NARASI KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL BIOGRAFI “MENAPAK JEJAK AMIEN RAIS ‘PERSEMBAHAN SEORANG PUTRI UNTUK AYAH TERCINTA’” LEADERSHIP NARRATION IN BIOGRAPHY NOVEL “MENAPAK JEJAK AMIEN RAIS ‘PERSEMBAHAN SEORANG PUTRI UNTUK AYAH TERCINTA’”

(1)

NARASI KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL BIOGRAFI “MENAPAK JEJAK AMIEN RAIS ‘PERSEMBAHAN SEORANG PUTRI UNTUK AYAH TERCINTA’”

LEADERSHIP NARRATION IN BIOGRAPHY NOVEL “MENAPAK JEJAK AMIEN RAIS ‘PERSEMBAHAN SEORANG PUTRI UNTUK AYAH TERCINTA’”

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata I Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

OLEH :

Holy Lathifa Algania

20120530226

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

NARASI KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL BIOGRAFI

“MENAPAK JEJAK AMIEN RAIS ‘PERSEMBAHAN SEORANG

PUTRI UNTUK AYAH TERCINTA’”

LEADERSHIP NARRATION IN BIOGRAPHY NOVEL “MENAPAK

JEJAK AMIEN RAIS ‘PERSEMBAHAN SEORANG PUTRI UNTUK

AYAH TERCINTA’”

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Holy Lathifa Algania

(20120530226)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Nama : Holy Lathifa Algania NIM : 20120530226

Konsentrasi : Public Relation Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi dan penelitian dengan judul “Narasi Kepemimpinan dalam Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’”, benar-benar telah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Semoga bermanfaat dan memperkaya penelitian selanjutnya.

Penulis


(4)

MOTTO

“Hati ibo mambao jauah, sayang di kampuang ditinggakan, hati luko mangkonyo sambuah, tacapai niaik jo tujuan” (seseorang yang rajin berusaha untuk mencapai cita-citanya, dia

belum merasa puas kalau belum dapat apa yang dicapainya)

-Alm. Idrus Hakimy Dt Rajo Panghulu–

“Allah never put you in situation if you couldn’t handle” (Allah tidak pernah menempatkan suatu siatuasi kepada

umatnya yang tidak bisa diselesaikannya) – Holy Lathifa Algania –

“Bak mutiara nan indah, walau tertimbun sekalipun oleh lumpur, tetapi takkan hilang sinar dan kilaua-nya”

(Seseorang yang memilki inner beauty, akan selalu dipandang indah, walaupun banyak orang yang ingin menenggelamkannya)


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini khusus kupersembahkan:

Untuk Papaku tersayang, Anwar Syamsu yang tiada hentinya mengirimkan ridho, doa, dan setiap kasih sayangnya kepadaku. Terima kasih untuk segala

dorongan yang Papa beri selama ini sejak menghantarkanku ke Bandara International Minangkabau, hingga selesai kutuntut ilmu di kota istimewa ini.

Untuk Mamaku tercinta, Eriyetni Syam walau hanya tiga setengah tahun lamanya berada didekapan Mama, namun semangat dan do’a Mama dapat kurasakan hingga umurku yang ke-21 tahun ini. Terima kasih Ma, I Love You.

Udaku tersayang, Oscar Honesty, S.E terima kasih telah memberikan motivasi dan dukungan yang luar biasa agar dapat kuselesaikan tanggung jawab sebagai


(6)

All Thanks To

Terima kasih kepada Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada peneliti. Sehingga peneliti mampu melewati hari-hari untuk terus menjadi insan yang haus akan ilmu dan selalu bersyukur atas rahmat-Nya.

Terima kasih kepada Papa dan Mama-ku tercinta. Papa, yang selalu bisa menjadi orang tua, sahabat, soulmate, teman curhat, dan motivator untukku, mencukupi segala kekuranganku, mendengarkan segala keluh kesahku, dan menuntunku untuk selalu berada di jalan Allah SWT. Mama, yang selalu kurindukan, yang selalu kubayangkan, dan selalu memantauku dari jauh. Walau hanya tiga tahun lamanya aku bisa mengahabiskan waktu bersamamu, namun semangat dan perhatianmu selalu dapat kurasa. I miss you so much, Mom.

Oscar Honesty, S.E. Terima kasih untuk Uda-ku tersayang, yang selalu mau berbagi ilmu, mengenalkanku tentang keindahan seni, dan selalu memberikan dorongan agar aku dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga kita dapat terus berkarya bersama. Amin.

Terima kasih kepada keluarga besar-ku, Mama Yusnidar, Kak Dewi, Bang Indra, Queen Symphoni Oscar (my niece), Kak Ayu (mommy Queen), Pak Cik, Pak Ngah, Tante Pi, Tante As, Vira, Cindi, Kak Nika, Bang Doni, Kak Meri, yang selalu memberikan bantuan dan doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan S-1 dengan baik.

Mbak Firly Annisa, terima kasih atas segala bimbingannya dan telah membuka pandangan peneliti, bahwa bagaimana seharusnya kesetaraan jender yang berlaku di kehidupan masyarakat.

Terima kasih kepada Mas Zein Mufarrih Muktaf dan Mas Fajar Juneadi yang telah banyak memberikan masukan dan pembelajaran kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyempurnakan penelitian ini.


(7)

Terima kasih sahabat-sahabat E Class aKa Enjoy Creative Productions: Fatur, Andi, Lubis, Leo, Pampam, Tazar, Oben, Ari, Imam, Vidya, Sinta, Reza, Slamet, Werdi, Baba dari awal kuliah hingga tahun keempat ini, semoga PH yang kita buat bersama tetap terus jalan ya, walaupun nanti sudah kembali ke daerah masing-masing. Genk cewe-cewe kece Debby, Intan, Rere, Najwa, Risang, Alif, dan Keken.

Keluarga besar IKOM Radio, How I miss you, Guys! Setiap tawa, canda, tangis, dan diskusi hingga berujung debat, selalu membuatku merindukan kalian. Angga, Mbak Ima, Mas Kokoh, Diah, Titin, Jaja, Mas Miftah, Mbak Ana, Ardi, Awanda, Arum, Mbak Sinta, dan khususnya Mbak Dilla yang sudah mau jauh-jauh dari Bandung-Yogya untuk telfonan sambil curhat mengenai skripsi, thank you so much Mbak.

Komunitas Menulis (KUMIS), tempat belajar bersama mengenai semua tentang sastra dan reposrtase. Terima kasih Mas Fajarjun, Mas Miftah, dan Mbak Dilla yang sudah mendirikan KUMIS. Untuk adik-adikku, Inas, Irma, Risma, Dini, Nasha, Derel, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu-persatu selalu semangat dalam berkarya yahh, hidupkanlah KUMIS, jangan mencari ketenaran di KUMIS. Hehee.

Rekan-rekan Public Relation dan Ilmu Komunikasi UMY 2012, Winny, Izza, Mita, Ragil, Rima, Guruh, Tri, Idul, Devi, Mpus, Laila, Nasya, Teguh, Yogi dan teman-teman yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.

Terima kasih juga kepada Cinema Komunikasi, BEM FISIPOL, DPM FISIPOL, PARTAI PISIPOL, Wax Production, Tahan Banting Production sebagai wadah peneliti belajar dan berkarya selama duduk di bangku perkuliahan. Last but not least, my partner, my director, my best friend, and my best boy friend, Muhammad Fatur Albashori. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaik selama empat tahun ini. Semoga cerita, harapan dan cita-cita yang sudah kita bangun bersama dapat dikabulkan Allah SWT, Amin Ya Rabbal Alamin.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum, Wr.Wb

Alhamdulillahirabbilalamin, Terima kasih kepada Allah SWT yang tiada henti memberikan rahmat, karunia, dan ujian yang sangat luar biasa kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Program S-1 Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Salawat berserta salam, saya berikan kepada rasul seluruh umat, yakni Nabi Muhammad SAW. Dengan rahmat Allah SWT pula, penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan

judul “Narasi Kepemimpinan dalam Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais

‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’”. Guna memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Bambang Cipto,MA. Selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Muhammad, PhD. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Haryadi Arief Nuur Rasyid, S.IP., M.Sc. Selaku ketua jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Firly Annisa S.IP., MA. Selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah banyak membuka wawasan, masukan, dan pengarahan kepada saya.


(9)

5. Bapak Fajar Juneadi, S.Sos., M.Si. Selaku dosen penguji I, terima kasih telah memberikan arahan dan mengkritisi skripsi ini, hingga menjadi lebih baik.

6. Zein Mufarrih Muktaf, S.IP., M.I.Kom. Selaku dosen penguji II, terima kasih telah memberikan masukan dan melowongkan waktunya untuk dapat menguji penelitian ini.

7. Bapak Pak Jono, Pak Mur, Pak Yuni, dan Mbak Siti, terima kasih telah memberi informasi dan dukungan kepada penulis.

Terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam menyusun penelitian ini, mohon maaf jika ada kekurangan atau yang tidak berkenan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun.

Yogyakarta, 10 Oktober 2016


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PENGESAHAN……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……… iii

HALAMAN MOTTO……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………... v

UCAPAN TERIMA KASIH……… vi

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR GAMBAR……….. xiii

DAFTAR TABEL………... xiv

ABSTRAK……….. xv

ABSTRACT……… xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah……… 8

C. Tujuan Penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian ………... 9

E. Kerangka Teori ……… 9

1. Narasi dan Kekuasaan ……… 9

2. Identitas dan Konstruksi Sosial dalam Novel ……… 15


(11)

F. Metode Penelitian ……….. 26

1. Jenis Penelitian ………... 26

2. Objek Penelitian ……….. 27

3. Teknik Pengumpulan Data ………. 28

4. Teknik Analisis Data ………. 28

5. Tahapan Analisis ……… 33

G. Sistematika Penulisan ……….. 34

BAB II OBJEK PENELITIAN ……… 36

A. Profil Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’……….. 36

B. Sinopsis Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ ………. 37

C. Profil Hanum Salsabiela Rais dan Amien Rais ……….. 39

D. Peran Jender dalam Kepemimpinan di Indonesia ……… 43

E. Penelitian Terdahulu ………. 48

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………. 55

A. Peristiwa – Peristiwa dalam Novel ……….. 55

B. Analisis Naratif Novel “Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta ………. 77

1. Struktur Narasi ……… 77

2. Unsur Narasi ……….. 89

3. Analisis Model Aktan ……… 105


(12)

C. Temuan Penelitian ……… 138

1. Pemimpin Ideal adalah Sosok Laki-laki, Perempuan Menjadi Subordinasi ……….. 138

2. Pemimpin Ideal Merupakan Pemimpin yang Jujur, Berani, dan Alim ………. 140

BAB IV PENUTUP ………. 143

A. Kesimpulan ………... 143

B. Saran ……….. 147


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Cover novel ……… 5

Gambar 1.2 Ulasan Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ di stasiun TV One ………... 7

Gambar 1.3 Skema model aktan Alrgirdas ……… 32

Gambar 1.4 Skema oposisi segi empat Algirdas Greimas ………. 33

Gambar 2.1 Foto launching novel biografi ‘Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’……….. 39

Gambar 3.1 Model aktan pertama ……….. 106

Gambar 3.2 Model aktan kedua ………. 111

Gambar 3.3 Model aktan ketiga ………. 115

Gambar 3.4 Model aktan keempat ……… 119

Gambar 3.5 Model aktan kelima ……….. 123

Gambar 3.6 Model aktan utama ………. 126

Gambar 3.7 Oposisi segi empat dalam Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’……… 135


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 ………. 81 Tabel 3.2 ………. 90 Tabel 3.3 ………. 97


(15)

(16)

ABSTRAK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI PUBLIC RELATION Holy Lathifa Algania

20120530226

Narasi Kepemimpinan dalam Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais

‘Persembahan Seorang PutriUntuk Ayah Tercinta’

Tahun Skripsi : 2016+154 Halaman

Daftar Pustaka : 35 Buku + 5 Skripsi + 2 Jurnal + 3 Sumber internet Novel biografi merupakan media komunikasi massa yang dapat membentuk suatu konstruksi realitas sosial maupun identitas positif seorang tokoh masyarakat. Fenomena kepemimpinan yang ideal kerap dibangun oleh penulis novel, khususnya dalam novel biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’. Dalam novel tersebut, penulis membangun kepemimpinan idel ala Amien Rais yang dapat dilihat dari sektor politik, agama, dan keluarga.

Penelitian ini, menggunakan analisis naratif model Algirdas Greimas yang dapat dikaji melalui empat bagian, yakni struktur narasi, unsur narasi, model aktan, dan oposisi segi empat. Dengan menggunakan analisis naratif, peneliti dapat mengungkap makna yang tersembunyi dalam suatu narasi. Hasil penelitian dalam menganalisis novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ adalah penulis mengkonstruksikan bagaimana seharusnya potret kepemimpinan yang ideal di Indonesia, yakni pemimpin ideal adalah laki-laki yang berhasil memimpin suatu keluarga, pemimpin yang mahir di dunia politik, dan pemimpin yang alim dan menganut ajaran islam.


(17)

ABSTRACT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF COMMUNICATION SCIENCE PUBLIC RELATION

Holy Lathifa Algania

Leadership Narration in Biography Novel “Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’”

20120530226

Tahun Skripsi : 2016+154 Pages

References : 35 Books + 5 Thesis + 2 Journal + 3 Internet Sources

Biography novel is a mass communication media that can form a social reality construction and positive identity from a public figure. Phenomenon of ideal leadership is frequently established by the author, especially in the biography novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’. In this novel, the author establishes ideal leadership in version of Amien Rais which can be seen from the sector of politics, religion, and family.

This research used narrative analysis model of Algirdas Greimas that can be reviewed through four parts, namely narration structure, narration substances, actant model, and square opposition. By using narrative analysis, the researcher is able to reveal the hidden meaning in a narration. The result of analysing the novel of Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ is the author constructs how the ideal leadership in Indonesia should be, that is ideal leader is a man who can lead his family, a leader who is capable in the field of politics, and a leader who is religious and embraces the laws and rules of islam.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Novel merupakan media massa cetak popular yang masih digemari pada era kini. Tidak hanya media televisi dan online, media cetak pun masih menjadi pilihan masyarakat sebagai sarana informasi, edukasi, dan hiburan. Novel sebagai salah satu media massa cetak dipahami sebagai entitas yang tidak mungkin netral dalam memberikan informasi kepada masyarakatnya. Suatu konstruksi sosial pun kerap dibuat oleh penulis novel yang pada nantinya akan diserap mentah-mentah oleh masyarakat yang awam. Dengan novel, penulis dapat menyampaikan realitas-realitas sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Media cetak yang dibingkai dengan ringan seperti novel dapat menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam mengakses informasi. Novel merupakan salah satu media yang cukup popular di dunia dan memiliki daya komunitas yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat. Novel yang juga merupakan suatu karya sastra yang memiliki kelebihan, yakni dalam pemilihan bahasa / diksinya yang indah mengandung unsur estetika dan dapat dijadikan sebagai alat kontrol sosial dalam masyarakat. Melalui novel, penulis sebagai narator juga dapat memberikan suatu narasi yang sugestif dalam setiap alur cerita dan tidak terlepas dari suatu konstruksi


(19)

makna yang dibangun oleh penulis, khususnya novel yang berjenis biografi.

Hidayat (dalam Bungin, 2009: 191) menyatakan, dalam penjelasan ontology paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Penulis novel biografi sebagai individu yang membangun suatu konstruksi sosial melalui karyanya, dapat membangun realitas yang sangat subyektif. Setiap peristiwa yang diceritakan oleh penulis merupakan proses produksi pesan dan pertukaran makna dalam setiap narasinya. Kekuatan narasi dalam novel ada berdasarkan alur cerita (plot), pemilihan bahasa, setting tempat dan waktu, dan penokohan (karakter). Novel mampu meningkatkan daya khayal (imajinasi) dari kronologi cerita yang dibuat oleh penulis. Dengan rangkaian-rangkaian peristiwa dalam novel, bisa menjadi medium pembentukan citra dimana suatu realita direalisasikan dalam sebuah karya yang imajinatif dan reflektif.

“Narasi dikembangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar narasi sebagai tumpuan berpikir bagi terbentuknya wacana narasi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : alur (plot), penokohan, latar, titik pandang, pemilihan detail peristiwa. Detail-detail dalam narasi disusun dalam sekuensi (sequence) ruang dan waktu yang menyarankan adanya bagian awal, tengah, dan akhir cerita” (Darma, 2014: 35).


(20)

mengisahkan tentang perjalanan atau riwayat hidup tokoh sejarah, budayawan, pengusaha, politikus, dan tokoh-tokoh yang termasyhur di kalangan masyarakat secara imajinatif dan reflektif. Menurut Keraf (1992: 142), sasaran utama novel biografi adalah menyajikan atau mengemukakan peristiwa-peristiwa yang dramatis, dan berusaha menarik manfaat dari seluruh pengalaman pribadi yang kaya-raya itu bagi pembaca dan anggota masyarakat lainnya.

Salah satu novel yang mengupas biografi tentang kepemimpinan seorang tokoh politik di Indonesia adalah novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’. Novel biografi pun mampu meningkatkan popularitas kepemimpinan dan citra positif tokoh politik di mata publik. Hal ini sangat efektif karena disajikan dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti seluruh kalangan masyarakat. Seperti halnya, Menapak Jejak Amien Rais adalah sebuah novel karangan Hanum Salsabiela Rais yang merupakan anak kedua dari lima orang bersaudara dari pasangan Amien Rais dan Kusnasriati Sri Rahayu.

Novel ini menceritakan tentang kisah Amien Rais sebagai sosok laki-laki pemimpin di masyarakat dan keluarga. Amien Rais dikisahkan sebagai figur ayah yang peduli, namun masih menyempatkan waktu disela kesibukannya demi istri dan anak-anaknya, sebagai seorang pemimpin gerakan Muhammadiyah yang taat dan jujur, sosok wakil rakyat yang berani dan mampu mengemban amanah dengan baik, dan seorang tokoh reformasi namun kontroversi di pandangan masyarakat. Amien Rais


(21)

merupakan tokoh politik yang pernah menjabat Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR), Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), dan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Dalam kepemimpinannya, Amien Rais dikenal sosok yang berani dan kontroversi di kalangan masyarakat.

Joseph (dalam Safaria, 2004: 3) mendefinisikan, kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Novel yang menceritakan seluruh kisah Amien Rais ini, secara tidak langsung menunjukan citra positif tentang sosok kepemimpinan tokoh tersebut. Amien Rais sebagai seorang laki-laki yang handal tidak hanya menjadi figur pemimpin rakyat di dalam novel ini, tetapi Hanum juga banyak menjelaskan bahwa Amien adalah seorang pemimpin keluarga yang sangat teladan.

Di dalam novel ini, Hanum sebagai narator membentuk konstruksi laki-laki sebagai pemimpin yang baik, kuat, dan teladan ala Amien Rais. Dilihat dari sudut pandangnya yang sangat subyektif pada sisi kepemimpinan Amien Rais, karir politiknya, kehidupan keluarga, dan sisi religius seorang Amien. Sementara itu, Hanum menjelaskan novel ini dibuat sebagai ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’, yang mana novel tersebut merupakan kado ulang tahun dari Hanum kepada ayahnya. Dalam sinopsisnya, Hanum menerangkan buku ini lahir bukan untuk memberikan pembelaan, meluruskan, atau membenarkan sepak


(22)

terjang seorang Amien di dunia politik. Namun, buku ini ringan bercerita tentang kisah-kisah inspiratif di balik panggung politik Amien. Melalui buku tersebut Hanum menyatakan ingin berbagi cerita tentang sosok Amien Rais sebagai ayah yang teladan, bukan menunjukan kualitasnya sebagai seorang pemimpin, namun sebagai pemimpin keluarga yang ia kagumi. Menapak Jejak Amien Rais pun dinarasikan secara sangat subjektif oleh Hanum.

Gambar 1.1

Cover Novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ (Penerbit Esensi Erlangga Group, 2010)

Hanum Salsabiela Rais adalah salah satu penulis terkenal di Indonesia, Menapak Jejak Amien Rais adalah novel pertama yang ditulis oleh Hanum dan disusul karya yang lain diantaranya : Bulan Terbelah di


(23)

Langit Amerika, Berjalan di atas Cahaya, 99 Cahaya di langit Eropa, dan Faith and The City. Pada tahun 2014, Hanum mendapatkan anugrah IKAPI sebagai penulis terbaik. Berbagai macam resensi novel biografi ini pun ditulis oleh rekan politik Amien, dosen, dan pengagum Hanum Salsabiela yang juga bisa dijadikan ulasan atau bentuk promosi dari novel tersebut.

Berikut resensi yang dibuat oleh Ali Rif’an, Ketua Umum FLP

Ciputat, Peneliti di Community of People Against-Corruption (CPA-C) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta :

Buku ini menjadi berbobot lantaran dua hal. Pertama, bercerita tentang ketokohan seorang politisi ulung yang sudah diakui Indonesia, bahkan dunia. Tentu perjuangan Pak Amin pada arena menjelang reformasi 1988 kemudian saat menjabat Ketua MPR RI (1999-2004) dan dilanjutkan dengan pencalonan presiden 2004 akan menarik untuk disimak. Sebab, semangat amar ma'ruf nahi munkar yang menjiwai keberanian Pak Amien menggulirkan isu suksesi kepemimpinan berhadapan rezim Soeharto, berikut kegetolannya dalam mengkritisi isu-isu sensitif nasional dan kebijakan pemerintah yang plin-plan menjadikan buku ini memiliki selling point yang tinggi.

Kedua, buku ini ditulis oleh orang terdekat sekaligus pernah bergelut di dunia jurnalistik televisi. Tak pelak, latar belakang Hanum sebagai kuli tinta (baca: wartawan) serta kelihaiannya dalam meracik kata, tentu sangat berpengaruh terhadap gaya bahasa yang dituturkannya, sehingga buku yang diproyeksikan sebagai kado ulang tahun Pak Amien di umurnya yang ke 66 ini menjadi enak untuk dibaca. Ringan tetapi dalam. Reflektif sekaligus elaboratif.

http://nasional.kompas.com/read/2010/07/28/01363483/amien.rais .di.mata.sang.anak


(24)

Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ ini pernah ditayangkan oleh stasiun TV One pada program Apa Kabar Indonesia 16 Mei 2010, dan stasiun JAK TV. Penulis tertarik untuk mengangkat objek penelitian ini dikarenakan, pertama, Amien Rais adalah seorang wakil rakyat, tokoh reformasi, tokoh politik, akademisi, dan seorang kader gerakan Muhammadiyah. Kedua, novel biografi ini ditulis langsung putri kandung Amien, yakni Hanum Salsabiela Rais yang tentunya banyak memberikan sisi subyektif di dalam struktur narasinya, sehingga adanya suatu konstruksi kepemimpinan yang dibangun dalam novel ini.

Gambar 1.2

Ulasan Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ di stasiun TV One


(25)

Melihat struktur narasi yang ditulis Hanum dalam novel, peneliti tertarik untuk menggali lebih bagaimana plot (alur), setting (latar), character (pemeranan) kepemimpinan Amien Rais yang dibingkai oleh Hanum. Dengan metode analisis narasi yang akan diteliti oleh penulis dalam buku ini, maka penelitian ini diberi judul “Narasi Kepemimpinan dalam Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan

Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana narasi kepemimpinan Amien Rais yang dibangun oleh penulis dalam novel biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui dan memahami narasi kepemimpinan Amien Rais yang dibangun oleh Hanum Salsabiela Rais dilihat dari teks, alur, setting, dan penokohan dalam novel biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’.


(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan referensi dan peningkatan wawasan akademis terutama tentang analisis narasi, yang berfokus pada analisis narasi novel biografi, sehingga dapat memberikan kontribusi dan manfaat untuk mahasiswa ilmu komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kritik dan saran bagi para penulis novel agar menjadikan novel sebagai media yang bermanfaat melalui pesan-pesan yang disampaikan dan tidak hanya mengedepankan unsur-unsur kepentingan ekonomi-politik dari penulis novel. Manfaat lainnya juga dapat menambah penelitian tentang kajian naratif dalam novel biografi.

E. Kerangka Teori

1. Narasi dan Kekuasaan

Narasi tidak selalu hadir dalam bentuk cerita rakyat, dongeng, puisi dan hal-hal yang fiktif belaka. Narasi juga ada dalam bentuk teks berita, teks novel biografi, dan setiap cerita / peristiwa yang dianggap fakta. Tidak semua informasi atau suatu peristiwa dapat disebut narasi, karena narasi memiliki karakter dan syarat dasar yang membedakannya dengan teks yang lain. Dalam arti kata, narasi berasal


(27)

dari kata Latin narre, yang artinya “membuat tahu”. Rokhmansyah (dalam Syahida 2015: 16) mengartikan, narasi dapat didefinisikan sebagai suatu penceritaan / representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan waktu.

Barker menerangkan, narasi adalah sebuah cerita atau peristiwa yang terjadi secara berurutan dan tersusun. Narasi tidak hanya dimengerti sebagai rekaman peristiwa, namun lebih dipahami sebagai sesuatu yang menawarkan kerangka pemahaman serta aturan-aturan referensi tentang bagaimana tatanan sosial dikonstruksi (2014: 186).

Sementara itu, Stoke (2003: 72) memaknai narasi sebagai sebuah komponen yang selalu dikandung setiap media dalam bentuk kultural apapun, yang mana narasi juga menyampaikan ideologi sebuah budaya yang di dalamnya ada nilai-nilai dan ideal-ideal direproduksi secara kultural. Dari berbagai definsi mengenai narasi tersebut dapat disimpulkan bahwa narasi adalah rangkaian dari peristiwa-peristiwa (cerita) yang berasal dari suatu representasi peristiwa-peristiwa tersebut.

Pemahaman mengenai narasi tak hanya dapat dipahami melalui definisi saja, menurut Fisher (dalam Sobur, 2014: 218) narasi merupakan paradigma naratif yang memiliki beberapa asumsi diantaranya:

1. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita 2. Keputusan mengenai harga dari sebuah cerita

didasarkan pada “pertimbangan yang sehat”

3. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya, dan karakter


(28)

4. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konsistensi dan kebenaran sebuah cerita

5. Dunia sebagai kumpulan cerita yang harus dipilih salah satunya. Saat kita memilih, kita menjalani hidup sebagai sebuah proses penciptaan ulang yang terus-menerus.

Eriyanto (2013 : 2) menyatakan, suatu teks dapat dikatakan narasi apabila adanya karakteristik narasi yaitu, pertama, adanya suatu rangkaian peristiwa, rangkaian peristiwa tersebut terdiri dari dua peristiwa atau lebih. Kedua, rangkaian peritiwa tidak random (acak) tetapi mengikuti logika tertentu, memiliki urutan atau sebab akibat tertentu sehingga dua peristiwa berkaitan secara logis. Ketiga, narasi bukanlah memindahkan peristiwa ke dalam sebuah teks cerita. Ciri-ciri tersebut adalah tiga syarat yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sebuah teks dapat dikatakan sebagai narasi jika ketiga syarat tersebut hadir secara bersamaan. Dalam suatu narasi, harus ada sebab-akibat yang dihadirkan dalam rangkaian peristiwanya. Narasi juga memiliki unsur-unsur cerita seperti penokohan, plot (alur cerita), setting (tempat dan waktu), dan space (ruang). Suatu narasi tidak selalu identik dengan peristiwa aktual yang sebenarnya, karena pembuat narasi bukan hanya memilih peristiwa yang dipandang penting tetapi juga menyusun peristiwa tersebut ke dalam babak atau tahapan tertentu.

Dalam perkembangannya, ilmu tentang narasi kini tidak hanya dikaji dalam teks fiksi, narasi juga dapat dianalisis dalam teks bentuk nonfiktif seperti berita. Narasi pun dapat dibedakan menjadi dua, yakni


(29)

narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang dapat memperluas pengetahuan, menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian, mendasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional, dan bahasanya lebih condong ke bahasa yang informatif. Sementara itu, narasi sugestif merupakan narasi yang mampu menimbulkan daya khayal, menyampaikan suatu makna dan amanat yang tersirat, penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, dan penggunaan bahasa (diksi) lebih cenderung pada bahasa yang figuratif. Dalam perbedaan tersebut, karya sastra seperti novel dapat digolongkan ke dalam narasi sugestif, karena novel dinilai sebagai bentuk narasi yang dapat menimbulkan daya khayal.

“Sesuai dengan perbedaan narasi ekspositoris dan narasi sugestif, maka narasi dapat dibedakan atas bentuk narasi yang fiktif dan nonfiktif. Bentuk-bentuk narasi yang terkenal yang biasa dibicarakan dalam hubungan dengan kesusasteraan adalah roman, novel, cerpen, dongeng (semuanya termasuk dalam narasi fiktif), dan sejarah , biografi, atau autobiografi (semuanya termasuk narasi yang bersifat nonfiktif)”, (Keraf, 1992: 141).

Bahasa dalam narasi merupakan suatu kekuatan, karena bahasa adalah alat dan kunci dari suatu narasi. Barthes (2010: 85) mengungkapkan, bahwa narasi tidak dapat terlepas dari bahasa, karena bahasa berguna untuk mengekspresikan gagasan, keinginan, dan keindahan. Sementara itu, Giles dan Wieman (dalam Hamad 2004: 14) menjelaskan, bahasa (teks) mampu menentukan konteks bukan sebaliknya teks menyesuaikan diri dengan konteks. Dengan begitu,


(30)

lewat bahasa yang dipakainya (melalui pilihan kata dan cara penyajian) seseorang bisa mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasaanya). Setiap narasi juga memiliki kekuatan dan kekuasaan yang diceritakan oleh narator. Sudut pandang pertama dalam novel umumnya adalah narator. Dalam tipe narator sebagai tokoh utama, narator (pengisah) menceritakan perbuatan atau tindak tanduk yang melibatkan dirinya sendiri sebagai partisipan utama dari seluruh narasi (Keraf, 1992: 193). Melalui narasi yang dipersembahkan oleh narator, kepentingan ekonomi-politik pun disajikan dalam teks yang diulas secara fakta menurut sisi penulis. Penulis / narator mempunyai kekuasaan dalam membangun suatu konstruksi pesan yang disampaikan kepada pembaca. Pesan yang disampaikan tidak lagi netral, karena narator memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam penceritaanya.

Marx berpendapat bahwa ide-ide dominan yang ada dalam masyarakat adalah ide-ide dari kelas yang berkuasa. Sementara itu, Moore dan Hendry mendefinisikan kekuasaan adalah kekuatan dalam masyarakat yang membuat tindakan terjadi, sehingga dengan menelitinya kita bisa mengenali siapa yang mengendalikan apa dan demi kepentingan siapa (dalam Thomas dan Wareing 2007: 18). Narasi dan kekuasaan memiliki peran yang penting dalam pembentukan ideologi dan suatu konstruksi realitas dari media massa. Narasi dalam media massa merupakan medium kekuasaan. Media massa


(31)

sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa ideological states apparatus (Sobur, 2004: 30).

Kekuasaan mendominasi gejala sosial dalam novel. Menurut Endraswara (2013: 75), novel sebagai karya sastra memiliki hubungan timbal balik antara sastra dan kekuasaan dan dapat terungkap dengan jelas. Dalam konteks ini, karya sastra dianggap sebagai tanggapan evaluatif terhadap segala sesuatu yang berlangsung di sekitarnya. Tanggapan-tanggapan tersebut akan mempertimbangkan seberapa jauh peran penguasa dalam proses sosial. Peran penguasa tidak hanya dilihat dari narator / penulis. Pemilik media, kapitalis, penerbit, dan tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan ekonomi-politik pun bisa menjadi penguasa dalam suatu media (novel). Tidak ada novel / karya sastra yang benar-benar steril dari unsur kekuasaan penulis. Endraswara juga menjelaskan, karya sastra senantiasa menjadi tumpuan dari penguasa dan adapula karya sastra yang ditulis atas perintah penguasanya.

“Biasanya, kekuasaan tidak terlepas dari ideologi dan politik (Mohamad, 1993) karena ketiganya saling menyatu. Ideologi hanya sebagai alat untuk mengesahkan adanya kekuasaan dan politik penguasa. Sebaliknya, kekuasaan tanpa ideologi dan politik tidak berarti apa-apa. Ketiga-tiganya sebagai alat

penguasa dalam menjalankan politik praktisnya” (Santosa,


(32)

Kekuasaan merupakan suatu konsep yang abstrak, namun sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Dewasa ini, jika berbicara mengenai kekuasaan erat dikaitkan dengan masalah ideologi dan politik. Santosa menjelaskan, pemahaman tentang kekuasaan, ideologi, dan politik dalam karya sastra (novel) berkaitan dengan sisi pengarang, pembaca, dan karya sastra / teks tersebut.

Novel biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ termasuk dalam narasi subjektif. Dalam novel ini, narator (Hanum) tidak hanya sebagai penulis yang memiliki kekuasaan dan kepentingan ekonomi-politik, tetapi juga menjadi tokoh (karakter) dalam novel tersebut. Selain itu Hanum juga mampu mengajak pembaca untuk masuk dan dapat merasakan setiap bagian dalam cerita tersebut.

2. Identitas dan Konstruksi Sosial dalam Novel

Novel merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa cetak. Umumnya, suatu media massa tidak hanya berguna untuk menyampaikan suatu informasi, edukasi, dan hiburan, tetapi juga sebagai alat kontrol sosial dan pembentukan realitas sosial dalam kehidupan masyarakat. Novel sebagai salah satu media cetak telah menjadi budaya popular dan memiliki daya tarik tersendiri oleh pembacanya.


(33)

Sumardjo berpendapat, “Novel adalah cerita, dan cerita digemari manusia sejak kecil. Dan tiap hari manusia senang pada cerita, entah faktual, untuk gurauan, atau sekedar ilustrasi dalam percakapan. Bahasa novel juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi novel “mudah” dibaca dan dicernakan. Juga novel mengandung suspense dalam alur ceritanya, yang gampang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya” (1999: 11).

Sementara itu, Nurgiyantoro (dalam Tukan, 2007 : 19) menyebutkan bahwa novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi hingga dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim dengan fiksi, hingga pengertian fiksi sama dengan novel. Pada umumnya, novel dapat diartikan sebagai suatu kronologis cerita yang merepresentasikan suatu situasi kehidupan sosial sehari-hari di kalangan masyarakat, dan mampu merangsang imajinasi hingga hanyut dan dapat merasakan kisah tersebut dalam diri individu. Novel juga dapat diartikan sebagai suatu karya tulis yang bersifat khayal atau sesuatu yang bersifat imajiner dan reflektif. Berbagai macam jenis novel diantaranya : fiksi, ilmiah, biografi, dan autobiografi.

Seperti halnya novel biografi merupakan suatu karya sastra yang menceritakan tentang riwayat hidup seorang tokoh, dan memiliki unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam novel. Unsur tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh dan komplit. Unsur-unsur yang terdapat dalam novel tersebut diantaranya: pertama, tema merupakan ide cerita / gagasan utama sebuah cerita yang bisa menggambarkan inti suatu


(34)

cerita tersebut. Kedua, alur adalah peristiwa yang secara eksplisit ditampilkan dalam suatu teks. Ketiga, penokohan (karakter) dalam suatu cerita. Keempat, latar (setting) baik dalam menggambarkan kondisi waktu, suasana, dan tempat. Kelima, sudut pandang suatu titik dimana seorang melihat objek deskripsinya seperti seorang penulis menjadi sosok orang pertama (aku) atau orang ketiga dalam suatu novelnya. Keenam, amanat, amanat dalam novel dan karya sastra lainnya berarti pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya.

Dalam perkembangannya novel sebagai salah satu media massa cetak tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi dan hiburan saja, tetapi novel juga tak terlepas dari suatu konstruksi sosial yang dibuat oleh penulis novel. Jenis novel seperti biografi yang menceritakan tentang hidup seorang tokoh, yang ditulis oleh penulis handal pun memiliki makna tersendiri dalam setiap penyajian pesannya. Dalam novel biografi pun terdapat suatu konstruksi sosial yang dibangun oleh penulis. Tuchman (dalam Sobur, 2004: 90) menjelaskan, pada dasarnya pekerja media adalah mengkonstruksi realitas, ia merupakan hasil dari pekerja media yang mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya. Kemudian realitas-realitas tersebut dipilih dan dirangkai satu sama lainnya hingga melahirkan sebuah cerita.


(35)

Setiap individu bisa menciptakan konstruksi untuk membangun identitas diri yang dapat dinyatakan dalam kehidupan sosial. Identitas merupakan esensi yang ditandakan melalui rasa, kepercayaan, perilaku, dan gaya hidup. Identitas dapat dipahami sebagai deskripsi diri yang dapat diisi secara emosional (Barker dan Galasinki, 2001: 28). Tak jauh berbeda, Gardiner dan Kosmitzki (dalam Samovar dkk, 2010: 184) melihat identitas sebagai definisi diri seseorang sebagai individu yang berbeda dan terpisah termasuk perilaku, kepercayaan, dan sikap.

Pada dasarnya, identitas manusia tidaklah statis, karena setiap individu dapat berubah dari masa ke-masa sesuai dengan pengalaman hidup masing-masing. Individu dapat membentuk harapan ke masa depan dengan mengkonstruksikan identitas seperti apa yang diharapkan. Seperti halnya yang diutarakan oleh Giddens, proyek identitas dapat membentuk apa yang diharapkan setiap individu dalam membentuk harapan dan mewujudkan apa yang diinginkan.

Menurut Giddens, agaknya identitas adalah cara berpikir tentang diri kita. Namun yang kita pikir tentang diri kita berubah dari dari satu situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktunya. Itulah sebabnya Giddens menyebut identitas sebagai proyek. yang dia maksud adalah bahwa identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak berangkat ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita pikir kita inginkan, lintasan harapan kita ke depan (dalam Barker, 2009: 175).


(36)

Media memiliki kekuasaan dalam mengkonstruksikan identitas diri dan menyebarkan realitas sosial seorang public figure. Terlebih tokoh tersebut berasal dari tokoh politik. Seperti halnya yang dikonstruksikan oleh Hanum melalui novelnya. Hanum menciptakan identitas diri Amien Rais sebagai pribadi yang religius, jujur, amanah, berani, dan berwawasan ke depan. Hal ini memiliki tendensi positif berdasarkan kepentingan dan memberikan keuntungan tertentu bagi tokoh tersebut. Masyarakat awam yang membaca kisah tersebut akan menerimanya sebagai identitas diri yang melekat pada tokoh tersebut. Sehingga, masyarakat percaya akan kebenaran identitas yang telah dikontruksi oleh penulis novel. Identitas Amien Rais sebagai pemimpin yang handal, religius, dan amanah tercipta oleh penggambaran tokoh yang dikonstruksi oleh Hanum dalam novel tersebut.

Seperti halnya yang dijelaskan pada kerangka teori sebelumnya, novel sebagai medium kekuasaan. Novel sebagai salah satu bagian dari media massa tidak lagi netral dalam menyampaikan pesannya, karena novel memiliki daya konstruksi makna yang dituturkan melalui narasi oleh naratornya. Novel biografi pun memiliki kepentingan ekonomi-politik dalam mengkonstruksi realitas yang terjadi. Konstruksi sosial yang dibangun penulis dalam novel biografi beragam maknanya, dapat juga dilihat bahwa setiap penulis memiliki kepentingan masing-masing dalam menentukan suatu subyektifitas


(37)

yang ditulis. Suatu fakta / peristiwa dalam novel tak selalu benar, karena kebenaran suatu fakta bersifat relatif dan berlaku sesuai konteks-konteks tertentu.

Realitas dalam novel juga tercipta dari konstruksi dan sudut pandang penulis. Novel sebagai media massa, memiliki peran dalam menceritakan peristiwa-peristiwa dan membangun suatu konstruksi realitas. Pada hakikatnya, novel adalah hasil dari konstruksi realitas, oleh karena itu novel berpeluang besar mempengaruhi makna dan gambaran dari hasil realitas yang dikonstruksikannya. Realitas yang ada dalam novel, belum tentu sesuai dengan realitas yang sesungguhnya, yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat. Menurut DeLamater dan Hyde (dalam Ngagi, 2011: 1), dalam konstruksi sosial tidak ada kenyataan pokok (essences) yang benar, realitas adalah konstruksi sosial oleh karena itu fenomena homoseksual adalah konstruksi sosial, hasil dari suatu budaya, bahasanya, dan juga institusi-institusi.

Ngagi juga berpendapat, konstruksi sosial merupakan sebuah pandangan kepada kita bahwa semua nilai, ideologi, dan institusi sosial adalah buatan manusia. Istilah konstruksi sosial dalam realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Berger dan Luckman (dalam Bungin, 2009: 193) ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.


(38)

Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu novel biografi penulis adalah individu yang menciptakan suatu realitas yang sangat subjektif dalam penuturan kisah yang dibuat.

Hamad (2004: 13) menjelaskan, setiap upaya menceritakan (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Dalam novel, tidak menutup kemungkinan akan adanya kekuasaan dan ideologi penulis dalam setiap narasinya, karena novel lebih mengutamakan penceritaan dan penggambaran prilaku seorang tokoh. Terlebih novel biografi yang pada umumnya lebih melukiskan gambaran hidup seorang tokoh dengan sisi postif ketimbang sisi negatif, namun suatu kebenaran yang digambarkan oleh penulis belum tentu benar adanya.

“DeFleur dan Ball-Rokeach menyatakan, Inti dasar dari

penciptaan dan konstruksi realitas media adalah bahasa. Bahasa tak hanya berfungsi sebagai alat untuk merepresentasikan realitas, tetapi juga menentukan relief apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Oleh karena itu, pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya” (dalam Sobur, 2004: 90).

Melalui pemilihan bahasa (diksi) dalam novel, narator sebagai penulis dapat mengkonstruksi identitas diri Amien Rais yang tidak luput dari kepentingan ekonomi-politik yang dimiliki narator / penulis.


(39)

kekuasaan penuh dalam pemilihan karakter dan struktur narasi, sehingga identitas tokoh dalam novel tersebut tersebut benar-benar merupakan hasil dari konstruksi sosial.

3. Laki-laki sebagai Pemimpin

Keating (1986: 9) mendefinisikan kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pada umumnya dalam kehidupan sosial masyarakat, seorang pemimpin didominasi oleh kaum laki-laki daripada perempuan. Nilai dan norma kebudayaan yang berlaku di kehidupan sosial berlandaskan laki-laki memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada perempuan. Dalam kehidupan keluargapun laki-laki sebagai pemimpin yang mendominasi setiap pemilihan keputusan dan kebijakan keluarga.

Dagun (1992: 3) menjelaskan, sifat kepemimpinan laki-laki dan perempuan itu berbeda, laki-laki cenderung sangat percaya diri, ambisius, sangat kompetitif, aktif, dan hampir selalu dijadikan sebagai pemimpin. Sementara perempuan cenderung memiliki sifat tidak percaya diri, tidak ambisius, tidak senang kompetisi, sangat pasif, dan hampir tidak pernah sebagai pemimpin. Menurut teori psikoanalisa, Sigmund Freud berpendapat bahwa pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan yang ada dalam masyarakat merupakan konsekuensi logis dari kodratnya masing-masing (Murniati, 1992: 22).


(40)

Kepemimpinan atau pemimpin dianggap sebagai hal yang kodrati. Banyak pandangan yang menghubungkan antara kemampuan individu dalam memimpin dikaitkan dengan aspek biologis yang melekat pada diri seorang pemimpin yaitu perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Suatu kelompok menyatakan bahwa, peran laki-laki lebih terlihat di arena publik sehingga mendapat status sosial lebih tinggi, sementara perempuan mempunyai status yang lebih rendah sekaligus mendapatkan otoritas lebih sedikit karena perannya hanya berhubungan dengan arena domestik (Rokhmansyah, 2014: 132).

Dalam kehidupan sosial bermasyarakat lelaki lebih memiliki posisi yang kuat, dikarenakan laki-laki lebih mampu merangkul ruang lingkup publik dibandingkan perempuan. Menjadi seorang pemimpin laki-laki yang handal tidak hanya dilihat dari kepemimpinan di politik, kelas sosial, tempat kerja, dan organisasi lainnya, tetapi seorang pemimpin laki-laki yang handal seharusnya juga dapat menjadi pemimpin keluarga yang baik, seperti yang dikonstruksi Hanum dalam novel biografinya. Menurut Hanum dalam novelnya, seorang pemimpin yang baik itu adalah sosok laki-laki yang memiliki wawasan ke depan, visioner, jujur, cerdas, berani, idealis, dan forward looking.

Menjadi seorang pemimpin laki-laki yang ideal pun dikonstruksikan Hanum sebagai penulis novel tak hanya menjadi pemimpin di mata masyarakat, namun juga sebagai pemimpin keluarga


(41)

seperti sosok suami / bapak yang mampu menanamkan nilai-nilai kehidupan, sosok bapak yang masih mampu hadir dalam acara sekolah anaknya meski sang bapak memiliki kesibukan di luar. Secara tidak langsung narasi yang dibingkai Hanum dalam novel, menjelaskan bahwa sosok pemimpin yang ideal adalah seorang laki-laki yang bisa menjadi pemimpin masyarakat sekaligus menjadi sosok bapak yang teladan.

Dagun menjelaskan kepemimpinan laki-laki cenderung lebih agresif. Banyak yang meyakini, karena pada dasarnya perempuan itu melahirkan anak dan mengasuh anak, itulah yang menyebabkan ruang gerak perempuan berkurang, sementara kaum laki-laki lebih banyak mengambil tanggung jawab terhadap aktivitas di luar keluarga. Pengalaman laki-laki di luar itulah, yang memudahkan laki-laki sebagai pemimpin keluarga.

Di negara Indonesia, pemimpin yang dianggap lebih dominan dan masih dianggap sepantasnya adalah laki-laki. Perempuan masih belum dapat dipercaya untuk memimpin, karena perempuan masih dianggap lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk menjadi seorang pemimpin masyarakat sesuai kodratnya. Dapat dilihat pula, dalam pemilihan Presiden di Indonesia dari tahun ke tahun, laki-laki yang terus maju menjadi calon pemimpin negara. Hanya sekali pada tahun 2001-2004, Megawati sebagai sosok perempuan satu-satunya yang


(42)

menjadi pemimpin negara RI, namun Megawati sebagai Presiden pun juga dianggap kontroversi dalam pandangan masyarakat.

Di Indonesia terdapat paham ibuisme. Djajadiningrat (dalam Suryakusuma, 2011: 137) mendefinisikan ibuisme sebagai ideologi yang mendukung setiap tindakan yang diambil oleh ibu untuk mengurus keluarga, kelompok, kelas, perusahaan, atau negara tanpa menuntut kekuasaan atau prestise sebagai imbalan. Ibuisme dalam negara berasal dari unsur-unsur paling menindas, baik dari “pengiburumahtanggan”, borjuis maupun paham ibuisme priyayi. Dalam konsep ibuisme, perempuan seharusnya melayani suami, anak, dan keluarga juga masyarakat dan negara. Dilihat dalam perspektif ini laki-laki memiliki kuasa yang penuh atas keluarga dan kehidupan sosial masyarakat.

Suryakusuma berpendapat, “Konstruksi model ibuisme negara sejalan dengan proses “priyayisasi” yang berisi pemanfaatan dan transformasi nilai-nilai (Jawa) tradisional untuk tujuan pembangunan nasional dan modernisasi, di dalam kerangka struktur hirarki militer. Sejalan dengan gagasan tentang negara sebagai keluarga dan melalui gagasan asas kekeluargaan, ideologi jender yang dominan adalah bapak, yang meliputi seluruh masyarakat, dengan bapak sebagai sumber utama kekuasaan” (2011: 111).

Budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat bahwa laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Perempuan harus dikontrol oleh laki-laki dan perempuan adalah milik laki-laki. Bhasin (1996: 4) mengatakan, dalam beberapa bahasa Asia Selatan, kata-kata yang digunakan untuk menyebut suami adalah swami, shaur, pati, malik


(43)

yang semuanya berarti tuan atau pemilik. Sosok laki-laki sebagai pemimpin masih dianggap wajar oleh masyarakat Indonesia, hanya segelintir masyarakat yang resah akan laki-laki yang mayoritas menjadi pemimpin, dan perempuan bekerja di bawah kepemimpinan laki-laki. Karena, masyarakat masih menganggap bahwa kodrat perempuan dan laki-laki memang berbeda.

Perempuan masih berhak dilindungi oleh laki-laki, dan laki-laki memiliki kewajiban untuk melindungi perempuan. Begitupun peran ayah dan suami sebagai seorang pemimpin keluargapun berbeda dengan peran ibu atau istri dalam suatu keluarga. Laki-laki sebagai pemimpin pun memiliki kekuasaan dalam menentukan apa yang ia inginkan, mengatur kehidupan berkeluarga, menjadi pemimpin bangsa dan negara yang layak dan handal dalam menjalankan setiap kepemimpinannya

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Narasi Kepemimpinan dalam

Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’” ini, merupakan penelitian deksriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis naratif yang menggunakan teks sebagai bahan dalam menganalisis. Penelitian kualitatif ini memusatkan perhatian kepada prinsip-prinsip umum yang


(44)

mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat (Bungin, 2007: 302).

Dengan menggunakan metode analisis naratif ini dapat membantu peneliti dalam memahami dan memaknai nilai-nilai yang dikonstruksi dalam novel dan disebarkan pada masyarakat. Melalui analisis naratif peneliti dapat mengamati setiap teks, cerita, plot, setting (tempat dan waktu) yang diuraikan dalam novel tersebut. Peneliti juga dapat menyelidiki setiap kekuasaan yang dimiliki oleh narator dalam novel. Dengan analisis naratif juga peneliti dapat menganalisis bentuk perubahan-perubahan nilai dalam kehidupan. Oleh sebab itu, dengan menggunakan metode analisis naratif, diharapkan peneliti dapat menemukan bentuk kepemimpinan yang dikonstruksikan dan disampaikan oleh penulis novel.

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ sebagai objek penelitian. Novel biografi ini ditulis oleh Hanum Salsabiela yang merupakan anak ke-2 dari Amien Rais. Novel ini diterbitkan oleh penerbit Esensi Erlangga Group.


(45)

3. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Pustaka

Teknik ini merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan penelitian seperti : buku-buku, jurnal, berita, dan karya-karya penelitian untuk dapat memperkuat data dan permasalahan pokok penelitian ini.

b. Dokumentasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan observasi. Peneliti akan mengamati, mencermati setiap alur, dan setting melalui novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’, sehingga pada nantinya peneliti mengetahui bentuk-bentuk kepemimpinan dalam novel tersebut.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data berguna untuk mereduksi kumpulan data menjadi bentuk yang dapat dipahami dan dimengerti secara logis, sehingga penelitian dapat diuji secara cermat dan teliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis naratif dari Algirdas Greimas yang menggunakan model aktan dan oposisi segi empat dengan melihat struktur dan unsur suatu narasi.

Kelebihan dari model analisis naratif Algirdas Greimas yakni, Greimas menganalogiskan narasi sebagai suatu struktur makna. Seperti


(46)

suatu kalimat yang terdiri dari rangkaian kata-kata, setiap kata dalam kalimatnya menempati posisi dan fungsi masing-masing (sebagai subjek, objek, predikat, dan seterusnya). Selain itu yang membedakan model analisis naratif Greimas dengan model lainnya adalah dalam setiap kata per katanya memiliki relasi dan membentuk kesatuan yang koheren dan memiliki makna. Greimas juga menyempurnakan analisis naratifnya dalam oposisi segi empat yang melihat bahwa fakta atau realitas dapat dibagi menjadi empat sisi.

a. Struktur Narasi

Dalam menganalisis struktur narasi pada novel terdapat tiga tahapannya masing-masing. Tahapan pertamanya yakni, peneliti akan menulis peristiwa yang terkandung dalam novel. Pada tahap pertama, peneliti akan menentukan peristiwa mana yang menempati setiap babak dalam narasi tersebut dan siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat. Tahap kedua, peneliti akan menganalisis bagian mana bentuk kepemimpinan yang muncul dan apa saja yang menyebabkannya. Ketiga, peneliti akan menarik kesimpulan dalam menganalisis struktur narasi tersebut.

b. Unsur-unsur Narasi

Unsur narasi terdiri dari cerita (story), alur (plot), dan durasi. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan unsur-unsur tersebut.


(47)

Cerita adalah urutan peristiwa secara kronologis yang dimana peristiwa itu dapat ditampilkan dalam teks, ataupun tidak ditampilkan. Peristiwa dalam cerita memiliki suatu keutuhan yang sesungguhnya dari awal hingga akhir.

2. Alur (plot)

Alur dapat diartikan juga sebagai sebuah interrelasi fungsional antara unsur-unsur dalam suatu narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk tersebut, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan cerita (Keraf, 1992: 147).

Alur dan cerita memiliki dua perbedaan yang mendasar. Pertama, berdasarkan keutuhan dari peristiwa. Cerita adalah peristiwa yang utuh, yang sesungguhnya dari awal hingga akhir (berdasarkan urutan kronologis dari suatu peristiwa). Sementara plot (alur) adalah peristiwa yang secara eksplisit ditampilkan dalam suatu teks

3. Waktu (Time/duration)

Ada tiga perbandingan waktu aktual dengan waktu yang ada di dalam teks. Yaitu dengan menganalisis tiga durasi : pertama durasi cerita (story duration), Kedua durasi plot (plot duration), dan ketiga durasi teks. Dengan menganalisis melalui unsur-unsur narasi tersebut, peneliti akan melihat bagaimana


(48)

kepemimpinan Amien Rais dinarasikan dalam novel biografi tersebut.

c. Model Aktan

Model Aktan Algirdas Greimas dalam analisis naratif melihat dari posisi relasi dari masing-masing karakter yang ada di dalam suatu cerita. Analisis naratif model aktan dibagi kedalam enam karakter / peran yaitu :

1. Subjek : Peran utama yang mengarahkan jalan cerita. Umumnya, subjek memiliki porsi yang lebih banyak dalam suatu cerita.

2. Objek : Objek tidak selalu berupa orang, bisa jadi objek adalah apa yang dicita-citakan / diharapkan, bahkan suatu keadaan. Pada intinya objek adalah tujuan yang ingin dicapai oleh subjek.

3. Pengirim : Penentu arah yang memberikan aturan nilai-nilai dan arah dalam sebuah narasi. Pada dasarnya pengirim tidak bertindak secara langsung, tetapi memberikan perintah kepada tokoh dalam narasi.

4. Penerima : Berfungsi sebagai pembawa nilai dari pengirim. Mengacu pada objek tempat dimana pengirim menempatkan nilai atau aturan dalam cerita.

5. Pendukung : Berperan sebagai pendukung subjek dalam usaha untuk mencapai objek.


(49)

6. Penghalang : Sebaliknya dari pendukung, penghalang berusaha untuk menghambat subjek dalam mencapai objek / tujuan.

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghambat

Gambar 1.3

Skema model aktan Alrgirdas Greimas (dalam Eriyanto, 2013: 96)

d. Oposisi Segi Empat

Oposisi segi empat adalah pengembangan dari oposisi biner model Levi Strauss. Oposisi biner hanya membagi realitas ke dalam dua sisi seperti cinta dan benci, sedangkan Greimas melihat realitas tidak sesedehana oposisi biner. Dalam oposisi segi empat, fakta / realitas dibagi kedalam empat sisi (S1, S2, S-1, S-2) adalah hubungan oposisi. Hubungan antara S1 dengan S-2 dan antara S2 dengan S-1 adalah kontradiksi. Sementara itu, hubungan antara S1 dengan S-1 dan antara S2 dengan S-2 adalah hubungan implikasi. Seperti skema di bawah ini :


(50)

Relasi Oposisi ( S 1 + S 2 )

S 1 S 2

Relasi Kontradiksi ( S 1 + S-2 )

Relasi Implikasi Relasi Implikasi

( S 1 + S-2 ) ( S 2 + S - 2 )

Relasi Kontradiksi ( S 2 + S-1)

S-1 S-2

Gambar 1.4

Skema oposisi segi empat Algirdas Greimas (dalam Eriyanto, 2013: 198)

5. Tahapan Analisis

Pada penelitian “Narasi Kepemimpinan Amien Rais dalam Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’” ini peneliti akan melakukan analisis naratif dalam beberapa tahap. Tahap pertama, peneliti akan membaca dan memahami isi dari novel tersebut. Tahap kedua, peneliti akan menulis ulang dan menguraikan peristiwa-peristiwa yang ada di dalam novel. Tahap ketiga, menganalisis struktur dan unsur-unsur narasinya. Tahap keempat peneliti akan menganalisis masing-masing karakter


(51)

dalam model aktan antar relasi karakter-karakternya. Tahapan terakhir, peneliti akan menganalisis narasi kepemimpinan Amien Rais dengan menggunakan oposisi segi empat untuk melihat fakta / realitas mengenai kepemimpinan Amien Rais dalam novel biografi tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini, yaitu dengan menyajikan sistem per bab. Dalam penyusunan skripsi ini peneliti membagi penelitian ke dalam empat bab, diantaranya :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangkat teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 : GAMBARAN OBJEK PENELITIAN

Dalam bab kedua, peneliti akan menjelaskan tentang gambaran objek penelitian dan penelitian-penelitian sebelumnya. BAB 3 : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ketiga, peneliti akan memaparkan proses analisis naratif dalam novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ dengan menganalisis struktur dan unsur narasi, model aktan, dan membahas hasil analisis tersebut.


(52)

BAB 4 : PENUTUP

Bab terakhir dalam penelitian ini adalah menarik kesimpulan dan memberikan saran dari hasil penelitian ini untuk peneliti-peneliti selanjutnya.


(53)

BAB II

GAMBARAN OBJEK PENELITIAN

A. Profil Novel Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’

Judul : Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta’

Penerbit : Esensi (Erlangga Group) Penulis : Hanum Salsabiela Rais

Editor : Adhika Prasetya Kusharsanto, Daniel P. Desain Sampul : Foetry Novianti

Foto Sampul : Irwan Omar, Wendi Wirawan Jenis : Biografi (Novel)

ISBN : 308-920-020-0 Halaman : 284 halaman


(54)

B. Sinopsis Biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’

Walaupun di awal kisah (epilog) Hanum menerangkan bahwa novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ dibuat bukan untuk memberikan pembelaan, meluruskan, atau membenarkan sepak terjang kepemimpinan Amien Rais, tetapi pada kenyataanya Hanum sebagai narator memiliki kekuasaan / ideologi politik untuk mengisahkan keteladanan dalam kepemimpinan Amien Rais yang merupakan konstruksi realitas yang dibuat Hanum sebagai penulis. Dalam novelnya, Hanum menceritakan tentang kisah kepemimpinan sang ayah sebagai laki-laki yang handal yang tidak hanya mampu menjadi pemimpin partai, pemimpin legislatif, tokoh penting reformasi, dan pemimpin gerakan Muhammadiyah, tetapi juga menjadi figur pemimipin keluarga yang teladan.

Hanum mengisahkan tentang keseharian Amien Rais yang lebih sering berada di sektor publik ketimbang menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah. Dengan segudang kesibukan yang dimiliki Amien, Hanum selalu berfikir positif karena yang dilakukan oleh sang ayah diluar, semua bertujuan untuk dakwah kepada masyarakat. Amien Rais selalu menjadi buah bibir masyarakat dan menjadi panutan tokoh-tokoh agama. Hanum memposisikan dirinya sebagai saksi sejarah atas


(55)

Novel ini menjadi berbeda dari biografi-biografi Amien Rais yang lain, karena Hanum menarasikan novel ini dengan sudut pandang yang berbeda dan lebih mengedepankan sosok Ayah di mata dirinya. Berbagai macam buku biografi mengenai Amien Rais diantaranya: Hari-hari Kritis Amien Rais, Amien Rais Politisi Merakyat & Intelektual yang Shaleh, Mohammad Amien Rais: Putra Nusantara, dan Guru Salimin menjadi bahan tulisan oleh Hanum dalam menarasikan sosok Amien Rais. Berbagai macam resensi novel Menapak Jejak Amien Rais pun dibuat oleh rekan politik Amien, dosen, dan pengagum karya-karya Hanum Salsabiela yang bisa dijadikan ajang promosi dari novel tersebut.

Novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ telah di-launching pada tanggal 29 April 2010, acara peluncuran buku tersebut dipromotori oleh Esensi Erlangga Group dan dimoderatori oleh Effendi Ghazali. Launching Novel Menapak Jejak Amien Rais dihadiri oleh rekan-rekan Hanum dan Amien Rais, para jurnalis, tokoh-tokoh partai PAN dan Muhammadiyah. Hanum pun pernah membedah novel Menapak Jejak Amien Rais pada stasiun televisi TV One dalam program Apa Kabar Indonesia dan stasiun JAK TV.


(56)

Gambar 2.1

Launching Novel Biografi ‘Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’

Sumber:http://erlangga.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=5 45%3Aexample-pages-and-menu-links&catid=34%3Agallery&Itemid=60

C. Profil Hanum Salsabiela Rais dan Amien Rais

Berawal menjadi seorang Jurnalis dan Presenter di beberapa stasiun televisi (Trans TV, TVRI Jogja, dan Jogja TV) juga sebagai Video Host dan Editor dalam program podcast Executive Academy Universitas Ekonomi dan Binis Wina (WU Vienna), Hanum Salsabiela Rais kini menjadi novelis yang cukup termasyhur di Indonesia. Terbukti pada tahun 2014, Hanum mendapatkan gelar penulis terbaik oleh IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia). Beberapa karya Hanum dinobatkan sebagai novel best seller dan terealisasikan dalam film-filmnya.


(57)

Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’ adalah novel pertama yang diterbitkan oleh Hanum Salsabiela Rais pada tahun 2010. Setelah beredarnya novel tersebut, karya-karya Hanum mulai membanjiri pasar Indonesia diantaranya: 99 Cahaya di Langit Eropa (2011), Berjalan di atas Cahaya (2013), Bulan Terbelah di Langit Amerika (2014), dan Faith and The City (2015). Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta ditulis Hanum sebagai kado persembahan ulang tahun untuk sang Ayah (Amien Rais).

Amien Rais dikenal sebagai seorang politikus, kritikus, dosen, tokoh religi, dan pemimpin di mata publik. Saat duduk di bangku perkuliahan, Amien telah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan sebagai salah satu pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan menjadi Sekretaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta. Amien mengawali kariernya saat menjadi dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM). Namanya makin dikenal masyarakat pada masa orde baru, Amien menyuarakan kritik-kritiknya kepada pemerintahan Soeharto dan menjadi penggerak refomasi saat itu. Setelah dikenal sebagai sosok tokoh reformasi, Amien membentuk Partai Amanat Nasional dan menjadi ketua umum gerakan Muhammadiyah.

Amien adalah penggagas, pendiri sekaligus Ketua Umum DPP PAN yang pertama. Pernah menjabat sebagai ketua MPR periode 1999 – 2004 dan dijuluki King Maker karena besarnya


(58)

Umum MPR 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001 padahal suara PAN hanya 7% dalam pemilu 1999. Ketika mendirikan PAN, Amien Rais menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah ke-12 periode kepengurusan 1995 – 2000.

Sumber : http://www.pan.or.id/pendiri-pan/

Amien Rais adalah sosok pemimpin yang kontroversi di mata masyarakat. Banyak masyarakat yang pro akan dirinya, namun banyak pula yang menuai kontra. Saat ini, Amien masih aktif bersuara dalam kiprah politik Indonesia, dan aktif dalam menyampaikan kritikan pada pemerintah. Pada pemilu presiden 2014 lalu, Amien bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) bersama fraksi PAN untuk mendukung kandidat capres-cawapres Prabowo-Hatta. Namun, pemilu presiden 2014 dimenangkan oleh Koalisi Indonesia Hebat yang mengusung Jokowi-JK sebagai capres-cawapres 2014-2019.

Pada tahun 2010, putri kandung Amien Rais, yakni Hanum Salsabiela Rais membuat karya novel biografi untuk sang ayah. Di tahun tersebut, untuk pertama kali karya Hanum diluncurkan. Dalam novelnya, Hanum menuliskan jejak rekam perjalanan sang ayah pada kiprah kariernya di dunia politik. Tahun 2010 merupakan tahun yang dimana tidak begitu terdengar suara Amien dalam politik dan kritik-kritik sosialnya. Terbukti pada tahun 2010, pemberitaan tentang kiprah politik Amien Rais, tidak sebanyak pemberitaannya pada tahun 2013 hingga tahun 2016 ini.


(59)

Pada Maret 2011, buku mengenai sosok Amien Rais kembali dirilis, dengan judul Saya Seorang Demokrat, Percik-Percik Pikiran Amien Rais yang diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah. Dalam buku tersebut, berisikan kutipan-kutipan atau kumpulan pemikiran, gagasan, dan lontaran ide Amien Rais yang bersumber dari berbagai media. Pada bab ketiga dalam buku ini, mengutip pelbagai gagasan Amien Rais mengenai kepemimpinan, seperti kutipan sebagai berikut:

Amien menjelaskan. ada empat tipe kepemimpinan. Pertama, tipe mujahid atau crusader. Kedua, tipe sales person yang suka meyakinkan pengikutnya supaya melakukan sesuatu, seperti wiraniaga supaya kita membeli barang dagangannya. Ketiga, tipe agent, dan keempat, tipe fire fighter atau trouble shooter, yaitu model pemadam kebakaran, pemimpin yang paling ideal adalah yang bisa berfungsi sebagai crusader, bisa memobilisasi massa untuk mencapai suatu tujuan.

Sementara sales person adalah seorang pemimpin yang bisa meyakinkan rakyatnya atau bangsanya untuk mengambil ide-ide yang progresif, kemudian melaksanakan sementara agent bukan pemimpin yang mendikte, tetapi kadang-kadang kalau perlu pemimpin itu menuruti apa maunya constituent atau yang dipimpinnya. Sedangkan fire fighter adalah seorang pemimpin yang kadang-kadang juga bisa memadamkan kebakaran dalam arti, setiap ada masalah bisa dipecahkan dengan sebaik-baiknya (dalam Nasri, 2011: 28).

Selain itu pada bab lainnya, Amien menjelaskan bahwa, jika Allah mengizinkan dirinya untuk menjadi Presiden RI, Amien akan membentuk kabinet koalisi bersih, clean and grand coalition yang melibatkan seluruh potensi yang dimiliki bangsa ini (dalam Nasri, 2011: 36). Dalam kutipan Amien Rais di buku tersebut, dapat dilihat


(60)

bangsa dan siap menerima amanah dari seluruh rakyat Indonesia. Seperti halnya Hanum, Amien Rais pun menganggap pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang berwawasan ke depan / visioner. Tak luput dari keseluruhannya, dapat dilihat bahwa seorang penulis memiliki kekuasaan dan kepentingan ideologi politik. Terlebih, Hanum dengan identitas sebagai jurnalis dan kemampuan menulis yang ia miliki, dapat mengkonstruksikan identitas diri Amien Rais, bahwa sang ayah adalah tokoh pemimpin yang handal dan teladan yang selayaknya masih patut dijadikan pemimpin untuk negara Indonesia.

D. Peran Jender dalam Fenomena Kepemimpinan di Indonesia

Di Indonesia, kepemimpinan masih erat dikaitkan dengan latar belakang jender. Masih banyak masyarakat yang mempermasalahkan apakah seorang pemimpin berasal dari kaum laki-laki ataupun kaum perempuan. Baik hal tersebut dilihat dari kepemimpinan di kursi legislatif, eksekutif, yudikatif maupun kepemimpinan di organisasi-organisasi sosial. Konstruksi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih melihat pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berasal dari kaum laki-laki.

Walaupun pada masa reformasi di Indonesia, satu-persatu mulai bermunculan kaum perempuan mampu menduduki kursi pemerintahan dan menjadi pemimpin masyarakat. Namun, hingga saat


(61)

ini laki-laki masih menjadi kaum mayoritas di kursi pemerintahan. Terlebih, masyarakat masih menganggap bahwa laki-laki adalah sosok yang ideal untuk dijadikan sebagai pemimpin, dan perempuan dapat bekerja dibawah kepemimpinan laki-laki.

“Di Indonesia, gambaran peran perempuan dunia publik yang terkait dengan politik secara statistik masih belum menggembirakan. Hal itu dapat dicermati dari hasil pemilu dari tahun ke tahun. Peran perempuan di bidang politik, termasuk pucuk pimpinan penentu kebijakan di pemerintahan baik tingkat pusat maupun daerah, desa sekalipun, masih didominasi kaum pria. Bukan berarti tokoh politik perempuan, dan pemimpin perempuan di bidang pemerintahan tidak ada, namun jumlahnya masih sangat jauh dari imbang dengan jumlah pemimpin dan tokoh politik lakilaki. Sementara itu, secara statistik jumlah penduduk lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Minimya jumlah perempuan sebagai penentu kebijakan politik, menyebabkan keputusan mengenai kebijakan umum yang mempengaruhi kesejajaran perempuan masih dipegang oleh laki-laki, yang sebagian besar masih meng-image-kan bahwa politik tidak cocok untuk perempuan, perempuan manut saja apa keputusan politik yang akan diambil oleh laki-laki karena laki-laki yang tahu dan layak berpolitik, serta segudang image patriarkhi lainnya” (dalam Astuti, 2008: 3).

Dapat kita lihat sejak 70 tahun Indonesia merdeka, laki-laki selalu menjadi pemimpin yang ideal dalam jabatan pemerintahan hingga kelas sosial lainnya. Selama 70 tahun itu, Indonesia baru sekali melahirkan presiden yang berasal dari kaum perempuan. Seperti halnya Megawati Soekanoputri adalah presiden Indonesia ke-5 yang menjabat dari tahun 2001-2004.

“Kepresidenan adalah inti dari jaringan oligarkis kepemimpinan negara pembuat kebijakan, mobilisasi, dan keamanan yang menghubungkan semua lembaga utama pengontrol dan pengelola negara. Tokoh presiden yang


(62)

Hal ini membawa kita pada kata kunci penting lainnya yaitu bapak, yang berarti ayah dan pelindung, serta pemimpin patron otoriter dari kolektivitas keluarga” (dalam Suryakusuma, 2011: 6).

Potensi perempuan menjadi seorang pemimpin memungkinkan, namun masih banyak pandangan masyarakat yang menilai perempuan lebih mengedepankan emosional dibanding logika, perempuan adalah kaum yang lemah, tidak kuat menghadapi rintangan dan fenomena-fenomena sosial yang sangat luas. Identitas pemimpin yang layak masih ada pada kaum laki-laki, karena laki-laki dinilai sebagai pribadi yang menggunakan logika dalam mengambil setiap kebijakan, dan mampu berpikir secara rasional. Laki-laki memiliki wilayah diluar urusan rumah tangga, sebaliknya perempuan sudah sewajarnya mengurus urusan rumah tangga dan berada di bawah kepemimpinan suami / laki-laki. Oleh karena itu, budaya yang sudah tertanam pada masyarakat menilai bahwa laki-laki memiliki kekuasaan dalam sektor publik dan perempuan berada dalam sektor domestik.

Dalam Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1983 tentang Peranan Wanita. BAB IV. D. Arah dan Kebijakan Pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sosial-Budaya. Butir 10: Peranan Wanita dalam Pembangunan Bangsa

a. Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikutsertanya pria dan wanita secara maksimal di segala bidang. Dalam rangka ini wanita mempunyai hak dalam segala kegiatan pembangunan.


(63)

dalam mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat dan sejahtera, termasuk pembinaan generasi muda, anak-anak remaja dan anak-anak di bawah lima tahun, dalam rangka pembangunan wanita seutuhnya.

c. Peranan dan tanggung jawab wanita dalam pembangunan makin dimantapkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

d. Dalam rangka mendorong partisipasi wanita dalam pembangunan perlu makin dikembangkan kegiatan wanita dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga antara lain melalui organisasi pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). (dalam Suryakusuma, 2011: 126)

Sesuai dengan ketetapan MPR yang dibuat pada masa kepemimpinan Soeharto (orde baru) tersebut dapat kita lihat, bahwa perempuan mempunyai hak dalam segala kegiatan pembangunan di segala bidang. Namun pada poin b, tertera bahwa peranan perempuan dalam pembangunan selaras dengan perkembangan dan tanggung jawab dalam mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera, termasuk pembinaan generasi muda, anak-anak remaja dan anak-anak di bawah lima tahun, dalam rangka pembangunan wanita seutuhnya. Ini berarti pemerintah telah mengkotakkan peranan perempuan berada dalam wilayah domestik dan hanya mengurus kesejahteraan keluarga atau mengurus kebutuhan rumah tangga.

Perempuan tidak diposisikan selayaknya laki-laki yang mampu berada di luar rumah dan menjadi pemimpin besar dalam masyarakat. Peran perempuan dalam pembangunan bangsa, hanya sebatas membina generasi muda, anak-anak, dan menciptakan keluarga yang sehat.


(1)

konten-konten yang akan disampaikan melalu medianya. Dalam hal ini, penulis (Hanum) ingin membenarkan bentuk-bentuk kepemimpinan yang ideal pada diri sang ayah, melalui penggunaan bahasanya yang berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih dari pemakanaan dari suatu image seorang tokoh.

Penutup

Novel biografi Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta mengisahkan perjalanan hidup seorang Amien Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah, dan sosok ayah di mata anaknya. Hanum sebagai narator sekaligus tokoh yang ada dalam novel, membangun identitas diri Amien Rais sebagai sosok pemimpin yang ideal. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menguak bagaimana bentuk kepemimpinan yang dinarasikan dalam novel Menapak Jejak Amien Rais.

Setelah melakukan analisis narasi, peneliti menemukan narasi-narasi dominan dalam kepemimpinan Amien Rais sebagai pemimpin ideal, yang dapat dilihat dari konteks keluarga, agama, dan dunia politik. Ketiga hal tersebut merupakan refleksi kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya. Berikut kesimpulan dalam penelitian ini yang juga menjadi refleksi budaya masyarakat di Indonesia, yakni:


(2)

1. Pemimpin Ideal adalah Sosok Ayah yang Berhasil Memimpin Keluarga

Di negara Indonesia, keluarga adalah institusi sosial yang paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia masih menganggap keluarga merupakan organisasi terkecil yang mampu mengontrol dan menjaga seorang individu di sektor publik. Konsep keluarga Indonesia dari dulu hingga kini yakni, seorang pemimpin keluarga harus diketuai oleh laki-laki. Peran laki-laki di keluarga berhak membuat dan menentukan setiap kebijakan untuk anak, istri, maupun saudaranya. Seperti halnya yang dinarasikan oleh Hanum sebagai penulis novel Menapak Jejak Amien Rais, suami berperan sebagai kepala keluarga yang memiliki wewenang dalam membuat keputusan, walaupun hal tersebut tidak selalu diinginkan oleh istri dan anak-anaknya.

Laki-laki memiliki kekuasaan dalam menentukan apa yang diinginkan oleh dirinya, namun perempuan masih jauh terbelakang. Karena harus selalu patuh dan mengikuti setiap keputusan yang dibuat oleh suami, sebagai bentuk bakti seorang istri kepada suami. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidak-adilan pada kaum perempuan. Seharusnya hal tersebut berjalan seiringan, dan sesuai dengan keinginan maupun kebijakan masing-masing setiap individu. Dalam narasinya, Hanum juga menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus dapat menjaga dirinya dengan cara membangun keluarga, karena dengan berkeluarga pemimpin akan dapat jauh dari fitnah dan godaan yang dapat menggoyahkan


(3)

keimanan seorang pemimpin. Hal tersebut juga merupakan refleksi dari kehidupan sosial, yang menganggap pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang dapat menjadi pemimpin keluarga yang baik, dalam artian sosok ayah (suami).

2. Dunia Politik adalah Wilayah Laki-laki

Dalam setiap narasinya, Hanum selalu menonjolkan professional mastery seorang Amien Rais di dunia politik. Begitupun yang dapat dimaknai oleh peneliti, bahwa dalam novel ini dunia politik / wilayah publik milik laki-laki. Kaum laki-laki memiliki kekuasaan dan kebebasan untuk berkecimpung di dunia politik, seperti halnya di Indonesia, perempuan hanya menjadi kaum minoritas baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Narasi ini dianggap penting oleh Hanum sebagai penulis yang mengkonstruksikan pemimpin ideal dalam novel.

Terbukti dalam narasinya, Hanum selalu menggambarkan Amien Rais, Hanafi, Mumtaz, Drajad Wibowo, SBY, dan Soeharto sebagai laki-laki yang menduduki wilayah politik. Sementara perempuan dalam novel ini hanya diwakili oleh Megawati, yang juga diceritakan sebagai pemimpin yang hanya menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Hal ini merupakan refleksi kehidupan politik, yang menganggap perempuan adalah kaum minoritas dan masih dianggap tidak layak dijadikan pemimpin. Politik kerap kali diibaratkan sebagai dunia yang keras, penuh tantangan, dan ambisi seperti halnya yang dikonstruksikan sebagai sifat laki-laki pada umumnya. Hal ini berlainan pada diri


(4)

perempuan yang selalu dikategorikan dan dipandang sebagai makhluk yang lemah, tidak berambisi, dan tidak menyukai tantangan.

3. Pemimpin Ideal Versi Media di Indonesia

Di tahun 2000an, media massa di Indonesia kerap mengangkat unsur-unsur religi, khususnya Islam sebagai konten-konten yang dihadirkan kepada khalayak. Dengan isi pesan media yang bermuatan nilai-nilai islam, mampu menarik konsumen / khalayak dalam media. Islam tidak hanya dijadikan sebagai suatu kepercayaan / agama oleh masyarakat, tetapi juga menjadi budaya yang mendasar dalam kehidupan masyarakat. Seperti halnya seorang public figure, tidak akan mendapatkan tempat (tidak dipilih) oleh masyarakat, jika bukan beragama Islam.

Sejak era kemerdekaan hingga reformasi Indonesia selalu dipimpin oleh tokoh yang beragama Islam. Hal ini menjadi penting, karena walaupun Indonesia bukan negara Islam seperti Arab Saudi atau Pakistan, tetapi penduduk Indonesia mayoritas menganut ajaran Islam. Dari analisis narasi dalam novel Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’, peneliti dapat melihat bahwa dalam setiap narasinya Hanum menceritakan Amien Rais sebagai sosok pemimpin yang alim dan menjadi pemimpin ideal, karena menganut agama Islam.

Tidak hanya itu, Amien Rais juga berulang kali dikisahkan sebagai pemimpin Muhammadiyah yang selalu aktif dalam berdakwah dan mengajarkan Islam ke seluruh Indonesia. Narasi tersebut menjadi penting, karena dapat merefleksikan budaya Indonesia yang kerap memilih


(5)

pemimpin yang menganut ajaran Islam. Sehingga, Hanum sebagai penulis dapat mengkonstruksikan bahwa sosok ayahnya tersebut merupakan pemimpin ideal dan seharusnya dipilih oleh rakyat, karena memiliki sifat-sifat Siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fatonah (cerdas), seperti karakter pemimpin ideal dalam ajaran Islam. Hanum juga menarasikan ke-aliman seorang Amien yang selalu menjalankan puasa Daudnya. Dapat dilihat, agama dalam media tidak lagi dijadikan sebagai bentuk ibadah seorang Individu kepada Yang Maha Kuasa, tetapi lebih diperlihatkan sebagai nilai jual seorang tokoh, agar dicitrakan positif melalui media massa kepada khalayaknya.

Daftar Pustaka

Darma, PROF. Dr. Hj. Yoce Aliah, M.Pd (2014). Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. Bandung : PT Refika Aditama

Djoharwinarlien, Sri. 2012. Dilema Kesetaraan Gender: Refleksi dan Respons Praksis. Yogyakarta: Center for Politics and Government Fisipol UGM.

Eriyanto (2013). Analisis Naratif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit


(6)

Hidayat, Deny, N., 1999. “Paradigma dan perkembangan Penelitian Komunikasi”, Dalam: Bungin Prof. Dr. H.M Burhan, S.Sos. M.Si. Sosiologi

Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Joseph, C Rost. 1993. “Leadership for Twenty-First Century”. Dalam: Safaria, Triantoro. Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Keraf, Gorys. 1992. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Murniati, Nunuk P. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Keluarga. Magelang: Indonesiatera.

Rais, Hanum Salsabiela. 2010. Menapak Jejak Amien Rais ‘Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta’. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sokowati, Muria Endah, dkk. Religion, Marketing and Marketing in a Complex Society: Agama, Media, dan Pemasaran dalam Masyarakat Majemuk. Yogyakarta: Buku Litera.