Permasalahan Pustaka Acuan PENDAHULUAN 1. Tokoh Fiksi dalam Film

Berdasarkan kajian ideologi yang t erkandung dalam manusia mutan sepert i yang t erdapat dalam kisah Spider-M an dan Hulk, penelitian ini mencoba menguak dan melakukan kajian kritis at as ideologi yang terdapat dalam kedua karya fiksi t ersebut . Kajian ini lebih difokuskan pada kajian cult ural st udies yang mengaitkan sebuah karya seni dengan kont eks sosial at aupun hist oris at au dengan prakt is diskursus t erhadap kekuasaan.

2. Permasalahan

Penelitian ini bert ujuan unt uk mengungkapkan sejumlah permasalahan yang telah dirumuskan di atas, yaitu untuk: 1 mendeskripsikan karakt er t okoh-t okoh manusia mutan dalam cerit a Spider-M an dan Hulk; 2 mendeskripsikan lat ar belakang dan dampak yang dialami oleh t okoh-tokoh manusia mutan dalam dalam cerita Spider-M an dan Hulk; 3 mendeskripsikan nilai-nilai edukat if yang ditampilkan dalam cerit a-cerita manusia mutan sepert i pada cerita Spider-M an dan Hulk; 4 mendeskripsikan ideologi yang t ersembunyi di balik cerit a-cerita manusia mutan sepert i dalam cerita Spider-M an dan Hulk sebagai bagian dari ideologi evolusionisme yang menyesatkan at au t idak.

3. Pustaka Acuan

Beratus t ahun yang lalu, Horace 400 M menyatakan bahw a karya seni mengandung dua aspek: dulce et ut ile. Selain menghibur, karya seni juga memiliki aspek lainnya yaitu untuk mendidik pembacanya at au penont onnya. Konsep ini kemudian dibaw a oleh kritikus pragmatisme abad ke-19 yang melihat karya seni berfungsi sebagai aspek yang bermanfaat untuk mendidik pembacanya. Ketika strukturalisme menjadi dominan pada aw al abad ke-20, kont eks seni sebagai bentuk hiburan yang mendidik seakan terhent i sejenak. Baru setelah dominasi strukt uralisme menurun pada paruh kedua abad ke-21 dengan dit andai muncul berbagai pendekatan post -st ructuralisme, peranan karya seni sebagai unsur didakt is atau peran diskursifnya menjadi bahan kajian yang kembali dominan. M eski harus dicatat, hal it u bukanlah yang sederhana Budianta, 2000:41—56. M unculnya berbagai kajian dekonstruksi, post rukturalisme atau posmodern membaw a kembali aspek historis dan sosial sebuah karya seni dalam pembahasan sebuah karya seni. Kajian-kajian sepert i new historisisme, poskolonial, new -feminisme, posmarxisme, kajian budaya, dan lain-lainnya muncul sebagai konter at as dominasi st rukt uralisme at au new crit icism yang memandang karya seni secara otonom. St orey 2003:1-30 memet akan lanskap konsept ual cult ural studies dalam bukunya yang berjudul Teori Budaya dan Budaya Pop secara komprehensip. Dalam buku ini dipaparkan sejumlah kelompok kajian cultural st udies yang terdiri at as: 1 kulturalisme, 2 st rukt uralisme dan postrukturalisme, 3 M arxisme, 4 feminism e, 5 posmodern, 6 polit ik pop. Cult ural studies at au kajian budaya yang merebak pada t ahun 1990-an merupakan perkembangan yang dipelopori ant ara lain oleh Birm ingham Cent er for Cont em porary Cultural St udies yang berdiri pada 1963. Richard Hoggart dan Raymond W illiams merupakan dua pendirinya yang notabene adalah pengajar sastra yang membuat kajian tentang bent uk-bentuk dan ekspresi budaya yang mencakup budaya t inggi ataupun rendah, dan mengemukakan sejumlah teori tent ang kaitan ant ara keduanya sebagai formasi konstruksi sosial historis. Di Inggris, Amerika, dan Australia kajian-kajian semacam ini kemudian berkembang sesuai dengan kebut uhan masing-masing dengan berbagai masukan teori-teori mutakhir. M enurut Budiant a 2000:51 secara umum kajian budaya mempelajari berbagai macam proses, ekspresi dan bentuk budaya sebagai produk masyarakat modern yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi, dan polit ik. Kajian budaya yang berkembang kemudian menunjukkan minat yang serius pada budaya populer sebagai bagian dari budaya sehari-hari dan memperhatikan kait an antara kebudayaan dengan permasalahan-permasalahan kont emporer. John Storey memetakan kajian budaya pop dalam konteks kajian budaya secara menyeluruh seperti yang t erdapat dalam bukunya yang berjudul An Int roduct ory Guide t o Cultural Theory and Popular Cult ure . Dengan karakterist iknya yang semacam itu, kajian budaya sering dilabeli sebagai kajian yang longgar. M eski demikian, sebenarnya kajian budaya menurut Budiant a 2000:53—54 menerapkan sejumlah prinsip sebagai berikut. Pertama, kajian budaya bersifat int erdisiplin atau malah ant i-disiplin. Kajian budaya bersifat eklektik dalam t eori yang menggabungkan sejumlah met ode dan bahan kajian yang secara konvensional dimiliki oleh disiplin-disiplin tert ent u. Kedua, kajian budaya menghancurkan batasan ant ara budaya tinggi dan rendah, dan menaruh perhat ian yang serius pada budaya populer dan kebudayaan massa. Budaya populer t idak dilihat sebagai suatu produk yang rendah yang t unduk pada perint ah polit ik atau bisnis, melainkan sebagai medium yang mempunyai potensi untuk melakukan resistensi. Ketiga, kajian budaya menaruh perhat ian pada pembaca dan konsumen. Pembaca dan konsumen budaya populer t idak dianggap sebagai penerima pasif dari budaya massa, melainkan agen yang akt if bernegosiasi dan memproduksi makna untuk kepentingan- kepentingan sendiri at aupun sebagai bentuk resist ensi t erhadap pengaruh-pengaruh dominan. Keempat, kajian budaya dengan sadar melihat wacananya sendiri sebagai w acana yang bermuatan politis dengan tujuan melakukan intervensi dan resist ensi t erhadap kekuat an polit ik dan ekonomi yang dominan, terutama kapit alisme global. Oleh karenanya, kajian ini seringkali t erkait dengan masalah-masalah akt ual dan kontemprorer, dan memperhat ikan masalah produksi, konsumsi dan dist ribusi dalam kajian budaya. Kelima, kajian budaya melakukan redefinisi t erhadap keonsep kebudayaan, dan meluaskan maknanya unt uk mencakup bukan saja produk-produk budaya t inggi dan rendah, melainkan segala nilai dan ekspresi, prakt ik dan w acananya dalam “ kehidupan sehari-hari” Budianta, 2000:54. Dalam salah satu kajiannya tent ang w acana dan kuasa, St orey 2003:132-137 mengut ip sejumlah pakar sepert i Foucault dan Edw ard Said yang melihat pent ingnya peran w acana yang t idak bisa dipisahkan dari kekuasaan. Wacana merupakan sarana unt uk membentuk pengetahuan, sebuah sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan. Foucault sendiri menulis t opik ini dalam bukunya yang berjudul Pow er Know ledge Foucault , 2002:136-- 165 Pengetahuan atau w acana diskursus merupakan alat atau senjat a unt uk merebut dan mempert ahankan kekuasaan. M elalui konsep-konsep pemikiran Foucault dan konsep hegemoni Gramscian, Edw ard Said kemudian menelisik peran orientalisme dalam menyokong praktik kolonialisme Said, 1994:1-20; 1995:11-31; 2002:v-xxxvi. Timur orient merupakan subjek yang diciptakan oleh pihak Barat sebagai penentu w acana. Dalam kont eks ini, segala hal yang berasal dari Barat bisa jadi menjadi tonggak untuk makin mengukuhkan posisinya yang kian hegemonik. Teori evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darw in pada 1859 dengan bukunya yang berjudul The Origin of Species merupakan salah satu diskursus Barat yang posisinya sangat hegemonik dalam dunia akademisi Yahya, 2004:131. Teori ini dit engarai oleh Yahya 2002, 2003 sebagai pengusung evolusi sosial yang turut menimbulkan berbagai perang besar dalam sejarah dunia mengingat konsep “ seleksi alam” bagi spesies yang kuat t erhadap spesies yang lemah. Konsep holocaust yang diterapkan tentara Nazi di baw ah komando Hit ler dalam perang dunia II unt uk menghilangkan kelompok non-Indo-Aria merupakan penerapan konsep evolusi sosial yang dicet uskan oleh Darw in pada abad ke-19 t ersebut. Sebuah teks termasuk karya fiksi, komik, film, at aupun game animasi bersifat ot onom, meski kemudian dit ambahkan oleh Thompson 2003:207 manakala mengomentari pendapat Ricoeur t ent ang ideologi, bahw a keot onomian ini terbatas pada cara-cara pent ing dan int erpretasi pembaca t erhadap sebuah karya seni sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial- hist oris. Dalam analisis t erhadap studi bentuk-bent uk diskursif yang menjadi sarana diekspresikannya ideologi, Thompson 2003:207—211 mengembangkannya menjadi tiga fase dasar: 1 dimensi analisis sosial, 2 analisis diskursif, 3 int erpretasi. Pada fase pert ama, analisis sosial, studi ideologi t idak dapat dipisahkan dari analisis sosial-hist oris t erhadap bentuk-bentuk dominasi yang t erangkum dalam makna. Analisis sosial ini t erbagi atas t iga t ingkat an: 1 level tindakan, 2 level lembaga, 3 level inst itusi t erst rukt ur. Pada fase kedua, analisis diskursif, bentuk-bent uk w acana termasuk salah satunya berupa karya fiksi yang mengekspresikan ideologi harus dipandang, t idak hanya sebagai praktik-prakt ik yang dipengaruhi secara sosial dan hist oris, t et api juga konst ruksi bahasa yang memperlihat kan st rukt ur yang diartikulasikan. Bent uk-bentuk w acana diposisikan sebagai prakt ik-prakt ik dan sebagai sesuat u yang lebih, karena it u ia merupakan konst ruksi bahasa yang memiliki klaim untuk mengatakan sesuat u Thompson, 2003:209. Fase kedua ini terdiri atas t iga tingkat an: 1 bent uk-bentuk w acana yang dapat dipelajari sebagai narasi cerit a yang memperlihatkan logika t ertentu atau act ant ial structure; 2 analisis diskursif yang berisi st rukt ur argum ent asi w acana; 3 analisis diskursif yang terfokus pada st rukt ur sintakt ik. Fase ketiga dalam analisis ideologis pada teks diskursif adalah interpret asi. W acana menyat akan sesuatu tentang sesuatu. Untuk mengint erpretasikan w acana yang berfungsi sebagai ideologi berart i m engkonstruk makna yang membent angkan dimensi referensial w acana, yang menent ukan makna-makna acuan yang berlipat dan menunjukkan bagaimana kondisi tersebut cenderung mempert ahankan relasi dominasi Thompson, 2003:211. Relasi dominasi ini dilakukan oleh apa yang disebut oleh Althusser sebagai “ aparat us negara ideologis” , salah sat u bent uk aparatus negara selain “ aparatus negara yang represif” Thompson, 2003:149. Karya seni sebagaimana dinyat akan oleh Gramsci adalah salah satu sit us hegemoni. Lew at karya seni pulalah sebuah ideologi dit anamkan dan disebarkan baik untuk mengukuhkan peran hegemoniknya maupun untuk mengkont er sebuah ideologi hegemonik. Karya seni dan sit us-sit us hegemoni lainnya seperti media, sekolah, institusi keagamaan, dan lain-lain merupakan situs tempat suatu ideologi dinegosiasikan. Dalam kasus penelitian ini, cerita-cerit a narat if t ent ang Spider-M an dan Hulk yang t erdapat pada film serta pada sejumlah karya sast ra, serial TV, at aupun komik menjadi perhatian pent ing guna mengungkap perannya sebagai sit us hegemoni bagi internalisasi teori evolusi. Benarkah di balik cerit a-cerita t entang tokoh manusia mut an sepert i Spider-M an dan Hulk yang mengisahkan para hero pembela kebenaran mengandung ideologi evolusionisme yang berbahaya? Pertanyaan-pert anyaan inilah yang akan diungkap dalam art ikel ini.

B. M ETODE PENELITIAN