bentuk perjanjian investasi bilateral atau bilateral investment treaties BITs antar negara.
2. Manfaat Praktis Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan
pemahaman yang lebih mendalam bagi pemegang otoritas di dunia serta aparat- aparat hukum yang terkait di setiap negara mengenai hukum investasi
internasional, khususnya bagi pemerintah Republik Indonesia berkenaan dengan prinsip Fair and Equitable Treatment FET yang diharapkan dapat berguna
dalam perumusan perjanjian investasi bilateral atau bilateral investment treaties BITs antara pemerintah dengan negara lain di masa depan.
E. Keaslian Penelitian Penelitian berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Fair
and Equitable Treatment dalam Penyelesaian Sengketa Investasi Melalui Arbitrase Internasional yang Berasal dari Bilateral Investment Treaties” ini
dapat dijamin orisinalitasnya. Gagasan awal penelitian ini lahir sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah penulis pelajari selama mengikuti kompetisi
arbitrase internasional Foreign Direct Investment Arbitration Moot 2015. Penuangan setiap ide dari keseluruhan konsep penelitian ini juga didukung dengan
adanya perspektif netral atau objektif, membuat analisa yang komprehensif dari berbagai instrumen hukum internasional serta penerapan prinsip Fair and
Equitable Treatment FET dalam hukum investasi internasional, khususnya pro
13
kontra yang ditinjau dari bilateral investment treaties BITs, konvensi internasional, serta putusan arbitrase internasional.
Jika dilihat dari keberadaannya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karya tulis berjudul sama belum pernah ditulis sebelumnya.
Hanya saja, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat beberapa penelitian yang menyinggung mengenai hukum investasi internasional, namun tidak dalam
pembahasan salah satu prinsip nya secara komprehensif. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya penegasan serupa dari pihak administrasi baik di bagian
perpustakaan maupun di departemen hukum internasional.
F. Tinjauan Kepustakaan
Menurut Rebecca M. Wallace, hukum internasional adalah peraturan- peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan
lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan
yang lainnya. Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum
32
internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara negara
dengan negara; negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. Dalam skema hukum internasional, dikenal
33
Rebecca M. Wallace, Pengantar Hukum Internasional, diterjemahkan oleh
32
Bambang Arumanadi, S.H., M.Sc., Semarang: IKIP Semarang Press, 1993, hlm. 1. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:
33
Binacipta, 1990, hlm. 3.
14
juga cabang ilmu hukum perjanjian internasional, hukum ekonomi internasional, dan hukum investasi internasional.
Prinsip Fair and Equitable Treatment FET merupakan salah satu prinsip utama dalam hukum investasi internasional, dimana negara tempat investasi
ditanamkan host state berkewajiban untuk menjamin perlakuan yang adil dan setara terhadap investasi yang dilakukan oleh investor asing. Dalam
perkembangannya, terdapat perdebatan dalam mendefinisikan prinsip FET. Hal ini disebabkan FET tercantum dalam perjanjian investasi bilateral BITs antar negara
dimana penggunaan kata-kata dalam BITs kerap berbeda satu dengan yang lainnya.
Beberapa ahli berusaha untuk memberikan gambaran akan konsep FET. F. A. Mann menggambarkan prinsip FET sebagai:
“Suatu perlakuan yang melampaui standar minimum dan memberikan perlindungan dalam tingkat yang lebih besar berdasarkan standar yang jauh lebih
objektif dibandingkan bentuk standar lainnya. Sebuah mahkamah memiliki kewajiban untuk memutuskan apakah suatu tindakan tertentu merupakan tindakan
yang adil atau tidak adil. Tidak ada suatu standar yang didefinisikan hanya dengan kalimat dan frasa tertentu yang dapat berlaku. Terminologi FET seyogyanya dapat
dimengerti dan diterapkan secara bebas dan mandiri.”
34
R. Dolzer dan M. Stevens, dalam kajiannya tentang BITs, juga memaparkan hasil yang sama:
“Fakta bahwa para pihak dalam BITs telah menganggap standar ini sebagai suatu kewajiban daripada keharusan untuk bergantung pada referensi
hukum internasional yang akibatnya memunculkan konsep yang bias seperti
F. A. Mann, British Treaties for the Promotion and Protection of Investments,
34
BYIL, Vol. 52, 1981, hlm. 241.
15
standar minimum, membuktikan bahwa standar FET merupakan standar yang mandiri self-contained. Selain itu, beberapa perjanjian juga merujuk kepada
hukum internasional ketika menetapkan FET, sehingga menegaskan kembali bahwa standar berdasarkan hukum internasional dan ketentuan dalam BITs adalah
sesuai dan saling melengkapi.”
35
Pada Notes and Comments terhadap Pasal 1 Ayat a dari OECD Draft Convention on the Protection of Foreign Property tahun 1967 mengindikasikan
FET sebagai: “Suatu standar yang diatur oleh hukum internasional mengenai perlakuan
negara terhadap properti yang dimiliki oleh warga negara asing di dalam teritori negara nya. Standar ini mewajibkan diberikannya perlindungan kepada properti
asing sebagaimana perlindungan yang diberikan kepada warga negara nya sendiri, dengan catatan bahwa standar yang diberlakukan dalam hukum nasional negara
harus memenuhi standar minimum perlakuan berdasarkan hukum kebiasaan internasional.”
36
FET mencakup sekumpulan prinsip-prinsip lainnya antara lain transparansi, stabilitas, legitimate expectations, non diskriminasi, pemenuhan
kewajiban kontraktual, standar prosedural dan due process of law, itikad baik, serta kebebasan dari paksaan dan ancaman.
Bilateral Investment Treaties BITs adalah perjanjian di antara dua negara untuk mendorong hubungan timbal balik atas promosi dan perlindungan investasi
di negara masing-masing oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di salah satu negara.
37
R. Dolzer dan M. Stevens, op. cit., hlm. 60.
35
OECD Draft Convention, op. cit., para. 120.; Dissenting Opinion of arbitrator
36
Asante to AAPL v. Sri Lanka, Award, 21 Juni 1990, para. 639. United Nations Conference on Trade and Development UNCTAD Investment
37
Instruments Online, What Are BITs?, http:www.unctadxi.orgtemplates Page____1006.aspx , diakses 25 September 2015.
16
Sengketa investasi internasional adalah sengketa yang berasal langsung dari investasi, antara Contracting State atau subdivisi atau suatu badan yang
berasal dari Contracting State dan warga negara atau perusahaan dari Contracting State lain. Mahkamah Arbitrase ICSID juga telah menetapkan
38
kriteria-kriteria yang membedakan investasi dari transaksi perdagangan pada umumnya. Kriteria tersebut antara lain terdapatnya: a jangka waktu tertentu; b
asumsi resiko; c komitmen yang substantif; dan d keuntungan terhadap perkembangan host state.
39
G. Metode Penelitian