ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data
4.1.1. Pengamatan berdasar Molaritas NaOH
Molaritas (M) adalah satuan untuk mengukur konsentrasi larutan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
( ) air volume air
liter
dari Ar dari
berat NaOH
lt laru
zat mol jumlah mol
Dalam pengujian ini ditentukan beberapa variasi konsentrasi sodium hidroksida (NaOH) yang dominan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap setting time. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Wiyoto J., 2007), dengan semakin tinggi molaritas akan menghasilkan kuat tekan dan kadar porositas tertutup yang semakin besar. Selain itu juga akan menghasilkan setting time awal dan akhir
yang semakin cepat. Namun pada jumlah yang berlebih akan memperlemah
solidifikasi geopolimer akibat pembentukan Na 2 O.
Data pengamatan setting time repair material diambil dari pembacaan jatuhnya penetrasi pada vicat. Data pengamatan setting time pada fly ash dengan berbagai variasi Molaritas NaOH 6 Molar sampai dengan 10 Molar ( G.Mol 6 - G.Mol 10 ) dapat dilihat pada Tabel 4.1.
commit to user
Tabel 4.1. Data pengamatan setting time pada fly ash dengan berbagai variasi Molaritas NaOH
Molaritas NaOH ( Molar )
Mix Design
Initial Setting
Time ( Jam )
Rata-Rata
Initial ( Jam )
Final Setting Time ( Jam )
Rata-Rata Final ( Jam )
Kode Benda Uji
Berdasar data pengamatan pada Tabel 4.1. juga dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan seperti pada Gambar 4.1. berikut :
Gambar 4.1. Hubungan Molaritas NaOH dan Waktu Tercapainya Setting Time
Molaritas NaOH ( Molar )
final setting time initial setting time
commit to user
Dari Gambar 4.1. tersebut dapat dilihat bahwa G.Mol 8 memiliki waktu initial dan final setting time yang paling cepat.
Polivka dan Klein (1960) menyatakan bahwa pengaruh molaritas NaOH terhadap setting time dapat direpresentasikan dalam suatu hubungan penetrasi resistance P dan waktu ikat t yang dapat dinyatakan dalam suatu hubungan fungsi power, yaitu:
( ) B t A P A 0 = - ........................................................................... (4.2.)
dengan :
P = jatuhnya penetrasi
A dan B
= konstanta t = waktu penetrasi t 0 = waktu terakhir sebelum skala penetrasi dapat terbaca
(skala penetrasi menunjukkan angka 50 ke atas)
Berdasarkan pengamatan penetrasi setting time yang telah dilakukan, dapat dibuat grafik hubungan antara jatuhnya penetrasi dan waktu tercapainya setting time yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. sampai dengan Gambar 4.6.
Gambar 4.2. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time
untuk G.Mol 6
initial setting time final setting time
P = 49 (t - t 0 ) - 0,23
t 0 =1
commit to user
Gambar 4.3. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time untuk G.Mol 7
Gambar 4.4. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time
untuk G.Mol 8
initial setting time final setting time
P = 48 (t - t 0 ) - 0,23
initial setting time final setting time
P = 47 (t - t 0 ) - 0,23
t 0 =4
commit to user
Gambar 4.5. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time untuk G.Mol 9
Gambar 4.6. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time
untuk G.Mol 10
Persamaan – persamaan yang terdapat pada Gambar 4.2. sampai dengan Gambar
4.6. akan di evaluasi keakuratannya dengan cara menghitung koefisien korelasi.
initial setting time final setting time
P = 49 (t - t 0 ) - 0,23
initial setting time final setting time
P = 56 (t - t 0 ) - 0,23
t 0 = 10
commit to user
Besarnya nilai penyimpangan atau nilai koefisien korelasi antara persamaan – persamaan tersebut dengan data pengukuran langsung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
yi Dt yi ...............................................................................(4.4.)
a a yi D yi .....................................................................(4.5.)
Hasil korelasi dari persamaan di atas ditampilkan dalam Tabel 4.2. berikut : Tabel 4.2. Data perhitungan nilai koefisien korelasi pada benda uji G.Mol
Molaritas
NaOH
Fungsi Power Persamaan
Koef. Korelasi
6M
P = 49 (t – 1) – 0,23
0,962
7M
P = 48 (t – 1) – 0,23 0,976
8M
P = 47 (t – 4) – 0,23 0,989
9M
P = 49 (t – 5) – 0,23 0,983
10 M
P = 56 (t – 10) – 0,23 0,974
Dari Tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi r untuk fungsi power rata-rata mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan yang didapat dari fungsi power adalah baik. Selain itu juga dapat dilihat bahwa pada fungsi power semua persamaan memiliki konstanta (pangkat) B yang sama. Untuk itu maka dibuat suatu grafik hubungan antara molaritas dan konstanta A dari persamaan tersebut.
commit to user
Gambar 4.7. Hubungan Antara Molaritas dan Konstanta A untuk Fungsi Power
Dari Gambar 4.7. di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi molaritas NaOH yang paling tepat untuk mendapatkan konstanta A terkecil dan setting time tercepat yaitu pada Molaritas 8 Molar.
4.1.2. Pengamatan berdasar Modulus Alkali Na 2 O/SiO 2
Modulus alkali merupakan perbandingan Na-silikat/NaOH (b/b). Larutan alkalin yang digunakan adalah campuran antara natrium hidroksida (NaOH), natrium
silikat (Na 2 SiO 3 ), dan air distilat (H 2 O), yang masing-masing komponen memiliki
peran penting dalam sintesis. Sintesis ini didasari oleh reaksi polikondensasi dari material yang mengandung silika-aluminat dan alumina-silikat.
Data pengamatan setting time repair material diambil dari pembacaan jatuhnya penetrasi pada vicat. Data pengamatan setting time pada fly ash dengan berbagai
variasi Modulus Alkali Na 2 O/SiO 2 Modulus Alkali 1 sampai dengan Modulus Alkali 2 ( G.Mal 1 - G.Mal 2 ) dapat dilihat pada Tabel 4.3.
y = 1,357x 2 - 20,21x + 121,9
Molaritas ( M )
commit to user
Tabel 4.3. Data pengamatan setting time pada fly ash dengan berbagai variasi Modulus Alkali Na 2 O/SiO 2
Modulus Alkali Na 2 O/SiO 2
Mix Design
Initial Setting
Time ( Jam )
Rata-Rata
Initial ( Jam )
Final Setting Time ( Jam )
Rata-Rata Final ( Jam
Kode Benda Uji
Berdasar data pengamatan pada Tabel 4.3. juga dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan seperti pada Gambar 4.8. berikut :
Gambar 4.8. Hubungan Modulus Alkali Na 2 O/SiO 2 dan Waktu Tercapainya
Modulus Alkali
final setting time
initial setting time
commit to user
Dari Gambar 4.8. tersebut dapat dilihat bahwa G.Mal 1,25 memiliki waktu initial dan final setting time yang paling cepat.
Pengaruh modulus alkali Na 2 O/SiO 2 terhadap setting time juga dapat
direpresentasikan dalam suatu hubungan penetrasi resistance P dan waktu ikat t yang dapat dinyatakan dalam suatu hubungan berbentuk fungsi power seperti yang telah dinyatakan oleh Polivka dan Klein (1960), yaitu pada persamaan (4.2.).
Berdasarkan pengamatan penetrasi setting time yang telah dilakukan, dapat dibuat grafik hubungan antara jatuhnya penetrasi dan waktu tercapainya setting time yang dapat dilihat pada Gambar 4.9. sampai dengan Gambar 4.13.
Gambar 4.9. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time
untuk G.Mal 1
initial setting time final setting time
P = 50 (t - t 0 ) - 0,18
t 0 = 62
commit to user
Gambar 4.10. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time untuk G.Mal 1,25
Gambar 4.11. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time
untuk G.Mal 1,5
initial setting time final setting time
P = 42.5 (t - t 0 ) - 0,18
initial setting time final setting time
P = 45 (t - t 0 ) - 0,18
t 0 =4
commit to user
Gambar 4.12. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time untuk G.Mal 1,75
Gambar 4.13. Hubungan Antara Jatuhnya Penetrasi dan Waktu Setting Time
untuk G.Mal 2
initial setting time final setting time
P = 47 (t - t 0 ) - 0,18
initial setting time final setting time
P = 44 (t - t 0 ) - 0,18
t 0 =2
commit to user
Persamaan – persamaan yang terdapat pada Gambar 4.9. sampai dengan Gambar
4.13. akan di evaluasi keakuratannya dengan cara menghitung koefisien korelasi. Besarnya nilai penyimpangan atau nilai koefisien korelasi antara persamaan – persamaan tersebut dengan data pengukuran langsung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.3.), (4.4.), dan (4.5.).
Hasil korelasi dari persamaan di atas ditampilkan dalam Tabel 4.4. berikut : Tabel 4.4. Data perhitungan nilai koefisien korelasi pada benda uji G.Mal
Modulus
Alkali
Fungsi Power Persamaan
Koef. Korelasi
1 P = 50 (t – 62) – 0,18
0,904 1.25 P = 42.5 (t – 2) – 0,18 0,960 1.5 P = 45 (t – 4) – 0,18 0,920 1.75 P = 47 (t – 2) – 0,18 0,990 2 P = 44 (t – 2) – 0,18 0,771
Dari Tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi r untuk fungsi power rata-rata mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan yang didapat dari fungsi power adalah baik. Selain itu juga dapat dilihat bahwa pada fungsi power semua persamaan memiliki konstanta (pangkat) B yang sama. Untuk itu maka dibuat suatu grafik hubungan antara modulus alkali dan konstanta A dari persamaan tersebut.
commit to user
Gambar 4.14. Hubungan Antara Modulus Alkali dan Koefisien A untuk Fungsi Power
Dari Gambar 4.14. di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi modulus alkali
Na 2 O/SiO 2 yang paling tepat untuk mendapatkan konstanta A terkecil dan setting time tercepat yaitu pada modulus alkali 1,25.
4.2. Pembahasan
Secara umum, penggunaan fly ash pada mortar menyebabkan peningkatan setting time - pada keduanya, initial dan final set. Semakin besar molaritas dan semakin sedikit persentase penambahan air pada campuran, akan memberikan karakteristik beton yang lebih tinggi. Kekuatan geopolymer meningkat seiring dengan
peningkatan kandungan SiO 2 . Fly ash sendiri mungkin bisa memperpanjang,
mengurangi, atau tidak memiliki efek signifikan pada setting time. Waktu setting time yang lebih panjang dapat meningkatkan perubahan dari keretakan susut plastis permukaan pada kondisi tingkat penguapan udara yang tinggi.
Dari Tabel 4.1. dan Gambar 4.1. pada pengamatan berdasar molaritas NaOH terlihat bahwa initial dan final setting time terjadi semakin cepat pada kenaikan molaritas dari 6 Molar sampai 8 Molar, namun kemudian menjadi lebih lama ketika molaritas dinaikkan menjadi 9 Molar dan 10 Molar. Setting time tercepat
y = 14,28x 2 - 43,65x + 77,25
Modulus Alkali
commit to user
diperoleh pada molaritas 8 Molar yaitu pada 16,67 jam untuk initial setting time dan 25,17 jam untuk final setting time. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi molaritas akan menghasilkan setting time awal dan akhir yang semakin cepat, namun pada jumlah yang berlebih justru akan semakin lama
karena akan memperlemah solidifikasi geopolimer akibat pembentukan Na 2 O.
Berbeda dengan pengamatan berdasar Molaritas NaOH, pengamatan berdasar
Modulus Alkali Na 2 O/SiO 2 yang dapat kita lihat dari Tabel 4.3. dan Gambar 4.8.
mengalami peningkatan kecepatan yang sangat signifikan dari modulus alkali 1 ke modulus alkali 1,25 dan kemudian menurun ketika modulus alkali dinaikkan menjadi 1,5 dan 1,75 tapi kemudian mengalami peningkatan kecepatan lagi pada modulus alkali 2. Setting time tercepat diperoleh pada modulus alkali 1,25 yaitu pada 19,33 jam untuk initial setting time dan 28,67 jam untuk final setting time. Hal ini menunjukkan bahwa setting time, dengan semakin tinggi atau semakin rendah rasio sodium silikat terhadap sodium hidroksida menghasilkan nilai yang
tidak berbanding linear. Kandungan SiO 2 dan Na 2 O dari geopolymer memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dari geopolymer, dimana jika rasio Na 2 O/SiO 2
menurun maka kehomogenan dan kerapatan mikrostruktur akan meningkat.
Penurunan angka banding Na 2 O/SiO 2 sampai batas kandungan Na 2 O tertentu juga mengakibatkan peningkatan kuat tekan geopolymer. Kandungan Na 2 O yang
sangat kecil akan memperlemah kuat tekan karena kecilnya komponen yang berperan untuk proses pelarutan unsur silikona dan alumina dari abu layang untuk
membentuk geopolymer, tetapi kandungan Na 2 O yang sangat tinggi juga akan
memperlemah kuat tekan dan meningkatkan heterogenitas serta menurunkan kerapatan mikrostruktur geopolymer.
commit to user