menceritakan asal-usul gua itu sendiri dan keberada gua Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta? (4) Adakah bukti- di Desa Ngeposari. Profil masyarakat Desa Ngeposari yang bukti artefak yang terkait dengan cerita rakyat Gua Jlamprong? dan merupakan daerah pedesaan dengan masyarakat yang kebanyakan

hanya berpendidikan SD ini juga masih kuat menjunjung tradisi 1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0105016 dan budaya dengan latar belakang masyarakat yang mayoritas

2 Dosen Pembimbing I

muslim namun masyarakat juga meyakini budaya kejawen. (2)

3 Dosen Pembimbing II

Bentuk dan Isi Cerita rakyat Gua Njlamprong ini mempunyai

dan menjadi hewan piaraan sang penguasa di wilayah tersebut yaitu Gus Bandol dengan dua rekannya yang bernama Gus Kartijo, dan Gus Kartiman, ketiganya merupakan punggawa Majapahit yang saat itu tengah melakukan sasmito gaib di daerah yang banyak pohon Mojonya selain melakukan sasmito gaib mereka juga bergabung dengan rakyat dan melakukan bimbingan pertanian sehingga masyarakat bisa bercocok tanam sekalipun air sulit didapatkan disana, selain itu juga mengajarkan seni dan kebudayaan antara lain seni ukir batu ornamen yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh penduduk Ngeposari bahkan menjadikannya mata pencaharian. (3) Cerita rakyat Gua Njlamprong merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang hidup pada masyarakat di Kelurahan Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Fungsi Cerita rakyat gua Jlamprong terkandung ajaran diantaranya: a) Ajaran untuk mengetahui asal-usul nenek moyangnya. b) Ajaran untuk menghargai jasa orang yang telah melakukan perbuatan yang bermanfaat. c) Ajaran untuk melestarikan budaya. d) Ajaran untuk mengetahui asal-usul suatu tempat. (4) Bukti artefak dari cerita rakyat gua Jlamprong adalah gua Jlamprong itu sendiri yang hingga saat ini masih terpelihara dengan baik oleh masyarakat. (5) Penghayatan masyarakat dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat desa Ngeposari Kecamatan Semanu, masih banyak yang mengakui keberadaan Cerita Rakyat Gua Jlamprong. Masyarakat yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya seperti masyarakat desa Ngeposari ini menganggap Cerita Rakyat Gua Jlamprong merupakan warisan budaya dan leluhurnya yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sampai anak cucunya. Masyarakat desa Ngeposari mengadakan upacara Rasulan di gua Jlamprong pada setiap tahunnya yang tujuanya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat desa Ngeposari juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu warisan dari leluhur adalah karya sastra. Karya sastra itu sendiri

terbagi menjadi dua yaitu karya sastra tulis dan karya sastra lisan. Prosa, puisi, cerita pendek dan lain-lain merupakan karya sastra tulis, sedangkan yang merupakan sastra lisan salah satunya yaitu folklor karena diceritakan dari mulut ke mulut.

Folklor yang ada didalam masyarakat sebagai bentuk cerita dari mulut ke mulut yang sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Sementara menurut James Danandjaya (1984:4), definisi folklor secara keseluruhan adalah : sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu mengingat.

Pada umumnya folklor mempunyai makna dan amanat yang tersembunyi dibalik cerita yang tersebar di masyarakat. Cerita tersebut bertujuan untuk menghormati, memuja dan memohon keselamatan serta ucapan syukur kepada Tuhan melalui para leluhur dan peninggalannya. Mereka percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat diatasi dengan keterlibatan para leluhurnya dan peninggalannya, sehingga akhirnya mempercayai dan meyakini adanya cerita rakyat .

kebudayaan dan adat yang telah dibuat oleh leluhurnya kemudian diteruskan secara turun menurun kepada masyarakat. Melalui folklor tersebut manusia dapat mengetahui asal-usul ataupun kejadian dimana cerita rakyat itu diceritakan kepada masyarakat. Cerita rakyat Gua Jlamprong disebarkan secara lisan dan sampai saat ini masih diyakini kebenarannya oleh masyarakat Desa Ngeposari dan sekitarnya, karena cerita rakyat Gua Jlamprong disebarkan secara lisan maka digolongkan sebagai cerita lisan atau folklor. Folklor sendiri merupakan manifestasi kreatifitas sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Cerita rakyat dalam penyebarannya biasanya bersifat kolektif atau terbatas pada kelompok masyarakat tertentu dan menjadi kebanggaan daerah yang bersangkutan. Gua Jlamprong sendiri merupakan kebanggaan masyarakat Kelurahan Ngeposari. Adapun cerita tersebut mengisahkan tentang perang antara Majapahit dan Demak yang merupakan perang antara ayah dan anak. Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami kekalahan akibatnya kekuasaan berpindah ke Kerajaan Demak, sehingga sang ayah Prabu Brawijaya V beserta keluarga dan abdi dalem yang tidak mau tunduk pada Kerajaan Demak pergi ke Jawa Tengah untuk memenuhi sasmito gaib bahwa wahyu keraton selamanya berada di Jawa Tengah.

Gus Bandol Puspito seorang punggawa perang Majapahit bersama dengan beberapa prajurit lainnya sampailah pada suatu tempat yang banyak terdapat pohon mojo, maka daerah tersebut Dinamakan Padukuhan Mojo. Di daerah ini Gus Bandol beserta para prajurit lainnya menyatu dengan rakyat, dan memberi bimbingan pada para kawula di bidang pertanian, sehingga sampai saat ini walaupun Gunung Kidul

Selain itu mereka juga mengajarkan seni dan kebudayaan antara lain seni ukir batu ornamen yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh penduduk Ngeposari bahkan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian. Karena teraliri darah seni dari nenek moyang maka generasi sekarang terampil dalam seni, diantaranya yaitu seni suara seperti waranggono, penyanyi dan lain sebagainya. Di Desa Ngeposari ini terdapat gua yang sangat indah, yang terletak di bawah dan di ketiga mulut guanya ditumbuhi pepohonan rindang yang membuat udara disekitar gua menjadi sejuk sampai menusuk ke hati. Gua tersebut dinamakan Gua Jlamprong, yang konon nama tersebut berasal dari harimau yang menunggu gua. Harimau tersebut merupakan keturunan dari harimau putih yang bernama Kyai Kepek. Pada suatu hari ketika Jlamprong berburu ke hutan kemudian ia mencari sasaran hewan lain yang akan menjadi santapannya. Dapatlah ia seekor mangsa lalu memakannya, namun disaat ia memakan mangsa hasil buruannya itu, mulutnya tertusuk tulang rusuk mangsa tersebut dan tidak bisa dikeluarkan. Harimau tersebut hanya bisa meraung-raung kesakitan.

Beberapa saat kemudian Jlamprong bertemu dengan Mbah Bodo, yang ingin menolongnya namun rasa takut menghinggapi diri Mbah Bodo. Karena niatnya yang kuat untuk menolong maka Mbah Bodo mengumpulkan keberaniannya untuk mengambil tulang yang menancap di mulut Jlamprong. Akhirnya tulang tersebut dapat diambil dan si Jlamprong sangat berterima kasih karena telah ditolong. Jlamprong berjanji akan membalas budi karena telah terlepas dari maut yang mengancam jiwanya. Jlamprong membalas budi baik Mbah Bodo dengan cara selalu

Setiap malam saat panen ketela Jlamprong selalu setia menemani Mbah Bodo di dekat perapian yang dibuat dari kumpulan kotoran hewan untuk menunggu hasil tanaman yang akan dipanen Mbah Bodo. Karena begitu setianya maka harimau tersebut diberi kalung Gentho sebagai tanda kasih sayang karena telah sering membantu manusia terutama penduduk sekitar Desa Ngeposari. Untuk mengenang budi baik harimau tersebut, yang meskipun merupakan hewan yang buas namun tetap baik budinya dengan sering menolong penduduk, maka gua tempat tinggal harimau tersebut dinamakan Gua Jlamprong dan sampai sekarang masyarakat disekitar Desa Ngeposari masih percaya kalau Jlamprong masih melindungi mereka.

Hingga saat ini arwah dari Gus Bandol dipercaya masih berada di dalam Gua Jlamprong dan Jlamprong menjadi hewan peliharaannya yang akan selalu melindungi masyarakat sekitar. Sampai saat ini masyarakat sekitar masih mengingat dan mengenang kebaikan budi Gus Bandol beserta para punggawa Majapahit lainnya dengan cara pada waktu tertentu memberikan sesaji dan membersihkan gua, yang menjadi tempat tinggal Jlamprong dan sekitar tempat Gus Bandol bertapa hingga muksa.

Masyarakat Ngeposari masih percaya dengan cerita rakyat Gua Jlamprong. Mereka meyakini kalau Jlamprong hewan harimau putih keturunan Kyai Kepek, masih melindungi mereka dan menjadi hewan piaraan sang penguasa di wilayah tersebut yaitu Gus Bandol dengan dua rekannya yang bernama Gus Kartijo, dan Gus Kartiman. Setiap kali setelah musim panen kemarau tepatnya pada hari Senin Legi, Masyarakat Ngeposari masih percaya dengan cerita rakyat Gua Jlamprong. Mereka meyakini kalau Jlamprong hewan harimau putih keturunan Kyai Kepek, masih melindungi mereka dan menjadi hewan piaraan sang penguasa di wilayah tersebut yaitu Gus Bandol dengan dua rekannya yang bernama Gus Kartijo, dan Gus Kartiman. Setiap kali setelah musim panen kemarau tepatnya pada hari Senin Legi,

Alasan yang melatarbelakangi peneliti mengambil objek penelitian Gua Jlamprong adalah selain pada cerita rakyat juga peneliti tertarik adat atau tradisi, dokumentasi dan ajaran. Masyarakat di sekitar Gua Jlamprong yang masih sangat percaya pada Cerita Rakyat Gua Jlamprong dengan melestarikan tata cara adat atau tradisi yang dilakukan nenek moyang mereka hingga sekarang. Kurangnya pendokumentasian tentang cerita rakyat sehingga membuat peneliti tertarik untuk mendokumentasikan cerita rakyat tersebut. Alasan selanjutnya yaitu adanya ajaran yang bagus sehingga perlu penguraian lebih dalam tentang ajaran baik yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah pada profil masyarakat pendukung cerita, bentuk, isi, fungsi, pengaruh cerita rakyat yang terdapat di Gua Jlamprong bagi masyarakat dan bukti artefaknya serta kekuatan budaya yang menimbulkan penghayatan masyarakat. Adapun langkah yang ditempuh oleh peneliti adalah mengkaji cerita rakyat yang terkandung dalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Kelurahan Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Penelitian ini membatasi masalah pada profil masyarakat pendukung cerita, bentuk, isi, fungsi, pengaruh cerita rakyat yang terdapat di Gua Jlamprong bagi masyarakat dan bukti artefaknya serta kekuatan budaya yang menimbulkan penghayatan masyarakat. Adapun langkah yang ditempuh oleh peneliti adalah mengkaji cerita rakyat yang terkandung dalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Kelurahan Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah dimuka, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi:

1. Bagaimana perbandingan isi cerita gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimana bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat di Gua Jlamprong?

3. Bagaimana fungsi cerita bagi masyarakat yang terkandung didalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Dukuh Mojo, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta?

4. Adakah bukti-bukti artefak yang terkait dengan cerita rakyat Gua Jlamprong?

5. Apakah fungsi mitos dan penghayatan masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat Gua Jlamprong memiliki kekuatan budaya yang mampu menimbulkan tradisi-tradisi dalam masyarakat?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut, Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbandingan isi cerita Gua Jlamprong di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jlamprong.

3. Mengetahui fungsi cerita bagi masyarakat yang terkandung didalam cerita rakyat Gua Jlamprong di Dukuh Mojo, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Mengetahui bukti-bukti artefak yang terkait dengan cerita rakyat Gua Jlamprong.

5. Mendiskripsikan fungsi mitos dan penghayatan masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat Gua Jlamprong memiliki kekuatan budaya yang mampu menimbulkan tradisi-tradisi dalam masyarakat.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, manfaat yang ingin dicapai adalah mampu menggunakan dan memanfaatkan teori yang telah ada untuk mengetahui asal- usul, isi dan bentuk, fungsi serta pengaruh cerita rakyat Gua Jlamprong bagi masyarakat pendukungnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pendekatan teori folklor bagi perkembangan sastra dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

b. Pendokumentasian dalam bentuk video untuk memberikan gambaran yang tepat mengenai cerita rakyat Gua Jlamprong yang ada di masyarakat.

c. Bahan penelitian lebih lanjut.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. BAB I

: PENDAHULUAN

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II

: LANDASAN TEORI

Landasan teori meliputi Pendekatan cerita rakyat terdiri dari pengertian cerita rakyat, ciri dan bentuk, serta fungsi dari cerita rakyat. Pendekatan folklor dan pendekatan mitos

BAB III : METODE PENELITIAN Metode penelitian meliputi lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, populasi dan sempel, dan validitas data.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pembahasan meliputi deskripsi dan analisis.

BAB V

: PENUTUP

Penutup meliputi kesimpulan dan saran.

LANDASAN TEORI

Pendekatan yang akan diterapkan dalam melakukan penelitian folklor. Secara etimologis kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris Folklore. Kata itu adalah kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk adalah sinonim dengan kolektif yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Sedangkan lore adalah tradisi folk yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). (James Dananjaja, 1997: 2)

Penelitian Folklor meliputi tiga tahap yaitu pengumpulan, pengulangan dan penganalisisan. Sedangkan menurut James Danandjaja peneliti dapat melakukan tiga tahap penelitian terhadap objek penelitian yang meliputi:

1. Pendekatan Folklor

a. Tahap Pra Penelitian di Tempat Sebelum melakukan penelitian, dimana peneliti terjun langsung ke daerah yang akan dijadikan objek penelitian dalam bentuk folklor maka harus mengadakan persiapan yang matang, ini akan lebih meminimalisir hambatan yang akan terjadi saat penelitian.

Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati dan tidak bersikap menggurui. Sikap yang demikian akan membuat informan dengan cepat menerima dan memberikan semua keterangan yang diperlukan. Di lapangan peneliti harus bersikap yang jujur, rendah hati, dan tidak sombong ataupun menggurui, sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan informan. Adapun cara yang digunakan untuk memperoleh bahan folklor ditempat adalah melalui wawancara dengan informan dan melakukan pengamatan. Jika sikap kita dengan informan sopan maka kemungkinan informan akan menerima peneliti dengan baik dan memberikan keterangan selengkap-lengkapnya yang diperlukan untuk bahan penelitian.

c. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan Sebelum kita membuat naskah bagi kearsipan maka harus dipastikan bahwa folklor tersebut diakui dan dipercaya oleh masyarakat. Cerita Rakyat Gua Jlamprong diakui keberadaannya dan dipercaya masyarakat sekitar. Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan yaitu :

1) Teks bentuk foklor yang dikumpulkan.

2) Konteks teks yang bersangkutan.

3) Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan foklor.

Jadi kesimpulannya foklor adalah sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun dan jika foklor itu belum diakui atau

Desa Ngeposari sebagai pemilik cerita tersebut masih melaksanakan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat yang timbul karena adanya cerita tersebut.

Menurut James Danandjaja pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga bahan yaitu teks bentuk folklor yang dikumpulkan, konteks teks yang bersangkutan, pendekatan dan penilaian informasi serta pengumpulan foklor. James Danandjaja, 1984:Bab III menerangkan bahwa foklor terdiri dari dua bentuk yaitu folklor lisan dan folklor sebagian lisan. Adapun bentuk folklor lisan terdiri dari:

1) Bahasa rakyat, yaitu bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam bahasa

rakyat berupak logat atau dialek bahasa – bahasa Nusantara.

2) Ungkapan tradisional, yakni termasuk dalam bentuk folklor semacam ini adalah peribahasa (peribahasa yang sesungguhnya, peribahasa tidak lengkap kalimatnya, peribahasa perumpmaan) dan ungkapan (ungkapan yang mirip peribahasa).

3) Pertanyaan tradisional, yakni yang lebih dikenal sebagai teka – teki merupakan pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.

4) Sajak dan puisi rakyat, yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tetapi terikat. Sajak dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu bentuknya, baik dari segi 4) Sajak dan puisi rakyat, yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tetapi terikat. Sajak dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu bentuknya, baik dari segi

5) Cerita prosa rakyat, yaitu jenis folklor yang paling banyak di teliti oleh para ahli. Menurut Bascom ( 1965 : 44, dalam James Danandjaja, 1984 : 50), cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale).

6) Nyanyian rakyat menurut Jan Harold Bruvand ( 1963 : 130, dalam Danandjaja, 1984 :141 ) adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang terdiri atas kata – kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta mempunyai banyak varian.

Folklor berbentuk sebagian lisan antara lain kepercayaan rakyat, yang sering kali juga disebut takhayul. Takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang berpendidikan barat dianggap sederhana, bahkan pander, tidak berdasarkan logika, sehinga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya ( James Danadjaja, 1984 : 153).

2. Pengertian Cerita Rakyat Menurut James Danandjaja (1984:4) cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.

dibedakan atas cerita factual adalah cerita yang terjadi dalam ruang dan waktu. Cerita fiktif yaitu yang tidak terjadi dalam ruang dan waktu, sedangkan cerita factual adalah cerita yang terjadi dalam ruang dan waktu (Yus Rusyana, 1981: 14).

Sedangkan Winick (dalam Yus Rusyana, 1981: 14) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai bagian dari foklor mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini sebagai peninggalan masa-masa sebelumnya. Cerita rakyat sebagai bagian dari foklor merupakan bagian dari persediaan cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat, baik masyarakat itu telah lama dalam tradisi atau masyarakat, baik masyarakat itu telah mengenal huruf atau belum. Perbedaannya dengan sastra tulisan yaitu sastra lisan tidak mempunyai naskah, jika pun sastra lisan dituliskan, naskah itu hanyalah merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya mengenai gunanya dan perilaku yang menyertainya (Elli Kongas Maranda dan Pierre Maranda dalam Yus Rusyana, 1981: 10).

Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Cerita rakyat yang di dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah foklates adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa setiap jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut adalah cerita rakyat.

bahwa cerita lisan sebagai bagian dari folklor merupakan bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf atau belum. Perbedaannya dengan sastra tulis yaitu sastra lisan tidak mempunyai naskah, jikapun sastra lisan dituliskan, naskah itu hanyalah merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya mengenai gunanya dan perilaku yang menyertainya.

Sastra lisan atau dalam bahasa Inggris oral literature diartikan sebagai unwritten literature, yaitu bentuk-bentuk sastra yang hidup dan tersebar secara tidak tertulis (Finnegan, 1992: 9; Rusyana, 1978:1; Teeuw, 1984: 279). Sastra lisan sering dipertukarkan dengan istilah tradisi lisan. Tradisi merupakan budaya yang berguna, cara untuk melakukan suatu hal, unik, berproses dalam hal pekerjaan, ide, atau nilai, dan kadang-kadang berkonotasi kuno serta muncul secara alami. Jadi, tradisi lisan adalah tradisi yang bersifat verbal atau tidak tertulis, milik masyarakat (folk), dan memiliki nilai (Finnegan, 1992: 7).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang diceritakan secara lisan dari generasi-kegenerasi dalam waktu yang cukup lama dan relatif sama dalam kolektif tertentu.

a. Ciri-ciri cerita rakyat James Danandjaja (1984:4) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai folklor mempunyai beberapa ciri pengenal yang membedakan dari kesusastraan secara tertulis, sebagai berikut : a. Ciri-ciri cerita rakyat James Danandjaja (1984:4) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai folklor mempunyai beberapa ciri pengenal yang membedakan dari kesusastraan secara tertulis, sebagai berikut :

2) Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara lisan.

3) Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.

4) Cerita rakyat anonym karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka

cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.

5) Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

6) Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagai sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

7) Cerita rakyat mempunyai sifat-sifat prologis, dalam arti mempunyai

logika tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.

8) Cerita rakyat menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonym.

9) Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan kasar, terlalu spontan.

1) Sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang dan waktu

2) Antara Penutur dan pendengar terjadi kontak fisik sarana komunikasi dilengkapi paralinguistik

3) Bersifat anonim

b. Bentuk cerita rakyat Cerita rakyat memiliki ciri-ciri seperti yang telah disebutkan diatas dan William R. Boscom membagi bentuk-bentuk cerita rakyat seperti di bawah ini :