Dasar Hukum Dakwah

C. Dasar Hukum Dakwah

Dasar hukum dakwah terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104, yakni:

11 Amrullah Ahmad, Kurikulum Nasional Fakultas Dakwah, (Jakarta: Depag RI, 1994), hlm. 4.

Pengantar Ilmu Dakwah: Sejarah, Perspektif dan Ruang Lingkup

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan. Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat ini menunjukkan kewajiban dalam melaksanakan perintah Allah SWT, yakni menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari perbuatan buruk. Adapun alasan utama untuk menentukan hukum wajib adalah terletak pada kata waltakun yaitu i’il mudhari’ yang dimasuki lam ‘amr. Dalam kaidah bahasa Arab, bentuk tersebut menunjukkan perintah. Dasar hukum dakwah juga terdapat dalam ayat 110 surat Ali Imron, yakni

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah.”

Hukum dakwah juga terdapat dalam Hadits Rasulullah yang telah diriwayatkan oleh H.R. Muslim, yakni

“Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu, maka dengan lisannya, apabila juga tidak mampu, maka

dengan hatinya dan itulah iman yang paling lemah.” 12

Hadits tersebut menunjukkan hukum wajib dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Adapun alasan penetapan wajib ialah terletak pada kata falyughayyirhu yaitu i’il mudhari’ yang dimasuki lam ‘amr yang artinya mengubah.

Setelah menjelaskan hukum tentang wajibnya berdak- wah, maka juga perlu penjelasan tentang jenis dari kewajiban berdakwah tersebut. Ada tiga pendapat terkait dengan kewa-

12 dalam Masdar Helmy, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, (Semarang: CV. Toha Putra, 1973), hlm. 73.

30 M. Rosyid Ridla - Aif Rifa’i - Suisyanto 30 M. Rosyid Ridla - Aif Rifa’i - Suisyanto

Kedua, Fardlu ‘ain. Ini berpendapat bahwa kata minkum sebagai lil bayaan bermakna penegasan, atau lit taukiid berarti menguatkan terhadap kata waltakun. Sehingga ayat tersebut diartikan dengan “hendaklah kamu menjadi suatu ummat”. Pendapat kedua diperkuat oleh Hadist Rasulullah SAW, yakni “sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat.” 13 Sehingga kewajiban dakwah dibebankan kepada setiap muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setiap muslim harus menyiarkan agama Islam, baik pengetahuannya sedikit ataupun sebaliknya kepada orang lain yang belum mengetahui. Hal ini disebabkan roh kebenaran yang terdapat dalam dada setiap muslim tidak mungkin diam hingga kebenaran itu terwujud dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Demikian dalam sebuah praktik, seorang dokter dapat menjadi da’i terhadap pasiennya, seorang guru terhadap muridnya, seorang pengusaha terhadap buruhnya, pendek kata setiap orang dapat menjadi pelaku-pelaku dakwah dalam bidangnya masing-masing.

13 Salim Bahraisy, Terjemah Riadhus Sholihin, (Bandung: Al Ma’arif, 1978), hlm. 316.

Pengantar Ilmu Dakwah: Sejarah, Perspektif dan Ruang Lingkup

Ketiga, Fardlu ‘ain bersyarat. Hukum fardlu ‘ain bersyarat diikuti oleh Ar-Rozi dengan memperhatikan Hadits Rasulullah SAW riwayat HR. Muslim, yaitu

“Barang siapa yang melihat diantara kamu akan kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya (kekuasaan), apabila tidak mampu hendaklah mengubah dengan lisannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-

lemah iman.” 14 Ar-Rozi mengatakan dakwah Islam tidak secara otomatis

disampaikan kepada orang lain, tapi terlebih dahulu melihat urgensinya. Setiap orang perlu mempertimbangkan apakah kemungkaran telah terjadi dalam masyarakat, kemudian sejauh mana kemungkaran tersebut telah terjadi. Apabila kemung- karan sudah mengancam atau bahkan sudah keluar dari nilai-nilai ajaran Islam, maka hukum melaksanakan dakwah menjadi fardlu ‘ain.

Walau demikian, penulis memandang bahwa dakwah tidak hanya dalam dataran menyampaikan ajaran kepada masyarakat yang telah terjadi kemungkaran. Meingkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui proses pembinaan yang berkelanjutan juga menjadi konsen dakwah. Mengembangkan perekonomian ummat, menyebar kesejahteraan terutama di daerah terpencil, hingga membantu ummat Islam untuk mendapatkan keadilan juga termasuk dalam lingkup dakwah melalui sentuhan tindakan. Sehingga dakwah tidak harus menunggu terjadinya kemungkaran atau kejahatan terlebih dahulu. Hal ini tercermin dari dakwah Rasulullah SAW yang terus menyampaikan seruan kepada para sahabat walau

14 Haidh dan Marsad S, Terjemahan Riadhus Sholihin, (Surabaya: Mahkota, 1986), hlm. 176.

32 M. Rosyid Ridla - Aif Rifa’i - Suisyanto 32 M. Rosyid Ridla - Aif Rifa’i - Suisyanto