REPRESENTASI PERILAKU PSIKOPAT DALAM FILM “ FIKSI ” (Studi Analisis Semiotik Terhadap Film “ fiksi. “ karya Mouly Surya).

REPRESENTASI PERILAKU PSIK OPAT DALAM FILM “ FIKSI ”
(Studi Analisis Semiotik Ter hadap Film “ fiksi. “ karya Mouly Sur ya)

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyar atan memper oleh Gelar Sar jana pada
FISIP Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” Jawa Timur

Oleh :

EVA ZULMI FIRMALASARI
NPM. 0743010060

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, dan Sholawat serta Salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW, penulis panjatkan karena dengan limpahan rahmat,
karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul “REPRESENTASI PERILAKU
PSIKOPAT DALAM FILM “FIKSI” (Studi Analisis Semiotik Terhadap Film
“fiksi.” Kar ya Mouly Sur ya)” dapat penulis susun dan selesaikan sebagai persyaratan
memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1.

Prof. Dr. Ir. H. Teguh Suedarto, Mp, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.

2.

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.


3.

Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.

4.

Zainal Abidin Achmad, S.Sos, M.Si, M.Ed, selaku Dosen Pembimbing Skripsi
penulis. Terima kasih atas segala kontribusi Bapak (bimbingan, dorongan, dan
ilmu yang diberikan) terkait penyusunan Proposal Skripsi ini.

5.

Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP
hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

6.

Drs. H. Moch. Farchan. M.Si, dan Hj. Ummu Hani’ah, Orang Tua yang selalu

menjadi panutan atas semua kasih sayang, pengorbanan, dan didikannya hingga
penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. I do love both of you. Thanks a
million.

7.

Erma Firdiana dan M. Zainul Fanani, Firman Arifianto dan Randayati
Sopamena, Iwan Jefry Firmansyah dan Imelda Sendowati, kakak-kakak ku
tersayang yang telah banyak memberi dukungan moril maupun financial…
Thankz a lot guys, Love u all.

8.

Nanda, Adis, Abit, Rani, Rina, Rafi, Pasha, Keshia, Gustav, Akbar, keponakankeponakan yang mewarnai hari-hariku dengan canda tawa dan tangis. Sorry for

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iii


being a bad Auntie for you, who always teasing all of you and make you cry
because of me.
9.

Vicky Altovan, yang menjengkelkan karena kecerewetannya agar tugas ini
cepat selesai. Thank you for your attention and your support..

10.

Sahabat-sahabat terbaik ku : Shellalizha, Lupita, Nyunyah, Lytha, Icha, Vega
(The Qimz), Na’, Dewi, Sarah, Galih, Mega, Dhimas, Bagus, Sempronk,
Pocong, Novan. Thankiu for coloring my day, my live, and my adventure J

11.

Keluarga Bp. Misno dan Ibu Kadarwati, Cece, Aa’, Gustav, beserta keluarga
Ngagel Mulyo XVI / 37.

12.


Keluarga Bp. Suroyo serta keluarga Bp. Imansyah dan Ibu Kuntorowati.

13.

Temen-temen kuliah : Sigit Hitam, Amak Yek, Windy Chiko, Dody Dawuk,
Kuswandi, Bembeng, Galih, Luthfi, Kentung, Axa, Prima, Dunk, Ratna Kodok
(TFT), Kiki Lemper, Yeye, Eko Ende, Rian Ngok, Rombeng, Doyok, Syahriel,
Panda, Amel Bunda, Anak2 kelas A (2007), Anak-anak Kinne Kom, KINETIK
SUB, dan semua mahasiswa IKOM, yang sudah banyak membantu penulis.

14.

2ndBorn Activation family : Mas Rio, Mas Suluh, Mas Adjie, Lek Gun, Mas
Wawan, Bombom, Tyo’, Jojon, Baidi, Tari. Thankz a lot for supporting me…
We are Family…
Maaf apabila ada nama yang tidak tercantum, jangan khawatir nama kalian

akan tetap ada dan terukir di hati dan ingatan penulis.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan untuk menjadikan yang

terbaik. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, November 2011
Penulis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iv

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJ UAN ...................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................


ii

KATA PENGANTAR .............................................................................

iii

DAFTAR ISI ...........................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

x

ABSTRAKSI ............................................................................................ xvii


BAB I

PENDAHULUAN .....................................................................

1

1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................

1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................

11

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................

11

1.4. Manfaat Penelitian ..............................................................


11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA .................................................................

13

2.1. Landasan Teori ....................................................................

13

2.1.1. Film ...........................................................................

13

2.1.2. Film Sebagai Komunikasi Massa ................................

15

2.1.3. Teori Konstruksi Realitas Sosial .................................


17

2.1.4. Representasi ..............................................................

21

2.1.5. Perilaku Psikopat .......................................................

25

2.1.5.1. Definisi Perilaku ...........................................

25

2.1.5.2. Definisi Psikopat ..........................................

26

2.1.5.3. Penyebab Terbentuknya Kepribadian Dissosial
(Psikopat) ....................................................


29

2.1.5.4. Gejala-gejala Psikopat ...................................

33

2.1.6. Semiotika ..................................................................

36

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

v

2.1.7. Teori Semiotika Menurut John Fiske .........................

38

2.1.8. Kerangka Berpikir .....................................................

41

BAB III METODE PENELITIAN .........................................................

42

3.1. Metode Penelitian ...............................................................

42

3.2. Kerangka Konseptual ...........................................................

43

3.2.1. Corpus .......................................................................

43

3.2.2. Definisi Operasional ..................................................

61

3.2.2.1. Representasi .................................................

61

3.2.2.2. Perilaku Psikopat Dan Macam-macam Perilaku
Psikopat........................................................

61

3.3. Unit Analisis ........................................................................

63

3.4. Jenis Sumber Data ...............................................................

64

3.4.1. Sumber Data Primer ....................................................

64

3.4.2. Sumber Data Sekunder ................................................

65

3.5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................

65

3.6. Teknik Analisis Data ...........................................................

65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………… .......................

67

4.1. Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data . ......................

67

4.1.1. Gambaran Umum Film Rumah Dara ..........................

67

4.1.2. Penyajian Data . ..........................................................

69

4.2. Analisis Data . ......................................................................

70

4.2.2. Analisis Keseluruhan . ................................................ 219

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN . .................................................. 222
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 222
5.2. Saran . .................................................................................. 224

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 225
LAMPIRAN ............................................................................................ 227
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

vi

ABSTRAKSI
EVA ZULMI FIRMALASARI. REPRESENTASI PERILAKU PSIKOPAT
DALAM FILM “FIKSI” (Studi Analisis Semiotik Ter hadap Film “ fiksi. “ kar ya
Mouly Sur ya)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku psikopat
direpresentasikan dalam film melalui tokoh utama yaitu Alisha / Mia yang
diperankan oleh Ladya Cheryl. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain Teori Konstruksi Realitas Sosial, Perilaku Psikopat, Faktor Penyebab
Terbentuknya Kepribadian Psikopat, Gejala-gejala Psikopat, Semiotika,
Representasi, Efek Media Massa Dalam Kehidupan Masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, alasan penggunaan
metode kualitatif ini dikarenakan pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih
mudah. Apabila berhadapan dengan kenyataan ganda selain itu metode ini lebih peka
dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002:5). Metode penelitian
kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar,
simbol dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu.
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode semiotik. Semiotik
adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15).
Dengan menggunakan metode semiotik, peniliti berusaha menggali realitas yang
didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan
dalam film, selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian ini. Tanda-tanda
adanya perilaku psikopat dalam scene-scene film ini akan direpresentasikan oleh
peneliti dengan menggunakan teori semiotik Jhon Fiske, dengan melakukan
pemilahan scene-scene yang menunjukkan adanya perilaku psikopat. Dengan
menggunakan kode-kode yang diwakili atas tiga level, yaitu : Level Realitas (reality)
seperti Penampilan, Kostum, Tata Rias, Lingkungan, Tingkah Laku, Cara Bicara,
Gerak Tubuh, Ekspresi, Suara, dll, Level Representasi (representation) seperti
Kamera, Cahaya, editing, Musik,, Level Ideologi (ideology) seperti dialog.
Peneliti menggunakan analisis berupa representasi terhadap scene-scene yang
menunjukkan adanya perilaku psikopat, Pertama Film akan di pilah penandapenandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun. Pada tahap kedua
scene-scene fil “fiksi.” yang sudah dipilah tersebut akan dianalisa secara mendalam
dan dimaknai, yang menunjukkan adanya perilaku psikopat, menurut level realitas,
level representasi, dan level ideologi menurut Jhon Fiske. Setelah itu akan ditemukan
representasi perilaku psikopat yang ada dalam film tersebut. Yang disimpulkan
bahwa dari perilaku-perilaku yang menggambarkan adanya perilaku psikopat yang
dihadirkan dalam film ini adalah menipu, menguntit, menguping, mengintai,
memanipulasi keadaan, memaksakan kehendak, tidak memikirkan perasaan orang
lain, memiliki rasa tega yang berlebihan, egois dan emosional, memukul, menculik,
bahkan membunuh.
xvii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa
perilaku psikopat dalam film “fiksi.” ini direpresentasikan melalui latar belakang
serta sifat dan perilaku tokoh utama dalam film ini. Sedangkan sifat dan perilaku
yang dimiliki oleh tokoh utama dalam film ini yaitu Alisha / Mia yang
menggambarkan perilaku psikopat adalah : obsesif, agresif, impulsif, emosional,
egois, sering berbohong, manipulatif dan cerdik, tidak memiliki empati, serta tidak
pernah merasa menyesal dan bersalah. Apabila diperhatikan lebih dalam lagi
perilaku psikopat yang dimiliki Alisha / Mia ini mulai muncul dan tampak terlihat
jelas setelah Alisha / Mia merasa jatuh cinta dan terobsesi kepada Bari. Dan itu
berlangsung secara spontan dan kontinuitas, sehingga seolah-olah alur dari cerita
dalam film “fiksi.” ini diciptakan oleh Alisha / Mia sebagai tokoh utama.

xviii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PE NDAH UL UAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Satu kesatuan atau kelompok terkecil dari manusia sebagai makhluk
sosial adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak yang saling
berinteraksi antara satu dengan yang lain, dimana setiap anggota keluarga
memiliki peran masing-masing yang saling berkolaborasi dalam berbagai
pola pikir berbeda dalam mencapai tujuan bersama yang hendak diraih dalam
komunitas paling sederhana tersebut. Sedangkan definisi keluarga menurut
(Duvall dan Logan, 1986), keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga.
Peran orang tua sangatlah penting dalam mendidik dan menerapkan
suatu ajaran kepada anak agar mampu bersosialisasi dengan baik, mampu
membawa dan menempatkan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga
menimbulkan kesan positif di masyarakat. Selain didikan yang diajarkan
orang tua kepada anak sejak dini, keharmonisan rumah tangga atau keluarga
juga menjadi faktor penting dalam pembentukan kepribadian seorang anak.
Sebuah keluarga bisa dikatakan harmonis apabila dalam keluarga tersebut
menerapkan fungsi-fungsi keluarga dengan baik dan seimbang, adapun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

2

fungsi-fungsi keluarga yang digaris bawahi oleh ulama dan cendekia, yang
kemudian ditetapkan dalam PP No.21, 1994, antara lain : (1). Fungsi
Keagamaan ; (2). Fungsi Sosial Budaya ; (3). Fungsi Cinta Kasih ; (4).
Fungsi Melindungi ; (5). Fungsi Reproduksi ; (6). Fungsi Sosialisasi dan
Pendidikan ; (7). Fungsi Ekonomi ; (8). Fungsi Pembinaan Lingkungan.
Ketidakharmonisan suatu keluarga dapat menyebabkan pengaruh
negatif bagi individu-individu yang berada didalam lingkup keluarga itu
sendiri. Seperti yang kita ketahui, dewasa ini banyak sekali masalah
ketidakharmonisan dalam rumah tangga di kalangan masyarakat, bahkan
hingga terjadi perceraian. Melalui informasi yang penulis kutip dari situs
www.suarasurabaya.net, angka kasus perceraian di Surabaya sepanjang tahun
2010 sebanyak 4.449 kasus yang diantaranya 2.849 kasus cerai gugat, dan
1600 kasus cerai talak. Perceraian tersebut terjadi karena beberapa faktor,
yaitu : (1). Faktor Kesetiaan dan Kepercayaan ; (2). Faktor Seks ; (3). Faktor
Ekonomi ; (4). Faktor Perasaan (Cinta) ; (5). Faktor Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Akan tetapi tidak semua masalah ketidakharmonisan dalam rumah
tangga diselesaikan dengan jalan perceraian, ada yang memutuskan untuk
rujuk dan mencoba memperbaiki masalah dalam rumah tangga nya, dan ada
pula yang memutuskan mengakhiri hidupnya karena merasa tertekan dengan
masalah yang dihadapi tetapi tidak bisa berbuat apa-apa sehingga mengambil
keputusan sepihak dengan cara bunuh diri.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

Apapun faktor dan masalahnya, ketidakharmonisan dalam keluarga
dapat menimbulkan efek negatif terutama pada tumbuh kembang anak-anak,
terlebih lagi hingga terjadi perceraian. Orang tua wajib memberikan
perhatian, kasih sayang, dan bimbingan kepada anak-anak nya, hal ini juga
sangat penting untuk menunjang tumbuh kembang anak karena masalah
kedua orang tua hingga sering menimbulkan pertengkaran bahkan perceraian
akan sangat berpengaruh pada kondisi psikis anak.
Masalah

dalam

rumah tangga

tidak dapat

dilepaskan

dari

pengaruhnya terhadap anak, karena apabila seorang anak sering mengetahui
atau melihat orang tuanya bertengkar maka anak akan merasa lebih menderita
dan akan menimbulkan trauma yang mendalam. Dalam hal ini pertengkaran
orang tua yang berujung perpisahan menjadi faktor yang sangat berpengaruh
bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Dalam kasus perpecahan
dalam rumah tangga, tidak hanya orang tua saja yang merasakan kepedihan,
tetapi anak akan lebih merasakan kepedihan dan penderitaan yang mendalam
(Johnston, 1996 ; Hurlock, 1992).
(Severe, 2000) Mengemukakan bahwa anak bukannya tidak tahu
tetapi tidak mampu menjelaskan, mengapa ia tidak ingin ada orang yang tahu
bahwa ia sedang pedih hatinya, ia juga tidak ingin mengatakan apapun yang
dapat memperburuk keadaan di rumah. Sebenarnya seorang anak dapat
melihat ketegangan yang dialami orang tuanya akan tetapi ia khawatir jika
dia mengungkapkan emosinya maka akan menambah kepedihan setiap orang.
Inilah alasan mengapa sebagian besar anak tidak pernah bicara pada orang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

tuanya tentang perasaannya mengenai masalah orang tuanya. Perasaan
tersembunyi inilah yang akan meningkatkan kecemasan dan memperlemah
kemampuan anak dalam berpikir. Selain itu, perasaan yang tertekan bisa
menjadi bibit bagi permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya kelak.
Secara psikologis, anak terikat pada kedua orang tuanya, apabila
orang tuanya berpisah maka seorang anak akan merasakan seperti separuh
kepribadiannya dirobek, hal ini akan berpengaruh terhadap rasa harga diri
dan percaya diri yang buruk, dan akan timbul perasaan tidak aman dan
kemurungan yang luar biasa. Hilangnya hubungan dengan salah satu orang
tua membuat seorang anak beranggapan bahwa dirinya tidak pantas
mendapatkan waktu dan kasih sayang. Perasaan seperti ini akan mengganggu
kehidupannya, ia akan kehilangan rasa percaya diri sehingga takut
berhubungan atau bersosialisasi dengan orang lain, dan ia akan sangat susah
menjalin persahabatan atau dalam istilah saat ini disebut minder atau kuper.
Pada awal tahun 1960 dan 1970 an, rata-rata tingkat perceraian atau
perpisahan semakin tinggi secara dramatis dengan adanya kasus yang
menemukan bahwa anak-anak korban broken home mengalami trauma
mendalam dengan memperlihatkan gejala-gejala depresi ringan dan anti
sosial.

(http://herlianuari-cissy.blogspot.com/2010/11/dampak-perceraian-

terhadap-anak.html)
Amarah dan agresi merupakan reaksi yang lazim dalam masalah
keluarga, apabila hal tersebut terjadi ketika orang tua sedang bertengkar

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

didepan anaknya akan dapat mengakibatkan anak merasa terpukul dan
tertekan dan akan melimpahkan kemarahannya kepada hal lain. Dalam hal ini
seorang anak akan berpotensi menjadi pemberontak yang liar untuk
menunjukkan ekspresi amarah akibat tekanan di dalam keluarga atau
sebaliknya anak akan menjadi pribadi yang diam, tertutup, dan cenderung
berkelakuan aneh karena memendam amarahnya.
Menurut C.G Jung menyatakan bahwa ada dua tipe kepribadian,
yaitu :
1. Introvert : orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri, banyak
fantasi, cepat merasakan kritik, menahan ekspresi emosi, cepat
tersinggung, suka membesarkan kesalahannya, analisa kritik diri
sendiri menjadi buah pikirannya.
2. Extrovert : orang yang melihat pada kenyataan dan keharusan, tidak
cepat merasakan kritik, ekspresi emosinya spontan, tidak dituruti
dalam alasannya, tidak begitu merasakan kegagalannya, tidak banyak
mengadakan analisa dan kritik diri sendiri.
Melalui penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa anak yang
cenderung pendiam dan tertutup (introvert) lebih berbahaya, karena segala
sesuatunya akan dipikirkan sehingga menjadi tekanan dan tidak menutup
kemungkinan dia akan melampiaskan amarahnya kepada hal lain dan
cenderung berperilaku aneh, menyimpang, bahkan yang dilakukannya
terkadang diluar akal sehat.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

Seperti kasus Very Idham Henyansyah atau biasa disebut Ryan Jagal
dari Jombang yang marak dibicarakan di media pada pertengahan tahun 2008
lalu, yaitu seorang pemuda homoseksual dari kota Jombang yang didapati
melakukan pembunuhan secara mutilasi terhadap rekannya atau lebih
tepatnya mantan kekasihnya yang berinisial HS. Setelah diselidiki ternyata
masih banyak kasus pembunuhan yang dilakukannya dengan cara yang sadis
dan tidak berperikemanusiaan. Menurut pengakuan Ryan, dia membunuh
untuk mendapatkan harta dari korbannya yang kemudian digunakan berfoyafoya dengan kekasihnya. Namun pihak penyidik kepolisian memiliki
kesimpulan lain bahwa, latar belakang Ryan membunuh tidak semata-mata
hanya karena harta, tetapi bias juga karena tekanan dalam hidupnya dimana
keadaannya sebagai homoseksual yang merupakan “aib” di mata masyarakat,
selain itu juga karena obsesi terhadap cinta nya, atau mungkin Ryan tidak
ingin dipandang rendah oleh orang-orang atau komunitasnya di Jakarta,
sehingga dia melakukan pembunuhan dengan modus merampas harta
korbannya hingga membuatnya kaya dan mampu bersaing dengan temantemannya di Jakarta. Banyak orang yang tidak menyangka bahwa Ryan
adalah seorang pembunuh berdarah dingin dibalik pribadinya yang polos dan
pendiam. Bahkan tidak sedikit yang mengkategorikan Ryan sebagai psikopat.
(http://suaranurani.wordpress.com/…/hipotesa-latar-belakang-psikopatryan/.html)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

Sementara itu pada masa kini semua dunia hiburan sedang naik daun.
Terutama di Indonesia sekarang ini, dari musik, film, juga internet. Film
Indonesia saat ini sangatlah beragam jenis bermunculan di masyarakat.
Begitu juga dengan film-film yang mengandung unsur kekerasan. Padahal
pengaruh film terhadap kehidupan realita masyarakat sangatlah besar.
“Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal
jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Film
juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat menjangkau
sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu memanipulasi
kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas” (McQuail 1994 : 14)
Untuk itu peneliti tertarik pada suatu film yang berjudul “fiksi.”,
karena dalam film tersebut mencakup semua hal yang sudah peneliti jelaskan
sebelumnya pada latar belakang masalah. Film yang menceritakan tentang
sisi gelap cinta, obsesi dan juga mimpi ini menunjukkan bagaimana
seseorang yang baru mengenal cinta kemudian terobsesi untuk mendapatkan
cinta tersebut hingga berusaha mewujudkan mimpi dari orang yang
dicintainya dengan caranya sendiri yang cenderung menyimpang dan tidak
masuk akal. Film yang diberi judul “fiksi.” ini merupakan film yang
disutradarai oleh Mouly Surya yang dirilis pada 19 Juni 2008.
Film ini menceritakan tentang fenomena kehidupan saat ini, dimana
harta dan kekuasaan adalah segalanya dibanding perhatian dan kasih sayang
didalam sebuah keluarga, hingga menyebabkan terjadinya konflik rumah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

tangga yang mengakibatkan kondisi psikologis seorang anak terganggu.
Selain itu juga menceritakan tentang gaya hidup masyarakat yang tinggal di
sebuah rumah susun yang beragam hingga menimbulkan keinginan seseorang
untuk membuat cerita fiksi tentang apa yang dilihatnya di dalam rumah susun
tersebut.
Cerita yang memusatkan kisah pada kehidupan Alisha (Ladya Cheryl)
ditengah keluarga yang tidak harmonis dan pergaulan luas diluar sana. Alisha
adalah seorang gadis kaya yang serba kecukupan dalam segala hal kecuali
perhatian, cinta, dan kasih sayang. Alisha hidup dalam tekanan akibat masa
lalunya yang tragis, yaitu saat Alisha menyaksikan Ibunya bunuh diri dengan
pistol milik Ayah Alisha yang direncanakan Ayah Alisha untuk membunuh
istrinya sendiri. Masa lalunya yang tragis kerap membayanginya dalam setiap
mimpinya, di dalam mimpinya selalu hadir sosok ibunya dengan keadaan
tertekan dan selalu berkata “Semua kejadian itu pasti ada tujuannya!” dan
karena itulah Alisha merasa tertekan.
Hingga pada suatu hari Alisha memperhatikan seorang pria yang
sedang membersihkan kolam renangnya, pria itu adalah Bari (Donny
Alamsyah) seorang buruh serabutan yang tinggal di Blok S. Alisha merasa
jatuh cinta pada Bari, setiap hari dia selalu memperhatikan Bari melalui
jendela kamarnya, hingga akhirnya Alisha terobsesi kepada Bari dan ingin
memasuki kehidupan Bari lebih dalam. Bari tinggal di sebuah rumah susun,
disana ia mengetahui Bari tinggal bersama seorang wanita yang tidak lain
adalah kekasihnya yang bernama Renta (Kinaryosih). Akhirnya Alisha
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

memutuskan minggat dari rumah dan mengontrak sebuah kamar di rumah
susun yang tepat disamping kamar Bari. Di rumah susun Alisha
memperkenalkan diri sebagai Mia. Tidak peduli akan status Bari yang telah
memiliki kekasih, Alisha tetap ingin menarik perhatian dan ingin memiliki
Bari.
Setelah Alisha / Mia dan Bari saling mengenal, Bari mengajak Alisha
/ Mia berkeliling rumah susun tersebut mulai dari lantai 1 hingga lantai 9,
Bari menjelaskan ada apa saja dan bagaimana kehidupan warga rumah susun
tersebut. Selain itu Bari juga menceritakan tentang hal yang ditulisnya, ceritacerita yang ditulis oleh Bari adalah realita kehidupan yang ada di dalam
rumah susun tersebut.
Sebelum menceritakan itu semua Bari berkata “Semua cerita – cerita
yang gua tulis masih belum ada ending nya, apa mungkin itu karena cerita
yang gua bikin realita dari kehidupan-kehidupan orang yang ada disini ya?!
Abisnya mereka masih ngejalanin kehidupannya. Mungkin ini juga bedanya
fiksi sama realita, kalo fiksi kita bias atur dan bikin ending nya sendiri, tapi
kalo realita ya.. life goes on!!”
Karena kata-kata Bari tersebut Alisha mulai menciptakan imajinasiimajinasi yang tidak bisa ditangkap akal sehat. Dia bermaksud membantu
Bari dalam menyelesaikan tulisannya dengan menentukan ending dengan
caranya sendiri, hingga akhirnya dia mengatur rencana untuk membunuh satu
per satu tokoh dalam cerita yang ditulis Bari, untuk menciptakan ending dari
cerita-cerita yang ditulis oleh Bari.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Dalam film ini menunjukkan beberapa perilaku menyimpang yang
diakibatkan karena tekanan psikologis dari seorang gadis yang sejak kecil
sudah mendapatkan banyak tekanan dalam hidupnya terutama dari
keluarganya,

dan

ketika

beranjak dewasa

dia

dihadapkan dengan

permasalahan cinta, namun dia tidak bisa mengendalikan perasaan dan
emosinya hingga pada akhirnya menjadi sebuah obsesi untuk memiliki lelaki
yang dicintainya dengan menghalalkan segala cara.
Perilaku-perilaku menyimpang yang mengarah pada gangguan
psikologis sangat jelas terlihat dalam film ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa
pemeran utama dalam film ini yaitu Alisha / Mia menderita gangguan
psikologis yang didapat sejak ia masih kecil karena masalah yang ada di
keluarganya, hingga dia beranjak dewasa dan menghadapi masalah
percintaan yang rumit sehingga membuat kondisi emosi dan jiwanya tidak
stabil dan mendorongnya menjadi seorang yang dikategorikan sebagai
psikopat.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin memaknai representasi adanya
perilaku psikopat dalam film “fiksi.” Karya Mouly Surya. Oleh karena itu
yang sesuai adalah dengan menggunakan metode semiotik yang dikemukakan
oleh Jhon Fiske. Dengan menggunakan metode ini memungkinkan peneliti
untuk mengetahui dan melihat lebih jelas bagaimana sebuah pesan
diorganisasikan, digunakan, dan dipahami.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Penelitian ini mengambil judul Representasi Perilaku Psikopat)
Dalam Film “ fiksi. ” (Studi Semiotik tentang Representasi Representasi
Perilaku Psikopat Dalam Film “ fiksi. ” karya Mouly Surya).

1.2

Perumusan Masalah
Menindaklanjuti dari latar belakang permasalahan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalahnya adalah “ Bagaimanakah representasi perilaku
psikopat dalam film “fiksi.” Karya Mouly Surya.

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain untuk mengetahui
bagaimanakah perilaku psikopat dalam film “fiksi.” Karya Mouly Surya.

1.4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, antara lain:

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah
wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

representasi kekerasan pada film, yang ingin menganalisa kajian
kekerasan dengan menggunakan metode semiotika.

2. Secara Praktis

Analisis semiotik perilaku psikopat dalam film “fiksi.” dapat
digunakan

sebagai

sumber

informasi

bagi

penelitian

selanjutnya. Dan menjadi kerangka acuan bagi creator film
Indonesia agar lebih berhati-hati dalam menampilkan adeganadegan berbahaya dalam film, karena sangat berdampak negatif
bagi penontonnya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
K AJ I AN P UST AK A

2.1.

Landasan Teori

2.1.1. Film
Menurut Undang-Undang nomor 8 tahun 1992 (8/1992), tanggal 30
Maret 1992 (Jakarta) tentang : Perfilman, pasal 1. Film adalah karya cipta
seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar
yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita
seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi
lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi,
proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat
dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik, dan atau lainnya.
Film adalah gambar bergerak yang terbuat dari celluloid transparent
dalam jumlah banyak,dan apabila digerakkan melalui cahaya yang kuat akan
tampak seperti gambar yang hidup ( Siregar, 1985 :9 ), McQuail menyatakan
fungsi hiburan film sebagai berikut :
“Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan
hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulunya serta menyajikan
cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, serta tehnis lain kepada masyarakat
umum. Kehadiran film merupakan respon penemuan waktu luang diluar jam
kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu luang secara hemat
dan sehat bagi semua anggota keluarga.” ( McQuail, 1994 : 13 ).

Terdapat beberapa perspektif yang dikemukakan oleh para ahli saat
memandang sebuah film sebagai media massa. Perspektif yang pertama

13
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

memandang bahwa apabila dilihat dari isi pesannya, film sesungguhnya
merupakan pencerminan ( refleksi ) dari sebuah masyarakat, yaitu
masyarakat tempat membuat film itu sendiri, dalam arti tempat sineas,
pendukung dan awak produksi yang ada didalamnya ( Jowett, 1971:74 ).
Film sebagai refleksi ( pencerminan ) dari masyarakat tampaknya
menjadi perspektif secara umum lebih mudah disepakati oleh Garth Jowett :
“It’s more generally agreed that mass media are
capable of reflecting society because they are forced
by their comorcial nature to provide a level of content
which will guarantee the widest possible audience.” (
Jowett, 1971:74 ).
Secara umum disepakati bahwa film sebagai media massa mampu
merefleksikan masyarakat karena ia didorong oleh sifat komersialnya agar
menyajikan isi yang dapat menjamin jumlah khalayak yang seluas – luasnya.
Media massa telah lama dianggap sebagai media pembentuk
masyarakat demikian halnya denagn film. Film dipandang sebagai media
yang selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat melalui muatan
pesan yang dikandungnya. (http://www.techeli.com/dokumen/produk/UU81992.htm)
Film juga merupakan gambar hidup yang merupakan bentuk seni,
bentuk popular dari hiburan dan juga bisnis.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

2.1.2 Film Sebagai Komunikasi Massa
Komunikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa modern,
yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio
dan televisi yang ditunjukkan kepada umum, dan film dipertunjukkan di
gedung-gedung bioskop. Mengapa hanya dibatasi di media tersebut? Jawaban
terhadap pertanyaan tersebut adalah karena media itulah yang paling sering
menimbulkan masalah dalam semua bidang kehidupan dan semakin lama
semakin canggih akibat perkembangan teknologi, sehingga senantiasa
melakukan pengkajian yang seksama (Effendy,2003:79).
Dalam komunikasi massa film dengan televisi mempunyai sifat yang
sama yaitu audio visual, bedanya mekanik atau non elektronik dalam proses
komunikasinya dan rekreatif-edukatif persuasif atau no informatif dalam
fungsinya. Dampak film bagi khalayak sangat kuat dalam menimbulkan efek
afektif, karena medianya berkemampuan untuk menanamkan kesan, layarnya
untuk menayangkan cerita relatif besar, gambarnya jelas, dan suaranya yang
keras dalam ruangan yang gelap membuat suasana penonton mencekam.
“Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal
jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Film
juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat menjangkau
sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu memanipulasi
kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas”. (McQuail 1994 : 14).
Menurut, Wright komunikasi massa memiliki empat macam fungsi
(Wiryanto,2000:11) yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

a. Surveillance,
penyebaran

menunjuk
informasi

pada

fungsi

mengenai

pengumpulan

kejadian-kejadian

dan
dalam

lingkungan, baik diluar maupun didalam masyarakat. Fungsi ini
berhubungan dengan apa yang disebut Handling News.
b. Correlation, meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut
lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadiankejadian, funsi di identifikasikan sebagai fungsi editorial dan
propaganda.
c. Transmissions, menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan
informasi, nilai-nilai dan norma sosial budaya dari satu generasi
kegenerasi yang lain, atau dari anggota-anggota masyarakat
kepada pendatang baru. Fungsi ini di identifikasikan sebagai
fungsi pendidikan.
d. Entertainment, menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif
yang dimaksudkan untuk memberi hiburan tanpa mengaharapkan
efek-efek tertentu.
Film merupakan media untuk komunikator, yang dalam hal ini adalah
orang yang memiliki ide cerita (creator), untuk menyampaikan gagasannya
tentang sesuatu. Yaitu apa yang menjadi tema suatu film yang dibuat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Mira Lesmana :
“Film adalah pilihan hidup saya dan medium ekspresi
pilihan saya, buat saya film indonesia adalah rekaman
pikiran manusia-manusia Indonesia pada jamannya
“Extremely
Important
To
Be
Exist.com”
(Lesmana:2000.Layarkata)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Seorang komunikator melalui media massa dikatakan mahir, apabila ia
berhasil menemukan metode yang tepat untuk menyiarkan pesannya.
Meskipun jumlah komunikannya mencapai jutaan, kontak yang asasi adalah
antara dua orang, benak komunikator harus mengenai benak komunikan.
Komunikasi Massa yang berhasil adalah kontak pribadi dengan pribadi yang
diulangi ribuan kali secara serentak.
“Jadi dalam komunikasi massa ada 2 tugas komunikator, yaitu
mengetahui

apa

yang

ia

komunikasikan

dan

bagaimana

ia

harus

menyampaikannya” (Effendy,2003:81). Adapun ciri-ciri dari komunikasi
massa adalah :
(1). Komunikator melembaga; (2). Pesan bersifat umum; (3). Media
menimbulkan keserempakan; (4). Komunikan bersifat heterogen; (5). Proses
berlangsung satu arah.
Film berperan sebagai sarana

baru

yang

digunakan untuk

menyebarkan hiburan yang telah menjadi kebiasaan terdahulu, serta
menyajikan cerita, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada
masyarakat umum (McQuail,1994:13).

2.1.3 Teor i Konstr uksi Realitas Sosial
Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu
merekam realitas yang tumbuh berkembang dalam masyarakat dan
memproyeksikan kedalam layar. (Irwanto dalam Alex sobur, 2002 : 127)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film
mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya itu. Baik realitas
dalam bentuk imajinasi maupun realitas dalam arti sebenarnya. Film
menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau cara
menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap masa yang akan
datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha
menampilkan “citra bergerak” (moving image) namun juga telah di ikuti oleh
muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi
manusia atau gaya hidup. Film juga sudah dianggap bisa mewakili citra atau
identitas komunitas tertentu. Bahkan bisa membentuk komunitas sendiri,
karena sifatnya yang universal. Meskipun demikian, film juga bukan tidak
menimbulkan

dampak

negatif.

(Victor

C.Mambor:http//situskunci.tripod.com/teks/victor1.htm)
Teori konstruksi realitas sosial diperkenalkan oleh peter L Berger,
seorang sosiolog interpretatif. Bersama Thomas Luckman, ia menulis sebuah
risalat teoritis utamanya, The Social Construction of Reality (1996). Menurut
Berger realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam mode strukturalis,
dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subyeknya. Bagi Berger,
realitas sosial secara objektif memang ada, tapi maknanya berasal oleh
hubungan subyektif (individu) dengan dunia objektif. (Poloma, 2000 : 299)
Berger dan Luckman meringkas teori mereka dengan menyatakan
realitas terbentuk secara sosial. Mereka mengakui realitas objektif, dengan
membatasi realitas sebagai kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang
kita anggap berada diluar kemampuan kita. Menurut Berger, kita semua

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

mencari pengetahuan atau kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan
memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan kita sehari-hari. Berger
setuju dengan pernyataan fenomologis bahwa terhadap realitas berganda
daripada hanya suatu realitas tunggal. Berger bersama Garfinkel berpendapat
bahwa ada realitas kehidupan sehari-hari yang diabaikan, yang sebenarnya
merupakan realitas yang lebih penting. Realitas ini dianggap sebagai realitas
yang teratur dan terpola, biasanya diterima begitu saja dan non problematis,
sebab dalam interaksi-interaksi yang terpola (typified) realitas sama-sama
dimiliki oleh orang lain. Akan tetapi, berbeda dengan Garfinkel, Berger
menegaskan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi
subyektif dan obyektif manusia merupakan instrument dalam menciptakan
realitas sosial yang obyektif melalui proses internalisasi (yang mencerminkan
realitas subyektif). Dalam metode yang dialektis, Berger melihat masyarakat
sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. (Poloma,
2000 : 13)
Bagi Berger, proses dialektis dalam konstruksi realitas sosial
mempunyai tiga tahap :

Pertama, Eksternalisasi, yakni usaha untuk pencurahan atau ekspresi diri
manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah
menjadi sifat dasar dari manusia, Ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat
dimana Ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan
yang lepas dari dunia luarnya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

Kedua, Objektivasi, yakni hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik
dari kegiatan eksternalisasi. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa
jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu aktivitas yang
berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.

Ketiga, Internalisasi. Proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia
objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh stuktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang
telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar
kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
proses internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. (Eriyanto, 2002 :
14-15).

Dalam sejarah umat manusia, obyektifikasi, internalisasi dan
eksternalisasi merupakan tiga proses yang berjalan terus. Proses ini,
merupakan perubahan dialektis yang berjalan lambat, diluar sana tetap dunia
sosial obyektif yang membentuk individu-individu dalam arti manusia dalam
produk dari masyarakatnya. Beberapa dari dunia sosial ini eksis dalam
bentuk hukum yang mencerminkan norma-norma sosial. Aspek lain dari
realitas obyektif bukan sebagai realitas yang langsung dapat diketahui, tapi
bisa mempengaruhi nilai-nilai sosial. Realitas obyektif ini diinternalisir oleh
anak-anak melalui proses sosialisasi dan disaat dewasa merekapun tetap
menginternalisir situasi-situasi baru yang mereka temui dalam dunia
sosialnya. Akan tetapi, manusia tidak seluruhnya ditentukan oleh lingkungan.
Dengan kata lain, proses sosialisasi bukan merupakan suatu keberhasilan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

yang tuntas manusia memiliki peluang untuk mengeksternalisasi atau secara
kolektif membentuk dunia sosial mereka. Eksternalisasi mengakibatkan
terjadinya perubahan aturan sosial. Dengan demikian, masyarakat adalah
produk manusia yang tak hanya dibentuk oleh masyarakat, tapi secara sadar
atau tidak telah mencoba mengubah masyarakat itu. (Poloma, 2000 : 316)

2.1.4 Representasi
Representasi merupakan tindakan yang mengahadirkan sesuatu lewat
sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang,
Yasraf Amir, 2006:24).
Representasi berasumsi bahwa

praktik pemaknaan berbentuk

menjelaskan atau menguraikan objek atau praktik lain di dunia nyata.
Representasi membangun kebudayaan, makna, dan pengetahuan (Barker,
Chris, 2004 : 14). Bagaimana dunia dikonstruksi dan direpresentasikan secara
social kepada dan oleh individu. Mengharukan adanya

eksplorasi

pembentukan makna tekstual. Serta menghendaki penyelidikan tentang cara
dihasilkanya makna pada beragam konteks.
Representasi memiliki materialitas tertentu, yang melekat pada bunyi,
prasasti, objek, citra, buku, majalah dan program televise. Representasi
diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks tertentu
(Barker, Chris, 2004:9).
Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang
dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra
atau kombinasinya (Fiske, 2004:282).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Konsep representasi adalah proses pemaknaan yang berupa simbolsimbol yang terdapat dalam film yang diteliti, sehingga kita dapat mengetahui
hasil yang didapat setelah melakukan representasi terhadap film yang diteliti.
Menurut Stuart Hall ( 1997 ), representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep
yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang
dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia – manusia yang
ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode – kode
kebudayaan yang sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling
berbagi

konsep



konsep

yang

sama.

(http:kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm)
Stuart Hall menyatakan bahwa ada dua proses representasi, yakni :
Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di
kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih
berbentuk ssesuatu yang abstrak.
Kedua, ‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.
Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam
‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide
kita tentang sesuatu dengan tanda dan symbol-symbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan
mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan
system ‘peta konseptual’ kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi
seperangkat rantai korespondensi antara ‘peta konseptual’ dengan bahasa
atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep – konsep kita tentang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’, dan ‘bahasa/simbol’
adalah

jantung dari

produksi makna

lewat

bahasa.

Proses

yang

menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama – sama itulah yang kita
namakan representasi.
Representasi merupakan salah satu proses dalam sirkuit budaya
(circuit of culture). Melalui representasi, maka makna (meaning) dapat
berfungsi dan pada akhirnya diungkap. Representasi disampaikan melalui
tanda-tanda (signs). Tanda-tanda (signs) tersebut sepert bunyi, kata-kata,
tulisan, ekspresi, sikap, pakaian, dan sebagainya merupakan bagian dari dunia
material kita (Hall, 1997).
Tanda-tanda tersebut merupakan media yang membawa maknamakna tertentu dan merepresentasikan ‘meaning’ tertentu yang ingin
disampaikan kepada dan oleh kita. Melalui tanda-tanda tersebut, kita dapat
merepresentasikan pikiran, perasaan, dan tindakan kita. Pembacaan terhadap
tanda-tanda tersebut tentu saja dapat dipahami dalam konteks social tertentu.
(http://www.readingculture.net/index.php?option=com_content&task=view
&item.id=43)
Representasi adalah proses dan hasil yang member makna khusus
pada tanda. Melalui representasi, ide-ide ideologis dan abstrak mendapat
benuk konkretnya. Representasi juga berarti konsep yang digunakan dalam
proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia dialog,
tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya, secara ringkas, representasi
adalah produksi makna melalui bahasa.
(http://kunci.Or.id/esai/nws/04/representasi.htm)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

Representasi merujuk kepada konstuksi segala bentuk media
(terutama media massa) terhadap segala aspek realitas atau kenyataan, seperti
masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini bisa
berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk
gambar bergerak atau film.
(http://www.aber.ac.uk/media/Modules/MC30820/represent.html).
Film dan televisi mempunyai bahasanya sendiri dengan susunan
kalimat dan tata bahasa yang berbeda. Tata bahasa ini terdiri atas semacam
unsure yang akrab, seperti pemotongan (cut), pengambilan gambar jarak
dekat (close up), pengambilan gambar dari dua arah (two shot), dan lain-lain.
Namun bahasa tersebut juga mencakup kode-kode representasi yang lebih
halus, yang tercakup dalam komplektivitas dari penggambaran visual yang
harfiah hingga simbol-simbol yang paling abstrak dan arbiter (berubah-ubah).
(Sardar, 2001 : 156 dalam sobur 2003 : 130).
Representasi dalam film merupakan penggambaran suatu obyek yang
ditampilkan dalam film. Penggambaran ini ditampilkan melalui serangkaian
tanda-tanda. Tanda-tanda yang dimaksudkan berarti tanda yang menjadi
unsur sebuah film. Unsur tersebut berupa dialog, sikap pemain, angel,
kamera hingga music. Tanda dan unsure-unsur film ini akan dianalisis dan
dicari maknanya, sehingga makna dibalik tanda tersebut dapat diungkap.
Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian
tentang bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan
ditunjukkan dalam media ma