KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER CHINA DI DJIBOUTI, AFRIKA TAHUN 2016

(1)

SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER CHINA

DI DJIBOUTI, AFRIKA TAHUN 2016

(The Policy of Military Bases China in Djibouti, Africa 2016)

PUTRI ADHIRA

20130510348

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER CHINA DI DJIBOUTI, AFRIKA TAHUN 2016

(The Policy of Military Bases China in Djibouti, Afrika 2016)

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

PUTRI ADHIRA

20130510348

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya dengan judul: Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika Tahun 2016 (The Policy of Military Bases China in Djibouti, Afrika 2016) adalah asli dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun perguruan tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantum sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 24 Desember 2016

Yang membuat pernyataan.

Putri Adhira 20130510348


(4)

iii MOTTO

“Follow your passion, be prepared to work professionaly, sacrifice and above of all, do not limit your dreams”


(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Saya persembahan karya akademis ini untuk

Ibuku, Dra. Retno Wijowati dan Bapakku, Priyambodo, S.IP. Serta untuk segenap pemerhati

hubungan internasional di seluruh bangsa, semoga dunia terbangun dalam balutan kedamaian dan peradaban yang agung”


(6)

v DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

DAFTAR ISI GAMBAR ... 3

BAB I. PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang Masalah ... 4

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Landasan Teoritik... 8

D. Hipotesa ... 15

E. Metode Penelitian... 15

F. Tujuan Penelitian ... 16

G. Batasan Penelitian ... 17

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II. POTENSI DOMESTIK CHINA SEBAGAI AKTOR GLOBAL ... 19

A. Landskap Kondisi dan Potensi Politik China ... 20

B. Landskap Kondisi dan Potensi Ekonomi China... 25

C. Landskap Kondisi dan Potensi Militer China ... 29

BAB III. KIPRAH MILITER CHINA SECARA GLOBAL ... 36

A. Aktivitas Militer China Ditatanan Global ... 36

B. Aktivitas Militer China di Djibouti, Afrika ... 42

BAB IV. FAKTOR DETERMINAN CHINA MEMUTUSKAN MEMBANGUN PANGKALAN MILITER DI DJIBOUTI, AFRIKA TAHUN 2016 ... 48

A. Pengaruh Hegemoni Berbagai Kekuatan Global di Kawasan Geostrategis Djibouti, Afrika ... 49

B. Dukungan Kuat The Communist Party of China dalam Penyusunan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer... 67


(7)

vi

C. Tantangan Penguatan Peran Ekonomi dan Militer China di Kawasan Afrika 74

BAB V. KESIMPULAN ... 92 DAFTAR PUSTAKA ... 99


(8)

vii

DAFTAR ISI GAMBAR

Gambar 1.1 Model Pengambilan Keputusan Politik Luar Negeri William D.

Coplin ... 12

Gambar 2.1 Struktur Kekuasaan politik China... 24

Tabel 2.2 Timeline Reformasi Ekonomi China (1978-2004) ... 28

Gambar 3.1 Daftar Negara Pengeksport Senjata global Tahun 2016 ... 39

Gambar 4.1 Model Pengambilan Keputusan Politim Luar Negeri William D. Coplin ... 52

Gambar 4.2 Jalur Ekonomi dan Maritim China Secara Global ... 58

Gambar 4.3 Prioritas Customer Market Global Tahun 2017 ... 62

Gambar 4.4 Nilai Eksport di Afrika Tahun 2012 ... 63

Gambar 4.5 Foreign Direct Investment di AfrikaTahun 2012 ... 64

Gambar 4.6 China Maritime Silk Road Route ... 73

Gambar 4.7 Gross Domestit Product (GDP) China pada Tahun 2009 ... 76

Gambar 4.8 Aktivitas Eksport dan Import China-Afrika Tahun 2010 ... 78

Gambar 4.9 Nilai Eksport di Afrika Tahun 2012 ... 80


(9)

TIALAMAN PENGESAHAI{

Skripsi dengan Judul:

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PAI\IGKALAN MILITER CHINA DI DJIBOUTI, AFRIKA TAIIUN 2016

The Pelicy af Miliary Boses China in Diibouti,fifrlka 2CI16

PUTIIrADHIRA 201305I034E

Telah dipertatrankan dan dinyatakaa LULUS yang disatrkan di depan tinn penguji Frogram Studi Ilmu Hubungan lnternasional, Fakultas IImu Sosial dan Ilrru

Politik, Universitas Muharnrnadiyah Yogyaka*a' Fada

HarilTanggat : Selas#2$ De*embe'r ?S16

ftftul

: 08.0CI WIB

Ruang

: HI. A TIM PENGUJI

Kertra Penguii

T ak&r Ali Mulrti, S.Sos., }.r,l'Si.

63 03s

D**,:: IT r wrfEujr rr Disusun Oleh:

n

*t

WJ

It

f-[^

Dr. Nur Azirarh, Muslikhati, S.IP., M.Si. IIIIK: 163 031

f^#m

.ffiffi

NIK: 163 004


(10)

ix

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER CHINA DI DJIBOUTI, AFRIKA TAHUN 2016

Oleh: PUTRI ADHIRA

INTISARI

Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016. Pembangunan pangkalan militer tersebut merupakan bentuk aktivitas militer yang pertama bagi China disepanjang sejarah perjalanan pembangunan kekuatan militer negara. Kebijakan ini memiliki corak yang berbeda dari kerjasama militer China sebelumnya.

Metode dasar yang penulis gunakan dalam menganalisa pokok permasalahan ialah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan berlandaskan pada sumber data sekunder yang relevan dengan topik penelitian.

Menggunakan Teori Kebijakan Politik Luar Negeri dari William D. Coplin, penelitian ini memberikan jawaban atas alasan China memutuskan untuk membangun pangkalan militer pertama negaranya di Djibouti, Afrika pada tahun 2016. Alasan tersebut menyangkut adanya hegemoni kekuatan asing di kawasan geostrategis Djibouti, Afrika, dukungan kuat dari The Communist Party of China serta respon China atas berbagai tantangan penguatan ekonomi dan militer negaranya ditatanan global.


(11)

x

THE POLICY OF MILITARY BASES CHINA IN DJIBOUTI, AFRIKA 2016

By: PUTRI ADHIRA

ABSTRACT

The history of Chinese military strategy has entered a new phase with their breakthrough China Policy on Military Base in Djibouti, Africa 2016. The construction of military bases is a form of military activity was a first for China throughout the history of the development of the country's military strength. This policy has a style different from earlier Chinese militery cooperation.

The basic method used by the writer in analyzing the subject matter is by using qualitative descriptive methods on the basis of secondary data sources that are relevant to the research topic.

Using the Theory of Foreign Policy from William D. Coplin, this study provides answers to the reasons China has decided to build the country's first military base in Djibouti, Africa in 2016. The reason concerns the hegemony of foreign powers in the geostrategic Djibouti, Africa, the strong support from The Communist Party of China and China's response to various challenges of strengthening economic and military global ditatanan country.


(12)

4 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

China merupakan salah satu aktor hubungan internasional yang kini memiliki peran penting dalam tatanan global. Pada beberapa tahun terakhir, China telah menjadi salah satu negara yang geliat dan pengaruhnya patut diperhitungkan baik dalam skala regional maupun global (Ganewati Wuryandari A. E., 2011, hal. 8). Aspek politik, ekonomi, dan militer merupakan wilayah kerja China untuk menunjukan ambisinya sebagai kekuatan adidaya global baru. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam bukunya

China’s Foreign Relations (1998) Denny Roy mengemukakan bahwa kemampuan China untuk tampil sebagai aktor superpower global diabad 21 dapat dibuktikan dengan adanya fakta kehadiran China sebagai aktor ekonomi terbesar dunia (world’s largest economy), aktor berpengaruh dalam politik internasional (the influential actor in international politics), serta aktor militer kuat (strong military actor) yang tidak terbantahkan.

Militer merupakan bagian yang sangat penting dari strategi nasional China baik dalam lingkup domestik maupun non domestik. Militer menjadi instrument untuk mempertahankan kedaulatan nasional, integrasi teritorialnya, serta mencegah musuh yang dapat menggangu kepentingan nasional China (Yuliartono, 2009, hal. 2). Oleh karena itu, China tumbuh menjadi negara yang sangat fokus dalam mengembangkan kekuatan militernya. Kapasitas militer China dapat dilihat dari adanya berbagai jenis peralatan militer modern baik di


(13)

5

bidang armada darat, udara, maupun laut (DPR, 2012, hal. 6). Mengukur kekuatan militer China juga dapat tinjau dari alokasi anggaran militer China. Alokasi anggaran pertahanan yang disedikan China tiga kali lebih banyak dari India dan lebih besar dari kombinasi belanja militer Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Vietnam. Berdasarkan laporan dari International Institute for Strategic Studies Bulan Februari 2014, diperkirakan belanja militer China pada tahun 2020 akan menyamai Amerika Serikat. China telah menaikkan anggaran militernya selama lima tahun ini yaitu, dinaikkan 12,7 persen pada tahun 2011, 11,2 persen pada tahun 2012, serta10,7 persen pada tahun 2013. Berdasarkan Laporan berita dari Deutsche Welle (DW) pada tanggal 03 Mei 2014, dengan judul Ambisi Militer China, disampaikan bahwa China memliliki komitmen tinggi untuk melakukan modernisasi militer sebagai manifestasi dari keinginannya untuk menjadi kekuatan militer terbesar dunia.

Kerjasama dalam bidang militer merupakan salah bentuk upaya China dalam mewujudkan komitmen sebagai negara militer kuat global. Selain hal tersebut, kerjasama militer merupakan bentuk kesungguhan China dalam turut berpartisipasi mewujudkan stabilitas keamanan global dan mengamankan kepentingan nasionalnya (Yasuhiro, 2014, hal. 1). Berbagai kerjasama militer dibangun China baik secara bilateral maupun multilateral. Kawasan Asia Pasifik merupakan lingkaran konsentris bagi China dalam membangun jalinan kerjasama tersebut. Pasalnya, Asia Pasifik merupakan kawasan bernilai strategis penting baik dalam segi ekonomi, politik, maupun militer. Hadirnya aktor-aktor berpengaruh global seperti Amerika Serikat, Jepang, Rusia yang


(14)

6

cukup intens dalam mengikuti dinamika kawasan menjadi kekhawatiran sendiri bagi China (Easton, 2013, hal. 8). Kawasan Timur Tengah juga menjadi wilayah kerja baru China dalam menggandeng mitra dalam bidang militer (Dorsey, 2016, hal. 3). Eksistensi militer China juga dapat dilihat geliat dan pengaruhnya di Kawasan Amerika Latin dan di beberapa negara kawasan Afrika seperti Sudan, Zimbabwe, dan Nigeria. (Enuka, 2012, hal. 1). Berdasarkan tulisan Matsuda Yasuhiro dalam sebuah esai berjudul China;s Military Diplomacy, setidaknya terdapat tiga objek kerjasama militer yang dilakukan China yaitu, pertama melakukan pelatihan dan penguatan unit militer. Kedua, penguatan kerjasama dalam bidang senjata dan teknologi militer. Ketiga, pengenalan teknologi militer terbaru. Kaitannya dengan isu pangkalan militer, China belum pernah mengusung hal tersebut sebagai bagian dari kerjasama militernya di dunia internasional.

Kebijakan pembangunan pangkalan militer China di kawasan Djibouti pada awal tahun 2016 telah menarik perhatian komunitas internasional baik dari aktor negara, non negara, ataupun media internasional. Pasalnya, kebijakan ini menjadi terobosan baru dari pemerintah China dalam hal pertahanan dan militer dengan melakukan pembangunan pangkalan militer untuk yang pertama kalinya disepanjang sejarah kenegaraannya. Selain hal tersebut, pemilihan lokasi pembangunan juga menjadi isu penting yang menyertainya. Hal ini terjadi karena, Djibouti merupakan negara kecil (small state) yang berlokasi di semenanjung Pantai Timur Laut Afrika. Dalam laporan tertulisnya tertanggal 9 April 2016, BBC News menjelaskan bahwasanya


(15)

7

Djibouti merupakan negara tandus dengan perekonomian bergantung pada sektor pelabuhan. Meskipun tergolong sebagai negara miskin, negara yang berlokasi di Selat Bab el-Mnadeb ini merupakan negara yang mempunyai peran penting dalam jalur pelayaran dan perdagangan internasional. Hal ini selaras dengan keberadannya yang juga menjadi wilayah pintu gerbang untuk menuju Terusan Suez. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Terusan Suez merupakan salah satu rute pelayaran dan perdagangan internasional tersibut di dunia. Alasan kedua yang menjadikan kebijakan pemilihan lokasi pembangunan pangkalan militer menjadi pusat perhatian publik internasional ialah terkait dengan keputusan China untuk membangun pangkalan militer di wilayah negara dimana juga terdapat salah satu bangunan pangkalan militer terbesar dari Amerika Serikat. Selain hal tersebut, karakter militer China yang lebih cenderung bercorak pertahanan di kawasan udara serta berfokus sebagai produsen alat utama sistem pertahanan (Cheng, 2015). Hal tersebut juga turut menyertai adanya indikasi perubahan startegi kekuatan pertahanan yang dibangun China saat ini.

Kebijakan pembangunan pangkalan militer pertama China tersebut telah mengisi kekosongan data perjalanan militer China di tengah tren pentingnya pembangunan pangkalan militer bagi negara maju. Terobosan tersebut menjadi suatu kebijakan yang mengindikasikan adanya faktor-faktor determinan sehingga mendorong China untuk memutuskan melakukan pembangunan pangkalan militer sebagai bagian dari startegi nasionalnya di kancah internasional. Selain hal tersebut, sebagai aktor negara yang memiliki


(16)

8

komitmen untuk memperbesar pengaruh di kancah global, China saat ini sedang dihadapkan pada pendefinisian kepentingan keamanan (security interest) di beberapa negara yang masih memiliki tingkat rendah dalam hal stabilitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, ialah: “Mengapa China memutuskan untuk membangun pangkalan militer

di Djibouti, Afrika pada tahun 2016?”.

C. Landasan Teoritik

Teori berujud sekumpulan generalisasi dan karena di dalam generalisasi itu terdapat konsep-konsep, bisa juga diartikan bahwa teori adalah pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis (Mas'oed, 1990, hal. 189). Selain itu, dalam ilmu sosial, teori memiliki dua fungsi. Pertama, teori berfungsi secara mudah bagi peneliti untuk mengorganisasikan data. Kedua, teori memungkinkan peneliti mengembangkan prediksi bagi situasi-situasi yang belum ada datanya. Prediksi membawa kepada hipotesis yang menjadikan tindakan penelitian lebih terarah, efisien, dan sistematik (Azwar, 1998, hal. 39-40).

Untuk dapat menjawab rumusan masalah sebagai pokok permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini, yaitu terkait alasan yang mendorong China untuk memutuskan melakukan pembangunan pangkalan militer


(17)

9

pertamanya di Djibouti, Afrika pada tahun 2016, penulis akan mengimplementasikan Teori Kebijakan Politik Luar Negeri dari William D. Coplin sebagai teori tunggal dalam menjawab pokok permasalahan dalam skripsi ini.

Pengertian pada umumnya Politik Luar Negeri merupakan keputusan suatu negara terhadap negara lainnya. Lebih jauh, politik luar negeri merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari kondisi dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi internasional (Ganewati Wuryandari A. E., 2011). Menurut Brown, politik luar negeri dapat dipahami sebagai cara untuk mengartikulasikan dan memperjuangkan kepentingan nasional terhadap dunia luar (Ganewati Wuryandari D. M., 2008). Dalam bentuknya, politik luar negeri dapat berupa kebijakan, hubungan, ataupun statment. Terlepas dari segala bentuk politik luar negeri tersebut, suatu proses politik luar negeri merupakan sebuah keniscayaan yang ada dalam politik luar negeri. Proses tersebut dilandasi dengan pertimbangan-pertimbangan yang kuat, matang, dan strategis dari subjek pembuat politik luar negeri. Begitu halnya dengan bentuk politik luar negeri dengan bentuk produk kebijakan.

Dalam studi kasus ini penulis akan menggunakan Teori Pengambilan keputusan yang digagas oleh William D. Coplin. Menurut Willian D.Coplin dalam Teori Pengambilan Keputusan Luar Negeri atau

Foreign Policy setidaknya yang dapat dipahami ialah: “apabila kita akan

menganalisa kebijakan luar negeri suatu negara, maka kita harus mempertanyakan para pemimpin negara dalam membuat kebijakan luar


(18)

10

negeri. Dan salah besar bila menganggap bahwa para pemimpin negara (para pembuatan kebijakan luar negeri) bertindak tanpa pertimbangan. Tetapi sebaliknya, tindakan politik tersebut dipandang sebagai akibat dari konsiderasi yang mempengaruhi para pembuat kebijakan luar negeri” (Coplin & Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis, 2003, hal. 30).

Dalam penyusunan suatu politik luar negeri, William D. Colpin menjelaskan atas adanya tiga konsederasi yang dapat mempengaruhi suatu negara untuk menentukan politik luar negeri negaranya. Tiga konsiderasi atau pertimbangan tersebut yaitu,

1. Kondisi politik dalam negeri/ politik domestik

Dalam pandangan coplin, politik dalam negeri suatu negara memiliki peranna penting kaitannya dengan proses penyusunan politik luar negeri negara tersebut.Coplin menjelaskan lebih jauh terkait politik dalam negeri dengan fokus penjelasan pada adanya peran aktor-aktor politik dalam negeri di dalam penyusunan suatu keputusan politik luar negeri suatu negara. Aktor-aktor tersebut dikenal dengan konsep policy influecers (aktor yang mempengaruhi kebijakan). Dalam hal ini, policy influencer bertindak sebagai faktor pendorong penyusunan suatu politik luar negeri. Aktor tersebut ialah birokrasi, partai, kepentingan dan massa


(19)

11 2. Situasi ekonomi atau militer

Dalam proses penyusunan politik luar negeri, Coplin berasumsi bahwa pertimbangan pada aspek kondisi ekonomi dan militer negara menjadi salah satu faktor pendorong para aktor pembuat kebijakan politik luar negeri merumuskan suatu formulasi politik luar negerinya di dunia internasional. Coplin menjelaskan bahwa tingkat kemampuan ekonomi dan militer negara sangat mempengaruhi bentuk politik luar negeri negaranya di tatanan global.

3. Konteks Internasional,

Menurut Coplin dalam teorinya, kondisi internasional atau konteks internasional menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas politik luar negeri suatu negara. Terdapat tiga elemen utama kondisi internasional yang mempengaruhi penyusunan politik luar negeri tersebut yaitu, kondisi geografis, ekonomi dan politik di pusaran politik internasional (Coplin & Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis, 2003, hal. 165-172).

Kebijakan Luar negeri merupakan suatu keputusan yang didahului oleh sebuah mekanisme politik dimana tuntutan dari domestik politik atau politik dalam negeri, kemampuan dari kekuatan ekonomi dan militer negara serta pertimbangan situasi internasional menjadi tiga determinan yang mempengaruhi hasil dari mekanisme politik tersebut. Untuk lebih jelas memahami tentang proses pembuatan kebijakan luar negeri seperti yang di jelaskan oleh William D. Coplin. Dalam bukunya William D


(20)

12

Coplin berikut akan ditampilkan model tentang proses pembuatan Keputusan Luar Negeri sebagi adopsi dari teori yang telah dipaparkan Coplin.

Gambar 1.1. Model Pengambilan Keputusan Politik Luar Negeri William D. Coplin

Sumber : William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis Edisi Kedua (Coplin & Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis, 2003, hal. 30).

Teori pembuatan kebijakan luar negeri di atas menjelasan bahwa implementasi kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh adanya konsetelasi politik secara internal (politik domestik dan kondisi ekonomi serta militer) dan eksternal (kondisi internasional) yang keadakannya saling memberikan pengaruh antara satu dengan lainnya sehingga mendorong para pembuat keputusan memutuskan suatu formulasi politik luar negeri bagi negaranya.

Dari model pengambilan kebijakan politik luar negeri yang telah didesain oleh William D. Coplin tersebut, penulis akan mencoba

Politik dalam negeri

Konteks internasional (Suatu produk tindakan politik luar negeri seluruh negara pada masa lampau, sekarang, dan masa mendatang, yang mungkin atau yang diantisipasi) Kondisi ekonomi

dan militer

Tindakan politik luar negeri


(21)

13

menjelaskan terkait proses pengambilan kebijakan politik luar negeri dari studi kasus yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini yaitu, kebijakan pembangunan pangkalan militer China di Djibouti, Afrika pada tahun 2016.

China merupakan negara dengan karakter politik yang cukup unik. Pasalnya, dalam sistem politik China, dikenal adanya hubungan vertikal power sebagai struktur kekuasan negara dengan basis ideologi komunis. Ideologi tersebut menjadi ruh dalam setiap aktivitas politik negara tirai bambu tersebut. Tiga vertikal power tersebut ialah keberadaan The

Communist Party of China (CPC), The State Council dan The People’s

Liberation Army (PLA). Terlepas dari adanya overlapping atau tumpang tindih dalam aspek fungsi antara CPC dan The State Council karena keduanya memiliki pemimpin yang sama, namun kaitannya dengan penyusunan politik luar negeri China, ketiga aktor tersebut merupakan official foreign policy actors di China (Jokobson & Knox, 2010, hal. 4). Oleh karena itu, dalam skripsinya akan diberikan kajian atau penelitian pada peran-peran baik pihak birokrasi, partai, kepentingan ataupun massa di Negara China dalam kaitannya dengan adanya kebijakan pembangunan pangkalan militer China di Djibouti, Afrika pada tahun 2016 merupakan implementasi pertama untuk melihat faktor determinan dari politik dalam negeri China atas kebijakan tersebut.

Fakta adanya peran yang kuat China dalam bidang ekonomi dan militer global menjadi pijakan utama untuk menganalisis terkait


(22)

14

consideran kedua yang disampaikan Coplin dalam teorinya. Consideran tersebut ialah faktor ekonomi dan militer negara. Selama empat tahun terkahir, pertumbuhan China telah menyentuh angka 10 persen (Ganewati Wuryandari A. E., 2011, hal. 8). Dengan angka tersebut, diprediksikan pada tahun 2050, China dapat menggeser posisi Amerika Serikat di dunia internasional. Penggunaan kekuatan militer China sebagai yang masih terfokus pada tiga bidang kerjasama militer yaitu, pelatihan pengutana unit militer, kerjasama peralatan pertahanan dan pengenalan teknologi militer menjadi faktor yang turut akan difokuskan perannya dalam penelitian ini.

Adanya peran Amerika Serikat rival China di dunia internasional yang semakin signifikan di kawasan Afrika menjadi elemen yang akan dijelaskan sebagai consideran konteks internasional dalam proses kebijakan politik luar negeri ini. Kawasan Afrika merupakan mitra penting bagi Amerika Serikat. Pada tahun 2004. Amerika Serikat telah menanamkan investasi sebesar US$ 13,5 Miliyar kepada negara-negara sub- sahara di Afrika dan pada tahun 2005 Amerika Serikat telah menghabiskan dana sebesar US$ 40,1 Miliyar untuk mengimport minyak dari Afrika (Safitri, 2014, hal. 271). Fakta tersebut akan menjadi bagian untuk menjelaskan faktor determinan ketiga sebagai consideran yang mempengaruhi pembuat kebijakan politik luar negeri China terkait pembangunan pangkalan militer pertamanya di Djibouti, Afrika.


(23)

15 D. Hipotesa

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teoritik yang telah dipaparkan, maka dapat diperoleh hipetesa atau jawaban sementara dari pokok penelitian ini yaitu: China memutuskan untuk membangun pangkalan militer di Djibouti, Afrika pada tahun 2016 karena,

1. Adanya pengaruh konteks internasional berupa hegemoni beberapa kekuatan asing yang kuat di kawasan strategis Djibouti, Afrika baik dalam bidang ekonomi, militer dan politik.

2. Secara politik dalam negeri China, adanya dukungan kuat dari Partai Komunis China (The Communist Party of China) dalam mewujudkan China as Global Maritime Actor.

3. Adanya pengaruh kuat dari kondisi ekonomi dan militer yang ada di China. Yaitu, dalam aspek kondisi ekonomi, adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong China untuk membuat kebijakan yang selaras dengan upaya China dalam memelihara kemitraan perdagangan dengan kawasan Afrika serta dalam aspek kondisi militer, perlu adanya pengembangan sektor wilayah kerjasama China yang lebih strategis, khususnya dalam hal militer di tengah kuatnya pusaran pengaruh militer asing di Kawasan Afrika.

E. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Penulis melengkapi data dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi dokumen yang telah dilakukan dengan cara menghimpun


(24)

16

data sekunder dalam hal ini diwakili oleh informasi-informasi dan literatur-literatur yang relevan seperti buku-buku hasil terkait China, dinamika hubungannya dengan Afrika ataupun tekrait militer di tatanan global, buku-buku panduan lain, berita (news), data elektronik (internet), dan data lainnya yang berhubungan dengan rumusan masalah.

2. Metode Pengolahan Data

Penulis melakukan analisa data dengan menggunakan metode deduktif yaitu, mengelaborasikan teori-teori pada landasan teoritik dengan unit analisanya yaitu, mengelaborasikan teori untuk kemudian diaplikasikan pada studi kasus yang menajdi objek penelitian dalam skripsi ini. Dalam hal ini ialah pengaplikasian Teori Geopolitik serta Teori Pengambilan Kebijakan Politik Luar Negeri untuk dijadikan landasan analisa dalam menjawab pokok permasalahan penelitian yaitu, alasan China memutuskan untuk membangun pangkalan militer pertamanya di Djibouti, Afrika pada tahun 2016.

F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER CHINA DI DJIBOUTI, AFRIKA TAHUN 2016” ini ialah:

1. Untuk mengetahui lebih mendalam terkait bentuk pangkalan militer yang akan dijadikan basis kekuatan militer China di kancah internasional.


(25)

17

2. Untuk mengetahui faktor determinan yang mendorong China memutuskan untuk membangun pangkalan militer pertamanya di luar negeri. Dalam hal ini ialah di Djibouti, Afrika.

G. Batasan Penelitian

Untuk menghindari adanya pelebaran penjelasan mengenai alasan yang melatarbelakangi China dalam membuat kebijakan politik luar negerinya berupa keputusan pembangunan pangkalan militer China di Djibouti, Afrika pada tahun 2016 maka dibutuhkan batasan penelitian secara riil. Adapun batasan penelitian ini adalah kebijakan pembangunan pangkalan militer China pada tahun 2016 beserta segenap proses negosiasi dan implikasinya, reformasi kebijakan militer di China, analisa zona objek meliputi Djibouti dan kawasan Afrika secara luas, konteks internasional didasarkan pada fakta-fakta gobal yang relevan pada studi kasus.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini agar dapat menghasilkan suatu karya tulis ilmiah yang terpadu, maka penulis akan membagi elaborasi dalam beberapa bab dimana setiap bab memiliki korelasi dan saling keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Beikut ialah perumusan bab dalam penelitian kualitatif ini:

BAB I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teoritik, hipotesa, metode penulisan, tujuan penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan.


(26)

18

BAB II akan membahas mengenai lanskap politik, ekonomi, dan militer China secara lebih mendalam. Dalam bab ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan pokok bahasan bab dengan mengelaborasikan dalam tiga sub bab yaitu, sub bab pertama membahas mengenai kekuatan politik China. Sedangkan sub bab kedua akan membahas mengenai kekuatan ekonomi China serta sub bab ketiga akan membahas mengenai kekuatan militer China baik dalam perspektif dalam negeri maupun luar negeri.

BAB III akan membahas mengenai kebijakan pembangunan pangkalan militer China di Djibouti, Afrika pada tahun 2016. Penulis akan mencoba memperinci pembahasan dalam bab ini dengan memberikan elaborasi terkait kebijakan militer China, hubungan kerjasama militer China, jenis pangkalan militer yang dibangun China, Selain hal tersebut, penulis akan memberikan sub bab khusus yang bertujuan untuk memberikan usalan mengenai Djibouti sebagai latar tempat yang menajadi tujuan dari kebijakan politik luar negeri China tersebut.

BAB IV akan membahas mengenai substansi yang ada dalam poin-poin hipotesa dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini terdapat dua poin utama hipotesa yang merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang diajukan penulis dalam penelitian.

BAB V merupakan kesimpulan atau penutup dari keseluruhan bab yang telah dibahas, berisi ringkasan singkat tentang penelitian yang disusun oleh penulis dari seluruh hal yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya.


(27)

19 BAB II

POTENSI DOMESTIK CHINA SEBAGAI AKTOR GLOBAL

Bab ini merupakan penjabaran substansi mengenai potensi-potensi yang dimiliki China sebagai aktor penting hubungan internasional abad 21, baik di tatanan regional maupun internasional. Penjelasan substansi yang akan diberikan penulis mencakup penjabaran pada aspek politik, ekonomi, dan militer yang dimiliki China. Penjabaran meliputi dua hal yaitu, pemaparan mengenai kondisi secara riil di domestik pada bidang politik, ekonomi, dan militer beserta potensinya di tatanan global sehingga dapat menghadirkan China sebagai adidaya baru di panggung internasional. Dengan hal ini, maka bab ini akan memberikan muara pada mulai munculnya gambaran mengenai faktor-faktor yang berpotensi menjadi pengaruh (influence) dalam mengkaji proses kebijakan luar negeri China, dalam hal ini ialah mengenai kebijakan pembangunan pangkalan militer China di Djibouti, Afrika pada tahun 2016.

Kondisi domestik merupakan salah satu pertimbangan yang digunakan untuk mengambil sebuah kebijakan luar negeri (Fearon, 1998, hal. 299). Hal tersebut selaras dengan asumsi William D. Coplin dalam teorinya, Kebijakan Politik Luar Negeri, yang kemudian membagi penjelasan mengenai kondisi domestik ke dalam tiga kondisi yaitu politik, ekonomi, dan militer. Dalam memberikan gambaran mengenai kondisi domestik China tersebut, penulis akan memberikan pembahasan mengenai situasi politik China dengan cakupan materi mengenai sistem politik dan pemerintahan, aktor-aktor yang terlibat dalam pengambil kebijakan serta bagaimana alur proses pengambilan kebijakan di


(28)

20

China. Sedangkan pembahasan mengenai situasi ekonomi China meliputi tentang sektor perekonomian dan faktor yang mendorong laju perekonomian Australia. Dalam hal militer, pembahasan mengenai kekuatan militer yang dimiliki China akan menjadi fokus utama pembahasan. Ketiga hal tersebut akan dielaborasi secara runtut dengan memberikan pembahasannya tidak bertumpu pada ruang lingkup domestik, namun juga perannya yang telah dibangun China di tatanan global melalui tigas aspek kekuatan nasionalnya tersebut yaitu, aspek politik, ekonomi, dan militer.

A. Landskap Kondisi dan Potensi Politik China

China merupakan negara terbesar di daratan Asia yang masih bertahan dengan sistem komunis (Nur, Arya, Putra, Caroline, & Januriswanti, 2013, hal. 4) . Meskipun demikian, terdapat hal penting yang patut diketahui yaitu, sebagai suatu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat serta sebagai pemegang hak veto dalam Dewan Keamanan PBB, China merupakan satu-satunya negara komunis dengan pola pemerintahan party-state system yang bertahan dengan angka pertumbuhan ekonomi tinggi diantara negara-negara G-20 lainnya (Lawrence & Martin, 2013, hal. 1). Party-state system ialah suatu bentuk sistem pengelolaan kenegaraan dengan keberadaan partai sebagai motorik utama baik sebagai pengontrol sosial masyarakat, ekonomi maupun politik (Suzuki, 2016, hal. 1). Sistem ini juga dapat diterjemahkan sebagai bagian dari sistem politik pemerintah nasional China yang saling terhubung erat dengan Partai Komunis sebagai partai tunggal yang tumbuh di tengah kehidupan politik China. Sistem


(29)

21

party-state menempatkan Partai Komunis China untuk memiliki peran signifikan dalam mengontrol dan mengarahkan sistem tugas-tugas pemerintahan, sedangkan pemerintah pusat memegang kekuasaan dan wewenang utama di dalam negara kesatuan Republik Rakyat Cina (Melati, 2013, hal. 2). Dengan demikian Partai Komunis China menjadi aktor yang menentukan corak pemerintahan China.

Arsitektur pemerintahan China dibangun diatas fondasi berbentuk republik dengan sistem demokrasi komunis. Hal ini membawa konsekuensi pada sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di China sepenuhnya dikendalikan oleh negara sebagai aktor yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Nilai-nilai komunisme sangat kental terlihat dalam kehidupan politik di China. Hal ini dapat terlihat dari eksistensi The Communist Party of China (CPC) dengan mesin politbironya yang masih mewarnai kehidupan politik di Cina hingga saat ini. China mengganggap sistem kendali terpusat oleh negara merupakan cara yang paling efektif untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban di negaranya. Dengan kekuatan partai yang mengontrol jalannya pemerintahan melalui interlocking system (proteksionis) dari personel partai dan struktur paralel pada partai, negara dapat tetap solid dan kuat. Birokrasi China diisi oleh anggota– anggota dari CPC, yang terdiri dari kaum elite (kepemimpinan), top elite (kader senior dalam partai dan pemerintahan), intermidiete-level (staf partai dan kantor pemerintahan), dan basic level (kader yang berhubungan langsung dengan rakyat). CPC merupakan sumber


(30)

22

segala kekuasaan dan memiliki hak eksklusif untuk melegitimasi dan mengontrol semua organisasi politik. Partai Komunis China menentukan tujuan sosial, ekonomi, dan politik bagi masyarakat. Pencapaian tujuan- tujuan ini diusahakan melalui rekrutmen dalam organ-organ partai di tingkat pusat maupun daerah. Dalam setiap birokrasi China, terdapat bagian kecil partai yang dipimpin salah satu anggota CPC bahkan organ negara tersebut. Sehingga, partai selalu sanggup menggunakan kontrolnya dalam birokrasi negara dengan mengawasi personelnya. Demikianlah, struktur negara dan partai di China yang sangat mencirikan dan menonjolkan nilai-nilai komunisme, yang diterapkan secara Top and Down (dari atas ke bawah) dimana segala peraturan atau kebijakan dari pemerintah, harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Cina (Melati, 2013, hal. 5).

Untuk memahami lebih jauh tentang pemerintah nasional China dan hubungannya dengan partai, terdapat dua pendapat umum yang perlu diketahui lebih dahulu: (1) CPC mengontrol dan mengarahkan sistem tugas-tugas pemerintahan yang kompleks. CPC merupakan institusi yang memegang peranan sentral dan mutlak, dan (2) China merupakan negara kesatuan di mana kekuasaan dan wewenang utama berada pada pemerintah pusat (Yuliantoro, 2012, hal. 44-46). Kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh pemerintah pusat tersebut digunakan oleh China untuk menanamkan nilai-nilai komunisme dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat melalui dewan atau lembaga yang berwenang, seperti Kongres Rakyat Nasional yang merupakan badan tertinggi pemerintah dan mempunyai


(31)

tugas-23

tugas konstitusional yang serupa dengan badan-badan parlementer yang ada di negara lain (Melati, 2013, hal. 13).

Geliat dan pengaruh China dalam bidang politik dapat dilihat dari adanya peran China yang semakin memegang proporsi besar dalam berbagai agenda internasional. Profesor Fakultas Politik Universitas Oxford menyampaikan bahwa keanggotaan dan peran strategis yang dimiliki China dalam United Nations (UN) sebagai Intenational Governmental Organization berpengaruh di dunia telah menjadi pintu pembuka bagi China untuk turut memainkan peran penting di tatanan global (CRI, 2016). Laporan berita dari Deutsche Welle (DW) sebuah pusat penyiaran berita dan informasi dari Jerman melalui tulisan pada tanggal 24 April 2016, menyebutkan apabila China merupakan negara yang memiliki kemampuan diplomasi yang kuat di dunia Internasional. Dukungan politik atas klaim wilayah yang terjadi pada konflik Laut China Selatan dapat menjadi salah satu cerminan atas kekuatan diplomasi China. Setidaknya terdapat 40 negara yang telah mendeklarasikan dukungan politiknya kepada China dalam kasus tersebut, termasuk Srilanka dan Zimbawe (Sari, 2016).

Dalam sistem politik China, dikenal adanya hubungan vertikal power sebagai struktur kekuasan negara dengan basis ideologi komunis. Ideologi tersebut menjadi ruh dalam setiap aktivitas politik negara tirai bambu tersebut. Tiga vertikal power tersebut ialah keberadaan The Communist Party

of China (CPC), The State Council dan The People’s Liberation Army (PLA).


(32)

24

antara CPC dan The State Council karena keduanya memiliki pemimpin yang sama, namun kaitannya dengan penyusunan politik luar negeri China, ketiga aktor tersebut merupakan official decision maker sekaligus foreign policy actors di China (Jokobson & Knox, 2010, hal. 4). Berikut merupakan gambar ilustrasi dari tiga struktur kekuatan politik di China.

Gambar 2.1 Struktur Kekuasan Politik China

Sumber: Robert G. Sutter, Chinese Foreign Relations (Sutter, 2010, hal. 45)

Terkait dengan mekanisme politik dalam penyusunan politik luar negeri, top-level aktor politik yaitu, partai, pemerintah dan pimpinan militer merupakan aktor pengaruh dominan pada final decision atau keputusan akhir khususnya dalam penyusunan politik luar negeri dimana isu keamanan nasional menjadi topik pembahasan penyusunan (Sutter, 2010, hal. 45). Terkait dengan peran The Ministry of Foreign Affairs (Kementerian Luar

The Communist

Party of China (CPC)

The China

Government

People Lberation's


(33)

25

Negeri) dalam penyususnan politik luar negeri, kementerian mengalami degradasi pada kekuatan institusi sebagai policy maker di China. Pasalnya, keadakan China yang semakin kuat di tatanna internasional mendoronga China untuk hadir sebagai suatu negara yang harus jeli dalam mengelola segala isu di luar negaranya (Jakobson & Knok, 2010, hal. 8). Dalam laporan tertulis dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada tahun 2010, New Foreign Policy Actors in China, dijelaskan apabila hal tersebut menyebabkan adanya berubahan tatatan fungsi yang melibatkan aktor lain untuk turut mengambil peran dalam pemantauan dan menjadi pelaksana dalam urusan luar negeri China, khususnya peran partai, pemerintah dan pemimpin militer China. Sejak tahun 1998, fungsi kementerin tersebut bertindak sebagai pelaksana tugas urusan luar negeri atau pelaksana kebijakan politik luar negeri China .

B. Landskap Kondisi dan Potensi Ekonomi China

China merupakan salah satu negara yang memiliki peran penting dalam tatanan global. Pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi indikator utama bagi China untuk semakin dapat menunjukan eksistensi atas perannya di panggung internasional (Uckert, 1995). Data ekonomi menunjukan bahwa China merupakan negara dengan kuantitas perdagangan terbesar keempat di dunia, posisi ini berubah dari urutan 32 pada tahun 1978 dan 10 pada tahun 1997. Angka Gross Domestic Product (GDP) 13.00 persen, menempatkan China menjadi negara terbesar kedua setelah Amerika Serkat dalam hal produksi komoditas pada tahun 2005. Pertumbuhan ekonomi China menyentuh angka


(34)

26

9.5 persen pada setiap tahunnya dalam kurun dua puluh tahun terakhir. Keputusan China untuk masuk menajdi anggota World Trade Center (WTO) pada tahun 2001 justru menjadi katalisasi bagi kemajuan China karena telah memberikan dorongan bagi China untuk menjadi negara dengan perekonomian yang terbuka (Dellios, 2005). Perkembangan serta peran tersebut telah melahirkan China sebagai adidaya baru yang sedang terus menggeliat dan berusaha menancapkan pengaruh kuatnya di kawasan Asia Pasifik (Wuryandari G. , Elisabeth, Mashad, Muna, & Sriyanto, 2011).

Kemunculan China sebagai mitra baru utama global yang patut diperhitungkan telah menjadi salah satu hal yang luar biasa dalam melihat perkembangan ekonomi global dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1980, China telah mengubah dirinya menjadi mitra global terkemuka. Peran aktif China dalam integrasi ekonomi melalui perdagangan dan investasi menjadi alasan utama tas posisi keberhasialn ekonomi China saat ini. Kini, China merupakan jaringan (link) penting bagi berbagai negara global, khususnya dalam bidang jaringan produksi (Ozyurt, 2010, hal. 1). Di bawah kebijakan reformasi China pada tahun 1978, Oper-Door Policy (kebijakan pintu terbuka) dalm sektor investasi dan perdagangan internasional, pertumbuhan China telah menemukan jalan baru yang tepat. Pada tahun 1978, total volume perdagangan luar negeri atau jumlah nilai eksport dan impor China hanya mencapai sebesar 7% pendapatan nasionalnya. Kebijakan pintu terbuka yang diprakarsai oleh Presiden Deng Xiaoping telah mendorong colume perdagangan dan investasi luar negeri China meningkat menjadi 25%


(35)

27

pada tahun 1987 dan tahun 1998 meningkat menjadi 37%. Sejumlah reformasi lembaga turut mendorong perkembangan pesar Chun atersebut, seperti dalam keranga birokrasi, China memberikan otonomi dalam mempromosikan ekspor keunggulan wilayah pada setiap provinsinya. Berbagai perusahaan perdagangan dan industri manufaktur didirikan untuk memfasilitasi desentralisasi kegiatan perdagangan (Chow, 2004, hal. 131).

Dalam melihat potret reformasi dna pertumbuhan ekonomi China hingga saat ini menjadi kekuatan ekonomi global, maka dapat dilihat pada dua fase pembangunan ekonomi China yaitu: (1) Fase Maois (1949) dan Fase Reformasi (1978-seterusnya). Periode pembangunan era Maois ditandai dengan adanya kemandirian dan isolasi China dari perekonomian internasional. Selama masa periode Maois, perekonomian China sangat diatur dna dikendalikan oleh pusat otoritas pemerintah, termasuk dalam hal produksi dan keputusan penentuan harga pasar. Di bawah ekonomi tersebut, investasi asiang China hampir tidak ada. Sedangkan untuk perdagangan luar negeri merupakan suatu kebijakan monopoli negara. Sebagian besar import terkonsetrasi pada barang modal penting dan teknologi dari negara Uni Soviet. Pada fase reformasi, inisiatif dari pengganti Maois, Deng Xiaping telah memberikan pergeseran besar pada sistem ekonomi China yang lebih terbuka pada dunia. Reformasi tersebut dimula pada tahun 1978 dimana pemerintah memberikan liberalisasi keputusan harga serta melakukan deregulasi hampir setengah harga di sektor industri. Dengan adnaya dereguasi ekonomi tersebut, China memulai babak


(36)

28

baru perekomian yang lebih interaktif dengan dunia internasional (Ozyurt, 2010, hal. 3).

Tabel 2.2 Timeline Reformasi Ekonomi China (1978-2004)

Tahun Perubahan Kebijakan

1978 Inisiasi “Open-Door Policy” dimulai, fokus pada perdagangan dan investasi luar negeri

1979 Keputusan untuk mengubah pertanian kolektif;

Perusahaan desa dan kecamatan diberikan dorongan kuat untuk produksi

1980 Zona keonomi khusus telah dibuat

1984 Negara mendorong Self-proprietorships (kepemilikian ekonomi privat)

1986 Provisional bankruptcy law (hukum kepailitan sementara) dijalankan untuk perusahaan milik negara

1987 Sistem tanggung jawab kontrak mulai dikenalkan oleh perusahanan milik negara

1988 Awal penghematan biaya produksi pada Township and village enterprises (TVEs)

1990 Sistem bursa dimulai di Shenzhen

1993 Keputusan untuk mendirikan “socialist market economic system” 1994 Hukum perusahaan mulai diperkenalkan

1995 perubahan persyaratan kontrak untuk staf perusahaan milik negara

1996 konvertibilitas penuh untuk transaksi giro

1997 Rencana untuk merestrukturisasi banyak perusahaan milik negara dimulai

1999 amandemen konstitusi secara eksplisit mengakui kepemilikan pribadi

2001 China bergabung dengan World Trade Organization (WTO)

2002 The Communist Party of China mendukung peran sektor swasta serta mengundang pengusaha untuk bergabung

2003 Keputusan untuk melaksanakan keputusan untuk sistem ekonomi pasar sosialis secara total

2004 Konstitusi telah diubah untuk menjamin hak milik pribadi

Sumber: Selin Ozyurt, China’s Economics Outlook after 30 Years of Reform (Ozyurt, 2010, hal. 5)

Sejak reformasi China dan bidang perdagangan dan investasi. Dalam bidang perdagangan, China dengan cepat dapat mengubah negaranya menjadi mitra dagang signifikan baik di asia pasifik atau


(37)

29

tatanna internasional secara luas. Hal ini berbeda dengan tahun 1980 diman asaat itu China masih menggunaka sistem ekonomi yang relatif tertutup, rekam jejak perdagangan China mencatat senilai US$ 37 miliar menjadi angka pendapatan China dalma sektor perdagangan. Perdagangan Chin apada saat itu memberikan kontribusi sebesar 12.4% dalam GDP. Pada tahun 1994, perdagangan produk industri China meningkat ke US$ 260 miliar dan menjadikan China tampil sebagai aktor ekonomi baru global dalam bidnag perdagangan internasional. (Lam, 1997, hal. 17).

Sebagai negara yang telah bergantung pada sektor perdagangan dan investasi dalam pertumbuhan ekonominya, Afrika menjadi salah satu kawasan penting kaitannya dengan kemitraan ekonomi China dalam dua hal tersebut. Bagi China, Afrika merupakan kawasan penyedia bahan baku seperti minyak, bjih besi, dll yang dalam ditempatkan sebagai faktor produksi China untuk industrinya. Sedangkan bagi Afrika, China merupakan mitra dagang utama dan investor yang menyediakan proyek produk konsumen murah, pembeli sumber daya alam mereka, dan membantu membangun infrastruktur di kawasan Afrika (Gamache, Hammer, & Jones, 2013, hal. 1).

C. Landskap Kondisi dan Potensi Militer China

Ambisi China sebagai kekuatan adidaya baru juga tampak dalam persiapan dan kesiapan negara tersebut untuk melakukan reformasi secara progesif dalam kekuatan militarnya. Hal ini dapat terlihat dari adanya kenaikan pada anggaran militer yang luar biasa pada satu dekade terakhir.


(38)

30

Dalam pidatonya di pembukaan Kongres Rakyat Nasional ke-10 (NPC) pada tanggal 5 Maret 2007, Perdana Menteri China Wen Jiabo tdak menyebutkan mengenai anggaran militer negaranya. Namun, sehari sebelum kongres berlangsung juru bicara NPC, Jiang Enxhu menyatakan bahwa anggaran pertahanan China yang diajukan mengalami kenaikan sebesar US$ 44,94 miliar atau naik sebesar 17,8%dibanding dengan anggaran tahun sebelumnya (anggaran tahun 2006) naik 14,7% dibandngkan dengan tahun 2005. Kemajuan tersebut tentunya tidka dapat dilepaskan dari adanya upaya China dalam melakukan modernisasi atau reformasi pada kekuatan militernya.

Perkembangan pemikiran pertahanan Cina moderen bermula pada dekade 1930-an dan 1940-an yang lebih mengedepankan pada dua komponen strategi, yakni pertahanan teritorial atau darat (territorial defense) dan pertahanan pantai (coastal defense). Saat itu bagi Cina, esensi

pertahanan keamanan adalah seperti yang termuat dalam doktrin “Perang Rakyat” (People’s War). Secara implisit “Perang Rakyat” mengandalkan

unsur manusia, operasi infranteri, dan perang gerilya. Bahkan dalam konsepsi Mao Zedong, perang gerilya inilah yang menjadi inti dari strategi pertahanan . Maka itu sampai awal tahun 1980-an strategi 2 pertahanan pantai hanya menjadi komponen kedua dalam strategi pertahanan nasional Cina. Kedua strategi pertahanan Cina di atas tidak terlepas dari kebutuhan lingkungan strategis saat itu yakni untuk menangkal ancaman berupa agresi konvensional dan menghadang musuh di perbatasan.


(39)

31

Sejak awal tahun 1980-an Cina menerapkan strategi “pertahanan

aktif” (jiji fangyu) yang selaras dengan upaya pembangunan ekonomi “lompatan jauh ke depan” yang dicanangkan Deng Xiaoping. Secara

demikian kebijakan pertahanan Cina harus disubordinasikan pada dan ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Secara

keseluruhan, Doktrin “pertahanan aktif” dimaksudkan untuk menghadapi

tiga jenis perang, yakni: perang dunia; perang skala luas dalam menghadapi agresi negara asing terhadap Cina; dan konflik perbatasan atau perang terbatas. Dari ketiga kemungkinan perang tesebut sejak pertengahan tahun 1980-an para elit strategi Cina yakin bahwa jenis perang ketiga yang akan mungkin terjadi. Karena itu sampai saat ini berbagai simulasi strategi perang-perang regional dan terbatas (youxian zhubu zhanzheng) kerap dikembangkan Cina. Menjelang akhir 1980-an strategi pertahanan Cina mulai memperhitungkan arti penting pertahanan maritim dan udara dalam doktrin pertahanan aktif melalui pengenalan

“strategi pertahanan air hijau” (jijide jinhai fangyu zhanlie). Strategi

pertahanan ini melakukan restrukturisasi prioritas pengembangan angkatan bersenjata dari ketiga kekuatan matra udara, laut dan darat dalam upaya membangun kemampuan gerak cepat (rapid response capability) untuk menghadapi perang-perang regional dan terbatas atau konflik intensitas rendah (low intensity conflicts) di sekitar wilayah Cina. Lebih lanjut, pada awal tahun 1990-an doktrin pertahanan aktif kembali direvisi. Secara eksplisit angkatan bersenjata Cina menetapkan prioritas pengembangan


(40)

32

pada angkatan laut dan udara. Militer didorong untuk melaksanakan kontruksi kualitatif militer, yakni upaya untuk meningkatkan kemampuan operasi militer yang dikombinasikan dengan teknologi persenjataan yang tinggi.

Doktrin modernisasi kualitas militer ini menjadi filosofi yang melandasi pengembangan militer Cina sejak tahun 1992 sampai saat ini. Secara demikian dapat dikaji bahwa keinginan Presiden Hu Jintao kali ini untuk meningkatan kekuatan militer Cina merupakan implementasi dari doktrin pertahanan aktif dan konstruksi kualitatif militer yang menjadi landasan strategi pertahanan periferal dan proyeksi masa depan (forward projection) dalam rangka mengantisipasi perang-perang regional dan terbatas. Hal itu dapat terlihat dari besarnya perhatian Cina terhadap pembentukan unit-unit tempur taktis, pengembangan kekuatan angkatan laut dan udara serta pengembangan kualitas dan 3 teknologi persenjataan melalui program penelitian dan pengembangan yang intensif. Kemudian, meningkatnya perhatian Cina terhadap perang-perang intensitas rendah mendorongnya untuk mengembangkan unit-unit pasukan gerak cepat (Rapid Reaction Units) atau kuaisu budui untuk mengamankan kepentingan-kepentingan maritim dan klaim-klaim territorial dan lepas pantainya. Cina juga banyak mempelajari pengalaman negara-negara lain seperti AS, Perancis, dan Inggris dalam mengembangkan pasukan gerak cepat, khususnya yang berkenaan dengan daya guna unit-unit pasukan


(41)

33

gerak cepat dalam menghadapi pertempuran dengan calon agresor, terorisme, dan kekacauan di dalam negeri (Yani, 2007, hal. 1-2).

Perkembangan kekuatan militer China banyak menarik perhatian negara-negara khususnya di kawasan Asia Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, Korea Utara dan Taiwan. Pertumbuhan kekuatan militer China yang pesat menimbulkan adanya rasa kekhawatiran dan ancaman terhadap negaranegara tetangganya. Banyak isu yang kemudian muncul terkait dengan motif China melakukan transformasi kekuatan militernya, salah satunya adalah perkembangan militer China yang didasari oleh adanya motif untuk mencapai posisi sebagai negara terkuat secara regional dan global.

China memiliki militer dengan 2,3 juta personel aktif dan 1,2 juta personel cadangan. Untuk kekuatan darat, China memiliki 1,9 juta persone l, 14 ribu tank, 14.500 satuan artileri dan 453 helikopter. Sedangkan untuk kekuatan udara, China memiliki 470 ribu personel, 2.556 pesawat tempur, 400 jet penyerang. Untuk kekuatan laut, China memiliki 250 ribu personel, 66 kapal selam, 27 kapal perusak, dan 52 pergat (fregate). Sementara di gudang senjata, China memiliki 100 ribu personel, 140 rudal nuklir, 1.000 anti-rudal.2 Kekuatan militer China yang didukung dengan besarnya jumlah personel dan peralatan militer tersebut kemudian menjadi salah satu faktor yang mendukung kuatnya kekuatan militer China China tentu perlu meningkatkan kualitas maupun kuantitas kekuatan militernya dengan melihat ancaman yang sangat besar dari kekuatan luar. Di matra laut,


(42)

34

China cukup berjaya. Kapal perang berjumlah 760 unit, kapal pengangkut 1822 unit, pelabuhan utama 8, pengangkut pesawat 1 unit, kapal penghancur 21 unit, kapal selam 68 unit, fregat 42, kapal patroli pantai 368 unit, kapal penyapu ranjau sekitar 39 unit, dan kapal amphibi sekitar 121 unit.12 Secara alamiah, China menerapkan kebijakan pertahanan nasional yang defensif. China memprioritaskan perlindungan terhadap kedaulatan nasional, keamanan, integritas teritorial, pengamanan kepentingan pembangunan nasional, dan kepentingan orang-orang china di atas segalanya . China berusaha membangun pertahanan dan meningkatkan kekuatan militer untuk menjaga keamanan nasional dan kepentingan pembangunan nasional China. Andrew Erickson mengemukakan bahwa aktivitas peningkatan secara signifikan militer China bukan untuk memulai sebuah perang baru di kawasan Asia Timur, melainkan berusaha untuk menguasai perkembangan militer. Perkembangan militer dapat digunakan untuk memenangi persaingan tanpa pertempuran sesungguhnya dengan menggentarkan tindakan-tindakan yang diidentifikasi sebagai ancaman terhadap kepentingan nasional China (Yani, 2007, hal. 8-9). Beberpa faktual riil terkait militer tersebutlah yang kemudian membawa China tampir sebagai aktor militer yang cukup pantas diperhitungkan dalma skala global.

Modernisasi militer China yang dilakukan selama ini tentu dilakukan dengan adanya pertimbangan dan alasan yang jelas bagi masa depan militer China. Terdapat beberapa hal baik dari sisi internal dalam


(43)

35

negeri China maupun dari luar China yang menjadi faktor pendorong perlunya dilakukan modernisasi kekuatan militer khusunya yang dilakukan oleh Hu Jintao. Faktor pendorong tersebut di antaranya yaitu:

1. Adanya Kebutuhan Menjaga Keamanan Negara

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap negara memiliki kebutuhan untuk menjaga keamanan negara. Hal demikian yang menjadi landasan dasar upaya menjaga keamanan negara serta menjadikan aspek pertahanan keamanan menjadi salah satu tujuan negara. Terlebih lagi China merupakan negara yang rawan mengalami konflik dengan negara tetangganya seperti Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam. 18 Oleh sebab itu diperlukan kebijakan dan stratregi pertahanan maupun militer yang lebih baik melalui modernisasi militer. Hal demikian membuat modernisasi kekuatan militer China dijadikan salah satu prioritas oleh Hu Jintao dan diwujudkan dalam berbagai bentuk kebijakan pertahanan keamanan yang baru.

2. Keinginan Mengejar Ketertinggalan dari Perkembangan Barat

Dalam hal ini China memiliki keinginan untuk membangun kembali statusnya sebagai negara sebagai pusat peradaban. Kejayaan masa lalu China tersebut diikuti dengan adanya keinginan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara Barat.


(44)

36

BAB III

KIPRAH MILITER CHINA SECARA GLOBAL

Bab ini merupakan penjabaran substansial mengenail kiprah atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh China dalam bidang militer. Sebagai pokok pembahasan dalam skripsi ini yaitu, bertajuk mengenai kebijakan pembangunan pangkalan militer maka perlu kiranya untuk memberikan ulasan mengenai aktivitas-aktivitas militer yang dilakukan oleh China. Oleh karena ini, dalam bab ini penulis akan memberikan dua pembahasan mengenai aktivitas militer yang dilakukan China secara global serta pemberian pembahasan khusus mengenai aktivitas militer China di Djibouti, Afrika. Penjabaran akan diberikan secara diskriptif atas kedua ulasan mengenai aktivitas mliter tersebut sehingga muara akhir pada bab ini akan memberikan gambaran atas dua hal. Yaitu, pertama gambaran mengenai aktivitas militer yang dioperasikan China ditatanan global serta yang kedua yaitu, gambaran mengenai kebijakan pembangunan pangkalan militer China di Djibouti, Afrika.

A. Aktivitas Militer China Ditatanan Global

Dalam Defense White Papers of China atau Buku Putih China, pemerintah secara jelas memberikan landasan operasional atas aktivitas militer negaranya. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa China merupakan negara yang menjalankan kebijakan pertahanan dengan sifat defensive. Sehingga konstitusi China menyebutkan bahwa tugas angkatan bersenjata (militer) negara adalah untuk mengkonsolidasikan pertahanan nasional, membendung agresi, mempertahankan tanah air, berpartisipasi dalam konstruksional dan berjuang


(45)

37

untuk melayani masyarakat karena pada saat ini China sedang dihadapkan pada tugas berat untuk membangun dan meningkatkan perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu tugas pertahanan militer harus mendukung dan melayani untuk pembangunan ekonomi nasional secara menyeluruh (Andrean, 2015, hal. 4). Pembangunan China saat ini membutuhkan lingkungan internasional yang damai guna mendukung terciptanya stabilitas pembangunan nasional China. Defense White Papers of China atau Buku Putih China ialah sebuah landasan formal negara yang dikeluarkan oleh Dewan Negara China.

Sebagai negara besar, kini China mengalami peningkatan dalam upaya-upaya perbaikan dan pengembangan kekuatan militer negaranya. Hal ini didasarkan dengan seiring menguatnya kepentingan China di dunia internasional yang perlu mendapatkan dukungan stabilitas keamanan melalui militer negaranya (Xiang, 2014). Terdapat beberapa hal yang China lakukan dalam membangun aktivitas militer negaranya di dunia internasional, salah satunya ialah keterlibatan China sebagai pemasok persenjataan militer global. Oleh karena itu, berikut merupakan ulasan mengenai aktivitas China melalui industri persenjatan global.

Dalam laporan berita dengan judul China, Raksasa Asia Pemasok Senjata Dunia pada 23 Februari 2016, Viva News menyebutkan bahwa ditengah menyurutnya upaya peningkatan kekuatan militer negara Barat, Asia justru menunjukan sikap yang berlawanan. India, Pakistan, Vietnam, Filipina, Singapura dan China merupakan negara-negara yang kini sedang fokus dalam mengembangkan kekuatan militernya. China menjadi salah satu negara yang paling menarik perhatian dengan peningkatan anggaran militer yang secara


(46)

38

signifikan (Utama, 2016). Data terbaru menyebutkan bahwa hingga tahun 2011 dan 2015, anggaran militer China akan terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2011 ialah tercatat 119,8 miliar dolar AS. Di tahun 2015, anggaran akan dinaikkan dua kali lipat menjadi 238,2 miliar dollar AS atau mengalami kenaikan sekitar 18,75 persen per tahun dalam kurung waktu tersebut. Kenaikan anggaran militer untuk tahun 2015 itu melampaui semua anggaran dari 12 negara di Asia Pasifik, yang diperkirakan mencapai total 232,5 miliar dolar AS (Satris, 2015, hal. 2). Kenaikan anggaran militer ini, selaras dengan menngkatnya peran industri persenjataan militer China yang semakin mengglobal.

China telah menjadi negara pengekspor senjata terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia. Hal ini dapat menjadi bukti keseriusan China atas komitmennya untuk mengembangkan kekuatan militer, termasu dalam bidang teknologi militer. Seperti dilansir BBC, Senin (16/3/2015), menurut data yang dikeluarkan oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), China merebut sekira lima persen total nilai perdagangan senjata dunia. Dengan posisi ini China menggeser negara Eropa seperti Jerman, Inggris, dan Prancis dalam hal perdagangan senjata (Ardiansyah, 2015). Jurnalis Okezone, Ferry Ardiansyah menyebutkan bahwa nilai ekspor senjata China melonjak 143 persen jika dibandingkan lima tahun lalu. Sedangkan jerman mengalami penurunan nilai ekspor sebesar 43 persen dan Prancis sebesar 27 persen. Hal ini semakin menegaskan penguatan kekutana militer China secara global ditengah meredupnya kekuatan militer negara Barat. Berikut ilaah persebaran nilai ekpor terbesar dari 10 negara global.


(47)

39

Gambar 3.1 Daftar Negara Pengekspor Senjata Global Tahun 2016

Sumber: Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), 10 International Arms Transfers and Arms Production ((SIPRI), 2015)

Dalam grafik terlihat apabila Amerika Serikat dan Rusia masih mendominasi dinamika industri persenjataan global. Meskipun demikian, pencapain China sebagai eksportir terbesar ketiga global telah membuka pintu peluang besar bagi China untuk semakin menguatkan peran ditatanan global, menyusul Amerika Serikat dan Rusia dalam bidang militer.

Selain aktivitas militer melalui industri persenjataan global, China juga memiliki sejumlah aktivitas militer yang patut untuk diperhatikan geliat dan pengaruhnya. Aktivitas tersebut dapat dilihat melalui sejumlah kerjasama militer yang dibangun China di dunia internasional. Kaitannya dengan Rusia, China memiliki kemitraan khusus dengan Rusia. Pasalnya, kedua negara memiliki jalinan kuat dalam bidang militer. Kedua negara mnejalin kerjasama dalam bidang joint military exercises. Selain menjalin latihan militer secara bersama, China dan

31% 27% 5% 5% 5% 4% 3% 3% 3% 2% Amerika Serikat Rusia China Jerman Perancis Inggris Spanyol Italia Ukraina Israel


(48)

40

Rusia juga meningkatkan kerjasama dalam anty-missile cooperation atau kerjasama anti penggunaaan senjata rudal (Internasional, 2016). Hal ini menegaskan adanya aktivitas militer China yang dibangun secara peace mission.

Kerjasama dalam hal military training and counterterrorism operations (latihan militer dan operasi pemberantasan tindak teorisme) menjadi wilayah aktivitas militer China lainnya di Iran. Selain itu, pada tahun 2015 China menjalin kerjasam dengan Iran untuk training Iranian nuclear engineers and helped Iranian master uranium exploration and mining atau pelatihan bagi tenaga ahli Iran dalam bidang nuklir dan pertambangan. China dan Iran juga menjalin kerjasama militer dalam aksi pemberantasan tindka pembajakan atau anty-piracy (Gady, 2016). Beberapa hal ini telah menggambarkan bagaimana militer China bekerja di dunia internasional.

Dikawasan Asia, China juga memiliki sejumlah aktivitas militer yang terjalin secara bilateral dengan berbagai negara di kawasan. Thailand menjadi mitra militer China dalam penguatan dan pengembangan pendidikan serta teknologi militer. Selain itu, kedua negara juga memiliki aktivitas militer bersam dalam melawan tindak terorisme (Corben, 2016). Selain itu, Thailand merupakan negara tujuan eksport senjata militer China sehingga dalam aktivitas militernya secara global, Thailand memiliki tupoksi penting bagi kekuatan militer negaranya. Meskipun logikan ini juga berkerja agi semua mitra negara China secara global. Bersama Indonesia, China memningkatkan aktivitas militer negaranya dinegara tersebut melalui peningkatan intensitas kunjungan militer, pertukaran informasi, pelatihan bersama dan kerjasama terkait peralatan serta teknologi militer


(49)

41

(Shaohui, 2016). Sedangkan di kawasan Asia Selatan, China memiliki aktivitas militer yang cukup intens dengan negara Pakistan dan Bangladesh. Pertukaran informasi, pelatihan bersama dan kerjasama terkait peralatan serta teknologi militer menjadi wilayah aktivitas kerjasama militer China di kedua negara tesebut (Tiezzi, 2015).

Kaitannya dengan kawasan Afrika, China juga memiliki sejumlah aktivitas militer di kawasan tersebut. Khususnya, kawasan tersebut merupakan mitra ekonomi China sedangkan militer China memiliki komitmen penuh untuk memberikan dukungan pada pembangunan ekonomi nasional negaranya. China memiliki aktivitas dominan terkait dengan militer di kawasan Afrika. Misi perdamaian, trasfer senjata militer serta pemberantasan tindka terorisme dan pembajakan menjadi aktivitas militer China di kawasan Di kawasan, China telah menjalin hubungan militer yang mendalam dengan Aljazair, Angola, Mesir, Ghana, Nigeria, Afrika Selatan, Sudan, Tanzania, Uganda, Zambia dan Zimbabwe. Oleh karena itu, hal yang perlu dicatat ialah selain China memberikan bantuan militer kepada negara-negara tersebut, China juga aktif terlibat dalam kerjasama transfer senjata dan teknologi konvensional maupun modern (Polity, 2014). Selain itu, China mempunyai komitmen dalam upaya peacebuilding dan peacekeeping di kawasan Afrika. Tahun 2016 ini, aktivitas China mengalami peningkatan di kawasan Afrika Timur seiring dengan adanya kebijakan negaranya untuk membangun sebuah pangkalan militer bertajuk angkatan laut di Negara Djibouti, Afrika.


(50)

42

B. Aktivitas Militer China di Djibouti, Afrika

Menyusul aktivitas militer yang telah lebih dahulu dilakukan oleh beberapa negara maju lainnya di kawasan negara Djibouti, pada tanggal 21 Januari 2016 secara resmi melalui informasi yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri-nya (The China Foreign Affairs Ministry), China menyampaikan hasil suatu perjanjian kerjasama yang cukup merubah masa depan militer di negaranya. Perjanjian tersebut melibatkan dua aktor negara yaitu, China dan Djibouti yang saling bersepakat untuk menjalin kerjasama dalam bidang militer (Braude & Jiang, 2016). Perjanjian tersebut merupakan landasan hukum atas diijinkannya China untuk membangun dan mengoperasionalkan kekuatan militer di Djibouti, Afrika. Perjanjian ini sekaligus menjadi simbol atas dimulainya aktivitas militer China di Djibouti sebagai mitra kerjasama sejak tahun 1979. Selain hal tersebut, perluasan bidang kerjasama China dan Djibouti dalam bidang militer tersebut telah melengkapi sederet bentuk kerjasama yang telah aktif dijalankan kedua negara yaitu dalam bidang ekonomi baik berupa investasi, pembangunan infrastruktur, maupun perdagangan internasional. Melalui hal tersebut, China hadir menyusul Amerika Serikat, Perancis, Jepang, dan Jerman yang telah lebih dahulu membangun dan memiliki pangkalan militer di kawasan Negara Djibouti (Orion, 2016, hal. 2).

Pembangunan pangkalan militer merupakan bentuk aktivitas militer pertama yang akan dioperasikan China di wilayah Djibouti, Afrika. Dikonfirmasi oleh perwakilan Kementerian Pertahanan China (The China’s Ministry of Defense), bahwa China akan membangun sebuah pangkalan militer di Negara


(51)

43

Djibouti. Pangkalan militer berbentuk “support facilities base” untuk tentara

angkatan laut China yaitu, The People’s Liberation Army-Navy (PLAN) yang akan beroperasi di Djibouti (Panda, 2016). Menurut laporan petugas dan pakar asing yang memantau perkembangan proyek dengan luas 36,4 hektar tersebut, pangkalan militer China dibangun dengan sejumlah fasilitas yang melengkapinya. Adapun fasilitas tersebut ialah berupa pos angkatan laut yang dilengkapi dengan fitur toko senjata, sarana pemeliharaan kapal dan helikopter, serta gedung untuk menampung tentara marinir atau pasukan khusus China tersebut (Jami, 2016). Berdasarkan laporan berita, dsampaikan bahwa pangkalan akan menjadi basisi bagi 10.000 tentara angkatan laut China. Selain itu, pangkalan ini akan berada di tidka jauh dari pangkalan militer Amerika Serikat, Perancis dan Jepang yang juga berada di wilayah Djibouti, Afrika jauh lebih dahulu daripada China ((SFA), 2015).

Pembangunan pangkalan militer yang telah mulai dibangun pada 8 April 2016 dan diperkirakan akan selesai pada tahun 2017 tersebut merupakan hasil dari suatu proses yang cukup panjang bagi China. Pasalnya, sejak Jepang memutuskan untuk membangun pangkalan militernya pada tahun 2010 di Djibouti, China merasa perlu untuk mempertimbangkan kembali langkah strategisnya bagi masa depan militer negaranya serta peran negara dalam bidang keamanan di panggung internasional. Oleh karena itu, kebijakan Jepang telah menjadi momentum bagi China untuk mulai meningkatkan peran eksplorasi kekuatan militernya di tatanan global (Orion, 2016, hal. 2). Hal inilah yang kemudian membawa China untuk membuka dialog dengan Djibouti pada tahun 2014. Dialog menjadi sarana bagi


(52)

44

China untuk mengkomunikasikan ambisinya dalam membangun basis pangkalan militer bagi tentara angkatan lautnya di Djibouti. Pada 23 April 2015, Foreign

Affrais Magazine merilis artikel dengan judul ‘China Comes to Djibouti’ yang menandakan adanya peningkatan status dialog yang dilakukan China dalam menawarkan proposal pembangunan pangkalan militer negaranya di Djibouti.

Laporan dari Hua Chunying dari The China’s Foreign Ministry pada 12 Mei 2015

merupakan titik muara dari upaya diplomasi China kepada Djibouti. Hua Chunying menututkan bahwasanya hubungan kerjasama persahabatan antara China dan Djibouti telah mencapai pertumbuhan konstan selama beberapa tahun terakhir dalam berbagai kerjasama strategis dan akan mulai dilaksanakan kemitraan dalam bidang militer (GlobalSecurity, 2016).

Sebagai kekuatan ekonomi global, stabilitas China sangat bergantung pada keamanan navigasi global sebagai pendukung berjalannya laju pengangkutan sebagaian besar bahan baku, energi dan produk industri China. Ancaman pembajakan dilepas Pantai Somalia telah menggangu lalu lintas laut China dan menyebabkan terganggunya aktivitas ekonomi negaranya. Pada Bulan Desember 2008, China untuk pertama kalinya mengirimkan pasukan angkatan laut ke Teluk Aden dalam upaya memerangi tindka kejahatan pembajakan. Sejak saat itu, China telah mengirim lebih dari 20 gugus tugas militer yang terdiri dari lebih 60 kapal perang untuk mengawal kapal dagang dari China ke negara-negara lain. Pangkalan militer China yang dibangun di Djibouti, Afrika merupakan sebuah pangkalan angkatan laut. Bagi China, pangkalna militer ini mempunyai peran penting dalam membangun kekuatan militer China secara lebih signifikan baik


(53)

45

secara nasional, regional maupun global. Sebagai basis penyedia fasilitas logistik, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu diketahui terkait bentuk pangkalan militer pertama China tersebut, yaitu:

1. Strategi militer China selama ini menekankan pada “civilian-military

integration” (CMI) atau sebuah strategi pengembangan militer yang berfokus pada aktivitas militer sipil. Sehingga, kombinasi antara tujuan, upaya, infrastruktur dan standr yang terbangun dalam militer China akan difungsionalkan untuk kepentingan sipil. Berkaitan dengan hal tersebut, pangkalan militer China merupakan suatu aktivitas militer sipil dengan tajuk basis logistik sehingga selut bagi pihak lain untuk memahami motif utama operasional militer China yang sesungguhnya karena China selalu berlindung dalam aktivitas yangbertajuk sipil.

2. China selalu berusaha untuk memberikan perbedaan dirinya dengan negara-negara lain sejak dahulu. Salah satu instrumen pembeda China terletak pada kebijakan yang diambil negara tersebut yaitu, kebijakan yang didasarkan pada“expansion and the politics of force” atau kebijakan yang didasarkan pada kekuatan politik dan ekspansi negara. Dalam mewujudkan kebiajkan tersebut, China selalu menggunakan kekuatan militernya. Oleh karena itu, pangkalan militer ini menjadi cerminan dari upaya China dalam melalukan penguatan pada kekuatan ekspansi dan politiknya.

3. Bentuk aktivitas militer China selama ini cenderung menjaa kerahasian atas motif utama atas aktivitas militer yang China operasionalkan. Hal ini sebagai upaya untuk menghindari bangkitnya oposisi dalam menyikapi


(1)

20

Bajpai, P. (2014, Oktober 31). China's GDP Examined: A Service-Setor Surge. Retrieved Desember1 1, 2016, from http://www.investopedia.com/articles/investing/103114/chinas-gdp-examined-servicesector-surge.asp

Bickford, T. J. (2016). Haiyang Qiangguo: China as a Maritime Power . Virginia: China Studies Division of CNA .

Bojiang, Y. (2006). REDEFINING Sino-Japanese Relations after Koizumi. The Washington Quaterly , VOL 29 No.4.

Braude, J., & Jiang, T. (2016, Maret 31). Djibouti Is Jumping. Retrieved November 21, 2016, from Foreign Policy Research Institute FPRI: http://www.fpri.org/article/2016/03/djibouti-is-jumping/

Campbell, K., & Andrews, B. (2013). Explaining the US ‘Pivot’ to Asia. London: Chatham House.

Cheng, D. (2015). China's Pivot to The Sea: The Modernizing PLA Navy. Washingtin D. C.: The Heritage Foundation.

Chow, G. C. (2004). Economic Reform and Growth in China. New Jersey: Peking University Press.

Chun, Z. (2015). The Sino-Africa Relationship: Toward a New Strategic Partnership. Retrieved Desember 1, 2016, from https://www.lse.ac.uk/IDEAS/.../SR-016-Chun.pdf

Clemens, M. (2015). The Maritime Silk Road and the PLA. Virginia: CNA Conference Facility .

Coplin, W. D., & Marbun, M. (2003). Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

Coplin, W. D., & Marbun, M. (2003). Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis. Bandung: Sinar Baru Bandung.

Correlissen, S., Cheru, F., & Shaw, T. M. (2012). Africa and International RElations In The 21st Century. New York: Palgrove Macmillan.

CRI. (2016). China Contribution to The UN Effort. Beijing: CRI.

d'Almaida, A. C. (2014, Desember 14). U.S. “vs.” China in Africa: A Message to President Obama and Premier Li Keqiang. Retrieved Desember 1, 2016, from

http://www.huffingtonpost.com/andre-correa-dalmeida/us-vs-china-in-africa-eco_b_5978980.html

Dawaleh, H. I., & Styan, D. (2012). Djibouti's Strategic Position In The Horn of Africa. London: Birkbeck College, University of London.


(2)

21

Deloitte. (2014). Africa: A 21st Century View. London: Deloitte.

Denlinger, P. (2012, Desember 27). What is the difference in composition of GDP in The US and China? . Retrieved Desember 1, 2016, from https://www.quora.com/What-is-the-difference-in-composition-of-GDP-in-the-US-and-China

Dorsey, J. M. (2016). China & The Middle East: Tilting Towards Iran? Singapore: RSiS Nanyang Technological University .

DPR. (2012). Peningkatan Kekuatan Militer China. Jakarta: DPR RI.

Dubé, F. (2016, Oktober 5). China’s Experiment in Djibouti. Retrieved Desember 1, 2016, from The Diplomat: http://thediplomat.com/2016/10/chinas-experiment-in-djibouti/

Easton, I. (2013). China's Military Strategy in The Asia-Pasific. Project 2049 Institute.

Ebrahim, Z. T. (2015, April 25). China’s New Silk Road: What;’s In It For Pakistan? . Retrieved Desember 2, 2016, from http://www.dawn.com/news/1177116

Enuka, C. (2012). China's Military Presence in Africa. Journal of Political Studies , 1. Fearon, J. D. (1998). Domestic Politics And Foreign Policy. Chicago: Annual Review.

Gamache, L., Hammer, A., & Jones, L. (2013). China;s Trade and Investment Relations With Africa. New York: United States International Trade Commission (USITC) Executive Briefings on Trade .

Ganewati Wuryandari, A. E. (2011). Politik Luar Negeri Indonesia Dii Tengah Arus Perubahan Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ganewati Wuryandari, D. M. (2008). Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

GlobalSecurity. (2016). Djibouti - China Relations. Retrieved November 21, 2016, from Global Security: http://www.globalsecurity.org/military/world/djibouti/forrel-prc.htm

Gokmen, S. R. (2010). Geopolitics and The Study of International Relations. Turkey: IR Middle East Technical University.

IFC, I. F. (2013). Djibouti Country Profile 2013. The World Bank.

Igbinoba, E. (2016). Economic Implication of China's Military Base in Djibouti. South Africa: Center for Chinese Studies.

INDC. (2015, Agustus). Intended Nationally Determined Contribution of the Republic of Djibouti. p. 2.

Institute, A. R. (2012, Oktober 22). Between Extremes: China and Afrika. Retrieved Desember 1, 2016, from Africa Research Institute: Understanding AfricaToday:


(3)

22

http://www.africaresearchinstitute.org/newsite/publications/between-extremes-china-and-africa/

Jacques, M. (2013). How China Will Change The Global Political Map. Washington: Transatlantic Academy.

Jakartagreater. (2016, Maret 2016). Lima Kekuatan Militer Bangun Pangkalan di Djibouti. Retrieved November 21, 2016, from Jkaarta Greater: http://jakartagreater.com/lima-kekuatan-militer-bangun-pangkalan-di-djibouti/

Jami, A. I. (2016). Cina mulai Pembangunan Pangkalan Militer di Afrika. Jakarta: http://internasional.republika.co.id/.

Jatmika, S. (2016). Hubungan Internasional di kawasan Afrika. Yogyakarta: Samudra Biru. Jatmika, S. (2016). Hubungan Internasional Di Kawasan Afrika. Yogyakarta: Samudera Biru.

Jokobson, L., & Knox, D. (2010). New Foreign Policy Actors In China. Sweden: Stockholm Peace Research Institute (SIPRI).

Kaplen, R. A. (2005). An Analysis of China's Foreign Policy nd National Security Decision-Making Support Structure (U). Virginia: Conterintellegence Field Activity (CIFA).

Kompasiana. (2015, Agustus 14). Afrika: MAsihkah benua Tanpa Harapan? Retrieved November 17, 2016, from Kompasiana: http://www.kompasiana.com/kanopi_feui/afrika-masihkah-benua-tanpa-harapan_555f21da927e614d198b45c8

Lam, W. (1997). Impact of China's Trade and Foreign Investmnet Reform on The world Ecoomy. Ottawa: Strategic Investment Analysis Micro-Economic Policy Analysis Industry Canada.

Langenhove, L. V. (2010). The EU as Global Actor in A Multipolar World and Multilateral 2.0 Environtment. Brussels: Academia Press.

Lawrence, S. V., & Martin, M. F. (2013). Understanding China's Political System. Maryland: Congressional Reseach Service (CRS).

Lin, J. Y. (2015). China and the Global Economy. Retrieved Desember 1, 2016, from http://www.frbsf.org/economic-research/files/Lin.pdf

Mas'oed, M. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES.

McDevitt, R. A. (2016). Becoming a Great “Maritime. Arlington: CNA Analysis and Solution.


(4)

23

Melati, I. (2013). Upaya Cina dalam Mempertahankan Komunisme Pasca Runtuhnya Uni Soviet. Retrieved November 10, 2016, from eJournal Ilmu Hubungan Internasional: ejournal.hi.fisip-unmul.org

Muna, M. R., Adriana Elisabeth, D. M., Wuryandari, G., & Sriyanto, N. (2011). Politika Luar Negeri Indonesia Di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nur, A. F., Arya, D., Putra, I., Caroline, R., & Januriswanti, Y. (2013, Oktober 9). Sistem Pemerintahan China. Retrieved November 10, 2016, from https://www.scribd.com/doc/174695886/46646164-Sistem-Pemerintahan-China-pdf.

Oladipo, T. (2015, Juni 16). Why are Thre So Many Military BAses in Djibouti? Retrieved November 21, 2016, from BBC: http://www.bbc.com/news/world-africa-33115502

Omar, S. (2015). Djibouti Geothermal Development. Nairobi: East African Power Industry EAPIC.

Orion, A. (2016, Februari 1). The Dragon’s Tail at the Horn of Africa: A Chinese Military Logistics Facility in Djibouti . INSS Insight No. 791 , p. 2.

Ozyurt, S. (2010). China’s Economic Outlook after 30 Years of Reform . France: Laboratoire Montpelliérain d'Economie Théorique et Appliquée.

Page, J. (2014). China Sees Itself at Center of New Asian Order. New York: Wall Street Journal.

Panda, A. (2016, Februari 26). Confirmed: Construction Begins on China's First Overseas Military Base in Djibouti. Retrieved November 21, 2016, from The Diplomat: http://thediplomat.com/2016/02/confirmed-construction-begins-on-chinas-first-overseas-military-base-in-djibouti/

Perlo-Freeman, S., Fleurant, A., & Wezeman, P. D. (2015). Trends in World Military Expenditure, 2014. SIPRI Fact Sheet , 1.

Pujiati, U. (2014). Catatan Penting Tentang Karakteristik Benua. Retrieved 2016, from https://www.google.co.id/search?biw=1366&bih=613&noj=1&tbm=isch&sa=1&q=peta+ben ua+afrika&oq=peta+benua+afrika&gs_l=img.3..0l7j0i67k1j0l2.17302.20260.0.20420.18.10.

0.0.0.0.787.1175.3-1j6-1.2.0....0...1.1.64.img..16.2.1174.0.t1gyYTczf4Q#imgrc=ddZjkIbDhc0USM RI, K. (2014). Peluang Ekspor Ke Nigeria. Warta Ekspor , 4.

Rotberg, R. I. (2004). When State Fail: Causes and Consequences. Cambridge: Princeton University Press.


(5)

24

Safitri, I. A. (2014). Pemberian Bantuan Amerika Serikat kepada Somalia sebagai Bentuk Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika. Jurnal Analisis HI Vol. 3 No. 1 , 271.

Saiman, A. (2016). Diplomasi Ekonomi Indonesia Di Afrika Dari Retorika Menuju Realita. PPT.

Salmon, T. C., & Imber, M. F. (2008). Issues In International Relations 2nd Edition. New York: Routledge.

Sari, A. P. (2016). China Mengaku 40 Negara Dukung Klaimnya di Laut China Selatan. CNN Indonesia.

Suzuki, T. (2016). The Political Possibilities of China's "Party-State System". Tokyo: Japan Digital Library.

Uckert, M. B. (1995). China as an Economic and Military Superpower: a Dangerous Combination? Alabama: Air University.

Wikipedia. (2015, Januari 30). Daftra Negara Menurut Jumlah tentara. Retrieved November 21, 2016, from Wikipedia Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/ Daftar_negara_menurut_jumlah_tentara

World, T. O. (2016). Djibouti. Retrieved November 18, 2016, from Operation World: http://www.operationworld.org/djib

WTO. (2015). International Trade Statistics 2015.

Wuryandari, G., Elisabeth, A., Mashad, D., Muna, M. R., & Sriyanto, N. (2011). Politik luar Negeri Indonesia Di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wuryandari, G., Elisabeth, A., Mashad, D., Muna, M., & Sriyanto, N. (2011). Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

wuryandari, G., Mashad, A. E., Muna, M. R., & Sriyanto, N. (2011). Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yani, Y. M. (2007). Makna Pengembangan Kekuatan Militer China. Bandung: Universitas Padjajaran.

Yasuhiro, M. (2014). China's Military Diplomacy. Tokyo: NIDS Security Report.

Yuliantoro, N. R. (2012). Menuju Kekuatan Utama Dunia: Sekilas Politik Luar Negeri Cina (1st ed.). Yogyakarta: Institute of International Studies (IIS) Universitas Gadjah Mada (UGM).


(6)